1. Maternitas (ASKEP Sistem Reproduksi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan maternitas merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang sistem reproduksi pria
dan wanita, cara perawatannya, serta saat terjadinya proses pembuahan hingga terjadinya suatu
proses kehamilan pada wanita. Keperawatan maternitas juga mempelajari tentang asuhan
keperawatannya mengenai: antenatal (masa sebelum bersalin/ masa kehamilan), intranatal (saat
terjadinya proses persalinan), dan post natal/ post partum (saat setelah proses bersalin) hingga
proses nifas.
Penyakit yang menyertai ibu hamil dapat kemungkinan terjadinya gangguan pada janin, bahkan
akan mengalami proses persalinan yang tidak normal, serta pengaruh aktivitas yang berlebih,
termasuk juga mengkonsumsi obat sembarangan, yang akan berdampak besar pada janin.
Diantara komplikasi kehamilan dan kelainan reproduksi kami membahas diantaranya adalah
fistula genital, ca. serviks , ca. ovarium dan mioma uteri.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep penyakit klien dengan gangguan system reproduksi.
2. Dapat mengetahui pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan kelainan system reproduksi.
3. Dapat mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada ibu dengan kelainan system
reproduksi.
4. Dapat mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada ibu dengan kelainan system
reproduksi.
5. Dapat melaksanakan implementasi pada ibu dengan kelainan system reproduksi.
6. Dapat melaksanakan eveluasi dan dokumentasi pada ibu dengan kelainan system reproduksi.
7. Dapat memberikan asuhan keprawatan sesuai dengan standar praktik asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ca Serviks
2.1.1 Pengertian
Ca Serviks atau Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35 - 55 tahun.(Nada, 2007).
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim atau serviks yang abnormal dimana sel-
sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan. Kanker ini hanya
menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam status sexually active. Tidak pernah
ditemukan wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual pernah menderita kanker ini.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita
yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita
penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
2.1.2 Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa semakin
muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada
usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
2. Jumlah kehamilan dan partus. Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering
partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan. Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus. Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks.
5. Sosial Ekonomi. Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
2. mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas
makanannya kurang, hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi. Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada
wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim). Merokok akan merangsang
terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu
bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang
terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
2.1.3 Patofisiologi
Infeksi virus pada Squamo Columnar Junction (SCJ)
?
Bergerak ke arah lumen vagina sebagai masa proliferasi
?
Mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
?
Mengadakan infiltrasi menjadi ulkus
?
Masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang patologik
?
karsinoma invasive
?
kanker serviks
Karsinoma serviks timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (parsial) dan
endoserviks kanalik serviks yang disebut Squamo Columnar Junction (SCJ). Pada wanita muda
SCJ ini berada di luar ostium uteri eksterneum, sedangkan untuk wanita yang berumur > 35
tahun SCJ berada didalam kanalis serviks. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak
memberi tanda-tanda atau keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio
yang erosif (Metaplasia Skuamosa) yang fisiologi/patologik.
Tumor dapat tumbuh eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferasi
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis, endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam serviks dan
cenderung utuh mengadakan infiltrasi menjadi ulkus, ulseratif cenderung merusak jarinan serviks
dengan melibatkan awal farniase vagina menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erasio) akibat saling desak
mendesaknya kedua jenis epital yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displatik-
diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.
Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase
prainvasif berkisar antara 3-10 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displatik serviks
secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/tanpa
diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (95-
97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell
carcinoma/mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarcoma.
2.1.4 Jenis Ca Serviks
Menurut Danielle .G. dan Jane Charette. Dalam buku Keperawatan Onkologi
Ada 2 tipe utama kanker cerviks secara histologi yaitu :
a. Karsinoma Skuamosa, terdiri dari 80-95% kanker dan terjadi lebih sering pada wanita usia
lanjut.
b. Adenokarsinoma. Sisa dari kasus yang ada terjadi lebih sering pada wanita usia muda dan
cenderung akan menjadi kanker yang agresif (berkembang dengan sangat cepat).
