SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
i
MAKALAH
PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA
“PNEUMOKONIOSIS”
(Memenuhi Tugas Komunitas IV)
Dosen Pembimbing:
Ns. Mirnawati S.Kep
Disusun Oleh :
Noveldi Pitna
143010036
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
MAKASSSAR
2015/2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, serta hidayah-NYA
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Penyakit Paru akibat kerja
“Pneumokoniosis” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian
dalam mata kuliah Komunitas IV pada semester tujuh sebagai pengetahuan bagi
penulis maupun pembaca makalah ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Pneumokoniosis.
Penulis sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan
pembuatan makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna
memperbaiki segala kekurangan dalam makalah ini.
Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada Ibu Mirnawati
S.Kep.,Ns sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Konmunitas IV yang telah
membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini serta teman-teman yang ikut
membantu dalam pembuatan makalah baik secara langsung ataupun tidak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi
penulis sendiri. Aamiin ya Rabbal’alamin
Makassar , 17 Januari 2016
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pneumokoniosis .......................................................................................4
2.2 Etiologi .................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi ……..................................................................................................5
2.4 Jenis - jenis Pneumokoniosis .............................................................................6
2.5 Pathogenesis Pneumokoniosis............................................................................16
2.6 Diagnosis Pneumokoniosis..................................................................................19
2.7 Penatalaksanaan Pneumokoniosis………………………………………………….20
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
3.2 Saran...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………22
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri menjadi salah satu lapangan pekerjaan yang banyak
menggunakan sumber daya manusia, salah satunya adalah industri pabrik. Pabrik
triplek merupakan salah satu industri strategis yang berhubungan dengan sistem
agroindustri (agro-based industry). Berkembangnya industri pabrik triplek yang
dimaksud dapat pula membawa dampak negatif yaitu timbulnya pencemaran udara
oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil dari industri triplek
tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja
industri triplek dapat tepapar debu karena bahan baku atau pun produk akhir.
Algasaf (2004) mengatakan bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum
juga merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan
merugikan bagi kesehatan dan lingkungan. (Jurnal Respiratory Research Disease,
2010)
Menurut (Direktorat Bina Kesehatan, 2010) terdapat beberapa penyebab
penyakit akibat kerja yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang
ada ditempat kerja yaitu dari golongan fisik seperti bising, radiasi, suhu ekstrem,
tekanan udara, vibrasi dan penerangan, dari golongan kimiawi berasal dari semua
bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, dan kabut. Golongan biologik
berasal dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain, kemudian dari golongan fisiologik
berasal dari desain tempat kerja dan beban kerja serta dari golongan psikososial
yaitu stress psikis, tuntutan pekerja dan lain sebagainya. Cedera akibat kerja dapat
bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit-
penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker,
gangguan hati, saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.
Pneumokoniosis merupakan penyakit paru restriktif akibat inhalasi okupasional
debu, biasanya dari pasir, batu, batubara, tumbuh-tumbuhan dan serat buatan (Corwin,
2009). Pneumokoniosis adalah penyakit paru yang biasa terjadi pada pekerja industri
2
akibat pajanan partikel anorganik. Partikel anorganik tersebut dapat berupa debu
nonfibrogenik ataupun fibrogenik. Debu yang terinhalasi ini akan dibawa makrofag ke
jaringan limfoid terdekat dan membentuk fibrosis. Tiga penyakit yang paling sering
terjadi adalah pneumokoniosis batu bara, asbestosis, dan silikosis.
Data American Lung Association State of Lung Diverse in Diverse
Community (2010) menyebutkan bahwa perusahaan swasta melaporkan
terjadi14.800 kasus penyakit paru akibat kerja (occupational lung disease), dan
pemerintahan pusat melaporkan sebanyak 7.800 kasus penyakit paru akibat kerja
(occupational lung disease) terjadi pada tahun 2008. Data penyakit pernafasaan di
provinsi Riau sebanyak 8,861 kasus. (Dinkes Riau 2011). Kasus kecelakaan kerja
di Indonesia pada tahun 2003 tercatat 440 kasus dan 10.393 orang (9,8%)
mengalami kecacatan (Depkes R.I, 2004). Kejadian masalah kesehatan akibat kerja
berupa kejadian kecelakaan kerja dan kecacatan,kesakitan hingga kematian yang
menimpa pekerja di provinsi Riau dan kota Pekanbaru tercatat 1.357 kasus (Jamsostek
Cabang Riau, 2007).
Sebelum terjadi sutau hal tidak diinginkan, penyakit paru akibat kerja dapat
dicegah dengan lebih memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang
telah ditetapkan seperti menggunaan APD (Alat Perlindungan Diri), namun apabila
pekerja telah mengidap penyakit paru maka perlu beberapa pengobatan yang harus
dilakukan. Penyakit paru juga dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu
asbes serta silika di lingkungan kerja. Selain itu, pengurangan kebiasaan merokok akan
mengurangi resiko kanker paru-paru.
1.2Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep dan penanggulangan penyakit akibat kerja Pneumokonisosis ?
1.3Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi pneumokoniosis.
2. Menjelaskan penyebab pneumokoniosis
3
3. Menjelaskan epideimoilogi pneumokoniosis.
4. Menjelaskan jenis – jenis pneumokoniosis.
5. Menjelaskan pathogenesis pneumokoniosis.
6. Menjelaskan diagnosis pneumokoniosis.
7. Menjelaskan penatalaksanaan pneumokoniosis.
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah
kesehatan, serta tindakan pencegahan dengan langkah – langkah yang tepat
serta mengenali gejala – gejala awal akibat akibat debu – debu berbahaya
tersebut.
2. Bagi Masyarakatkan
Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat agar dapat mengetahui tentang
debu-debu berbahaya pada pekerja di lingkungan pekerja atau di rumah
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan langkah-langkah yang
tepat serta mengenali gejala-gejala awal akibat debu-debu berbahaya tersebut,
sehingga tindakan kuratif yang lebih dini dapat diusahakan.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pneumokoniosis
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru dan
“konis” berarti debu. Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk
menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral.
International Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai
suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu di dalam paru yang menyebabkan
reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi utama akibat pajanan debu di paru
adalah fibrosis (Susanto, 2011).
Pneumokoniosis adalah penyakit paru restriktif akibat inhalasi okupasional debu,
biasanya dari pasir, batu, batubara, tumbuh-tumbuhan dan serat buatan (Corwin, 2009).
Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan berikut:
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis),
asbes (asbestosis) dan timah (stannosis)
2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumoconiosis batubara.
3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas (bisinosis).
Berdasarkan macamnya debu dibedakan menjadi berikut:
1. Debu organik : debu yang berasal dari tanaman (debu kapas, debu daun-
daunan, tembakau).
2. Debu anorganik, terdiri dari
a. Debu mineral : debu yang berasal dari senyawa kompleks (SiO2, SiO3,
dan arang batu).
a. Debu metal : debu yang mengandung unsur logam (Pb, Hg, Cd,
Arsen, dan lain-lain).
Ukuran partikel debu yang semakin kecil dan konsentrasi yang semakin besar pada
udara akan memperbesar kemungkinan partikel terdeposisi di alveoli. Menurut WHO
(1996), ada beberapa ukuran partikel debu berdasarkan organ yang dapat dicapai,
yaitu:
5
1. 5-10 mikron : akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas
2. 3-5 mikron : akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah
3. 1-3 mikronn : sampai di permukaan alveoli
4. 0,5-1 mikron : mengendap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga
menyebabkan fibrosis paru
5. 0,1-0,5 mikron: melayang di permukaan alveoli.
Meskipun batas debu adalah 5 mikron, namun debu ukuran 5-10 mikron dengan
kadar berbeda dapat masuk kedalam alveoli. Debu yang berukuran >5 mikron akan
dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel/mmᶟ udara. Bila
jumlahnya 1000 partikel/mmᶟ udara, maka 10% akan tertimbun dalam paru.
2.2. Penyebab Pneumokoniosis
Pneumokoniosis disebabkan karena inhalasi (biasanya) debu anorganik di tempat
kerja, seperti:
 Kelainan yang terjadiakibatpajanandebuanorganiksepertisilika (silikosis),
asbes (asbestosis) dantimah (stannosis).
 Kelainan yang terjadiakibatpekerjaansepertipneumokoniosisbatubara.
