Dokumen tersebut membahas beberapa kitab hadits shohih seperti Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Mustadrak Al Hakim, empat kitab sunan, dan kitab-kitab hadits lainnya. Juga dibahas tentang tingkatan keshohihan hadits.
7. Kitab Shohih Lain
Shahih Ibnu Khuzaimah
Shahih Ibnu Hibban
Mustadrak Al Hakim
4 Kitab Sunan (Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi,
Nasai)
8. Kitab Shohih Lain
Shahih Ibnu Khuzaimah
Shahih Ibnu Hibban
Mustadrak Al Hakim
4 Kitab Sunan (Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi,
Nasai)
Ad Daruqutny, Al Baihaqi dll
9. Kitab Shohih Lain
Shahih Ibnu Khuzaimah
Shahih Ibnu Hibban
Mustadrak Al Hakim
4 Kitab Sunan (Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi,
Nasai)
Ad Daruqutny, Al Baihaqi dll
Tidak cukup, harus ada pernyataan shahih
12. Mustadrak Al Hakim
Kitab yang memuat hadits shohih berdasarkan
syarat Bukhori Muslim ata persyaratan salah satu
dari keduanya, sementara keduanya belum
mengeluarkan hadits hadits tersebut.
13. Mustadrak Al Hakim
Kitab yang memuat hadits shohih berdasarkan
syarat Bukhori Muslim ata persyaratan salah satu
dari keduanya, sementara keduanya belum
mengeluarkan hadits hadits tersebut.
14. Mustadrak Al Hakim
Kitab yang memuat hadits shohih berdasarkan
syarat Bukhori Muslim ata persyaratan salah satu
dari keduanya, sementara keduanya belum
mengeluarkan hadits hadits tersebut.
Memuat juga hadits yang beliau anggap shohih.
15. Mustadrak Al Hakim
Kitab yang memuat hadits shohih berdasarkan
syarat Bukhori Muslim ata persyaratan salah satu
dari keduanya, sementara keduanya belum
mengeluarkan hadits hadits tersebut.
Memuat juga hadits yang beliau anggap shohih.
16. Mustadrak Al Hakim
Kitab yang memuat hadits shohih berdasarkan
syarat Bukhori Muslim ata persyaratan salah satu
dari keduanya, sementara keduanya belum
mengeluarkan hadits hadits tersebut.
Memuat juga hadits yang beliau anggap shohih.
Beliau dikenal sebagai ulama hadits yang
Mutasahil
21. Ibnu Hibban
At Taqosim wal Anwa
(Klasifikasi -klasifikasi & Beragam Jenis)
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (acak)
22. Ibnu Hibban
At Taqosim wal Anwa
(Klasifikasi -klasifikasi & Beragam Jenis)
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (acak)
Tidak disusun per bab / per musnad, pencarian hadits di
kitab ini sangat sulit sekali. Disusun ulang ole Al Amir Ala
ad diin Abu Al Hasan Ali bin Biban (w.739H) dengan Judul
Al Ihsan fi Taqrib ibn Hibban. Ibnu hibban dikenal sebagai
Mutasahil, tapi lebih ringan dibanding Imam Al Hakim
(Tadrib ar Rowy: 1/109)
23. Ibnu Hibban
At Taqosim wal Anwa
(Klasifikasi -klasifikasi & Beragam Jenis)
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (acak)
Tidak disusun per bab / per musnad, pencarian hadits di
kitab ini sangat sulit sekali. Disusun ulang ole Al Amir Ala
ad diin Abu Al Hasan Ali bin Biban (w.739H) dengan Judul
Al Ihsan fi Taqrib ibn Hibban. Ibnu hibban dikenal sebagai
Mutasahil, tapi lebih ringan dibanding Imam Al Hakim
(Tadrib ar Rowy: 1/109)
26. Shahih Ibnu Khuzaimah
Kitab ini lebih tinggi kualitas keshahihannya dibanding
Shahîh Ibn Hibbân karena penulisnya, Ibn Khuzaimah
dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati sekali.
