Hakikat Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
1. 4
HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
A. Hakikat Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, sebagaimana halnya
dalam penyelenggaraan pembelajaran bidang-bidang yang lain, evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran
secara keseluruhan. Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa
diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah
diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan
yang perlu dipenuhi. Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannya
melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara matang dan
saksama dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar tujuan-tujuan
pembelajaran itu dicapai secara semestinya.
Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja
tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Dalam
hal itu Depdiknas (Supriyadi, 2013:1-2) mengategorikan prinsip-prinsip umum
evaluasi yang harus diperhatikan sebagai berikut.
1. Menentukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas
dalam proses evaluasi. Efektivitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi
tentang apa yang akan dievaluasi dan salah satu faktor yang melatarbelakangi
pengembangan pengukuran perilaku siswa.
2. Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapainya dan
harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling
efektif untuk menentukan apa yang ingin diketahui oleh siswa. Evaluasi yang
komprehensif menuntut berbagai teknik. Salah satu alasan perlunya berbagai
teknik evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang
unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Guna mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagai
teknik.
2. 5
3. Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan
keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu
mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan pengambilan
sampel, yakni hanya dapat mengukur sampel kecil pada satu waktu. Kesalahan
kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu.
Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil
evaluasi yang menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya
tidak mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil
yang bersifat mendekati saja, sehingga harus ditafsirkan secara wajar.
Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya
lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan
dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
4. Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.
B. Tujuan, Fungsi, dan Prinsip Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Tes adalah alat, prosedur evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat kemampuan testee dengan menggunakan pertanyaan atau tugas yang
harus dijawab atau dikerjakan. Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
misalnya tes seleksi, tes masuk, tes penempatan, tes diagnostik, tes
keberhasilan, tes perkembangan, tes hasil prestasi belajar, dan tes penguasaan.
Tes bahasa sangat penting dalam pembelajaran bahasa karena tes dapat
memonitor keberhasilan, baik pembelajar maupun pembelajar dalam mencapai
tujuannya. Bagi pembelajar, tes dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar hasil yang telah dicapai, yaitu kemampuan yang telah diperoleh,
sedangkan bagi pembelajar, tes dapat digunakan untuk mengetahui keefektivan
pendekatan, metode, teknik, serta fasilitas yang digunakan dalam proses
pembelajaaran.
Pada dasarnya, tes dilakukan untuk keuntungan kedua belah pihak, yaitu
pembelajar dan pembelajar. Tujuan tes ialah untuk menjajaki seberapa besar
3. 6
kemampuan pembelajar dalam menyampaikan materi kepada pembelajar dan
bagi pembelajar sebagai penjajagan seberapa banyak materi yang mampu
mereka serap selama proses pembelajaran. Dari hasil tes, pembelajar/penyusun
silabus dapat mengubah/memperbaiki silabus, metode, dan media. Tes
merupakan pengumpul informasi (Zuhud,1995:10).
Tidak terlepas dari kepentingan tes dalam belajar-mengajar bahasa,
menurut Harris (1967:2-4) tes bahasa mempunyai enam tujuan yang
berhubungan dan tidak saling mengecualikan, yaitu: (a) untuk menentukan
kesiapan pembelajar menerima suatu program pelajaran, (b) untuk
mengelompokkan atau menempatkan pembelajar pada kelas yang tepat, (c)
untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan khusus individu yang dites, (d)
untuk mengukur bakat belajar, (e) untuk mengukur luas pencapaian tujuan
belajar pada pembelajar, dan (f) untuk menilai keefektivan pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan evaluasi pembelajaran bahasa
Indonesia dapat digunakan untuk mengubah/memperbaiki silabus, metode, dan
media, karena evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan untuk: (a)
menjajaki seberapa besar kemampuan pembelajar dalam menyampaikan materi
kepada pembelajar dan bagi pembelajar sebagai penjajagan seberapa banyak
materi yang mampu mereka serap selama proses pembelajaran, (b) menentukan
kesiapan pembelajar menerima suatu program pelajaran, (c) mengelompokkan
atau menempatkan pembelajar pada kelas yang tepat, (d) mengetahui kekuatan
dan kelemahan khusus individu yang dites, (e) mengukur bakat belajar, (f)
mengukur luas pencapaian tujuan belajar pada pembelajar, dan (g) menilai
keefektivan pelajaran.
2. Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip yang jelas
sebagai landasan pijak. Prinsip dalam hal ini, berarti rambu-rambu atau
pedoman yang seharusnya dipegangi oleh guru-guru sebagai evaluator dalam
melaksanakan kegiatan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan sedikit pemaparan
tersebut, Sakiman (2012:15-17) mengemukakan prinsip evaluasi sebagai
berikut.
4. 7
a. Valid
Evaluasi pembelajaran harus dapat memberikan informasi yang akurat
(tepat) tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Tepat tidaknya hasil
evaluasi ini antara lain dipengaruhi oleh pengunaan teknik dan instrumen
evaluasi. Maka seorang evaluator perlu memerhatikan teknik dan instrumen
yang akan digunakan agar sesuai dengan kemampuan atau jenis hasil belajar
yang akan dievaluasi.
b. Mendidik
Evaluasi pembelajaran harus memberi sumbangan positif terhadap
pencapaian belajar peserta didik. Hasil evaluasi bagi peserta didik yang
sudah berhasil lulus hendaknya dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai
penghargaan, sedang bagi yang kurang dapat dijadikan sebagai pemicu
semangat belajar.
c. Berorientasi pada kompetensi
Evaluasi pembelajaran harus mengacu kepada rumusan kompetensi-
kompetensi yang telah dirumuskan di dalam kurikulum dan diarahkan untuk
menilai pencapaian kompetensi tersebut.
d. Adil dan objektif
Evaluasi pembelajaran harus adil terhadap semua peserta didik dan tidak
membedakan latar belakang peserta didik yang tidak berkaitan dengan
pencapaian hasil belajar. Objektivitas penilaian tergantung dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor pelaksana, kriteria untuk skoring dan pembuatan
keputusan pencapaian hasil belajar.
e. Terbuka
Kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka
bagi semua pihak sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik
jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Berkesinambungan
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus-
menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan
belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
5. 8
g. Menyeluruh
Evaluasi terhadap proses dan hasil belajar peserta didik harus dilaksanakan
secara menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup seluruh aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
h. Bermakna
Evaluasi pembelajaran hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti,
berguna, dan bisa ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
C. Jenis-jenis Tes Kebahasaan
Supriyadi (2013:9-15) berpendapat bahwa terdapat tiga jenis ranah
evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu (1) evaluasi ranah pengetahuan
bahasa, (2) evaluasi ranah sikap, (3) ranah evaluasi keterampilan berbahasa.
Adapun rincian penjelasannya sebagai berikut:
1. Evaluasi Ranah Pengetahuan Bahasa
Pengetahuan kebahasaan antara lain meliputi: masalah struktur (fonologi,
morfologi, sintaksis), semantik, kosakata, ejaan, dan lain-lain. Penguasaan
pengetahuan (kompetensi) kebahasaan ini pada akhirnya akan mencerminkan
perilaku berbahasa pembelajar. Dengan kata lain, keterampilan pembelajar
bahasa target sangat ditentukan oleh pengetahuannya terhadap bahasa target
yang dipelajarinya.
Ranah pengetahuan berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Evaluasi
ranah pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pembelajar
menguasai teori-teori kebahasaan yang dipelajarinya. Ranah pengetahuan dapat
diujikan dengan mengadakan (a) tes pengetahuan, (b) wawancara, dan (c)
observasi. Nilai tes ditentukan oleh seberapa jauh pembelajar dapar menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan. Semakin banyak pembelajar menjawab
dengan benar, semakin baiklah pengetahuan bahasanya. Tes bahasa tersebut
meliputi: tes bunyi bahasa, tes kosakata, dan tes tatabahasa (struktur).
a. Tes Bunyi Bahasa
Tes bunyi bahasa pada umumnya lebih banyak dilakukan pada
penyelenggaraan pengajaran bahasa sebagai bahasa asing daripada bahasa
6. 9
pertama atau bahasa kedua. Tes bunyi bahasa merupakan tes untuk menilai
ketepatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dan mengidentifikasi bunyi-
bunyi yang didengar atau diperdengarkan. Penguasaan bunyi bahasa
merupakan salah satu tujuan pengajaran yang sangat penting.
Sasaran tes bunyi bahasa secara umum meliputi penguasaan seluruh
sistem bunyi bahasa, baik secara pasif-reseptif (mengenal dan memahami),
maupun secara aktif-produktif (melafalkan dan menggunakan), termasuk
penguasan tekanan dan intonasi. Dengan demikian, tes bunyi bahasa
meliputi tiga keterampilan dasar, yaitu: (1) keterampilan merekognisi dan
melafalkan perbedaan bunyi bahasa, (2) keterampilan merekognisi dan
menggunakan pola penekanan bunyi bahasa, dan (3) keterampilan
mendengarkan dan memproduksi pola dinamik bunyi bahasa.
Pengembangan alat tes bunyi bahasa perlu mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: pertama, tekanan bunyi dalam bahasa Indonesia tidak
membedakan arti; kedua, belum ada ucapan baku dan banyaknya variasi
ucapan dalam bahasa Indonesia juga tidak membedakan arti; dan ketiga, tes
ucapan produktif harus dilaksanakan secara individual yang tentu akan
membutuhkan waktu dan tenaga.
Beberapa bentuk dan jenis butir tes bunyi bahasa antara lain: (1)
membedakan bunyi bahasa (teras – teras), (2) melafalkan fonem-fonem, (3)
melafalkan kata dan pasangan kata, dan (4) melafalkan rangkaian kata dan
kalimat.
b. Tes Kosakata
Tes kosakata bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan produksi
kata-kata yang dugunakan dalam berbicara dan menulis. Hal yang pertama
kali diperhatikan yaitu apakah kosakata yang akan diteskan itu kosakata
aktif atau pasif, yaitu kata-kata yang akan digunakan dalam berbicara dan
menulis yang akan digunakan khusus untuk memahami bacaan. Kamus
dapat digunakan dalam memilih kata-kata yang akan diteskan, tetapi pada
umumnya digunakan daftar kata yang dibuat berdasarkan frekuensi
pemakaiannya secara nyata.
7. 10
Pengetahuan tentang kosakata merupakan hal yang sangat penting
untuk mengembangkan dan menunjukkan keterampilan berbahasa
mendengarkan, membaca, dan menulis. Namun, hal itu tidak selamanya
berarti bahwa kosakata harus diteskan secara terpisah. Tes kosakata dapat
dilakukan tersendiri, dapat juga dilakukan secara terpadu dengan
keterampilan itu. Dalam hal ini, perlu diperhatikan perbedaan antara
keterampilan produktif (berbicara dan menulis) dan keterampilan reseptif
(mendengarkan dan membaca).
Tes kosakata umumnya menggunakan soal bentuk objektif pilihan
ganda, tetapi ada pula bentuk isian. Bentuk tes kosakata antara lain:
sinonim, antonim, memperagakan, mencari padanannya, definisi atau
parafrase, melengkapi kalimat, dan gambar. Untuk tes kosakata ini, perlu
diperhatikan dalam hal berikut: (1) definisi menggunakan kata-kata
sederhana yang mudah dipahami; (2) semua alternatif jawaban memiliki
tingkat kesukaran yang lebih kurang sama; (3) kalau mungkin, semua
pilihan berhubungan dengan bidang atau kegiatan yang sama; (4) panjang
pilihan jawaban lebih kurang sama; dan (5) butir soal harus bebas dari
kesalahan ejaan.
c. Tes Struktur (Tata bahasa)
Tatabahasa (sintaksis) merupakan bagian yang berkaitan dengan
penataan rangkaian kata-kata dalam suatu hubungan yang bersifat prediktif
sehingga menghasilkan kalimat yang gramatikal. Selain penataan kata
dalam rangkaian kata-kata, tata bahasa juga berkaitan dengan perubahan
bentuk kata akibat lingkungan yang dimasuki kata-kata itu dalam
rangkaiannya. Akibatnya, kata-kata itu tersusun dalam bentuk frasa ataupun
kalimat. Jadi, tatabahasa tidak hanya berurusan dengan merangkaikan kata-
kata, melainkan juga perubahan bentuk kata dan penataan dalam bentuk
frasa atau kalimat.
Tes mengenai pengetahuan tentang tata bahasa sangat penting seperti
halnya tentang kosakata sebab semua kegiatan berbahasa melibatkan kedua
komponen itu. Pengajaran bahasa, apapun pendekatan dan metodenya selalu
8. 11
mengajarkan kedua komponen itu. Seperi dikatakan oleh Hughes
(1989:141-142), rupanya tidak mungkin ada lembaga pengajaran yang tidak
mengajarkan tata bahasa secara tersamar atau dengan cara lain. Kelemahan
dalam keterampilan gramatikal akan mengurangi pencapaian penampilan
keterampilan berbahasa, terutama keterampilan produktif.
Tes tatabahasa dapat dibedakan atas (1) tes bentuk kata, (2) tes
pembentukan frasa, (3) tes makna frasa, dan (4) tes pembentukan kalimat.
Penentuan format tes didasarkan pada tujuan, keluasan materi, waktu, serta
tingkat keterampilan yang dimiliki pembelajar. Adapun bentuk tes
tatabahasa dapat disusun dalam bentuk esai, pilihan ganda, tes melengkapi,
dan tes jawaban pendek.
2. Evaluasi Ranah Sikap
Ranah sikap merupakan ranah yang berkaitan dengan pandangan, pikiran,
dan perasaan pembelajar terhadap bahasa target (Indonesia) yang
dipelajarinya. Ranah ini mencakup aspek penerimaan, reaksi, dan penilaian.
Ketiga aspek ini saling berkaitan. Aspek penerimaan berkaitan dengan
kepekaan pembelajaran dalam menerima segala rangsangan bahasa terget yang
dipelajari. Tingkat ketanggapan dan keterpahaman ini berpengaruh terhadap
aspek reaksi dan aspek penilaian. Aspek reaksi berkaitan dengan tanggapan
yang diberikan pembelajar terhadap rangsangan kebahasaan. Tanggapan
tersebut berupa penguatan, perbaikan, dan pengarahan. Aspek penilaian
berkaitan dengan evaluasi terhadap penerimaan dan tanggapan kebahasaan.
Evaluasi terhadap ranah sikap berbahasa ini dimaksudkan agar penilai
mengetahui: (1) pandangan, pikiran, dan perasaan pembelajar, (2) perilaku
pembelajar, (3) ketanggapan terhadap gejala bahasa; dan (4) sejauh mana
pembelajar mampu menilai setiap masalah bahasa terget yang ditemuinya.
Teknik evaluasi yang dapat dilakukan berupa: (1) pengungkapan, (2)
pangamatan, dan (3) penilaian. Baik buruknya pandangan pembelajaran
terhadap bahasa terget ditentukan dari keterampilannya menyelesaikan tes,
hasil observasi, wawancara, dan hasil angketnya. Semakin baik pengungkapan,
9. 12
penerimaan dan reaksi pembelajar, semakin positiflah sikap mereka terhadap
bahasa target yang dipelajarinya, demikian juga sebaliknya.
3. Evaluasi Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa merupakan kiat menggunakan setiap aspek
kebahasaan dalam setiap perilaku berbahasa. Keterampilan berbahasa
mencakup menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keterampilan
menyimak termasuk keterampilan reseptif, sedangkan berbicara dan menulis
termasuk keterampilan produktif.
D. Penilaian dalam Pembelajaran Keterampilan Bahasa Lisan
1. Penilaian Keterampilan Menyimak
Supriyadi (2013:13) mengemukakan bahwa menyimak merupakan
keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasa anak sebelum menguasaai
keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak pada
hakikatnya lebih bersifat kognitif dengan aspek yang lebih tinggi.
Keterampilan ini mencakup menerima, menganalisis, memahami, dan
menyimpulkan informasi lisan yang disampaikan dalam bahasa target.
Teknik evaluasi yang dapat dilakukan dipaparkan sebagai berikut.
a. Menyebutkan/menuliskan kembali suatu informasi sederhana (fonem,
nama sesuatu, jumlah, keadaan sesuatu, peristiwa, dan lain-lain.
b. Menyebutkan/menuliskan kembali deskripsi atau uraian suatu peristiwa,
benda, keadaan, sebab akibat, dan lain-lain.
c. Menyebutkan/menuliskan kembali suatu hal (kelahiran, pengalaman
kawan- kawan, dan lain-lain.
d. Menyebutkan/menuliskan kembali suatu cerita.
e. Menyimpulkan suatu percakapan.
f. Menjawab suatu pertanyaan dari suatu soal (objektif, esai berstuktur, atau
esai bebas).
g. Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari sebuah cerita.
h. Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah yang tidak sesuai dengan bahasa
target.
10. 13
Ibrahim dan Yanti (2017:97) mengemukakan keterampilan menyimak
dapat diartikan sebagai keterampilan menangkap dan memahami bahasa lain.
Oleh karena itu, bahan kebahasaan yang sesuai tentulah berupa wacana,
berhubung sebuah wacana pastilah memuat informasi. Untuk tes keterampilan
menyimak, pemilihan bahasan tes lebih ditekankan pada keadaan wacana, baik
dilihat dari segi tingkat kesulitan, isi dan cakupan maupun jenis-jenis wacana.
Adapun rincian penjelasannya sebagai berikut:
a. Tingkat kesulitan wacana
Tingkat kesulitan wacana terutama ditinjau dari faktor kosakata dan
struktur yang dipergunakan. Jika kosakata yang dipergunakan sulit,
bermakna ganda dan abstrak, jarang dipergunakan, ditambah lagi struktur
kalimatnya yang kompleks, wacana tersebut termasuk wacana yang tinggi
tingkat kesulitannya. Wacana yang baik untuk dipergunakan dalam tes
keterampilan menyimak adalah wacana yang tidak terlalu sulit, atau
sebaliknya terlalu mudah.
b. Isi dan cakupan wacana
Isi dan cakupan wacana biasanya juga mempengaruhi tingkat kesulitan
wacana, jika isi wacana itu tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan, atau
tidak sesuai pula dengan bidang yang dipelajari siswa, ia akan menambah
tingkat kesulitan wacana yang bersangkutan. Wacana yang akan diteskan
hendaknya yang berisi hal-hal yang bersifat netral sehingga sangat
dimungkinkan adanya kesamaan pandangan terhadap isi masalah itu.
Sebaliknya, hendaklah menghindari wacana yang berisi suatu pandangan
atau keyakinan golongan tertentu karena akan menimbulkan adanya
perbedaan pendapat atau paling tidak lebih dari satu jawaban yang benar.
c. Jenis-jenis wacana
Adapun jenis–jenis dan atau bentuk wacana yang sering digunakan dalam
tes keterampilan menyimak adalah sebagai berikut:
1) Pertanyaan atau pernyataan yang singkat
2) Dialog
3) Ceramah
11. 14
Nurgiyantoro (2010: 218-223) mengungkapkan bahwa terdapat empat
tingkatan dalam tes keterampilan menyimak yaitu tingkat ingatan, tingkat
pemahaman, tingkat penerapan, dan tingkat analisis. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Tes keterampilan menyimak tingkat ingatan
Tes keterampilan menyimak pada tingkat ini sekadar menuntut siswa
untuk mengingat fakta atau menyatukan kembali fakta-fakta yang terdapat
di dalam wacana yang telah diperdengarkan. Fakta dalam wacana dapat
berupa tanggal, tahun, peristiwa dan sebagainya. Bentuk tes yang
dipergunakan dapat berupa bentuk tes objektif, isian singkat, ataupun
bentuk pilihan ganda.
b. Tes keterampilan menyimak tingkat pemahaman
Tes keterampilan menyimak pada tingkat pemahaman menuntut siswa
untuk dapat memahami wacana yang dipergunakan. Pemahaman yang
dimaksud adalah pemahaman terhadap isi wacana, hubungan antar
kejadian, hubungan antar ide, hubungan sebab akibat, dan sebagainya.
Pemahaman pada tingkat ini belum benar-benar kompleks (belum
menuntut kerja kognitif yang tinggi). Bentuk tes yang digunakan esai
ataupun bentuk objektif.
c. Tes keterampilan menyimak tingkat penerapan
Diharapkan siswa dapat menerapkan konsep atau masalah tertentu pada
situasi yang baru. Misalnya, diperdengarkan beberapa sebuah wacana
dengan gambar yang sesuai.
d. Tes keterampilan menyimak tingkat analisis
Tes keterampilan menyimak pada tingkat analisis menuntut siswa untuk
melakukan kerja analisis, untuk memilih alternatif jawaban yang tepat.
Analisis yang dilakukan berupa analisis detil-detil informasi,
mempertimbangkan bentuk dan aspek kebahasaan tertentu, menemukan
hubungan kelogisan, sebab-akibat dan lain-lain.
12. 15
Penelaahan butir soal alat ukur menyimak menurut badan Penelitian
dan Pengembangan Sistem Pengujian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
1988 (Ibrahim dan yanti, 2017:98-99) yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1. Penelaahan Butir Soal Menyimak
No. Aspek yang Ditelaah Ya Tidak
I Materi
a. Soal sesuai tujuan
b. Soal sesuai lingkup materi
c. Kunci jawaban tepat
d. Pengecoh logis
e. Sesuai dengan jenjang pendidikan
II Konstruksi Soal
Item
1. singkat, jelas, dan logis
2. Tidak mengarah ke kunci jawaban
3. Bebas ganda negatif
Alternative jawaban homogeny dari
4. Segi materi
5. Struktur kalimat
III Bahasa
1. Baik dan benar
2. Mudah dipahami
3. Bebas pengulangan kata yang sama pada
alternative jawaban
2. Penilaian Keterampilan Berbicara
Tes berbicara umumnya dianggap tes yang paling sukar. Salah satu
sebabnya adalah bahwa hakikat keterampilan berbicara itu sendiri sukar
didefinisikan. Pengalaman dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada orang
yang disebut pendiam, ada juga yang banyak bicara, tetapi kalau berbicara,
13. 16
kualitasnya ditinjau dari segi pilihan kata, tata bahasa, dan penalarannya,
orang yang termasuk banyak bicara tadi belum tentu lebih baik. Orang yang
pandai atau berpendidikan tinggi juga belum tentu pembicara-annya lancar
dan mudah dipahami.
Supriyadi (2013:15-16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara
sangat kompleks karena tidak hanya menuntut pemahaman terhadap masalah
yang akan diinformasikan, tetapi juga menuntut keterampilan menggunakan
perangkat kebahasaan dan nonkebahasaan. Evaluasi keterampilan berbicara
dilaksanakan untuk mengetahui keterampilan pembelajar dalam menggunakan
bahasa target secara lisan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan
keberadaannya.
Lebih lanjut, Supriyadi mengatakan teknik evaluasi yang dapat
digunakan dipaparkan sebagai berikut.
a. Mengucapkan huruf, nama, keadaan dalam bahasa target.
b. Menceritakan kembali dialog, cerita, peristiwa yang didengar atau yang
dibaca.
c. Menceritakan gambar.
d. Melakukan wawancara.
e. Menyampaikan pengalaman, peristiwa, ilmu pengetahuan seecara lisan.
f. Menjawab pertanyaan sederhana dan komplek.
g. Bermain peran.
Ibrahim dan Yanti (2017: 111-119) mengemukakan ada banyak
bentuk tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik untuk mengukur
kompetensi berbicaranya dalam bahasa target. Apapun bentuk tugas yang
dipilih haruslah yang memungkinkan peserta didik untuk tidak saja
mengekspresikan keterampilan berbahasanya, melainan juga mengungkapkan
gagasan, pikiran, perasaan, atau menyampaikan informasi. Dengan demikian,
tes tersebut bersifat fungsional, di samping dapat juga mengungkap
keterampilan peserta didik berbicara dalam bahasa yang bersangkutan
mendekati pemakaiannya secara normal. Selain itu, pemberian tugas hendaklah
juga dilakukan dengan cara yang menarik menyenangkan agar peserta uji tidak
14. 17
merasa tertekan dan dapat mengungkapkan kompetensi berbahasanya secara
normal dan maksimal.
a. Berbicara berdasarkan gambar
Untuk mengungkapkan keterampilan berbicara pembelajar dalam suatu
bahasa, gambar dapat dijadikan rangsang pembicaraan yang baik.
Rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan anak-anak
usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing pada tahap awal. Akan
tetapi, rangsang gambarpun dapat pula dipergunakan pada pembelajar yang
keterampilan berbahasanya telah (lebih) tinggi tergantung pada keadaan
gambar yang dipergunakan itu sendiri.
Rangsang gambar yang dapat dipakai sebagai rangsang berbicara dapat
dikelompokkan ke dalam gambar objek dan gambar cerita. Gambar objek
merupakan gambar tentang objek tertentu yang berdiri sendiri seperti
binatang, kendaraan, pakaian, alam dan berbagai objek yang lain yang
kehadirannya tidak memerlukan bantuan objek gambar lain. Gambar cerita
adalah gambar susun yang terdiri dari sejumlah panel gambar yang saling
berkaitan yang secara keseluruhan membentuk sebuah cerita.
