4. P. falciparum malaria tropika
P. vivax malaria tertiana
P. ovale malaria ovale
P. malariae malaria quartana
(Depkes RI, 1999; Depkes RI, 2000)
5. Penduduk yang terancam malaria
pada umumnya adalah penduduk
bertempat tinggal di daerah endemis
malaria baik daerah yang kategori
daerah endemis malaria tinggi dan
daerah endemis malaria sedang
diperkirakan ada sekitar 15 juta
(Depkes RI, 2001).
6. Angka kejadian malaria tahunan
atau Annual Malaria Incidence (AMI)
dikategorikan sebagai berikut :
a. High Incidence Area (HIA) dengan AMI
lebih dari 50 kasus malaria per 1000
penduduk per -tahun ;
b. Medium Incidence Area (MIA) dengan
AMI antara 10 – 50 kasus malaria per
1000 penduduk per -tahun; dan
c. Low Incidence Area (LIA) dengan AMI
kurang dari 10 kasus malaria per 1000
penduduk per-tahun.
7. a) Adanya penderita baik dengan adanya
gejala klinis ataupun tanpa gejala klinis;
b) Adanya nyamuk atau vektor;
c) Adanya manusia yang sehat
Depkes RI, 1999).
8. Orang yang sakit malaria digigit nyamuk
Anopheles dan parasit yang ada di dalam
darah akan ikut terisap didalam tubuh
nyamuk dan akan mengalami siklus seksual
(siklus sporogoni) yang menghasilkan
sporozoit. Nyamuk yang didalam kelenjar
ludahnya sudah terdapat sporozoit mengigit
orang yang rentan, maka didalam darah
orang tersebut akan terdapat
parasit dan berkembang didalam tubuh
manusia yang dikenal dengan siklus
aseksual (Depkes RI, 1999).
9. Peran petugas kesehatan sangat menentukan
dalam memutus mata rantai siklus hidup
nyamuk Anopheles sp.
Salah satu bentuk intervensi petugas
kesehatan yaitu memberikan penyuluhan
kesehatan tentang pemberantasan sarang
nyamuk penyebab malaria. Penyuluhan
kesehatan masyarakat bertujuan agar
masyarakat menyadari mengenai masalah
penanggulangan dan pemberantasan
malaria, sehingga mengubah pola perilaku
untuk hidup sehat dan bersih.
11. Melalui gigitan nyamuk vektor (Anopheles
betina yang mengandung sporozoit)
Infeksi intra uterin (malaria kongenital)
Tranfusi
Menggunakan jarum suntik yang
terkontaminasi dengan Plasmodium
“Gigitan saya
(Anopheles betina)
dapat
menyebabkan
infeksi malaria
secara alami “
12.
13. Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit
yang mengandung parasit. Gejala yang sering
muncul:
Manifestasi Klinik
14. Periode prodromal
Lemas, tidak nafsu
makan, sakit tulang
dan sendi
Serangan malaria
Stadium dingin
penderita menggigil
Stadium panas
Demam intermiten
yang berulang, kepala
pusing, mual, kadang
muntah
Penghancuran sel
darah merah yang
progresif anemia
Leukositosis dengan
granulositosis,
leukopenia dengan
monositosis relatif dan
limfositosis
splenomegali
15. Beberapa manifestasi klinik malaria
tapi jarang terjadi:
Ikterus, hemoglobinuria, nefritis
dengan oliguria, albuminuria hebat,
torak noktah, sembab pada seluruh
tubuh, protein darah berkurang,
hipertensi sedang, hematuria, kelainan
pada mata yang hebat, sakit di sekitar
mata, keratitis dendritika atau
herpetika dengan gangguan berupa
fotofobia dan lakrimasi, perdarahan,
uveitis alergik, dan herpes labialis.
16. Gambia
(2000)
• 58,3% penderita malaria menderita demam, 86%
mengalami pusing dan 60,7% mengalami
gangguan pencernaan
Thailand
• Demam (42,3%), pusing (98,3%), badan pegal
(96,6%), menggigil (88,4%) dan gangguan
pencernaan (29,3%)
Nigeria
(2005)
• 100% mengalami demam, 69,6% mengalami
pusing dan 50,4% mengalami gangguan
pencernaan.