Saking hati-hatinya, dia kerap abstain (tidak memberikan
penilaian) terhadap suatu keshahihan hadits karena
kurangnya pembicaraan seputar sanadnya.
30. Tingkatan Keshohihan Hadits
Jalur Periwayatan /Sanad yang Terbaik
Pendapat yang terpilih, bahwa tidak dapat dipastikan sanad
tertentu dinyatakan secara mutlak sebagai sanad yang paling
shahih sebab perbedaan tingkatan keshahihan itu didasarkan
pada terpenuhinya syarat-syarat keshahihan, sementara
sangat jarang terelasisasinya kualitas paling tinggi di dalam
seluruh syarat-syarat keshahihan. Oleh karena itu, lebih baik
menahan diri dari menyatakan bahwa sanad tertentu
merupakan sanad yang paling shahih secara mutlak.
Sekalipun demikian, sebagian ulama telah meriwayatkan
pernyataan pada sanad-sanad yang dianggap paling shahih,
padahal sebenarnya, masing-masing imam menguatkan
pendapat yang menurutnya lebih kuat.
31.
32. a) Riwayat az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin
‘Umar ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin
Rahawaih dan Imam Ahmad.
33. a) Riwayat az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin
‘Umar ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin
Rahawaih dan Imam Ahmad.
b) Riwayat Ibn Sirindari ‘Ubaidah dari ‘Aliy(binAbiThalib);ini
adalah pernyataan yang dinukil dari Ibn al-Madiniy dan al-
Fallas.
34. a) Riwayat az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin
‘Umar ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin
Rahawaih dan Imam Ahmad.
b) Riwayat Ibn Sirindari ‘Ubaidah dari ‘Aliy(binAbiThalib);ini
adalah pernyataan yang dinukil dari Ibn al-Madiniy dan al-
Fallas.
c)
Riwayat al-A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari
‘Abdullah (bin Mas’ud) ; ini adalah pernyataan yang dinukil
dari Yahya bin Ma’in.
35. a) Riwayat az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin
‘Umar ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin
Rahawaih dan Imam Ahmad.
b) Riwayat Ibn Sirindari ‘Ubaidah dari ‘Aliy(binAbiThalib);ini
adalah pernyataan yang dinukil dari Ibn al-Madiniy dan al-
Fallas.
c)
Riwayat al-A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari
‘Abdullah (bin Mas’ud) ; ini adalah pernyataan yang dinukil
dari Yahya bin Ma’in.
d) Riwayat az-Zuhriy dari ‘Aliy dari al-Husain dari ayahnya
dari ‘Aliy ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Abu Bakar
bin Abi Syaibah.
36. a) Riwayat az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin
‘Umar ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin
Rahawaih dan Imam Ahmad.
b) Riwayat Ibn Sirindari ‘Ubaidah dari ‘Aliy(binAbiThalib);ini
adalah pernyataan yang dinukil dari Ibn al-Madiniy dan al-
Fallas.
c)
Riwayat al-A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari
‘Abdullah (bin Mas’ud) ; ini adalah pernyataan yang dinukil
dari Yahya bin Ma’in.
d) Riwayat az-Zuhriy dari ‘Aliy dari al-Husain dari ayahnya
dari ‘Aliy ; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Abu Bakar
bin Abi Syaibah.
e)
Riwayat Malik dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar ; ini adalah
pernyataan yang dinukil dari Imam al-Bukhariy.
38. Tingkatan Hadits Shohih
a) Tingkatan paling tingginya adalah bilamana diriwayatkan
dengan sanad yang paling shahih, seperti Malik dari Nafi’
dari Ibn ‘Umar.
39. Tingkatan Hadits Shohih
a) Tingkatan paling tingginya adalah bilamana diriwayatkan
dengan sanad yang paling shahih, seperti Malik dari Nafi’
dari Ibn ‘Umar.
b) Yang dibawah itu tingkatannya, yaitu bilamana
diriwayatkan dari jalur Rijâl (rentetan para periwayat) yang
kapasitasnya di bawah kapasitas Rijâl pada sanad pertama
diatas seperti riwayat Hammâd bin Salamah dari Tsâbit dari
Anas.
