SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Orang Mukmin Tidak Pernah Stres!
Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan,
baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang
beriman maupun kafir. Allah Ta’ala berfirman,
‫ن‬َ  ‫عنو‬ُ‫نو‬ ‫ج‬َ  ‫ر‬ْ‫َج‬ ‫ت‬ُ‫نو‬ ‫ن ا‬َ ‫ي‬ْ‫َج‬‫ل‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬‫و‬َ  ‫ة‬ً ‫و‬ ‫ن‬َ ‫ت‬ْ‫َج‬‫ف‬ِ‫َل‬ ‫ر‬ِ‫َل‬ ‫ي‬ْ‫َج‬‫خ‬َ  ‫ل‬ْ‫َج‬‫لا‬‫و‬َ  ‫ر‬ِّ ‫و‬ ‫ش‬َّ ‫ب ال‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫لنو‬ُ‫نو‬‫ب‬ْ‫َج‬‫ن‬َ ‫و‬َ 
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Qs Al Anbiya’: 35)
Ibnu Katsir –semoga Allah Ta’ala merahmatinya– berkata, “Makna ayat ini yaitu: Kami menguji
kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami
melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang
beputus asa.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342, Cet Daru Thayyibah)
Kebahagiaan hidup dengan bertakwa kepada Allah
Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna
menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh
karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan
kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫يي‬ِ‫َل‬‫ح‬ْ‫َج‬ ‫ي‬ُ‫نو‬ ‫م ا‬َ  ‫ل‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ع ا‬َ  ‫د‬َ  ‫ذلا‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫ل‬ِ‫َل‬ ‫سنو‬ُ‫نو‬ ‫ر‬َّ ‫لل‬ِ‫َل‬‫و‬َ  ‫لِل‬َِّ‫َل‬ِ‫َل‬ ‫بنولا‬ُ‫نو‬‫جي‬ِ‫َل‬ ‫ت‬َ ‫س‬ْ‫َج‬ ‫لا‬ ‫ننولا‬ُ‫نو‬‫م‬َ  ‫آ‬ ‫ن‬َ  ‫ذي‬ِ‫َل‬‫ل‬َّ‫لا‬ ‫ه ا‬َ  ‫ي‬ُّ‫ه‬‫أ‬َ  ‫ي ا‬َ 
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu
kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu.” (Qs al-Anfaal: 24)
Ibnul Qayyim -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa
kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-
Nya, maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan
(seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan
baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara
lahir maupun batin.” (Kitab Al Fawa-id, hal. 121, Cet. Muassasatu Ummil Qura’)
Inilah yang ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya,
‫ن‬َ  ‫لنو‬ُ‫نو‬‫م‬َ  ‫ع‬ْ‫َج‬ ‫ي‬َ  ‫ننولا‬ُ‫نو‬‫ك ا‬َ  ‫م ا‬َ  ‫ن‬ِ‫َل‬ ‫س‬َ  ‫ح‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ ‫ب‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ر‬َ  ‫ج‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ  ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ن‬َّ‫ي‬َ ‫ز‬ِ‫َل‬ ‫ج‬ْ‫َج‬ ‫ن‬َ ‫ل‬َ ‫و‬َ  ‫ة‬ً ‫و‬ ‫ب‬َ ‫ي‬ِّ ‫و‬‫ط‬َ  ‫ة‬ً ‫و‬‫ي ا‬َ ‫ح‬َ  ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ن‬َّ‫ي‬َ ‫ي‬ِ‫َل‬‫ح‬ْ‫َج‬ ‫ن‬ُ‫نو‬‫ل‬َ ‫ف‬َ  ‫ن‬ٌ ‫ف‬ ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ؤ‬ْ‫َج‬ ‫م‬ُ‫نو‬ ‫نو‬َ  ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫و‬َ  ‫ث ى‬َ ‫ن‬ْ‫َج‬‫أ‬ُ‫نو‬ ‫و‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ  ‫ر‬ٍ ‫أ‬ ‫ك‬َ  ‫ذ‬َ  ‫ن‬ْ‫َج‬ ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ ا‬ً ‫و‬‫ح‬‫ل‬ِ‫َل‬‫ ا‬‫ص‬َ  ‫ل‬َ  ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ع‬َ  ‫ن‬ْ‫َج‬ ‫م‬َ 
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan
sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs ِ‫َل‬An Nahl: 97)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ل‬َ ‫ض‬ْ‫َج‬ ‫ف‬َ  ‫ل‬ٍ ‫أ‬ ‫ض‬ْ‫َج‬ ‫ف‬َ  ‫ذ ي‬ِ‫َل‬ ‫ل‬َّ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ت‬ِ‫َل‬ ‫ؤ‬ْ‫َج‬ ‫ي‬ُ‫نو‬‫و‬َ  ‫م ى‬ّ‫ًى‬ ‫س‬َ  ‫م‬ُ‫نو‬ ‫ل‬ٍ ‫أ‬ ‫ج‬َ  ‫أ‬َ  ‫ل ى‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫ ا‬ً ‫و‬‫ن‬‫س‬َ  ‫ح‬َ  ‫ ا‬ً ‫و‬‫ع‬‫ت ا‬َ ‫م‬َ  ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ع‬ْ‫َج‬ ‫ت‬ِّ ‫و‬‫م‬َ  ‫ي‬ُ‫نو‬ ‫ه‬ِ‫َل‬ ‫ي‬ْ‫َج‬‫ل‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫بنولا‬ُ‫نو‬‫تنو‬ُ‫نو‬ ‫م‬َّ‫ث‬ُ‫نو‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ب‬َّ‫ر‬َ  ‫لا‬‫و‬‫ر‬ُ‫نو‬ ‫ف‬ِ‫َل‬‫غ‬ْ‫َج‬ ‫ت‬َ ‫س‬ْ‫َج‬ ‫لا‬ ‫ن‬ِ‫َل‬ ‫أ‬َ ‫و‬َ 
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di
dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Huud: 3)
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam ayat-ayat ini Allah
Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat
kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat.”
(Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)
Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ibadah shalat, yang
dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan
hati, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‫الصل ة‬ ‫في‬ ‫عيني‬ ‫قر ة‬ ‫وجعلت‬
“Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat.” (HR.
Ahmad 3/128, An Nasa’i 7/61 dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik, dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir, hal. 544)
Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati. (Lihat Fatul
Qadiir, Asy Syaukaani, 4/129)
Sikap seorang mukmin dalam menghadapi masalah
Dikarenakan seorang mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah Ta’ala, memiliki kebahagiaan
yang hakiki dalam hatinya, maka masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak
membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan karena keimanannya
yang kuat kepada Allah Ta’ala sehingga membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah
Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini
Allah Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan
dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
‫م‬ٌ ‫لي‬ِ‫مي‬‫ع‬َ‫ل‬ ‫ء‬ٍ ‫ع‬ ‫ي‬ْ‫ٍء‬ ‫ش‬َ‫ل‬ ‫ل‬ِّ  ‫ك‬ُ‫ّل‬ ‫ب‬ِ‫مي‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫وا‬َ‫ل‬ ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫ب‬َ‫ل‬‫ل‬ْ‫ٍء‬‫ق‬َ‫ل‬ ‫د‬ِ‫مي‬‫ه‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫بلا‬ِ‫مي‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ؤ‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬َ‫ل‬ ‫و‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ا‬ ‫ن‬ِ‫مي‬ ‫ذ‬ْ‫ٍء‬ ‫إ‬ِ‫مي‬‫ب‬ِ‫مي‬ ‫ل‬َّ‫ه‬ ‫إ‬ِ‫مي‬ ‫ة‬ٍ ‫ع‬ ‫ب‬َ‫ل‬‫صي‬ِ‫مي‬ ‫م‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ب‬َ‫ل‬ ‫صلا‬َ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan
barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam)
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs At Taghaabun: 11)
Ibnu Katsir mengatakan, “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini
bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan
mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada
ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan
menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar
dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang
lebih baik baginya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/137)
Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah
Ta’ala dengan hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan
menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang
beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan
pengharapan pahala dari Allah Ta’ala dalam mengahadapi musibah tersebut. Tentu saja semua
ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya semua
(musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah
senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun
sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab
(mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah
tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan
terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang
kafir, maka mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab (mengharapkan pahala dari-
Nya). Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-
hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-
Nya,
‫ن‬َ‫ل‬ ‫جنو‬ُ‫ّل‬ ‫ر‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ا‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫جنو‬ُ‫ّل‬ ‫ر‬ْ‫ٍء‬ ‫ت‬َ‫ل‬‫و‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ت‬َ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬ ‫ك‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ي‬َ‫ل‬ ‫م‬ْ‫ٍء‬ ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬َّ‫ه‬‫إ‬ِ‫مي‬‫ف‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ت‬َ‫ل‬ ‫ننوا‬ُ‫ّل‬‫كنو‬ُ‫ّل‬ ‫ت‬َ‫ل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫إ‬ِ‫مي‬ ‫م‬ِ‫مي‬‫نو‬ْ‫ٍء‬ ‫ق‬َ‫ل‬‫ل‬ْ‫ٍء‬‫ا‬ ‫ء‬ِ‫مي‬ ‫غلا‬َ‫ل‬ ‫ت‬ِ‫مي‬‫ب‬ْ‫ٍء‬‫ا‬ ‫في‬ِ‫مي‬ ‫ننوا‬ُ‫ّل‬‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ت‬َ‫ل‬ ‫ول‬َ‫ل‬
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita
kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu
menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs An
Nisaa’: 104)
Oleh karena itu, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan. Akan
tetapi, orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan
Allah Ta’ala.” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 421-422, Mawaaridul Amaan)
Hikmah cobaan
Di samping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya
dalam meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia,
yaitu dengan dia merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah Ta’ala jadikan
dalam setiap ketentuan yang diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan
bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-hikmah tersebut dengan seksama, seorang
mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada
hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan
keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala.
Semua ini di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu
bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan
yang menimpanya. Dengan sikap ini Allah Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan
kebaikan baginya, karena Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan
hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi:
‫بي‬ ‫عبدي‬ ‫ن‬ّ  ‫ظ‬ ‫عند‬ ‫أنا‬
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HSR al-
Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675)
Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba
tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau
buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan
dan harapannya kepada Allah Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi,
7/53)
Di antara hikmah-hikmah yang agung tersebut adalah:
[Pertama]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk
mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya, yang kalau
seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-
dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah Ta’ala. Oleh karena itu,
musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut
akan meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala (Lihat
keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan hal. 422, Mawaaridul Amaan). Inilah makna
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi,
kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang
yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan
(kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar,
kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan
terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba
tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR At Tirmidzi
no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan
oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul
Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)
[Kedua]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan
penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah Ta’ala mencintai
hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang
(Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 424, Mawaaridul amaan) Inilah
makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Alangkah mengagumkan keadaan
seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya
ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu
adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah
kebaikan baginya.” (HSR Muslim no. 2999)
[Ketiga]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan
keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah Ta’ala sediakan bagi
hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang menjadikannya sangat
jauh berbeda dengan keadaan dunia, karena Allah menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang
penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya
selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di
dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hamba tersebut
hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi
kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul
Lahfan, hal. 423, Mawaaridul Amaan dan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal.
461, Cet. Dar Ibni Hazm). Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‫سبيل‬ ‫عابر‬ ‫أو‬ ‫غريب‬ ‫كأنك‬ ‫الدنيا‬ ‫في‬ ‫كن‬
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HSR
Al Bukhari no. 6053)
Penutup
Sebagai penutup, kami akan membawakan sebuah kisah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim
tentang gambaran kehidupan guru beliau, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah merahmatinya–. Kisah ini memberikan pelajaran
berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menghadapi cobaan dan
kesusahan yang Allah Ta’ala takdirkan bagi dirinya.
Ibnul Qayyim bercerita, “Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat
seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada gurunya, Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi
kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat
memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan
Allah Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-
musuh beliau). Tapi bersamaan dengan itu semua, aku mendapati beliau adalah termasuk orang
yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang
jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau
rasakan). Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang
berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami
merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat), maka
dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta
merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar,
yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)

More Related Content

What's hot

Prinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiPrinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiLalu Iwan
 
Membuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMembuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMuhsin Hariyanto
 
32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfarErman Hidayat
 
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin ppt
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin pptBab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin ppt
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin pptsoleh solehudin
 
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarCiri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarnajikha
 
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarCiri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarsalamahumi16
 
Berdoalah, allah pun akan mengabulkan
Berdoalah, allah pun akan mengabulkanBerdoalah, allah pun akan mengabulkan
Berdoalah, allah pun akan mengabulkanMuhsin Hariyanto
 
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah KuburPeringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah KuburBidak 99
 
32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfarAhmad Harmoko
 
"Ihsanul Amal"
"Ihsanul Amal""Ihsanul Amal"
"Ihsanul Amal"Nur Rohim
 
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarah
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarahPanduan solat sunat dan solat sunat istikarah
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarahkriptonium
 

What's hot (20)

Kedahsyatan Istighfar
Kedahsyatan IstighfarKedahsyatan Istighfar
Kedahsyatan Istighfar
 
Prinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiPrinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi ii
 
Tuntutan taubat
Tuntutan taubatTuntutan taubat
Tuntutan taubat
 
Membuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMembuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutup
 
Ikhlas dan sabar
Ikhlas dan sabarIkhlas dan sabar
Ikhlas dan sabar
 
32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar
 
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin ppt
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin pptBab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin ppt
Bab 3 hadits 2 Riyadhus Shalihin ppt
 
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarCiri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
 
Doa ziarah kubur
Doa ziarah kuburDoa ziarah kubur
Doa ziarah kubur
 
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarCiri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
 
Doa
DoaDoa
Doa
 
Berdoalah, allah pun akan mengabulkan
Berdoalah, allah pun akan mengabulkanBerdoalah, allah pun akan mengabulkan
Berdoalah, allah pun akan mengabulkan
 
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah KuburPeringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur
 
32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar32 manfaat dan keutamaan istighfar
32 manfaat dan keutamaan istighfar
 
Dzikir dan doa
Dzikir dan doaDzikir dan doa
Dzikir dan doa
 
Ringan tapi berat
Ringan tapi beratRingan tapi berat
Ringan tapi berat
 
"Ihsanul Amal"
"Ihsanul Amal""Ihsanul Amal"
"Ihsanul Amal"
 
Nasakh
Nasakh Nasakh
Nasakh
 
Tentang Qurban
Tentang  QurbanTentang  Qurban
Tentang Qurban
 
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarah
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarahPanduan solat sunat dan solat sunat istikarah
Panduan solat sunat dan solat sunat istikarah
 

Similar to Orang mukmin tidak pernah stres

Similar to Orang mukmin tidak pernah stres (20)

إنَّ الـحَمْدَ لِلّ.docx
إنَّ الـحَمْدَ لِلّ.docxإنَّ الـحَمْدَ لِلّ.docx
إنَّ الـحَمْدَ لِلّ.docx
 
Materi khotbah Ied Fitri 1441 H
Materi khotbah Ied Fitri 1441 HMateri khotbah Ied Fitri 1441 H
Materi khotbah Ied Fitri 1441 H
 
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadarCiri beriman kepada qadha dan qadar
Ciri beriman kepada qadha dan qadar
 
10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menuju10 amalan ringan pembuka jalan menuju
10 amalan ringan pembuka jalan menuju
 
24. Hakikat Sabar dan Syukur.pptx
24. Hakikat Sabar dan Syukur.pptx24. Hakikat Sabar dan Syukur.pptx
24. Hakikat Sabar dan Syukur.pptx
 
Istiqomah 2
Istiqomah 2Istiqomah 2
Istiqomah 2
 
Sabar akhlaq terhadap diri sendiri
Sabar akhlaq terhadap diri sendiriSabar akhlaq terhadap diri sendiri
Sabar akhlaq terhadap diri sendiri
 
Sakitmu Menyelamatkanmu
Sakitmu MenyelamatkanmuSakitmu Menyelamatkanmu
Sakitmu Menyelamatkanmu
 
Para penggenggam bara api
Para penggenggam bara apiPara penggenggam bara api
Para penggenggam bara api
 
Peristiwa hari akhir
Peristiwa hari akhirPeristiwa hari akhir
Peristiwa hari akhir
 
Berlaku istiqomah
Berlaku istiqomahBerlaku istiqomah
Berlaku istiqomah
 
Berlaku istiqomah
Berlaku istiqomahBerlaku istiqomah
Berlaku istiqomah
 
Ujian hidup
Ujian hidupUjian hidup
Ujian hidup
 
Tetap istiqamah
Tetap istiqamahTetap istiqamah
Tetap istiqamah
 
Kultum puasa tq
Kultum puasa tqKultum puasa tq
Kultum puasa tq
 
Zikir pagi petang (pdf)
Zikir pagi petang (pdf)Zikir pagi petang (pdf)
Zikir pagi petang (pdf)
 
Lâ tahzan
Lâ tahzanLâ tahzan
Lâ tahzan
 
Lâ tahzan
Lâ tahzanLâ tahzan
Lâ tahzan
 
Al hazan
Al hazanAl hazan
Al hazan
 
KELOMPOK 2 (Mengatasi Berbagai Macam Ujian dan Cobaan.pdf
KELOMPOK 2 (Mengatasi Berbagai Macam Ujian dan Cobaan.pdfKELOMPOK 2 (Mengatasi Berbagai Macam Ujian dan Cobaan.pdf
KELOMPOK 2 (Mengatasi Berbagai Macam Ujian dan Cobaan.pdf
 

More from Abyanuddin Salam

Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfTentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxTAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfTAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfTAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfAbyanuddin Salam
 
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Abyanuddin Salam
 
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanTawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanAbyanuddin Salam
 
Wanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiWanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiAbyanuddin Salam
 
Cara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimCara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimAbyanuddin Salam
 
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahHadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahAbyanuddin Salam
 
Makanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamMakanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamAbyanuddin Salam
 

More from Abyanuddin Salam (20)

Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfTentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
 
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxTAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
 
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfTAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
 
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfTAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
 
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
 
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanTawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
 
Wanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiWanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahi
 
Introspeksi diri
Introspeksi diriIntrospeksi diri
Introspeksi diri
 
Membina keluarga
Membina keluargaMembina keluarga
Membina keluarga
 
Anak sholeh
Anak sholehAnak sholeh
Anak sholeh
 
Cara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimCara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalim
 
Hati2
Hati2Hati2
Hati2
 
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahHadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
 
Hukum oral seks
Hukum oral seksHukum oral seks
Hukum oral seks
 
Food ingredient numbers
Food ingredient numbersFood ingredient numbers
Food ingredient numbers
 
Pemimpin dalam Islam
Pemimpin dalam IslamPemimpin dalam Islam
Pemimpin dalam Islam
 
Hati yang bersih
Hati yang bersihHati yang bersih
Hati yang bersih
 
Makanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamMakanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam Islam
 
Tentang Adopsi Anak
Tentang Adopsi AnakTentang Adopsi Anak
Tentang Adopsi Anak
 
Saudariku
SaudarikuSaudariku
Saudariku
 

Orang mukmin tidak pernah stres

  • 1. Orang Mukmin Tidak Pernah Stres! Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir. Allah Ta’ala berfirman, ‫ن‬َ ‫عنو‬ُ‫نو‬ ‫ج‬َ ‫ر‬ْ‫َج‬ ‫ت‬ُ‫نو‬ ‫ن ا‬َ ‫ي‬ْ‫َج‬‫ل‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬‫و‬َ ‫ة‬ً ‫و‬ ‫ن‬َ ‫ت‬ْ‫َج‬‫ف‬ِ‫َل‬ ‫ر‬ِ‫َل‬ ‫ي‬ْ‫َج‬‫خ‬َ ‫ل‬ْ‫َج‬‫لا‬‫و‬َ ‫ر‬ِّ ‫و‬ ‫ش‬َّ ‫ب ال‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫لنو‬ُ‫نو‬‫ب‬ْ‫َج‬‫ن‬َ ‫و‬َ “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar- benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Qs Al Anbiya’: 35) Ibnu Katsir –semoga Allah Ta’ala merahmatinya– berkata, “Makna ayat ini yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus asa.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342, Cet Daru Thayyibah) Kebahagiaan hidup dengan bertakwa kepada Allah Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman, ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫يي‬ِ‫َل‬‫ح‬ْ‫َج‬ ‫ي‬ُ‫نو‬ ‫م ا‬َ ‫ل‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ع ا‬َ ‫د‬َ ‫ذلا‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫ل‬ِ‫َل‬ ‫سنو‬ُ‫نو‬ ‫ر‬َّ ‫لل‬ِ‫َل‬‫و‬َ ‫لِل‬َِّ‫َل‬ِ‫َل‬ ‫بنولا‬ُ‫نو‬‫جي‬ِ‫َل‬ ‫ت‬َ ‫س‬ْ‫َج‬ ‫لا‬ ‫ننولا‬ُ‫نو‬‫م‬َ ‫آ‬ ‫ن‬َ ‫ذي‬ِ‫َل‬‫ل‬َّ‫لا‬ ‫ه ا‬َ ‫ي‬ُّ‫ه‬‫أ‬َ ‫ي ا‬َ “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu.” (Qs al-Anfaal: 24) Ibnul Qayyim -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul- Nya, maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (Kitab Al Fawa-id, hal. 121, Cet. Muassasatu Ummil Qura’) Inilah yang ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya, ‫ن‬َ ‫لنو‬ُ‫نو‬‫م‬َ ‫ع‬ْ‫َج‬ ‫ي‬َ ‫ننولا‬ُ‫نو‬‫ك ا‬َ ‫م ا‬َ ‫ن‬ِ‫َل‬ ‫س‬َ ‫ح‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ ‫ب‬ِ‫َل‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ر‬َ ‫ج‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ن‬َّ‫ي‬َ ‫ز‬ِ‫َل‬ ‫ج‬ْ‫َج‬ ‫ن‬َ ‫ل‬َ ‫و‬َ ‫ة‬ً ‫و‬ ‫ب‬َ ‫ي‬ِّ ‫و‬‫ط‬َ ‫ة‬ً ‫و‬‫ي ا‬َ ‫ح‬َ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ن‬َّ‫ي‬َ ‫ي‬ِ‫َل‬‫ح‬ْ‫َج‬ ‫ن‬ُ‫نو‬‫ل‬َ ‫ف‬َ ‫ن‬ٌ ‫ف‬ ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ؤ‬ْ‫َج‬ ‫م‬ُ‫نو‬ ‫نو‬َ ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫و‬َ ‫ث ى‬َ ‫ن‬ْ‫َج‬‫أ‬ُ‫نو‬ ‫و‬ْ‫َج‬ ‫أ‬َ ‫ر‬ٍ ‫أ‬ ‫ك‬َ ‫ذ‬َ ‫ن‬ْ‫َج‬ ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ ا‬ً ‫و‬‫ح‬‫ل‬ِ‫َل‬‫ ا‬‫ص‬َ ‫ل‬َ ‫م‬ِ‫َل‬ ‫ع‬َ ‫ن‬ْ‫َج‬ ‫م‬َ “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs ِ‫َل‬An Nahl: 97) Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman, ‫ه‬ُ‫نو‬ ‫ل‬َ ‫ض‬ْ‫َج‬ ‫ف‬َ ‫ل‬ٍ ‫أ‬ ‫ض‬ْ‫َج‬ ‫ف‬َ ‫ذ ي‬ِ‫َل‬ ‫ل‬َّ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ت‬ِ‫َل‬ ‫ؤ‬ْ‫َج‬ ‫ي‬ُ‫نو‬‫و‬َ ‫م ى‬ّ‫ًى‬ ‫س‬َ ‫م‬ُ‫نو‬ ‫ل‬ٍ ‫أ‬ ‫ج‬َ ‫أ‬َ ‫ل ى‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫ ا‬ً ‫و‬‫ن‬‫س‬َ ‫ح‬َ ‫ ا‬ً ‫و‬‫ع‬‫ت ا‬َ ‫م‬َ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ع‬ْ‫َج‬ ‫ت‬ِّ ‫و‬‫م‬َ ‫ي‬ُ‫نو‬ ‫ه‬ِ‫َل‬ ‫ي‬ْ‫َج‬‫ل‬َ ‫إ‬ِ‫َل‬ ‫بنولا‬ُ‫نو‬‫تنو‬ُ‫نو‬ ‫م‬َّ‫ث‬ُ‫نو‬ ‫م‬ْ‫َج‬ ‫ك‬ُ‫نو‬ ‫ب‬َّ‫ر‬َ ‫لا‬‫و‬‫ر‬ُ‫نو‬ ‫ف‬ِ‫َل‬‫غ‬ْ‫َج‬ ‫ت‬َ ‫س‬ْ‫َج‬ ‫لا‬ ‫ن‬ِ‫َل‬ ‫أ‬َ ‫و‬َ “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Huud: 3) Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)
  • 2. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ibadah shalat, yang dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‫الصل ة‬ ‫في‬ ‫عيني‬ ‫قر ة‬ ‫وجعلت‬ “Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat.” (HR. Ahmad 3/128, An Nasa’i 7/61 dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir, hal. 544) Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati. (Lihat Fatul Qadiir, Asy Syaukaani, 4/129) Sikap seorang mukmin dalam menghadapi masalah Dikarenakan seorang mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, maka masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan karena keimanannya yang kuat kepada Allah Ta’ala sehingga membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini Allah Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, ‫م‬ٌ ‫لي‬ِ‫مي‬‫ع‬َ‫ل‬ ‫ء‬ٍ ‫ع‬ ‫ي‬ْ‫ٍء‬ ‫ش‬َ‫ل‬ ‫ل‬ِّ ‫ك‬ُ‫ّل‬ ‫ب‬ِ‫مي‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫وا‬َ‫ل‬ ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫ب‬َ‫ل‬‫ل‬ْ‫ٍء‬‫ق‬َ‫ل‬ ‫د‬ِ‫مي‬‫ه‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫بلا‬ِ‫مي‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ؤ‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬َ‫ل‬ ‫و‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ا‬ ‫ن‬ِ‫مي‬ ‫ذ‬ْ‫ٍء‬ ‫إ‬ِ‫مي‬‫ب‬ِ‫مي‬ ‫ل‬َّ‫ه‬ ‫إ‬ِ‫مي‬ ‫ة‬ٍ ‫ع‬ ‫ب‬َ‫ل‬‫صي‬ِ‫مي‬ ‫م‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ب‬َ‫ل‬ ‫صلا‬َ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬ “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs At Taghaabun: 11) Ibnu Katsir mengatakan, “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/137) Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah Ta’ala dalam mengahadapi musibah tersebut. Tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin. Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab (mengharapkan pahala dari- Nya). Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan- hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman- Nya, ‫ن‬َ‫ل‬ ‫جنو‬ُ‫ّل‬ ‫ر‬ْ‫ٍء‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬ ‫لل‬َّ‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ا‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫م‬ِ‫مي‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫جنو‬ُ‫ّل‬ ‫ر‬ْ‫ٍء‬ ‫ت‬َ‫ل‬‫و‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ت‬َ‫ل‬ ‫ملا‬َ‫ل‬ ‫ك‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ي‬َ‫ل‬ ‫م‬ْ‫ٍء‬ ‫ه‬ُ‫ّل‬ ‫ن‬َّ‫ه‬‫إ‬ِ‫مي‬‫ف‬َ‫ل‬ ‫ن‬َ‫ل‬ ‫منو‬ُ‫ّل‬ ‫ل‬َ‫ل‬‫أ‬ْ‫ٍء‬‫ت‬َ‫ل‬ ‫ننوا‬ُ‫ّل‬‫كنو‬ُ‫ّل‬ ‫ت‬َ‫ل‬ ‫ن‬ْ‫ٍء‬ ‫إ‬ِ‫مي‬ ‫م‬ِ‫مي‬‫نو‬ْ‫ٍء‬ ‫ق‬َ‫ل‬‫ل‬ْ‫ٍء‬‫ا‬ ‫ء‬ِ‫مي‬ ‫غلا‬َ‫ل‬ ‫ت‬ِ‫مي‬‫ب‬ْ‫ٍء‬‫ا‬ ‫في‬ِ‫مي‬ ‫ننوا‬ُ‫ّل‬‫ه‬ِ‫مي‬ ‫ت‬َ‫ل‬ ‫ول‬َ‫ل‬ “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs An Nisaa’: 104)
  • 3. Oleh karena itu, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan. Akan tetapi, orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah Ta’ala.” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 421-422, Mawaaridul Amaan) Hikmah cobaan Di samping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia, yaitu dengan dia merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-hikmah tersebut dengan seksama, seorang mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala. Semua ini di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya. Dengan sikap ini Allah Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi: ‫بي‬ ‫عبدي‬ ‫ن‬ّ ‫ظ‬ ‫عند‬ ‫أنا‬ “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HSR al- Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675) Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53) Di antara hikmah-hikmah yang agung tersebut adalah: [Pertama] Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya, yang kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa- dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah Ta’ala. Oleh karena itu, musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut akan meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan hal. 422, Mawaaridul Amaan). Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143) [Kedua] Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 424, Mawaaridul amaan) Inilah
  • 4. makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HSR Muslim no. 2999) [Ketiga] Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang menjadikannya sangat jauh berbeda dengan keadaan dunia, karena Allah menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hamba tersebut hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 423, Mawaaridul Amaan dan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 461, Cet. Dar Ibni Hazm). Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‫سبيل‬ ‫عابر‬ ‫أو‬ ‫غريب‬ ‫كأنك‬ ‫الدنيا‬ ‫في‬ ‫كن‬ “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HSR Al Bukhari no. 6053) Penutup Sebagai penutup, kami akan membawakan sebuah kisah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim tentang gambaran kehidupan guru beliau, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah merahmatinya–. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allah Ta’ala takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim bercerita, “Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada gurunya, Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh- musuh beliau). Tapi bersamaan dengan itu semua, aku mendapati beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat), maka dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)