 Kelainan yang ditimbulkanolehdebuorganiksepertikapas (bisinosis).
Silikosis, pneumoconiosis pekerja batu bara, asbestosis, berylliosis dan talcosis
adalah contoh dari pneumoconiosis fibrosis. Siderosis, stannosis dan baritosis
adalah bentuk non-fibrosis pneumokoniosis yang dihasilkan dari inhalasi oksida
besi, timah oksida, dan barium sulfat partikel.
2.3. Epidemiologi
Data prevalensi pneumokoniosis bervariasi pada tiapnegara di dunia. Data
SWORD di Inggris tahun 1990-1998menunjukkan kasus pneumokoniosis sebesar
10%. DiKanada, kasus pneumokoniosis pada tahun 1992-1993sebesar 10%,
sedangkan data di Afrika Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61%.Jumlah kasus
kumulatif pneumokoniosis di Cina dari tahun 1949-2001 mencapai 569 129 dan
6
sampaitahun 2008 mencapai 10 963 kasus.Di Amerika Serikat,kematian akibat
pneumokoniosis tahun 1968-2004 mengalamipenurunan, pada tahun 2004
ditemukan sebanyak 2 531 kasuskematian.
Silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis
pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan,
terdapat >1000 kasuspneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38%
silikosisdan 6% pneumokoniosis batubara.Prevalensi pneumoko-niosis batubara di
berbagai pertambangan di Amerika Serikatdan Inggris bervariasi (2,5-30%)
tergantung besarnyakandungan batubara pada daerah pertambangan tersebut.
Data prevalensi pneumokoniosis nasional di Indonesia belum ada. Data yang
ada adalah penelitian-penelitian berskala kecil pada berbagai industri yang
berisiko terjadi pneumokoniosis. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan
prevalensipneumokoniosis bervariasi 0,5-9,8%. Penelitian Darmanto et al.di
tambang batubara tahun 1989 menemukan prevalensi pneumokoniosis batubara
sebesar 1,15%.Data penelitian di Bandung tahun 1990 pada pekerja tambang
batu menemukan kasus pneu-mokoniosis sebesar 3,1%.
Penelitian oleh Bangun et al.tahun 1998 pada pertambangan batu di Bandung
menemukan kasus pneumokoniosis sebesar 9,8%. Kasmara (1998) pada pekerja
semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Penelitian OSH
centertahun 2000 padapekerja keramik menemukan silikosis sebesar 1,5%.
Penelitian Pandu et al.di pabrik pisau baja tahun 2002menemukan 5% gambaran
radiologis yang diduga pneumoko-niosis. Damayanti et al.pada pabrik semen
menemukan kecurigaan pneumokoniosis secara radiologis sebesar 0,5%.
2.4 Jenis Pneumokoniosis
Penamaan pneumokoniosis tergantung pada debu penyebabnya, pajanan asbes
menyebabkan asbestosis, debu silika berhubungan dengan silikosis, debu batubara
menyebabkan pneumokoniosis batubara dan lain-lain. Secara ringkas beberapa yang
dikategorikan pneumokoniosis berdasarkan jenis debu penyebabnya terlihat pada tabel
2.1.
7
Tabel 2.1. Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu Penyebabnya
Jenis Debu
Pneumokoniosis
Silika Silikosis
Asbes Asbestosis
Batu bara Pneumokoniosis Batu bara
Besi Siderosis
Berilium Beriliosis
Timah Stanosis
Aluminium Aluminosis
Grafit Pneumokoniosis grafit
Debu antimony Antimony Pneumokoniosis
Debu Karbon Pneumokoniosis karbon
Debu Polyvinyl Chloride (PVC) Pneumokoniosis PVC
Debu Bakelite Pneumokoniosis Bakelite
Titanium Oksida Pneumokoniosis Titanium
Zirkonium Pneumokoniosis Zirkonium
Silikon Carbide Carborundum Pneumokoniosis
Hard Metal Tungsten Carbide Pneumokoniosis
Nylon Flock Flock Worker’s Lung
Debu Campuran :
- Campuran silica dan besi
- Silikat
- Slate (Campuran mica, feldspar,
crystalline quartz)
- Kaolin
- Mica
- Silikosiderosis
- Silikatosis
- Slate Worker’s Pneumokoniosis
- Pneumokoniosis Kaolin
- Mica
Sumber : Susanto, 2011
8
a. Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batu Bara
Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan
reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama
, biasanya setelah pekerja terpapar > 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto Thorax
dibedakan atas bentuk simple dan complicated.
Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi karena inhalasi
debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada, dan bila paparan tidak berlanjut
maka penyakit ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi
bentuk complicated. Kelainan foto thorax pada simple CWP berupa perselubungan
halus bentuk lingkar, perselubungan dapat terjadi di bagian mana saja pada
lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Sering ditemukan perselubungan
bentuk p dan q. Pemeriksaan Faal Paru biasanya tidak menunjukkan kelainan. Nilai
VEP₁ dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya normal.
Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (PMF)
ditandai adanya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas.
Fibrosis biasanya terjadi karena satu atau lebih faktor berikut :
1. Terdapat silika bebas dalam debu batubara.
2. Konsentrasi debu yang sangat tinggi.
3. Infeksi Mycobacterium tuberculosis atau atipik
4. Imunologi penderita buruk.
Pada daerah fibrosis dapat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan
pneumotoraks; foto thorax pada PMF sering mirip tuberkulosis, tetapi sering ditemukan
bentuk campuran karena terjadi emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru
dan luasnya lesi pada foto thorax. Gejala awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum
menjadi lebih sering, dahak berwarna hitam (melanoptisis). Kerusakan yang luas
menimbulkan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor
hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas.
9
Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim tahun 1988
menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang / 1,15% , foto thoraxnya
menunjukkan gambaran pneumokoniosis.
Tanda dan gejala
CWP sederhana biasanya dengan asimtomatik tanpa adanya bukti dari
kerusakan paru pada uji fungsi paru. Pasien sering melaporkan adanya bronkitis
dari paparan debu batu bara tanpa memperhatikan bahwa mereka terdeteksi
pneumokoniosis pada rontgen dada. CWP sederhana dapat berubah menjadi
CWP komplikata, pasien mengeluhkan batuk, produksi sputum (kadang-kadang
berwarna hitam), an dyspnoe. Debu batu bara, seperti debu silika, biasanya
menyebabkan bronkitis kronik pada pekerja yang terpapar. Pada pemeriksaan
fisik terdapat ronki basah kasar, deviasi trake karena FIBROSIS MASIF YANG
PROGRESIF dan tanda gagal jantung kanan. FIBROSIS MASIF YANG
PROGRESIF diasosiasikan dengan dyspnoe saat istirahat atau dengan tenaga,
gejala dari bronkitis kronik, infeksi dada yang berulang, hipertrofi ventrikel kanan
dan episode gagal jantung kanan.
Komplikasi
CWP dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi mikobakteri, meskipun
mereka kurang umum daripada silikosis. Pekerja Batubara juga dapat menjadi
sindrom Caplan, yang menimbulkan hasil radiografis berupa nodul beberapa
perifer (diameter 0,5-5 cm) diikuti pada CWP nodular sederhana. Pasien CWP
dengan sindrom Caplan's baik dengan rheumatoid arthritis atau akan menjadi
rematoid artritis di masa yang akan datang.
Insiden dari gagal nafas kronik dan cor pulmonale meningkat pada CWP yang
komplikata.
10
Pencegahan
Strategi pencegahan membutuhkan monitor lingkungan kerja dalam hal tingkat
debu batu bara yang terhirup dan surveillans medik pada lingkungan kerja.
Ventilasi udara yang baik dan penekanan debu memungkinkan pengusaha untuk
memenuhi standar kepatuhan dan peraturan paparan debu. Dokter tidak boleh
berasumsi bahwa pasien yang bekerja di tambang batu bara telah cukup
dilindungi atau penggunaan respirator cukup untuk melindungi pekerja dari debu
batu bara. Semua penambang batubara harus dianjurkan untuk di uji fungsi paru
secara berkala dan foto rontgen dada.
b. Silikosis
Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung
kristalin silikon dioksida atau silika bebas. Pada berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan silika, penyakit silikosis ini dapat terjadi , seperti pada
pekerja :
1. Pekerja tambang logam dan batubara
2. Penggali terowongan untuk membuat jalan
3. Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
4. Pembuat keramik dan batubara
5. Penuangan besi dan baja
6. Industri yang memakai silika sebagai bahan, misalnya pabrik amplas & gelas
7. Pembuat gigi enamel
8. Pabrik semen
Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh
karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada
penderita silikosis, insidensi tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum.
11
Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yakni silikosis akut, silikosis kronik,
silikosis terakselerasi.
1. *Silikosis Akut*
Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila pekerja terpapar dengan
konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesak
napas yang progresif, demam, batuk dan penurunan berat badan setelah
paparan silika konsentrasi tinggi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan silika
berkisar antara beberapa minggu hingga 4 atau 5 tahun. Kelainan Faal paru
yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemia disertai penurunan kapasitas
difusi.
2. *Silikosis Kronik*
Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang
batubara, yakni terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk
silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 hingga 45
tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru
biasanya kecil dan tanpa gejala/ minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi,
namun kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang
masif.