Gejala klinis malaria yang bervariasi yang diperoleh dari
berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai tempat:
18. Keluhan utama:
• demam,
• menggigil,
• berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala,
• mual, muntah, diare,
• nyeri otot dan pegal-pegal
Riwayat:
• berkunjung dan bermalam 1-
4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria
• tinggal di daerah endemik
• sakit malaria
• mendapat transfusi darah
• minum obat malaria satu
bulan terakhir
19. Gangguan kesadaran
Keadaan umum yang
lemah
Kejang-kejang
Panas sangat tinggi
Mata atau tubuh kuning
Perdarahan hidung, gusi
atau saluran pencernaan
Nafas cepat dan atau
sesak nafas
Muntah terus
menerus
Warna air seni
kehitaman
Telapak tangan sangat
pucat
21. Pemeriksaan
dengan Mikroskop
• Ada tidaknya
parasit malaria
• Spesies dan
stadium
plasmodium
• Kepadatan parasit
Pemeriksaan
dengan Tes
Diagnostik Cepat
• deteksi antigen
parasit malaria
• Kemampuan rapid
tes
padaumumnya
ada 2 jenis, yaitu:
single & combo
Pemeriksaan
Penunjang untuk
Malaria Berat
• Hemoglobin dan
Hematokrit
• Hitung jumlah
leukosit,
trombosit
• kimia darah lain
• EKG, foto toraks
• Analisis cairan
serebrospinalis
• Biakan darah dan
uji serologi.
• Urinalis
22. Demam
Tifoid
•Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relative, roseola, leukopenia, limfositosis
relative, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan, biakan empedu positif
Demam
dengue
•Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet positif, penurunan
jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematocrit pada demam
berdarah dengue, tes serologis inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue
positif.
Leptospirosis
ringan
•Demam tinggi, nyeri kepala, myalgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis menyolok.
Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik
positif.
23. Radang
otak
• Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,
hilangnya kesadaran, kaku duduk, kejang dan gejala neurologis
lainnya.
Stroke
• Hilngnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologic
lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas, ada
penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-
lain).
Tifoid
ensefalopati
• Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan
tanda-tanda demam ifoid lainnya.
24. Hepatitis
• Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah,
tidak bias makan diikuti dengan timbulnya icterus tanpa panas),
mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan
SGPT meningkat > 5x.
Leptospiro
sis berat
• Demam dengan icterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat
pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis,
leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian
antibiotika (penisillin).
Glomerulonefr
itis akut atau
kronik
• Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon
terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat.
25. Sepsis
•Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran,
gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang
didukung hasil biakan mikrobiologi.
Demam
berdarah
dengue atau
Dengue shock
syndrome
•Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai syok atau
tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati,
manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, patekie, purpura,
hematom, hematemesis dan melena), sering muntah, uji tourniquet
positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan
hematocrit, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti
dengue positif
26. Penderita tersangka malaria berat harus segera
dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis
secara mikroskopik dan diperlukan penanganan
lebih lanjut.
Untuk penderita yang tersangka malaria berat,
bila pemeriksaan sediaan darah pertama
negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam
sampai tiga hari berturut-turut.
Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal
selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan
parasit maka diagnosis malaria dihentikan
27. mengeliminasi plasmodium penyebab infeksi serta
memutus rantai penularan dan tidak mengalami
gangguan fungsi organ vital
mencegah kematian. Pada terapi malaria
otak terapi ditujukan untuk mencegah
kerusakan otak. Tujuan utama penderita
malaria yang sedang hamil adalah
menyelamatkan ibu. Tujuan sekunder
adalah adalah mencegah kekambuhan dan
efek yang tidak diinginkan.
