3. SUBJEK OBJEK
Obyek Hak Tanggungan adalah
Hak atas tanah sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal
51 UUPA adalah Hak Milik (HM),
Hak Guna Usaha (HGU), Hak
Guna Bangunan (HGB). Dalam
perkembangan Hak Pakai atas
Tanah Negara juga dijadikan
sebagai obyek Hak Tanggungan.
(Peraturan Menteri Agraria No. 1
Tahun 1996)
Subyek hak tanggungan adalah
perorangan atau badan hokum.
Apabila subyek hak tanggungan
adalah perorangan, maka pada
saat pembuatan akta Surat
Kuasa membebankan Hak
Tanggungan dan Akta
Pemberian Hak Tanggungan,
dengan meneliti warkah surat-
surat yang ada seperti sertifikat
hak atas tanah, KTP, KK, akta
nikah, perjanjian kawin.
5. Pembebanan utang yang dijamin pelunasannya dengan
hak tanggungan dapat berupa utang yang telah ada,
maupun yang belum ada, tetapi telah diperjanjikan.
Jumlah utang dapat ditentukan secara tetap dalam
perjanjian dan dapat pula ditentukan dikemudian hari
berdasarkan cara perhitungan yan ditentukan dalam
perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang
yang bersangkutan (Pasal 3 UUHT, lihat juga pasal
1176 KUHPerdata)
6. Pendaftaran Hak Tanggungan
Pendaftaran hak tanggungan dilakukan dengan membuat buku tanah hak tanggungan dan
menyalin catatan tersebut pada sertifikat. Sebagai tanda bukti hak tanggungan Kantor
Pertahanan menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang membuat irah-irah, yang berlaku
sebagai groses akta hipotik. Sertifikat ini diserahkan kepada pemegang hak tanggungan (Pasal
14 UUHT).
Pada dasarnya pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak
tanggungan. Dalam hal pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PAT dibolehkan
penggunaan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT). SKMHIT ini merupakan
suatu hal yang baru yang sebelumnya tidak diatur dalam Buku I Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang mengatur masalah Hipotik dan Kredietverband.
Menurut Maria S.W Soemardjono, praktik melembagakan kuasa membebankan/memasang
hipotik tadi, maka dalam UUHT, pembuatan SKMHT hanya diperkenankan dalam keadaan
khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT
untuk membuat APHT. Dalam hal ini, pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk pihak lain
sebagai kuasanya dengan SKMHT yang berbentuk aka otentik dan pembuatannya diserahkan
kepada Notaris atau PPT yang keberadaannya menjangkau wilayah kecamatan.
7. Pendaftaran Hak Tanggungan
Menurut Maria S.W Soemardjono, praktik melembagakan kuasa membebankan/memasang
hipotik tadi, maka dalam UUHT, pembuatan SKMHT hanya diperkenankan dalam keadaan
khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT
untuk membuat APHT. Dalam hal ini, pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk pihak lain
sebagai kuasanya dengan SKMHT yang berbentuk aka otentik dan pembuatannya diserahkan
kepada Notaris atau PPT yang keberadaannya menjangkau wilayah kecamatan.
Dalam UUHT juga ditentukan bahwa kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tidak dapat
ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebabapapun kecuali karena telah dilaksanakan
atau telah habis jangka waktunya. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pemberian Hak
Tanggungan benar-benar dilaksanakan sehingga pemberian kepastian hukum bagi pemegang
maupun memberi Hak Tanggungan, telebih mengikat kuasa tersebut hanya dibuat dalam
keadaan yang sangat khusus, dengan persyaratan yang ketat, serta jangka waktu berlakunya
dibatasi.
9. Eksekusi Hak Tanggungan
Eksekusi Hak Tanggungan dilakukan apabila dibitur cidera janji. Dalam kaitannya
dengan eksekusi hak tanggungan, maka yang dimaksud dengan eksekusi dalam
arti luas berari pelaksanaan. Pada umummya yang dimaksudkan dengan eksekusi
adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse akta, Grosse akan dapat
dieksekusi karena memuat titel eksekutorial, Sehingga grosse akta disamakan
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh keputusan tetap, yang
memuat titel eksekutorial juga, dengan demikian dapat dieksekusi.
Apabila debitur cidera janji maka ada dua kemungkinannya.Yaitu pemegang hak
tanggungan pertama berhak menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut (pasal 20 (la), pasal 6 UUHT). Inilah yang disebut sebagai
parate executie.
10. Eksekusi Hak Tanggungan
Kemungkinan kedua berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak
tanggungan (pasal 14 (2) UUHT), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum. Ini
berarti bahwa sertifikat hak tanggungan yang ada irah-irahnya berlaku sebagai pengganti
grosse hipotik. Inilah eksekusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 HIR.
Hapusnya hak tanggungan biasanya disebabkan oleh karena utangnya telah hapus.
Oleh karena utangnya hapus maka dengan sendirinya hak tanggungannya ikut hapus. Hak
tanggungan juga hapus apabila hak tanggungan itu dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan
atau kreditur.
Pembersihan hak tanggungan, berdasarkan hak penetapan peringkatan oleh Pengadilan
Negeri, menyebabkan hapusnya pula hak tanggungan. Yang terakhir hak tanggungan hapus
karena hak atas tanah yang dibebaninya hapus. Dalam hal ini utangnya tidak ikut hapus (pasai
18 UUHT).