Laporan diskusi membahas kasus wanita usia 40 tahun yang datang dengan keluhan perdarahan vagina. Pemeriksaan menemukan massa berdungkul dan fluor berbau disertai darah. Diskusi mencakup anatomi dan fisiologi kelenjar Bartholin, kanker serviks dan vagina, serta tatalaksana dan komplikasi yang mungkin terjadi.
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
Laporan pemicu 4 repro
1. LAPORAN DISKUSI
MODUL REPRODUKSI
PEMICU 4
KELOMPOK DISKUSI 8
1. Tri Sandra I1011141001
2. Muhammad Afzalurrahman I1011141012
3. Nabiyur Rahma I1011141015
4. Agil Wahyu Pangestuputra I1011141030
5. Muhammad Fadhil Amrullah I1011141038
6. Aulianissa Pujiasari I1011141046
7. Ayunda Larasati Basadi I1011141054
8. Rifa Fasyia Dea Dita Lubis I1011141059
9. Ariski Pratama Johan I1011141062
10. Anggita Serli Verdian I1011141074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang wanita usia 40 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan utama perdarahan dari
kemaluan. Keluhan ini dirasakan sejak beberapa minggu terakhir. Pasien juga
mengeluh keputihan dan badan lemah. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan
6 orang anak. Suaminya bekerja sebagai sopir bus AKAP. Dari hasil pemeriksaan fisik
TD 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, laju pernapasan 22x/menit, konjungtiva pucat,
spekulum vagina: tampak massa berdungkul, flour berbau disertai darah.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1. AKAP : antar kota antar provinsi
2. Berdungkul : berbenjol-benjol
1.3 Kata Kunci
1. Wanita 40 tahun
2. Anak 6 orang
3. Badan lemah
4. Konjungtiva pucat
5. Suami supir bus AKAP
6. Perdarahan pervaginam
7. Keluhan sejak beberapa minggu terakhir
8. Ibu rumah tangga
9. Spekulum vagina: tampak massa berdungkul, fluor berbau disertai darah
10. Pemeriksaan tanda vital:
- TD 100/70 mmHg
- HR 80x/menit
- RR 22x/menit
1.4 Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan wanita 40 tahun mengeluh perdarahan pervaginam dengan
pemeriksaan fisik ditemukan tampak massa berdungkul, fluor berbau diserta darah?
3. 1.5 Analisis Masalah
Wanita
Dibawa ke UGD
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Identitas Pasien:
Usia 40 tahun
Ibu rumah tangga
Suami supir bus
Vital Sign:
TD: 100/70 mmHg
HR 80x/menit
RR 22x/menit
Keluhan Utama:
Perdarahan Pervaginam
Keluhan Penyerta:
Badan Lemah
Riwayat Kehamilan:
P6
Grande Multipara
Pemeriksaan Fisik:
Spekulum Vagina
Massa berdungkul
Fluor berbau disertai darah
Anemia
Diagnosis Banding:
