SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
ISBN: 978-979-95093-6-9
Bogor, desember 2010
Seminar Nasional Sains III
13 november 2010
Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi
dalam Pertanian dan Industri
Prosiding
-
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
1,600.00
0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7
λ11
K,K11,K12,K21,K22(%)
K
K11
K12
K21
K22
ISBN: 978-979-95093-6-9
Seminar Nasional Sains III
13 November 2010
Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi
dalam Pertanian dan Industri
Prosiding
Dewan Editor
Ence Darmo Jaya Supena
Endar Hasafah Nugrahani
Hamim
Hasim
Indahwati
Kiagus Dahlan
Fakultas MIPA – Institut Pertanian Bogor
bekerja sama dengan
MIPAnet
2010
__________________________________________________________________
Copyright©
2010
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB)
Prosiding Seminar Nasional Sains III ”Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi
dalam Pertanian dan Industri” di Bogor pada tanggal 13 November 2010
Penerbit : FMIPA-IPB, Jalan Meranti Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
Telp/Fax: 0251-8625481/8625708
http://fmipa.ipb.ac.id
Terbit 30 Desember 2010
ix + 427 halaman
ISBN: 978-979-95093-6-9
KATA PENGANTAR
Ketahanan pangan dan kemandirian energi merupakan isu sentral nasional dan dunia
untuk mengimbangi terus bertambahnya jumlah penduduk, semakin menyempitnya lahan
yang disertai tidak terlalu signifikannya peningkatan produktivitas pertanian, ditambah lagi
dengan masalah global menurunnya kualitas lingkungan. Untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan ini tentunya dibutuhkan inovasi-inovasi. Inovasi akan
menjadi lebih bermakna dan berhasil guna bila berlandaskan kepada sains dan teknologi.
Banyak perguruan tinggi dan lembaga litbang departemen atau bahkan divisi litbang di
perusahaan terus melakukan penelitian dan pengembangan yang didasarkan pada
pemanfaatan dan pengembangan sains dan teknologi untuk mengembangkan dan
menghasilkan inovasi-inovasi dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas serta
meningkatkan nilai tambah. Seminar Nasional Sains III (2010) yang diselenggarakan atas
kerjasama FMIPA-IPB dan MIPAnet, diharapkan menjadi sarana dan upaya untuk
menjalin komunikasi antar pelaku dan institusi yang terlibat untuk mengoptimumkan
pemanfaatan sains sebagai landasan dalam mengembangkan dan menghasilkan inovasi-
inovasi dalam upaya menjawab tantangan ketahanan pangan dan kemandirian energi.
MIPAnet adalah Jaringan Kerjasama Nasional Lembaga Pendidikan Tinggi Bidang MIPA
yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 2000.
Makalah-makalah hasil penelitian dipresentasikan pada empat kelas paralel yaitu
Biological Science, Biochemistry, Chemistry, serta Physics & Mathematical Science.
Selain itu beberapa makalah juga ditampilkan pada sesi Poster. Makalah-makalah
tersebut sebagian besar merupakan isi dari prosiding ini. Seminar dihadiri oleh peneliti
dari balitbang-balitbang terkait dan dosen-dosen perguruan tinggi, mahasiswa
pascasarjana serta guru-guru SMA.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada FMIPA-IPB dan MIPAnet yang telah
mendukung penuh kegiatan Seminar Nasional Sains III ini. Juga kepada Panitia Seminar,
para mahasiswa, dan semua pihak yang telah mensukseskan acara seminar ini. Kami
juga sangat berterima kasih kepada semua pemakalah atas kerjasamanya, sehingga
memungkinkan prosiding ini terbit. Semoga prosiding ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2010
Dekan FMIPA-IPB,
Dr. drh Hasim, DEA
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG
Baba Barus 1,2
, U.Sudadi1
, B. Tahjono1
dan L.S. Iman2
1
staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB
2
staf peneliti di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB
Email : Bababarus@yahoo.com ; No Hp 081383600745
Abstrak
Saat ini revisi rencana ruang merupakan pesan UU Penataan ruang yang
harus dilaksanakan secepat mungkin khususnya terkait dengan masalah
kebencanaan. Untuk merevisi rencana ruang diperlukan alat untuk
mempermudah para perencana. Alat yang spesifik adalah geoindikator
yang sudah banyak dipakai untuk keperluan pemantauan lingkungan
khususnya untuk jangka pendek dan menengah. Untuk keperluan
perencanaan ruang diperlukan indikator yang bersifat jangka menengah,
dan idealnya dikembangkan dari indikator yang mudah diukur dan
operasional untuk diterjemahkan ke bentuk ruang. Geoindikator adalah
objek atau proses yang terjadi yang merubah fisik bentang lahan yang
dapat diamati, baik cepat maupun lambat, dalam kurun waktu kurang dari
100 tahun, yang layak dijadikan petunjuk evaluasi dan atau perecanaan.
Pengkajian pengembangan geoindikator yang sudah dilakukan
menunjukkan ada beberapa geoindikator yang mudah dikembangkan
dengan menggunakan teknologi spasial seperti penginderaan jauh dan
SIG. Geoindikator untuk bahaya longsor, abrasi, erosi dan banjir dapat
diletakkan dalam perencanaan ruang, sedangkan geoindikator untuk
kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan pencemaran masih sulit
diletakkan dalam perencanaan ruang secara langsung. Proses dan cara
peletakan geoindikator ke dalam bentuk ruang adalah salah satu inovasi
dalam penelitian ini, selain pengembangan geoindikator kebencanaan
untuk perencanaan ruang. Hasil penelitian ini akan sangat membantu
proses revisi dokumen perencanaan ruang ataupun keperluan penataan
ruang secara keseluruhan.
Kata kunci : perencanaan ruang, bencana, geoindikator, Inderaja dan SIG,
inovasi implementasi.
1. PENDAHULUAN
Banyaknya bahaya di Indonesia menuntut kecepatan upaya menekan risiko yang
mungkin terjadi. Upaya menekan risiko bencana tersebut sudah diamanatkan oleh UU
No 26, 2006 tentang Penataan Ruang, supaya memasukkan komponen kebencanaan
dalam penataan ruang. Selain itu dalam UU No 32, 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan juga ditekankan tentang perlunya akomodasi daya dukung
lingkungan dalam penataan ruang dan pembuatan sistem informasi bahaya lingkungan
yang wajib dipublikasikan. Semua amanah ini merupakan kewajiban pemerintah daerah
untuk menjalankannya (UU No 32, 2004 tentang Pemerintah Daerah), sehingga saat ini
banyak pemerintah daerah sedang merevisi rencana tata ruang wilayahnya.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  133
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
Faktor yang terkait dengan kebencanaan untuk dimasukkan ke dalam dokumen tata
ruang sudah ada dalam dokumen perundangan, tetapi masih bersifat umum, dan
pedoman operasional belum ada. Untuk itu diperlukan sarana tertentu misalnya indikator
tertentu. Pemanfaatan indikator tertentu sering dimanfaatkan untuk melakukan penilaian
terhadap status atau suatu fenomena dengan ukuran-ukuran kuantitatif ataupun kualitatif.
Berbagai indikator yang sudah dominan dari aspek sosial atau bio, yang cenderung
bersifat jangka pendek, sedangkan indikator fisik yang merupakan wadah masih
bervariasi kondisinya.
Salah satu indikator fisik yang sudah dikenal adalah geoindikator. Geoindikator
kebencanaan adalah suatu objek atau fenomena yang terjadi di permukaan bumi baik
yang bersifat tiba-tiba atau gradual, tetapi terjadi dalam kurun waktu kurang dari 100
tahun, yang dapat diamati dan diukur untuk melihat perubahan bentang alam.
Geoindikator kebencanaan sudah banyak dipakai untuk keperluan pengelolaan bencana
dan lingkungan khususnya di Taman Nasional di USA, Kanada, Brazil dan beberapa
negara lain, khususnya untuk keperluan perencanaan jangka panjang. Penggunaan
geoindikator untuk kebencanaan di Indonesia sudah ada baik dalam kegiatan sehari-hari
maupun dalam perundangan tetapi belum terstruktur dan dipakai dengan baik. Dalam
peraturan perundangan kita objek yang sama dengan istilah lain sudah ada, tetapi belum
jelas cara mengimplementasikannya. Sehingga pencarian dan pengembangan
geoindikator menjadi perlu dilakukan untuk menekan kebencanaan di Indonesia
khususnya ditujukan untuk bahan atau sarana bagi pemerintah daerah yang sedang
merevisi tata ruang.
2. BAHAN DAN METODE
2.1. Lokasi dan Waktu
Pengkajian dilakukan di P4W, LPPM IPB dengan dukungan pendanaan dari
Kementrian Riset dan teknologi, dari bulan Juni - November 2010.
2.2. Material dan Sarana
Untuk menghasilkan konsep dan geoindikator sampai saat ini dilakukan melalui
sarana teknologi informasi (media internet dan pendukungnya) dan diskusi dengan
berbagai pakar yang mempunyai latar belakang kelilmuan di IPB.
2.3. Kerangka Berfikir
Untuk keperluan pencarian indikator kebencanaan dapat dilakukan dengan
mengumpulkan berbagai hasil pengetahuan yang sudah dipraktekkan dan mudah,
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  134
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
dibandingkan dengan melakukan eksperimen. Untuk keperluan penataan ruang di
Indonesia diperlukan indikator fisik, yang lebih dapat dijadikan sebagai dasar
perencanaan karena bersifat jangka panjang, yang saat ini dalam peraturan yang sudah
ada masih umum, atau belum operasional. Selain itu indikator yang ada juga belum
diketahui proses pemanfaatannya ke dalam dokumen penataan ruang. Berdasarkan
konsep ini maka pencarian indikator ini dilakukan melalui penelusuran data sekunder di
internet dan sumber lainnya dan serangkaian diskusi pakar secara intensif, yang
selanutnya diupayakan pendekatan pemasukan ke dalam dokumen penataan ruang..
2.4. Metode Pelaksanaan
Untuk mendapatkan definisi geoindikator yang dimaksud maka dilakukan
serangkaian proses diskusi, yang mengacu ke pencarian indikator sebagai berikut:
a. Definisi bahaya (hazard) untuk masing-masing aspek kebencanaan.
b. Identifikasi seluruh variabel penyebab atau yang mempengaruhi terjadinya bahaya
sehingga menjadi bencana.
c. Pilih seluruh komponen variabel penyebab tersebut, yang dapat dan atau mampu
dipetakan untuk implementasi perencanaan ruang, dan juga dapat untuk keperluan
pemantauan dan evaluasi ruang.
d. Tetapkan variabel kunci (dari komponen variabel penyebab), untuk selanjutnya
ditetapkan parameter geoindikatornya. Parameter yang dikembangkan sedianya
diarahkan juga untuk mengetahui situasi/ lokasional secara spesifik sebagai salah satu
kunci penetapan, seperti where, when, how, dsb, untuk dapat diujicobakan dalam
dimensi ruang
e. Menetapkan geoindikator berdasarkan Indeks Bahaya yang diperoleh dari parameter
kunci untuk keperluan perencanaan, dan pencarian indikator lain untuk keperluan
pemantauan sebagian bagian dari pengendalian,
Untuk memudahkan pemahaman tahapan kerja maka prosesnya disajikan pada
Gambar 1 berikut.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  135
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
Identifikasi seluruh variabel penyebab / mempengaruhi terjadinya bahaya 
sehingga menjadi bencana 
terpetakan 
implementasi 
Mudah dibuat dan diukur 
Tata ruang  : perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian 
Variabel kunci
Perameter : pertimbangan kunci 
Kapan, bagaimana, dimana, dll 
Geoindikator : mudah diukur 
dan diamati di lapang untuk 
pemantauan (1 dimensi) 
Geoindikator : Indeks bahaya  
untuk perencanaan dan 
dipetakaan sebagai dua dimensi
Gambar 1. Tahapan penentuan geoindikator untuk perencanaan dan pengendalian ruang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Bahaya yang Diinvestigasi dan Parameter
Kejadian bencana yang sudah banyak dikenal di Indonesia antara lain letusan
gunung api (vulkan), gempa, tsunami, longsor, abrasi, erosi, kekeringan, kebakaran,
pencemaran, penurunan air tanah, dll, mempunyai faktor-faktor yang sebagian sama,
seperti lereng/morfologi, batuan/struktur geologi, tanah, penggunaan lahan, curah hujan,
gelombang, dan lainnya (Tabel 1), yang masing-masing mempunyai peran spesifik.
Perbedaan peran setiap faktor ini membuat parameter kunci dalam proses
penentuan variabel utama akan berbeda. Dalam setiap proses bahaya bencana, variabel
tertentu berperan sebagai variabel utama, misalnya seperti pada gempa, dan vulkan
maka unsur proses endogemik yang lebih berperan (unsur struktur/batuan), sedangkan
pada tsunami unsur gelombang yang sangat berperan. Untuk longsor, maka unsur
topografi sebagai kontrol utama (untuk gravitasi). Untuk erosi, kekeringan dan kebakaran,
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  136
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
maka unsur iklim (curah hujan) sangat berperan penting. Isu pencemaran dan penurunan
air tanah, maka peran manusia dianggap sangat menonjol.
Tabel 1. Beberapa Tipe Bahaya di Indonesia dengan Faktor yang Berperan Penting
No Bahaya Lereng/
morfo
Batuan
/struktur
Tanah Penggunaan
lahan
Curah
hujan/air
Gelombang
1 gempa v v v - - -
2 vulkan v v - v - -
3 tsunami v v - v - v
4 longsor v v v v v -
5 abrasi v v v v v
6 erosi v v v v v -
7 kekeringan - - v v v
8 kebakaran v - v v v
9 pencemaran v v v v v
10 penurunan air
tanah
v v v v v
V = berarti berperan penting dalam menentukan proses kemunculkan bahaya
Dari berbagai faktor yang dianggap berperan tersebut, unsur iklim, gelombang,
batuan, dan struktur geologi lebih sulit dimodifikasi, dibandingkan dengan unsur
penggunaan lahan, lereng dan tanah. Rekayasa ini biasanya dilakukan dalam bentuk
penggunaan lahan. Tetapi peran manusia juga dapat mendorong terjadinya bahaya yang
menjadi bencana.
3.2. Geoindikator yang Sudah Berkembang untuk Pemantauan
Geoindikator yang sudah banyak dipakai di negara lain dominan untuk keperluan
pemantauan lingkungan, sedangkan di Indonesia geoindikator ini juga diarahkan untuk
keperluan penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian), sehingga
berbagai geoindikator dikembangkan berbeda. Untuk keperluan pengelolaan lingkungan
sudah lazim menggunakan berbagai indikator. Indikator yang sudah berkembang pesat
adalah untuk aspek ekonomi, aspek biologi, yang keduanya cenderung bersifat sangat
dinamik dan cepat; sedangkan indikator dari aspek geo relatif belum berkembang karena
umumnya dipersepsikan prosesnya lama sekali, padahal komponen fisik merupakan
wadah aspek biologi dan sosial. Mengingat keperluan perencanaan yang membutuhkan
waktu lama, maka di USA, IUGS mengembangkan indikator geo yang bersumber dari
proses fisik bumi yang perubahannya terjadi dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun,
cepat atau perlahan, yang dapat diobservasi, sehingga dapat dipakai dalam pemantauan
dan pelaporan perubahan lingkungan (IUGS, 2010).
Saat ini di USA sudah ada 27 geoindikator yang dipakai untuk keperluan
pengelolaan taman nasional. Geoindikator tersebut dipengaruhi proses alami yang relatif
cepat, manusia dan pengaruh kegiatan bumi masa lalu. Beberapa geoindikator yang
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  137
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
relevan di Indonesia disajikan di Tabel 2. Peran dari berbagai pengaruh ini disimpulkan
berbeda, tetapi secara umum sebagian besar proses perubahannya sangat terlihat saat
ini, dengan dominasi tinggi khususnya perubahan alami. Adapun pengaruh manusia relatif
bervariasi dan yang berpengaruh sedang juga banyak, sedangkan efek dari konstruksi
masa lalu relatif sedikit. Kondisi ini menegaskan geoindikator merupakan hasil interaksi
alami dan manusia.
Tabel 2. Beberapa Geoindikator di USA untuk Pemantauan Lingkungan (IUGS, 2010)
No Geoindikator Bahaya Pengaruh
alami
Pengaruh
manusia
Rekonstruksi
masa lalu
1 reaktivasi dan formasi gumuk kerusakan pantai T S S
2 kimia air tanah di zona
unsaturated kerusakan air tanah T T T
3 paras air tanah kerusakan air tanah S T R
4 kualitas air tanah kerusakan lahan T T L
5 aktivitas kapur kerusakan kapur T S T
6 komposisi dan pelapisan sedimen kerusakan infrastruktur T T T
7 seismisitas gempa bumi T S R
8 posisi garis pantai abrasi T T T
9 longsor longsor T T S
10 erosi dan sedimen erosi T T S
11
kualitas tanah
kerusakan /
pencemaran T T T
12 morfologi saluran sungai kerusakan sungai T T R
13
kandungan/ kapasitas sedimen
kerusakan sungai
/waduk T T S
14 suhu permukaan bawah tanah Kekeringan T S T
15 pergeseran permukaan gempa bumi T S S
16 kualitas air permukaan pencemaran air sungai T T R
17 gerakan tubuh vulkan ledakan vulkanis T R T
18 hidrologi, struktur, ukuran lahan
basah lahan basah T T T
v = relevan di indonesia x = tidak relevan di indonesia; t=tinggi; S= sedang; r=rendah
Beberapa isu bencana di Indonesia seperti kebakaran dan kekeringan, malah tidak
dikenal dalam geoindikator yang sudah dikenali pada Tabel 2 di atas. Contoh lain adalah
kondisi lingkungan spesifik, seperti daerah gambut di tropis, dan saat ini sering menjadi
daerah utama yang rawan kebakaran, juga memerlukan indikator dalam pengelolaannya.
Dalam hal ini berarti geoindikator yang sudah diadopsi di negara lain, ada yang dapat
dipakai dan mungkin perlu diadopsi di Indonesia, khususnya untuk pemantauan,
sedangkan untuk keperluan perencanaan masih diperlukan identifikasi secara spesifik.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  138
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
3.3. Perundangan Terkait dengan Penataan Ruang
Aspek legalitas untuk memanfaatkan data geoindikator dapat dilihat dari UU No 26,
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang sudah menyatakan bahwa Indonesia sebagai
kawasan rawan bencana. Sehingga dalam penataan ruang diperlukan kawasan lindung
berbasis kerawanan bencana, selain kategori kerawanan yang lain karena aspek
lingkungan dan kondisi spesifik baik karena fisik maupun non-fisik (PP No 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Nasional). Sejauh ini berbagai kriteria yang diperlukan
untuk menentukan kawasan rawan bencana belum detil sehingga pelaksanaan penataan
ruang masih jarang dilakukan atau kalaupun sudah diakomodasi akan ditujukan untuk
penentuan kawasan lindung saja, tetapi belum dengan kriteria mantap dan detil.
Geoindikator yang pada awalnya dominan dipakai untuk keperluan pemantauan
perubahan lingkungan, dan hal ini juga dipertegas dalam dalam UU No 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan Pemerintah
dan Pemda wajib mengembangkan sistem informasi lingkungan, dan salah satunya peta
rawan lingkungan hidup. Selain itu, produk ini wajib dipublikasikan. Hal ini relevan dengan
kondisi lingkungan tentang pentingnya pertimbangan daya dukung lingkungan untuk
perencanaan ruang.
Penanggung jawab penataan ruang dan pengelolaan lingkungan berdasarkan UU
No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menegaskan bahwa hal tersebut
merupakan urusan wajib. Pemda mempunyai kewajiban menata wilayahnya dan
memasukkan komponen kebencanaan. Lebih lanjut berdasarkan UU No 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, menegaskan perlunya lembaga tentang
penanggulangan bencana di daerah, yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan
penanggulangan bencana, yang salah satunya untuk menyusun dan mendesiminasikan
peta rawan.
3.4. Geoindikator dalam Penataan Ruang
Untuk keperluan perencanaan ruang diperlukan indikator yang dapat disajikan
dalam dokumen RTRWP/K atau dipetakan. Berdasarkan variabel penyebab dan variabel
mempengaruhi yang menghasilkan kenampakan fisik di lapangan, maka perlu
dikembangkan suatu indeks komposit yang mencerminkan adanya interaksi antara
berbagai faktor. Indeks komposit dibangun sebagian berdasarkan pertimbangan keilmuan
dengan perhitungan kepentingan setiap faktor dan diberikan skor (nilai tertentu) dan
pembobotan tertentu, yang selanjutnya dikalikan sehingga membentuk nilai tertentu.
Untuk penentuan indeks yang dibuat dalam bentuk peta, maka penggunaan
teknologi SIG sangat disarankan karena kemampuannya mengintegrasikan berbagai data
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  139
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
ruang, yang sudah disajikan dengan mempertimbangkan skor dan bobot tertentu, dan
akhirnya menghasilkan nilai tertentu (Barus dan Wiradisastra, 2000). Penggunaan
teknologi SIG jika diintegrasikan dengan sarana penginderaan jauh juga efektif dalam
mengamati kemungkinan adanya perubahan fisik tertentu di permukaan bumi, yang
sudah jika diamati dari lapangan.
Interaksi berbagai faktor-faktor tersebut umumnya menghasilkan peta, tetapi
beberapa peta dianggap sulit untuk diletakkan dalam dokumen perencanaan ruang
seperti peta terkait dengan indeks kekeringan, kebakaran dan pencemaran. Gambaran
singkat tentang indeks komposit yang dihasilkan untuk keperluan perencanaan dan
pemantauan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tipe Rawan dan Geoindikator yang Disarankan untuk Dipakai dalam Perencanaan
Ruang dan Keberadaannya dalam Perundangan Saat Ini
No Tipe Rawan Geoindikator
perencanaan
Kombinasi dari faktor-faktor Geoindikator
pemantauan
1 Longsor Indeks bahaya
longsor
Indeks ini merupakan gabungan
faktor geologi, lereng, tanah,dan
penggunaan / penutupan lahan
Mata air
Kenampakan pohon
2 Abrasi Indeks bahaya
abrasi
Indeks ini merupakan gabungan
faktor energi laut, kemiringan
pantai, bahan induk di pantai, dan
tutupan lahan
Perubahan garis
pantai
3 Erosi Indeks bahaya
erosi untuk
kemampuan
lahan
Indeks ini merupakan gabungan
dari tanah, curah hujan, lereng,
dan penggunaan lahan
Kedalaman tanah
Sedimentasi di
sungai
4 Banjir Indeks bahaya
banjir untuk
kemampuan
lahan
Indeks ini merupakan gabungan
faktor posisi, curah hujan, lereng,
tanah, dan karakter sungai
Daerah banjir dan
frekuensi
5 Kekeringan - Faktor iklim, tutupan lahan, geologi Rekahan paras
muka air
6 Kebakaran
hutan dan
lahan
- Faktor curah hujan, tanah, tutupan
lahan, bentuk lahan
Hotspot
7 Pencemaran
tanah
Indeks bahaya
pencemaran
Batuan, penggunaan/tutupan
lahan, air
Kualitas tanah
Untuk keperluan perencanaan ruang, maka geoindikator perlu dipakai untuk
penentuan kawasan rawan bencana. Geoindikator ini perlu dijadikan peta ruang, yang
selanjutnya daerah yang paling rawan perlu direkomendasikan sebagai daerah kawasan
lindung bencana (Barus, et al. 2010). Misalnya daerah rawan longsor, yang
geoindikatornya sudah dibuat dengan pernyataan ‘daerah rawan bencana longsor’, dan
hal ini perlu diperjelas dengan definisi rawan bencana longsor. Kalau sudah ada
definisinya misalnya dari kombinasi sifat fisik lereng, batuan, dan lainnya yang spesifik,
yang menghasilkan daerah rawan longsor, maka hasil dari kombinasi ini diterjemahkan
dalam bentuk peta, yang selanjutnya direkomendasikan ke kawasan lindung.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  140
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
Ilustrasi lain adalah daerah rawan erosi, juga mempunyai faktor mirip dengan
longsor, tetapi dalam konteks peraturan penataan ruang, geoindikator ini diletakkan dalam
bagian dari kemampuan lahan, yang biasanya kelas kemampuan lahan VII (kelas
kemampuan yang rendah). Kelas kemampuan rendah ini jika dipetakan maka dapat
direkomendasikan ke kawasan lindung. Secara operasional berarti adanya peta
geoindikator yang menyatakan kategori peta rawan bencana akan mempermudah
perencanaan ruang atau pembuatan peta RTRW. Tetapi mengingat terdapat berbagai
kategori rawan bencana, maka perlu pemahaman secara cermat tentang tipe rawan
bencana yang layak secara langsung diletakkan sebagai kawasan lindung bencana.
Untuk meletakkan geoindikator dalam dokumen perencanaan maka terdapat
minimal dua pendekatan, yaitu (a) langsung didelineasikan dalam wujud ruang sebagai
kawasan lindung bencana tertentu, dan (b) Secara tidak langsung masuk dalam ruang
yang terkait dengan daya dukung lahan, salah satunya kemampuan lahan. Selain itu
untuk menjadikan sebagai suatu ruang tersendiri, maka pertimbangan posisi dan ukuran
secara ruang juga diperlukan. Jika ukuran terlalu kecil, maka tidak ideal dibuat sebagai
suatu kawasan khusus.
3.4.1. Pemanfaatan ruang
Suatu zona yang sudah ditetapkan untuk peruntukan tertentu, masih memerlukan
aturan atau teknik pengelolaan sesuai kemampuan atau kesesuaian kawasan.
Peruntukan kawasan masih memerlukan pedoman lebih lanjut. Jika kawasan lindung
sudah ditetapkan berdasarkan daerah bencana, maka otomatis penggunaannya sangat
terbatas, tetapi jika kawasan tersebut mempunyai kategori tertentu dalam hal
kebencanaan, maka untuk menahan kejadian bencana tidak muncul, maka metode
pemanfaatan ruang harus sesuai kaidah lingkungan.
Dalam hal ini berarti adanya peta rawan bencana tertentu tidak selalu diletakkan
sebagai dalam konteks penentuan kawasan lindung bencana, tetapi untuk memudahkan
dalam pengelolaan ruang, atau dalam hal ini keperluan proses teknik adaptasi yang
dikembangkan. Ilustrasi rawan bencana yang terkait dengan ilustrasi ini adalah rawan
kekeringan (Effendi, 2010). Daerah yang paling kering tidak mudah dijadikan secara
langsung sebagai kawasan lindung; tetapi yang perlu direkomendasikan adalah, kalau
komoditas pertanian, maka perlu dilakukan pemilihan komoditas yang yang adaptif
terhadap kondisi ekstrim kering, seperti jambu mete. Bila tidak terkait langsung dengan
komoditas tahan kering, maka perlu upaya menyimpan air pada waktu musim hujan, dan
lainnya.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  141
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
Ilustrasi lain adalah kawasan yang rawan kebakaran, yang merupakan salah upaya
teknologi untuk membuat kawasan sesuai untuk pengusahaan tertentu (Komarsa, 2010),
misalnya untuk menciptakan lingkungan tertentu sehingga tanah menjadi subur. Hal ini
berkebalikan dengan daerah yang rawan sekali longsor, yang direkomendasikan menjadi
kawasan lindung karena lebih mahal dan tidak efisien menjadikan kawasan tersebut
sebagai daerah budidaya. Dalam konteks ini, geoindikator kebencanaan malah belum
dikenali dalam perundangan di Indonesia (dalam peraturan penataan ruang tidak dikenali
rawan bencana kebakaran, walaupun rutin muncul di Indonesia).
Untuk keperluan pemanfaatan maka peta geoindikator yang sudah dibuat
hendaknya tetap dijadikan sebagai referensi untuk pemanfaatan ruang, selain dokumen
RTRW; dan selanjutnya dilengkapi dengan petunjuk pengelolaannya.
3.4.2. Pengendalian ruang
Ruang yang sudah ditetapkan peruntukannya, jika dimanfaatkan maka secara rutin
perlu dipantau dan selanjutnya dievaluasi. Proses pengendalian secara umum dilakukan
oleh pemerintah daerah melalui pemantauan data perizinan yang diberikan oleh pihak
otoritas. Jika sudah diberikan perizinan, dan ternyata merusak lingkungan, berarti isu
teknis menjadi penting dievaluasi. Salah satu bahan mengevaluasinya adalah data atau
peta geoindikator. Tetapi mengingat untuk penilaian kondisi lapangan yang perlu cepat
dan mudah maka indikator-geo yang dipakai juga perlu disesuaikan. Indikator geo untuk
perencanaan biasanya diorientasikan untuk mencegah, sedangkan indikator geo untuk
penilaian cepat sebaiknya berbeda (Tabel 3). Dalam peraturan perundangan di penataan
ruang, komponen pemantauan belum disinggung, dan baru diarahkan ke aspek
administratif, dan jika terjadi kesalahan maka akan diberikan sanksi, baik untuk pemberi
izin maupun untuk perusak lingkungan atau pengguna ruang.
Mengingat pertimbangan penting dalam keperluan pengendalian adalah
pemantauan, maka teknologi yang layak dilakukan untuk memantau ruang adalah
teknologi inderaja, karena mempunyai karakter seperti adanya ketersediaan secara rutin
dan sudah berkembang teknologi dan datanya. Demikian juga sudah tersedianya banyak
tenaga akhlinya. Data inderaja juga selanjutnya dapat dengan mudah diintegrasikan
dengan SIG khususnya untuk keperluan menganalisis data yang bersifat waktu yang
berbeda.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  142
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
4. KESIMPULAN DAN PROSPEK
Kesimpulan
i. Geoindikator yang sudah teridentifikasi adalah untuk untuk bahaya longsor, abrasi,
erosi, kekeringan, kebakaran, banjir dan pencemaran, yang secara detil masih akan
dikembangkan.
ii. Geoindikator untuk perencanaan disajikan dalam bentuk indeks bahaya, yang
merupakan komposit dari berbagai faktor, dan diterjemahkan dalam bentuk peta
dengan bentuk data dimensi dua (data area). Kategori data yang bernilai sangat
bahaya direkomendasikan sebagai daerah yang disajikan sebagai kawasan lindung
dalam perencanaan ruang.
iii. Geoindikator untuk pemanfaatan disajikan tetap sebagai indeks bahaya yang
diletakkan dalam peta dimensi dua, tetapi sebagai referensi pemanfaatan ruang,
selain peta RTRW. Dalam pemanfaatan ruang kawasan budidaya diharapkan
mempertimbangkan potensi ruang menjadi daerah bencana jika salah pengelolaan.
iv. Geoindikator untuk pemantauan dibuat berbentuk kenampakan fisik yang mudah
dilihat dan diukur dan disajikan dalam bentuk dimensi satu (titik), selain itu
kemungkinan kemudahan dipantau dari teknologi inderaja.
v. Semua indeks bahaya untuk erosi, longsor, banjir, abrasi, dan pencemaran tanah
dapat diarahkan untuk ke komponen perencanaan dan pengendalian, kecuali untuk
kekeringan dan kebakaran yang diarahkan untuk keperluan pemanfaatan dan
pengendalian.
vi. Penggunaan teknologi seperti SIG dan inderaja disarankan dipakai untuk penataan
ruang, karena kemampuannya yang spesifik mengelola data ruang.
Prospek
Pengkajian lebih lanjut tentang kuantifikasi indikator berupa indek atau bentuk lain
diperlukan terutama dikaitkan dengan kondisi lokal. Selain itu upaya memasukkan data
geoindikator ke dalam teknologi spasial masih diperlukan khususnya untuk tingkat
kedetilan bencana yang berbeda, sesuai kondisi data di Indonesia
UCAPAN TERIMA-KASIH
Pengkajian ini dapat dilakukan atas dukungan pembiayaan Kementrian Ristek pada
tahun 2010, dan kepada lembaga ini disampaikan ucapan terima-kasih. Selain itu
sebagian tulisan ini berkembang karena proses diskusi dengan beberapa nara-sumber,
dan kepada mereka diucapkan terima-kasih.
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  143
PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science
DAFTAR PUSTAKA
Barus, B. dan U.S. Wiradisastra, 2000. SIG : Sarana Manajemen Sumberdaya. Jurusan
Tanah, IPB
Barus, B. U. Sudadi, B. Tjahjono dan L.S. Imam. 2010. Pengembangan Indikator-geo
untuk Pengelolaan Risiko bencana dan penataan ruang di indonesia. Makalah
(draft)
Effendi, S. 2010. Pengembangan indikator-geo untuk bahaya kekeringan di Indonesia.
Makalah (draft)
WWW2.nature.nps.gov/grd/geology/monitoring/parameters.htm (about descriptions of the
27 geoindicators)
www.Igt.It/geoin (web site of the IUGS geoindicators)
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah PP No 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Nasional
UU No 26, tahun 2007 tentang Penataan Ruang
UU N0 24 TAHUN 2007 tentang Penanggulangan Bencana
UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010 
  144

More Related Content

What's hot

Appendix 1h report of survey in bandung
Appendix 1h   report of survey in bandungAppendix 1h   report of survey in bandung
Appendix 1h report of survey in bandungWahyu Mattawang
 
Peraturan perundang-undangan-amdal
Peraturan perundang-undangan-amdalPeraturan perundang-undangan-amdal
Peraturan perundang-undangan-amdalFKP2B Cikarang
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...infosanitasi
 
Kolokium pinardo k2e008043
Kolokium pinardo k2e008043Kolokium pinardo k2e008043
Kolokium pinardo k2e008043ferosiscaa
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...infosanitasi
 
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLH
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLHTalkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLH
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLHRio Prastia
 
Lampiran iii permen 16 th 2012 rkl rpl
Lampiran iii permen 16 th 2012  rkl rplLampiran iii permen 16 th 2012  rkl rpl
Lampiran iii permen 16 th 2012 rkl rplDewi Hadiwinoto
 
PP No 63 th 2002
PP No 63 th 2002PP No 63 th 2002
PP No 63 th 2002CIkumparan
 
Tahapan penyelenggaraan KLHS
Tahapan penyelenggaraan KLHSTahapan penyelenggaraan KLHS
Tahapan penyelenggaraan KLHSMusnanda Satar
 
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan RuangPP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan RuangPenataan Ruang
 
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdal
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdalPermen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdal
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdalAbdullah Alfarabi
 
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
 
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJM
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJMUpaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJM
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJMalizias_boys
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...infosanitasi
 

What's hot (19)

Appendix 1h report of survey in bandung
Appendix 1h   report of survey in bandungAppendix 1h   report of survey in bandung
Appendix 1h report of survey in bandung
 
Peraturan perundang-undangan-amdal
Peraturan perundang-undangan-amdalPeraturan perundang-undangan-amdal
Peraturan perundang-undangan-amdal
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
 
Kolokium pinardo k2e008043
Kolokium pinardo k2e008043Kolokium pinardo k2e008043
Kolokium pinardo k2e008043
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/a...
 
Pb 8 prosedur_penyusunan_amdal
Pb 8 prosedur_penyusunan_amdalPb 8 prosedur_penyusunan_amdal
Pb 8 prosedur_penyusunan_amdal
 
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLH
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLHTalkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLH
Talkshow KLHS paparan Deputi Tata Lingkungan-KLH
 
Paper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijenPaper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijen
 
Buku hutan kota
Buku hutan kotaBuku hutan kota
Buku hutan kota
 
Lampiran iii permen 16 th 2012 rkl rpl
Lampiran iii permen 16 th 2012  rkl rplLampiran iii permen 16 th 2012  rkl rpl
Lampiran iii permen 16 th 2012 rkl rpl
 
Ringkasan eksekutif dikplhd
Ringkasan eksekutif dikplhdRingkasan eksekutif dikplhd
Ringkasan eksekutif dikplhd
 
PP No 63 th 2002
PP No 63 th 2002PP No 63 th 2002
PP No 63 th 2002
 
Tahapan penyelenggaraan KLHS
Tahapan penyelenggaraan KLHSTahapan penyelenggaraan KLHS
Tahapan penyelenggaraan KLHS
 
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan RuangPP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
PP No. 68 Tahun 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
 
Modul pengantar klhs
Modul pengantar klhsModul pengantar klhs
Modul pengantar klhs
 
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdal
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdalPermen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdal
Permen lh no 5 2012 kegiatan wajib amdal
 
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...
 
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJM
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJMUpaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJM
Upaya Pengintegrasian KLHS Dalam RPJM
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi...
 

Viewers also liked

The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in Indonesia
The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in IndonesiaThe Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in Indonesia
The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in IndonesiaRepository Ipb
 
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...Repository Ipb
 
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...Repository Ipb
 
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...Repository Ipb
 
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWAEKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWARepository Ipb
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIRepository Ipb
 
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...Repository Ipb
 
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...Repository Ipb
 
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...Repository Ipb
 
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUT
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUTPENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUT
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUTRepository Ipb
 
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...Repository Ipb
 
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in Indonesia
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in IndonesiaClay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in Indonesia
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in IndonesiaRepository Ipb
 
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...Repository Ipb
 
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...Repository Ipb
 
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...Repository Ipb
 
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...Repository Ipb
 
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...Repository Ipb
 
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...Repository Ipb
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIARepository Ipb
 

Viewers also liked (19)

The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in Indonesia
The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in IndonesiaThe Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in Indonesia
The Role of Forestry Scientists in Policy-Making Process in Indonesia
 
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...
PENGARUH LINEAR ALKYLBENZENE SULFONATE TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS TELUR ...
 
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...
PRODUKSI MASSAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA MEDIA TAN.ti.H, PASIR, ZEOLI...
 
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...
THE EFFECT OF FOLIAR SPRAY APPLICATION ON YOUNG SAGO PALM GROWTH AT PT. NATIO...
 
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWAEKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
 
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...
Analisis Algoritma dan Kinerja pad a Counter dengan CBC-MAC (CCM) sebagai Fun...
 
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...
VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLI...
 
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...
Uji Efektivitas Bio-Organic Fertilizer (Pupuk Organik Hayati) dalam Mensubsti...
 
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUT
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUTPENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUT
PENDEKATAN MODEL ZHANG DAN HAYDEN DALAM KAJIAN LISTRIK BUAH JERUK GARUT
 
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...
Growth of Terna Long Pepper (Piper retroractum Vahl.) with Varioq.s Technique...
 
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in Indonesia
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in IndonesiaClay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in Indonesia
Clay as Potassium Permanganate Carrier for Banana Storage in Indonesia
 
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
 
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...
PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK SEKUNDER PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineen...
 
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...
SINTESIS DAN KARAKTERISASI RESIN LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA SEBAGAI PEREK...
 
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...
Development of test methods and screening for resistance to thrips in Capsicu...
 
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...
PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAH...
 
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...
Indonesian Peanut Cultivar Difference in Yield Performance Based on Source an...
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
 

Similar to GEOIND

Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta Erwin
Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta ErwinVisi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta Erwin
Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta ErwinDasapta Erwin Irawan
 
Mini Project ANGGA.pdf
Mini Project ANGGA.pdfMini Project ANGGA.pdf
Mini Project ANGGA.pdfAnggaZHAN2
 
Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Wisnu Priyanto
 
proposal fatimah lukman.pdf
proposal fatimah lukman.pdfproposal fatimah lukman.pdf
proposal fatimah lukman.pdfssuserd389df
 
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - Indonesia
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaModul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - Indonesia
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaAde Soekadis
 
Kerja kursus (p elajar) 2
Kerja kursus (p elajar) 2Kerja kursus (p elajar) 2
Kerja kursus (p elajar) 2Bomoh Gelap
 
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptxsyaniabo
 
@Bab 3 (oke)[1]
@Bab 3 (oke)[1]@Bab 3 (oke)[1]
@Bab 3 (oke)[1]fahmy_05
 
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...TPRP Strategic Partner
 
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...WAHYUCATURAdinugroho1
 
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011Albaar Rubhasy
 
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docx
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docxLAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docx
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docxssuser49535d
 
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3Pengelola Air
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Gien Rockmantic
 
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptx
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptxPeran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptx
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptxSubditSumberdayaPend
 
Borang brawijaya
Borang brawijayaBorang brawijaya
Borang brawijayaAndri ZZs
 

Similar to GEOIND (20)

Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta Erwin
Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta ErwinVisi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta Erwin
Visi dan Misi Calon Lektor Kepala - Dasapta Erwin
 
Mini Project ANGGA.pdf
Mini Project ANGGA.pdfMini Project ANGGA.pdf
Mini Project ANGGA.pdf
 
Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015
 
proposal fatimah lukman.pdf
proposal fatimah lukman.pdfproposal fatimah lukman.pdf
proposal fatimah lukman.pdf
 
Rktm lab diseminasi
Rktm lab diseminasiRktm lab diseminasi
Rktm lab diseminasi
 
Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2
 
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - Indonesia
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaModul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - Indonesia
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - Indonesia
 
Kerja kursus (p elajar) 2
Kerja kursus (p elajar) 2Kerja kursus (p elajar) 2
Kerja kursus (p elajar) 2
 
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx
2. PPT PKM - Kerangka ESMF (Saradan).pptx
 
@Bab 3 (oke)[1]
@Bab 3 (oke)[1]@Bab 3 (oke)[1]
@Bab 3 (oke)[1]
 
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
 
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...
Action Plan Kelompok Riset Perubaahan Iklim dan Pengelolaan Ekosistem 2022-20...
 
Status pengelolaan lab_gis_puspijak
Status pengelolaan lab_gis_puspijakStatus pengelolaan lab_gis_puspijak
Status pengelolaan lab_gis_puspijak
 
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011
Panduan Penelitian Strategis Nasional 2011
 
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docx
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docxLAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docx
LAPORAN KPIPPI LAND USE & COMMUNITY SURVEY.docx
 
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3
(PRESENTASI) Petunjuk Pelaksanaan Pembahasan SIH3
 
Batan obs
Batan obsBatan obs
Batan obs
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1
 
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptx
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptxPeran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptx
Peran Perguruan Tinggi dalam Pengendalian Perubahan Iklim.pptx
 
Borang brawijaya
Borang brawijayaBorang brawijaya
Borang brawijaya
 

More from Repository Ipb

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...Repository Ipb
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...Repository Ipb
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMRepository Ipb
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKRepository Ipb
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...Repository Ipb
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...Repository Ipb
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...Repository Ipb
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFRepository Ipb
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...Repository Ipb
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...Repository Ipb
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...Repository Ipb
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Repository Ipb
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...Repository Ipb
 
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...Repository Ipb
 

More from Repository Ipb (20)

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
Peta ipb
Peta ipbPeta ipb
Peta ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
 
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
 

Recently uploaded

BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 

Recently uploaded (20)

BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 

GEOIND

  • 1. ISBN: 978-979-95093-6-9 Bogor, desember 2010 Seminar Nasional Sains III 13 november 2010 Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri Prosiding - 200.00 400.00 600.00 800.00 1,000.00 1,200.00 1,400.00 1,600.00 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 λ11 K,K11,K12,K21,K22(%) K K11 K12 K21 K22
  • 2. ISBN: 978-979-95093-6-9 Seminar Nasional Sains III 13 November 2010 Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri Prosiding Dewan Editor Ence Darmo Jaya Supena Endar Hasafah Nugrahani Hamim Hasim Indahwati Kiagus Dahlan Fakultas MIPA – Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan MIPAnet 2010
  • 3. __________________________________________________________________ Copyright© 2010 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB) Prosiding Seminar Nasional Sains III ”Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri” di Bogor pada tanggal 13 November 2010 Penerbit : FMIPA-IPB, Jalan Meranti Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Telp/Fax: 0251-8625481/8625708 http://fmipa.ipb.ac.id Terbit 30 Desember 2010 ix + 427 halaman ISBN: 978-979-95093-6-9
  • 4. KATA PENGANTAR Ketahanan pangan dan kemandirian energi merupakan isu sentral nasional dan dunia untuk mengimbangi terus bertambahnya jumlah penduduk, semakin menyempitnya lahan yang disertai tidak terlalu signifikannya peningkatan produktivitas pertanian, ditambah lagi dengan masalah global menurunnya kualitas lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini tentunya dibutuhkan inovasi-inovasi. Inovasi akan menjadi lebih bermakna dan berhasil guna bila berlandaskan kepada sains dan teknologi. Banyak perguruan tinggi dan lembaga litbang departemen atau bahkan divisi litbang di perusahaan terus melakukan penelitian dan pengembangan yang didasarkan pada pemanfaatan dan pengembangan sains dan teknologi untuk mengembangkan dan menghasilkan inovasi-inovasi dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas serta meningkatkan nilai tambah. Seminar Nasional Sains III (2010) yang diselenggarakan atas kerjasama FMIPA-IPB dan MIPAnet, diharapkan menjadi sarana dan upaya untuk menjalin komunikasi antar pelaku dan institusi yang terlibat untuk mengoptimumkan pemanfaatan sains sebagai landasan dalam mengembangkan dan menghasilkan inovasi- inovasi dalam upaya menjawab tantangan ketahanan pangan dan kemandirian energi. MIPAnet adalah Jaringan Kerjasama Nasional Lembaga Pendidikan Tinggi Bidang MIPA yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 2000. Makalah-makalah hasil penelitian dipresentasikan pada empat kelas paralel yaitu Biological Science, Biochemistry, Chemistry, serta Physics & Mathematical Science. Selain itu beberapa makalah juga ditampilkan pada sesi Poster. Makalah-makalah tersebut sebagian besar merupakan isi dari prosiding ini. Seminar dihadiri oleh peneliti dari balitbang-balitbang terkait dan dosen-dosen perguruan tinggi, mahasiswa pascasarjana serta guru-guru SMA. Ucapan terima kasih disampaikan kepada FMIPA-IPB dan MIPAnet yang telah mendukung penuh kegiatan Seminar Nasional Sains III ini. Juga kepada Panitia Seminar, para mahasiswa, dan semua pihak yang telah mensukseskan acara seminar ini. Kami juga sangat berterima kasih kepada semua pemakalah atas kerjasamanya, sehingga memungkinkan prosiding ini terbit. Semoga prosiding ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2010 Dekan FMIPA-IPB, Dr. drh Hasim, DEA
  • 5. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Baba Barus 1,2 , U.Sudadi1 , B. Tahjono1 dan L.S. Iman2 1 staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB 2 staf peneliti di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB Email : Bababarus@yahoo.com ; No Hp 081383600745 Abstrak Saat ini revisi rencana ruang merupakan pesan UU Penataan ruang yang harus dilaksanakan secepat mungkin khususnya terkait dengan masalah kebencanaan. Untuk merevisi rencana ruang diperlukan alat untuk mempermudah para perencana. Alat yang spesifik adalah geoindikator yang sudah banyak dipakai untuk keperluan pemantauan lingkungan khususnya untuk jangka pendek dan menengah. Untuk keperluan perencanaan ruang diperlukan indikator yang bersifat jangka menengah, dan idealnya dikembangkan dari indikator yang mudah diukur dan operasional untuk diterjemahkan ke bentuk ruang. Geoindikator adalah objek atau proses yang terjadi yang merubah fisik bentang lahan yang dapat diamati, baik cepat maupun lambat, dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, yang layak dijadikan petunjuk evaluasi dan atau perecanaan. Pengkajian pengembangan geoindikator yang sudah dilakukan menunjukkan ada beberapa geoindikator yang mudah dikembangkan dengan menggunakan teknologi spasial seperti penginderaan jauh dan SIG. Geoindikator untuk bahaya longsor, abrasi, erosi dan banjir dapat diletakkan dalam perencanaan ruang, sedangkan geoindikator untuk kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan pencemaran masih sulit diletakkan dalam perencanaan ruang secara langsung. Proses dan cara peletakan geoindikator ke dalam bentuk ruang adalah salah satu inovasi dalam penelitian ini, selain pengembangan geoindikator kebencanaan untuk perencanaan ruang. Hasil penelitian ini akan sangat membantu proses revisi dokumen perencanaan ruang ataupun keperluan penataan ruang secara keseluruhan. Kata kunci : perencanaan ruang, bencana, geoindikator, Inderaja dan SIG, inovasi implementasi. 1. PENDAHULUAN Banyaknya bahaya di Indonesia menuntut kecepatan upaya menekan risiko yang mungkin terjadi. Upaya menekan risiko bencana tersebut sudah diamanatkan oleh UU No 26, 2006 tentang Penataan Ruang, supaya memasukkan komponen kebencanaan dalam penataan ruang. Selain itu dalam UU No 32, 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan juga ditekankan tentang perlunya akomodasi daya dukung lingkungan dalam penataan ruang dan pembuatan sistem informasi bahaya lingkungan yang wajib dipublikasikan. Semua amanah ini merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk menjalankannya (UU No 32, 2004 tentang Pemerintah Daerah), sehingga saat ini banyak pemerintah daerah sedang merevisi rencana tata ruang wilayahnya. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    133
  • 6. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science Faktor yang terkait dengan kebencanaan untuk dimasukkan ke dalam dokumen tata ruang sudah ada dalam dokumen perundangan, tetapi masih bersifat umum, dan pedoman operasional belum ada. Untuk itu diperlukan sarana tertentu misalnya indikator tertentu. Pemanfaatan indikator tertentu sering dimanfaatkan untuk melakukan penilaian terhadap status atau suatu fenomena dengan ukuran-ukuran kuantitatif ataupun kualitatif. Berbagai indikator yang sudah dominan dari aspek sosial atau bio, yang cenderung bersifat jangka pendek, sedangkan indikator fisik yang merupakan wadah masih bervariasi kondisinya. Salah satu indikator fisik yang sudah dikenal adalah geoindikator. Geoindikator kebencanaan adalah suatu objek atau fenomena yang terjadi di permukaan bumi baik yang bersifat tiba-tiba atau gradual, tetapi terjadi dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, yang dapat diamati dan diukur untuk melihat perubahan bentang alam. Geoindikator kebencanaan sudah banyak dipakai untuk keperluan pengelolaan bencana dan lingkungan khususnya di Taman Nasional di USA, Kanada, Brazil dan beberapa negara lain, khususnya untuk keperluan perencanaan jangka panjang. Penggunaan geoindikator untuk kebencanaan di Indonesia sudah ada baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam perundangan tetapi belum terstruktur dan dipakai dengan baik. Dalam peraturan perundangan kita objek yang sama dengan istilah lain sudah ada, tetapi belum jelas cara mengimplementasikannya. Sehingga pencarian dan pengembangan geoindikator menjadi perlu dilakukan untuk menekan kebencanaan di Indonesia khususnya ditujukan untuk bahan atau sarana bagi pemerintah daerah yang sedang merevisi tata ruang. 2. BAHAN DAN METODE 2.1. Lokasi dan Waktu Pengkajian dilakukan di P4W, LPPM IPB dengan dukungan pendanaan dari Kementrian Riset dan teknologi, dari bulan Juni - November 2010. 2.2. Material dan Sarana Untuk menghasilkan konsep dan geoindikator sampai saat ini dilakukan melalui sarana teknologi informasi (media internet dan pendukungnya) dan diskusi dengan berbagai pakar yang mempunyai latar belakang kelilmuan di IPB. 2.3. Kerangka Berfikir Untuk keperluan pencarian indikator kebencanaan dapat dilakukan dengan mengumpulkan berbagai hasil pengetahuan yang sudah dipraktekkan dan mudah, Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    134
  • 7. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science dibandingkan dengan melakukan eksperimen. Untuk keperluan penataan ruang di Indonesia diperlukan indikator fisik, yang lebih dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan karena bersifat jangka panjang, yang saat ini dalam peraturan yang sudah ada masih umum, atau belum operasional. Selain itu indikator yang ada juga belum diketahui proses pemanfaatannya ke dalam dokumen penataan ruang. Berdasarkan konsep ini maka pencarian indikator ini dilakukan melalui penelusuran data sekunder di internet dan sumber lainnya dan serangkaian diskusi pakar secara intensif, yang selanutnya diupayakan pendekatan pemasukan ke dalam dokumen penataan ruang.. 2.4. Metode Pelaksanaan Untuk mendapatkan definisi geoindikator yang dimaksud maka dilakukan serangkaian proses diskusi, yang mengacu ke pencarian indikator sebagai berikut: a. Definisi bahaya (hazard) untuk masing-masing aspek kebencanaan. b. Identifikasi seluruh variabel penyebab atau yang mempengaruhi terjadinya bahaya sehingga menjadi bencana. c. Pilih seluruh komponen variabel penyebab tersebut, yang dapat dan atau mampu dipetakan untuk implementasi perencanaan ruang, dan juga dapat untuk keperluan pemantauan dan evaluasi ruang. d. Tetapkan variabel kunci (dari komponen variabel penyebab), untuk selanjutnya ditetapkan parameter geoindikatornya. Parameter yang dikembangkan sedianya diarahkan juga untuk mengetahui situasi/ lokasional secara spesifik sebagai salah satu kunci penetapan, seperti where, when, how, dsb, untuk dapat diujicobakan dalam dimensi ruang e. Menetapkan geoindikator berdasarkan Indeks Bahaya yang diperoleh dari parameter kunci untuk keperluan perencanaan, dan pencarian indikator lain untuk keperluan pemantauan sebagian bagian dari pengendalian, Untuk memudahkan pemahaman tahapan kerja maka prosesnya disajikan pada Gambar 1 berikut. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    135