Ada beberapa klasifikasi, tapi paling banyak penganutnya ialah yang dibuat oleh IFGO, yaitu
sebagai berikut :
a. Stage 0 : Carsinoma In Situ = Ca Intraepitelial = Ca Preinvasif
b. Stage 1 : Ca terbatas pada cerviks
c. Stage 1a : Disertai invasi dari stroma (preclinical Ca) yang hanya diketahui secara
histologist
d. Stage 1b : semua kasus- kasus lainnya dari stage 1
3. e. Stage II : sudah menjalar keluar cerviks tapi belum sampai ke panggul, telah mengenai
dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal
f. Stage III : sudah sampai dinding panggul dari 1/3 bagian bawah vagina
g. Stage IV : sudah mengenai organ- organ lain
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke
jaringan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik untuk kanker serviks ini.
a. Perdarahan vagina abnormal
b. Dapat berkembang menjadi ulserasi pada permukaan epitel serviks, tetapi tidak selalu ada.
c. Nyeri abdomen dan punggung bagian bawah
d. Menandakan bahwa perkembangan penyakit sangat cepat.
e. Menstruasi abnormal (lebih lama dan ebih banyak)
f. Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna merah muda, coklat,
mengandung darah atau hitam serta bau busuk.
Sedangkan untuk gejala kanker serviks stadium lanjut, antara lain:
a. Nafsu makan berkurang (anoreksia), penurunan berat badan, dan kelelahan
b. Nyeri panggul, punggung dan tungkai
c. Dari vagina keluar air kemih atau feses.
2.1.6 Evaluasi Diagnostik
1. Pap smear
Pap smear dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual
sebalum itu, misalnya menikah. Setelah 3 kali hasil pemeriksaan tahunan menunjukkan negative
maka selanjutnya harus melakukan pemeriksaan setiap tiga tahun sekali sampai umur 65 tahun.
2. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan ketika ditemukan displasia atau kersinoma insitu. Alat ini memberikan
gambaran tentang pembesaran serviks dan daerah abnormal yang mungkin dapat dibiopsi.
3. Kuretase endoserviks
Kuretase endoserviks dilakukan jika daerah abnormal tidak terlihat.
4. Biopsy kerucut
Biopsy kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar untuk penelitian
apakah ada atau tidak kanker invasive.
5. MRI/CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local dari tumor dan
atau terkenanya nodus limfa regional.
6. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat
warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih
atau kuning.
2.1.7 Penatalaksaan Medis
1. Terapi local
Terapi local dilakukan pada penyakit prainvasif, yang meliputi biopsy, cauterasi, terapi laser,
konisasi, dan bedah buku.
2. Histerektomi
Histerektomi mungkin juga dilakukan tergantung pada usia wanita, status anak, dan atau
keinginan untuk sterilisasi. Histerektomi radikal adalah pengangkatan uterus, pelvis dan nodus
limfa para aurtik.
3. Pembedahan dan terapi radiasi
a. Pembedahan dilakukan untuk pengangkatan sel kanker.
b. Dilakukan pada kanker serviks invasive
c. Pada terapi batang eksternalbertujuan mengatahui luas dan lokasi tumor serta mengecilkan
tumor
4. Radioterapi batang eksternal
a. Dilakukan jika nodus limfe positif terkena dan bila batas-batas pembedahan itu tegas
b. Untuk terapi radiasi ini biasanya para wanita dipasang kateter urine sehingga tetap berada di
tempat tidur, makan makanan dengan diet ketat dan memakan obat untuk mencegah defekasi,
karena pada terapi ini biasanya terpasang tampon (aplikator)
5. Eksenterasi pelvic
a. Dilakukan jika terjadi kanker setempat yang berulang
b. Dapat dilakukan pada bagian anterior, posterior, atau total tergantung organ yang diangkat
ditambah dengan uterus dan nodus limfa disekitarnya.
4. 6. Kolostomi dan illeustomi
Illeustomi dilakukan untuk sebagai saluran pembuangan illeus.