Karsinoma Serviks
Karsinoma Vagina
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
Prognosis
Edukasi
4. 1.6 Hipotesis
Ibu rumah tangga 40 tahun mengalami kanker serviks
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Anatomi kelenjar bartholin
2. Fisiologi kelenjar bartholin
3. Kanker Serviks
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Faktor resiko
e. Patogenesis
f. Patofisiologis
g. Manifestasi klinis
h. Stadium
i. Tatalaksana
j. Prognosis
k. Komplikasi
l. Pencegahan
m. Edukasi
4. Kanker Vagina
a. Carcinoma Cell Squamosa Vagina
b. Embryonal Rhabdomyosarcoma
5. 5. Pap Smear
6. Tanda vital normal
7. Mengapa ditemukan fluor berbau pada kasus ini?
8. Apakah infeksi dapat terjadi pada pasien kanker serviks?
9. Edukasi pada pasien kanker
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi kelenjar bartholin
Kelenjar bartholoni merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar
bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar
kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm.kelenjar ini tidak teraba kecuali pada
keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang
terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog dengan
glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina.1
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa
kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5 cm
dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia
minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus.2
6. Gambar 2.1 Kelenjar Bartholin3
2.2 Fisiologi kelenjar bartholin
Kelenjar bartholin merupakan organ terpenting pada sistem reproduksi pada
wanita. Ianya dideskripsikan pertama kali pada abad ke 17 oleh anatomi dari denmark,
casper bartholin. Fungsi utama organ ini adalah untuk mensekresikan mukus untuk
memastikan lubrikasi pada vagina. Neoplasma kelenjar bartholin dihubungkan dengan tipe
antigen darah yang jarang. Kelenjar ini homolog dengan cowper gland’s dan ianya
dihubungkan dengan duktus, kira-kira lebarnya 2,5 cm dan letaknya diantara labia minor
dan tepi himen. Melalui duktus ini, kelenjar mengalirkan mukus kedalam vestibulum
vagina.3
2.3 Kanker Serviks
a. Definisi
Kanker serviks adalah kanker yang terbentuk di jaringan dari leher rahim (organ
menghubungkan rahim dan vagina). Biasanya kanker yang tumbuh lambat yang mungkin
tidak memiliki gejala tetapi dapat ditemukan dengan tes Pap Smear teratur (suatu prosedur
di mana sel-sel yang dikerok dari leher rahim dan dilihat di bawah mikroskop). Kanker
serviks hampir selalu disebabkan oleh human papilloma virus (HPV).4
b. Etiologi
7. Kanker serviks berasal dari Human Pappilloma Virus (HPV). Virus ini dapat
berpindah tanpa berhubungan seksual, namun sebagian besar hasil yang didapatkan berasal
dari kontak seksual. HPV yang menginfeksi serviks berasal dari dua kategori. HPV yang
menginfeksi serviks uterus terdiri dari dua kategori, yaitu tipe risiko rendah (6, 11, 42, dan
44) dan tipe risiko tinggi (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58, dan 59). HPV tipe risiko
tinggi ditemukan pada 50-80% kasus SIL dan 90% kanker invasif. Sedangkan HPV tipe
risiko rendah ditemukan pada Low-Grade SIL.5
.
Tipe virus risiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6 dan
E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel serviks. P53 dan
pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel.
Degan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat
meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Penyebaran virus ini
terutama secara kontak langsung melalui hubungan seksual .6
c. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab kanker yang paling umum kematian di
kalangan wanita di negara-negara berkembang. Kematian akibat kanker serviks juga
merupakan indikator dari ketidaksetaraan kesehatan, 86% dari semua kasus berakhir pada
kematian akibat kanker serviks di negara-negara berkembang, berpenghasilan rendah dan
menengah.7
Setiap tahun di India, 122.844 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan
67.477 meninggal karena penyakit tersebut. India memiliki populasi 432.200.000
perempuan berusia 15 tahun dan lebih tua yang meiliki risiko terkena kanker servix. Ini
adalah kanker paling umum kedua di perempuan berusia 15-44 tahun. India juga memiliki
usia standar insiden tertinggi kanker serviks di Asia Selatan pada angka 22, dibandingkan
dengan 19,2 di Bangladesh, 13 di Sri Lanka, dan 2,8 di Iran.5 Oleh karena itu, sangat
penting untuk memahami epidemiologi kanker serviks di India.8
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia
8. ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker
serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka
waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan
dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 – 60
tahun, terbanyak antara 45- 50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi
invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun
menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS
(kanker in-situ) terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.9
d. Faktor resiko
Meskipun banyak wanita mengandung HPV , hanya sebagian yang menderita
kanker serviks. Ini mengisyaratkan bahwa faktor lain berperan pada risiko kanker. Faktor
risiko penting terjadinya kanker invasif pada serviks adalah usia dini saat mulai
berhubungan kelamin (di bawah usia 16 tahun), memiliki banyak pasangan seksual,
pasangan seksual memiliki riwayat banyak memiliki pasangan seksual, merokok,
imunodefisiensi eksogen atau endogen, dan infeksi persisten oleh HPV risiko tinggi.6
Wanita perokok memiliki risiko dua kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan dengan wanita bukan perokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau
seperti nikotin dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak
DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi
malignansi.6
Kanker serviks jarang ditemukan pada perawan dan pada wanita yang pasangan
seksualnya telah disirkumsisi. Insideni kanker serviks lebih tinggi pada mereka yang
menikah daripada yang tidak menikah dan pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi
rendah. Selain itu insidensinya juga meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak
persalinan terlampau dekat.
e. Patogenesis
Kausa utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang
onkogenik. Risiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan aktivitas seksual.