40. Tingkatan Hadits Shohih
a) Tingkatan paling tingginya adalah bilamana diriwayatkan
dengan sanad yang paling shahih, seperti Malik dari Nafi’
dari Ibn ‘Umar.
b) Yang dibawah itu tingkatannya, yaitu bilamana
diriwayatkan dari jalur Rijâl (rentetan para periwayat) yang
kapasitasnya di bawah kapasitas Rijâl pada sanad pertama
diatas seperti riwayat Hammâd bin Salamah dari Tsâbit dari
Anas.
c) Yang dibawah itu lagi tingkatannya, yaitu bilamana
diriwayatkan oleh periwayat yang terbukti dinyatakan sebagai
periwayat yang paling rendah julukan Tsiqah kepada mereka
(tingkatan Tsiqah paling rendah), seperti riwayat Suhail bin
Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
43. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
44. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
45. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
2. Diriwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
46. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
2. Diriwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
3. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya
sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
47. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
2. Diriwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
3. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya
sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
4. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari
sementara dia tidak mengeluarkannya
48. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
2. Diriwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
3. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya
sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
4. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari
sementara dia tidak mengeluarkannya
5. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim
sementara dia tidak mengeluarkannya
49. 7 Tingkatan Hadits Shohih
Muttafaqun ‘Alaih Hadits diriwayatkan secara sepakat oleh al-
Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
1. Diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
2. Diriwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
3. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya
sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
4. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari
sementara dia tidak mengeluarkannya
5. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim
sementara dia tidak mengeluarkannya
6. Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti
Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan
persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).
52. Makna Ungkapan Ulama
“Hadits ini Shahîh” adalah bahwa lima syarat keshahihan
di atas telah terealisasi padanya, tetapi dalam waktu yang
sama, tidak berarti pemastian keshahihannya pula sebab
bisa jadi seorang periwayat yang Tsiqah keliru atau lupa.
“Hadits ini tidak Shahîh” adalah bahwa semua syarat yang
lima tersebut ataupun sebagiannya belum terealisasi padanya,
namun dalam waktu yang sama bukan berarti ia berita
bohong sebab bisa saja seorang periwayat yang banyak
kekeliruan berkata benar.
55. Mutafaqun ‘Alaih
Disepakati oleh al- Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan
mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan
umat Islam. Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam
makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah
bersepakat untuk menerima hadits yang telah disepakati
keduanya.
56. Mutafaqun ‘Alaih
Disepakati oleh al- Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan
mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan
umat Islam. Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam
makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah
bersepakat untuk menerima hadits yang telah disepakati
keduanya.
Sementara itu, pendapat lain dari Ibnu Taimiyah al-Jad,
khususnya dalam kitab haditsnya “ Muntaqo al-akhbaar min
ahadiitsu sayyid al-akhyaar”, ia menyebutkan istilah
“muttafaq” alaihi untuk hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori, Muslim dan Ahmad. Sementara untuk yang hanya
dikeluarkan oleh imam bukhori dan Muslim, beliau
menyebutkan istilah “ akhrojaahu “ ( dikeluarkan oleh mereka
59. Hasan Shohih Li ghoirihi
Hadist Shohih lighoirihi adalah Hadist Hasan Li Dzatihi
yang mempunyai riwayat dari jalan lain yang setara
dengannya atau bahkan lebih kuat darinya. Dinamakan
shohih lighoirihi (karena yang lainnya), karena keshahihan
disini tidak muncul dari sanadnya tersendiri, tetapi karena
bergabungnya sanad atau riwayat lain yang menguatkan
hadits tersebut.
62. Tingkatan Shohih Lighoirihi
Tingkatannya termasuk tingkatan hadits hasan yang paling
tinggi, tetapi dibawah shohih lidzatihi. Dan termasuk
kategori khobaru maqbul , yaitu kabar atau periwayatan
hadits yang diterima.