1) Objek Gambar
Gambar objek adalah gambar yang masing-masing memiliki nama satu
kata dan merupakan gambar-gambar lepas yang antara satu dengan
yang lain kurang ada kaitannya. Gambar objek dapat dijadikan
rangsang berbicara untuk peserta didik tingkat awal, misalnya taman
kanak-kanak, atau pembelajar bahasa asing tingkat pemula yang masih
dalam tahap melancarkan lafal bahasa dan memahami makna kata.
2) Gambar Cerita
Gambar cerita adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah
cerita. Ia mirip komik, atau mirip buku gambar tanpa kata (wordless
picture books), yaitu buku-buku gambar cerita yang alur ceritanya
disajikan lewat gambargambar,atau gambar-gambar itu sendiri
menghadirkan cerita. Kalaupun dalam gambar-gambar itu disertai
kata-kata, bahasa verbal tersebut sangat terbatas. Gambar cerita atau
15. 18
buku gambar tanpa kata bervariasi tingkat kompleksitasnya dari yang
sederhana dan mudah dikenali sequensialnya sampai yang abstrak.
Dilihat dari sifat alamiah gambar cerita tersebut, ia terlihat potensial
untuk dijadikan bahan rangsang berbicara.
Untuk menilai kompetensi berbicara peserta didik, kita dapat
membuat dan menggunakan rubrik yang sengaja disiapkan. Komponen
penilaian harus melibatkan unsur bahasa dan kandungan makna. Namun
demikian, karena tugas yang demikian lebih tepat dilakukan dalam tes
proses yang sekaligus menjadi bagian dari strategi pembelajaran, guru juga
perlu mencatat kesalahan-kesalahan kebahasaan yang dilakukan peserta
didik untuk dibetulkan kemudian. Ingat, kita sebaiknya tidak memotong
pembicaraan peserta didik agar mereka tidak terganggu dan justru
mematikan keberanian. Rubrik penilaiannya sebagai berikut.
Tabel 2.2. Rubrik Penilaian Berbicara Berdasarkan Gambar
1 = sangat kurang 4 = baik
2 = kurang 5 = sangat baik
3 = sedang
No. Aspek yang Dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian dengan gambar
2 Ketepatan logika urutan cerita
3 Ketepatan makna keseluruhan cerita
4 Ketepatan kata
5 Ketepatan kalimat
6 Kelancaran
Jumlah skor
b. Berbicara berdasarkan rangsangan suara
Tugas berbicara berdasarkan rangsang suara yang lazim dipergunakan
adalah suara yang berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja
dibuat untuk maksud itu. Program radio yang dimaksud dapat bermacam,
misalnya siaran berita, sandiwara, atau program-program lain yang layak.
Jika program siaran radio yang dipilih waktunya tidak berkesesuaian
dengan waktu pembelajaran di sekolah, kita dapat merekam program itu
dan menghadirkannya dalam bentuk rekaman. Atau, kita sengaja menugasi
peserta didik untuk mendengarkan siaran tertentu pada radio tertentu pada
16. 19
jam tertentu untuk kemudian menceritakannya di sekolah. Tugas ini
memang sangat terkait dengan tes kompetensi menyimak. Pengaitan antara
kedua kompetensi itu justru harus ditekankan dalam pembelajaran bahasa
sehingga pembelajaran yang dimaksud memenuhi tuntutan whole
language. Rubrik penilaiannya sama dengan berbicara berdasarkan
gambar.
c. Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara
Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan
gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan suara di atas. Namun,
wujud visual yang dimaksud sebenarnya lebih dari sekedar gambar. Selain
wujud gambar diam, ia juga berupa gambar gerak dan gambar aktivitas.
Contoh rangsang yang dimaksud yang paling banyak dikenal adalah siaran
televisi, video, atau berbagai bentuk rekaman sejenis.
Tugas bentuk ini terlihat didominasi dan terkait dengan kompetensi
menyimak, namun juga terdapat bentuk-bentuk lain yang memerlukan
pengamatan dan pencermatan seperti gambar, gerak, tulisan, dan lain-lain
yang terkait langsung dengan unsur suara dan secara keseluruhan
menyampaikan suatu kesatuan informasi. Penilaian yang dilakukan dapat
memergunakan rubrik seperti pada contoh penilaian berdasarkan rangsang
suara dan atas dengan sedikit penambahan komponen.
Tabel 2.3. Rubrik Penilaian Berbicara Berdasarkan Rangsang Suara
1 = sangat kurang 4 = baik
2 = kurang 5 = sangat baik
3 = sedang
No. Aspek yang Dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian dengan gambar
2 Ketepatan logika urutan cerita
3 Ketepatan detail peristiwa
4 Ketepatan makna keseluruhan cerita
5 Ketepatan kata
6 Ketepatan kalimat
7 Kelancaran
Jumlah skor
17. 20
d. Bercerita
Tugas ini dalam jenis asesmen otentik berupa tugas menceritakan
kembali teks atau cerita (retelling texts or story). Jadi, rangsang yang
dijadikan bahan untuk bercerita dapat berupa buku yang sudah dibaca,
berbagai cerita (fiksi dan cerita lama), berbagai pengalaman (pengalaman
bepergian, pengalaman berlomba, pengalaman berseminar), dan lain-lain.
Di bawah dicontohkan rubrik penilaian tugas bercerita berdasarkan buku
cerita yang dibaca yang mirip dengan rubrik penilaian berdasarkan
rangsang gambar di atas.
Tabel 2.4. Rubrik Penilaian Bercerita
1 = sangat kurang 4 = baik
2 = kurang 5 = sangat baik
3 = sedang
No. Aspek yang Dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian dengan gambar
2 Ketepatan penunjukkan detail cerita
3 Ketepatan logika cerita
4 Ketepatan makna keseluruhan cerita
5 Ketepatan kata
6 Ketepatan kalimat
7 Kelancaran
Jumlah skor
e. Wawancara
Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang pembelajar yang
kompetensi berbahasa lisannya, bahasa target yang sedang dipelajarinya,
sudah cukup memadai sehingga memungkinan untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya dalam bahasa itu. Kegiatan wawancara dalam
rangkaian tes kompetensi berbahasa lisan termasuk ke dalam jenis
asesmen autentik dan bukan sekedar kegiatan untuk mengetahui informasi
tertentu tentang jati diri peserta uji. Ada beberapa model penilaian
wawancara, misalnya model the foreign service institute atau model yang
kita kembangkan sendiri.