  • 8. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science Identifikasi seluruh variabel penyebab / mempengaruhi terjadinya bahaya  sehingga menjadi bencana  terpetakan  implementasi  Mudah dibuat dan diukur  Tata ruang  : perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian  Variabel kunci Perameter : pertimbangan kunci  Kapan, bagaimana, dimana, dll  Geoindikator : mudah diukur  dan diamati di lapang untuk  pemantauan (1 dimensi)  Geoindikator : Indeks bahaya   untuk perencanaan dan  dipetakaan sebagai dua dimensi Gambar 1. Tahapan penentuan geoindikator untuk perencanaan dan pengendalian ruang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Bahaya yang Diinvestigasi dan Parameter Kejadian bencana yang sudah banyak dikenal di Indonesia antara lain letusan gunung api (vulkan), gempa, tsunami, longsor, abrasi, erosi, kekeringan, kebakaran, pencemaran, penurunan air tanah, dll, mempunyai faktor-faktor yang sebagian sama, seperti lereng/morfologi, batuan/struktur geologi, tanah, penggunaan lahan, curah hujan, gelombang, dan lainnya (Tabel 1), yang masing-masing mempunyai peran spesifik. Perbedaan peran setiap faktor ini membuat parameter kunci dalam proses penentuan variabel utama akan berbeda. Dalam setiap proses bahaya bencana, variabel tertentu berperan sebagai variabel utama, misalnya seperti pada gempa, dan vulkan maka unsur proses endogemik yang lebih berperan (unsur struktur/batuan), sedangkan pada tsunami unsur gelombang yang sangat berperan. Untuk longsor, maka unsur topografi sebagai kontrol utama (untuk gravitasi). Untuk erosi, kekeringan dan kebakaran, Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    136
  • 9. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science maka unsur iklim (curah hujan) sangat berperan penting. Isu pencemaran dan penurunan air tanah, maka peran manusia dianggap sangat menonjol. Tabel 1. Beberapa Tipe Bahaya di Indonesia dengan Faktor yang Berperan Penting No Bahaya Lereng/ morfo Batuan /struktur Tanah Penggunaan lahan Curah hujan/air Gelombang 1 gempa v v v - - - 2 vulkan v v - v - - 3 tsunami v v - v - v 4 longsor v v v v v - 5 abrasi v v v v v 6 erosi v v v v v - 7 kekeringan - - v v v 8 kebakaran v - v v v 9 pencemaran v v v v v 10 penurunan air tanah v v v v v V = berarti berperan penting dalam menentukan proses kemunculkan bahaya Dari berbagai faktor yang dianggap berperan tersebut, unsur iklim, gelombang, batuan, dan struktur geologi lebih sulit dimodifikasi, dibandingkan dengan unsur penggunaan lahan, lereng dan tanah. Rekayasa ini biasanya dilakukan dalam bentuk penggunaan lahan. Tetapi peran manusia juga dapat mendorong terjadinya bahaya yang menjadi bencana. 3.2. Geoindikator yang Sudah Berkembang untuk Pemantauan Geoindikator yang sudah banyak dipakai di negara lain dominan untuk keperluan pemantauan lingkungan, sedangkan di Indonesia geoindikator ini juga diarahkan untuk keperluan penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian), sehingga berbagai geoindikator dikembangkan berbeda. Untuk keperluan pengelolaan lingkungan sudah lazim menggunakan berbagai indikator. Indikator yang sudah berkembang pesat adalah untuk aspek ekonomi, aspek biologi, yang keduanya cenderung bersifat sangat dinamik dan cepat; sedangkan indikator dari aspek geo relatif belum berkembang karena umumnya dipersepsikan prosesnya lama sekali, padahal komponen fisik merupakan wadah aspek biologi dan sosial. Mengingat keperluan perencanaan yang membutuhkan waktu lama, maka di USA, IUGS mengembangkan indikator geo yang bersumber dari proses fisik bumi yang perubahannya terjadi dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, cepat atau perlahan, yang dapat diobservasi, sehingga dapat dipakai dalam pemantauan dan pelaporan perubahan lingkungan (IUGS, 2010). Saat ini di USA sudah ada 27 geoindikator yang dipakai untuk keperluan pengelolaan taman nasional. Geoindikator tersebut dipengaruhi proses alami yang relatif cepat, manusia dan pengaruh kegiatan bumi masa lalu. Beberapa geoindikator yang Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    137
  • 10. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science relevan di Indonesia disajikan di Tabel 2. Peran dari berbagai pengaruh ini disimpulkan berbeda, tetapi secara umum sebagian besar proses perubahannya sangat terlihat saat ini, dengan dominasi tinggi khususnya perubahan alami. Adapun pengaruh manusia relatif bervariasi dan yang berpengaruh sedang juga banyak, sedangkan efek dari konstruksi masa lalu relatif sedikit. Kondisi ini menegaskan geoindikator merupakan hasil interaksi alami dan manusia. Tabel 2. Beberapa Geoindikator di USA untuk Pemantauan Lingkungan (IUGS, 2010) No Geoindikator Bahaya Pengaruh alami Pengaruh manusia Rekonstruksi masa lalu 1 reaktivasi dan formasi gumuk kerusakan pantai T S S 2 kimia air tanah di zona unsaturated kerusakan air tanah T T T 3 paras air tanah kerusakan air tanah S T R 4 kualitas air tanah kerusakan lahan T T L 5 aktivitas kapur kerusakan kapur T S T 6 komposisi dan pelapisan sedimen kerusakan infrastruktur T T T 7 seismisitas gempa bumi T S R 8 posisi garis pantai abrasi T T T 9 longsor longsor T T S 10 erosi dan sedimen erosi T T S 11 kualitas tanah kerusakan / pencemaran T T T 12 morfologi saluran sungai kerusakan sungai T T R 13 kandungan/ kapasitas sedimen kerusakan sungai /waduk T T S 14 suhu permukaan bawah tanah Kekeringan T S T 15 pergeseran permukaan gempa bumi T S S 16 kualitas air permukaan pencemaran air sungai T T R 17 gerakan tubuh vulkan ledakan vulkanis T R T 18 hidrologi, struktur, ukuran lahan basah lahan basah T T T v = relevan di indonesia x = tidak relevan di indonesia; t=tinggi; S= sedang; r=rendah Beberapa isu bencana di Indonesia seperti kebakaran dan kekeringan, malah tidak dikenal dalam geoindikator yang sudah dikenali pada Tabel 2 di atas. Contoh lain adalah kondisi lingkungan spesifik, seperti daerah gambut di tropis, dan saat ini sering menjadi daerah utama yang rawan kebakaran, juga memerlukan indikator dalam pengelolaannya. Dalam hal ini berarti geoindikator yang sudah diadopsi di negara lain, ada yang dapat dipakai dan mungkin perlu diadopsi di Indonesia, khususnya untuk pemantauan, sedangkan untuk keperluan perencanaan masih diperlukan identifikasi secara spesifik. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    138
  • 11. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science 3.3. Perundangan Terkait dengan Penataan Ruang Aspek legalitas untuk memanfaatkan data geoindikator dapat dilihat dari UU No 26, tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang sudah menyatakan bahwa Indonesia sebagai kawasan rawan bencana. Sehingga dalam penataan ruang diperlukan kawasan lindung berbasis kerawanan bencana, selain kategori kerawanan yang lain karena aspek lingkungan dan kondisi spesifik baik karena fisik maupun non-fisik (PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional). Sejauh ini berbagai kriteria yang diperlukan untuk menentukan kawasan rawan bencana belum detil sehingga pelaksanaan penataan ruang masih jarang dilakukan atau kalaupun sudah diakomodasi akan ditujukan untuk penentuan kawasan lindung saja, tetapi belum dengan kriteria mantap dan detil. Geoindikator yang pada awalnya dominan dipakai untuk keperluan pemantauan perubahan lingkungan, dan hal ini juga dipertegas dalam dalam UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan Pemerintah dan Pemda wajib mengembangkan sistem informasi lingkungan, dan salah satunya peta rawan lingkungan hidup. Selain itu, produk ini wajib dipublikasikan. Hal ini relevan dengan kondisi lingkungan tentang pentingnya pertimbangan daya dukung lingkungan untuk perencanaan ruang. Penanggung jawab penataan ruang dan pengelolaan lingkungan berdasarkan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menegaskan bahwa hal tersebut merupakan urusan wajib. Pemda mempunyai kewajiban menata wilayahnya dan memasukkan komponen kebencanaan. Lebih lanjut berdasarkan UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menegaskan perlunya lembaga tentang penanggulangan bencana di daerah, yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana, yang salah satunya untuk menyusun dan mendesiminasikan peta rawan. 3.4. Geoindikator dalam Penataan Ruang Untuk keperluan perencanaan ruang diperlukan indikator yang dapat disajikan dalam dokumen RTRWP/K atau dipetakan. Berdasarkan variabel penyebab dan variabel mempengaruhi yang menghasilkan kenampakan fisik di lapangan, maka perlu dikembangkan suatu indeks komposit yang mencerminkan adanya interaksi antara berbagai faktor. Indeks komposit dibangun sebagian berdasarkan pertimbangan keilmuan dengan perhitungan kepentingan setiap faktor dan diberikan skor (nilai tertentu) dan pembobotan tertentu, yang selanjutnya dikalikan sehingga membentuk nilai tertentu. Untuk penentuan indeks yang dibuat dalam bentuk peta, maka penggunaan teknologi SIG sangat disarankan karena kemampuannya mengintegrasikan berbagai data Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    139
