Ayat-ayat Alquran tersebut mengingatkan umat manusia untuk tidak mengonsumsi atau memakan harta secara batil, larangan memakan harta anak yatim secara zalim, batasan makan dan minum secara berlebihan, serta mengingatkan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan halal dan haram. Ayat-ayat tersebut juga menekankan pentingnya mengonsumsi makanan yang halal dan baik.
2. A QS. Al-Baqarah (2) Ayat 188 tentang Larangan
Mengonsumsi dengan Batil
B QS. An-Nisā’ (4): 10 tentang Larangan Memakan
Harta Anak Yatim
C QS. Al-A’rāf (7): 31 tentang Batasan Makan dan
Minum
D QS. Al-Mā’idah (5): 87-88: tentang Ketentuan
Halal dan Haram dari Allah
3. Jj
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Asbabun Nuzul ayat ini yaitu Ibnu Abi Hatim, bersumber
dari Sa’id ibn Jubair, meriwayatkan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan Umruul Qais bin ‘Abbas dan Abdan ibn
Asywa’ Al-Hadrami yang bertengkar dalam soal tanah. Umrul
Qais berusaha untuk mendapatkan tanah itu menjadi miliknya
dengan bersumpah di depan hakim. Ayat ini sebagai peringatan
kepada orang-orang yang merampas hak orang dengan jalan
batil
4. Tafsir Ayat
والتأكلواأمولكمبينكم : dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yg lain.
Di dalam ungkapan ayat ini digunakan kata harta kalian, hal ini
merupakan peringatan bahwa umat itu satu di dalam menjalin kerja
sama. Juga sebagai peringatan, bahwa menghormati harta orang
lain berarti menghormati harta sendiri. Sewenang-wenang terhadap
harta orang lain, berati melakukan kejahatan kepada seluruh umat,
karena salah seorang yang diperas merupakan salah satu anggota
umat. Dan ia tentu akan terkena akibat negatif lantaran seseorang
yang memakan harta orang lain berarti memberikan dorongan
kepada orang lain untuk berbuat hal yang serupa, dan terkadang
menimpa dirinya jika keadaanya memang dimikian, sehingga
menjadi bumerang bagi dirinya.
5. بلبطل : Dg jln kebatilan/diharamkan oleh syara’ (mencuri,
merampas, mengintimidasi, korupsi, dsb.)
تدلوبهاإلىالحكام : Janganlah kalian memberikan harta kepada
hakim sebagai risywah (suap) kepada mereka.
Menurut satu pendapat, makna (yang terkandung dalam firman Allah
ini adalah) janganlah kalian gunakan harta kalian untuk para penguasa
dan menyogok mereka, agar mereka memberikan keputusan untuk
kalian yang memubuat harta itu menjadi bertambah .
لتآكلوافريقامناموالالناسباالثموانتمۛتعلمون : Untuk mengambil harta
orang lain dengan cara sumpah bohong atau kesaksian palsu dan
lain-lainnya yang dipakai sebagai cara kalian untuk membuktikan
kebenaran, padahal hatimu mengakui bahwa kamu berbuat salah
dan berdosa. Meminta bantuan kepada hakim didalam rangka
memakan harta orang lain dengan cara batil adalah haram. Pada
hakekatnya, keputusan hakim itu sama sekali tidak merubah
kebenaran, sekalipun didalam hati hakim itu sendiri. Dan bukan
berarti hakim telah menghalalkan untuk pihak yang menyogok.
Fungsi hakim hanya melaksakan keputusan secara lahiriyah,
tetappi pada hakekatnya ia bukan seorang yang berhak
menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
6. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api
sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka).” (QS. Al- Nisā’: 10)
7. Tafsir Ayat
Dalam ayat di atas, Allah mengingatkan para wali agar tidak
memakan harta anak yatim, dan mengancam orang yang
memakannya dengan sekeras-kerasnya siksaan, seraya
berfirman: انالذينيأكلوناموالاليتمىظلما (inna al-lażīna ya’kulūna
amwāla al-yatāmā ẓulman), “sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim,” maksudnya tanpa hak
yang berarti zalim, tidak termasuk di dalamnya apa yang telah
lewat sebelumnya yaitu bolehnya seorang yang fakir untuk
memakannya secara ma’ruf, dan bolehnya makanan pribadinya
bercampur dengan makanan anak yatim.
Barang siapa yang memakannya dengan dzalim maka
sesungguhnya يأكلونفىبطونهمنارۖ (ya’kulūna fī buṭū nihim nāran),
“mereka itu menelan api sepenuh perutnya” yaitu sesungguhnya apa
yang mereka makan tanpa alasan itu adalah api yang menyala-
nyala dalam perut mereka, dan mereka sendiri yang
memasukkan api itu dalam perut-perut mereka di hari
8. Jj
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan.”
Diriwayatkan oleh Muslim, bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa
pada zaman Jahiliyyah terdapat seorang wanita tawaf di
Baitullah dengan telanjang bulat dan hanya bercawat secarik
kain. Ia berteriak-teriak dengan mengatakan, “Pada hari ini aku
halalkan sebagian atau seluruhnya kecuali yang kututupi ini.”
Maka turunlah ayat 31 ini yang memerintahkan untuk
berpakaian rapi apabila memasuki masjid.
9. Tafsir Ayat
خذوازينتكمعندكلمسجد
“Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.”
Ayat ini merupakan bantahan atas tindakan orang-orang musyrik, yang dengan sengaja mengerjakan
thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim di atas.
Ayat di atas juga mengarah kepada hal yang sunah, yaitu disunahkan untuk menghias diri ketika hendak
mengerjakan shalat, lebih-lebih pada hari Jum’at dan hari raya. Juga disunahkan untuk memakai
wewangian, karena itu termasuk perhiasan, serta bersiwak karena merupakan bagian dari kesempurnaan
pakaian tersebut.
وكلواواشربو
“Makan dan minumlah”.
Imam al-Bukhari meriwayatkan, Ibnu ‘Abbas berkata: “Makan dan berpakaianlah sesuka kalian,
asalkan engkau terhindar dari dua sifat yaitu berlebih-lebihan dan sombong.”
Yahya bin Jabir ath-Thā-i menceritakan kepada kami, aku pernah mendengar al-Miqdam bin
Ma’di Yakrib al-Kindi, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah
anak Adam mengisi bejana yang lebih buruk daripada perutnya sendiri. Cukuplah bagi anak Adam
beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya. Kalau ia memang harus
melakukannya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga lagi
untuk nafasnya.” (Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh an-Nasa’i dan at-Tirmidzi. Dan at-
Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits tersebut hasan dan dalam sebuah nash lain disebut hasan
shahih.)
انهاليحبالمسرفين
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berlebih-lebihan.” Ibnu Jarir menyandingkan
ayat ini dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 190, انهللااليحبالمعتدين) inna-Allaha lā
yuḥibbul mu’tadīna), “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Al-Baqarah: 190).
10. oDd
o“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas; Dan makanlah makanan
yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
oRiwayat ini ditemukan juga dalam sunan at-Tirmidzi. Riwayat lain yang sejalan
dengan makna riwayat diatas menyatakan bahwa sejumlah sahabat Nabi saw.
berkumpul untuk membandingkan amal-amal mereka dengan amal-amal Nabi saw.,
dan akhirnya mereka berkesimpulan untuk melakukan amalan-amalan yang berat.
Ada yang ingin shalat semalam suntuk, ada yang tidak akan menggauli wanita, dan
ada juga yang akan berpuasa terus menerus. Mendengar rencana itu Nabi saw.
menegur mereka sambil bersabda: “Sesungguhnya aku adalah yang paling bertakwa
diantara kalian, tapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa tetapi juga
berbuka, dan aku kawin. Barang siapa yang enggan mengikuti sunnahku (cara
hidupku), maka bukanlah ia dari kelompok (umat)ku” (HR. Bukhari dan Muslim
melalui Anas Ibn Malik).
11. Tafsir Ayat
لكم هللا مااحل التحرمواطيبت
“Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah
kepadamu.” Maksudnya adalah mengharamkan apa-apa yang telah diperbolehkan
Allah untuk manusia melakukannya. Seperti makan daging yang bisa menambah
stamina dan menghadirkan syahwat, tapi syahwat itu bisa mereka salurkan
terhadap isteri mereka.
• والتعتدو
Maksudnya adalah mereka singin meniadakan diri kemanusiaan mereka seperti
melakukan shalat malam dan tidak tidur, berpuasa dan tidak berbuka, dan
menjauhi isteri-isteri mereka. Padahal manusia membutuhkan tidur sebagai
istirahatnya, makan sebagai stamina dan wanita sebagai tempat curahan hatinya
Jangan melampaui batas dengan bentuk kata yang menggunakan huruf ت (ṫa)’
bermakna keterpaksaan, yakni diluar batas yang lumrah. Ini menunjukkan bahwa
fitrah manusia mengarah kepada moderasi dalam arti menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya yang wajar tidak berlebih dan tidak juga berkurang.
Setiap pelampauan batas adalah semacam pemaksaan terhadap fitrah dan pada
dasarnya berat, atau risih melakukannya. Inilah yang di isyaratkan oleh تعتد
(ṫa’ṫadu).
Larangan melampaui batas ini, dapat juga berarti bahwa menghalalkan yang
haram, atau sebaliknya, merupakan pelampauan batas kewenangan, karena hanya
Allah swt. yang berwenang menghalalkan dan mengharamkan
12. •وكلو
“Dan makanlah”. Makan di sini adalah segala aktivitas manusia. Pemilihan kata
makan, di samping karena ia merupakan kebutuhan pokok manusia, juga karena
makanan mendukung aktivitas manusia. Tanpa makan, manusia lemah dan tidak
dapat melakukan aktivitas. Ayat ini memerintahkan untuk memakan yang halal
lagi baik. Tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai
halal terdiri dari empat macam yaitu wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
•حلالاطبا
“Halal dan baik.” Prinsip “halal dan baik” hendaknya senantiasa menjadi
perhatian dalam menentukan makanan yang akan dimakan karena makanan itu
tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.
Seperti sabda Nabi saw., “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram,
maka neraka lebih baik baginya.”(HR. at-Tirmizi)
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati
makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengadakan hubungan dengan
isteri, akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syara’,
yaitu baik, halal dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan, maka
pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-
hati dan bertakwa kepada-Nya dalam soal makanan, minuman, dan kenikmatan-
kenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan hukum-hukum menurut
kemauan sendiri dan tidak pula berlebihan dalam menikmati apa-apa yang telah
dihalalkan-Nya.
13. Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT untuk senantiasa
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan
vitamin yang cukup), jadi bagian ayat yang berbunyi halal dan baik
mengandung makna dua aspek yang akan melekat pada setiap rezeki
makanan yang dikonsumsi manusia. Aspek pertama, hendaklah makanan
didapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan syariat Islam.
Dalam hal ini mengandung mana perintah untuk bermuamalah yang
benar. Jangan dengan cara paksa, tipu, curi, atau dengan cara-cara yang
diharamkan dalam syariat Islam. Sementara dalam aspek baik atau tayyib
adalah dari sisi kandungan zat makanan yang dikonsumsi. Makanan
hendaknya mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan gizi
berimbang adalah yang dianjurkan.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar makan
rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka.
“Halal” di sini mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara
memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya,
yaitu mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi,
vitamin, protein dan sebagainya. Makanan tidak baik, selain tidak
mengandung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan.