Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Laporan in vitro-pembahasan vfa
1. II. TINJAUAN PUSTAKA
4.2. Pengukuran Konsentrasi VFA Total (Volatil Fatty Acid)
Jerami padi merupakan bahan pakan ruminansia yang tergolong bahan pakan
yang berkualitas rendah, karena jerami padi tersusun oleh selulosa, hemiselulosa,
silika dan lignin. Maynard et al. (1979) dalam Bata (2008) menyatakan bahwa
lignin yang terdapat pada dinding sel merupakan penghalang bagi kerja enzim yang
mencerna selulosa dan hemiselulosa. Karakteristik Jerami adalah tingginya
kandungan serat yang tidak dapat dicerna karena lignifikasi selulosa yang tinggi
sehingga kecernaannya juga menurun (Bata, 2008; Nisa et al., 2004).
Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, dengan
mempertimbangkan murah, praktis dan hasilnya disukai ternak adalah teknik
amoniasi. Amoniasi jerami padi menggunakan urea dapat meningkatkan
kandungan nitrogen (Bata, 2008; McDonald et al., 2002), palatabilitas, konsumsi
dan kecernaan pakan (Bata, 2008; Ahmed et al., 2002). Dosis urea yang
ditambahkan ke dalam jerami jumlahnya sekitar 4 – 6 persen dari berat jerami.
Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jika terlalu banyak tidak akan
memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami (Bata, 2008;
Ikhsan, 2005).
Harini (2008) dalam Bata (2008) menyatakan bahwa, produksi NH3
mengalami penurunan dan sintesis protein mikroba mengalami peningkatan sejalan
dengan peningkatan penambahan molases pada jerami padi. Selain itu juga
dilaporkan terjadi penurunan produksi VFA dan peningkatkan sintesis protein
mikroba. Konsentrasi VFA semakin rendah berarti semakin banyak pula VFA yang
digunakan sebagai sumber energi oleh mikroba rumen untuk sintesis protein
mikroba. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan semakin banyaknya level
penambahan molases yang mengandung karbohidrat fermentable maka akan
mengakibatkan aktifitas mikroba rumen menjadi optimal untuk memanfaatkan N
dari jerami padi amoniasi. Ketersediaan karbohidrat fermentable sebagai sumber
energi pada akhirnya dapat meningkatkan kecernaan bahan kering (Bata, 2008).
2. Penggunaan molases 6 dan 12% dan konsentrat diharapkan dapat menyediakan
energi pada tahap awal periode inkubasi, sementara karbohidrat yang sulit
difermentasi dari jerami padi diharapkan memasok energi menjelang akhir periode
inkubasi. Kombinasi pada level tertentu antara molases dan berbagai jenis urea
ternyata belum dapat memperbaiki ESPM sampai 12 jam inkubasi, sebagaimana
laporan sebelumnya (Kardaya et al., 2010; Karsli dan Russell, 2001) bahwa
berbagai rasio karbohidrat struktural dan nonstruktural sedikit sekali pengaruhnya
terhadap ESPM. Sementara itu, laju produksi biomassa mikroba dan SPM belum
mencapai tahap stabil sampai inkubasi 12 jam. Diduga bahwa sampai inkubasi 12
jam, laju cerna bahan organik sebagai akibat peningkatan kadar molases dan
substitusi U oleh US, UZ, atau USZ, belum dapat menciptakan keseimbangan
antara NH3 dan VFA yang optimal untuk SPM yang maksimal. Waktu inkubasi
antara 24 dan 48 jam, laju SPM dan laju cerna bahan organik mencapai kisaran
angka terendah yang menunjukkan bahwa SPM dan BOT telah mencapai kisaran
angka maksimal (Kardaya et al., 2010).
Produksi VFA penelitian dengan menggunakan metode penyulingan uap
(Krooman, et. al., 1967) berkisar antara 110,00 - 122,50 mM. Hasil produksi VFA
ini sudah mencukupi untuk pertumbuhan mikrobia secara optimal. Berdasarkan
hasil penelitian Tanuwiria et al. (2006) dalam Widodo et al. (2012), pakan dengan
PK 10,14% dan TDN 71,29% menghasilkan konsentrasi VFA antara 109 - 153 mM
dan sudah mencukupi untuk pertumbuhan mikrobia secara optimal. Hasil penelitian
Mayangsari (2011) dalam Widodo et al. (2012), pakan komplit dengan PK 13% dan
TDN 63% menghasilkan produksi VFA antara 122,25 - 158,75 mM. Soebarinoto
et al. (1991), menjelaskan bahwa banyaknya VFA yang terbentuk sangat
dipengaruhi oleh tipe pakan (komposisi ransum, perbandingan hijauan dan
konsentrat, tingkat protein), pengolahan (digiling, bentuk pellet, pemanasan),
frekuensi pemberian pakan.
3. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Pengukuran Konsentrasi VFA Total (Volatil Fatty Acid)
Pengukuran konsentrasi VFA total memiliki tujuan untuk mengukur seberapa
banyak pakan yang dikonsumsi bersifat fermentabel di dalam rumen dengan
bantuan mikroba rumen. Pakan dikatakan efisien apabila jumlah pakan yang
fermentabel sebanding dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pengukuran VFA
pada praktikum percobaan in vitro menggunakan supernatan dari sampel jerami
padi amoniasi yang dilakukan percobaan fermentatif dengan menggunakan teknik
penyulingan uap. Prinsip dari pengukuran konsentrasi VFA, yaitu menguapkan
asam lemak atsiri (VFA) dengan teknik penyulingan dan mengikat dengan larutan
basa sehingga terbentuk garam. Kelebihan basa yang tidak terbentuk garam dititrasi
dengan asam (Kromann et al., 1967).
Pengukuran konsentrasi VFA menggunakan larutan H2SO4 15% sebagai
penguap VFA dalam supernatan dan VFA selanjutnya akan diikat oleh NaOH 0,5
N. Penggunaan indikator phenolpthalein yang bersifat basa kuat berfungsi sebagai
indikator warna phink atau merah muda yang akan dinetralkan dengan titran HCl
0,5 N yang bersifat asam kuat. Larutan blanko dibuat sebagai larutan pembanding
dengan sampel yang digunakan dan dibuat dari 5 ml NaOH 0,5 N dan 5 ml HCl 0,5
N. Volume HCl 0,5 N yang digunakan untuk titrasi blanko adalah 4,5 ml, sedangkan
volume HCl 0,5 N yang digunakan untuk titrasi supernatan JPA5U1 (Jerami Padi
Amoniasi 5 Ulangan 1) dan JPA5U2 masing-masing secara berurutan adalah 4,7
ml dan 3,7 ml. Hasil penghitungan konsentrasi VFA dari JPA5U1 adalah -20 mM
dan JPA5U2 adalah 80mM. Hasil penghitungan konsentrasi VFA pada supernatan
JPA5U1 negatif karena terjadi kesalahan saat percobaan, yaitu 5 ml supernatan
yang dimasukkan di dalam desikator tidak seluruhnya masuk dalam tabung
destilator tetapi ada yang keluar dari tabung destilator sehingga VFA yang
tertangkap hanya sedikit yang dapat dibuktikan dengan volume tirasi HCl 0,5 N
yang dibutuhkan untuk destilat lebih besar dari volume titrasi HCl 0,5 N yang
dibutuhkan untuk titrasi blanko sehingga hasil tidak akurat.
4. Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) dari
sampel yang digunakan tergolong cukup baik yang dapat dibuktikan dengan hasil
dari pengukuran konsentrasi JPA5U2, artinya semakin tinggi KBK dan KBO maka
semakin tinggi konsentrasi VFA dari sampel yang diuji tersebut yang berarti pakan
tersebut fermentabel atau cocok diberikan untuk ternak. Hasil menunjukan bahwa
konsentrasi VFA cukup baik yaitu berkisar 80 mM berdasarkan pengujian yang
tepat dan akurat. Hasil produksi VFA ini sudah mencukupi untuk pertumbuhan
mikrobia secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi et al. (1983),
bahwa konsentrasi VFA optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikrobia
adalah 80 - 160 mM.
Asam lemak atsiri (VFA) terbagi menjadi 3 bagian dengan fungsi yang
berbeda, yaitu C2 atau asetat sebagai prekursor pembentukan lemak susu yang
terdapat dalam hijauan, C3 atau propionat yang terdapat pada leguminosa atau
konsentrat sebagai prekursor pembentukan glukosa otot untuk pembentukan daging
atau peningkatan PBBH (Pertumbuhan Bobot Badan Harian), dan C4 atau butirat
yang ada pada hijauan dan konsentrat yang berfungsi menyintesis benda-benda
keton pemicu terjadinya ketonosis. Soebarinoto et al. (1991), menjelaskan bahwa
banyaknya VFA yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tipe pakan (komposisi
ransum, perbandingan hijauan dan konsentrat, tingkat protein), pengolahan
(digiling, bentuk pellet, pemanasan), frekuensi pemberian pakan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Theodorou dkk.(1994) dalam Aswandi dkk.(2012) menyatakan,
bahwa bila ternak mengkonsumsi pakan yang banyak mengandung serat atau
karbohidrat struktural maka pakan fermentabel, tetapi bila pakan lebih banyak
mengandung pati atau karbohidrat yang mudah larut maka pakan kurang
fermnentabel. Fondevila dkk. (2002) dalam Aswandi dkk. (2012) mengemukakan,
perubahan pakan dapat mengakibatkan pergeseran populasi mikrobia silulolitik dan
amilolitik di rumen. Jumlah mikrobia selulolitik menurun jika terjadi fermentasi
pati di dalam rumen, yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi pH dalam rumen.
Kondisi pH rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri selulolitik, sehingga
akan menghambat pencernaan hijauan (Aswandi, dkk., 2012).
5. Salah satu faktor yang mempengaruhi pH rumen ialah sifat fisik, jenis dan
komposisi kimia pakan yang dikonsumsi. Meng et al., (1999) Aswandi dkk. (2012)
menyatakan, fermentasi yang ideal di dalam rumen membutuhkan pH dengan
kisaran 5 - 7,5. Fondivila dkk. (2002) dalam Aswandi dkk. (2012) menyatakan,
bahwa kondisi optimum untuk aktivitas mikroba mensintesis protein di dalam
rumen pH 6,13 - 6,35. Theodorou dkk. (1994) dalam Aswandi dkk. (2012)
menyatakan bila ternak mengkonsumsi pakan banyak mengandung serat atau
karbohidrat struktural maka pH cendrung kearah 7,5 tetapi bila pakan lebih banyak
mengandung pati atau karbohidrat yang mudah larut maka pH cendrung kearah 5.
VFA tidak sepenuhnya dalam bentuk C2, C3, dan C4 tetapi ada juga dalam bentuk
oligopeptida yang akan diubah menjadi asam amino yang akan dideaminasi
menjadi asam alfa (α) keto dengan bantuan mikroba rumen. Menurut McDonald
dkk. (2002) dalam Aswandi dkk. (2012) menyatakan, jika pati meningkat atau
propionat dan butirat meningkat maka pH akan menurun menjadi 4,5-5.
Daftar Pustaka
Aswandi, dkk. 2012. Efek Complete Feed Bongol Berbagai Varietas Tanaman
Pisang terhadap Ph, Nh3 Dan Vfa pada Kambing Kacang. JITP. Vol 2 (2) :
103-104.
Bata, M. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Urea
Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In Vitro. Agripet. Vol
8(2):15,18.
Kardaya, D. et al. 2010. Urea Lepas-Lamban dalam Ransum Berbasis Jerami Padi
untuk Meningkatkan Efisiensi Sintesis Protein Mikroba Rumen Secara In
Vitro. JITV. 15(2):114.
Kromann, R. P., J. H. Meyer, and W. J. Stielau. 1967. Steam destillation of volatile
fatty acid in rumen ingesta. J. Dairy Sci. 50:73.
Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan
Makanan Ternak Ruminansia, Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh
Mikrobia Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Ditjen
Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Animal
Husbandary Project, Universitas Brawijaya, Malang.
Widodo et al. 2012. Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, Produksi
VFA dan NH3 Pakan Komplit dengan Level Jerami Padi Berbeda secara In
Vitro.Animal Agricultural Journal. Vol. 1(1):227.