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto Thorax menunjukkan nodul terutama
di lobus atas dan mungkin disertai kalsifikasi. Pada bentuk lanjut terdapat massa
yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel’s wing). Sering terjadi
reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan
membentuk bayangan egg shell calcification. Jika fibrosis masif progresif terjadi,
volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paru menunjukkan
gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplian
menurun. Timbulnya gejala sesak napas, biasanya disertai batuk dan produksi
sputum. Sesak pada awalnya terjadi saat aktivitas, kemudian pada waktu
istirahat dan akhirnya timbul gagal kardiorespirasi.
12
Di pabrik semen daerah cibinong (1987) dari 176 pekerja yang diteliti ditemukan
silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1,7%. Pada tahun 1991 penelitian
pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%.
Perbedaan angka yang didapat, diduga karena perbedaan kualitas foto thorax,
dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja.
3. *Silikosis Terakselerasi*
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya saja perjalanan
penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi
mikobakterium tipikal / atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemia
yang berakhir dengan gagal napas.
Faktor Penyebab penyakit tubercolusis adalah bakteri Mycobaacterium
Tuberculosis , factor yang mempermudah penyebaran penyakit infeksi ini antara
lain:
- lingkungan kerja yang padat dengan tenaga kerja.
- gizi buruk
- serta tingginya angka kesakitan penyebab tuberkolusis
Hubungan paparan kumulatif ( penjumplahan kadar diudara dan lamanya
paparan ) serta lamanya debu didalam paru-paru Sampai saat ini belum jelas
mekanisme silika bebas menimbulkan sislikosis ,
c. empat teori tentang mekanisme Silika
a) Teori mekanisme yang menganggap permukaan runcing debu-debu
merangsang terjadinya penyakit.
b) Teori electromagnetic yang menduga bahwa gelombang gelombang
electromagnetic sebagai penyebab fibrosis paru-paru
c) Teori silikat yang menjelaskan bahwa SiO2 bereaksi dengan air dan
jaringan paru-paru , sehingga terbentuk silikat yang mengakibatkan kelainan
pada paru-paru
13
d) Teori immunologis , dalam halmini tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi
di paru-paru dengan antigen yang berasal dari debu
Gejala dan tanda
Kebanyakan bentuk dari silikosis adalah onset penyakit yang tersembunyi, gejala
dan tanda dari penyakit ini timbul setelah 10-30 tahun masa latent setelah
pajanan pertama. Gejala dari penyakit ini dikarenakan bronkitis kronik akibat
silika. Pasien akan mengeluhkan batuk, produksi sputum, dan dyspnoe.
Walaupun banyak dengan gejala yang minimalis, namaun lama kelamaan dapat
berkembang menjadi gejala yang berat yaitu gejala cor pulmonale. Banyak
pekerja dengan silikosis yang ringan tidak akan berkembang menjadi kompleks.
Gejala yang timbul dari fibosis masif yang progresif termasuk fatik, dyspnoe, dan
batuk. Pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah halus yang bilateral dan deviasi
trakea pada penyakit yang lanjut karena fibrosis masif yang progresif akibat
kehilangan volume pada paru atas.
Komplikasi
Komplikasi dari silikosis termasuk infeksi paru yang bersamaan , kanker paru,
pneumothoraks spontan, dan bronkolithiasis. Perhatian khusus adalah infeksi
tuberkulosis yang terjadi bersamaan. Walaupun insiden tuberkulosis meningkat
dalam berbagai bentuk dari penyakit ini, tingkat infeksi meningkat pada silikosis
akut dan silikosis yang cepat. Tes tuberkulin kulit yang positif harus dievaluasi
yang sesuai dengan silikotuberkulosis.
Penyakit lain yang dihubungkan dengan paparan silika termasuk penyakit
jaringan konektif seperti sklerosis sistemik, artritis rheumatoid dan SLE.
Resiko kanker paru meningkat pada pekerja dengan silikosis. Pasien dengan
fibrosis masisf yang progresif dapat menimbulakan gagal nafas kronik dan cor
pulmonale.
14
Pencegahan
Upaya untuk mencegah silikosis adalah pembatasan paparan dengan debu.
Menghilangkan paparan sangat penting untuk mencegah kasus yang baru.
Selain itu, paparan lebih lanjut dengan tingkat silika yang tinggi di udara yang
membentuk silikosis dihubungkan dengan penyakit paru progresif. Pusat
kesehatan masyarakat setempat harus dihubungi jika terdapat kasus baru
ditemukan.
c. Asbestosis
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan pneumokoniosis
yang ditandai dengan fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di daerah industri dan
tambang, atau daerah yang udaranya terpolusi debu asbes. Pekerja yang dapat
terkena asbestosis adalah pekerja tambang, penggilingan, trransportasi, pedagang,
pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto Thorax menunjukka
gambaran asbestosis / penebalan pleura. Gejala utama adalah sesak napas yang
pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum
adalah sesak napas pada saat istirahat, batuk, dan penurunan berat badan. Sesak
napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes, 15 tahun
sesudah awal penyakit biasanya terjadi kor pulmonal dan kematian. Penderita sering
mengalami infeksi saluran napas, keganasan pada bronkus, gastrointestinal dan
pleura sering menjadi penyebab kematian.
Pada stadium awal, pemeriksaan fisik tidak banyak menunjukkan
kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian
posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis (penyakit yang ditandai
dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik)
15
akibat distorsi paru yang luas karena fibrosis. Jari tabuh (Clubbing finger) sering
ditemukan pada penderita asbestosis.
Perubahan pada foto Thorax lebih jelas pada bagian tengah dan bawah
paru, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik putih, bayangan jantung sering
menjadi kabur. Diafragma dapat meninggi pada stadium lanjut larena paru yang
mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi bilateral, terlihat di daerah tengah
dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses lanjut, terlihat gambaran
sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau
Mesothelioma ( Kanker pleura ). Berbeda dengan pneumokoniosis batubara dan
silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan
foto Thorax.
Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada
gejala ,pada sebagian penderita terdapat kelainan obstruksi. Kapasitas difusi
dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia.
Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis.
Biopsi paru transbronkial hendaknya dilakukan untuk mendapatkan jaringan
paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau
mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang dapat terjadi bersamaan
dengan kejadian asbestosis.
Gejala dan tanda
Gejala dari asbestosis adalah mirip dengan penyakit paru intersisial lainnya.
Pasien mengalami onset yang bertahap dari dyspnoe yang eeksersional dan
batuk yang kering non produktif setelah terpajan selama 20-40 tahun. Gejala lain
yaitu dada sesak, nyeri dada, malaise, dan nafsu makan berkurang. Hemoptysis
bukan merupakan karakteristik dan jika ada harus diperiksa kemungkinan kanker
paru. Pemeriksaan fisik menunjukkan ronki basah kasar terutama saat inspirasi,
dan tidak berkurang jika dibatukkan. Wheezing biasanya tidak ada. Meskipun
pemeriksaan fisik lain dapat secara luar biasa abnormal seperti jari tabuh,
sianosis, dan tanda dari cor pulmonale sebagai akibat fibrosis paru yang semakin
16
berat. Jari tabuh yang semakin berat atau penabuhan secara radiografi
memungkinkan sebagai kanker paru yang berdampingan dengan penyakit ini.
Komplikasi
Komplikasi dari asbestosis termasuk episode dari gagal napas yang akut yang
dihubungkan dengan peningkatan insiden dari infeksi paru (bronkitis dan
pneumonia) sama seperti kegagalan napas kronik dan hipoksia kronik pada
penyakit cor pulmonale pada hipoksia kronik.
Pengobatan dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang
disebabkan oleh debu industri. Penyakit biasanya memberi gejala bila kelainan
telah lanjut. Pengobatan umumnya bersifat simtomatis, yaitu hanya mengobati
gejala saja. Obat-obat yang diberikan bersifat suportif. Tindakan pencegahan
merupakan tindakan yang paling penting pada penatalaksanaan penyakit paru
akibat debu industri.
2.5. Patogenesis Pneumokoniosis
Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel
debu dan respons tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu
tersebut.Komposisi kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajananmenentukan dapat atau
mudah tidaknya terjadi pneumokoniosis. Sitotoksisitas partikel debu terhadap
makrofag alveolar memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis.
Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit larut. Sifat kimiawi
permukaan partikel debu yaitu aktivitas radikal bebas dan kandungan besi juga
merupakan hal yang terpenting pada patogenesis pneumokoniosis.
Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respons makrofag alveolar terhadap
debu yang masuk ke unit respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh makrofag dan
proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat toksisitas partikel debu.Reaksi
jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika pajanan
17
terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi inflamasi awal. Gambaran
utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah. Alveolitis
dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat
menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak diketahui.
Sebagian debu seperti debu batubara tampak relatif inert dan menumpuk dalam
jumlah relatif banyak di paru denganreaksi jaringan yang minimal.Debu inertakan
tetap beradadi makrofag sampai terjadi kematian oleh makrofag karena umurnya,
selanjutnya debu akan keluar dan difagositosislagi oleh makrofag lainnya, makrofag
dengan debu didalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau kebronkiolus dan
dikeluarkan melalui saluran napas. Pada debuyang bersifat sitoktoksik, partikel debu
yang difagositosis makrofag akan menyebabkan kehancuran makrofag tersebut
yang diikuti dengan fibrositosis.
Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk
yang merupakan mediator suatu respons peradangan dan memulai proses
proliferasi fibro-blast dan deposisi kolagen. Mediator yang paling banyakberperan
pada patogenesis pneumokoniosis adalah TumorNecrosis Factor(TNF)-α,
Interleukin(IL)-6, IL-8, plateletderived growth factor dan transforming growth
factor(TGF)-β. Sebagian besar mediator tersebut sangat pentinguntuk proses
fibrogenesis.
Mediator makrofag penting yangbertanggung jawab terhadap kerusakan
jaringan, pengum-pulan sel dan stimulasi pertumbuhan fibroblast adalah:
 Radikal oksigen/spesies oksigen reaktif dan protease.
 Leukotrien L TB4 dan IL-8 yang bersifat kemotaksisterhadap leukosit.
 Sitokin IL-1, TNF-α, fibronektin, PDGF dan IGF-1 yangberperan dalam
fibrogenesis.
Sitokin telah terbukti berperan dalam patogenesis pneumokoniosis. Sitokin yang
diha-silkan oleh makrofag alveolar dalam merespons partikel debuyang masuk ke
paru yang selanjutnya menyebabkan fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin ini
terdiri atas faktor fibrogenesis seperti TNF-α, PDGF , IGF-1 dan fibronektin serta
faktor proinflamasi seperti LBT4, IL-8, IL-6, MIP1a. Disamping proses fagositosis
18
debu oleh makrofag alveolar, yang lebihpenting adalah interstisialisasi partikel debu
tersebut.
Bila partikel debu telah difagositosis oleh makrofag dan ditransfer ke sistem
mukosilier maka proses pembersihan debu yang masuk dalam saluran napas
dikategorikan berhasil. Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang
dilepaskan makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di
interstitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial maka nasibnya
ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer ke
kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi sekresi me-diator inflamasi kronik
pada interstitial. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1
menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah pneumokoniosis.
Sifat toksisitas debu menentukan reaksi jaringan yangterjadi pada
pneumokoniosis. Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat.
Reaksi parenkim dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis,
fibrosis difus pada asbestosis dan pembentukan makula dengan emfisema fokal
akibat debu batubara. Gambaran fibrotik campuran dan tidak beraturan terjadi pada
pajanan debu campuran. Empat gambaran respons patologi terlihat pada
pneumokoniosis yaitu fibrosis interstisial, fibrosis nodular , fibrosis nodular dan
interstisial serta emfisema fokal dan pembentukan makula.
Adapun mekanisme terjadinya pneumokoniosis dibagi menjadi tiga tahap yakni
tahap impaksi, sedimentasi dan difusi.
1. Impaksi
Mekanisme impaksi adalah kecenderungan partikel tidak dapat berubah
arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak partikel
tertahan di mukosa hidung, faring ataupun percabangan saluran napas besar.
Sebagian besar partikel berukuran lebih besar dari 5 mm tertahan di nasofaring.
Mekanisme impaksi juga terjadi bila partikel tertahan di percabangan bronkus
karena tidak bisa berubah arah.
19
2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah deposisi partikel secara bertahap sesuai dengan
berat partikel terutama berlaku untuk partikel berukuran sedang (1-5 mm).
Umumnya partikel tertahan di saluran napas kecil seperti bronkiolus terminal dan
bronkiolus respiratorius. Debu ukuran 3-5 mikron akan menempel pada mukosa
bronkioli sedangkan ukuran 1-3 mikron (debu respirabel) akan langsung ke
permukaan alveoli paru. Mekanisme terjadi karena kecepatan aliran udara
sangat berkurang pada saluran napas tengah. Sekitar 90% dari konsentrasi 1000
partikel per cc akan dikeluarkan dari alveoli, 10% sisanya diretensi dan secara
lambat dapat menyebabkan pneumokoniosis.
3. Difusi
Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara. Terjadi
hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 0,1 mm sampai
0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehingga akan tertimbun di
dinding alveoli (gerak Brown).
2.6 Diagnosis
Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu untuk diagnosis
pneumokoniosis. Ketiga kriteria tersebut adalah:
1. Pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai dapat
menyebabkan pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten yang
mendukung. Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai kadar
debu di lingkungan kerja, lama pajanan dan penggunaan alat pelindung diri
serta kadang diperlukan pemeriksaan kadar debu di lingkungan kerja. Gejala
seringkali timbul sebelum kelainan radiologisseperti batuk produktif yang
menetap dan atau sesak napassaat aktivitas yang mungkin timbul 10-20 tahun
setelahpajanan
2. Gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan radiologi dapat membantu
menentukan jenis pneumokoniosis. Gejala dan tanda gangguan respirasi serta
20
abnormalitas faal paru sering ditemukan pada pneumoconiosis tetapi tidak
spesifik untuk mendiagnosis pneumokoniosis.
3. Tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai pneumokoniosis.
Pneumokoniosis kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial paru difus
seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial lung
disease (ILD) yang berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular.
2.7 Tatalaksana
Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berkurang
progresivitasnya hanya dengan menjauhi pajanan. Tata laksana medis umumnya
terbatas hanya pengobatan simptomatik.Tidak ada pengobatan yang efektif yang
dapat menginduksi regresi kelainan ataupun menghentikan progesivitas
pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting.
Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol pajanan debu telah dilakukan sejak lama
terutama di negara industri dan terusdilakukan dengan perbaikan-perbaikan. Pada
bentukpneumokoniosis subakut dengan manfaat yang didapatuntuk efek jangka
panjangnya terutama jika bahan penyebabmasih ada di paru. Menjaga kesehatan
dapat dilakukanseperti berhenti merokok, pengobatan adekuat dilakukan
biladicurigai terdapat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan pencegahan infeksi
dengan vaksinasi dapat diper-timbangkan.
21
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru.
Berbagai faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya
adalah jenis, konsentrasi , sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu
pekerja. Timbulnya penyakit seperti pneumokoniosis ini terjadi karena paparan
debu batubara yang lama > 10 tahun. Sehingga berbagai tindakan pencegahan
perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit / mengurangi laju penyakit
akibat kerja. Juga perlu diketahui apakah pada suatu industri / tempat kerja ada
zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru. Kadar debu pada tempat
kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki teknik pengolahan
bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang berterbangan. Bila
kadar debu tetap tinggi, pekerja diharuskan memakai alat pelindung.
Pemeriksaan Faal Paru dan Radiologis sebelum seorang menjadi pekerja dan
pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan
yang timbul. Bila pekerja telah menderita penyakit akibat debu, berpindah ke
tempat yang tidak ada paparan debu mungkin dapat mengurangi laju penyakit.
Dengan kata lain menghindari faktor pencetus penyakit.
3.2Saran
Pekerja yang merokok hendaknya mengurangi konsumsi rokok sedikit-demi sedikit,
terutama bila bekerja di tempat-tempat yang beresiko terjadi penyakit bronkitis
industri dan kanker paru, karena konsumsi rokok dapat meninggikan resiko timbulnya
penyakit. Pengobatan penyakit paru akibat debu industri hanya bersifat simtomatis
(mengurangi gejala) dan suportif. Sehingga usaha pencegahan merupakan langkah
penatalaksanaan yang penting.
22
DAFTAR PUSTAKA
IB, N. R., 2003. Pneumokoniosis. Patogenesis dan gangguan fungsi. Naskah lengkap
pertemuan ilmiah khusus (PIK) X Perhimpunan Dokter paru Indonesia. Makassar, s.n.
Ikhsan, Mukhtar. 2010. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. “Penyakit Paru Kerja.”
Pandita, S. (2010). Sejua tenaga kerja Asia diderita penyakit akibat kerja. Di peroleh
tanggal 18 Januari 2016 jam 21: 45 WITA diakses dari http: //kampungtki.com/.
Sari, R. Y.N.I (2009). Pemakaian alat pelindung diri sebagi upaya dalam
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Susanto, A. D. (2012). Pneumoconiosis. Journal of the Indonesian Medical Association,
61(12).
Anonym, 2011 ;Dampak Debu Indutri pada Paru-Paru,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/1
DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.html; Diakses pada tanggal 18 Januari 2016.
Anonym,2013;http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/29bae5b3c08395cf20b0562a
c209b1996ea04507.pdf; Diakses pada tanggal 18 Januari 2016.

More Related Content

What's hot (20)

Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan frakturProses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur
 
Patologi muskuloskeletal
Patologi muskuloskeletalPatologi muskuloskeletal
Patologi muskuloskeletal
 
PPT MK PATOFISIOLOGI TBC.pptx
PPT MK PATOFISIOLOGI TBC.pptxPPT MK PATOFISIOLOGI TBC.pptx
PPT MK PATOFISIOLOGI TBC.pptx
 
Hipoksia
HipoksiaHipoksia
Hipoksia
 
Praktikum Patologi Anatomi Blok Neurologi
Praktikum Patologi Anatomi Blok Neurologi Praktikum Patologi Anatomi Blok Neurologi
Praktikum Patologi Anatomi Blok Neurologi
 
Ppt malaria
Ppt malariaPpt malaria
Ppt malaria
 
Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit
Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah SakitDermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit
Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit
 
BAB 4 POLIO
BAB 4 POLIOBAB 4 POLIO
BAB 4 POLIO
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Cervical root syndrome
Cervical root syndromeCervical root syndrome
Cervical root syndrome
 
Referat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mataReferat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mata
 
Makalah tentang anatomi muskuloskeletal
Makalah tentang anatomi muskuloskeletalMakalah tentang anatomi muskuloskeletal
Makalah tentang anatomi muskuloskeletal
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Nama latin organ tubuh manusia
Nama latin organ tubuh manusiaNama latin organ tubuh manusia
Nama latin organ tubuh manusia
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Assesment, interpretation n management of cranial nerve dysfunction
Assesment, interpretation n management of cranial nerve dysfunction Assesment, interpretation n management of cranial nerve dysfunction
Assesment, interpretation n management of cranial nerve dysfunction
 
PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1
 
Makalah tb paru
Makalah tb paruMakalah tb paru
Makalah tb paru
 
FISIOLOGI JARINGAN SARAF
FISIOLOGI JARINGAN SARAFFISIOLOGI JARINGAN SARAF
FISIOLOGI JARINGAN SARAF
 
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
 

Similar to PNEUMOKONIOSIS PENYAKIT PARU

MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...Rima Arisnawati
 
Makalah partikel debu
Makalah partikel debuMakalah partikel debu
Makalah partikel debuAyux Bovanded
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaJemirda Sundari
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjanamakuguten
 
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjanamakuguten
 
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udara
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udaraDampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udara
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udaraDebora Febriyanti
 
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udara
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udaraKarya Tulis Ilmiah : Polusi udara
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udaraJuniarta Sitorus
 
1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm1620 3030-1-sm
1620 3030-1-smsabironkk
 
PDF Makalah - Challenging Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...
PDF Makalah - Challenging  Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...PDF Makalah - Challenging  Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...
PDF Makalah - Challenging Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...marthafitri86
 
K3 Lingkungan Kerja
K3 Lingkungan KerjaK3 Lingkungan Kerja
K3 Lingkungan KerjaJoko Isnanto
 
Resume kesehatan kerja ardhi
Resume kesehatan kerja ardhiResume kesehatan kerja ardhi
Resume kesehatan kerja ardhiAnna Dwi L
 

Similar to PNEUMOKONIOSIS PENYAKIT PARU (20)

MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI INDUSTRI BATU BARA DAN PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN AKUT ...
 
RPP IPA SMK KELAS XI
RPP IPA SMK KELAS XIRPP IPA SMK KELAS XI
RPP IPA SMK KELAS XI
 
Makalah partikel debu
Makalah partikel debuMakalah partikel debu
Makalah partikel debu
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
Sap kesja
Sap kesjaSap kesja
Sap kesja
 
Penyakit paru
Penyakit paruPenyakit paru
Penyakit paru
 
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja
 
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja
 
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udara
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udaraDampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udara
Dampak pencemaran udara dan cara mengatasi pencemaran udara
 
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udara
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udaraKarya Tulis Ilmiah : Polusi udara
Karya Tulis Ilmiah : Polusi udara
 
Presentasi ipa
Presentasi ipaPresentasi ipa
Presentasi ipa
 
1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm
 
PDF Makalah - Challenging Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...
PDF Makalah - Challenging  Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...PDF Makalah - Challenging  Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...
PDF Makalah - Challenging Pulmonologist Competency in Occupational Lung Dise...
 
Polusi udara (air pollution)
Polusi udara (air pollution)Polusi udara (air pollution)
Polusi udara (air pollution)
 
K3 Lingkungan Kerja
K3 Lingkungan KerjaK3 Lingkungan Kerja
K3 Lingkungan Kerja
 
Materi ipa kelas xi semester 2
Materi ipa kelas xi semester 2Materi ipa kelas xi semester 2
Materi ipa kelas xi semester 2
 
Resume kesehatan kerja ardhi
Resume kesehatan kerja ardhiResume kesehatan kerja ardhi
Resume kesehatan kerja ardhi
 

More from Noveldy Pitna

Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenNoveldy Pitna
 
Makalah turp sindrome
Makalah turp sindromeMakalah turp sindrome
Makalah turp sindromeNoveldy Pitna
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueNoveldy Pitna
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisMakalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisNoveldy Pitna
 
Presentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenPresentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenNoveldy Pitna
 
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasMakalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasNoveldy Pitna
 
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiPenyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiNoveldy Pitna
 
Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen
Makalah Penyakit Menular Morbus HansenMakalah Penyakit Menular Morbus Hansen
Makalah Penyakit Menular Morbus HansenNoveldy Pitna
 
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasAplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasNoveldy Pitna
 
Asuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamAsuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamNoveldy Pitna
 

More from Noveldy Pitna (12)

Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
 
Makalah turp sindrome
Makalah turp sindromeMakalah turp sindrome
Makalah turp sindrome
 
Makalah Rabies
Makalah RabiesMakalah Rabies
Makalah Rabies
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah Dengue
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisMakalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis
 
Presentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenPresentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansen
 
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasMakalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
 
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiPenyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
 
Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen
Makalah Penyakit Menular Morbus HansenMakalah Penyakit Menular Morbus Hansen
Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen
 
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasAplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
 
Skoliosis
Skoliosis Skoliosis
Skoliosis
 
Asuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamAsuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan waham
 

Recently uploaded

Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 

Recently uploaded (20)

Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 

PNEUMOKONIOSIS PENYAKIT PARU

  • 1. i MAKALAH PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA “PNEUMOKONIOSIS” (Memenuhi Tugas Komunitas IV) Dosen Pembimbing: Ns. Mirnawati S.Kep Disusun Oleh : Noveldi Pitna 143010036 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS PATRIA ARTHA MAKASSSAR 2015/2016
  • 2. ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, serta hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Penyakit Paru akibat kerja “Pneumokoniosis” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam mata kuliah Komunitas IV pada semester tujuh sebagai pengetahuan bagi penulis maupun pembaca makalah ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Pneumokoniosis. Penulis sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna memperbaiki segala kekurangan dalam makalah ini. Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada Ibu Mirnawati S.Kep.,Ns sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Konmunitas IV yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini serta teman-teman yang ikut membantu dalam pembuatan makalah baik secara langsung ataupun tidak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi penulis sendiri. Aamiin ya Rabbal’alamin Makassar , 17 Januari 2016 Penyusun
  • 3. iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR....................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumokoniosis .......................................................................................4 2.2 Etiologi .................................................................................................................5 2.3 Epidemiologi ……..................................................................................................5 2.4 Jenis - jenis Pneumokoniosis .............................................................................6 2.5 Pathogenesis Pneumokoniosis............................................................................16 2.6 Diagnosis Pneumokoniosis..................................................................................19 2.7 Penatalaksanaan Pneumokoniosis………………………………………………….20 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21 3.2 Saran...................................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………22
  • 4. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri menjadi salah satu lapangan pekerjaan yang banyak menggunakan sumber daya manusia, salah satunya adalah industri pabrik. Pabrik triplek merupakan salah satu industri strategis yang berhubungan dengan sistem agroindustri (agro-based industry). Berkembangnya industri pabrik triplek yang dimaksud dapat pula membawa dampak negatif yaitu timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil dari industri triplek tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri triplek dapat tepapar debu karena bahan baku atau pun produk akhir. Algasaf (2004) mengatakan bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan. (Jurnal Respiratory Research Disease, 2010) Menurut (Direktorat Bina Kesehatan, 2010) terdapat beberapa penyebab penyakit akibat kerja yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada ditempat kerja yaitu dari golongan fisik seperti bising, radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi dan penerangan, dari golongan kimiawi berasal dari semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, dan kabut. Golongan biologik berasal dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain, kemudian dari golongan fisiologik berasal dari desain tempat kerja dan beban kerja serta dari golongan psikososial yaitu stress psikis, tuntutan pekerja dan lain sebagainya. Cedera akibat kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit- penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas. Pneumokoniosis merupakan penyakit paru restriktif akibat inhalasi okupasional debu, biasanya dari pasir, batu, batubara, tumbuh-tumbuhan dan serat buatan (Corwin, 2009). Pneumokoniosis adalah penyakit paru yang biasa terjadi pada pekerja industri
  • 5. 2 akibat pajanan partikel anorganik. Partikel anorganik tersebut dapat berupa debu nonfibrogenik ataupun fibrogenik. Debu yang terinhalasi ini akan dibawa makrofag ke jaringan limfoid terdekat dan membentuk fibrosis. Tiga penyakit yang paling sering terjadi adalah pneumokoniosis batu bara, asbestosis, dan silikosis. Data American Lung Association State of Lung Diverse in Diverse Community (2010) menyebutkan bahwa perusahaan swasta melaporkan terjadi14.800 kasus penyakit paru akibat kerja (occupational lung disease), dan pemerintahan pusat melaporkan sebanyak 7.800 kasus penyakit paru akibat kerja (occupational lung disease) terjadi pada tahun 2008. Data penyakit pernafasaan di provinsi Riau sebanyak 8,861 kasus. (Dinkes Riau 2011). Kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2003 tercatat 440 kasus dan 10.393 orang (9,8%) mengalami kecacatan (Depkes R.I, 2004). Kejadian masalah kesehatan akibat kerja berupa kejadian kecelakaan kerja dan kecacatan,kesakitan hingga kematian yang menimpa pekerja di provinsi Riau dan kota Pekanbaru tercatat 1.357 kasus (Jamsostek Cabang Riau, 2007). Sebelum terjadi sutau hal tidak diinginkan, penyakit paru akibat kerja dapat dicegah dengan lebih memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang telah ditetapkan seperti menggunaan APD (Alat Perlindungan Diri), namun apabila pekerja telah mengidap penyakit paru maka perlu beberapa pengobatan yang harus dilakukan. Penyakit paru juga dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes serta silika di lingkungan kerja. Selain itu, pengurangan kebiasaan merokok akan mengurangi resiko kanker paru-paru. 1.2Rumusan Masalah Bagaimana Konsep dan penanggulangan penyakit akibat kerja Pneumokonisosis ? 1.3Tujuan Tujuan Umum Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta. Tujuan Khusus 1. Menjelaskan definisi pneumokoniosis. 2. Menjelaskan penyebab pneumokoniosis
  • 6. 3 3. Menjelaskan epideimoilogi pneumokoniosis. 4. Menjelaskan jenis – jenis pneumokoniosis. 5. Menjelaskan pathogenesis pneumokoniosis. 6. Menjelaskan diagnosis pneumokoniosis. 7. Menjelaskan penatalaksanaan pneumokoniosis. 1.4 Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah kesehatan, serta tindakan pencegahan dengan langkah – langkah yang tepat serta mengenali gejala – gejala awal akibat akibat debu – debu berbahaya tersebut. 2. Bagi Masyarakatkan Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat agar dapat mengetahui tentang debu-debu berbahaya pada pekerja di lingkungan pekerja atau di rumah sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan langkah-langkah yang tepat serta mengenali gejala-gejala awal akibat debu-debu berbahaya tersebut, sehingga tindakan kuratif yang lebih dini dapat diusahakan.
  • 7. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumokoniosis Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru dan “konis” berarti debu. Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu di dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi utama akibat pajanan debu di paru adalah fibrosis (Susanto, 2011). Pneumokoniosis adalah penyakit paru restriktif akibat inhalasi okupasional debu, biasanya dari pasir, batu, batubara, tumbuh-tumbuhan dan serat buatan (Corwin, 2009). Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan berikut: 1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis), asbes (asbestosis) dan timah (stannosis) 2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumoconiosis batubara. 3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas (bisinosis). Berdasarkan macamnya debu dibedakan menjadi berikut: 1. Debu organik : debu yang berasal dari tanaman (debu kapas, debu daun- daunan, tembakau). 2. Debu anorganik, terdiri dari a. Debu mineral : debu yang berasal dari senyawa kompleks (SiO2, SiO3, dan arang batu). a. Debu metal : debu yang mengandung unsur logam (Pb, Hg, Cd, Arsen, dan lain-lain). Ukuran partikel debu yang semakin kecil dan konsentrasi yang semakin besar pada udara akan memperbesar kemungkinan partikel terdeposisi di alveoli. Menurut WHO (1996), ada beberapa ukuran partikel debu berdasarkan organ yang dapat dicapai, yaitu:
  • 8. 5 1. 5-10 mikron : akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas 2. 3-5 mikron : akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah 3. 1-3 mikronn : sampai di permukaan alveoli 4. 0,5-1 mikron : mengendap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru 5. 0,1-0,5 mikron: melayang di permukaan alveoli. Meskipun batas debu adalah 5 mikron, namun debu ukuran 5-10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk kedalam alveoli. Debu yang berukuran >5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel/mmᶟ udara. Bila jumlahnya 1000 partikel/mmᶟ udara, maka 10% akan tertimbun dalam paru. 2.2. Penyebab Pneumokoniosis Pneumokoniosis disebabkan karena inhalasi (biasanya) debu anorganik di tempat kerja, seperti:  Kelainan yang terjadiakibatpajanandebuanorganiksepertisilika (silikosis), asbes (asbestosis) dantimah (stannosis).  Kelainan yang terjadiakibatpekerjaansepertipneumokoniosisbatubara.  Kelainan yang ditimbulkanolehdebuorganiksepertikapas (bisinosis). Silikosis, pneumoconiosis pekerja batu bara, asbestosis, berylliosis dan talcosis adalah contoh dari pneumoconiosis fibrosis. Siderosis, stannosis dan baritosis adalah bentuk non-fibrosis pneumokoniosis yang dihasilkan dari inhalasi oksida besi, timah oksida, dan barium sulfat partikel. 2.3. Epidemiologi Data prevalensi pneumokoniosis bervariasi pada tiapnegara di dunia. Data SWORD di Inggris tahun 1990-1998menunjukkan kasus pneumokoniosis sebesar 10%. DiKanada, kasus pneumokoniosis pada tahun 1992-1993sebesar 10%, sedangkan data di Afrika Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61%.Jumlah kasus kumulatif pneumokoniosis di Cina dari tahun 1949-2001 mencapai 569 129 dan
  • 9. 6 sampaitahun 2008 mencapai 10 963 kasus.Di Amerika Serikat,kematian akibat pneumokoniosis tahun 1968-2004 mengalamipenurunan, pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 2 531 kasuskematian. Silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan, terdapat >1000 kasuspneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosisdan 6% pneumokoniosis batubara.Prevalensi pneumoko-niosis batubara di berbagai pertambangan di Amerika Serikatdan Inggris bervariasi (2,5-30%) tergantung besarnyakandungan batubara pada daerah pertambangan tersebut. Data prevalensi pneumokoniosis nasional di Indonesia belum ada. Data yang ada adalah penelitian-penelitian berskala kecil pada berbagai industri yang berisiko terjadi pneumokoniosis. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan prevalensipneumokoniosis bervariasi 0,5-9,8%. Penelitian Darmanto et al.di tambang batubara tahun 1989 menemukan prevalensi pneumokoniosis batubara sebesar 1,15%.Data penelitian di Bandung tahun 1990 pada pekerja tambang batu menemukan kasus pneu-mokoniosis sebesar 3,1%. Penelitian oleh Bangun et al.tahun 1998 pada pertambangan batu di Bandung menemukan kasus pneumokoniosis sebesar 9,8%. Kasmara (1998) pada pekerja semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Penelitian OSH centertahun 2000 padapekerja keramik menemukan silikosis sebesar 1,5%. Penelitian Pandu et al.di pabrik pisau baja tahun 2002menemukan 5% gambaran radiologis yang diduga pneumoko-niosis. Damayanti et al.pada pabrik semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis secara radiologis sebesar 0,5%. 2.4 Jenis Pneumokoniosis Penamaan pneumokoniosis tergantung pada debu penyebabnya, pajanan asbes menyebabkan asbestosis, debu silika berhubungan dengan silikosis, debu batubara menyebabkan pneumokoniosis batubara dan lain-lain. Secara ringkas beberapa yang dikategorikan pneumokoniosis berdasarkan jenis debu penyebabnya terlihat pada tabel 2.1.
  • 10. 7 Tabel 2.1. Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu Penyebabnya Jenis Debu Pneumokoniosis Silika Silikosis Asbes Asbestosis Batu bara Pneumokoniosis Batu bara Besi Siderosis Berilium Beriliosis Timah Stanosis Aluminium Aluminosis Grafit Pneumokoniosis grafit Debu antimony Antimony Pneumokoniosis Debu Karbon Pneumokoniosis karbon Debu Polyvinyl Chloride (PVC) Pneumokoniosis PVC Debu Bakelite Pneumokoniosis Bakelite Titanium Oksida Pneumokoniosis Titanium Zirkonium Pneumokoniosis Zirkonium Silikon Carbide Carborundum Pneumokoniosis Hard Metal Tungsten Carbide Pneumokoniosis Nylon Flock Flock Worker’s Lung Debu Campuran : - Campuran silica dan besi - Silikat - Slate (Campuran mica, feldspar, crystalline quartz) - Kaolin - Mica - Silikosiderosis - Silikatosis - Slate Worker’s Pneumokoniosis - Pneumokoniosis Kaolin - Mica Sumber : Susanto, 2011
  • 11. 8 a. Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batu Bara Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama , biasanya setelah pekerja terpapar > 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto Thorax dibedakan atas bentuk simple dan complicated. Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada, dan bila paparan tidak berlanjut maka penyakit ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentuk complicated. Kelainan foto thorax pada simple CWP berupa perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan dapat terjadi di bagian mana saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Sering ditemukan perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan Faal Paru biasanya tidak menunjukkan kelainan. Nilai VEP₁ dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya normal. Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai adanya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis biasanya terjadi karena satu atau lebih faktor berikut : 1. Terdapat silika bebas dalam debu batubara. 2. Konsentrasi debu yang sangat tinggi. 3. Infeksi Mycobacterium tuberculosis atau atipik 4. Imunologi penderita buruk. Pada daerah fibrosis dapat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan pneumotoraks; foto thorax pada PMF sering mirip tuberkulosis, tetapi sering ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru dan luasnya lesi pada foto thorax. Gejala awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum menjadi lebih sering, dahak berwarna hitam (melanoptisis). Kerusakan yang luas menimbulkan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas.
  • 12. 9 Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim tahun 1988 menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang / 1,15% , foto thoraxnya menunjukkan gambaran pneumokoniosis. Tanda dan gejala CWP sederhana biasanya dengan asimtomatik tanpa adanya bukti dari kerusakan paru pada uji fungsi paru. Pasien sering melaporkan adanya bronkitis dari paparan debu batu bara tanpa memperhatikan bahwa mereka terdeteksi pneumokoniosis pada rontgen dada. CWP sederhana dapat berubah menjadi CWP komplikata, pasien mengeluhkan batuk, produksi sputum (kadang-kadang berwarna hitam), an dyspnoe. Debu batu bara, seperti debu silika, biasanya menyebabkan bronkitis kronik pada pekerja yang terpapar. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah kasar, deviasi trake karena FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF dan tanda gagal jantung kanan. FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF diasosiasikan dengan dyspnoe saat istirahat atau dengan tenaga, gejala dari bronkitis kronik, infeksi dada yang berulang, hipertrofi ventrikel kanan dan episode gagal jantung kanan. Komplikasi CWP dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi mikobakteri, meskipun mereka kurang umum daripada silikosis. Pekerja Batubara juga dapat menjadi sindrom Caplan, yang menimbulkan hasil radiografis berupa nodul beberapa perifer (diameter 0,5-5 cm) diikuti pada CWP nodular sederhana. Pasien CWP dengan sindrom Caplan's baik dengan rheumatoid arthritis atau akan menjadi rematoid artritis di masa yang akan datang. Insiden dari gagal nafas kronik dan cor pulmonale meningkat pada CWP yang komplikata.
  • 13. 10 Pencegahan Strategi pencegahan membutuhkan monitor lingkungan kerja dalam hal tingkat debu batu bara yang terhirup dan surveillans medik pada lingkungan kerja. Ventilasi udara yang baik dan penekanan debu memungkinkan pengusaha untuk memenuhi standar kepatuhan dan peraturan paparan debu. Dokter tidak boleh berasumsi bahwa pasien yang bekerja di tambang batu bara telah cukup dilindungi atau penggunaan respirator cukup untuk melindungi pekerja dari debu batu bara. Semua penambang batubara harus dianjurkan untuk di uji fungsi paru secara berkala dan foto rontgen dada. b. Silikosis Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas. Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika, penyakit silikosis ini dapat terjadi , seperti pada pekerja : 1. Pekerja tambang logam dan batubara 2. Penggali terowongan untuk membuat jalan 3. Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan 4. Pembuat keramik dan batubara 5. Penuangan besi dan baja 6. Industri yang memakai silika sebagai bahan, misalnya pabrik amplas & gelas 7. Pembuat gigi enamel 8. Pabrik semen Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis, insidensi tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum.
  • 14. 11 Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yakni silikosis akut, silikosis kronik, silikosis terakselerasi. 1. *Silikosis Akut* Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila pekerja terpapar dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesak napas yang progresif, demam, batuk dan penurunan berat badan setelah paparan silika konsentrasi tinggi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan silika berkisar antara beberapa minggu hingga 4 atau 5 tahun. Kelainan Faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemia disertai penurunan kapasitas difusi. 2. *Silikosis Kronik* Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yakni terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 hingga 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala/ minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, namun kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif. Pada silikosis kronik yang sederhana, foto Thorax menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai kalsifikasi. Pada bentuk lanjut terdapat massa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel’s wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paru menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplian menurun. Timbulnya gejala sesak napas, biasanya disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirnya timbul gagal kardiorespirasi.
  • 15. 12 Di pabrik semen daerah cibinong (1987) dari 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1,7%. Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka yang didapat, diduga karena perbedaan kualitas foto thorax, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja. 3. *Silikosis Terakselerasi* Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya saja perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal / atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemia yang berakhir dengan gagal napas. Faktor Penyebab penyakit tubercolusis adalah bakteri Mycobaacterium Tuberculosis , factor yang mempermudah penyebaran penyakit infeksi ini antara lain: - lingkungan kerja yang padat dengan tenaga kerja. - gizi buruk - serta tingginya angka kesakitan penyebab tuberkolusis Hubungan paparan kumulatif ( penjumplahan kadar diudara dan lamanya paparan ) serta lamanya debu didalam paru-paru Sampai saat ini belum jelas mekanisme silika bebas menimbulkan sislikosis , c. empat teori tentang mekanisme Silika a) Teori mekanisme yang menganggap permukaan runcing debu-debu merangsang terjadinya penyakit. b) Teori electromagnetic yang menduga bahwa gelombang gelombang electromagnetic sebagai penyebab fibrosis paru-paru c) Teori silikat yang menjelaskan bahwa SiO2 bereaksi dengan air dan jaringan paru-paru , sehingga terbentuk silikat yang mengakibatkan kelainan pada paru-paru
  • 16. 13 d) Teori immunologis , dalam halmini tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi di paru-paru dengan antigen yang berasal dari debu Gejala dan tanda Kebanyakan bentuk dari silikosis adalah onset penyakit yang tersembunyi, gejala dan tanda dari penyakit ini timbul setelah 10-30 tahun masa latent setelah pajanan pertama. Gejala dari penyakit ini dikarenakan bronkitis kronik akibat silika. Pasien akan mengeluhkan batuk, produksi sputum, dan dyspnoe. Walaupun banyak dengan gejala yang minimalis, namaun lama kelamaan dapat berkembang menjadi gejala yang berat yaitu gejala cor pulmonale. Banyak pekerja dengan silikosis yang ringan tidak akan berkembang menjadi kompleks. Gejala yang timbul dari fibosis masif yang progresif termasuk fatik, dyspnoe, dan batuk. Pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah halus yang bilateral dan deviasi trakea pada penyakit yang lanjut karena fibrosis masif yang progresif akibat kehilangan volume pada paru atas. Komplikasi Komplikasi dari silikosis termasuk infeksi paru yang bersamaan , kanker paru, pneumothoraks spontan, dan bronkolithiasis. Perhatian khusus adalah infeksi tuberkulosis yang terjadi bersamaan. Walaupun insiden tuberkulosis meningkat dalam berbagai bentuk dari penyakit ini, tingkat infeksi meningkat pada silikosis akut dan silikosis yang cepat. Tes tuberkulin kulit yang positif harus dievaluasi yang sesuai dengan silikotuberkulosis. Penyakit lain yang dihubungkan dengan paparan silika termasuk penyakit jaringan konektif seperti sklerosis sistemik, artritis rheumatoid dan SLE. Resiko kanker paru meningkat pada pekerja dengan silikosis. Pasien dengan fibrosis masisf yang progresif dapat menimbulakan gagal nafas kronik dan cor pulmonale.
  • 17. 14 Pencegahan Upaya untuk mencegah silikosis adalah pembatasan paparan dengan debu. Menghilangkan paparan sangat penting untuk mencegah kasus yang baru. Selain itu, paparan lebih lanjut dengan tingkat silika yang tinggi di udara yang membentuk silikosis dihubungkan dengan penyakit paru progresif. Pusat kesehatan masyarakat setempat harus dihubungi jika terdapat kasus baru ditemukan. c. Asbestosis Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan pneumokoniosis yang ditandai dengan fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di daerah industri dan tambang, atau daerah yang udaranya terpolusi debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah pekerja tambang, penggilingan, trransportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes. Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto Thorax menunjukka gambaran asbestosis / penebalan pleura. Gejala utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak napas pada saat istirahat, batuk, dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes, 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi kor pulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas, keganasan pada bronkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian. Pada stadium awal, pemeriksaan fisik tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis (penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik)
  • 18. 15 akibat distorsi paru yang luas karena fibrosis. Jari tabuh (Clubbing finger) sering ditemukan pada penderita asbestosis. Perubahan pada foto Thorax lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paru, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik putih, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafragma dapat meninggi pada stadium lanjut larena paru yang mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi bilateral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses lanjut, terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau Mesothelioma ( Kanker pleura ). Berbeda dengan pneumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto Thorax. Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala ,pada sebagian penderita terdapat kelainan obstruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia. Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaknya dilakukan untuk mendapatkan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang dapat terjadi bersamaan dengan kejadian asbestosis. Gejala dan tanda Gejala dari asbestosis adalah mirip dengan penyakit paru intersisial lainnya. Pasien mengalami onset yang bertahap dari dyspnoe yang eeksersional dan batuk yang kering non produktif setelah terpajan selama 20-40 tahun. Gejala lain yaitu dada sesak, nyeri dada, malaise, dan nafsu makan berkurang. Hemoptysis bukan merupakan karakteristik dan jika ada harus diperiksa kemungkinan kanker paru. Pemeriksaan fisik menunjukkan ronki basah kasar terutama saat inspirasi, dan tidak berkurang jika dibatukkan. Wheezing biasanya tidak ada. Meskipun pemeriksaan fisik lain dapat secara luar biasa abnormal seperti jari tabuh, sianosis, dan tanda dari cor pulmonale sebagai akibat fibrosis paru yang semakin
  • 19. 16 berat. Jari tabuh yang semakin berat atau penabuhan secara radiografi memungkinkan sebagai kanker paru yang berdampingan dengan penyakit ini. Komplikasi Komplikasi dari asbestosis termasuk episode dari gagal napas yang akut yang dihubungkan dengan peningkatan insiden dari infeksi paru (bronkitis dan pneumonia) sama seperti kegagalan napas kronik dan hipoksia kronik pada penyakit cor pulmonale pada hipoksia kronik. Pengobatan dan Pencegahan Tidak ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri. Penyakit biasanya memberi gejala bila kelainan telah lanjut. Pengobatan umumnya bersifat simtomatis, yaitu hanya mengobati gejala saja. Obat-obat yang diberikan bersifat suportif. Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. 2.5. Patogenesis Pneumokoniosis Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel debu dan respons tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut.Komposisi kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajananmenentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi pneumokoniosis. Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag alveolar memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis. Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit larut. Sifat kimiawi permukaan partikel debu yaitu aktivitas radikal bebas dan kandungan besi juga merupakan hal yang terpenting pada patogenesis pneumokoniosis. Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respons makrofag alveolar terhadap debu yang masuk ke unit respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh makrofag dan proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat toksisitas partikel debu.Reaksi jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika pajanan
  • 20. 17 terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi inflamasi awal. Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah. Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak relatif inert dan menumpuk dalam jumlah relatif banyak di paru denganreaksi jaringan yang minimal.Debu inertakan tetap beradadi makrofag sampai terjadi kematian oleh makrofag karena umurnya, selanjutnya debu akan keluar dan difagositosislagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu didalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau kebronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas. Pada debuyang bersifat sitoktoksik, partikel debu yang difagositosis makrofag akan menyebabkan kehancuran makrofag tersebut yang diikuti dengan fibrositosis. Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respons peradangan dan memulai proses proliferasi fibro-blast dan deposisi kolagen. Mediator yang paling banyakberperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah TumorNecrosis Factor(TNF)-α, Interleukin(IL)-6, IL-8, plateletderived growth factor dan transforming growth factor(TGF)-β. Sebagian besar mediator tersebut sangat pentinguntuk proses fibrogenesis. Mediator makrofag penting yangbertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan, pengum-pulan sel dan stimulasi pertumbuhan fibroblast adalah:  Radikal oksigen/spesies oksigen reaktif dan protease.  Leukotrien L TB4 dan IL-8 yang bersifat kemotaksisterhadap leukosit.  Sitokin IL-1, TNF-α, fibronektin, PDGF dan IGF-1 yangberperan dalam fibrogenesis. Sitokin telah terbukti berperan dalam patogenesis pneumokoniosis. Sitokin yang diha-silkan oleh makrofag alveolar dalam merespons partikel debuyang masuk ke paru yang selanjutnya menyebabkan fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin ini terdiri atas faktor fibrogenesis seperti TNF-α, PDGF , IGF-1 dan fibronektin serta faktor proinflamasi seperti LBT4, IL-8, IL-6, MIP1a. Disamping proses fagositosis
  • 21. 18 debu oleh makrofag alveolar, yang lebihpenting adalah interstisialisasi partikel debu tersebut. Bila partikel debu telah difagositosis oleh makrofag dan ditransfer ke sistem mukosilier maka proses pembersihan debu yang masuk dalam saluran napas dikategorikan berhasil. Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial maka nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer ke kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi sekresi me-diator inflamasi kronik pada interstitial. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1 menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah pneumokoniosis. Sifat toksisitas debu menentukan reaksi jaringan yangterjadi pada pneumokoniosis. Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi parenkim dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis, fibrosis difus pada asbestosis dan pembentukan makula dengan emfisema fokal akibat debu batubara. Gambaran fibrotik campuran dan tidak beraturan terjadi pada pajanan debu campuran. Empat gambaran respons patologi terlihat pada pneumokoniosis yaitu fibrosis interstisial, fibrosis nodular , fibrosis nodular dan interstisial serta emfisema fokal dan pembentukan makula. Adapun mekanisme terjadinya pneumokoniosis dibagi menjadi tiga tahap yakni tahap impaksi, sedimentasi dan difusi. 1. Impaksi Mekanisme impaksi adalah kecenderungan partikel tidak dapat berubah arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak partikel tertahan di mukosa hidung, faring ataupun percabangan saluran napas besar. Sebagian besar partikel berukuran lebih besar dari 5 mm tertahan di nasofaring. Mekanisme impaksi juga terjadi bila partikel tertahan di percabangan bronkus karena tidak bisa berubah arah.
  • 22. 19 2. Sedimentasi Sedimentasi adalah deposisi partikel secara bertahap sesuai dengan berat partikel terutama berlaku untuk partikel berukuran sedang (1-5 mm). Umumnya partikel tertahan di saluran napas kecil seperti bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratorius. Debu ukuran 3-5 mikron akan menempel pada mukosa bronkioli sedangkan ukuran 1-3 mikron (debu respirabel) akan langsung ke permukaan alveoli paru. Mekanisme terjadi karena kecepatan aliran udara sangat berkurang pada saluran napas tengah. Sekitar 90% dari konsentrasi 1000 partikel per cc akan dikeluarkan dari alveoli, 10% sisanya diretensi dan secara lambat dapat menyebabkan pneumokoniosis. 3. Difusi Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara. Terjadi hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 0,1 mm sampai 0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehingga akan tertimbun di dinding alveoli (gerak Brown). 2.6 Diagnosis Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu untuk diagnosis pneumokoniosis. Ketiga kriteria tersebut adalah: 1. Pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai dapat menyebabkan pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai kadar debu di lingkungan kerja, lama pajanan dan penggunaan alat pelindung diri serta kadang diperlukan pemeriksaan kadar debu di lingkungan kerja. Gejala seringkali timbul sebelum kelainan radiologisseperti batuk produktif yang menetap dan atau sesak napassaat aktivitas yang mungkin timbul 10-20 tahun setelahpajanan 2. Gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan radiologi dapat membantu menentukan jenis pneumokoniosis. Gejala dan tanda gangguan respirasi serta
  • 23. 20 abnormalitas faal paru sering ditemukan pada pneumoconiosis tetapi tidak spesifik untuk mendiagnosis pneumokoniosis. 3. Tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai pneumokoniosis. Pneumokoniosis kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial lung disease (ILD) yang berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular. 2.7 Tatalaksana Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berkurang progresivitasnya hanya dengan menjauhi pajanan. Tata laksana medis umumnya terbatas hanya pengobatan simptomatik.Tidak ada pengobatan yang efektif yang dapat menginduksi regresi kelainan ataupun menghentikan progesivitas pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol pajanan debu telah dilakukan sejak lama terutama di negara industri dan terusdilakukan dengan perbaikan-perbaikan. Pada bentukpneumokoniosis subakut dengan manfaat yang didapatuntuk efek jangka panjangnya terutama jika bahan penyebabmasih ada di paru. Menjaga kesehatan dapat dilakukanseperti berhenti merokok, pengobatan adekuat dilakukan biladicurigai terdapat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan pencegahan infeksi dengan vaksinasi dapat diper-timbangkan.
  • 24. 21 BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi , sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu pekerja. Timbulnya penyakit seperti pneumokoniosis ini terjadi karena paparan debu batubara yang lama > 10 tahun. Sehingga berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit / mengurangi laju penyakit akibat kerja. Juga perlu diketahui apakah pada suatu industri / tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru. Kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi, pekerja diharuskan memakai alat pelindung. Pemeriksaan Faal Paru dan Radiologis sebelum seorang menjadi pekerja dan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan yang timbul. Bila pekerja telah menderita penyakit akibat debu, berpindah ke tempat yang tidak ada paparan debu mungkin dapat mengurangi laju penyakit. Dengan kata lain menghindari faktor pencetus penyakit. 3.2Saran Pekerja yang merokok hendaknya mengurangi konsumsi rokok sedikit-demi sedikit, terutama bila bekerja di tempat-tempat yang beresiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker paru, karena konsumsi rokok dapat meninggikan resiko timbulnya penyakit. Pengobatan penyakit paru akibat debu industri hanya bersifat simtomatis (mengurangi gejala) dan suportif. Sehingga usaha pencegahan merupakan langkah penatalaksanaan yang penting.
  • 25. 22 DAFTAR PUSTAKA IB, N. R., 2003. Pneumokoniosis. Patogenesis dan gangguan fungsi. Naskah lengkap pertemuan ilmiah khusus (PIK) X Perhimpunan Dokter paru Indonesia. Makassar, s.n. Ikhsan, Mukhtar. 2010. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. “Penyakit Paru Kerja.” Pandita, S. (2010). Sejua tenaga kerja Asia diderita penyakit akibat kerja. Di peroleh tanggal 18 Januari 2016 jam 21: 45 WITA diakses dari http: //kampungtki.com/. Sari, R. Y.N.I (2009). Pemakaian alat pelindung diri sebagi upaya dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kerja. Semarang: Universitas Diponegoro. Susanto, A. D. (2012). Pneumoconiosis. Journal of the Indonesian Medical Association, 61(12). Anonym, 2011 ;Dampak Debu Indutri pada Paru-Paru, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/1 DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.html; Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Anonym,2013;http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/29bae5b3c08395cf20b0562a c209b1996ea04507.pdf; Diakses pada tanggal 18 Januari 2016.