Contoh: Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu
Hurairoh bahwa Nabi SW bersabda
63. Tingkatan Shohih Lighoirihi
Tingkatannya termasuk tingkatan hadits hasan yang paling
tinggi, tetapi dibawah shohih lidzatihi. Dan termasuk
kategori khobaru maqbul , yaitu kabar atau periwayatan
hadits yang diterima.
Contoh: Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu
Hurairoh bahwa Nabi SW bersabda
64.
65. Tingkatan hadits tadi masuk pada kategori hasan lighorihi.
Menurut Ibnu Sholah : karena Muhammad bin Amr bin al-
Qomah sebenarnya dikenal sebagai perawi yang jujur dan
amanah, namun ia tidak termasuk mereka yang kuat hafalan.
Sehingga sebagian mendhaifkannya karena termasuk orang
yang lemah dalam hafalannya, namun sebagian lain
menganggapnya tsiqoh karena kejujuran dan kemuliannya.
Sehingga asli hadits ini masuk kategori hasan li dzatihi.
Namun kemudian diketahui bahwa hadits ini dikuatkan
dengan jalur lain, yaitu oleh al A'raj bin Humuz dan sa'id al
Maqbari dan yang lainnya, maka ketakutan lemahnya
hafalan Muhammad bin Amr dalam hadits ini menjadi
hilang, dan terangkat tingkatannya menjadi shohih lighoirihi.
29[Taysîr Mushthalah al-Hadîts karya Mahmûd ath-Thahân-
terjemahan oleh Abu Al Jauzaa]
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab-kitab terpercaya yang masyhur seperti Shahîh Ibn Khuzaimah, Shahîh Ibn Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthniy, Sunan al-Baihaqiy, dan lain-lain. Hanya dengan keberadaan hadits pada kitab-kitab tersebut tidak cukup, tetapi harus ada pernyataan atas keshahihannya kecuali kitab-kitab yang memang mensyaratkan hanya mengeluarkan hadits yang shahih, seperti Shahîh Ibn Khuzaimah.\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sebuah kitab hadits yang tebal memuat hadits-hadits yang shahih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau persyaratan salah satu dari mereka berdua sementara keduanya belum mengeluarkan hadits-hadits tersebut. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang Mutasâhil.\nOleh karena itu, perlu diadakan pemantauan (follow up) dan penilaian terhadap kualitas hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah mengadakan follow up terhadapnya dan memberikan penilaian terhadap\n25kebanyakan hadits-haditsnya tersebut sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih perlu untuk dilakukan pemantauan dan perhatian penuh\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapih (ngacak), ia tidak disusun per-bab ataupun per-musnad. Oleh karena itulah, beliau menamakan bukunya dengan “at-Taqâsîm Wa al-Anwâ’ ” (Klasifikasi-Klasifikasi Dan Beragam Jenis). Untuk mencari hadits di dalam kitabnya ini sangat sulit sekali. Sekalipun begitu, ada sebagian ulama Muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibn Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab-bab.\nIbn Hibbân dikenal sebagai ulama yang Mutasâhil juga di dalam menilai keshahihan hadits akan tetapi lebih ringan ketimbang al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)\n
Shahîh Ibn Khuzaimah\nKitab ini lebih tinggi kualitas keshahihannya dibanding Shahîh Ibn Hibbân karena penulisnya, Ibn Khuzaimah dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati sekali. Saking hati-hatinya, dia kerap abstain (tidak memberikan penilaian) terhadap suatu keshahihan hadits karena kurangnya pembicaraan seputar sanadnya.\n