  • 12. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science ruang, yang sudah disajikan dengan mempertimbangkan skor dan bobot tertentu, dan akhirnya menghasilkan nilai tertentu (Barus dan Wiradisastra, 2000). Penggunaan teknologi SIG jika diintegrasikan dengan sarana penginderaan jauh juga efektif dalam mengamati kemungkinan adanya perubahan fisik tertentu di permukaan bumi, yang sudah jika diamati dari lapangan. Interaksi berbagai faktor-faktor tersebut umumnya menghasilkan peta, tetapi beberapa peta dianggap sulit untuk diletakkan dalam dokumen perencanaan ruang seperti peta terkait dengan indeks kekeringan, kebakaran dan pencemaran. Gambaran singkat tentang indeks komposit yang dihasilkan untuk keperluan perencanaan dan pemantauan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tipe Rawan dan Geoindikator yang Disarankan untuk Dipakai dalam Perencanaan Ruang dan Keberadaannya dalam Perundangan Saat Ini No Tipe Rawan Geoindikator perencanaan Kombinasi dari faktor-faktor Geoindikator pemantauan 1 Longsor Indeks bahaya longsor Indeks ini merupakan gabungan faktor geologi, lereng, tanah,dan penggunaan / penutupan lahan Mata air Kenampakan pohon 2 Abrasi Indeks bahaya abrasi Indeks ini merupakan gabungan faktor energi laut, kemiringan pantai, bahan induk di pantai, dan tutupan lahan Perubahan garis pantai 3 Erosi Indeks bahaya erosi untuk kemampuan lahan Indeks ini merupakan gabungan dari tanah, curah hujan, lereng, dan penggunaan lahan Kedalaman tanah Sedimentasi di sungai 4 Banjir Indeks bahaya banjir untuk kemampuan lahan Indeks ini merupakan gabungan faktor posisi, curah hujan, lereng, tanah, dan karakter sungai Daerah banjir dan frekuensi 5 Kekeringan - Faktor iklim, tutupan lahan, geologi Rekahan paras muka air 6 Kebakaran hutan dan lahan - Faktor curah hujan, tanah, tutupan lahan, bentuk lahan Hotspot 7 Pencemaran tanah Indeks bahaya pencemaran Batuan, penggunaan/tutupan lahan, air Kualitas tanah Untuk keperluan perencanaan ruang, maka geoindikator perlu dipakai untuk penentuan kawasan rawan bencana. Geoindikator ini perlu dijadikan peta ruang, yang selanjutnya daerah yang paling rawan perlu direkomendasikan sebagai daerah kawasan lindung bencana (Barus, et al. 2010). Misalnya daerah rawan longsor, yang geoindikatornya sudah dibuat dengan pernyataan ‘daerah rawan bencana longsor’, dan hal ini perlu diperjelas dengan definisi rawan bencana longsor. Kalau sudah ada definisinya misalnya dari kombinasi sifat fisik lereng, batuan, dan lainnya yang spesifik, yang menghasilkan daerah rawan longsor, maka hasil dari kombinasi ini diterjemahkan dalam bentuk peta, yang selanjutnya direkomendasikan ke kawasan lindung. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    140
  • 13. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science Ilustrasi lain adalah daerah rawan erosi, juga mempunyai faktor mirip dengan longsor, tetapi dalam konteks peraturan penataan ruang, geoindikator ini diletakkan dalam bagian dari kemampuan lahan, yang biasanya kelas kemampuan lahan VII (kelas kemampuan yang rendah). Kelas kemampuan rendah ini jika dipetakan maka dapat direkomendasikan ke kawasan lindung. Secara operasional berarti adanya peta geoindikator yang menyatakan kategori peta rawan bencana akan mempermudah perencanaan ruang atau pembuatan peta RTRW. Tetapi mengingat terdapat berbagai kategori rawan bencana, maka perlu pemahaman secara cermat tentang tipe rawan bencana yang layak secara langsung diletakkan sebagai kawasan lindung bencana. Untuk meletakkan geoindikator dalam dokumen perencanaan maka terdapat minimal dua pendekatan, yaitu (a) langsung didelineasikan dalam wujud ruang sebagai kawasan lindung bencana tertentu, dan (b) Secara tidak langsung masuk dalam ruang yang terkait dengan daya dukung lahan, salah satunya kemampuan lahan. Selain itu untuk menjadikan sebagai suatu ruang tersendiri, maka pertimbangan posisi dan ukuran secara ruang juga diperlukan. Jika ukuran terlalu kecil, maka tidak ideal dibuat sebagai suatu kawasan khusus. 3.4.1. Pemanfaatan ruang Suatu zona yang sudah ditetapkan untuk peruntukan tertentu, masih memerlukan aturan atau teknik pengelolaan sesuai kemampuan atau kesesuaian kawasan. Peruntukan kawasan masih memerlukan pedoman lebih lanjut. Jika kawasan lindung sudah ditetapkan berdasarkan daerah bencana, maka otomatis penggunaannya sangat terbatas, tetapi jika kawasan tersebut mempunyai kategori tertentu dalam hal kebencanaan, maka untuk menahan kejadian bencana tidak muncul, maka metode pemanfaatan ruang harus sesuai kaidah lingkungan. Dalam hal ini berarti adanya peta rawan bencana tertentu tidak selalu diletakkan sebagai dalam konteks penentuan kawasan lindung bencana, tetapi untuk memudahkan dalam pengelolaan ruang, atau dalam hal ini keperluan proses teknik adaptasi yang dikembangkan. Ilustrasi rawan bencana yang terkait dengan ilustrasi ini adalah rawan kekeringan (Effendi, 2010). Daerah yang paling kering tidak mudah dijadikan secara langsung sebagai kawasan lindung; tetapi yang perlu direkomendasikan adalah, kalau komoditas pertanian, maka perlu dilakukan pemilihan komoditas yang yang adaptif terhadap kondisi ekstrim kering, seperti jambu mete. Bila tidak terkait langsung dengan komoditas tahan kering, maka perlu upaya menyimpan air pada waktu musim hujan, dan lainnya. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    141
  • 14. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science Ilustrasi lain adalah kawasan yang rawan kebakaran, yang merupakan salah upaya teknologi untuk membuat kawasan sesuai untuk pengusahaan tertentu (Komarsa, 2010), misalnya untuk menciptakan lingkungan tertentu sehingga tanah menjadi subur. Hal ini berkebalikan dengan daerah yang rawan sekali longsor, yang direkomendasikan menjadi kawasan lindung karena lebih mahal dan tidak efisien menjadikan kawasan tersebut sebagai daerah budidaya. Dalam konteks ini, geoindikator kebencanaan malah belum dikenali dalam perundangan di Indonesia (dalam peraturan penataan ruang tidak dikenali rawan bencana kebakaran, walaupun rutin muncul di Indonesia). Untuk keperluan pemanfaatan maka peta geoindikator yang sudah dibuat hendaknya tetap dijadikan sebagai referensi untuk pemanfaatan ruang, selain dokumen RTRW; dan selanjutnya dilengkapi dengan petunjuk pengelolaannya. 3.4.2. Pengendalian ruang Ruang yang sudah ditetapkan peruntukannya, jika dimanfaatkan maka secara rutin perlu dipantau dan selanjutnya dievaluasi. Proses pengendalian secara umum dilakukan oleh pemerintah daerah melalui pemantauan data perizinan yang diberikan oleh pihak otoritas. Jika sudah diberikan perizinan, dan ternyata merusak lingkungan, berarti isu teknis menjadi penting dievaluasi. Salah satu bahan mengevaluasinya adalah data atau peta geoindikator. Tetapi mengingat untuk penilaian kondisi lapangan yang perlu cepat dan mudah maka indikator-geo yang dipakai juga perlu disesuaikan. Indikator geo untuk perencanaan biasanya diorientasikan untuk mencegah, sedangkan indikator geo untuk penilaian cepat sebaiknya berbeda (Tabel 3). Dalam peraturan perundangan di penataan ruang, komponen pemantauan belum disinggung, dan baru diarahkan ke aspek administratif, dan jika terjadi kesalahan maka akan diberikan sanksi, baik untuk pemberi izin maupun untuk perusak lingkungan atau pengguna ruang. Mengingat pertimbangan penting dalam keperluan pengendalian adalah pemantauan, maka teknologi yang layak dilakukan untuk memantau ruang adalah teknologi inderaja, karena mempunyai karakter seperti adanya ketersediaan secara rutin dan sudah berkembang teknologi dan datanya. Demikian juga sudah tersedianya banyak tenaga akhlinya. Data inderaja juga selanjutnya dapat dengan mudah diintegrasikan dengan SIG khususnya untuk keperluan menganalisis data yang bersifat waktu yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    142
  • 15. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science 4. KESIMPULAN DAN PROSPEK Kesimpulan i. Geoindikator yang sudah teridentifikasi adalah untuk untuk bahaya longsor, abrasi, erosi, kekeringan, kebakaran, banjir dan pencemaran, yang secara detil masih akan dikembangkan. ii. Geoindikator untuk perencanaan disajikan dalam bentuk indeks bahaya, yang merupakan komposit dari berbagai faktor, dan diterjemahkan dalam bentuk peta dengan bentuk data dimensi dua (data area). Kategori data yang bernilai sangat bahaya direkomendasikan sebagai daerah yang disajikan sebagai kawasan lindung dalam perencanaan ruang. iii. Geoindikator untuk pemanfaatan disajikan tetap sebagai indeks bahaya yang diletakkan dalam peta dimensi dua, tetapi sebagai referensi pemanfaatan ruang, selain peta RTRW. Dalam pemanfaatan ruang kawasan budidaya diharapkan mempertimbangkan potensi ruang menjadi daerah bencana jika salah pengelolaan. iv. Geoindikator untuk pemantauan dibuat berbentuk kenampakan fisik yang mudah dilihat dan diukur dan disajikan dalam bentuk dimensi satu (titik), selain itu kemungkinan kemudahan dipantau dari teknologi inderaja. v. Semua indeks bahaya untuk erosi, longsor, banjir, abrasi, dan pencemaran tanah dapat diarahkan untuk ke komponen perencanaan dan pengendalian, kecuali untuk kekeringan dan kebakaran yang diarahkan untuk keperluan pemanfaatan dan pengendalian. vi. Penggunaan teknologi seperti SIG dan inderaja disarankan dipakai untuk penataan ruang, karena kemampuannya yang spesifik mengelola data ruang. Prospek Pengkajian lebih lanjut tentang kuantifikasi indikator berupa indek atau bentuk lain diperlukan terutama dikaitkan dengan kondisi lokal. Selain itu upaya memasukkan data geoindikator ke dalam teknologi spasial masih diperlukan khususnya untuk tingkat kedetilan bencana yang berbeda, sesuai kondisi data di Indonesia UCAPAN TERIMA-KASIH Pengkajian ini dapat dilakukan atas dukungan pembiayaan Kementrian Ristek pada tahun 2010, dan kepada lembaga ini disampaikan ucapan terima-kasih. Selain itu sebagian tulisan ini berkembang karena proses diskusi dengan beberapa nara-sumber, dan kepada mereka diucapkan terima-kasih. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    143
  • 16. PENGEMBANGAN GEOINDIKATOR UNTUK PENATAAN RUANG Biological Science DAFTAR PUSTAKA Barus, B. dan U.S. Wiradisastra, 2000. SIG : Sarana Manajemen Sumberdaya. Jurusan Tanah, IPB Barus, B. U. Sudadi, B. Tjahjono dan L.S. Imam. 2010. Pengembangan Indikator-geo untuk Pengelolaan Risiko bencana dan penataan ruang di indonesia. Makalah (draft) Effendi, S. 2010. Pengembangan indikator-geo untuk bahaya kekeringan di Indonesia. Makalah (draft) WWW2.nature.nps.gov/grd/geology/monitoring/parameters.htm (about descriptions of the 27 geoindicators) www.Igt.It/geoin (web site of the IUGS geoindicators) UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional UU No 26, tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU N0 24 TAHUN 2007 tentang Penanggulangan Bencana UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November 2010    144