Pada kebanyakan wanita, infeksi ini akan hilang dengan spontan. Tetapi jika infeksi ini
9. persisten maka akan terjadi integrasi genom dari virus ke dalam genom sel manusia,
menyebabkan hilangnya kontrol normal dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein
E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan differensiasi dari
epitel serviks. Lokasi awal dari terjadinya karsinoma serviks biasanya pada atau dekat
dengan pertemuan epitel kolumner di endoserviks dengan epitel skuamous di ektoserviks
atau yang juga dikenal dengan squamocolumnar junction. Terjadinya karsinoma serviks
yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap.10
Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya
abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan
adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbedabeda), poikilositosis (bentuk sel yang
berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam
jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal,
sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan
displasia sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel,
namun belum menembus membrana basalis. Perubahan pada displasia ringan sampai
sedang ini masih bersifat reversibel dan sering disebut dengan Cervical Intraepithelial
Neoplasia (CIN) derajat 1-2. Displasia berat (CIN 3) dapat berlanjut menjadi karsinoma in
situ. Perubahan dari displasia ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan
lambat (10 sampai 15 tahun). Gejala pada CIN umumnya asimptomatik, seringkali
terdeteksi saat pemeriksaan kolposkopi. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang
dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina
purulen yang berlebihan berwarna kekuning-kuningan terutama bila lesi nekrotik, berbau
dan dapat bercampur dengan darah , sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada
stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan
sistem renal.10
f. Patofisiologis
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan
sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis)
10. dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting,
dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb
memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.11
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro
abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke
dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi
mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV
yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan
E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses
perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53
dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu
gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan
apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan
suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang
resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan
protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko
rendah.Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan
siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.11
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis
dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam
pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari
membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa
atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak
sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik
(tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara
limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan
11. menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar
iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara
teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia
di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang dan otak.11
g. Manifestasi klinis
1) Keputihan
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik
(karsinoma insitu dan mikro invasif) belum dijumpai gejala-gejala
yang spesifik bahkan sering tidak dijumpai gejala. Awalnya, keluar
cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem tidak gatal,
kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau
bahkan sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini
timbul karena ada jaringan nekrosis.12
2) Perdarahan Pervaginam
Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah
perdarahan di luar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit yang
makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi di antara 2 masa
haid.Perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh darah disertai
dengan pengeluaran sekret berbau busuk,bila perdarahan berlanjut
lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi
sangat anemis dan dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita
kanker serviks stadium lanjut.12
3) Perdarahan Kontak
Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif,
biasanya timbul perdarahan setelah bersenggama.Hal ini terjadi
akibat trauma pada permukaan serviks yang telah mengalami lesi.12
4) Nyeri
Rasa nyeri ini dirasakan di bawah perut bagian bawah
sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke
paha dan ke seluruh panggul.Nyeri bersifat progresif sering dimulai
12. dengan “Low Back Pain” di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan
tungkai bawah, gangguan miksi dan berat badan semakin lama
semakin menurun khususnya pada penderita stadium lanjut.12
5) Konstipasi
Apabila tumor meluas sampai pada dinding rektum,
kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula rectoingional.12
6) Inkontinensia Urin
Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang
merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung
kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke vagina karena proses
lanjutan metastase kanker serviks.12
14. Stadium 0
Stadium I
IA
IA1
IA 2
IB
IB1
IB2
Stadium II
IIA
IIB
Stadium III
IIIA
IIIB
Stadium IV
IVA
IVB
Karsinoma in situ
Karsinoma terbatas seluruhnya pada serviks
Karsinoma invasif yang didiagnosis secara
mikroskopis
Daerah invasi dengan kedalaman ≤ 3 mm dan lebar ≤
7 mm
Daerah invasi dengan kedalaman lebih dari 3 mm dan
kurang dari 5 mm dengan lebar ≤ 7 mm
Karsinoma invasif yang terlihat secara makroskopis
atau secara mikroskopis lebih luas dari stadium IA2
Lesi kanker kurang dari 4 cm
Lesi kanker lebih dari 4 cm
Invasi tumor ke uterus tanpa invasi ke dinding pelvis
dan sepertiga bawah vagina
Tumor tanpa invasi parametrial
Tumor dengan invasi parametrial
Tumor menyebar ke dinding panggul, sepertiga bagian
bawah vagina serta menyebabkan hidronefrosis dan
tidak berfungsinya ginjal
Tumor menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina
tanpa penyebaran ke dinding pelvis
Tumor menyebar ke dinding pelvis disertai
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Kanker telah menyebar ke daerah tubuh yang lain
Kanker telah menyebar ke daerah sekitar serviks
seperti kandung kemih atau rektum
Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang jauh
Tis
T1
T1a
T1a1
T1a2
T1b
T1b1
T1b2
T2
T2a
T2b
T3
T3a
T3b
T4
M1
i. Tatalaksana
Stage 1 dari tumor serviks yang sangat kecil dapat ditangani dengan prosedur
bedah. Pada wanita yang berhasrat menjaga fertilitasnya, radical trachelectomy
15. menghilangkan serviks dengan menyatukan vagina bagian atas ke korpus uterine. Tumor
serviks yang besar yang terbatas terhadap serviks dapat ditangani dengan surgical
resection (reseksi bedah) atau terapi radiasi dalam kombinasi dengan chemoterapi
berdasarkan cisplatin dengan kesempatan untuk sembuh. Tumor besar yang meluas secara
regional kebawah bagian vagina atau jaringan lunak paraservical atau dinding samping
pelvis yang ditangani dengan terapi kombinasi chemoterapi dan radiasi.13
Penanganan dari penyakit yang berulang atau metastasis tidak memuaskan yang
disebabkan adanya resistensi yang relatif dari tumor ini terhadap chemoterapi dan saat ini
tersedia agen biologis, meskipun bevacizumab sebuah antibodi monoklonal yang
dikatakan menghambat tumor terkait angiogenesis, telah menunjukkan aktivitas klinis
yang berarti dalam pengelolaan penyakit metastasis.13
Tatalaksana Kanker Serviks Invasif14
• Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization).
Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas.
Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi.
Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total
Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.
• Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
dipertahankan.(Tingkat evidens B)
Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi
Total apabila fertilitas tidak dipertahankan
• Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik
dapat dilakukan Brakhiterapi
• Stadium IA2,IB1,IIA1
Pilihan :
1. Operatif.
16. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat evidens 1 /
Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat
faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan
tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya.
Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja. Apabila
tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna
dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2. Non operatif
Radiasi (EBRT dan brakiterapi)
Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren dan
brakiterapi)
• Stadium IB 2 dan IIA2
Pilihan :
1. Operatif (Rekomendasi A)
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi. Tata laksana selanjutnya
tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan
ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
2. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C)
Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan
massa tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata
laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi
untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
• Stadium IIB
Pilihan :
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Radiasi (Rekomendasi B)
3. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik
limfadenektomi.
4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam
penelitian)
• Stadium III A III B
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
17. 2. Radiasi (Rekomendasi B)
• Stadium IIIB dengan CKD
1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
3. Radiasi
• Stadium IV A tanpa CKD
1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu
dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
2. Kemoradiasi Paliatif, atau
3. Radiasi Paliatif
• Stadium IV A dengan CKD, IVB
1. Paliatif
2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat
dipertimbangkan.
j. Prognosis15
Faktor utama yang menimbulkan residitif (kekambuhan) pada kasus
kanker serviks berupa invasi limfo-vaskuler, metastasis ke kelenjar getah
bening, kedalaman invasi stroma, batas sayatan operasi dan ukuran tumor.
Untuk karsinoma jenis sel skuamosa dan adenokarsinoma tidak berbeda
prognosisnya. Faktor lain untuk timbulnya residitif termasuk ploidi DNA tumor
dan ekspresi onkogen khusus (HER2/neu).
Kesintasan (tingkat harapan) hidup 5 tahun pada kanker serviks jenis
skuamosa dengan berbagai modalitas pada 9.964 dapat dilihat dalam tabel 2.1 di
bawah ini.
Tabel 2.1. Kesintasan hidup 5 tahun kanker serviks jenis skuamosa.
Stadium Kesintasan hidup 5 tahun (%)
I A1 95
18. I A2 95
I B 80
II A 69
II B 65
III A 37
III B 40
IV A 18
IV B 8
Kesintasan hidup 5 tahun pada 1.121 kasus dengan adenokarsinoma yang
diobati dengan berbagai modalitas dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2. Kesintasan hidup 5 tahun pada kasus dengan adeokarsinoma yang
diobati.
Stadium Kesintasan hidup 5 tahun
I B 83
II A 50
II B 59
III A 13
III B 31
IV A 6
IV B 6
k. Komplikasi
19. Komplikasi dari kanker serviks dapat muncul akibat efek samping dari obat karena
perkembangan kanker serviks yang semakin parah.16
1. Nyeri
Nyeri dapat timbul pada gejala awal terjadinya kanker. Wanita yang
memiliki kanker dengan stadium lanjut tidak memiliki nyeri. Jika kanker sudah
menyebar ke bagian saraf, tulang atau otot akan menyebabkan nyeri. Penting untuk
memanajemen nyeri secara efektif dan penting untuk berkonsultasi dengan dokter
jika pengobatan tidak membantu pengurangan nyeri.
2. Gagal ginjal
Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan material yang tidak berguna bagi
tubuh. Bahan yang tidak berguna keluar dari dalam tubuh melalui urin yang keluar
ke ureter. Fungsi ginjal dapat dimonitor dengan tes darah yaitu level kereatinin
serum. Pada kasus kanker serviks stadium lanjut, kanker tersebut dengan
pertumbuhan jaringan abnormal akan menekan bagian ureter dan menghambat
aliran urin untuk keluar dari ginjal. pembentukan urin berlebihan dari ginjal akan
menyebabkan hidronefrosis dan membuat ginjal membengkak dan merenggang.
Gagal ginjal dapat menyebabkan beberapa gejala yaitu :
• Keletihan
• Pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki dan tangan (karena retensi air)
• Nafas pendek
• Perasaan sakit
• Hematuria
Pengobatan dari gagal ginjal yang berhubungan dengan kanker serviks
yaitu mengeluarkan air dari dalam ginjal dengan menggunakan tabung yang
dimasukkan melalui kulit menuju kedua ginjal atau biasa disebut dengan
neprostomi perkutaneus. Pilihan lain untuk melebarkan bagian ureter adalah
menempatkan stent metal ke dalam ureter.
3. Pembekuan darah
Kanker serviks dapat membuat darah menjadi lebih lengket dan lebih
rentan terhadap pembentukan gumpalan. Istirahat setelah operasi dan kemoterapi
dapat meningkatkan resiko penggumpalan darah. Kanker serviks pada stadium
lanjut akan menyebar ke dalam pembuluh darah secara langsung. Hal ini juga akan
meningkatkan penggumpalan pada darah. Tipe dari pembekuan darah yang dikenal
20. dengan Deep Venous Thrombosis (DVT) yang muncul pada kanker serviks. DVT
adalah pembekuan darah yang berkembang pada bagian pembuluh darah dalam di
tubuh dan biasanya muncul di kaki.
4. Pendarahan
Jika kanker tersebar di bagian vagina, usus dan vesika urinaria, dapat
menyebabkan kerusakan yang signifikan dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan
dapat muncul dari vagina, rectum atau dari bagian urin. Perdarahan minor yang
muncul dapat diobati dengan asam tranaxemic yang membuat darah menggumpal
dan menghentikan perdarahan. Perdarahan yang banyak dapat diobati dengan
kombinasi obat yang menyebabkan tekanan darah menurun. Hal ini dapat membuat
aliran daran di darah menjadi berkurang.
5. Fistula
Fistula adalah saluran yang berkemban antara dua bagian di dalam tubuh.
Pada kebanyakan kasus yang melibatkan kanker serviks, fistula dapat berkembang
antara vesika urinaria dan vagina. Hal ini dapat mengawali keputihan patologis
persisten yang muncul dari vagina. Biasanya fistula muncul antara vagina dan
rektum.
Operasi diperlukan untuk memperbaiki fistula, meskipun tidak mungkin
dilakukan pada kanker serviks dengan stadium lanjut karena akan mengalami
kelemahan untuk menahan efek dari operasi. Pada kasus ini, terapi yangs erring
dilakukan adalah menggunakan krim dan losion untuk mengurangi keputihan yang
berlebih untuk melindungi vagina dan jaringan sekitarnya dari kerusakan dan
iritasi.
6. Keputihan patologis
Komplikasi lain yang jarang tapi mengganggu dai kanker serviks dengan
stadium lanjut adalah bau keputihan yang tidak menyenangkan dari vagina.
Keputihan dapat muncul dengan berbagai faktor, diantaranya adalah kerusakan dari
jaringan, kebocoran dari bagian kandung kemih dan usus ke dalam vagina, atau
infeksi bakteri vagina. Pengobatan dari infeksi vagina yaitu jel anti bacteria yaitu
metronidazol, pemakaian pakaia ndalam yang mengandung arang. Arang
mengandung bahan kimia yang sangat efektif untuk menyerap bau yang tidak
menyenangkan.
21. l. Pencegahan
Kanker serviks dapat dicegah dengan melakukan skrining secara rutin untuk
menemukan adanya prekanker. Mencegah adanya prekanker berarti mengontrol beberapa
faktor yang dapat menyebabkan kanker serviks, seperti:
1. Menunda hubungan seksual pertama hingga remaja akhir atau dewasa
2. Membatasi pasangan seksual
3. Menghindari kontak seksual terhadap orang yang memiliki banyak pasangan
4. Menghindari kontak seksual dengan orang yang menderita kutil genitalia atau yag
menunjukan gejala lainnya (infeksi HPV)
5. Berhenti merokok
Pada tahun 2006, FDA menyetujui vaksin pertama untuk HPV, yaitu Gardasil, yang
digunakan untuk wanita dengan usia 9 hingga 26 tahun. Gardasil dapat membantu
pencegahan terhadap 2 jenis strain HPV yang paling dikenal sebagai penyebab kanker
serviks, HPV-16 dan HPV-18. Vaksin ini dapat juga mencegah 2 strain HPV beresiko-
rendah, 90% penyebab kutil genital. Pada tahun 2009, diakui vaksin kedua HPV, Cervarix,
yang digunakan untuk mencegah kanker serviks pada wanita dengan usia 10 hingga 25
tahun.17
m. Edukasi 14
22. 2.4 Kanker Vagina
Kanker vagina
Sekitar 90% kanker vagina primer merupakan Squamous Cell Carcinoma dan sisanya
Embryonal Rhabdomyosarcoma.18
23. Etiologi
Squamous Cell Carcinoma
Merupakan kanker yang jarang terjadi, 0,6 per 100.000 wanita pertahun. Squamous
Cell Carcinoma dari vagina mungkin berkembang dalam beberapa tahun setelah
terjadi karsinoma vulva atau karsinoma servik. Ia dihubungkan dengan HVP yang
memiliki resiko yang tinggi.19
Embryonal Rhabdomyosarcoma
Juga dikenal sarcoma botryoides. (berasal dari bahasaYunani botrys, “grapes”)1
.
Merupakan tumor vagina yang jarang terjadi. Sering ditemukan pada bayi dan anak
dengan usia kurang dari 5 tahun (pada cewek ya). Tumor cenderung tumbuh
sebagai massa yang polyploid menonjol dari vagina, bulat, massa memiliki
tampilan dan ketetapan seperti kumpulan buah anggur (grapelike cluster). Sel dari
ERMS terlihat seperti sel otot yang sedang berkembang pada minggu ke 6 hingga 8
dari embrio. ERMS biasanya ditemukan di bagian kepala dan leher, kandung
kemih, vagina ataupun di dalam atau sekitar prostat dan testis. Terdapat 2 subtipe
ERMS yaitu botryoid dan sel rhabdomyosarcoma yang berbentuk kumparan.
Kedua subtipe dari EMRS tersebut memiliki prognosis yang lebih baik daripada
tipe ERMS yang umum.19
24. Gambaran makroskopik pada Embryonal Rhabdomyosarcoma19
2.5 Pap Smear11
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya
perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai tanda awal
keganasan serviks atau prakanker. Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-
sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear
merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk
mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim
American Cancer Society merekomendasikan semua wanita sebaiknya memulai
skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual. Pap Smear dilakukan setiap
tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes Pap Smear normal
sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko
tinggi harus melakukan tes setiap tahun.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists,
merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah usia 18 yahun atau setelah
aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan satu pemeriksaan fisik pelvik normal,
25. interval skrining dapat diperpanjang, kecuali pada wanita yang memiliki partner seksual
lebih dari satu.
Pap Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat
melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada pasien
yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan tuntas. Dua hari
sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan pengobatan melalui
vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita
tersebut juga dilarang melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan
Pap Smear.
Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:
1. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek),
spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%.
2. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior,
serviks uterus, dan kanalis servikalis.
4. Periksa serviks apakah normal atau tidak.
5.
6.
7. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.
8. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli
patologi anatomi.
Membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
2. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
3. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai
sedang.
4. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
5. Kelas V : keganasan.
2.6 Tanda vital normal20
26. Pada pemeriksaan fisik, beberapa tanda vital yang pada umumnya diperiksa
diantaranya denyut jantung (nadi), laju pernapasan, tekanan darah, dan suhu. Nilai normal
setiap tanda vital sangat bervariasi tergantung dari usia, bahkan pada beberapa kasus
tergantung jenis kelamin.