7. Terapi biologi
Yaitu dengan memperkuat system kekebalan tubuh (system imun)
8. Kemoterapi
Dengan menggunakan obat-obatan sitostastik.
2.1.8 Komplikasi
1. Berkaitan dengan intervensi pembedahan
a. Vistula Uretra
b. Disfungsi bladder
c. Emboli pulmonal
d. Infeksi pelvis
e. Obstruksi usus
2. Berkaitan dengan kemoterapi
a. Sistitis radiasi
b. Enteritis
c. Supresi sumsum tulang
d. Mual muntah akibat pengunaan obat kemoterapi yang mengandung sisplatin
e. Kerusakan membrane mukosa GI
f. Mielosupresi
2.1.9 Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Perdarahan dan keputihan
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak
gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk
memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
c. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit
menular lain.
e. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan agaimana
pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan
2) Keputihan
b. Palpasi
1) nyeri abdomen
2) nyeri punggung bawah
II. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi .
4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian
kemoterapi.
6. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampak diagnosis kanker terhadap
peran pasien dalam keluarga.
7. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya
informasi.
5. III. Intervensi
No.Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Mampu mengenali dan menangani anemia .
Pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan.
1. Kaji tanda tanda vital
2. Berikan cairan secara cepat.
3. Pantau dan atur kecepatan infus.
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
5. Kolaborasi dalam pemberian infuse 1. Untuk mengetahui penampilan umum.
2. Meningkatkan dorongan perfusi jaringan.
3. Agar tidak terjadi hipo atau hipervolemik.
4. Untuk memantau kandungan Ht, trombosit dan Hb dalam darah.
5. Mempertahankan perfusi cairan dalam jaringan.
2. Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
1. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet yang
ditentukan.
3. Pantau masukan makanan oleh klien.
4. Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan diet.
5. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan. 1. Untuk mengkaji adanya
alergi atau makanan pantangan untuk kebutuhan nutrisi.
2. Penentuan gizi yang baik mempertahankan status kesehatan klien.
3. Jadwal makanan yang baik dapat membantu dalam mempertahankan status kesehatan.
4. Meningkatkan nafsu makan dan selera dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
5. Meningkatkan nafsu makan.
2.2 Ca. Ovarium
2.2.1 Pengertian
Ca Ovarium atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling
sering ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian
lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah
menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal
dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995).
2.2.2 Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang
menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation. Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel
ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen. Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium
normal dan sel-sel kanker ovarium.
Faktor risiko terjadinya kanker ovarium :
" Diet tinggi lemak
" Merokok
" Alkohol
" Penggunaan bedak talk perineal
" Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
" Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
" Nulipara
" Infertilitas
" Menstruasi dini
" Tidak pernah melahirkan
6. 2.2.3 Patofisiologi
Prose penyembuhan luka (ovulasi)
?
Sel sel epitel mengandung reseptor androgen
?
Androgen menstimulus sel-sek kanker
?
Proses penyembuhan sel sel epitel terganggu
?
Proses maltransformasi
?
Sel sel kanker
?
Kanker ovarium
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka
pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan
proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan
pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan
in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker
ovarium.
2.2.4 Stadium Kanker Ovarium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of Ginecologies and
Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel
ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak
ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua
ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum
positif.
STADIUM II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua
ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan
peritoneum positif.
STADIUM III : tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar
pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi
terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara
histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding)
dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening
negativ.
3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening
retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV : pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila
efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan
liver.
2.2.6 Manifestasi Klinis
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
" Haid tidak teratur
" Ketegangan menstrual yang terus meningkat
" Nyeri tekan pada payudara
7. " Menopause dini
" Rasa tidak nyaman pada abdomen
" Tekanan pada pelvis
" Sering berkemih
" Rasa begah setelah makan makanan kecil
" Lingkar abdomen yang terus meningkat
2.2.6 Evaluasi Diagnostik
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada seorang
wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri ciri kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
1. USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah.
2. Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI.
3. Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein.
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya
sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker
ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang)
yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan
interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi
secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem
saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
1. Operasi (stadium awal).
2. Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal).
3. Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut).
2.2.8 Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Alasan masuk perawatan
Kaji mengapa pasien mencari bantuan tim kesehatan.
b. Keluhan utama
Misalnya klien mengalami keluhan nyeri.
c. Kesehatan sekarang
Kaji awitan, tanda gejala, lokasi dan durasi nyeri atau gatal, ruam atau gangguan rasa nyaman
lainnya yang dialami klien.
d. Kaji riwayat obstetrik
Kehamilan, persalianan, masa nifas serta masa kehamilan.
e. Kesehatan keluarga dan lingkungan
Kaji riwayat kanker dari keluarga atau klien itu sendiri, kaji lingkungn tempat tinggal klien atau
tempat beraktivitas seperti bekerja.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan / dorongan aliran urin, tetesan
Tanda : keluar cairan atau lendir dari vagina
c. Nutrisi
Gejala : Anoreksia; mual dan muntah
Tanda : Penurunan Berat Badan
d. Nyeri / kenyamanan
8. Gejala : Nyeri suprapubik, daerah genital dan nyeri punggung bawah
e. Sistemik
Gejala : Demam
II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi.
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh,
perubahan kadar hormone.
III. Intervensi
No.Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan 1. Dorong pasien
untuk melaporkan nyeri.
2. Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
3. Catat petunjuk non-verbal, mis.gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati dengan
abdomen.
4. Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan/ menghilangkan nyeri
5. Bersihkan area rektal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan berikan
perawatan kulit.
6. Observasi / catat distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD 1. Mencoba untuk
mentoleransi nyeri tanpa analgesik.
2. Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan
terus-menerus.
3. Dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/ beratnya
masalah
4. Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat
5. Melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskoriasi.
6. Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema, dan jaringan parut.
2. KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya. 1. Kaji perasaan klien
tentang citra tubuh dan tingkat harga diri.
2. Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan.
3. Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang
perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim.
1. Menentukan masalah klien dan tingkat harga diri klien.
2. Klien dapat merasa dihargai dalam setiap aktifitas dan pembuatan keputusan.
3. Meningkatkan penerimaan dan harga diri klien dan pasangannya.
3. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara
mengekspresikan keinginan seksual 1. Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan.
2. Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu.
3. Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur
pembedahan.
4. Identifikasi faktor budaya/nilai budaya.
5. Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka.
6. Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka.
7. Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya.
8. Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. contoh : menunda koitus seksual saat
kelelahan. 1. Klien dapat mengekspresikan perasaan.
2. Mengklarifikasi masalah yang akan timbul.
3. Menentukan tingkat pemahaman klien dan pasangan.
4. Mengidentifikasi tingkat kebiasaan.
9. 5. Membantu dalam manajemen stress.
6. Meningkatkan tahap penerimaan.
7. Meluapkan perasaan dapat mengurangi ansietas.
8. Membantu dalam pemecahan masalah yang dihadapi klien.
2.3 Mioma Uteri
2.3.1 Pengertian
Myoma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan
Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal
myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah
ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu
Kandungan, 1999)
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak pada rahim yang berasal dari otot rahim. Biasa disebut
mioma atau myom atau tumor otot rahim. Tumor ini letaknya pada alat reproduksi wanita.
Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan
sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan sekitar 20-30% terjadi
pada wanita berusia di atas 35 tahun. (Wikipedia).
2.3.2 Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian
Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur
yang terdapat pada "Cell Nest" yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon
estrogen.
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell
nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang
tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan
sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah
ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan
subserosum.
2.3.3 Patofisiologi
Otot polos rahim
?
Rangsangan hormon estrogen yang berlebih
?
Jumlah reseptor estrogen lebih tinggi
?
Sel sel abnormal
?
Mioma uteri
10. Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan
pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah
reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya
sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia
reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada
pascamenopause).
Sering kali tumor jinak rahim ke arah rongga ini membesar dan bertumbuh keluar dari mulut
rahim. Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, teraba seperti kenyal,
bentuknya bulat dan berbenjol-benjol sesuai ukuran tumor. Beratnya bervariasi, mulai dari
beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung letak Mioma, besarnya, perubahan sekunder dan komplikasi serta
hanya terdapat pada 35 - 50% penderita.
Manifestasi klinis ini digolongkan menjadi:
1. Perdarahan abnormal yaitu diminorhoe, menoragi, metroragi.
2. Gejala dan tanda penekanan, seperti; retensio urine hydroneprosis, hidroureter Penekanan
pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum atau organ rongga panggul
lainnya, menimbulkan gangguan buang air besar dan buang air kecil, pelebaran pembuluh darah
vena dalam panggul, gangguan ginjal karena pembengkakan tangkai tumor.
3. Abortus spontan
4. Infertilitas Gangguan sulit hamil karena terjadi penekanan pada saluran indung telur.
5. Perdarahan yang banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid.
6. Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi di
dalam rahim.
7. Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.
2.3.5 Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hemoglobin menurun, Albumin menurun, Lekosit menurun /
meningkat, Eritrosit menurun.
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
2.3.6 Penatalaksanaan Medis
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma
uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak
diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau
enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan
pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi
total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal
Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH-BSO adalah suatu
tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan
melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan
chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).
2.3.7 Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Alasan masuk perawatan
Kaji mengapa pasien mencari bantuan tim kesehatan.
b. Keluhan utama
Misalnya klien mengalami keluhan nyeri atau perdarahan pervagina.
c. Kesehatan sekarang
Kaji awitan, tanda gejala, lokasi dan durasi nyeri atau perdarahan yang dialami klien.
d. Kesehatan masa lalu
Sebelumnya klien pernah atau tidak mengalami masalah serupa serta tindakan yang dilakukan.
e. Kesehatan keluarga dan lingkungan
11. Kaji riwayat penyakit yang sama terhadap keluarga dan saudara kandung.
f. Pengkajian riwayat psikososial
Pasien mungkin akan takut /cemas untuk menerima keadaan.
2. Pemeriksaan Fisik
A. Kaji keadaan umum
B. Kaji tanda tanda vital
C. Berat badan dan tinggi badan
D. Payudara pasien harus diperiksa terhadap ukuran, kesimetrisan, karakteristik, putting,
kondisi kulit.
E. Palpasi teraba massa pada abdomen bawah
Perhatikan apakah pasien mengeluh nyeri atau kram abdomen perhatikan penonjolan abdomen,
mungkin berhubungan dengan jaringan adipose, asites, kehamilan atau masa besar yang
menonjol, bising usus vulva harus diperiksa terhadap lesi, perineum harus diperiksa terhadap
lesi, perineum harus diperiksa terhadap episiotomi sebelumnya, edema, jaringan penutyang
terjadi karena trauma pada pagina uterus dipalpasi dan diperiksa secarabimanual terhadap
ukuran, posisi, dan nyeri tekan.
F. Kaji mobilitas
G. Kaji pola miksi
II. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan darah dan plasma darah berhubungan dengan perdarahan abnormal.
2. Nyeri berhubungan dengan gangguan pola miksi retensio urine.
3. Cemas berhubungan dengan Diagnosa yang belum pasti dan potensial pembedahan.
4. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan Tindakan operasi.
5. Resiko terjadinya pendarahan berhubungan dengan tindakan operasi.
6. Resiko terjadi dehidrasi berhubungan dengan Tindakan operasi.
III. Intervensi
No.Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Tejadi keseimbangan volume cairan dan darah 1. Kaji kapan dan catat kapan mulai
terjadi perdarahan.
2. Perhatikan hypotensi atau takikardi, atau sianosis membran mukosa dan bibir.
3. Ukur kadar hemoglobin.
4. Kolaborasi untuk transfusi darah bila terukur hb kurang dari 9.
1. Untuk mengetahui perkiraan jumlah kehilangan cairan darah.
2. Untuk mengetahui apakah curah jantung sekuncup dapat memenuhi kapiler-kapiler darah
pada tubuh.
3. Untuk mengetahui kadar hemoglobin.
4. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan plasma dan darah.
2. Nyeri dapat berkurang sampai menghilang.
Klien merasa nyaman. 1. Kaji riwayat nyeri, frekuensi dan intensitas serta tindakan yang
akan dilakukan.
2. Evaluasi terapi tertentu, misal pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi.
3. Motivasi penggunaan keterampilan manajemen nyeri. 1. Informasi merupakan data dasar
untuk mengevaluasi kebutuhan keefektifan intervensi.
2. Ketidaknyamanan tentang luas adalah umum (misal nyeri insisi, nyeri punggung bawah)
tergantung pada prosedur yang digunakan.
3. Memungkinkan pasien berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan kemampuan mengontrol
nyeri.
3. Setelah dilakukan tindakan penkes cemas berkurang dan memahami metode perawatan dan
metode pengobatan yang berbeda untuk mioma. 1. Catat petunjuk perilaku mis, gelisah, peka
rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
2. Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik.
3. Akui bahwa ansietas dan masalah mirip yang diekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian
mendengan pasien.
4. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan.
5. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
12. 6. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
7. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, mis teknik mengatasi stres. 1. Stres dapat
terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain.
2. Membuka hubungan terapeutik. Membantu dalam meng-indentifikasi masalah yang
menyebabkan stres.
3. Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stres.
4. Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu
menurunkan ansietas.
5. Meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas.
6. Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang.
7. Meningkatkan kontrol penyakit.
4. Tidak terjadi infeksi 1. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
2. Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
3. Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45 derajat, bantu
batuk, dan napas dalam.
4. Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri, distensi
abdomen.
5. Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
6. Berikan obat antibiotik sesuai indikasi. 1. Suhu malam hari memuncak dan kembali
normal pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3. Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan batuk, dan
distensi abdomen.
4. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat terjadi bila usus
terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
5. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan.
6. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
5. tidak terjadi pendarahan 1. Kaji pendarahan klien.
2. Monitor tanda tanda vital dan tanda-tanda infeksi.
3. Pantau balutan luka operasi terhadap drainase jika ada.
4. Lakukan perubahan posisi sesuai kemampuan
5. Bantu pasien untuk ambulasi dini dalam periode pasca operasi.
1. Mengkaji perdarahan.
2. Mengetahui tingkat perdarahan dan tingkat infeksi.
3. Menentukan volume perdarahan yang keluar.
4. Mengurangi resiko perdarahan dan cidera.
5. Menigkatkan proses sirkulasi darah dan mengurangi perdarahan setempat.
6. pasien tidak terjadi dehidrasi 1. Kaji turgor kulit, membran mukosa bibir /mulut.
2. Monitor tanda tanda vital.
3. Monitor intake dan out put cairan klien.
4. Monitor pemeriksaan lab yang mengindikasi kekurangan cairan. 1. Menentukan kondisi
dehidrasi yang dialamiklien.
2. Menentukan kondisi umum klien.
3. Tanda tanda dehidrasi dapat terlihat dari ketidakseimbangan intake dan output.
4. Tindak segera dapat dilakukan jika klien mengalami dehidrasi.
13. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim atau serviks yang abnormal dimana sel-
sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan. Kanker serviks adalah
tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55
tahun.(Nada, 2007).
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan
pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan
perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan
paru-paru.
Myoma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan
Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid. Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35
tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus
uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
3.2 Saran
Dalam pembuatan tugas makalah ini kami dapat mengambil banyak ilmu, tetapi ada beberapa
yang perlu kami sampaikan diantaranya mengenai penambahan waktu untuk proses penyelesaian
tugas makalah ini serta perlu adanya bimbingan intensif agar tugas makalah ini diselesaikan
dengan lebih sistematik dan sesuai dengan apa yang di harapkan.