Tujuan Terapi
28. Lamanya monotoring tergantung pada waktu
paruh eliminasi obat antimalaria yang
diberikan. Pada umumnya monitoring
dilakukan selama paling tidak 28 hari setelah
terapi diberikan.
Monitoring Terapi
29. mengeliminasi plasmodium penyebab infeksi
memutus rantai penularan
tidak mengalami gangguan fungsi organ vital
mencegah kematian.
Tujuan utama penderita malaria yang sedang hamil adalah
menyelamatkan ibu.
Tujuan sekunder mencegah kekambuhan dan efek yang tidak
diinginkan.
30. Lamanya monotoring tergantung
pada waktu paruh eliminasi obat
antimalaria yang diberikan.
Pada umumnya monitoring dilakukan
selama paling tidak 28 hari setelah
terapi diberikan.
31. Mencegah dari
gigitan
nyamuk
Tidur menggunkan
kelambu
Menutup jendela
ketika tidur
Mengoleskan losio
pencegah gigitan
nyamuk
Kontrol
perkembangan
nyamuk
Melaksanakan
3M
Memelihara binatang
(ikan) membunuh
larva nyamuk
Menaburkan
insektisida
Membunuh
nyamuk
dewasa
Menyemprot ruangan
dengan insektisida
sebelum tidur
Fogging
33. Artemisinin Combination Therapy (ACT) yaitu:
• Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal harian
• Perhatian: Primakuin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 1 tahun
dan ibu hamil, serta penderita defisiensi G6PD
atau
4 mg/kg BB 10 mg/kg BB 0,75 mg/kg BB
2-4 mg/kg BB 16-32 mg/kg BB 0,75 mg/kg BB
Malaria falciparum 1st
line
34. • Obat diberikan selama 7 hari
• Perhatian: Baik doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil.
Malaria falciparum 2nd
line
3 x 10 mg/kgBB
2 x 2-4 mg/kgBB
4 x 4-5mg/kgBB
1 x 0,75 mg/kgBB
35. • Dosis obat sama dengan dosis untuk malaria
falsiparum, hanya berbeda pada pemberian
primakuin.
• Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kg BB bersama dengan klorokuin.
• Klorokuin diberikan selama 3 hari dengan dosis 25
mg basa/kg BB 1 kali sehari.
• Catatan: Pemakaian Klorokuin tidak dianjurkan
untuk daerah yang sudah resisten, Sebaiknya
menggunakan Artesunat + Amodiakuin
Malaria vivaks & Malaria ovale 1st
line
36. • Pengobatan lini kedua, ditujukan untuk pengobatan
malaria vivaks yang resisten terhadap klorokuin.
• Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 tahun
harus dihitung berdasarkan berat badan.
Malaria vivaks & Malaria ovale 2nd
line
3 x 10 mg/kgBB
Selama 7 hari
1 x 0,25 mg/kgBB
Selama 14 hari
37. • Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps
(kambuh), sama dengan regimen sebelumnya hanya
dosis primakuin ditingkatkan.
• Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg /kg BB/hari.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD maka
pengobatan diberikan secara mingguan.
– Klorokuin diberikan 1 kali perminggu selama 8-12 minggu,
dengan dosis 10 mg basa/kg BB/kali pemberian.
– Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin dengan
dosis 0,75 mg/kg BB/kali pemberian.
Malaria vivaks & Malaria ovale Vivax
relaps
38. • Klorokuin 1 kali per hari selama 3 hari, dengan total
dosis 25 mg/kgBB.
• Pengobatan berdasarkan umur dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Malaria malariae
39. Malaria campuran (Vivaks + falsiparum) 1st
line
4 mg/kg BB 10 mg/kg BB Hari 1: 0,75 mg/kg BB
Hari 1-14: 0,25 mg/kg BB
40. Malaria campuran (Vivaks + falsiparum)
2-4 mg/kg BB 16=32 mg/kg BB Hari 1: 0,75 mg/kg BB
Hari 1-14: 0,25 mg/kg BB
2nd
line
41. Malaria falsiparum tanpa ketersediaan
obat artesunat – amodiakuin
• Diberikan Sulfadoksin-pirimetamin(SP) untuk
membunuh parasit stadium aseksual.
• Obat diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin
25 mg/kg BB, atau berdasarkan dosis pirimetamin
1,25 mg/kg BB.
• Primakuin juga diberikan untuk membunuh
parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75
mg/kgBB.
• Bila pasien alergi dengan SP/obat lain atau
pengobatan gagal penderita diberi kina +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin.
42. • Pemberian klorokuin 1 kali sehari selama 3 hari
dengan dosis total 25 mg/kg BB.
• Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin
pada hari pertama dengan dosis 0,75 mg/kgBB.
Suspek Malaria
43. PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI
a. Artesunat intravena atau intramuskuler
– Loading dose: 2,4 mg/kg BB (bolus iv selama 2 menit)
diulang setelah 12 jam dengan dosis sama.
– Selanjutnya 2,4 mg/kg BB (iv/im 1 x 1 hari) sampai
penderita mampu minum obat.
– Bila penderita sudah dapat minum obat lanjutkan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin
b. Artemeter intramuskuler
– Loading dose: 3,2 mg/kg BB (i.m)
– Selanjutnya 1,6 mg/kg BB (i.m. 1 x 1 hari) sampai penderita
mampu minum obat.
– Bila penderita sudah dapat minum obat lanjutkan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
– Artemeter parenteral tidak boleh diberikan pada penderita
yang sedang hamil trimester I.
44. PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI
Pilihan alternatif Kina dihidroklorida parenteral.
Loading
dose
• 20 mg/kg BB dalam 500 ml dektrose 5% atau NaCl
0,9% selama 4 jam
4 jam
berikut
• Larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9% saja.
Maintenance
dose
• 10 mg/kg BB dalam 500 ml dektrose 5% atau NaCl
0,9% selama 4 jam
4 jam
berikut
• Larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9% saja.
Peroral
• Dosis maintenance sampai penderita dapat minum kina per
oral Dosis 3 x 10 mg/kg BB,
• Total dosis 7 hari sejak pemberian kina per infuse pertama.
45. PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI
• Apabila tidak dimungkinkan pemberian kina per infuse, maka
dapat diberikan intramuskuler
• Dosis kina dihidroklorida 10 mg/kg BB dengan menyuntikkan
pada paha depan (kiri dan kanan) masing-masing ½ dosis ,
jangan diberikan pada bokong.
• Untuk pemakaian i.m., kina diencerkan untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml dengan 5-8 ml larutan NaCl 0,9% .
• Kina tidak boleh diberikan secara intravena, karena
membahayakan jantung dan dapat menimbulkan kematian.
• Pada penderita gagal ginjal , loading dose tidak diberikan .
Dosis maintenance kina diturunkan separuhnya.
• Pada hari pertama pemberian kina per oral, berikan primakuin
dengan dosis 0,75 mg/kg BB.
• Dosis maksimum kina dewasa 2000 mg/hari.
46.
47. Artemisinin dan Turunannya
a. Artemether
– dapat diberikan secara intramuskular dalam basis minyak atau secara
oral
– diformulasi bersama lumefantrin untuk terapi kombinasi.
b. Artesunat
– Artesunat adalah garam natrium hemisuksinat ester artemisinin.
– dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena dan melalui
rektal
c. Dihidroartemisinin
– Dihidroartemisinin adalah metabolit aktif utama derivat artemisinin
– dapat juga diberikan langsung secara oral atau melalui rektal.
– Saat ini, kombinasi fixed-dose dihidroartemisinin dengan piperakuin
sedang dievaluasi sebagai kombinasi berbasis artemisinin (ACT) baru
yang ”menjanjikan”.
48. Klorokuin
• Mekanisme kerja:
– mendetoksifikasi haem parasit , mencegah pencernaan
hemoglobin oleh parasit mengurangi suplai asam amino yang
diperlukan untuk kehidupan parasit.
– menghambat polymerase haem - enzim yang mempolimerisase
haem bebas yang toksik menjadi hemozoin - pigmen malaria.