1. Denyut jantung (nadi)
Perkiraan Rentang Usia
Rentang Denyut Jantung
(kali/menit)
Bayi baru lahir 100-160
0-5 bulan 90-150
6-12 bulan 80-140
1-3 tahun 80-130
3-5 tahun 80-120
6-10 tahun 70-110
11-14 tahun 60-105
15-20 tahun 60-100
Dewasa 50-80
2. Laju pernapasan
Perkiraan Rentang Usia
Rentang Laju Pernapasan
(kali/menit)
Bayi baru lahir 30-50
0-5 bulan 25-40
6-12 bulan 20-30
1-3 tahun 20-30
3-5 tahun 20-30
6-10 tahun 15-30
11-14 tahun 12-20
15-20 tahun 12-30
Dewasa 16-20
27. 3. Tekanan darah
Tekanan darah normal pada orang dewasa adalah 120 (distolik) / 80 (sistolik).
Tekanan darah normal pada anak-anak dan remaja bervariasi tergantung dari usia.
Perkiraan Rentang Usia Rentang Sistolik Rentang Diastolik
1-12 bulan 75-100 50-70
1-4 tahun 80-110 50-80
3-5 tahun 80-110 50-80
6-13 tahun 85-120 55-80
13-18 tahun 95-140 60-90
4. Suhu badan
Rerata suhu inti tubuh berkisar antara 98,0°F (36,6°C) dan 98,6°F (37°C) ketika
diukur melalui oral, dan meningkat 1°F ketika diukur melalui rektal.
2.7 Mengapa ditemukan fluor berbau pada kasus ini?
2.8 Apakah infeksi dapat terjadi pada pasien kanker serviks?
HPV, agen penyebab neoplasia serviks, memiliki tropisme untuk sel-sel
skuamosa yang belum matang dari zona transformasi. Kebanyakan infeksi HPV
bersifat sementara dan dieliminasi dalam bulan oleh respon inflamasi akut dan
kronis. Sebuah subset dari infeksi berlanjut, bagaimanapun, dan beberapa
kemajuan ini untuk neoplasia serviks intraepitel (CIN), prekursor lesi yang
karsinoma serviks yang paling invasif berkembang.19
HPV terdeteksi dengan metode molekuler dalam hampir semua kasus CIN
dan karsinoma serviks. Meskipun infeksi HPV terjadi pada sel-sel skuamosa yang
paling dewasa dari lapisan basal, replikasi HPV DNA berlangsung pada sel
skuamosa atasnya lebih terdeferensiasi. Sel skuamosa pada tahap pematangan
biasanya tidak mereplikasi DNA, tetapi sel skuamosa terinfeksi HPV dapat,
28. sebagai konsekuensi dari ekspresi dua onkoprotein ampuh yang dikodekan dalam
genom HPV disebut E6 dan E7. E6 dan E7 protein mengikat dan menonaktifkan
dua penekan kritis tumor, p53 dan Rb, masing-masing, dan dalam melakukannya
mempromosikan pertumbuhan dan peningkatan kerentanan terhadap mutasi
bertambahan yang akhirnya dapat menyebabkan karsinogenesis.19
Serotipe HPV diakui dapat diklasifikasikan sebagai jenis berisiko tinggi
atau berisiko rendah berdasarkan kecenderungan mereka untuk menginduksi
karsinogenesis. Infeksi HPV risiko tinggi adalah faktor risiko yang paling penting
untuk pengembangan CIN dan karsinoma. Dua strain HPV berisiko tinggi, tipe 16
dan 18, diperkirakan sekitar 70% dari kasus CIN dan karsinoma serviks. Secara
umum, infeksi dengan risiko tinggi serotipe HPV lebih mungkin untuk bertahan,
yang merupakan faktor risiko untuk kanker. subtipe HPV ini juga menunjukkan
kecenderungan untuk mengintegrasikan ke dalam genom sel inang, sebuah acara
yang terkait dengan perkembangan. strain HPV berisiko rendah (misalnya, tipe 6
dan 11), di sisi lain, terkait dengan pengembangan kondiloma dari saluran
kelamin yang lebih rendah dan tidak berintegrasi ke dalam genom inang, sisanya
bukan sebagai bebas DNA virus episom.19
29. Gambar 2.2. kemungkinan konsekuensi dari human papillomavirus (HPV) infeksi.
Perkembangan dikaitkan dengan integrasi virus dan akuisisi mutasi tambahan seperti yang
dibahas dalam teks. CIN, cervical intraepithelialneoplasia.19
Meskipun hubungan yang kuat infeksi HPV dengan kanker serviks, HPV tidak
cukup untuk mendorong proses neoplastik. Seperti disebutkan di bawah ini,
beberapa lesi highgrade prekursor terinfeksi HPV tidak berkembang menjadi
kanker invasif. Perkembangan displasia serviks dengan kanker serviks telah
dikaitkan dengan faktor-faktor yang beragam seperti status kekebalan tubuh dan
hormonal, atau koinfeksi dengan agen menular seksual lainnya. Baru-baru ini,
mutasi somatik diperoleh di supresor tumor LKB1 gen diidentifikasi di lebih dari
20% dari kanker serviks. LKB1 pertama kali diidentifikasi sebagai gen bermutasi
pada sindrom Peutz-Jeghers, autosomal kondisi dominan ditandai dengan polip
hamartomatous dari saluran pencernaan dan risiko signifikan meningkat dari
30. keganasan epitel di berbagai situs anatomi termasuk leher rahim. LKB1 juga
sering tidak aktif pada kanker paru-paru. Protein LKB1 adalah kinase serin-
treonin yang memfosforilasi dan mengaktifkan AMPK, sensor metabolik. AMPK
pada gilirannya mengatur pertumbuhan sel melalui kompleks mTOR.8
BAB III
KESIMPULAN
Ibu rumh tangga berusia 40 tahun mengalami kanker serviks diduga bermetatastis.
Dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Parmar S, Gangwal A, Sheth N Mast, 2010, Cell membrane stabilization and anti-
histaminic actions-possible mechanism of action of anti-inflammatory action of
Murraya koenigii, J. Curr Pharm Res.
2. Amiruddin, M. 2003. Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan. Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan.
3. Lee min y, dalpiaz amanda, schwamb richard, miao yimei, waltzer wayne, khan
ali. Clinical pathology of bartholin’s glands: a review of the literature. Curr Urol
2014;8:22–25
4. National Cancer Institute. Cervical Cancer. [cited 2016 November 8]. Available
from URL: http://www.cancer.gov/cancertopics/types/cervical.
5. Cecelia, H. Cervical Cancer. Medscape. Emedicine. Tersedia di
medscape.com/article/253513-overview#a1. (Diakses 11 November 2016).
6. Crum, C.P., Lester, S.C., Cotran, R.S., Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara.
In: Hartanto, H., et al., ed. Buku Ajar Patologi (vol. 2), 7ed. Jakarta:EGC.2007
7. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th
edition. Elsevier
Health Sciences; 2012.
8. Patel RV, Yanofsky VR, Goldenberg G. Genital warts: a comprehensive review.
Journal of Clinical & Aesthetic Dermatology. 2012 Jun 1;5(6).
9. Infodatin
31. 10. Edianto, Deri. 2006. Kanker Serviks, Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Jakarta : 442-54
11. American Cancer Society. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
2012.
12. Aziz MF, Saifuddin AB. Onkologi & Ginekologi. Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006.
13. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al. Harrison’s
Principles of Internal Med Ed 19th
. Philadelphia: McGraw-Hill; 2008
14. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman Penatalaksanaan Kanker
Seviks.2011. Jakarta: KEMENKES RI.
15. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Anwar M, Baziad A, Prabowo
RP (editor). Edisi 3. Cetakan 1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2011.
16. Cancer Australia. Complications of Cervical Cancer. 2016. Tersedia di
www.healthdirect.gov.au/complications-of-cervical-cancer (diakses 11 november
2016)
17. Cervical cancer: screening and prevention [Internet]. New York: American Society
of Clinical Oncology; 2016 [updated 2016 April; cited 2016 November 10].
Avaliable from: http://www.cancer.net/cancer-types/cervical-cancer/screening-
andprevention
18. Strayer, david S, rubin, emanuel. Rubin’s pathology : clinicopathologic
foundations of medicine. 7th
Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015
19. Kumar vinay, abbas abdul K, aster john C. Robbins and Cotran pathology basis of
disease. 9th
Ed. Philadelphia: Elsevier, 2015
20. Charbek E. Normal vital signs[Internet]. New York: Medscape; 2016 [updated
2015 August 27; cited 2016 November 10]. Avaliable from:
http://emedicine.medscape.com/article/2172054overview