referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
1. REFERAT
DESEMBER 2023
SMF/BAGIAN ANESTESI
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
SMF/BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2023
TATALAKSANA SYOK ANAFILAKSIS
Disusun Oleh:
Anastasia Emma R. Sumbayak, S. Ked
(2208022024)
Pembimbing:
dr. I Made Artawan, M.Biomed, Sp.An
3. Pendahuluan
European Academy of Allergology and Clinical Immunology Nomenclature Committee :
anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas yang berat, mengancam nyawa, bersifat general
atau sistemik.
progresivitas perburukan yang cepat dan mengancam nyawa pada jalan napas dan/atau
pernapasan dan/atau sirkulasi dan umumnya disertai perubahan pada kulit dan mukosa.
Syok Anafilaksis
4. Pendahuluan
• Manifestasi klinis syok anafilaksi sangat beragam. Walaupun demikian,
tanda yang paling sering muncul adalah gejala pada kulit berupa
angioedema, urtikaria, eritema dan pruritus, Pemberian epinefrin
intramuskular sedini mungkin pada paha lateral merupakan terapi lini
pertama, walaupun diagnosis belum pasti.
• Setelah penanganan fase akut anafilaksis, pasien harus dibservasi selama
periode waktu tertentu karena resiko munculnya respon bifasik atau
kemungkinan reaksi ulangan kettika efek epinefrin hilang. Para ahli
merekomendasikan observasi sebaiknya dilakukan 4 sampai 6 jam
setelah reaksi anafilaksis dan observasi yang lebih lama pada gejala berat
atau refrakter.
6. Definisi
Global : “suatu reaksi hipersensitivitas general atau sistemik yang serius dan mengancam
nyawa” dan : sebuah reaksi alergi yang serius dengan onset cepat dan dapat
menyebabkan kematian.”
European Academy of Allergology and Clinical Immunology Nomenclature Committee
mendefinisikan bahwa anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas yang berat, mengancam
nyawa, bersifat general atau sistemik
WHO menyatakan bahwa istilah “reaksi anafilaktoid” telah dieliminasi,dan semua episode
klinis yang menyerupai reaksi yang dimediasi IgE disebut anafilaksis.
7. Epidemiologi
• Secara global, prevalensi
anafilaksis seluruh dunia
adalah 1-3% dengan
kecenderungan peningkatan
prevalensi seiring waktu.
Di Indonesia sendiri belum
terdapat data yang secara
spesifik meneliti mengenai
epidemiologi anafilaksis.
Di Amerika Serikat pada tahun
2019, anafilaksis rekuren terjadi
pada 9,64% populasi dewasa dan
15,75% pada anak.
Angka mortalitas masih cukup
rendah
Angka mortalitas seluruh dunia
berada pada kisaran 0,5 hingga 1
per juta penduduk
Laki-laki >> perempuan
Dapat terjadi pada semua usia,
terbanyak remaja (68,42%)
Gejala urtikaria adalah gejala
paling umum (98,68%) diikuti
dengan gejala respirasi,
angioedema, dan gastrointestinal
10. Manifestasi Klinis
Lesu, lemah, rasa tidak enak
pada dada dan perut, gatal di
hidung dan palatum.
Gatal di hidung, bersin, hidung
tersumbat, batuk, mengi, suara
serak, edema laring, spasme
laring, spasme bronkus, sesak
Disfagia, mual muntah, kram
perut, diare, peningkatan
peristaltik usus.
Gatal-gatal, urtikaria,
angioedema pada wajah, bibir,
ekstremitas.
Prodromal Respiratori Kardiovaskular
Vasodilatasi, takikardi, hipotensi,
aritmia. EKG : Flat T, T inverted,
atau tanda tanda infark miokard
Gastrointestinal Kulit
Anafilaksis terdiri dari kombinasi berbagai gejala yang bisa muncul beberapa detik, menit, sampai beberapa jam setelah
terpapar alergen. Manifestasi klinis anafilaksis yang sangat bervariasi terjadi sebagai akibat berbagai macam mediator
yang dilepaskan dari sel mastosit jaringan dan basofil yang memiliki sensitivitas yang berbeda pada setiap organ yang
dipengaruhinya.
11. Diagnosis
Bila terdapat 1 dari 3 kriteria yang dipenuhi setelah terekspos alergen :
1 Onset akut (menit hingga jam) dengan keterlibatan kulit, mukosa, atau keduanya (misalnya: kemerahan selutruh tubuh, pruritus, rasa
panas, bibir-lidah-uvula bengkak) dan minimal 1 dari berikut:
a) Gangguan respirasi (dispnea, wheezing, bronkospasme, stridor, penurunan PEF, hipoksemia)
b) Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan dengan disfungsi organ (hipotonia (kolaps), sinkop,inkontinensia)
2 2 atau lebih berikut yang terjadi segera setelah terpapar sesuatu yang menyerupai alergen (menit hingga beberapa jam):
a) Keterlibatan kulit-jaringan mukosa ( gatal kemerahan, rasa panas, generalized hives, bibir-lidah-uvula bengkak)
b) Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan ( hipotonia (kolaps), sinkop, inkontinensia)
c) Gejala gastrointestinal persisten (kram abdominalis yang sangat nyeri, muntah)
3 Penurunan tekanan darah setelah terpapar alergen yang diketahui pada pasien (menit hingga beberapa jam):
a) Bayi dan anak: tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau >30% penurunan tekanan darah sistolik
b) Dewasa: tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30% penurunan dari personal baseline.
Diagnosis anafilaksis didasarkan terutama pada gejala dan tanda klinis serta deskripsi
yang detail mengenai episode akut, terutama aktivitas dan kejadian yang mendahului
National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID)
12. Diagnosis
Kunci diagnosis melibatkan pola pengenalan: onset yang mendadak yang dikarakteristikan oleh tanda
dan gejala yang berlangsung dalam hitungan menit atau jam setelah terpapar pencetus potensial
yang diketahui, terkadang diikuti oleh progresi cepat gejala dan tanda dalam hitungan jam
15. - Epinefrin (Adrenalin)
WHO mengklasifikasikan epinefrin (adrenalin) sebagai terapi esensial dalam penanganan anafilaksis.
Injeksi epinefrin merupakan tindakan life-saving karena efek vasokonstriktor alfa-1 adrenergik pada
sebagian besar sistem organ dan kemampuannya untuk mencegah dan mengurangi obstruksi jalan
napas yang disebabkan oleh edema mukosa dan untuk mencegah dan mengobati hipotensi dan syok.
Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada
pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg
BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang 1-2 kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi
menunjukkan perbaikan.
. Kegagalan injeksi yang tepat berpotensi fatal, enselofati akibat hipoksia dan/atau iskemia, dan
anafilaksis bifasik di mana gejala dapat berulang dalam 1-72 jam (biasanya dalam 8-10 jam) setelah
gejala awal membaik
Tatalaksana
16. - Posisikan pasien
Pasien sebaiknya diposisikan dlaam keadaan
supinasi dengan elevasi tungkai bawah, dan bila
terdapat distres nafas atau muntah, pasien dapat
diposisikan senyaman mungkin namun dengan
elevasi tungkai bawah.
Tujuan :
1.) preservasi cairan dalam sirkulasi (kompartmen
vaskular sentral), manajemen penting dalam syok
distributif; dan
2.) mencegah sindrom pengosongan vena kava/
ventrikel, yang dapat terjadi dalam hitungan detik
ketika pasien ditinggikan. Pasien dengan
sindrom ini susah untuk merespon epinefrin
karena dosis obat tidak mencapai jantung.
Tatalaksana
17. - Manajemen distres napas
Pemberian oksigen suplementaal harus diberikan
dengan sungkup muka atau orofaringeal dengan
kecepatan aliran 6-8 L/menit
- Manajemen syok dan hipotensi
Selama anafilaksis, volume cairan yang besar
berpotensi akan meninggalkan sirkulasi dan
masuk ke interstisial. Oleh karena itu, pemberian
terapi infus intavena saline 0,9% (saline isotonis
atau normal saline) harus segera diberikan
segera setelah diketahui. Kecepatan pemberian
harus ditritasi sesuai dengan tekanan darah,
iarama jantung, dan urine output. Pasien harus
dimonitor kemungkinan overload cairan.
Lini kedua :
H1 antihistamin, Beta-2 adrenergik agonis,
glukokortikoid, H2 antihistamin
Tatalaksana
18. Prognosis
• Dengan penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan,
reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun pasien yang pernah mengalami
reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan
oleh pencetus yang sama
• Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis yang
akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe alergen, atopi,
penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma, keseimbangan asam basa
dan elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti β-blocker dan ACE Inhibitor, serta
interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen sampai penanganan reaksi anafilaksis
dengan injeksi adrenalin
20. Kesimpulan
• Anafilaksis adalah kondisi kegawatdaruratan berpotensi mengancam jiwa akibat reaksi
hipersensitivitas sistemik. Umumnya gejala dimulai dari tanda kutaneus dan pernapasan, misalnya
gatal, urtikaria, angioedema, mengi, dan dispnea. Gejala ini kemudian berlanjut menjadi gejala
sistemik yang menyebabkan kegagalan multiorgan dan akhirnya berisiko menyebabkan kematian.
• Anafilaksis dapat dicetuskan oleh makanan, obat, sengatan serangga, zat kontras, lateks, atau
tidak diketahui (idiopatik). Secara patofisiologi, anafilaksis dibagi menjadi reaksi hipersensitivitas
yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE) atau tanpa dimediasi oleh IgE.
• Tata laksana dari anafilaksis adalah mengenali dan menangani kegawatdaruratan sedini mungkin
dengan pemberian epinefrin intramuskular. Dosis pemberian epinefrin disesuaikan dengan usia dan
berat badan. Tindakan lain yang bisa dilakukan sesuai indikasi setelah memberikan epinefrin
adalah menjauhkan pasien dari paparan pencetus, serta berikan oksigenasi cairan intravena,
antihistamin, dan nebulisasi jika dirasa perlu.
21. Daftar Pustaka
• McLendon K, Britni T S. Anaphylaxis. StatPearls. 2021.
• Soar J, Pumphrey R, Cant A, et al; Working Group of Resuscitation Council UK. Emergency treatment of anaphylactic
reactions – guidelines for healthcare providers. Resuscitation. 2008;77(2):157–69.
• Mustafa S. Anaphylaxis: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Medscape. 2018.
• Mikhail I, Stukus DR, Prince BT. Fatal Anaphylaxis: Epidemiology and Risk Factors. Curr Allergy Asthma Rep.
2021;21(4).
• Turner PJ, Campbell DE, Motosue MS, Campbell RL. Global Trends in Anaphylaxis Epidemiology and Clinical
Implications. J Allergy Clin Immunol Pract. 2020;8(4):1169–76. https://doi.org/10.1016/j.jaip.2019.11.027
• Reber LL, Hernandez JD, Galli SJ. The pathophysiology of anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol. 2017;140(2):335–48.
• Muraro A, Worm M, Alviani C, Cardona V, DunnGalvin A, Garvey LH, et al. EAACI guidelines: Anaphylaxis (2021
update). Allergy Eur J Allergy Clin Immunol. 2022;77(2):357–77.
• Yates AWR, Editor C, Bienenfeld D. Anxiety Disorders: Background , Anatomy , Pathophysiology. Medscape, 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/286227-overview
• Anaphylaxis: emergency management for health professionals. Aust Prescr. 2018 Apr;41(2):54. doi:
10.18773/austprescr.2018.014. Epub 2018 Apr 3. PMID: 29670313; PMCID: PMC5895473.
progresivitas perburukan yang cepat dan mengancam nyawa pada jalan napas dan/atau pernapasan dan/atau sirkulasi dan umumnya disertai perubahan pada kulit dan mukosa.
Gejala urtikaria adalah gejala paling umum (98,68%) diikuti dengan gejala respirasi, angioedema, dan gastrointestinal