Evaluasi kinerja SDM bertujuan untuk menilai kinerja karyawan secara sistematis dan meningkatkan kinerja organisasi. Tujuan evaluasi kinerja antara lain meningkatkan pemahaman tentang persyaratan pekerjaan, memberikan umpan balik kinerja, menentukan pelatihan, dan dasar penetapan kompensasi.
1. EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Disusun oleh :
FAHRULLAH ADIANSAH
NIM. 11150172
KELAS 7N – MSDM
(TUGAS UTS)
UNIVERSITAS BINA BANGSA
Kampus Jl. Raya Serang – Jakarta Km. 03 No 1B (Pakupatan) Telp. 0254-220158
Fax. 0254-220157 Kota Serang-Banten
2. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan
karunianya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun Judul makalah ini “Evaluasi
Kinerja dan Konpensasi”.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Karena itu, penulis mohon maaf
apabila ada kekeliruan atau kekurangan dalam makalah ini yang kurang berkenan dihati
pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang bersedia membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Harapan yang paling besar dari
penyusunan makalah ini ialah, mudah- mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik
untuk pribadi, teman- teman, serta orang lain yang ingin membaca dan menyempurnakan lagi
atau mengambil hikmah untuk kedepannya sebagai tambahan dalam menambah referensi yang
telah ada.
Serang, 17 November 2018
Penulis,
FAHRULLAH ADIANSAH
NIM. 11150172
3. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 3
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................................. 4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................... 5
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH............................................................................... 5
D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH........................................................................... 5
E. METODE PENULISAN MAKALAH.............................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 7
A. PENGERTIAN FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM.................................................. 7
B. HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)................................................. 12
C. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA.......................................................................... 19
D. MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM......................... 40
E. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM....................................... 43
F. KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA..................... 54
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 58
A. KESIMPULAN ................................................................................................................. 58
B. SARAN ............................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 61
4. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini
disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan
pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak
pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap
karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan
berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak
karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan
atau organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah pekerjaan,
tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif. Jika dikelola secara pantas, gaji dapat
menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternatif.
kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang
mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar
dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya.
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat
sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai
dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja
organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi
kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya
akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang
kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi yang
tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun
perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas,
5. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 5
efisiensi perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.
Kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan
menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal
pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam
menciptakan motivasi kerja aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan
pemenuhan kompensasi untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya
motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus
berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa fungsi evaluasi kinerja SDM ?
2. Apa yang dimaksud dengan HR Score Card ?
3. Apa yang dimaksud dengan motivasi dan kepuasan kerja ?
4. Bagaimana mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM ?
5. Bagaimana cara membangun kapabilitas dan kompetensi SDM ?
6. Apa yang dimaksud dengan konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja ?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui fungsi evaluasi kinerja SDM
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan HR Score Card
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan motivasi dan kepuasan kerja
4. Untuk mengetahui Bagaimana mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM
5. Untuk mengetahui Bagaimana cara membangun kapabilitas dan kompetensi SDM
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit
kinerja
D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH
Selain tujuan dari pada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah khazanah
keilmuan ekonomi terutama mengenai evaluasi kinerja dan kompensasi
6. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 6
E. METODE PENULISAN MAKALAH
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Makalah ini adalah metode
kepustakaan. Dimana metode kepustakaan dilaksanakan dengan mencari bahan dari sumber-
sumber yang menunjang dan berkaitan dengan materi dari makalah ini seperti mempelajari buku-
buku, browsing internet dan sumber lain untuk mendapatkan materi untuk pembuatan makalah
ini.
7. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 7
BAB II
PEMBAHASAN
A. FUNGSI EVALUASI KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a) Definisi Evaluasi Kinerja
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran . Evaluasi adalah suatu kegiatan sistematis dan terencana untuk mengukur,
menilai dan klasifikasi pelaksanaan dan keberhasilan program. Dalam suatu organisasi
penggunaan evaluasi sangatlah penting guna untuk menilai akuntabilitas organisasi . evaluasi
adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan
gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi
mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya
Suharsimi Arikunto (2004 : 1)
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,
yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-
informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan
diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Worthen dan Sanders (1979 : 1)
Evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut
dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu.
Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut
senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu
hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya
semula.
Stufflebeam dalam Worthen dan Sanders (1979 : 129)
Evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for
judging decision alternatives. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam
evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran
(delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan
alternatif keputusan
8. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 8
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C. Menggison
(1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut: ”penilaian prestasi kerja
(Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan
apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng
jawabnya”.
Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69)
mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran
atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu
(barang)”.
Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan
oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode
tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai:
“Feedback from the accountant to management that provides information about how well the
actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections
or adjustments in future planning andcontrolling activities”
sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran
kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the value chain”.
Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau
penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas
dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai
umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa
yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan
kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara
tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
9. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 9
b) Tujuan Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi
melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi
kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2005:10) adalah:
1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi
untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya
dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di embannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan
termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan
pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-
hal yang perlu diubah.
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing
tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat
diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi
atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan.
Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau
pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga kerja yang
bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkis atau juga bisa dari
pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian.
Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk
mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan
pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang berwenang
dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan yang harus
diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan
yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai kinerja berdasarkan harapan-
10. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 10
harapan pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali
membingungkan pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian karena besarnya
kesenjangan yang ada diantara kedua alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya
satu pilihan alternatif yang bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan
penilaian
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga kerja
berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan kegiatan
analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian antara
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi pekerjaan
yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang etrtulis dalam perusahaan
kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.
Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja telah
selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga kerja yang
bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi apa yang
mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja) analisis dan perencanaan
diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permaian, improvisasi, dan sebagainya. Jalan
yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian adalah menentukan
hal-hal yang sebenarnya diharapkan tenaga kerja dalam pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara
menanyakan pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya. Meskipun
cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan yang ada. Dengan
alasan para tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam arti apa yang telah
mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh perusahaan. Hal ini bukan berarti
tenaga kerja tidak memiliki hak suara dalam merumuskan deskripsi pekerjaan mereka.
Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan
karena tenaga kerja tidak diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan, tetapi karena
seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.
c) Fungsi Evaluasi Kinerja
Evaluasi mempunyai beberapa fungsi yaitu :
11. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 11
1. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan kegiatan, yaitu
mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai. Dengan evaluasi
dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu tujuan, sasaran dan target tertentu.
2. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi sumbangan pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target. Nilai
diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.
3. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak memadainya suatu kinerja
kebijakan, program dan kegiatan memberikan kontribusi bagi perumusan ulang
kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi
pendefinisian alternatif kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang
berlaku dengan alternatif kebijakan yang lain.
12. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 12
B. HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
a) Pengertian HR Score Card
Human Resources Scorecard adalah suatu atat untuk mengukur dan mengelola kontribusi
stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi
perusahaan. Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya
manusia yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang
unggul.
Human Resources Scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human
resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan
sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/ltangible
(lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging
(akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources Scorecard itu harus ada
hubungan sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed,
Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan
dinilai.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced scorecard adalah
bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa tangible
assets sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia
perusahaan yang berupa intangible assets.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii) human resource
scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan sistem pengukuran SDM yang
strategis dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang penting” yang digunakan
perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif secara
cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur
keefektifan dan efisiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku karyawan yang
dibutuhkan untuk mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard adalah suatu alat untuk
mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources
dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
13. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 13
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti (2009,p5) human resource
scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit memodifikasi dari model
balance scorecard awal yang saat ini paling umum digunakan pada tingkat korporasi yang di
fokuskan pada strategi jangka panjang dan koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1) human resource scorecard
adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai – nilai (value creation)
dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human capital” dan modal intangible
lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource scorecard adalah secara khusus
dirancang untuk menanamkan sistem sumber daya manusia dalam strategi keseluruhan
perusahaan dan mengelola SDM arsitektur sebagai aset strategis. Scorecard sumber daya
manusia tidak menggantikan balanced scorecard tradisional tetapi melengkapi itu.
Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang
mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human
Resources Scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human resources yang
dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak
berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/ltangible (lagging/akibat). Human
Resources Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya
manusia dengan strategi dan kinerja organik yang akhirnya akan mampu menimbulkan
kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga
investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human
resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk
memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai
kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha.
Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human resources
scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari
strategi perusahaan.
Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging (akibat) dan
indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources Scorecard itu harus ada hubungan
sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed, Gets
Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan dinilai.
14. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 14
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem pengukuran
pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk menciptakan nilai –
nilai bagi suatu organisasi.
Sumber dalam perumusan HR Strategy :
Analisa Proses Kerja
Kunci
Analisa Lingkungan
External
Strategy Korporat
Strategi HR
15. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 15
b) HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber daya
manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan
sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia memberikan
kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human Resources Scorecard
merupakan bagian dari perusahaan. Human resources scorecard ibarat sebuah bangunan,
yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis terdiri
dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber daya
manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini :
Gambar 1.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur
untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan
usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya manusia
lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan
manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi
manajemen sumber daya manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi
manajer sumber daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber daya manusia stratejik dan
bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam sumber daya
manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance work system
16. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 16
(HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR Functin sumber daya manusia
dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi. Untuk
membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan
hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi.
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk
ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas
karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar
sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk
setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung
HPWS.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada produktivitas
perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara
langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori
umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti
perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk
keberhasilan organisasi.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam organisasi atau
rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku kedalam
keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber daya manusia
terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
c) Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur,
agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya yang dikeluarkan
17. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 17
dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun
menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM tepat
secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta secara
operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang sama,
memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR Scorecard
membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyeimbangkan secara efektif
kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk menghapus
biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan “investasi”
dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan dan sistem
SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong kinerja kunci
dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan lagging indicator
dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcome).
Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-keputusan SDM
dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini
memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable tersebut dan
meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada akhirnya
kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus memberikan
jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap kinerja
perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM harus
memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran
deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada manajer
lini harus menemukan ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan manajer
18. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 18
SDM, sebab matrik-matriks itu merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis,
bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektiftanggung
jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus
secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan
implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus
strategis karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh
strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan
cara memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk
berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja yang
sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status quo.
Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa
orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam
sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang bergeser
menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan, sebab ia fokus
pada implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut perubahan.
Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima oleh para
manajer sebagai hal absah. Dengan kata lain, ini bukan sekedar bahwa di waktu yang lalu
orang mengejar sejumlah angka tertentu; mereka dulu juga memikirkan tentang
kontribusi mereka pada implementasi strategi perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang lebih besar
memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi “tradisional”,
dalam organisasi yang berfokus pada strategi, orang memandang ukuran - ukuran sebagai
alat untuk mencapai tujuan, daripada sebagai tujuan itu sendiri.
19. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 19
C. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
a) Pengertian Motivasi
Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar
mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilan
untuk mewujudkan tujuan perusahaan (hasibuan, 1999). Motif sering kali disamakan
dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk
berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakan
manusia untuk bertingkah laku dan perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu. Pendapat
tersebut didukung oleh Jones (1997), mengatakan motivasi mempunyai kaitan dengan
suatu proses yang membangun dan memelihara perilaku kea rah suatu tujuan.
Hasibuan (1999), mengemukakan bahwa motif adalah suatu perangsang keinginan dan
daya penggerak kemauan bekerja seseorang karena setiap motif mempunyai tujuan
tertentu yang ingin di capai. Adapun Siagian (1995), mengatakan bahwa motif adalah
keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan dan motif itulah
yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap, dan tindakan seseorang yang selalu
dikaitan langsung dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan
pribadi masing-masing anggota organisasi. Motivasi merupakan akibat dari interaksi
seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itulah, terdapat perbedaan
dalam kekuatan motivasi yang di tunjukan oleh seseorang dalam menghadapi situasi
dibandingkan dengan orang lain yang menghadapi situasi yang sama. Bahkan, seseorang
akan menunjukan dorongan tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan salam
waktu yang berlainan pula.
Hamalik (1993), mengatakan ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau
motivasi, yaitu :
1. Motivasi dipandang sebagai suatu proses
2. Menentukan karakter dari proses ini
Motivasi untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan untuk bekerja sama bagi
kepentingan perusahaan, maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
Sebaiknya, apabila terdapat motivasi yang tinggi dari para karyawan, maka hal ini
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
(Gitosudarmo, 2001).
20. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 20
Oleh karena itu, manajer harus selalu menimbulkan motivasi kerja yang tinggi kepada
karyawannya guna melaksanakan tugas-tugasnya. Sekalipun harus di akui bahwa motivasi
bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi kerja seseorang. Ada faktor
lain juga yang mempengaruhi seperti pengetahuan, sikap, kemampuan, pengalaman, dan
persepsi peranan.
Kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan, dan
berkomunikasi pada bawahannya akan menentukan efektivitas bekerja. Seorang karyawan
mungkin menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik, dan mungkin
pula tidak. Kalau bawahan telah menjalankan tugas yang diberikan kepadanya dengan
baik, itu adalah yang kita inginkan. Tetapi kalau tugas yang dibebankan tidak bisa
terlaksana dengan baik, maka kita perlu mengetahui sebab-sebabnya. Mungkin ia memang
tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan, tetapi mungkin juga ia tidak
mempunyai motivasi untuk bekerja dengan baik. Menjadi salah satu tugas dari seorang
pimpinan untuk bisa memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja dengan
baik sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap orang tidak hanya berbeda dalam masalah keahlian dalam melakukan pekerjaan
tetapi juga berbeda dalam masalah motivasi atau semangatnya dalam melakukan suatu
pekerjaan. Kedua faktor ini sangat menentukan hasil pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Motivasi secara umum sering diartikan sebagai sesuatu yang ada pada diri seseorang yang
dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan, dan mengarahkan perilaku seseorang.
Dengan kata lain, motivasi itu ada dalam diri seseorang dalam wujud niat, harapan,
keinginan, dan tujuan yang ingin dicapai. Motivasi seseorang tergantung pada kuat
lemahnya motif orang itu dalam melakukan suatu pekerjaan. Motif adakalanya diartikan
sebagai suatu dorongan dan gerak hati di dalam diri seseorang. Yang jadi masalah adalah
motif mana yang paling besar pengaruhnya terhadap aktivitas seseorang. Kalau kebutuhan
telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan yang lain, dimana akan timbul motif yang
lain pula. Dan motif yang baru muncul ini lah yang akan mempengaruhi orang
tersebut.
Motivasi adalah Bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar
mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan. Motivasi juga bisa di artikan sebagai pemberian daya penggerak yg
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, &
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan
21. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 21
b) Tujuan Motivasi
Tujuan Motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2003;146) : mengatakan bahwa
pengertian motivasi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Moral dan kepuasan Kerja Karyawan
2. Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
c) Asas-asas Motivasi
Asas – asas motivasi terdiri dari :
Asas Mengikutsertakan
Memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi mengajukan ide/saran dalam
pengambilan keputusan
Asas Komunikasi
Menginformasikan tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya & kendala
yang dihadapi
Asas Pengakuan
Memberikan penghargaan & pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas
prestasi yang dicapainya
Asas Wewenang yang didelegasikan
Mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil
keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan
22. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 22
Asas Perhatian Timbal Balik
Memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan
disamping berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawaha dari
perusahaan
d) Model-model Motivasi
Model Tradisional
Untuk memotivasi bawahan agar bergairah dalam bekerja perlu diterapkan sistem
insentif. Motivasi bawahan hanya untuk mendapatkan insentif saja
Model Hubungan Manusiawi
Memotivasi bawahan dengan mengakui kebutuhan sosial disamping kebutuhan materil
Model Sumberdaya Manusia
Memotivasi bawahan dengan memberikan tanggung jawab dan kesempatan yang luas
dalam menyelesaikan pekerjaan dan mengambil keputusan
e) Pandangan Motivasi dalam Organisasi
MODEL
TRADISIONAL
MEMBERIKAN
INSENTIF
MODEL HUBUNGAN
MANUSIA
MEMPERTIMBANGKAN
KEBUTUHAN SOSIAL
KARYAWAN
MODEL SUMBER
DAYA MANUSIA
MENAWARKAN
TANGGUNGJAWAB YANG
BERTAMBAH
23. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 23
f) Jenis- jenis Motivasi
Malayu S.P Hasibuan (2003;150), mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai
berikut :
a. Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan
hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
b. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan
mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam
waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang
dapat berakibat kurang baik.
g) Metode Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2003:149), mengatakan bahwa ada dua metode motivasi adalah
sebagai berikut ;
a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara
langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta
kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya,
bonus dan bintang jasa.
b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-
fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga
para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja
yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sejenisnya.
24. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 24
h) Alat – alat Motivasi
Material Incentive
Motivasi yang bersifat materil sebagai imbalan prestasi yang diberikan oleh karyawan,
Berbentuk uang & barang
Nonmaterial Incentive
Motivasi yang tidak berbentuk materi”. Antara lain: penempatan yang tepat,
penghargaan, pekerjaan yang terjamin, perlakuan yang wajar.
i) Proses Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2003;151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian
para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
2. Mengetahui kepentingan
hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak
hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
3. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan.
Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus
dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
4. Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan
karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta
perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan
dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu
penting adanya penyesuaian motivasi.
25. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 25
5. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu
karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan
bantuan kendaraan kepada salesman.
Gambar. 1.2
Proses Motivasi
6. Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bias mencapai
tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat
banyak bagian.
2. Mencari
jalan keluar
untuk
memnuhi
kebutuhan
3. Perilaku
yang
berorientasi
pada tujuan
1. Kebutuhan
yang tidak
terpenuhi
4. Hasil Karya
(Evaluasi dari
tujuan yang
tercapai)
5. Imbalan
atau
hukuman
6. Kebutuhan
yang tidak
dipenuhi dinilai
kembali oleh
karyawan.
Karyawan
26. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 26
j) Prinsip – prinsip dalam Motivasi
Anwar P. Mangkunegara (2007;100), mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi
dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi
kerjanya.
3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi
kerjanya.
4. Prinsip Pendelegasian Wewewnang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk
sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan
membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan
memotivasi pegawai bekrja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
27. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 27
k) Teori – teori Motivasi
Veithzal Rivai (2008:458), mengatakan bahwa terdapat beberapa teori motivasi adalah
sebagai berikut :
1. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)
Menurut Abraham Maslow bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan
yaitu Kebutuhan Fisik terdiri dari kebutuhan akan perumahan, makanan, minuman, dan
kesehatan. Kebutuhan rasa aman dalam dunia kerja, pegawai menginginkan adanya jaminan
sosial tenaga kerja, pensiun, perlengkapan keselamatan kerja, dan kepastian dalam status
kepegawaian. Kebutuhan sosial, kebutuhan ini berkaitan dengan menjadi bagian dari orang
lain, dicintai orang lain, dan mencintai orang lain. Kebutuhan pengakuan, kebutuhan yang
berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang lain. Sedangkan kebutuhan untuk aktualisasi
diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.
Gambar. 1.3
Hierarki Kebutuhan Maslow
Semakin ke atas kebutuhan seseorang semakin sedikit jumlah atau kuantitas manusia
yang memiliki kriteria kebutuhannya.
Penghargaan diri
Aktualisasi diri
Rasa aman
Kebutuhan fisiologis
Kepemilikan sosial
28. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 28
Salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. Maslow yang
berkarya sebagai ilmuwan dun melakukan usahanya pada pertengahan dasawarsa empat
puluhan. Bahwa hasil-hasil pemikirannya kemudian dituangkan dalam buku yang berjudul
"Motivation and Personality". Sumbangan teori motivasi Maslow sampai dewasa ini tetap
diakui di kalangan teoretes dan praktisi. Keseluruhan teori Maslow (dalam Siagian, 1995;
146-162) berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat
diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu: a) kebutuhan fisiologis, b) kebutuhan
akan keamanan, c) kebutuhan sosial, d) kebutuhan 'esteem', kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis. Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis ialah kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia seperti; sandang, pangan, dan perumahan. Kebutuhan ini
dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang
membutuhkannya terus-menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa
pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal.
Berbagai kebutuhan fisiologis ini berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi.
Kebutuhan itu bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal-usul, tingkat
pendidikan, status sosial, pekerjaan atau profesi, umur jenis kelamin, dan faktor-faktor
lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang.
Kebutuhan keamanan. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas. tidak hanya
dalam arti keamanan fisik, meskipun hal ini yang sangat penting, akan tetapi keamanan yang
bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang. Karena pemuasan
kebutuhan itu terutama dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang, kebutuhan keamanan itu
sangat penting untuk mendapat perhatian.
Kehutuhan sosial. Bahwa manusia di samping sebagai makhluk individu dia juga sebagai
makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai insan sosial mempunyai
kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas
harkat dan martabatnya. Biasanya kebutunan sosial tersebut tercermin dalam empat bentuk
'perasaan' yaitu:
a) perasaan diterima oleh orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam
masyarakat. Dengan perkataan lain ia memiliki 'sense of belonging' yang tinggi. Tidak
ada seorang manusia normal yang senang merasa terasing dari kelompok di mana ia
29. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 29
menjadi anggotanya. Sebaliknya kegairahan kerjanya akan meningkat apabila ia diterima
sebagai anggota yang terhormat. Dengan perasaan demikian ia akan berperilaku positif
yang biasanya tercermin dalam kemauan memberikan sumbangsih yang makin besar
kepada usaha bermasyarakat untuk mencapai tujuannya. Agar setiap siswa merasa
diterima dalam kelompoknya, guru dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 1)
praktekkan grup atau individual konseling sehingga setiap anak merasa betah di dalam
kelompoknya, 2) susunlah rencana, tugas, dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
semua siswa menjadi anggota yang berfungsi di dalam kelompoknya, 3) kelompokkanlah
para siswa berdasarkan sosiometri sehingga ada persamaan, saling tertarik, dan saling
membantu di dalam kelompok (Hamalik, 2002: 177),
b) harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya yang khas itu setiap
orang merasa dirinya penting. Hamalik (2002: 177) menjelaskan bahwa seseorang akan
merasa dirinya dihargai orang lain kalau ia merasa bahwa dirinya dianggap penting.
Tidak ada manusia yang senang apabila diremehkan. Artinya setiap orang memiliki
'sense of importance'. Jika seorang pimpinan atau guru mengingkari kenyataan ini bukan
mustahil ia akan menghadapi berbagai kesulitan dalam menggerakkan para bawahan atau
siswanya,
c) kebutuhan akan perasaan maju. Pada umumnya manusia tidak senang menghadapi
kegagalan, para ahli merumuskan kebutuhan ini sebagai 'need for achievement’. Ia akan
merasa senang dan bangga apabila ia meraih kemajuan, apapun bentuk kemajuan itu.
Tiap orang akan berusaha agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar,
perlu optimis, percaya akan kemampuan diri, dan yakin bahwa ia dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik (Slameto, 1995; 75), dan d) kebutuhan akan perasaan
diikutsertakan atau 'sense of participation'. Kebutuhan ini sangat dirasakan, terutama
pada saat proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan lanjutan studinya.
Slameto (1995: 75) menjelaskan bahwa belajar bersama dengan kawan-kawan, dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa.
Kebutuhan 'esteem'. Salah satu ciri manusia ialah bahwa dia mempunyai harga diri.
Karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang
30. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 30
lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang
penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang di dalam dan di luar organisasi.
Ternyata penggunaan lambang-lambang status tersebut dikenal baik di lingkungan
masyarakat yang disebut tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang sudah maju dan
modern. Bentuk, jenis, aneka ragam, dan penggunaan lambang-lambang status tertentu
berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, berbeda dari satu tempat ke tempat lain.
Aktualisasi diri. Dewasa ini makin disadari olen berbagai kalangan yang makin luas
bahwa dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya
dikembangkan. Adalah hal yang normal apabila dalam meniti karier, seseorang ingin agar
potensinya itu dikembangkan secara sistematis sehingga menjadi kemampuan efektif.
Dengan pengembangan demikian, seorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar
bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan profesional yang pada
gilirannya memungkinkan yang bersangkutan memuaskan berbagai jenis kebutuhannya.
31. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 31
2. Teori Kebutuhan McClelland’s (McClelland’s Theory of Needs)
McClelland theory of needs memfokuskan kepada tiga hal, yaitu:
a. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan: kemampuan untuk mencapai hubungan kepada
standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju
keberhasilan.
b. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja: kebutuhan untuk membuat orang
berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana didalam tugasnya masing-masing
c. Kebutuhan untuk berafiliasi: hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan
kerja.
3. Teori X dan Y Mc. Gregor
Teori X dan Y, Douglas McGregor yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2003:160)
mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif dengan tanda label x dan
positif dengan tanda label y.
Teori X (negatif) merumuskan asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Rata-rata karyawan malas dan tidak suka bekerja.
b. Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu
menghindari tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.
c. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan
pekerjaannya.
d. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan
organisasi.
Sedangkan Teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja, sama wajarnya
dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan
dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal tidak bekerja.
b. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju
dengan mencapai prestasi kerja yang optimal.
c. Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengambangkan dirinya
untuk mencapai sasran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan
32. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 32
mewujudkan potenisnya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya
sasaran perusahaan.
4. ERG Theory (Existence, Relatedness, Growth Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikutip oleh A. A. Anwar prabu
mangkunegara (2007:98), yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan teori dari Abraham
Maslow. Teori ini mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan manusia, yaitu:
a. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti
makan, minum, pakaian, bernapas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits.
b. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam
lingkungan kerja.
c. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini
berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.
l) Pengukuran Motivasi
Pengukuran Motivasi menurut R.B Siswanto Sastrohadiwiryo (2003;275), Kekuatan
motivasi tenaga kerja untuk bekerja secara langsung tercermin sebagai upaya seberapa jauh
karyawan bekerja keras. Upaya ini mungkin menghasilkan hasil kerja yang baik atau
sebaliknya, karena ada dua faktor yang harus benar jika upaya itu akan diubah menjadi
kinerja.
1) Tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya
dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi, tidak mungkin menghasilkan
kinerja yang baik.
2) Persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah
sebaik-baiknya menjadi kinerja. Diasumsikan bahwa persepsi tersebut dipelajari individu
dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. “persepsi bagaimana harus
dikerjakan”, ini jelas sangat berbeda mengenai kecermatannya jika terdapat persepsi yang
salah, kinerja akan rendah meskipun upaya dn motivasi mungkin tinggi.
33. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 33
Salah satu cara untuk mengukur motivasi tenaga kerja adalah dengan menggunakan teori
pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan mengemukakan bahwa adalah
bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat diagnosis permasalahan
motivasi. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja memahami
mengapa para tenaga kerja terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya di berbagai
bagian dlam perusahaan. Dan berapa jauh berbagai cara pengubahan data efektif
memotivasikan kinerja.
m) Kepuasan Kerja
Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik jenis maupun
tingkatnya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak terbatas. Artinya,
kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia selalu berusaha dengan segala
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan manusia diartikan sebagai
segala sesuatu yang ingin dimilikinya, dicapai dan dinikmati.
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2007:117) mengatakan bahwa pengertian kepuasan
kerja adalah sebagai berikut :
“Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri
pegawai yang berhubungan dengan pekerjannya maupun dengan kondisi dirinya.”
Robert L.Mathis dan John H.Jackson terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira
(2001:98) mengatakan bahwa :
“kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja
seseorang.”
Orang yang paling merasa tidak puas adalah mereka yang mempunyai keinginan yang
paling banyak, namun mendapat yang paling sedikit. Sedangkan yang paling merasa puas
adalah orang yang menginginkan banyak dan mendapatkannya.
34. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 34
n) Faktor – faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2007:120) mengatakan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor
pekerjaannya.
Faktor Pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi
fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir,
presepsi, dan sikap kerja.
Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi
sosial, dan hubungan kerja.
o) Teori – teori Kepuasan Kerja
Anwar Prabu Manugkunegara (2007;120) mengatakan bahwa teori-teori kepuasan kerja
adalah sebagai berikut :
a. Teori keseimbangan (Equity Theory)
Menurut Teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome
pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang
(equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang
(inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequety
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation
inequety (ketidak seimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi
pembanding.
b. Teori perbedaan atau Discrepancy Theory
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan
dapat dilakuakan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya, dengan
kenyataan yang dirasakan pegawai.
35. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 35
c. Teori Pemenuhan kebutuhan
Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang
dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pegawai tersebut.
d. Teori Pandangan kelompok
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah tergantung pada pemenuhan
kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang
oleh pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai
dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya.
e. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham
Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan
wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta
menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberikan
kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi
(Content Analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau
ketidakpuasan.
f. Teori pengharapan (Exceptancy Theory)
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas
oleh Porter dan Lawler. Keith Davis (1985:65) mengemukakan bahwa Motivasi
merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan
penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
p) Survey Kepuasan Kerja
Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai mengemukakan
perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannnya melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja
juga untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja
pegawai.
Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi
persyaratan berikut :
36. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 36
1. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei.
2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif.
3. Survei diadministrasikan secara wajar.
4. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi untuk
mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin. Keuntungan dari survei kepuasan
kerja, antara lain kepuasan kerja secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja,
dan untuk keperluan pelatihan (Training).
a. Kepuasan kerja secara umum.
Keuntungan survei kepuasan kerja dapat memberikan gambaran kepada pemimpin
mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai di perusahaan. Begitu pula untuk mengetahui
ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu. Survei juga sangat bermanfaat
dalam mendiagnosis maslah-maslah pegawai yang berhubungan dengan peralatan kerja.
b. Komunikasi
Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam mengkomuikasikan keinginan pegawai
dengan pikiran pemimpin. Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap
pekerjaannya dengan melalui survei dapat membentu mengkomunikasikan kepada
pemimpin.
c. Meningkatkan sikap kerja
dapat bermanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai
merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian dari pihak
pemimpin.
d. Kebutuhan pelatihan
Survei pelatihan kerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan tertentu.
Pegawai-pegawai biasanya diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka
rasakan dari perlakuan pemimpin pada bagian jabatan tertentu.
37. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 37
q) Tipe – tipe Survey Kepuasan Kerja
Anwar Prabu Manugkunegara (2007;120) mengatakan bahwa terdapat Dua Tipe Survei
Kepuasan Kerja adalah sebagai berikut :
a. Tipe Survei Objektif
survei Objektif yang paling popular menggunakan pertanyaan pilihan berganda (multiple
choice). Responden membaca semua pertanyaan yang tersedia, kemudian meilih salah satu
dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Disamping itu pula, ada
bentuk pertanyaan yang menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak setuju.
b. Tipe Survei Deskriptif
Tipe Survei Deskriptif merupakan lawan dari tipe survei objektif. Pada tipe survei
deskriptif, responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang
mereka pikirkan atau yang mereka inginkan.
r) Pengukuran Kepuasan Kerja
Menurut Job Description Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja adalah :
Bekerja pada tempat yang tepat
Pembayaran yang sesuai
Organisasi dan manajemen
Supervisi pada pekerjaan yang tepat
Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat
Pengukuran kepuasan kerja menurut Veithzal Rivai (2008:480), Kepuasan kerja adalah
bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa
perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan
sesuai dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu :
1) Manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini menurut perspektif
kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting
juga memperhatikan indikator emosional atau kesehatan psikologis.
38. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 38
2) Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yan
mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit-unit
organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalaan. Buhler (1994) menekankan
pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan
kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa
karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi di bidang karyawan maka
akan menghadapi bahaya. Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover, diiringi dengan
membengkaknya biaya pelatihan, gaji akan memunculkan perilaku yang sama di
kalangan karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang
loyal.
s) Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Motivasi yang tinggi yang ada pada diri Karyawan merupakan suatu modal besar bagi
suatu perusahaan untuk dapat mewujudkan kepuasan kerja yang tinggi pula, hal ini tentunya
merupakan harapan yang ingin dicapai.
T. Hani Handoko (2003:252) mengatakan bahwa hubungan Motivasi terhadap kepuasan
kerja adalah sebagai berikut :
“Motivasi yang ada pada diri seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.”
Veithzal Rivai (2008:456) mengatakan bahwa hubungan Motivasi terhadap kepuasan
kerja adalah sebagai berikut :
“Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk
melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka.”
Maman Ukas (2006:318) mengatakan bahwa hubungan Motivasi terhadap kepuasan kerja
adalah sebagai berikut :
“Dan dorongan yang mendapatkan usaha untuk melakukan atau memuaskan suatu
kebutuhan atau tujuan disebut motivasi.”
39. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 39
A. Sihotang (2007:244) berpendapat bahwa ada hubungan antara Motivasi dengan
kepuasan kerja melalui Kuadran-kuadran Pada Tabel sebagai berikut :
Hubungan Motivasi dengan Kepuasan kerja
Kepuasan
Tinggi Rendah
I Nilai Positif bagi organisasi dan
bagi pekerja
II. Positif Bagi organisasi tapi
Negatif bagi pekerja
III Negatif bagi Organisasi tapi
positif bagi pekerja
IV. Negatif bagi organsasi dan
bagi pekerja
1. Kuadaran I tergambar bahwa pegawai bermotivasi tinggi, sangat baik bagi organisasi dan
baik pula bagi pekerja, keadaan yang di kuadran perama inilah yang paling ideal
2. Kuadran II menggambarkan pekerja yang bermotivasi tinggi berdampak baik terhadap
organisasi tapi negatif bagi pekerja karena mereka menerima reward yang lebih rendah
dari yang diharapkan, keadaan ini dapat berakibat pekerja mengundurkan diri.
3. Kuadaran III menunjukan kinerja pegawai rendah, dirasa baik untuk karyawan akan
tetapi negatif bai organisasi karena organisasi merasa memenuhi kebutuhan kebutuhan
pegawai tetapi si pegawai tidak memberikan kontribusi yang positif bagi organisasi.
4. Kuadran IV menggambarkan pekerja tidak bekerja dengan baik dan tidak memeperoleh
motivasi yang cukup dari organisasi. Pekerja demikian ini tidak berguna bagi organisasi.
Pada situasi demikian inilah sering terjadi pemberhentian pekerja atau karyawan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kuadran-kuadran diatas adalah :
Pertama bahwa karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya, belum tentu karena
prestasi yang tinggi bagi organisasinya dan sebaliknya organisasi yang tinggi hasil prestasi
karyawannya belum tentu selalu memberikan reward yang tinggi juga kepada karyawan.
Kedua adalah untuk menciptakan situasi kerja dengan produktivitas tinggi dan kehidupan
kerja yang memuaskan semua pihak merupakan usaha keras dan cukup sulit, maka perlu
selalu diupayakan secara berkelanjutan
Sumber : A. Sihotang
(2007;244)
40. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 40
D. MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
a) IESQ
Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ) adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya
dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi
akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.[2] Kecerdasan emosional (EQ)
belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah
penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada
kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional
seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan
terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara
emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
IQ= Intelectual Quotient (kecerdasan intelektual
Intelectual Quotient (Kecerdasan Intelektual): kecerdasan berbasis pada logika
pengetahuan
EQ= Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional)
Emotional Quotient (Kecerdasan emosional): Kecerdasan berbasis Emosi, yaitu
kemampuan mengendalikan diri dan memahami perasaan orang lain.
SQ=Spiritual Quotient (Kecerdasan Spiritual)
Spiritual Quotient (Kecerdasan Spiritual): kecerdasan yang berbasis pada nilai-nilai
Ketuhanan.
41. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 41
b) Nilai dalam IESQ
Berbuat baik kepada Tuhan: Beribadah sesuai dengan keyakinan dan agama kita masing-
masing.
Berbuat baik kepada Manusia
1. Dilandasi logika perhitungan yang cermat
2. Melakukan kewajiban sebagai sesama hamba Allah
3. Memahami dan memenuhi apa yang menjadi hak orang lain
Dilandasi nilai-nilai Ketuhanan (SQ)
Iman (meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang patut disembah atau tauhid rububiyyah
dan meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Esa atau tauhid uluhiyyah)
Takwa (merasa selalu di dalam pengawasan Allah di mana saja berada)
Tawakkal (pasrah atas semua hal yang ditentukan oleh Allah kepada kita)
c) Kecerdasan Emosional dan Realita Dunia Kerja
Dalam bukunya yang terkenal itu, Daniel Goleman menyebutkan disamping Kecerdasan
Intelektual (IQ) ada kecerdasan lain yang membantu seseorang sukses yakni Kecerdasan
Emosional (EQ). Bahkan secara khusus dikatakan bahwa kecerdasan emosional lebih
berperan dalam kesuksesan dibandingkan kecerdasan intelektual. Klaim ini memang terkesan
agak dibesarkan meskipun ada beberapa penelitian yang menunjukkan kebenaran ke arah
sana. Sebuah studi bahkan menyebutkan IQ hanya berperan 4%-25% terhadap kesuksesan
dalam pekerjaan. Sisanya ditentukan oleh EQ atau faktor-faktor lain di luar IQ tadi.
Jika kita melihat dunia kerja, maka kita bisa menyaksikan bahwa seseorang tidak cukup
hanya pintar di bidangnya. Dunia pekerjaan penuh dengan interaksi sosial di mana orang
harus cakap dalam menangani diri sendiri maupun orang lain. Orang yang cerdas secara
intelektual di bidangnya akan mampu bekerja dengan baik. Namun jika ingin melejit lebih
jauh dia membutuhkan dukungan rekan kerja, bawahan maupun atasannya. Di sinilah
kecerdasan emosional membantu seseorang untuk mencapai keberhasilan yang lebih jauh.
42. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 42
Berdasarkan pengalaman saya sendiri dalam proses rekrutmen karyawan, seseorang
dengan nilai IPK yang tinggi sekalipun dan datang dari Universitas favorit tidak selalu
menjadi pilihan yang terbaik untuk direkrut. Ada kalanya orang yang pintar secara intelektual
kurang memiliki kematangan secara sosial. Orang seperti ini bisa jadi sangat cerdas,
memiliki kemampuan analisa yang kuat, serta kecepatan belajar yang tinggi. Namun jika
harus bekerja sama dengan orang lain dia kesulitan. Atau jika dia harus memimpin maka
akan cenderung memaksakan pendapatnya serta jika harus menjadi bawahan punya
kecenderungan sulit diatur.
Orang seperti ini mungkin akan melejit jika bekerja pada bidang yang menuntut keahlian
tinggi tanpa banyak ketergantungan dengan orang lain. Namun kemungkinan besar dia akan
sulit bertahan pada organisasi yang membutuhkan kerja sama, saling mendukung dan
menjadi sebuah “super team”, bukan “super man”.
Tentunya tidak semua orang yang cerdas secara intelektual seperti itu. Dan bukan berarti
kecerdasan intelektual tidak penting. Dalam dunia kerja kecerdasan intelektual menjadi
sebuah prasyarat awal yang menentukan level kemampuan minimal tertentu yang
dibutuhkan. Sebagai contoh beberapa perusahaan mempersyaratkan IPK mahasiswa minimal
3.0 atau 2.75 sebagai syarat awal pendaftaran. Hal ini kurang lebih memberikan indikasi
bahwa setidaknya kandidat tersebut telah belajar dengan baik di masa kuliahnya dulu.