18. 21
f. Berdiskusi dan berdebat
Tugas berbicara yang dimasukkan dalam bagian ini adalah berdiskusi,
berdebat, berdialog, dan berseminar. Berdiskusi, berdebat, dan berdialog
merupakan tugas-tugas berbicara yang paling tidak melibatkan dua orang
pembicara. Bahkan, dalam berseminar lazimnya diikuti banyak peserta
walau belum tentu semuanya mau dan dapat berbicara. Situasi
pembicaraan dalam kegiatan berdiskusi, berdebat, dan berdialog dapat
formal, setengah formal atau nonformal, sedang dalam berseminar mesti
formal. Rubrik penilaian yang dipergunakan untuk penilaian berdiskusi
dan berdebat juga dapat diterapkan pada tugas wawancara. Adapaun
rubriknya sebagai berikut.
Tabel 2.5. Rubrik Penilaian Berdiskusi dan Berdebat
1 = sangat kurang 4 = baik
2 = kurang 5 = sangat baik
3 = sedang
No. Aspek yang Dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Keakuratan dan keaslian gagasan
2 Keterampilan berargumentasi
3 Keruntutan penyampaian gagasan
4 Pemahaman
5 Ketepatan kata
6 Ketepatan kalimat
7 Ketepatan stile penuturan
8 Kelancaran
Jumlah skor
g. Berpidato
Dilihat dari segi kebebasan peserta didik memilih bahasa untuk
mengungkapkan gagasan, berpidato memunyai persamaan dengan tugas
bercerita. Untuk melatih keterampilan peserta didik mengungkapkan
bahasan dalam bahasa yang tepat dan cermat, tugas berpidato baik untuk
diajarkan dan diujikan di sekolah. Ujian berbahasa lisan dengan tugas
berpidato pun tinggi kadar keautentikannya. Rubrik untuk menilai
keterampilan berpidato tampaknya tidak berbeda dengan rubrik penilaian
tugas bercerita dan wawancara.
19. 22
C. Penilaian dalam Pembelajaran Keterampilan Bahasa Tulis
1. Penilaian Keterampilan Membaca
Membaca menurut Dalman (2014: 5) merupakan proses perubahan
bentuk lambang/tanda/tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna. Membaca
pemahaman (2014: 87) merupakan membaca secara kognitif (membaca untuk
memahami). Dari pendapat tersebut, perlu adanya evaluasi untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa terhadap isi bacaan maupun keterampilan membaca
nyaring siswa.
Evaluasi keterampilan membaca dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan pembelajar (1) memahami informasi, (2) menerima,
mengklasifikasi, menganalisis, dan menyimpulkan informasi, (3) ketepatan
lafal dan intonasi ketika membaca tes dalam bahasa target (Supriyadi, 2013:
16).
Supriyadi (2013: 16) juga memaparkan teknik evaluasi yang dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan membaca dipaparkan sebagai berikut.
a. Membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat
b. Menjawab pertanyaan-pertanyaan
c. Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari cerita yang dibaca
d. Mengindentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan bahan bacaan
e. Menentukan kata sulit, umum, dan khusus, homonim, homofon, hiponim,
sinonim, dan antonim.
f. Melengkapi bagian-bagian tertentu dari bacaan yang sengaja dihilangkan
(teknik klose)
g. Menyusun kembali rangkaian informasi yang kurang tepat dari suatu
bacaan dalam bahasa target
Nurgiyantoro (2010: 369) menjelaskan tujuan pembelajaran membaca
di sekolah sejalan dengan jenis membaca yang dibelajarkan. Membaca
pemahaman merupakan yang paling penting dan perlu mendapat perhatian
khusus, karena kompetensi membaca pemahaman terhadap berbagai ragam
teks yang dibaca tidak akan diperoleh secara cuma-cuma tanpa ada usaha
untuk meraihnya.
20. 23
Tes membaca harus menyangkut kelancaran dan pemahaman system
lambing bunyi dan pemahaman apa yang dibaca. Artinya, menilai membaca
harus menyangkut proses membaca dan pemahaman (Nadhiroh, Berliana,
Febtiansyah, dan Jariyah, 2017). Adapun bahan untuk tes kemampuan
membaca (2010: 373), yaitu:
a. Tingkat kesulitan wacana
Tingkat kesulitan wacana ditentukan oleh kekompleksan kosakata
dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Wacana
yang baik untuk bahan tes kompetensi membaca adalah wacana yang
tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan
peserta didik. Prosedur memerkirakan tingkat kesulitan wacana yang lain
dapat dilakukan dengan teknik cloze.
b. Isi wacana
Melalui pembelajaran membaca dapat mengembangkan sikap dan
nilai-nilai pada diri peserta didik, misalnya dengan menyediakan bacaan
yang berkaitan dengan sejarah perjuangan bangsa, pendidikan moral,
kehidupan beragama, berbagai karya seni, berbagai ilmu pengetahuan
popular, tidak memihak golongan tertentu, dan sebagainya. Perlu dihindari
juga bahan bacaan yang bersifat kontra dan kontroversial, misalnya bacaan
yang kontra pemerintah, pertentangan antargolongan, kontra kehidupan
beragama dan bermasyarakat, dan bertentangan dengan nilai-nilai yang
diyakini kebenarannya.
c. Panjang pendek wacana
Wacana yang diteskan sebaiknya tidak terlalu panjang. Beberapa
wacana pendek lebih baik daripada sebuah wacana yang panjang. Wacana
pendek yang dimaksudkan berupa satu atau dua alinea, kira-kira
sebanayak 50-100 kata. Dengan wacana yang pendek, guru dapat membuat
soal tentang berbagai hal dan lebih komprehensif.
21. 24
d. Jenis wacana
Jenis wacana yang dipergunakan sebagai bahan untuk tes
kompetensi membaca dapat berupa prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan,
tabel, diagram, dan iklan.
1) Wacana prosa nonfiksi, berupa artikel ilmiah, tajuk rencana, berita, dan
lain-lain.
2) Wacana dialog, wacana yang berisi percakapan termasuk percakapan
dalam telepon, percakapan formal maupun semiformal.
3) Wacana kesastraan, berupa prosa, puisi, dan drama.
Tes membaca yang menuntut peserta didik mengidentifikasi, memilih,
atau merespon jawaban yang telah disediakan, bentuk soalnya menggunakan
pilihan ganda, jika tes pemahaman pesan tertulis dan menuntut siswa
mengkonstruksi jawaban, baik secara lisan maupun tulisan tesnya bisa
menggunakan tes otentik (Nurgiyantoro, 2010: 377).
a. Tes dengan merespon jawaban
Soal tes yang lazim digunakan adalah soal pilihan ganda. Tes ini bertujuan
untuk mengukur kemampuan membaca peserta didik dengan cara memilih
jawaban yang telah disediakan oleh pembuat soal. Contohnya:
Panglima Wire pun ingin Caadara menjadi anak laki-laki yang
dihormati penduduk desa. Panglima Wire ingin anaknya kelak dapat
melindungi desa dari serbuan musuh. Selain itu, Panglima Wire ingin
anaknya tidak menggunakan kekuatan untuk bertindak semena-mena.
Pokok pikiran paragraf tersebut adalah....
a. keinginan Panglima Wire
b. kekuatan Caadara
c. Caadara dihormati penduduk desa
d. Panglima Wire adalah ayah Caadara
Pak Andi merasa bangga mempunyai jembatan seperti itu. Pak Lurah
dan Pak Hambali pun sangat kagum terhadap hasil kerja dengan
teknologi yang sederhana itu. Hal yang lebih mem banggakan lagi
22. 25
adalah jembatan itu dirancang oleh pekerja biasa. Ia bukan seorang
ahli ataupun insinyur. Ia tukang tembok biasa. Pak Kartijan namanya.
Siapakah yang merancang jembatan itu?
a. Pak Andi
b. Pak Lurah
c. Pak Kartijan
d. Pak Hambali
Mengapa Pak Lurah merasa kagum terhadap hasil kerja itu?
a. Karena dirancang oleh seorang insinyur.
b. Karena dirancang oleh orang yang berpengalaman.
c. Karena dirancang oleh tukang tembok biasa.
d. Karena dirancang oleh se orang ahli bangunan.
b. Tes dengan mengkonstruksi jawaban
Tes ini menuntut siswa untuk mengemukakan jawabannya sendiri dan
mengolah informasi yang didapatnya melalui teks bacaan. Tes semacam
ini disebut dengan tes otentik. Tes otentik dapat berupa pertanyaan terbuka
dan tugas menceritakan kembali.
1) Pertanyaan terbuka
Contoh:
Butet Manurung
Saur Marlina Manurung lahir di Jakarta, 12 Februari 1972.
Pemegang gelar sarjana Sastra Indonesia dan Antropologi Universitas
Padjajaran (Unpad) Bandung ini adalah salah seorang pemudi
Indonesia yang prihatin dengan pendidikan di negara kita. Butet
Manurung mengabdikan hidupnya bertahun-tahun demi masa depan
anak-anak di Taman Nasional Bukit 12 dan Bukit 30 Jambi. Butet rela
meninggalkan kehidupan kota. Ia memilih tinggal di tengah-tengah
suku Kubu, suku terasing, penghuni kawasan itu yang disebut orang
Rimba.
Butet memberikan pendidikan alternatif bagi suku pedalaman. Ia
menjadi guru bagi mereka. Masyarakat di daerah itu belum dapat
23. 26
membaca, menulis dan berhitung (MMB). Akibatnya, penduduk di
sana sering ditipu oleh orang-orang dari luar daerah mereka.
Misalnya, jika menjual 50 lembar karet seharga Rp10.000,00 per
lembar, mereka masih mengerti seharusnya menerima uang
Rp500.000,00. Tapi kalau jumlahnya 138 lembar dengan harga
Rp11.250,00 selembar, mereka kesulitan. Saat diberi uang kurang dari
seharusnya, mereka sadar, tetapi tidak dapat membuktikannya.
Meski Butet berhati mulia dan ingin menolong mereka, awalnya
pun dia ditolak dan dicurigai oleh masyarakat setempat. Berkat
kegigihan memperjuangkan misinya, lambat laun makin banyak anak
yang ikut belajar MMB. Meskipun dengan peralatan yang sederhana,
seperti kapur dari tanah liat tanpa meja dan bangku, apalagi buku-
buku lengkap seperti yang kalian miliki.
Setelah satu tahun perjuangannya, Butet menerima penghargaan
“The Man and Biosphere Award 2001”. Tahun 2004, dia juga
dianugerahi The 1st Antv Woman of the Year Award 2004 kategori
pendidikan. Pantaslah jika Butet disebut sebagai pahlawan pendidikan
masa kini.
(1) Siapakah Butet Manurung?
(2) Apa yang diberikan Butet pada orang Rimba?
(3) Mengapa orang Rimba selalu ditipu orang?
(4) Bagaimana peralatan yang digunakan Kak Butet dalam mengajar?
(5) Bagaimana sosok Butet bagi kalian?
2) Menceritakan kembali
Penilaian dalam tes ini adalah kemampuan siswa
mengemukakan isi pesan wacana dengan bahasanya sendiri.
Contohnya dengan teks “Butet Manurung” siswa diminta untuk
menceritakan kembali isi teks tersebut. Untuk menilai hasil kerja
siswa, digunakan rubrik penilaian.
24. 27
Tabel 2.6. Penilaian Kinerja Pemahaman Membaca
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Penguasaan
1 2 3 4 5
1 Pemahaman isi teks
2 Pemahaman detail isi teks
3 Ketetapan organisasi isi teks
4 Ketepatan diksi
5 Ketepatan struktur kalimat
6 Ejaan dan tata tulis
7 Kebermaknaan penuturan
Jumlah Skor
2. Penilaian Keterampilan Menulis
Abbas (2006: 125) keterampilan menulis adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan
melalui bahasa tulis. Dalam menulis, orang tidak hanya dituntut menguasai
materi yang akan ditulis, tetapi juga mempu menggunakan perangkat
kebahasaan secara tertulis. Penggunaan perangkat kebahasaan secara tertulis
menjadi inti kegiatan menulis sebab penggunaan perangkat bahasa tulis
berbeda dengan penggunaan perangkat kebahasaan secara lisan (Supriyadi,
2013: 17).
Supriyadi juga mengemukakan bahwa evaluasi keterampilan menulis
bertujuan mengetahui kemampuan pembelajar dalam menyampikan ide,
perasaan, dan pikirannya, serta menggunakan perangkat bahasa target secara
tulis. Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan berikut.
a. Menulis huruf, nama, peristiwa, dan keadaan yang diperdengarkan,
diperlihatkan, dan bicara.
25. 28
b. Menyampaikan kembali secara tertulis suatu cerita, dialog, peristiwa yang
didengar atau dibaca.
c. Menuliskan cerita berdasarkan gambar atau rangkaian gambar.
d. Melaporkan pengalaman, peristiwa, pekerjaan, atau perjalanan secara tulis.
e. Menjawab pertanyaan sederhana atau komplek secara tulis.
f. Membuat karangan berdasarkan tema tertentu.
g. Menggunakan ejaan dan tanda baca secara tetap
Bentuk-bentuk tes kompetensi menulis ada dua, yaitu tes menulis
dengan memilih jawaban dan tes menulis dengan membuat karya tulis.
Berikut dijelaskan dari masing-masing bentuk tersebut menurut Nurgiyantoro
(2010: 426-440).
a. Tes menulis dengan memilih jawaban
Tes kemampuan menulis bentuk objektif yang mampu menuntut
peserta didik untuk mempertimbangkan unsur bahasa dan gagasan adalah
tugas menyusun alinea berdasarkan kalimat-kalimat. Contoh:
(1) Gigitannya pun bikin gatal.
(2) Bunyinya saat terbang mengganggu telinga.
(3) Aku paling tidak suka pada nyamuk.
(4) Binatang kecil itu sungguh menjengkelkan
Keempat kalimat di atas akan menjadi sebuah alinea yang baik jika
disusun dengan urutan:
a. (1) (4) (3) (2)
b. (3) (1) (4) (2)
c. (3) (4) (2) (1)
d. (1) (4) (2) (3)
b. Tes menulis dengan membuat karya tulis
1) Menulis berdasarkan rangsang gambar
Contoh:
26. 29
Berdasarkan gambar tersebut buatlah sebuah karangan. (bisa dengan
variasi, misalnya satu alinea untuk setiap gambar).
Untuk menilai tes menulis berdasarkan rangsang gambar ini
menggunakan rubrik penilaian.
Tabel 2.7. Rubrik Penilaian Menulis Berdasarkan Rangsang Gambar
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian dengan gambar
2 Ketepatan logika urutan cerita
3 Ketepatan makna keseluruhan cerita
4 Ketepatan kata
5 Ketepatan kalimat
6 Ejaan dan tata tulis
Jumlah Skor
2) Menulis berdasarkan rangsang audio
Contoh:
Siswa diperdengarkan rekaman cerita/bacaan atau guru menceritakan
secara lisan di depan kelas. Setelah itu guru menugaskan siswa untuk
mencatat hal-hal penting dan diminta untuk menceritakannya kembali
secara tertulis.
Penilaian tes menulis berdasarkan rangsang audio menggunakan
rubrik penilaian.
Tabel 2.8. Rubrik Penilaian Menulis Berdasarkan Rangsang Audio
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian isi tulisan dengan cerita
27. 30
2 Ketepatan logika urutan cerita
3 Ketepatan makna keseluruhan cerita
4 Ketepatan kata
5 Ketepatan kalimat
6 Ejaan dan tata tulis
Jumlah Skor
3) Menulis berdasarkan rangsang audio visual
Soal yang disajikan hampir sama dengan soal menulis
berdasarkan rangsang audio. Namun memerlukan pengamatan dan
pencermatan seperti gambar, gerak, tulisan, dan lain-lain. Misalnya
siswa diminta untuk menonton tayangan berita di televisi ataupun guru
menyajikan video cerita. Penilaiannya pun menggunakan rubrik
penilaian.
Tabel 2.9. Rubrik Penilaian Menulis Berdasarkan Rangsang Audio
Visual
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian isi teks
2 Ketepatan logika urutan cerita
3 Ketepatan detail peristiwa
4 Ketepatan makna keseluruhan cerita
5 Ketepatan kata
6 Ketepatan kalimat
7 Ejaan dan tata tulis
Jumlah Skor
4) Menulis laporan
Laporan yang bisa dijadikan untuk tes menulis, yaitu laporan
perjalanan, darmawisata, penelitian, dan laporan mengikuti kegiatan
28. 31
tertentu. Sebelum memberi tugas untuk menulis laporan, guru terlebih
dahulu menjelaskan hal-hal apa saja yang harus dilaporkan.
Untuk melakukan tugas ini peserta didik diharapkan mampu
bekerja bersama, membagi tugas, dan memecahkan masalah yang
semuanya dilakukan secara kolaboratif. Penilaian yang digunakan
untuk menulis laporan ini menggunakan rubrik penilaian.
Tabel 2.10. Rubrik Penilaian Menulis Laporan
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kesesuaian isi berita
2 Organisasi penulisan
3 Ketepatan analisis data dan
penyimpulan
4 Kebermaknaan keseluruhan tulisan
5 Ketepatan diksi
6 Ketepatan kalimat
7 Ketepatan stile penulisan
8 Ejaan dan tata tulis
Jumlah Skor
5) Menulis surat
Surat merupakan salah satu jenis tulisan yang banyak ditemukan
dan dibutuhkan dalam kehidupan. Jenis surat yang ditugaskan
hendaknya adalah surat resmi dan jenis surat yang menuntut
penggunaan bahasa secara benar. Penilaian menulis surat
menggunakan rubrik penilaian.
Tabel 2.11. Rubrik Penilaian Menulis Surat
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Ketepatan isi surat
29. 32
2 Kelengkapan unsur surat
3 Kepantasan format surat
4 Ketepatan kata
5 Ketepatan kalimat
6 Ejaan dan tata tulis
Jumlah Skor
6) Menulis berdasarkan tema tertentu
Peserta didik bebas memilih tema yang telah disediakan oleh
guru dan mengembangkannya menjadi sebuah karangan. Jenis
karangan yang ditulis dapat berupa fiksi ataupun nonfiksi. Penilaian
menulis berdasarkan tema tertentu menggunakan rubrik penilaian.
Tabel 2.12. Rubrik Penilaian Menulis Berdasarkan Tema
No. Aspek yang dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1 Kualitas isi karangan
2 Keakuratan dan keluasan isi
3 Organisasi penulisan
4 Kebermaknaan keseluruhan tulisan
5 Ketepatan diksi
6 Ketepatan kalimat
7 Ejaan dan tata tulis
8 Kelengkapan sumber rujukan
Jumlah Skor