Hti bandung desak tutup total tempat hiburan malam!
OPTIMAL]Khilafah Menurut Hadis Nabi
1. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR”
MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU
MELEMAHKAN HADITSNYA
March 4th, 2014 by farid
Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pendahuluan
Di kalangan para pejuang syariah dan Khilafah,
sangat terkenal hadits yang menerangkan
kembalinyaKhilafah ‘ala Minhajin
Nubuwwah (Khilafah yang mengikuti jalan
kenabian). Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA,
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
ﺗﻛون اﻟﻧﺑوة ﻓﯾﻛم ﻣﺎ ﺷﺎء ﷲ أن ﺗﻛون ﺛم ﯾرﻓﻌﮭﺎ إذا ﺷﺎء أن ﯾرﻓﻌﮭﺎ ﺛم ﺗﻛون ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻧﮭﺎج اﻟﻧﺑوة ﻓﺗﻛون ﻣﺎ ﺷﺎء ﷲ أن ﺗﻛون
ﺛم ﯾرﻓﻌﮭﺎ إذا ﺷﺎء ﷲ أن ﯾرﻓﻌﮭﺎ ﺛم ﺗﻛون ﻣﻠﻛﺎ ﻋﺎﺿﺎ ﻓﯾﻛون ﻣﺎ ﺷﺎء ﷲ أن ﯾﻛون ﺛم ﯾرﻓﻌﮭﺎ إذا ﺷﺎء أن ﯾرﻓﻌﮭﺎ ﺛم ﺗﻛون ﻣﻠﻛﺎ ﺟﺑرﯾﺔ
ﻓﺗﻛون ﻣﺎ ﺷﺎء ﷲ أن ﺗﻛون ﺛم ﯾرﻓﻌﮭﺎ إذا ﺷﺎء أن ﯾرﻓﻌﮭﺎ ﺛم ﺗﻛون ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻧﮭﺎج اﻟﻧﺑوة ﺛم ﺳﻛت
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas
kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin
nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan
‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator)
(Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila
Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak
Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad
Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al
Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth,
dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al
Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).
Hadits di atas walau statusnya oleh para ahli hadits dinilai antara shahih atau hasan, namun
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
1/6
2. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
ada pihak yang berpandangan hadist itu lemah (dhaif). Mereka berhujjah bahwa salah satu
perawi (periwayat) hadits yang bernama Habib bin Salim adalah perawi yang lemah, dengan
alasan Imam Bukhari mengomentari Habib bin Salim dengan berkata, “fihi nazhar” (dia perlu
dipertimbangkan).
Menurut mereka, inilah sebabnya Imam Bukhari tidak pernah menerima hadis yang
diriwayatkan oleh Habib bin Salim tersebut. Di samping itu, dari 9 kitab utama (kutubut tis’ah)
hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis tersebut, sehingga akibatnya “kelemahan”
sanad hadis tersebut tidak bisa ditolong.
Maksud Perkataan Imam Bukhari “Fiihi Nazhar”
Sebelum membahas perkataan Imam Bukhari “fiihi nazhar” untuk Habib bin Salim, perlu
kiranya diketahui sekilas sanad hadits di atas, untuk mengetahui posisi Habib bin Salim dalam
rantai periwayatan hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
Sanad hadits di atas adalah sebagai berikut; Imam Ahmad meriwayatkan dari Sulaiman bin
Dawud Al Thayalisi, dari Dawud bin Ibrahim Al Wasithi, dari Habib bin Salim, dari Nu’man bin
Basyir, dari Hudzaifah bin Al Yaman, dari Rasulullah SAW. (Lihat Musnad Ahmad, Juz IV, hlm,
273, nomor hadits 18.430).
Jadi posisi Habib bin Salim adalah antara Dawud bin Ibrahim Al Wasithi dan Nu’man bin
Basyir. Yang menjadi titik kritis adalah kredibilitas Habib bin Salim, dan apakah Habib bin
Salim ini mendengar langsung hadits dari Nu’man bin Basyir atau tidak.
Memang benar bahwa Imam Bukhari pernah mengomentari Habib bin Salim dengan
perkataannya “fihi nazhar” (dia perlu dipertimbangkan). Hal itu dikatakan oleh Imam Bukhari
pada saat menceritakan biografi (tarjamah) Habib bin Salim dalam kitabnya At Tarikh Al
Kabir juz 2 halaman 318. Telah berkata Imam Bukhari (radhiyallahu ‘anhu) :
ﺣﺑﯾب ﺑن ﺳﺎﻟم ﻣوﻟﻰ اﻟﻧﻌﻣﺎن ﺑن ﺑﺷﯾر اﻷﻧﺻﺎري، ﻋن اﻟﻧﻌﻣﺎن، روى ﻋﻧﮫ أﺑو ﺑﺷﯾروﺑﺷﯾر ﺑن ﺛﺎﺑت وﻣﺣﻣد ﺑن اﻟﻣﻧﺗﺷروﺧﺎﻟد ﺑن
ﻋرﻓطﺔ وإﺑراھﯾم ﺑن ﻣﮭﺎﺟر، وھو ﻛﺎﺗب اﻟﻧﻌﻣﺎن، ﻓﯾﮫ ﻧظر
“Habib bin Salim adalah maula (bekas budak) dari Nu’man bin Basyir Al Anshari,
[meriwayatkan hadits] dari Nu’man, dan meriwayatkan [hadits] darinya Abu Basyir, Basyir bin
Tsabit, Muhammad bin Al Muntasyir, Khalid bin ‘Arfathah, dan Ibrahim bin Muhajir, dan dia
[Habib bin Salim] adalah penulis/sekretaris Nu’man, dia perlu dipertimbangkan.” (Imam
Bukhari, At Tarikh Al Kabir, 2/318).
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
2/6
3. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
Mengenai perkataan Imam Bukhari “fihi nazhar” (dia perlu dipertimbangkan) ini, sudah banyak
ulama yang menafsirkannya. Secara umum, ungkapan tersebut memang berarti jarh (penilaian
tidak kredibel) kepada seorang periwayat hadits, sehingga akibatnya dapat melemahkan
hadits yang diriwayatkan oleh periwayat tersebut.
Imam Al ‘Iraqi berkata dalam kitabnya Syarah Al Alfiyah :
ﻓﻼن ﻓﯾﮫ ﻧظر، وﻓﻼن ﺳﻛﺗوا ﻋﻧﮫ: ﯾﻘوﻟﮭﻣﺎ اﻟﺑﺧﺎري ﻓﯾﻣن ﺗرﻛوا ﺣدﯾﺛﮫ
“[Perkataan] “fihi nazhar” (dia perlu dipertimbangkan), dan “fulan sakatuu ‘anhu” (si Fulan telah
didiamkan/tak dikomentari oleh para ulama), merupakan dua perkataan yang diucapkan oleh
Imam Bukhari mengenai periwayat hadits yang haditsnya ditinggalkan.” (Imam ‘Iraqi, Syarah Al
Alfiyah, Juz 2/11).
Imam Adz Dzahabi berkata dalam mukadimah kitabnya MizanuI I’tidal :
ﻗوﻟﮫ: ﻓﯾﮫ ﻧظر، وﻓﻲ ﺣدﯾﺛﮫ ﻧظر، ﻻ ﯾﻘوﻟﮫ اﻟﺑﺧﺎري إﻻ ﻓﯾﻣن ﯾﺗﮭﻣﮫ ﻏﺎﻟﺑﺎ
“Perkataan dia (Imam Bukhari) : “fihi nazhar” (dia perlu dipertimbangkan), dan “fii hadiitsihi
nazhar” (haditsnya perlu dipertimbangkan), tidaklah diucapkan oleh Imam Bukhari kecuali
mengenai orang-orang yang dia tuduh [tidak kredibel] pada galibnya.” (Imam Adz
Dzahabi, MizanuI I’tidal, 1/3-4).
Kedua kutipan di atas menunjukkan kaidah umum dari perkataan Imam Bukhari “fihi nazhar”
(dia perlu dipertimbangkan), yang memang menunjukkan kelemahan kredibilitas periwayat
hadits. Namun dalam kasus Habib bin Salim, perkataan Imam Bukhari tersebut bukanlah
merupakanjarh yang kemudian melemahkan hadits yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim.
Dikarenakan terdapat dua qarinah (indikasi) yang dapat mempertahankan kredibilitas Habib
bin Salim dan juga hadits yang diriwayatkannya.
Dua indikasi tersebut adalah; Pertama, Imam Bukhari sendiri menilai shahih hadits yang di
dalamnya ada periwayat Habib bin Salim. Kedua, bahwa seorang perawi yang dinilai Imam
Bukhari dengan kalimat “fihi nazhar” (dia perlu dipertimbangkan) bisa jadi dianggap kredibel
oleh ahli hadits lainnya.
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
3/6
4. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
Indikasi pertama, telah ditunjukkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitabnya Al ‘Ilal Al Kabir (1/33)
bahwa Imam Tirmidzi suatu saat pernah bertanya kepada Imam Bukhari mengenai suatu
hadits. Hadits ini diriwayatkan oleh Habib bin Salim dari Nu’man bin Basyir bahwa Nabi SAW
dalam dua shalat Ied dan shalat Jum’at telah membaca surat Sabbihisma Rabbikal A’la dan
surat Hal Ataaka Hadiistul Ghaasiyah, dan bisa jadi keduanya (Ied dan Jumat) bertemu pada
satu hari dan Nabi SAW membaca kedua surat itu. Maka berkata Imam Bukhari,”Itu hadits
shahih.’ (Arab : huwa hadiits shahiih). (Lihat Imam Tirmidzi, Al ‘Ilal Al Kabir,1/33. Matan hadits
secara lengkap dikemukakan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan At Tirmidzi, Juz 5 hlm. 243).
Ini jelas menunjukkan Imam Bukhari sendiri telah menilai shahih hadits yang perawinya
dinilainya sebagai “fihi nazhar“. Fakta ini menunjukkan, ketika Imam Bukhari menilai seorang
perawi dengan mengucapkan “fihi nazhar“, tidaklah selalu berarti haditsnya otomatis lemah
(dhaif) dan tak dapat dijadikan hujjah. Contohnya kasus Habib bin Salim ini.
Yang mungkin menjadi pertanyaan, mengapa Imam Bukhari tetap menshahihkan hadits yang
perawinya dikomentarinya dengan “fiihi nazhar”? Menurut Khalid Manshur Abdullah Ad Durais
dalam kitabnyaMauqiful Imaamaini Al Bukhari wa Muslim min Isytirath Al Liqaa` wa As
Samaa’ (Riyadh : Maktabah Ar Rusyd, tt) halaman 120, hal itu karena Imam Bukhari tidak
sampai derajat yakin bahwa Habib bin Salim telah bertemu (liqa`) atau mendengar (as samaa’)
hadits dari Nu’man bin Basyir. Imam Bukhari ragu (syakk) apakah Habib bin Salim pernah
bertemu/mendengar hadits dari Nu’man bin Basyir.
Ketidakyakinan Imam Bukhari itu tercermin dari deskripsi biografi Habib bin Salim yang ditulis
oleh Imam Bukhari sendiri, yaitu menggunakan perkataan [( ﻋن اﻟﻧﻌﻣﺎنmeriwayatkan] dari
Nu’man). Sebagaimana sudah dikutip sebelumnya, Imam Bukhari berkata :
ﺣﺑﯾب ﺑن ﺳﺎﻟم ﻣوﻟﻰ اﻟﻧﻌﻣﺎن ﺑن ﺑﺷﯾر اﻷﻧﺻﺎري، ﻋن اﻟﻧﻌﻣﺎن
“Habib bin Salim adalah maula (bekas budak) dari Nu’man bin Basyir Al Anshari,
[meriwayatkan hadits] dari Nu’man… (At Tarikh Al Kabir, 2/318).
Kalimat [( ﻋن اﻟﻧﻌﻣﺎنmeriwayatkan] dari Nu’man) adalah kalimat yang tidak jelas (ghairu sharih),
yang berbeda dengan kebiasaan Imam Bukhari ketika dia meyakini seorang periwayat hadits
mendengar dari periwayat sebelumnya. Jika Imam Bukhari yakin Habib bin Salim mendengar
dari periwayat sebelumnya (Nu’man bin Basyir), niscaya kalimat yang akan digunakan
adalah sami’a al nu’maan (dia telah mendengar Nu’man), bukan ‘an al Nu’man. Terlebih lagi
bahwa dalam kitab Tahdziibul Kamaal(2/374) disebutkan bahwa Habib bin Salim telah
memasukkan periwayat lain antara dirinya dengan Nu’man bin Basyir. Inilah kiranya yang
membuat Imam Bukhari berada dalam keraguan mengenai Habib bin Salim. (Khalid Manshur
Abdullah Ad Durais, Mauqiful Imaamaini Al Bukhari wa Muslim min Isytirath Al Liqaa` wa As
Samaa’, hlm. 121).
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
4/6
5. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
Namun ketidakyakinan Imam Bukhari ini tak berarti Imam Bukhari secara mutlak tidak
mempercayai Habib bin Salim. Dengan mencermati deskripsi Imam Bukhari mengenai biografi
Habib bin Salim, akan dapat disimpulkan bahwa Imam Bukhari sebenarnya mempunyai
dugaan kuat (zhann ghaalib) bahwa Habib bin Salim pernah bertemu (liqa`) atau mendengar
(samaa’) dari Nu’man bin Basyir, walau tak sampai derajat yakin.
Ada dua alasan untuk itu; pertama, Imam Bukhari menyebut bahwa Habib bin Salim
adalah maula (bekas budak). Artinya dulu Habib bin Salim adalah budak milik Nu’man bin
Basyir, lalu Nu’man memerdekakan Habib bin Salim. Jadi sangat mungkin Habib bin Salim
mendengar hadits dari Nu’man bin Basyir. Kedua, Imam Bukhari menyebut bahwa Habib bin
Salim adalah penulis atau sekretaris Nu’man bin Basyir. Pada galibnya, seorang penulis akan
sering bertemu atau mendengar perkataan dari atasannya. Maka sangatlah mungkin Habib bin
Salim mendengar hadits dari Nu’man bin Basyir. Kedua alasan inilah kiranya yang menjadikan
Imam Bukhari tetap menilai shahih hadits yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim. (Khalid
Manshur Abdullah Ad Durais, Mauqiful Imaamaini Al Bukhari wa Muslim min Isytirath Al
Liqaa` wa As Samaa’, hlm. 121).
Ini adalah indikasi pertama yang membuktikan tetapnya kredibilitas Habib bin Salim dan juga
hadits yang diriwayatkannya, yakni adanya penilaian shahih dari Imam Bukhari terhadap hadits
yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim.
Indikasi kedua, bahwa seorang perawi yang dinilai Imam Bukhari dengan kalimat “fihi nazhar”
bisa jadi tetap dianggap kredibel oleh ahli hadits lainnya. Ini sungguh terjadi dan contohnya
banyak.
Sebagai contoh Habib bin Salim. Meski Imam Bukhari menilainya “fiihi nazhar” namun menurut
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Habib bin Salim tidaklah mengapa (laa ba`sa bihi). Menurut
Ibnu ‘Adi, tak ada matan-matan hadits Habib bin Salim yang munkar (menyalahi periwayat lain
yang lebih tsiqah), melainkan telah terjadi idhtirab (kerancuan) pada sanad-sanad hadits yang
diriwayatkan darinya. Tetapi Abu Hatim, Abu Dawud, dan Ibnu Hiban menilai Habib bin
Salim tsiqah. (Lihat Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8).
Contoh-contoh lainnya banyak diberikan oleh Syaikh Syu’aib Al Arna`uth, yang mentahqiq kitab Siyar A’lamin Nubala` karya Imam Dzahabi pada Juz 12 halaman 439 (Beirut :
Mu`assah Ar Risalah, cetakan IV, tahun 1986). Di antaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, perawi bernama Tamaam bin Najiih. Imam Bukhari menilainya“fiihi nazhar”. Namun
Tamaam bin Najiih dianggap tsiqah oleh Imam Yahya bin Ma’iin. Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi juga tidak meninggalkan haditsnya.
Kedua, perawi bernama Rasyid bin Dawud As Shan’ani. Imam Bukhari menilainya “fiihi
nazhar”. Namun Imam Yahya bin Ma’iin menganggapnyatsiqah. Imam Ibnu Hiban memasukkan
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
5/6
6. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » PERKATAAN IMAM BUKHARI “FIIHI NAZHAR” MENGENAI SEORANG PERAWI HADITS TIDAK SELALU …
namanya dalam kitabnya At Tsiqaat. Imam An Nasa`i juga meriwayatkan hadits darinya.
Ketiga, perawi bernama Tsa’labah bin Yazid Al Hammani. Imam Bukhari menilainya “fii
hadiitsihi nazhar” (haditsnya perlu dipertimbangkan). Tetapi Imam Nasa`i berkata, dia tsiqah.
Ibnu ‘Adi mengatakan,”Aku tidak melihat haditsnya munkar (menyalahi periwayat lain yang lebih
tsiqah) dalam kadar yang dia riwayatkan. Dan seterusnya banyak sekali.
Jadi, penilaian Imam Bukhari “fiihi nazhar” kepada seorang perawi, tidaklah berarti hadits yang
diriwayatkannya secara mutlak tertolak atau selalu tertolak. Karena bisa jadi para Ahli Hadits
lainnya menilai perawi tersebut sebagai tsiqah (perawi terpercaya, yang menghimpun
karakter ‘adil(taqwa) dan dhabith (kuat hapalannya).
Kesimpulan
Hadits akan datangnya kembali Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah derajatnya berkisar antara
shahih dan hasan. Penilaian sementara pihak bahwa hadits itu dhaif karena Imam Bukhari
menilai Habib bin Salim dengan sebutan “fiihi nazhar”, adalah tidak tepat. Karena perkataan
imam Bukhari “fiihi nazhar” mengenai seorang perawi hadits, tidaklah selalu melemahkan
hadits yang diriwayatkannya.
Maka dari itu, penilaian bahwa hadits akan datangnya Khilafah Khilafah ‘Ala Minhajin
Nubuwwah adalah hadits dhaif, sungguh sangat gegabah dan tidak berlandaskan ilmu yang
mendalam. Landasannya lebih kepada hawa nafsu yang condong kepada kebatilan dan
kesesatan, yaitu memberi legitimasi palsu kepada sistem sekular saat ini yang dipaksakan
secara kejam kepada umat Islam. Wallahu a‘lam bi al shawab. (04/02/2014).
===
KH. M. Shiddiq Al-Jawi, anggota Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI; Dosen Ulumul Hadits dan Ushul
Fiqih di STEI Hamfara, Jogjakarta; Pimpinan PP Hamfara Jogjakarta.
Baca juga :
1. Ma’al Hadîts al-Syarîf: Seorang Muslim Wajib Menjawab Salam Seorang Muslim
Lainnya
2. Ma’al Hadîts Asy-Syarîf: Kesucian Darah Seorang Muslim
3. Hadang Islam, Gereja Protestan Lutheran di Swedia Angkat Seorang Imam Muslim
4. Dianggap Sebarkan Pesan Teror Imam Masjid Nazareth Ditangkap
5. HT Banglades: Propaganda Palsu Atau Tindakan Represif Tidak Akan Melemahkan
Hizbut Tahrir
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/perkataan-imam-bukhari-fiihi-nazhar-mengenai-seorang-perawi-hadits-tidak-selalu-melemahkan-haditsnya/
6/6