2. CURRICULUM VITAE
• NAMA : Dr. Nani Harmaeni, Sp.A
• TTL : Jakarta, 31 Mei 1964
• Pendidikan : FK UNHAS 1989
BIKA FK UNHAS 2002
• PEKERJAAN : Dokter Spesialis Anak di RSU Dr. H. Chasan
Boesoirie
Ketua KOMDA KIPI MALUKU UTARA
3. DESKRIPSI KLINIS
Kasus difteri adalah penyakit
yang ditandai dengan laringitis
atau faringitis atau tonsilitis,
dan membran adheren (tidak
mudah lepas) pada tonsil, faring
dan/atau hidung.
4. KRITERIA LABORATORIUM
•Isolasi Corynebacterium diphteriae dari
spesimen klinis, atau antibodi serum
meningkat 4 kali atau lebih (hanya bila kedua
sampel serum diperoleh sebelum pemberian
toxoid difteri atau antitoxin).
5. KLASIFIKASI KASUS DIFTERI
• Kasus probable difteri adalah kasus yang
memenuhi deskrispi klinis difteri yaitu
Faringitis, Laringitis atau tonsilitis dan
ditemukannya membran yang melekat yang
mudah berdarah pada faring/laring atau
mucosa hidung.
• Kasus konfirmasi difteri adalah kasus
probable difteri yang dipastikan melalui
pemeriksaan laboratorium atau
berhubungan secara epidemiologi dengan
kasus terkonfirmasi laboratorium.
6. TATA LAKSANA
• Semua kasus yang memenuhi kriteria di atas (probable
difteri) harus diperlakukan sebagai difteri sampai
terbukti bukan.
• Tujuan pengobatan penderita difteri adalah
menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,
mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang
terjadi minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk
mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta
dan penyulit difteri.
7. TATA LAKSANA UMUM
• Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan
biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-
turut dengan jarak 24 jam.
• Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3
minggu.
• Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang adekuat.
8. TATA LAKSANA KASUS
Kasus Probable/Lab Konfirm
Bakteri : Corynebacterium diphtheriae
Mengeluarkan
Toksin
Darah
Menyebabkan
• Miokarditis
• Susunan
syaraf & Pusat
lumpuh
• Gagal ginjal
Antibiotik
ADS
Anti Difteri Serum
Kematian
9. TATA LAKSANA KHUSUS
Antitoksin: Anti Diphtheria Serum (ADS)
• Antitoksin diberikan segera setelah ditegakkan
diagnosis difteri. Dengan pemberian antitoksin pada
hari pertama, angka kematian pada penderita kurang
dari 1%, namun dengan penundaan lebih dari hari ke-
6, angka kematian ini bisa meningkat sampai 30%.
10. TATA LAKSANA KHUSUS
• Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit
Tipe Difteri Dosis ADS (KI) Cara pemberian
Difteri hidung 20.000 Intramuskular
Difteri tonsil 40.000 Intramuskular atau
Intravena
Difteri faring 40.000 Intramuskular atau
Intravena
Difteri laring 40.000 Intramuskular atau
Intravena
Kombinasi lokasi di atas 80.000 Intravena
Difteri + penyulit, bullneck 80.000-
10.000
Intravena
Terlambat berobat (> 72 jam),
lokasi dimana saja
80.000-
100.000
Intravena
Pembengkakan difus pada
leher/bull neck delayed
diagnosed/berobat (dengan lokasi
dimana saja), difteri
80.000-
10.000
Intravena
11. TATA LAKSANA KHUSUS
ANTIBIOTIK
• Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan
menghentikan produksi toksin.
• Penisilin prokain 25.000 - 50.000 U/kgBB/hari (maksimum 1,2
juta U/hari) selama 14 hari.
• Bila terdapat riwayat hipersensitivitas penisilin diberikan
eritromisin 40 mg/kgBB/hari (maksimum 2 g/hari) dibagi 4
dosis, interval 6 jam selama 14 hari.
12. TATA LAKSANA KHUSUS
KORTIKOSTEROID
• Kortikosteroid diberikan untuk kasus
difteri yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran napas bagian atas
(dapat disertai atau tidak bullneck) dan
bila terdapat penyulit miokarditis.
• Prednison 2 mg/kgBB/hari selam 2
minggu kemudian diturunkan bertahap
13. TATA LAKSANA KHUSUS
TRAKEOSTOMI
• Bila tampak kegelisahan,
iritabilitas serta gangguan
pernapasan yang progresif
merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.
14. PENGOBATAN KONTAK
• Kontak erat adalah orang serumah atau orang lain yang memiliki kontak erat
satu rumah, guru, petugas kesehatan yang terpapar dengan sekret
nasofaring, orang-orang yang menggunakan perangkat masak atau makan
minum yang sama dan pengasuh anak yang terinfeksi.
• Pada orang yang mengalami kontak tanpa memandang status imunisasi
seyogyanya diimunisasi sampai hal-hal berikut dilakukan yaitu
(a) Biakan hidung dan tenggorok
(b) Semua kontak dipantau apakah timbul gejala selama masa inkubasi, 7
sampai 14 hari
(c) Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster toksoid
difteri, yang belum
diimunisasi segera melengkapi imunisasi.
15. PENGOBATAN KARIER
• Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan tanda
dan gejala difteri, tetapi pada kultur swab tenggorok
ditemukan basil difteri dalam nasofaringnya.
• Pengobatan untuk karier adalah benzatin penisilin G 600.000
unit untuk anak <30 kg dan 1,2 juta unit untuk anak > 30 kg,
atau eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 7
hari, maksimum (1 gram/hari). Pemantauan dilakukan sampai
ada hasil kultur, jika masih positif, antibiotik diberikan lebih
lama.
16. ALGORITME
TATALAKSANA KASUS, KONTAK DAN KARIER
KASUS
INDEKS
Cari Kasus Lain &
Karier Serumah, Tetangga, Sekolah, Tempat Kerja,
Pertemuan
Gejala
dan tanda
(+)
Tanpa
Gejala &
tanda
Ambil Spesimen
Kasus
Klinis
Kasus
Konfir
m
Karier Kontak
Pengobatan Eritromisin
Kasus : 14 hr, Karier & Kontak : 7-10
hr
Ambil Spesimen
Ulang
(-)
Sembuh
Sebulan
DPT : < 5 Th, DT 5-7 th, Td >
7 th
Antibiotik yang
sesuai
Test Resistensi
(+) (+)
(-) (+)
(+) (-)
17. KEBIJAKAN IMUNISASI DALAM
PENANGGULANGAN DIFTERI DI INDONESIA
Imunisasi Rutin
– 1983: Dasar (bayi) : DPT 1-3
– 1998: Booster BIAS –SD kl 1: DT
– 2011: Booster BIAS –SD kl 1 s/d 3: DT & Td
– 2014: Booster DPT pd18 bln
– 2017: Booster BIAS –SD kl 1, 2 & 5: DT & Td
Imunisasi pada KLB:
– Sasaran sampai dengan usia tertua kasus
– Jenis vaksin disesuaikan dengan usia :
- < 3 th : DPT
- 3 –7 th : DT
- > 7 th : Td
• – Luas wilayah disesuaikan kajian epidemiologi
– Metode pemberian disesuaikan kajian cakupan imunisasi
18. EPIDEMOLOGI DIFTERI
Kuman Penyebab Corynebacterium diphtheriae
Sumber penularan Manusia (Penderita/Carrier)
Cara penularan
• Kontak dengan penderita pada masa inkubasi
• Kontak dengan Carrier
Melalui pernafasan (droplet infection, muntahan,
luka (difteri kulit)-Mencemari tanah sekitarnya.
Masa Inkubasi 2 –5 hari (1 –5 hr)
Masa penularan
• Dari penderita : 2 –4 minggu (sejak masa
inkubasi)
• Dari Carrier bisa sampai 6 bulan
Kematian
• Komplikasi (Myocarditis)
• Rata2: 5-10%
• Umur < 5 th & > 40 th: bisa mencapai 20 %
19. PENYELIDIKAN KLB
Tujuan:
– Memastikan KLB
– Mencegah/memutus rantai penularan
• Mencari kasus tambahan
• Menentukan karier dan kontak
• Memberikan pengobatan yang tepat
– Menentukan faktor resiko
– Mengetahui gambaran Epidemiologi
– Memberikan rekomendasi pengendalian kejadian difteria
20. ALUR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB
DIFTERI
Kasus
dilaporkan
(dg Format W1)
Penyelidikan
Epidemiologi
(Form PE)
Manajemen Kasus
(Rujuk ke RS)
Ambil spesimen, Pengobatan (AB &
ADS), dan vaksinasi setelah 1 bln
ADS
Kontak Erat Kasus
Identifikaksi Karier
Ambil spesimen, Prophylaxis, dan
vaksinasi
Pengawasan minum
obat
(PMO) thdp ESO dan
DO!
Kontak Erat Karier
Identifikaksi penularan/karier
lain
Ambil spesimen, Prophylaxis, dan
vaksinasi
Outbreak Response
Immunization (ORI)
Pemberian vaksinasi dengan jenis vaksin sesuai umur
sasaran dan dosis sesuai kebutuhan.
Deteksi kasus secara dini di komunitas dan
fasilitas kesehatan.
Identifikasi Faktor Resiko:
-Status vaksinasi kasus, kontak & Karier
-Cakupan imunisasi di wilayah
terjangkit,berdasarkan laporan rutin maupun
survei.
-Manajemen Coldchain
21. LANGKAH INVESTIGASI KLB
1. Konfirmasi awal KLB
2. Pelaporan Segera KLB
3. Persiapan investigasi
4. Investigasi lapangan
5. Mengumpulkan Informasi Faktor Risiko
6. Tatalaksana kasus
7. Pengolahan dan Analisa data
8. Pelaporan
9. Rekomendasidan rencana tindak lanjut
22. LANGKAH INVESTIGASI KLB
1. KONFIRMASI AWAL KLB
- Memastikan KLB
– Klinis/Probable
– Lab konfirm: sample swab faring dan nasal
2. PELAPORAN SEGERA KLB
- SMS/Telp/Email dalam 24 jam pertama
1. Pusk ke Kab/Kota
2. Kab/ Kota ke Prov
3. Prov ke Pusat
Tindak Lanjut dengan W1
23. LANGKAH INVESTIGASI KLB
3. PERSIAPAN INVESTIGASI
• Tentukan tim investigasi dan siapkan surat Tugas
• Mengumpulkan informasi awal
– Area KLB (dataran rendah/tinggi)
– Total Populasi dan populasi rentan di area KLB
– Buat mapping kasus sementara unt menentukan luas investigasi
– Sarana & Prasarana Kesehatan terdekat termasuk sistem rujukan
– Keamanan
• Persiapan alat penyelidikan KLB
– Form pendataan kasus& kontak, pedoman,bahanKIE, dll.)
– Alat ambil spesimen dan media transport specimen
– Obat-obatan
• Informasikan rencana investigasi ke pihak berwenang
24. LANGKAH INVESTIGASI KLB
4. INVESTIGASI LAPANGAN
• Mencegah Penularan
- Mencari kasus tambahan dan kontak dari rumah ke rumah
- Memberikan pengobatan sesuai klasifikasinya
• Pendataan dilanjutkan ke area yg mempunyai hub epid dg
kasus dan karier yg ditemukan.
• Ambil sample (swab tenggorok) pada kasus, kontak erat kasus
& karier
25. LANGAH INVESTIGASI KLB
5. MENGUMPULKAN INFORMASI FAKTOR RESIKO
• Cakupan imunisasi DPT/DT/Td (bayi, booster)di tingkat
puskesmas, desa terjangkit dan desa sekitar beresikoselama?
Tergantung sebaran usia kasus.
• Status imunisasi: kasus, kontak, karier
• Ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin
26. LANGKAH INVESTIGASI KLB
6. TATA LAKSANA KASUS DAN KONTAK
• Kasus Difteri Laring/Faring/Tonsil
– Diisolasi
– Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
– Antibiotik selama 14 hari:
– Suportif
• Kontak dan karier
– Antibiotik selama 7 –10 hr
27. LANGKAH INVESTIGASI KLB
7. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
• Mengetahui letak masalah
1. Menghitung angka serangan (Attack Rate = AR), berdasarkan:
– Gol umur
– Area KLB
– St. imunisasi di vaksin/tidak sesuai usia
2. Angka kematian = CFR
3. Efikasi vaksin =
Bila EV < 0,95 ada masalah dg cold chain.
4. Periode KLB, buat grafik berdasarkan tgl demam = Stop KLB bila 2 x 5 hr tdk
ada kasus baru
5. Populasi rentan dapat memprediksi besar KLB/terulang
EV = 1 – AR di vaksin sakit
AR tidak di vaksin sakit
28. LANGKAH INVESTIGASI KLB
8. PELAPORAN
• Latar Belakang
• Metodologi
• Analisa kasus :
– Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (person).
– Kurva epidemi kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur dan status
imunisasi
– Attack rate menurut kelompok umur
– Menghitung vaksin evikasi bila memungkinkan
• Analisa pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, logistik, cakupan)
• Upaya yang sudah dilakukan
• Outbreak response
• Kesimpulan dan rekomendasi
29. LANGKAH INVESTIGASI KLB
9. REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
Identifikasi faktor resiko:
1.Umur
2.Status imunisasi
3.Cakupan Imunisasi area KLB
Analisa Data
Tindak Lanjut
Sweeping/BLF untuk melengkapi status
imunisasi dasar atau booster
ORI tanpa melihat status imunisasi
Imunisasi tanpa melihat status imunisasi
sebelumnya
Perbaikan cold chain
Sistem surveilans yang lebih sensitive
dalam deteksi dan laporan dini.
30. OUTBREAK RESPONSE IMMUNIZATION (ORI)
• Usia sasaran:
– Jenisvaksin (DPT, DT, Td)
• Luas wilayah dipengaruhi oleh sebaran kasus dan karier
• Lokasi: di masyarakat atau Sekolah
• ORI:
– Tanpa melihat status imunisasi sebelumnya, pemberian3 kali
dengan interval usia
< 1 th: 0-1-1 bln atau usia ≥ 1 th: 0-1-6 bln