• Efek Samping Dan Toksisitas :
– Efek samping yang kadang-kadang muncul pada dosis besar:
mual dan muntah, pusing dan penglihatan kabur, sakit kepala,
retinopati dan symptom urtikaria.
– Injeksi i.v. bolus klorokuin dapat menyebabkan hipotensi dan jika
menggunakan dosis tinggi dapat terjadi disrithmia fatal.
– Klorokuin aman untuk wanita hamil.
• Interaksi Obat: halofantrin, meflokuin, antasida, simetidin,
metronidazol, ampisilin dan prazikuantel, thyroksin, antiepileptik
karbamazepin dan natrium valproat, siklosporin.
49. Amodiakuin
• Amodiakuin adalah 4-aminokuinolin basa dengan model kerja
serupa dengan klorokuin.
• Amodiakuin efektif terhadap P. falciparum resisten klorokuin,
sekalipun bereaksi silang dengan klorokuin.
• Efek Samping Dan Toksisitas :
– Efek samping amodiakuin serupa dengan efek samping
klorokuin.
– Pruritus akibat amodiakuin lebih sedikit daripada akibat
klorokuin, tetapi risiko agranulositosis lebih tinggi, dan
risiko hepatitis lebih rendah jika digunakan untuk
profilaksis.
– Dosis besar amodiakuin menyebabkan sinkope, spastisitas,
konvulsi dan pergerakan-pergerakan tidak sadar.
50. Primakuin
• Primakuin digunakan untuk pengobatan radikal malaria yang
disebabkan oleh P. vivax, dan P. ovale dan dikombinasi dengan
skhizontosida darah untuk membasmi parasit pada stadium
erithrositik.
• Efek Samping Dan Toksisitas:
– Pada dosis terapi primakuin menyebabkan nyeri abdominal jika diberikan
dalam keadaan lambung kosong.
– Pada dosis besar dapat menyebabkan mual dan muntah,
methemoglobinemia dengan sianois.
– Pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfat dehydrogenase, primakuin
menyebabkan hemolisis.
– Overdosis dapat menimbulkan leukopenia,agranulositosis, simptom
saluran cerna, anemia hemolitik dan methemoglobinemia dengan
sianosis.
• Interaksi Obat: Hindari penggunaan primakuin bersama obat-obat
yang dapat meningkatkan risiko hemolisis atau yang mensupresi
sumsum tulang.
51. Meflokuin
• Mekanisme kerja: menghambat polymerase haem, akan
tetapi karena meflokuin, seperti kuinin, tidak terkonsentrasi
banyak dalam parasit seperti halnya klorokuin, diduga
meflokuin bekerja dengan mekanisme lain
• Efek Samping Dan Toksisitas:
– mual, muntah, nyeri abdominal, anoreksia, diare, sakit kepala, pusing,
hilang keseimbangan, disforia, gangguan tidur terutama insomnia dan
mimpi abnormal.
– Dikontraindikasi untuk wanita hamil dan wanita yang akan hamil
dalam waktu 3 bulan setelah menghentikan obat tersebut,
• Interaksi obat: Beta bloker, pemblok saluran kalsium,
amiodaron, pimozida, digoksin atau antidepresan, Kuinin atau
klorokuin, Ampisilin, tetrasiklin, dan metoklopramida,
halofantrin.
52. Antifolat
• Sulfadoksin (antifolat 1)
– Mekanisme kerja: menghambat sintesis folat dengan cara kompetisi
dengan PABA
– Efek Samping Dan Toksisitas: Mual, muntah, anoreksia dan diare
dapat terjadi.
• Pyrimethamin (antifolat 2)
– Pyrimethamin digunakan hanya dalam kombinasi dengan dapson atau
sulfonamida.
– Mekanisme kerja: mencegah penggunaan folat dengan cara
menghambat konversi dihidrofolat menjadi tetrafolat oleh dihydrofolat
reduktase
– Efek Samping Dan Toksisitas: Pada dosis tinggi menimbulkan anemia
megaloblastik; suplemen asam folat harus diberikan jika obat ini
digunakan untuk wanita hamil.