Setelah syarat minimal tersebut terpenuhi, selanjutnya kecerdasan emosional akan lebih
berperan dan dilihat lebih jauh dalam proses seleksi. Apakah dia punya pengalaman yang
cukup dalam berorganisasi? Apakah calon tersebut pernah memimpin atau dipimpin? Apa
yang dia lakukan ketika menghadapi situasi sulit? Bagaimana dia mengelola motivasi dan
semangat ketika dalam kondisi tertekan? Dan banyak hal lagi yang akan diuji.
Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kemampuan seseorang menangani beban
kerja, stres, interaksi sosial, pengendalian diri, menjadi kunci penting dalam keberhasilan.
Seseorang yang sukses dalam pekerjaan biasanya adalah orang yang mampu mengelola
dirinya sendiri, memotivasi diri sendiri dan orang lain, dan secara sosial memiliki
kemampuan dalam berinteraksi secara positif dan saling membangun satu sama lain. Dengan
cara ini orang tersebut akan mampu berprestasi baik sebagai seorang individu maupun tim.
43. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 43
d) Melatih Kecerdasan Emosional
Sejak kecil kita telah memiliki emosi dan berinteraksi dengan emosi tersebut. Kebiasaan
kita dalam menanganinya akan terus terbawa dan menjadi karakter seseorang ketika dewasa.
Dengan demikian, alangkah berbahagianya seorang anak yang memiliki orangtua yang peka
dan pelatih emosi yang baik. Anak seperti ini akan berlatih menangani dirinya sejak masa
kecil. Untuk topik ini insya Allah akan saya posting dalam kesempatan yang akan datang.
Bagaimana jika ketika dewasa kita kurang memiliki kematangan secara emosional?
Jawabannya adalah kecerdasan tersebut dapat dilatih. Cara paling awal adalah dengan
mengenali emosi diri Anda ketika terjadi. Kenali apa saja yang berkecamuk dalam dada
Anda dan suara-suara yang memerintahkan Anda untuk bertindak. Tahapan berikutnya
adalah melakukan kontrol diri terhadap berbagai bentuk emosi yang ada. Bagaimana Anda
mengendalikan diri ketika marah, tidak terpuruk ketika merasa kecewa, dapat bangkit dari
kesedihan, mampu memotivasi diri dan bangkit ketika tertekan, mengatur diri dari
kemalasan, menetapkan target yang menantang namun wajar, serta bisa menerima
keberhasilan maupun kegagalan dengan lapang dada.
Jika hal tersebut sudah Anda kuasai, selanjutnya adalah melatih kematangan sosial.
Bagaimana Anda berempati – merasakan apa yang dirasakan orang lain – sehingga bisa
memberi respon yang tepat terhadap sinyal-sinyal emosi yang ditampilkan orang lain.
Kematangan ini akan mudah dikembangkan jika Anda aktif terlibat dalam organisasi,
bekerjasama dengan orang lain dan memiliki interaksi sosial yang intens. Latihlah
kemampuan Anda dalam memimpin dan dipimpin, memotivasi orang lain, serta mengatasi
dan mengelola konflik.
E. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
a) Pengertian Kompensasi
Kompetensi, artinya adalah Kemampuan, sebagai seorang individu atau calon pemimpin
diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan atau skill.
44. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 44
Kapabilitas, artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun pemaknaan
kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih dari itu, yaitu lebih
paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai kemampuannya dari titik
kelemahan hingga cara mengatasinya.
Akseptabilitas, artinya adalah Keterterimaan, kecocokkan dan kepantasan. Kata ini berasal
dari "peminjaman" kata Accetability.
Elektabilitas, adalah "Ketertarikan yang dipiilih". Mislanya, sesuatu benda atau orang yang
memiliki Elektabilitas tinggi adalah yang terpilih dan disukai oleh masyarakat. yakni
difavoritkan
Konsep kompetensi sebenarnya bukanlah hal yang baru. Menurut Organisasi Industri
Psikologi Amerika Mitrani, Palziel, and Fitt (dalam Dharma, 2003), gerakan tentang
kompetensi telah dimulai pada 1960 dan awal 1970. Menurut gerakan tersebut banyak hasil
studi yang menunjukkan bahwa hasil tes sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah
dan diploma tidak dapat memprediksi kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan. Temuan
tersebut telah mendorong dilakukan penelitian tehadap variabel kompetensi yang diduga
meprediksi kinerja individu. Oleh sebab itu, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah
a. Membandingkan individu yang secara jelas behasil di dalam pekerjaannya dengan
individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasikan karakteristik yang
berkaitan dengan keberhasilan tersebut.
b. Mengidentifikasikan pola pikir dan perilaku individu yang berhasil. Pengukuran
kompetensi harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka ketimbang
menggantungkan kepada pengukuran responden seperti tes pilihan ganda yang meminta
individu memilih alternatif jawaban.
Secara harfiah, kompetensi berasal dari kata competence yang artinya kecakapan,
kemampuan, dan wewenang (Scale, 1975). Adapun secara etimologi, kompetensi diartikan
sebagai dimensi perilaku keahlian atau keunggulan seorang pemimpin atau staf yang
mempunyai keterampilan, pengetahuan , dan perilaku yang baik. Menurut Spencer (1993),
mengatakan kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dai suatu individu yang
dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Karakteristik dasar
45. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 45
kompetensi berarti kemampuan adalah sesuatu yang kronis dan dalam bagian dari
kepribadian seseorang dan dapat diramalkan perilaku di dalam suatu tugas pekerjaan.
Spencer and Spencer (1993), kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang
dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Berdasarkan definisi
tersebut mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan
melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan
tugas pekerjaan.
Boulter, Dalziel, dan Hill (2003), mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik
dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan,
peran, atau situasi tertentu. Keterampilan adalah hal-hal yang orang bisa lakukan dengan
baik. Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang suatu topik. Peran sosial
adalah citra yang ditunjukkan oleh seseorang di muka publik. Peran sosial mewakili apa
yang orang itu anggap penting. Peran sosial mencerminkan nilai-nilai orang itu.
Pengertian kompetensi dalam organisasi publik maupun privat sangat diperlukan
terutama untuk menjawab tuntutan organisasi, dimana adanya perubahan yang sangat cepat,
perkembangan masalah yang sangat kompleks dan dinamis serta ketidakpastian masa depan
dalam tatanan kehidupan masyarakat. Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi
oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan
kerja yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, kompetensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa
pengetahuan, sikap perilaku yang diperlukan dalam tugas dan jabatannya (Pasal 3). Mulyasa
(2003), mengemukakan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan bertidak, Adapun McAshan (1981),
mengemukakan, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilann dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Apabila kompetensi diartikan sama dengan kemampuan maka dapat diartikan pengetahuan
memahami tujuan bekerja, pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan yang tepat dan baik,
46. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 46
serta memahami betapa pentingnya disiplin dalam organisasi agar semua aturan dapat
berjalan dengan baik.
Peningkatan kemampuan merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan sikap tanggap dalam rangka peningkatan kinerja organisasi.
Adapun dimensi-dimensinya dapat berupa upaya pengembangan sumber daya manusia,
pengetahuan organisasi, dan reformasi kelembagaan. Dalam menghadapi pengaruh
lingkungan organisasi, menuntut kesiapan sumber daya manusia organisasi untuk memiliki
kemampuan dalam menjawab tantangan tersebut dengan menunjukkan kinerjanya melalui
kegiatan-kegiatan dalam bidang tugas dan pekerjaannya di dalam organisasi.
Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton (1979), mengartikan kompetensi sebagai
penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas,
keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh SDM organisasi untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan sesuai dengan yang dibebankan oleh organisasi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh SDM perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat
dinilai, sebagai wujud hasil pelaksanaan tugas yang mengacu oada pengalaman langsung.
Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan
kinerja para karyawan yang ada di dalam organisasi, dengan bukti penguasaan mereka
terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar.
Gordon (1988), menjelaskan beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi
sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya, seorang
karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan
pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada di perusahaan.
2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
individu. Misalnya, seoang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus
mempunyai pemahaman yang baik tentang kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, kemampuan karyawan dalam memilih
metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
47. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 47
4. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku pada karyawan dalam
melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).
5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senag tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap
suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya, reaksi terhadap krisis ekonomi,
perasaan terhadap kenaikan gaji, dan sebagainya.
6. Minat (interest) yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
Misalnya, melakukan suatu aktivitas saja.
Sumber daya manusia dapat tetap betahan karena mereka memiliki kompetensi
manajerial, yaitu kemampuan untuk merumusakn visi dan strategi perusahaan serta
kemampuan untuk memperoleh dan mengarahkan sumber daya lain dalam rangka
mewujudkan visi dan menerapkan strategi perusahaan.
Dalam rangka operasional, kompetensi tersebut membuat sumber daya manusia mampu
menggali potensi sumber daya-sumber daya lain yang dimiliki perusahaan., mampu
mengefektifkan dan mengefesiensikan proses produksi di dalam perusahaan serta mampu
menghasilkan produk yang memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kesemuanya
ini pada akhirnya memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam bentuk keuntungan daya
saing.
Tentu saja kompetensi manajerial tidak dapat datang begitu saja, melainkan harus
diciptakan terutama melalui pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien.
Pengelolaan yang dimaksud didasarkan pada tiga prinsip.
Prinsip pertama adalah pengelolaan dengan orientasi pada layanan. Prinsip ini diperlukan
untuk mencegah pengelolaan sumber daya manusia seperti sebuah pabrik yang
menghasilkan keluaran-keluaran seragam (standar), seperti tata cara, pedoman pelaksanaan,
dan formulir yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia di dalam perusahaan.
Keseragaman seperti itu jelas sesuai dengan kebutuhan dan keinginan SDM. Akibatnya,
pengelolaan sumber daya manusia menjadi tidak efektif dan efisien serta kompetensi
manajerial yang diharapkan tidak tercipta.
Dengan berorientasi pada layanan, ketidaksesuaian di atas dapat diminimalkan atau
bahkan dihilangkan (terpenuhinya kebutugan dan keinginan para SDM). Dampak positifnya,
48. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 48
adalah meningkatkan kepuasan kerja mereka, dan sumber daya manusia yang puas akan
selalu berusaha sekuat tenaga untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Prinsip kedua adalah pengelola yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
sumber daya manusia untuk berperan serta aktif di dalam perusahaan. Tujuannya agar
pekerjaan menjadi lebih menarik sehingga mampu mendorong semangat kerja sumber daya
manusia dan memotivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik lagi
(mendorong sumber daya manusia untuk terus-menerus menyempurnakan hasil kerja
mereka). Penyempurnaan tanpa henti ini hanya dapat terwujud apabila sumber daya manusia
terus meningkatkan kemampuan kerja mereka, dan ini sama artinya dengan mendorong
terciptanya kompetensi manajerial.
b) Karakteristik Kompetensi
Karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993), terdapat lima aspek,
yaitu:
1. Motives, adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia
melakukan tindakan. Misalnya, orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten
mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung
jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk
memperbaiki dirinya.
2. Traits, adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang
merespons sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri, kontrol diri, stres, atau
ketabahan.
3. Self concept, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur
melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai yang dimiliki seseorang,
apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang yang dinilai
menjadi pemimpin seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya
tes tentang leadership ability.
4. Knowledge, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan
merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas tes pengetahuan sering gagal untuk
memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan
49. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 49
keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur
kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa
melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki.
5. Skills, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik seara fisik
maupun mental. Misalnya, seorang programmer komputer membuat suatu program yang
berkaitan dengan SIM SDM.
Komponen kompetensi yang motif, karakter pribadi, da konsep diri dapat meramalkan
suatu perilaku tertentu yang pada akhirnya akan muncul sebagai prestasi kerja. Kompetensi
juga selalu melibatkan intensi (kesengajaan) yang mendorong sejumlah motif atau karakter
pribadi untuk melakukan suatu aksi menuju terbentuknya suatu hasil, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
NIAT
TINDAKAN HASIL1. Motif
2. Karakter pribadi
3. Konsep diri
4. Pengetahuan yang dimiliki
Perilaku/skill Prestasi kerja
50. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 50
c) Manfaat Penggunaan Kompetensi
Saat ini kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen
sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan dan
pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem remunerasi. Ruky (2003), mengemukakan
konsep kompetensi menjadi semakin populer dan sudah banyak dugunakan oleh perusahaan-
perusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu:
1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, model
kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan,
pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku
apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut, akan
banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam
bidang SDM.
2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat
membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan
terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada
sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu. Caranya dengan
mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta
memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku yang dicari.
3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadi suatu organisasi “ramping”
mengharuskan kita untuk menari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah
untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk
dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.
4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi dapat digunakan
untuk mengembangkan remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan
remunerasi akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin
keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan seorang
karyawan.
5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat,
sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru
terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan
apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini.
51. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 51
6. Menyelarskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. Model kompetensi
merupakan cara yang paling mudah untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa
saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan.
d) Hubungan Kompetensi dengan Prestasi Kerja
Kompetensi yang terdiri dari sejumlah perilaku kunci yang dibutuhkan untuk
melaksanakan peran tertentu untuk menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan (Ruky,
2003). Perilaku ini biasanya ditunjukkan secara konsisten oleh para pekerja yang melakukan
aktivitas kerja. Perilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai
kompetensi. Sebagai contoh, pihak manajemen berjalan-jalan dilingkungan kantor. Maksud
dan tujuan manajer berjalan-jalan dilingkungan kantor tersebut dapat diasumsikan memantau
suatu pekerjaan.
Hasil penelitian McClelland (dalam Usmara, 2002), hasil penelitian menunjukkan bahwa
kompetensi yang bersifat non-akademik, seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang
inovatif, management skills, kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil
mempresdiksi prestasi individu dalam pekerjaannya.
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat prestasi yang
diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penentuan kompetensi yang dibutuhkan
tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi evaluasi prestasi kerja. Menurut Dharma (2002),
kompetensi selalu mengandung maksud atau tujuan, yang merupakan dorongan motif atau
trait yang menyebabkan suatu tindakan untuk memperoleh suatu hasil.
Dengan adanya kompetensi ini, sumber daya dilihat sebagai manusia dengan
keunikannya yang perlu dikembangkan. Manusia dilihat sebagai aset yang berharga. Dengan
adanya kecenderungan tersebut, maka peran sumber daya manusia akan semakin dihargai
terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia (Schuller, 1990). Sumber manusia
yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan yang terbaik bagu
organisasi. (Bounds & Pace, 1991; Ulrich, 1997)
Menurut Schuller (1990), berbagai kompetensi dari manajer ternyata terkait dengan
beberapa upaya pengelolaan organisasi terhadap berbagai aspek bidang pengetahuan yang
harus dikuasai oleh seorang manajer. Pengelolaan ini meliputi beberapa kompetensi sumber
52. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 52
daya manusia, seperti kompetensi berbasis input, tranformasional, dan berbasis output (Lado
& Wilson, 1994). Kompetensi berbasis input lebih menekankan pada manager-strategy fit
melalui proses pengangkatan karyawan untuk organisasi secara keseluruhan dalam bentuk
integrasi sumber daya manusia. Kompetensi transformasional lebih menekankan inovasi dan
pemanfaatan kewira-usahaan melalui proses pembentukan dan sosialisasi perilaku karya-wan
atas dasar kreativitas, kerja sama, dan saling percaya. Kompetensi berbasis output lebih
menekankan pada keterlibatan yang lebih tinggi dari karyawan melalui proses pembelajaran
positif, pembangun reputasi yang baik, dan hubungan yang positif dengan para stakeholder.
Tentu saja kompetensi manajer tidak dapat datang begitu saja, melainkan harus
diciptakan melalui pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Pengelolaan
yang dimaksud didasarkan pada tiga prinsip. (Soetjipto, 1996)
Prinsip pertama adalah pengelolaan dengan orientasi pada layanan. Prinsip ini diperlukan
untuk mencegah pengelolaan sumber daya manusia bagaikan sebuah perusahaan yang
menghasilkan keluaran-keluaran (standar), seperti tata cara, pedoman pelaksanaan yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia di dalam perusahaan. Keseragaman itu
jelas sesuai dengan kebutuhan dan keinginan sumber daya manusia.
Persoalan kebutuhan memperoleh SDM unggul dan profesional yang diharapkan oleh
banyak badan usaha di Indonesia baik badan usaha publik maupun privat untuk bisa
bersaing dalam era globalisasi sering kali hanya menjadi angan-angan semata. Begitu
banyak dana pengembangan SDM dikeluarkan untuk maksud tersebut, namun sering kali
menghasilkan kekecewaan. Beberapa pakar dari cognitive science yang lebih dikenal
sebagai the brain science mempercayai bahwa upaya meningkatkan kompetensi SDM akan
menjadi lebih sulit bahkan mungkin memeleset manakala cara yang digunakan melupakan
peranan dari otak manusia sebagai sentral motor penggerak dari kerja manusia dan hal
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan reframing. Pendekatan reframing
merupakan pergeseran konsepsi organisasi tentang bagaimana suatu organisasi bisa
mencapai tujuannya. Karakteristik spesifik dari pendekatan ini, menegaskan bahwa upaya
menciptakan kompetensi SDM dalam organisasi harus dilakukan manakala usaha yang
dilakukan mampu membuka pola pikir SDM dalam organisasi. Konsep kompetensi mulai
53. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 53
menjadi tren dan banyak dibicarakan sejak 1993 dan saat ini menjadi sangat populer
terutama di lingkungan perusahaan multinasional dan nasio-nal yang modern.
Sumber daya manusia dapat tetap bertahan karena mereka memiliki kompetensi
manajerial, yaitu kemampuan untuk merumuskan visi dan strategi perusahaan serta
kemampuan untuk memperoleh dan mengarahkan sumber daya lain dalam rangka
mewujudkan visi dan menerapkan strategi perusahaan.
Dalam rangka operasional, kompetensi tersebut membuat sumber daya manusia mampu
menggali potensi sumber daya-sumbe daya lain yang dimiliki perusahaan, mampu
mengefektifkan dan mengefesiensikan proses produksi di dalam perusahaan serta mampu
menghasilkan produk yang memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kesemuanya
ini pada akhirnya memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam bentuk keuntungan daya
saing.
Tentu saja kompetensi manajerial tidak dapat datang begitu saja, melainkan harus
diciptakan terutama melalui pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien.
Pengelolaan yang dimaksud didasakan pada dua prinsip.
Prinsip pertama adalah pengelolaan dengan orientasi pada layanan. Prinsip ini diperlukan
untuk mencegah pengelolaan sumber daya manusia seperti sebuah pabrik yang
menghasilkan keluaran-keluaran seragam (standar), seperti tata cara, pedoman pelaksanaan,
dan formulir yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia di dalam perusahaan.
Prinsip kedua adalah pengelola yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
sumber daya manusia untuk berperan serta aktif di dalam perusahaan. Tujuannya agar
pekerjaan menjadi lebih menarik sehingga mampu mendorong semangat kerja sumber daya
manusia dan memotivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik lagi
(mendorong sumber daya manusia untuk terus menerus menyempurnakan hasil kerja
mereka). Penyempurnaan tanpa henti ini hanya dapat terwujud apabila sumber daya manusia
terus meningkatkan kemampuan kerja mereka, dan ini sama artinya dengan mendorong
terciptanya kompetensi manajerial.
54. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 54
F. KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
a) Definisi Audit Kinerja
Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi,
sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan
tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa
subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik
yang telah disetujui dan diterima.
Audit SDM membantu perusahaan kinerja atas pengelolaan SDM degan cara :
Menyediakan umpan balik nilai kontibusi fungsi SDM terhadap strategi bisnis dan
tujuan perusahaan.
Menilai kualitas praktik, kebijakan, dan pengelolaan SDM.
Melaporkan keberadaan SDM saat ini dan langkah-langkah perbaikan yang
dibutuhkan.
Menilai biaya dan manfaat praktik-praktik SDM.
Menilai hubungan SDM dengan manajemen lini dan cara cara meningkatkannya.
Merancang panduan untuk menentukan standar kinerja SDM.
Mengidentifikasi area yang perlu diubah dan ditingkatkan dengn rekomendasi khusus.
55. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 55
b) Tujuan Audit SDM
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui audit SDM yang merupakan tujuan dari
dilakukannya audit tersebut, antara lain :
Menilai efektivitas dari fungsi SDM.
Menilai apakah program/aktivitas SDM telah berjalan secara ekonomis, efektif, dan
efisien.
Memastikan ketaatan berbagai program/aktivitas SDM terhadap ketentuan hukum,
peraturan dan kebijakan yang berlaku di perusahaan.
Mengidentifikasi berbagai hal yang masih dapat ditingkatkan terhadap aktivitas SDM
dalam menunjang kontribusinya terhadap perusahaan.
Merumuskan beberapa langkah perbaikan yang tepat untuk meningkatkan ekonomisasi,
efisiensi, dan efektifitas berbagai program/aktivitas SDM.
c) Manfaat Audit SDM
Bebarapa manfaat dari audit SDM antara lain :
Mengidentifikasi kontribusi dari Departemen SDM terhadap organisasi.
Meningkatkan citra profesional Departemen SDM.
Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih tinggi karyawan Departemen
SDm.
Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab Departemen SDM.
Mendorong terjadinya keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM.
Menemukan masalah-masalah kritis dalam bidang SDM.
Memastikan ketaatan terhadap hukum dan peraturan, dalam praktik SDM.
Menurunkan biaya SDM melalui prosedur SDM yang lebih efektif.
Meningkatkan keinginan untuk berubah dalam Departemen SDM.
Memberikan evaluasi yang cermat terhadap sistem informasi SDM.
56. Evaluasi Kinerja dan Konpensasi | 56
d) Pendekatan Audit SDM
Pendekatan Komperatif
Tim audit sumber daya manusia membandingkan perusahaan (divisi) dengan perusahaan
atau divisi lainnya guna menyingkap bidang-bidang yang berkinerja buruk. Pendekatan lini
lazimnya digunakan untuk membandingkan hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas atau program
sumber daya manusia spesifik. Pendekatan ini membantu mendeteksi bidang-bidang yang
membutuhkan pembenaran
Pendekatan otoritas pihak luar
Tim audit sumber daya manusia bergantung pada keahlian-keahlian konsultan dari luar
atau temuan-temuan riset yang dipublikasikan sebagai suatu standar terhadapnya aktivitas-
aktivitas atau program sumber daya manusia dievaluasi. Konsultan ataupun temuan-temuan
riset dapat membantu mendiagnosis penyebab masalah-masalah yang timbul
Pendekatan Statistikal
Dari catatan-catatan yang ada, tim audit sumber daya manusia menghasilkan standar-
standar statistical terhadapnya aktivitas-aktivitas dan program-program sumber daya manusia
dievaluasi. Dengan standar matematis ini, tim audit dapat menemukan kesalahan-kesalahan
pada saat kesalahan-kesalahan tersebut masih kecil, berupa Data yang dikumpulkan per
tahun, metode kuantitatif seperti :
Regresi : memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih variabel kuantitatif
sehingga satu variabel dapat diprediksikan dari variabel lainnya
Korelasi : mengukur tingkat asosiasi yang ada antara dua atau lebih variabel
Diskriminan : mengidentifikasi faktor-faktor yang membedakan antara dua atau
lebih kelompok dalam suatu populasi
Pendekatan Kepatuhan
Dengan mengambil sample elemen-elemen system informasi sumber daya manusia, tim
audit mencari penyimpangan-penyimpangan dari berbagai peraturan, kebijakan, serta
prosedur-prosedur perusahaan, melalui upaya-upaya pencarian fakta, tim audit dapat
menemukan apakah terdapat kepatuhan berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan