Buku Putih Sanitasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Ringkasan eksekutif dikplhd
1. RINGKASAN EKSEKUTIF
DOKUMEN INFORMASI KINERJA
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DAERAH (DIKPLHD)
KABUPATEN PANGANDARAN
TAHUN 2020
Disusun oleh :
Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD)
Kabupaten Pangandaran
PEMERINTAH KABUPATEN PANGANDARAN
PROVINSI JAWA BARAT
2. DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (DIKPLHD) KABUPATEN
PANGANDARAN 2020
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. PENDAHULUAN
Pemerintah Kabupaten Pangandaran terus berupaya untuk
berinovasi dan mencari terobosan baru dalam menangani
permasalahan lingkungan. Dengan luas wilayah 1.010 km2 harus
diakui menjadi kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana
pengelolaan lingkungan yang membutuhkan lahan yang cukup
seperti TPS, TPS3R maupun IPAL Komunal. Dihadapkan dengan
keterbatasan tersebut, maka Pemeritah Kabupaten Pangandaran
mengambil langkah langkah inovatif untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Komitmen kepala daerah dalam hal ini
Wali Kabupaten Pangandaran menjadi kunci dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Komitmen yang tinggi tersebut tercermin dalam
pengambilan kebijakan-kebijakan yang pro envinronment.
Kebijakan pro environment yang diambil Pemerintah Kabupaten
Pangandaran mendapatkan dukungan penuh dari DPRD Kabupaten
Pangandaran.
Sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam melakukan
pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Pangandaran salah
satunya tercermin pada komitmen penganggaran dalam APBD
Kabupaten Pangandaran Tahun 2019. Porsi anggaran urusan
lingkungan hidup dalam APBD dan jumlah program/kegiatan
pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021 dari
tahun ke tahun menunjukan tren yang positif. Sejalan dengan isu
lingkungan hidup nasional dan global, maka kebijakan Pemerintah
Kabupaten Pangandaran telah diarahkan pada pembangunan yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kebijakan lingkungan
yang diambil sebagai bentuk respon atas masalah lingkungan salah
satunya adalah merubah paradigma pengelolaan sampah.
Paradigma lama pengelolaan sampah yang bertumpu pada
pendekatan akhir (end of pipe) yang hanya memindahkan sampah
sebatas kumpul, angkut dan buang yang berakhir di TPA sudah tidak
3. layak diterapkan di Kabupaten Pangandaran karena sangat
bergantung pada ketersediaan lahan TPA. Selain itu, cara
pengelolaan sampah dengan pendekatan lama menimbulkan
banyak masalah. Paradigma pengelolaan sampah di Kabupaten
Pangandaran dengan pendekatan pembuangan akhir sudah saatnya
ditinggalkan dan diganti secara bertahap dengan paradigma baru
pengelolaan sampah terpadu. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan pengelolaan
sampah bertumpu pada konsep 3R yang berbasis masyarakat
dengan memaksimalkan pengurangan sampah sejak dari sumber
timbulan di bagian hulu maupun di bagian tengah yaitu di TPST dan
TPS 3R sehingga sampah yang ditersisa di bagian hilir merupakan
residu yang benar-benar sudah tidak dapat diolah yang akan
diproses di TPS. Untuk mewujudkan hal tersebut, berbagai
terobosan dan langkah-langkah inovatif telah banyak dilakukan.
Diantara langkah inovatif tersebut adalah proses Social Engineering
atau rekayasa sosial dalam pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
3R sejak dari sumber timbulan di hulu melalui Kampung Organik
yang saat ini menjadi local wisdom Kota Magelang dalam
pengelolaan lingkungan. Wilayah Kabupaten Pangandaran terletak
di tengah-tengah Kabupaten Magelang. Luas wilayah Kabupaten
Pangandaran sebesar 1.812 Ha (18,12 Km2), yang secara
administratif terbagi atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan dengan luas
wilayah rata-rata tidak lebih dari 2 Km².
Kekhususan kondisi ekologis Kota Magelang karena diapit oleh
2 (dua) sungai dan dikelilingi oleh 5 (lima) gunung serta di tengah
kota terdapat Gunung Tidar. Kota Magelang secara administrasi
dibatasi oleh dua sungai besar, yaitu sungai Progo di sebelah Barat
dan Sungai Elo di sebelah Timur.Keunikan Kota Magelangadalah
satu satunya kota di dunia yang dikelilingi 5(lima)gunung sekaligus
yaitu gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Telomoyo, dan Menoreh.
Dengan adanya lima gunung ini menjadikanmasyarakat Kota
Magelang selalu dapat melihat adanya gunung disetiap penjuru.
Kekhususan Kota Magelang karena memiliki kawasan konservasi
seluas 67,12 Ha berupa Gunung Tidar dengan ketinggian 503 meter
di atas permukaan laut. Gunung Tidar ini berada tepat di pusat Kota
Magelang sehingga berfungsi sebagai kawasan hutan kota.
Keberadaan kawasan konservasi Gunung Tidar memberikan
4. manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Kota Magelang,
diantaranya sebagai paru-paru kota, mengurangi polusi dan
pencemaran udara, mengatur iklim mikro, estetika atau keindahan,
menjaga keseimbangan ekologis, sebagai pengatur tata air (resapan
air) serta menjaga kesuburan tanah.
Penyusunan dan perumusan isu prioritas lingkungan hidup
diKota Magelang dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan
pemangku kepentingan di daerah. Proses penetapan isu prioritas
telah menggunakan pendekatan DPSIR. Penentuan prioritas atas
isu lingkungan hidup dilakukan melalui penilaian/skoring yang
dilakukan oleh peserta FGD kemudian diberikan bobot untuk
masing-masing skor isu. Hasil skoring tertinggi pertama, kedua dan
ketiga untuk setiap kriteria menjadi isu dan permasalahan prioritas.
Isu prioritas lingkungan hidup Kota Magelang Tahun 2018
berdasarkan hasil FGD kemudian ditetapkan dan ditandatangani
oleh Walikota Magelang melalui surat pernyataan.
Adapun proses penyusunan Dokumen Informasi Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota Magelang Tahun 2018
dilakukan oleh Tim (Pokja) yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Walikota Magelang. Tim terdiri dari personil lintas perangkat daerah
selaku penyedia data sektoral, BPS selaku penyedia data makro dan
perguruantinggi. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
metode survey lapangan ke sumber-sumber data. Adapun data
sekunder diperoleh dari publikasi dokumen perencanaan, dolumen
lingkungan dan hasil kajian atau penelitian yang relevan. Setiap
progres penyusunan DIKPLHD dilakukan rapat pembahasan untuk
mendapatkan masukan dari anggota tim.
2. ANALISIS DRIVING FORCE, PRESSURE, STATE,
IMPACT DAN RESPONSE ISU LINGKUNGAN HIDUP
DAERAH
2.1 Tata Guna Lahan
Driving Force (faktor pendorong) perubahan tata guna lahan
di Kota Magelang yang paling utama adalah pertumbuhan penduduk
dan sebarannya sebagaimana tabel 1 berikut :
5. Tabel 1.Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan
Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Magelang Tahun
2018
Pertumbuhan penduduk yang pesat akan berpengaruh
terhadap peningkatan kebutuhan masyarakat. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dilakukan pembangunan yang membutuhkan
lahan. Oleh karena luas lahan yang tersedia sangat terbatas, maka
pemenuhan kebutuhan lahan tersebut dilakukan dengan cara alih
fungsi lahan.
Pressure (tekanan) terhadap tata guna lahan di Kota
Magelang adalah perubahan lahan dari lahan hijau menjadi
permukiman, industri dan bangunan komersial lainnya. Grafik
dibawah ini menunjukan luas sawah pada tahun 2018 yang
mengalami penurunan karena beralih fungsi menjadi permukiman
dan industri kecil.
State (kondisi) tata guna lahan di Kota Magelang bahwa saat
ini sebagian besar luasan lahan merupakan kawasan budidaya yaitu
sebesar 86,02 %, sementara 6,36 % berupa kawasan lindung
(meliputi sempadan dan hutan kota) dan peruntukan lainnya sebesar
7,62 %.
Impact (dampak) dari sisi lingkungan perubahan tata guna
lahan adalah berpotensi menurunkan kualitas lahan menjadi lahan
kritis, resiko ketidaktercapaian target 30% dari Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kota Magelang, menurunkan daya dukung lingkungan dan
resiko terjadinya bencana lingkungan.
Response (respon) yang dilakukan adalah melalui upaya
preventif berupa pengendalian tata guna lahan dan upaya
konservatif terhadap dampak perubahan tata guna lahan. Upaya
6. pengendalian tata guna lahan dilakukan melalui persyaratan
perizinan yang tegas terkait peruntukan lahan yang harus sesuai
dengan RTRW Kota Magelang. Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Magelang juga dikawal secara
ketat melalui Peraturan Daerah. Adapun upaya konservatif yang
dilakukan terhadap setiap perubahan tata guna lahan antara lain
dengan mewajibkan penyediaan sumur resapan air hujan, lubang
biopori maupun penanaman vegetasi sebagai konsekuensinya.
2.2 Kualitas Air
Driving Force terjadinya perubahan kondisi kualitas air yang
ada di Kota Magelang yang paling utama adalah laju pertumbuhan
penduduk. Selain dari kegiatan rumah tangga sehari-hari, kualitas air
juga dipengaruhi oleh kegiatan komersial sebagai akibat dari
pertumbuhan penduduk.
Pressure yang menjadi penyebab terjadinya perubahan
kondisi kualitas air di Kota Magelang yang paling signifikan adalah
kegiatan rumah tangga dan kegiatan industri yang menghasilkan
limbah. Limbah yang dihasilkan tersebut memberikan tekanan
terhadap kualitas air, khususnya air sungai yang melintasi wilayah
Kota Magelang.
State kualitas air di Kota Magelang digambarkan dalam angka
Indeks Kualitas Air (IKA). IKA Kota Magelang sebenarnya meningkat
bila dibandingkan dua tahun sebelumnya sebagaimana tersaji dalam
tabel dibawah ini, namun masih berada pada kategori kurang.
Tabel 2. Perbandingan Capaian Nilai Indeks Kualitas
AirIKA201620172018Indeks Kualitas Air36,2546,4752
Sumber : Buku Indeks Kualitas Air Kota MagelangTahun 2018
Impact yang ditimbulkan dari perubahan kualitas air akibat
pencemaranya itu berkurangnya sumber air bersih dan potensi
menurunnya tingkat kesehatan masyarakat.
Response terhadap perubahan kualitas air yang dilakukan
adalah dengan menyediakan Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Terpusat (SPALDT) dan Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Setempat (SPALDS). Selain itu, Pemerintah Kota
Magelang juga telah menyediakan Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT). Upaya preventif telah dilakukan diantaranya melalui
sosialiasasi dengan tema Menuju Masyarakat Kota Magelang
7. Stop Buang Air Besar Sembarangan Guna Terwujudnya Kota
Magelang ODF (Open Defecation Free). Selain itu, pemantauan
rutin terhadap kualitas air juga telah dilakukan melalui pengujian
kualitas air sungai dan air tanah di laboratorium lingkungan
terakreditasi. Sementara itu, untuk meningkatkan aksestabilitas
masyarakat terhadap kebutuhan sanitasi, maka Pemerintah Kota
Magelang melakukan kerjasama dengan Bank Magelang dalam
membantu pembiayaan kredit sanitasi bagi masyarakat.
2.3 Kualitas Udara
Driving force kualitas udara di Kota Magelang yang paling
dominan adalah pertumbuhan kendaraan bermotor yang berbanding
lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah kendaraan
bermotor yang mempengaruhi kualitas udara di Kota Magelang tidak
hanya yang terdaftar di wilayah Kota Magelang saja, melainkan juga
kendaraan yang melintasi Kota Magelang.
Pressure yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas
udara di Kota Magelang diantaranya adalah kendaraan tidak laik
jalan yang menyebabkan polusi. Selain itu, kemacetan di titik-titik
tertentu juga menyebabkan pencemaran dari emisi gas buang
kendaraan. Kegiatan industri yang menggunakan bahan bakar
minyak maupun kayu bakar seperti industri tahu juga memberikan
andil dalam menyebabkan pencemaran udara di Kota Magelang.
State kualitas udara di Kota Magelang dinyatakan dalam angka
Indeks Kualitas Udara (IKU). Indeks kualitas udara Kota Magelang
Tahun 2018 sebesar 84,91 atau pada kategori Sangat Baik
sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel 3. Indeks Kualitas Udara Kota Magelang Tahun
2018ParameterRerataBaku MutuIndeks Pencemar ParameterIndeks
Pencemaran Udara IEUIndeks Kualitas Udara
EUIEUNO28,4487540,000,21120,37154687584,9140625SO210,637520,00
0,5319Sumber : Buku IKLH Kota Magelang, 2018
Impact yang ditimbulkan dari perubahan kualitas udara antara lain
sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang berpengaruh
terhadap naiknya suhu udara bumi yang menyebabkan terjadinya
pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak lainnya adalah
mempunyai efek buruk pada kesehatan manusia.
8. Response terhadap perubahan kualitas udara adalah dengan
melakukan kegiatan pemantauan kualitas udara ambien secara rutin
2 (dua) kali dalam satu tahun. Upaya lain adalah dengan melakukan
penghijauan untuk mereduksi polutan dari emisi gas buang
kendaraan bermotor di jalan-jalan raya, menjaga kelestarian Gunung
Tidar sebagai hutan kota serta melakukan pemeliharaan taman dan
jalur hijau. Kegiatan Ramp chek, Car Free Day dan kampanye bike
to work juga rutin dilakukan. Sementara itu, untuk memastikan
kondisi kendaraan laik jalan, Pemerintah Kota Magelang
memberikan pelayanan uji KIR secara online dan melakukan
revitalisasi angkutan umum.
2.4 Resiko Bencana
Driving force terhadap resiko bencana di Kota Magelang yang
paling dominan adalah permukiman penduduk yang sebagian masih
menempati area dengan kontur kelerengan yang curam dan curah
hujan tinggi yang merupakan faktor utama terjadinya bencana tanah
longsor. Selain itu, padatnya permukiman penduduk berpotensi
menimbulkan kebakaran yang dapat meluas.
Pressure yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah
daerah khususnya akan bahaya tanah longsor dan kebakaran
adalah pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Kondisi ini menuntut
bertambahnya kebutuhan permukiman, sehingga terpaksa harus
dibangun di area dengan topografi dan kontur yang tajam maupun di
daerah yang sudah padat penduduk.
State terkait kerawanan bencana bahwa wilayah Kota
Magelang merupakan daerah rawan bencana baik bencana alam
atau bencana non alam. Secara keseluruhan kejadian bencana pada
tahun 2018 masih didominasi oleh faktor alam, yaitu terjadinya tanah
longsor yang didahului dengan hujan lebat. Tanah longsor
merupakan kejadian bencana dengan prosentase terbesar namun
bersifat lokal dan dalam skala minor. Adapun bencana kebakaran
pada tahun 2018 tidak terjadi.
Impact yang ditimbulkan dari bencana tanah longsor yang
terjadi di Kota Magelang adalah menyebabkan kerugian harta benda.
Namun demikian tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Response mitigasi bencana telah dilakukan mengingat masih
terdapat rumah penduduk yang dibangun pada daerah lereng yang
rawan longsor. Langkah antisipasi terhadap bencana kebakaran
9. dilakukan dengan meningkatkan manajemen penanganan bencana
kebakaran, peningkatan kapasitas personil pada unit pemadam
kebakaran dan meningkatkan kapasitas armada pemadam
kebakaran.
2.5 Perkotaan
Driving force dalam masalah perkotaan di Kota Magelang
adalah terkait penduduk dan kemiskinan. Terlebih dengan masih
terdapatnya 9.590 rumah tangga miskin dari 121.992 rumah tangga
di Kota Magelang atau sebesar 7,87% (BPS, 2018). Hal ini
berpengaruh pada pola hidup bersih dan pola hidup sehat yang
berdampak pada sanitasi perkotaan.
Pressure terhadap masalah perkotaan di Kota Magelang yang
paling utama adalah timbulan sampah perkotaan, limbah cair
domestik serta permukiman kumuh. Timbulan sampah perkotaan
dan limbah cair domestik mempunyai dampak yang sangat
signifikan.
State terkait masalah perkotaan di Kota Magelang antara lain
kondisi permukiman kumuh. Berdasarkan Surat Keputusan Walikota
Magelang Nomor: 050/280/112-310 Tahun 2015 tentang Luasan
Permukiman Kumuh di Kota Magelang, luasan permukiman kumuh
di Kota Magelang sebesar 121 Ha atau 6,5%.Sampai dengan tahun
2018 luasan permukiman kumuh di Kota Magelang telah berkurang
dan menyisakan 37,201 Ha atau 2,05 % dari luas wilayah Kota
Magelang. Sebaliknya, kondisi timbulan sampah di Kota Magelang
cenderung meningkat setiap tahunnya sebagaimana diilustrasikan
pada grafik dibawah ini.
Gambar 4. Timbulan Sampah Kota Magelang
Sumber : DLH Kota Magelang, data diolah, 2018
10. Impact yang ditimbulkan dari masalah perkotaan di Kota
Magelang adalah ancaman terjadinya kondisi darurat sampah dan
penurunan derajat kesehatan masyarakat akibat sanitasi yang
buruk.
Response terhadap masalah perkotaan di Kota Magelang
adalah dengan melakukan upaya pengentasan Rumah Tidak Layak
Huni (RTLH) melalui pembangunan 4 (empat) Rusunawa, yaitu :
Rusunawa Potrobangsan, Rusunawa Tidar, Rusunawa Nglarangan
dan Rusunawa Wates. Selain itu juga dilakukan upaya implementasi
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dengan
membangun IPAL komunal (SPALDT) untuk daerah yang
mempunyai tingkat kepadatan tinggi dan SPALDS. Upaya-upaya
inovatif yang menjadi faktor pembeda dengan daerah lain terlihat
dalam pengelolaan sampah perkotaan di Kota Magelang. Kampung
Organik merupakan implementasi pengelolaan sampah berbasis
masyarakat yang merupakan inovasi sekaligus local wisdom dalam
pengelolaan sampah di Kota Magelang. Selain itu, TPSA Banyuurip
yang telah habis umur teknisnya diubah menjadi TPSA edukasi
sebagai wahana pembelajaran dalam pengolahan sampah dengan
berbagai teknologi yang ada.
2.6 Tata Kelola
Driving force dalam tata kelola lingkungan hidup yang paling
signifikan adalah dalam bentuk transparansi anggaran.Anggaran
sektor lingkungan hidup pada tahun 2018 sebesar 3,97 % dari APBD
Kota Magelang.
Pressure dalam tata kelola dibidang lingkungan hidup berupa
pengaduan masyarakat atas kasus-kasus lingkungan hidup yang
terjadi di Kota Magelang. Pada tahun 2018 terdapat 3 (tiga)
pengaduan kasus lingkungan hidup di Kota Magelang dan
seluruhnya dapat diselesaikan.
State terkait tata kelola pemerintahan dibidang lingkungan
hidup di Kota Magelang digambarkan melalui bentuk lembaga dan
jumlah personil lembaga pengelola lingkungan hidup dan jumlah
pejabat fungsional bidang lingkungan hidup. Dinas Lingkungan
Hidup merupakan perangkat daerah esselon II Tipe A. Adapun dari
sisi SDM masih perlu peningkatan secara kuantitas.
Impact dari kegagalan tata kelola lingkungan hidup adalah
tidak tercapainya target-target indikator good environmental
11. governance. Hal tersebut tidak terjadi di Kota Magelang sampai
dengan tahun 2018.
Response terhadap tata kelola dibidang lingkungan hidup
yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang meliputi
penataan kelembagaan dan akuntabilitas pemerintah, peningkatan
kapasitas SDM lingkungan hidup melalui pendidikan dan pelatihan
(diklat), peningkatan kualitas pelayanan publik dibidang lingkungan,
mengakomodir inovasi tata kelola lingkungan yang diinisiasi oleh
masyarakat (bottom up) serta melestarikan kearifan lokal
pengelolaan lingkungan.
3. ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
Isu lingkungan hidup daerah di Kota Magelang bukanlah
permasalahan terkait eksploitasi sumberdaya alam karena Kota
Magelang tidak mempunyai sumber daya alam. Isu dan
permasalahan lingkungan hidup di Kota Magelang lebih disebabkan
faktor tekanan (pressure) penduduk dan aktivitasnya baik dalam
kegiatan sehari-hari maupun aktivitas perekonomiannya.
Hasil perumusan isu lingkungan hidup yang dijaring melalui
FGD kemudian dilakukan skoring dan pemeringkatan untuk
menentukan isu prioritas Kota Magelang. Pada tahun 2018 terdapat
5 (lima) isu lingkungan hidup yang dominan dan berkembang, yaitu:
Persampahan, Alih fungsi lahan pertanian, Pencemaran air, Tata
ruang perkotaan dan Limbah domestik. Selanjutnya dipilih 3 (tiga) isu
dengan penilaian tertinggi yang diangkat menjadi isu prioritas
lingkungan hidup Pemerintah Kota Magelang yaitu :Persampahan,
Pencemaran Air dan Limbah Domestik. Isu prioritas tersebut
kemudian ditetapkan dan ditandatangani oleh Walikota Magelang
yang dituangkan dalam bentuksurat pernyataan.
4. INOVASI DAERAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP
Kebijakan Pemerintah Kota Magelang dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang banyak melibatkan partisipasi masyarakat
dirasa sangat tepat. Kebijakan tersebut sejalan dengan semangat
otonomi daerah, dalam hal ini pelimpahan wewenang kepada
pemerintah daerah dibidang pelestarian lingkungan mengandung
12. maksud untuk meningkatkanperan masyarakat lokal dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Disisi lain, kepeloporan Walikota Magelang Ir. H. Sigit
Widyonindito, MT dalam menumbuhkembangkan inovasi sudah
tidak diragukan lagi. Kepedulian walikota dalam hal inovasi tidak
hanya dalam bidang lingkungan hidup, melainkan dalam hal
menciptakan iklim inovasi daerah secara umum. Hal inilah yang
mengantarkannya meraih Penghargaan Kepala Daerah Pelopor
Inovasi dari Gubernur Jawa Tengah selama 2 (dua) tahun berturut-
turut pada Tahun 2017 dan 2018. Inisiatif-inisiatif yang dilakukan
Walikota Magelang dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan
hidup di Kota Magelang sangat masif. Kebijakan yang Pro
Environment yang sering kali disampaikan walikota dalam berbagai
kesempatan memang benar adanya.
Inisiatif-inisiatif tersebut muncul ditengah permasalahan
lingkungan yang dihadapi Kota Magelang terkait pengelolaan
sampah dan lingkungan, diantaranya:
- Penyediaan infrastruktur pengeloaan sampah berupa TPS 3R
dan TPST di beberapa lokasi dengan memanfaatkan lahan
milik pemerintah sebagai wujud implementasi paradigma baru
pengelolaan sampah dengan mengurangi ketergantungan
terhadap TPSA
- Pencanangan “Satu Kampung Satu Kampung Organik”sebagai
bentuk rekayasa sosial pengelolaan sampah berbasis
masyarakat di tingkat hulu.
- Pengembangan TPSA Edukasi memanfaatkan TPSA yang
telah habis umur teknisnya
- Memotivasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
masing-masing melalui kompetisi kampung organik, bank
sampah, K3 dan lomba taman.
- Mengajak warga kota untuk mengurangi produksi sampah
plastik dengan cara mengurangi penggunaan plastik
- Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Publik di
sudut kota.
Semangat menumbuhkembangkan inovasi daerah di Kota
Magelang sudah sangat jelas dan tegas. Hal ini dibuktikan dengan
diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Inovasi Daerah dan Peraturan Walikota Magelang Nomor 55 Tahun
2018 sebagai petunjuk teknisnya. Peraturan daerah tentang inovasi
daerah tersebut menjadi yang pertama dan satu-satunya untuk saat
13. ini di Indonesia. Paket regulasi tersebut merupakan respon cepat
Pemerintah Kota Magelang atas ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah yang
merupakan turunan dari UU 23 Tahun 2014.
Berbagai prestasi diraih Pemerintah Kota Magelang sebagai
bentuk apresiasi dari pemerintah pusat atas implementasi inovasi
daerah. Pemerintah Kota Magelang selama 2 (dua) tahun berturut-
turut menerima penghargaan Innovative Government Award (IGA)
pada Tahun 2017 dan 2018 dari Kementerian Dalam Negeri. Selain
itu, selama 2 (dua) tahun berturut-turut pula Pemerintah Kota
Magelang menerima Anugerah Budhipraja dari Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Inovasi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup yang telah
dimplementasikan di Kota Magelang adalah :
1. Kampung Organik
2. Bio-Qita, alternatif pupuk organik lokal yang murah, mudah dan
efisien
3. Inovasi Pelayanan Akta Kematian Paperless melalui
WhatsApp dan Gratis (Pak Waris)
4. Inovasi Cek KIR Online Bebas Antri dan ATCS
5. Inovasi penanganan sampah rumah tangga dengan Teknik
2 in1 polybag hybrid composter
6. Inovasi pengelolaan sampah organik secara berkelanjutan dan
bernilai ekonomis dengan teknologi bio konversi maggot
7. Inovasi IPAL Greywater Park sebagai pengolah limbah
domestik menjadi air bersih
8. Inovasi HSR Purifier, Pemurnian Air Hujan Skala Rumah
Tangga.
9. "SIKAT RABAT" (Sanitasi Komunal Hebat, Masyarakat
Bermartabat dan Sehat)
10. TPSA Edukasi
11. Inovasi Produksi Paving Block dan Eco Bricks dari Limbah
Plastik di Kampung Tulung Kota Magelang
5. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis Driving Force, Pressure, State,
Impact dan Response (DPSIR) dan inovasi-inovasi daerah, maka
14. masih diperlukan penajaman Rencana Kerja dan Program (RKP)
dari Pemerintah Kota Magelang dalam pengelolaan lingkungan
hidup yang lebih implementatif dan tepat sasaran.