– Interaksi obat: kotrimoksazol, trimethoprim, methotrexat, fenitoin,
benzodiazepin.
53. Tetrasiklin
• Tetrasiklin adalah inhibitor ikatan aminoasil-tRNA selama
proses sintesis protein.
• Interaksi Obat: aluminium, bisthmut, kalsium, besi, dan
magnesium , antasida, senyawa besi, dan produk susu,
diuretik, methoksifluran, digoksin, lithium dan teofilin,
atovakuon, kontraseptif oral, penisilin.
Doksisiklin
• Doksisiklin adalah tetrasiklin sintetik dengan waktu paro lebih
panjang sehingga mudah ditentukan dosisnya.
• Efek Samping Dan Toksisitas: Doksisiklin tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil atau wanita sedang menyusui atau anak-
anak usia di bawah 8 tahun.
• Interaksi Obat: antasida dan besi, karbamazepin, fenitoin,
fenobarbital, dan rifampisin, alkohol.
54.
55. Riwayat Penyakit :
Tn. S (33) masuk rumah sakit karena demam
tinggi dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan tiba-tiba langsung
tinggi mendadak. Demam sangat tinggi
dirasakan terutama saat pagi menjelang siang
hari. Pada hari yang sama pasien merasakan
demamnya turun dan merasa dingin sekitar
pada sore hari. Saat menjelang malam pasien
mengalami keringat yang banyak dan
membasahi hampir seluruh tubuhnya. Keesokan
harinya pasien kembali demam lagi seperti
sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama
5 hari.
56. Riwayat Penyakit :
Saat demam pasien merasakan pegal keseluruhan
tubuhnya dan terutama rasa pegal ini dirasakan pada
sendi-sendi besar seperti sendi panggul, sendi gelang bahu
dan tulang belakang.
Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing pada
kepalanya. Pusing ini dirasakan seperti kepala diikat dan
kepala terasa kaku.
Pasien juga mengalami mual-mual namun tidak sampai
muntah. Mual-mual ini disertai nyeri ulu hati yang kadang
timbul kadang juga hilang.
Selama 5 hari ini pasien membawakan diri ke puskesmas
terdekat dan diberi obat parasetamol 500 mg namun
demam tidak mengalami perubahan. Akhirnya pasien
membawakan diri ke rumah sakit umum.
57. S (Subject)
Nama:Tn. S
Umur:33 tahun
Jenis Kelamin:Pria
Alamat:Batu Besaung, RT 57, Samarinda.
Masuk Rumah Sakit:Tanggal 21 Mei 2012
pukul 17.30 WITA
Keluhan Utama: Demam tinggi
58. O (Object) Data Klinik
Data
Klinik
22/5/10 24/5/10 25/5/10 26/05/10 Normal
TD 100/60 mmHg 110/70 mmHg 110/70 mmHg 100/70 mmHg 120/80 mmHg
Nadi 80 x/mnt 80 x/mnt 82 x/mnt 82 x/mnt 60-100 x/mnt
Suhu 38,2oC 38oC 37,8oC 37oC 36-37oC
RR 20 x/mnt 20 x/mnt 22 x/mnt 22 x/mnt 16-20 x/mnt
Sub Ikterik +/+ Sub Ikterik +/+ Sub Ikterik -/- Sub Ikterik -/-
Demam, lemas,
sakit kepala,
mual
Demam, lemas,
sakit kepala,
mual
Demam
berkurang,
mual masih
ada, pusing+,
lemas
berkurang
Demam -, sakit
kepala -, mual -,
badan segar
59. O (Object) Data Laboratorium
Data Laboratorium Pasien Normal Keterangan
Hb 14,2 13-16 g/dl Normal
Ht 46,9% 40-48% Normal
WBC 5.800/mm3 4000-10.000/mm3 Normal
PLT 140.000 150000-400000 Turun
MCV 102,1 82-98 Naik
MCH 30,9 27-32 Normal
MCHC 30,3 32-36 Turun
Ureum 47,3 20-40 mg/dl Naik
Creatinin 1,3 0,5-1,5 mg/dl Normal
Bilirubin total 3,9 0,3-1,0 Naik
Bilirubin direct 1,9 ≤ 0,4 mg/dl Naik
Bilirubin indirect 2,2 ≤ 0,6 Naik
Hapusan Darah Tepi Plasmodium falsifarum +4
60. A (Assasement)
Tanda dan gejala penyakit Malaria:
Serangan paroksismal dan demam periodik
Anemia
Pembesaran limpa
Kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa
seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular
necrosis, dan malaria cerebral
Keluhan prodromal sebelum terjadinya demam
berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam
ringan, anoreksia, perut tidak enak, dan diare
ringan.
Trias malaria : episode dingin/menggigil, episode
panas, episode berkeringat
62. 1. RL (Ringer Lactat)
Indikasi
Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan ekstraselular
tubuh dan ion klorida yang hilang, mengembalikan
keseimbangan elektrolit. Infus RL diindikasikan pada
pasien ini untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit
pada keadaan lemas dan mual yang dialami oleh pasien
karena kurang tercukupi asupan makanan.
Dosis
Infus RL diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan pasien
berdasarkan berat badan yaitu sebesar 30 tpm.
Interaksi
-
Aturan Pemakaian
Digunakan secara infus iv dalam tetes drip, 30 tpm.
63. 2. Coartem
Komposisi:
Artemeter 20 mg, lumefantrin 120 mg
Indikasi:
Malaria akut tidak komplikasi akibat
plasmodium falciparum dan plasmodium
vivax.
Kontra Indikasi:
Malaria berat, pasien dengan riwayat
perpanjangan QT, ketidakseimbangan
elektrolit, trimester pertama kehamilan,
menyusui
65. 3. Parasetamol
Indikasi
Sebagai antipiretik atau analgesik yang digunakan
untuk menurunkan panas yang dialami pasien.
Dosis
Dosis untuk dewasa sebesar 500-1000 mg tiap 4-6
jam atau maksimal 4x dalam sehari.
Interaksi
Etanol dan phenytoin: meningkatkan efek
hepatotoksik; Hydrantoins dan Sulfapyrazone :
menurunkan efek paracetamol (Tatro, 2003).
Aturan pakai
3-4 kali sehari setelah makan, dosis 500 mg
(Anonim, 2009).
66. 4. Ranitidin
Indikasi
Pengobatan dan pemeliharaan ulcer duodenal,
mencegah pendarahan pada GI dikarenakan
penggunaan obat-obat NSAID dan stress ulcer,
pengobatan kondisi hipersekresi patologis. Ranitidin
diberikan pada pasien dikarenakan pasien mengalami
gangguan pada lambungnya yaitu berupa gangguan
mual, rasa tidak enak pada lambung dan stress ulcer
yang diakibatkan oleh penyakit malaria.
Dosis
Dosis untuk dewasa untuk IM atau IV sebesar 50 mg
tiap 6-8 jam.
Interaksi
Diazepam, ketokonazole, glipizide, lidokain. Tidak
terdapat interaksi dengan obat-obat yang diberikan.
Aturan pakai
2 kali sehari setelah makan dengan dosis 150 mg
(Anonim, 2009).
67. Semprotkan atau gunakan obat pembasmi
nyamuk di sekitar tempat tidur
Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh
disaat senja sampai fajar
Gunakan kelambu di atas tempat tidur,
untuk menghalangi nyamuk mendekat
Jangan biarkan air tergenang lama di got,
bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain
yang bisa menjadi sarang nyamuk
68. Monitoring tanda-tanda vital pasien
seperti suhu, tekanan darah, RR dan
nadi
Monitoring data laboratorium pasien
meliputi fungsi hati,ginjal, kadar Hb
dan Ht, dan data lab lainnya
Editor's Notes
You can record your observation note.
You can add pictures or graphs on image area.