Shahîh Ibn Khuzaimah\nKitab ini lebih tinggi kualitas keshahihannya dibanding Shahîh Ibn Hibbân karena penulisnya, Ibn Khuzaimah dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati sekali. Saking hati-hatinya, dia kerap abstain (tidak memberikan penilaian) terhadap suatu keshahihan hadits karena kurangnya pembicaraan seputar sanadnya.\n
TINGKATAN KESHAHIHAN SEBUAH HADITS\nJalur Periwayatan /Sanad yang Terbaik\nPendapat yang terpilih, bahwa tidak dapat dipastikan sanad tertentu dinyatakan secara mutlak sebagai sanad yang paling shahih sebab perbedaan tingkatan keshahihan itu didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat keshahihan, sementara sangat jarang terelasisasinya kualitas paling tinggi di dalam seluruh syarat-syarat keshahihan. Oleh karena itu, lebih baik menahan diri dari menyatakan bahwa sanad tertentu merupakan sanad yang paling shahih secara mutlak. Sekalipun demikian, sebagian ulama telah meriwayatkan pernyataan pada sanad-sanad yang dianggap paling shahih, padahal sebenarnya, masing-masing imam menguatkan pendapat yang menurutnya lebih kuat.\n26Diantara pernyataan-pernyataan itu menyatakan bahwa riwayat-riwayat yang paling shahih adalah:\n\n
TINGKATAN KESHAHIHAN SEBUAH HADITS\nJalur Periwayatan /Sanad yang Terbaik\nPendapat yang terpilih, bahwa tidak dapat dipastikan sanad tertentu dinyatakan secara mutlak sebagai sanad yang paling shahih sebab perbedaan tingkatan keshahihan itu didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat keshahihan, sementara sangat jarang terelasisasinya kualitas paling tinggi di dalam seluruh syarat-syarat keshahihan. Oleh karena itu, lebih baik menahan diri dari menyatakan bahwa sanad tertentu merupakan sanad yang paling shahih secara mutlak. Sekalipun demikian, sebagian ulama telah meriwayatkan pernyataan pada sanad-sanad yang dianggap paling shahih, padahal sebenarnya, masing-masing imam menguatkan pendapat yang menurutnya lebih kuat.\n26Diantara pernyataan-pernyataan itu menyatakan bahwa riwayat-riwayat yang paling shahih adalah:\n\n
TINGKATAN KESHAHIHAN SEBUAH HADITS\nJalur Periwayatan /Sanad yang Terbaik\nPendapat yang terpilih, bahwa tidak dapat dipastikan sanad tertentu dinyatakan secara mutlak sebagai sanad yang paling shahih sebab perbedaan tingkatan keshahihan itu didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat keshahihan, sementara sangat jarang terelasisasinya kualitas paling tinggi di dalam seluruh syarat-syarat keshahihan. Oleh karena itu, lebih baik menahan diri dari menyatakan bahwa sanad tertentu merupakan sanad yang paling shahih secara mutlak. Sekalipun demikian, sebagian ulama telah meriwayatkan pernyataan pada sanad-sanad yang dianggap paling shahih, padahal sebenarnya, masing-masing imam menguatkan pendapat yang menurutnya lebih kuat.\n26Diantara pernyataan-pernyataan itu menyatakan bahwa riwayat-riwayat yang paling shahih adalah:\n\n
\n
\n
\n
\n
\n
Tingkatan Hadits Shohih\nPada bagian yang sebelumnya telah kita kemukakan bahwa sebagian para ulama telah menyebutkan mengenai sanad-sanad yang dinyatakan sebagai paling shahih menurut mereka. Maka, berdasarkan hal itu dan karena terpenuhinya persyaratan- persyaratan lainnya, maka dapat dikatakan bahwa hadits yang shahih itu memiliki beberapa tingkatan:\n\n
Tingkatan Hadits Shohih\nPada bagian yang sebelumnya telah kita kemukakan bahwa sebagian para ulama telah menyebutkan mengenai sanad-sanad yang dinyatakan sebagai paling shahih menurut mereka. Maka, berdasarkan hal itu dan karena terpenuhinya persyaratan- persyaratan lainnya, maka dapat dikatakan bahwa hadits yang shahih itu memiliki beberapa tingkatan:\n\n
Tingkatan Hadits Shohih\nPada bagian yang sebelumnya telah kita kemukakan bahwa sebagian para ulama telah menyebutkan mengenai sanad-sanad yang dinyatakan sebagai paling shahih menurut mereka. Maka, berdasarkan hal itu dan karena terpenuhinya persyaratan- persyaratan lainnya, maka dapat dikatakan bahwa hadits yang shahih itu memiliki beberapa tingkatan:\n\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
1) Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)\n2) Haditsyangdiriwayatkansecaratersendiriolehal-Bukhari 3) HaditsyangdirwayatkansecaratersendiriolehMuslim\n274) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya\n5) Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya\n6) HaditsyangdiriwayatkanberdasarkanpersyaratanMuslimsementaradiatidak mengeluarkannya\n7) Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).\n
Makna Ungkapan Ulama Hadits “Hadits ini Shahîh” “Hadits ini tidak Shahîh”\nYang dimaksud dengan ucapan mereka “Hadits ini Shahîh” adalah bahwa lima syarat keshahihan di atas telah terealisasi padanya, tetapi dalam waktu yang sama, tidak berarti pemastian keshahihannya pula sebab bisa jadi seorang periwayat yang Tsiqah keliru atau lupa.\nYang dimaksud dengan ucapan mereka “Hadits ini tidak Shahîh” adalah bahwa semua syarat yang lima tersebut ataupun sebagiannya belum terealisasi padanya, namun dalam waktu yang sama bukan berarti ia berita bohong sebab bisa saja seorang periwayat yang banyak kekeliruan bertindak benar.\n
Makna Ungkapan Ulama Hadits “Hadits ini Shahîh” “Hadits ini tidak Shahîh”\nYang dimaksud dengan ucapan mereka “Hadits ini Shahîh” adalah bahwa lima syarat keshahihan di atas telah terealisasi padanya, tetapi dalam waktu yang sama, tidak berarti pemastian keshahihannya pula sebab bisa jadi seorang periwayat yang Tsiqah keliru atau lupa.\nYang dimaksud dengan ucapan mereka “Hadits ini tidak Shahîh” adalah bahwa semua syarat yang lima tersebut ataupun sebagiannya belum terealisasi padanya, namun dalam waktu yang sama bukan berarti ia berita bohong sebab bisa saja seorang periwayat yang banyak kekeliruan bertindak benar.\n
Makna Kata “Muttafaqun ‘Alaih”\nMaksudnya adalah hadits tersebut disepakati oleh kedua Imam hadits, yaitu al- Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan umat Islam. Hanya saja, Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah bersepakat untuk menerima hadits-hadits yang telah disepakati oleh keduanya. (‘Ulûm al-Hadîts:24)\nSementara itu, pendapat lain dari Ibnu Taimiyah al-Jad, khususnya dalam kitab haditsnya “ Muntaqo al-akhbaar min ahadiitsu sayyid al-akhyaar”, ia menyebutkan istilah “muttafaq” alaihi untuk hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim dan Ahmad. Sementara untuk yang hanya dikeluarkan oleh imam bukhori dan\n28Muslim, beliau menyebutkan istilah “ akhrojaahu “ ( dikeluarkan oleh mereka berdua)\n
Makna Kata “Muttafaqun ‘Alaih”\nMaksudnya adalah hadits tersebut disepakati oleh kedua Imam hadits, yaitu al- Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan umat Islam. Hanya saja, Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah bersepakat untuk menerima hadits-hadits yang telah disepakati oleh keduanya. (‘Ulûm al-Hadîts:24)\nSementara itu, pendapat lain dari Ibnu Taimiyah al-Jad, khususnya dalam kitab haditsnya “ Muntaqo al-akhbaar min ahadiitsu sayyid al-akhyaar”, ia menyebutkan istilah “muttafaq” alaihi untuk hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim dan Ahmad. Sementara untuk yang hanya dikeluarkan oleh imam bukhori dan\n28Muslim, beliau menyebutkan istilah “ akhrojaahu “ ( dikeluarkan oleh mereka berdua)\n
Makna Kata “Muttafaqun ‘Alaih”\nMaksudnya adalah hadits tersebut disepakati oleh kedua Imam hadits, yaitu al- Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan umat Islam. Hanya saja, Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah bersepakat untuk menerima hadits-hadits yang telah disepakati oleh keduanya. (‘Ulûm al-Hadîts:24)\nSementara itu, pendapat lain dari Ibnu Taimiyah al-Jad, khususnya dalam kitab haditsnya “ Muntaqo al-akhbaar min ahadiitsu sayyid al-akhyaar”, ia menyebutkan istilah “muttafaq” alaihi untuk hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim dan Ahmad. Sementara untuk yang hanya dikeluarkan oleh imam bukhori dan\n28Muslim, beliau menyebutkan istilah “ akhrojaahu “ ( dikeluarkan oleh mereka berdua)\n
Hadist Shohih lighoirihi adalah Hadist Hasan Li Dzatihi yang mempunyai riwayat dari jalan lain yang setara dengannya atau bahkan lebih kuat darinya. Dinamakan shohih lighoirihi (karena yang lainnya), karena keshahihan disini tidak muncul dari sanadnya tersendiri, tetapi karena bergabungnya sanad atau riwayat lain yang menguatkan hadits tersebut.\n
Hadist Shohih lighoirihi adalah Hadist Hasan Li Dzatihi yang mempunyai riwayat dari jalan lain yang setara dengannya atau bahkan lebih kuat darinya. Dinamakan shohih lighoirihi (karena yang lainnya), karena keshahihan disini tidak muncul dari sanadnya tersendiri, tetapi karena bergabungnya sanad atau riwayat lain yang menguatkan hadits tersebut.\n
Tingkatan Hadits Shohih Lighoirihi\nTingkatannya termasuk tingkatan hadits hasan yang paling tinggi, tetapi dibawah shohih lidzatihi. Dan termasuk kategori khobaru maqbul , yaitu kabar atau periwayatan hadits yang diterima.\n\nLawla an asuyqo ‘ala ummati laa martuhum bis siwaki ‘inda kulli sholatin\n
Tingkatan Hadits Shohih Lighoirihi\nTingkatannya termasuk tingkatan hadits hasan yang paling tinggi, tetapi dibawah shohih lidzatihi. Dan termasuk kategori khobaru maqbul , yaitu kabar atau periwayatan hadits yang diterima.\n\nLawla an asuyqo ‘ala ummati laa martuhum bis siwaki ‘inda kulli sholatin\n
Tingkatan Hadits Shohih Lighoirihi\nTingkatannya termasuk tingkatan hadits hasan yang paling tinggi, tetapi dibawah shohih lidzatihi. Dan termasuk kategori khobaru maqbul , yaitu kabar atau periwayatan hadits yang diterima.\n\nLawla an asuyqo ‘ala ummati laa martuhum bis siwaki ‘inda kulli sholatin\n
Hadits yang diriwayatkan dari :\nTingkatan hadits di atas masuk pada kategori hasan lighorihi. Menurut Ibnu Sholah : karena Muhammad bin Amr bin al-Qomah sebenarnya dikenal sebagai perawi yang jujur dan amanah, namun ia tidak termasuk mereka yang kuat hafalan. Sehingga sebagian mendhaifkannya karena termasuk orang yang lemah dalam hafalannya, namun sebagian lain menganggapnya tsiqoh karena kejujuran dan kemuliannya. Sehingga asli hadits ini masuk kategori hasan li dzatihi.\nNamun kemudian diketahui bahwa hadits ini dikuatkan dengan jalur lain, yaitu oleh al A'raj bin Humuz dan sa'id al Maqbari dan yang lainnya, maka ketakutan lemahnya hafalan Muhammad bin Amr dalam hadits ini menjadi hilang, dan terangkat tingkatannya menjadi shohih lighoirihi.\n29[Taysîr Mushthalah al-Hadîts karya Mahmûd ath-Thahân- terjemahan oleh Abu Al Jauzaa]\n