Dokumen tersebut membahas tentang hak tanggungan secara umum, meliputi dasar hukum, syarat-syarat pembebanan hak tanggungan, obyek hak tanggungan, peringkat hak tanggungan, asas pemisahan horizontal, utang yang dijamin, tahapan pemberian dan pendaftaran hak tanggungan, pihak-pihak yang terlibat, hal-hal yang wajib dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan, serta janji-janji yang dapat diper
3. SYARAT UTAMA AGAR BENDA DAPAT
DIJADIKAN JAMINAN UTANG
1. MEMPUNYAI NILAI EKONOMIS --- DAPAT DINILAI
DENGAN UANG === KARENA DIPAKAI UNTUK
MENJAMIN PELUNASAAN/PEMBAYARAN KEMBALI
UTANG/KREDIT (UANG)
2. DAPAT DIPINDAHTANGANKAN === KARENA APABILA
DEBITOR LALAI/WANPRESTASI MAKA BENDA
JAMINAN AKAN DIJUAL LELANG (DALAM HAL
TERTENTU DAPAT DILAKUKAN DIBAWAH TANGAN)
DAN HASILNYA AKAN DIGUNAKAN UNTUK
PELUNASAN UTANG DEBITOR KEPADA KREDITOR
4. OBYEK HAK TANGGUNGAN DAN PERINGKAT HAK
TANGGUNGAN
OBYEK HAK TANGGUNGAN TERDIRI TANAH YANG DIKUASAI DENGAN
HM, HGU, HAK PAKAI DAN HM SARUSUN YANG BERADA DI ATAS
TANAH HM, HGB DAN HAK PAKAI (Pasal 4 jo 27 UUHT)
SATU OBYEK HT DAPAT DIBEBANI LEBIH DARI SATU HT (Pasal 5 ayat 1
UUHT)
Dalam hal ini tentunya akan terdapat beberapa HT dengan tingkat yang
berbeda, ada HT Peringkat Pertama, HT Peringkat Kedua dstnya
Peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal
pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.(Pasal 5 ayat 2 UUHT)
Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama
ditentukan menurut tanggal pembuatan APHT Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan.(Pasal 5 ayat 3 UUHT)
Jadi secara yuridis dalam pembuatan APHT/SKMHT tidak wajib
dicantumkan “Peringkat HT” yang diberikan. Karena penentuan peringkat
tersebut ditentukan oleh saat pendaftaran HT ybs.
5. ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL KAITANNYA DENGAN
PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN
Dalam Hukum Tanah kita berlaku Asas Pemisahan Horizontal : Pemilikan atas tanah terpisah dari pemilikan
bangunan dan atau tanaman (benda-benda) yang ada di atas tanah yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat saja terjadi seseorang memiliki sebidang tanah, akan tetapi bangunan dan atau tanaman
yang dibangun atau ditanam di atas tanah tersebut bukan merupakan milik pemilik tanah akan tetapi
merupakan milik pihak lain yang membangun atau menanamnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan berlakunya asas Pemisahan Horizontal maka pembebanan Hak
Tanggungan atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda (bangunan dan atau tanaman atau benda
lainnya) yang ada diatas tanah tersebut.
AGAR BENDA-BENDA DI ATAS TANAH YANG BERSANGKUTAN DAPAT IKUT MENJADI OBYEK HAK
TANGGUNGAN maka harus dipenuhi syaratnya sbb:
1) Merupakan satu kesatuan dengan tanahnya.
2) Merupakan milik pemilik tanah.
3) Diperjanjikan secara tegas dalam APHT.
(ps. 4 ayat 4 UUHT)
Jika bangunan/tanamannya milik orang lain maka pemiliknya ikut menandatanganan APHT (Pasal 4 ayat 5
UUHT)
6. HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH MEMPUNYAI SIFAT
ACCESSOIR
Hak Tanggungan atas tanah mempunyai sifat Accessoir
maksudnya adalah bahwa kelahiran, eksistensi, peralihan,
eksekusi dan hapusnya suatu Hak Tanggungan ditentukan
oleh adanya peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin. Ini
merupakan hakikat Hak Tanggungan. Tanpa adanya suatu
piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya,
menurut hukum tidak akan ada Hak Tanggungan.
Jika Piutang yang dijamin beralih karena sebab apapun juga
maka demi hukum Hak Tanggungan tersebut juga turut
beralih karena hukum. Demikian juga jika piutang yang
dijamin hapus maka Hak Tanggungan sebagai ekor/accessoir
dari perjanjian utang piutang tersebut turut hapus demi
hokum.
7. HAK TANGGUNGAN TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI
Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi apabila Hak
Tanggungan tersebut dibebankan atas lebih dari satu obyek hak
tanggungan, seperti dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 1 UUHT.
HaK TANGGUNGAN TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI BERARTI Hak Tanggungan
yang bersangkutan membebani obyek-obyek tersebut masing-masing
secara utuh. Jika kreditnya dilunasi secara angsuran, Hak Tanggungan
tersebut tetap membebani obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan
untuk sisa utang yang belum dilunasi.
PENGECUALIANNYA (Pasal 2 ayat 2 UUHT )
Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa
pelu-nasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang
besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian
dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut,
sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak
Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
8. HAK TANGGUNGAN MEMPUNYAI SIFAT TIDAK DAPAT
DIBAGI-BAGI
ARTINYA
HaK TANGGUNGAN TIDAK
DAPAT DIBAGI-BAGI BERARTI
Hak Tanggungan yang
bersangkutan membebani
obyek-obyek tersebut masing-
masing secara utuh.
Jika kreditnya dilunasi secara
angsuran, Hak Tanggungan
tersebut tetap membebani
obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan untuk sisa utang
yang belum dilunasi. .
PENGECUALIANNYA :
ROYA PARTIAL
Pengertian
Penghapusan sebagian HT dari obyek
yang dibebaninya.
Dasar Hukum.
Pasal 2 ayat 2 UUHT.
Syaratnya.
1. Obyek HT lebih dari satu.
2. Utangnya dapat dilunasi secara
angsuran.
3. Diperjanjikan secara tegas dalam
APHT.
9. UTANG YANG DIJAMIN
Utang yang telah ada yang telah diperjanjikan dengan jumlah
tertentu atau jumlah yang ada pada saat permohonan eksekusi.(ps
3 ayat 1 UUHT) === Jadi pada saat dilakukannya pemberian HT
(penandatangan APHT utang yg dijamin bisa saja UTANGNYA
BELUM ADA, yang penting memang SUDAH ADA PERJANJIAN yang
menjadi dasar timbulnya utang tersebut.
Satu utang yang berasal dari satu utang yang berasal dari SATU
HUBUNGAN HUKUM atau untuk satu utang atau lebih dari
BEBERAPA HUBUNGAN HUKUM. (ps 3 ayat 2 UUHT) == BEBERAPA
HUB.HUKUM MISALNYA: CLUB DEAL DAN SINDIKASI
UTANG YANG BERASAL DARI DALAM NEGERI MAUPUN KUAR
NEGERI --- JIKA BERASAL DARI LUAR NEGERI HARUS DIGUNAKAN
DI INDONESIA (Pasal 10 jo Penjelasan pasal 10 ayat 1 UUHT)
10. PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN
TERDIRI DARI :
I. TAHAP PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ===
DIHADAPAN PPAT
II. TAHAP PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN === DI
KANTOR PERTANAHAN SETEMPAT
TAHAP PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN HARUS
DIDAHULUI DENGAN ADANYA PERJANJIAN UTANG
PIUTANG === KARENA HAK TANGGUNGAN
MERUPAKAN ACCESSOIR DARI PERJANJIAN UTANG
PIUTANG
11. PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN
HARUS DIDAHULUI OLEH ADANYA PERJANJIAN YANG MENIMBULKAN
ADANYA UTANG
Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan: “Pemberian Hak Tanggungan
didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian tak terp isahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.”
Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT menyatakan:
“Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya
haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum utang-piutang yang dijamin pelunasannya.
Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang ini dapat dibuat
dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik,
tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. ...”
12. PEMBERI HAK TANGGUNGAN DAN KEWENANGANNYA
PEMBERI HT adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek
Hak Tanggungan yang bersangkutan. (pasal 8 ayat 1 UUHT)
Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak
Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran
Hak Tanggungan dilakukan.(Pasal 8 ayat 2 UUHT)
Karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak
Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak
Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan. Untuk itu
harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak
Tanggungan yang bersangkutan.(Penjelasan Pasal 8 ayat 2 UUHT)
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum
yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.(Pasal 9 UUHT)
13. KREDITOR PENERIMA/PEMEGANG HAK
TANGGUNGAN HAK
Dapat berupa Kreditor Perorangan maupun Badan
Hukum
Badan hukum dapat berupa Bank maupun Non
Bank
Kreditor dalam Negeri maupun Kreditor Luar
Negeri
14. HAL-HAL YANG WAJIB DICANTUMKAN DIDALAM APHT
(ASAS SPESIALITAS)
Pasal 11 ayat 1 UUHT menentukan:
Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan
apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia,
baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia,
dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT
tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap
sebagai domisili yang dipilih;
c. penunju kan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 danPasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.
15. Penjelasan Pasal 11 ayat 1 UUHT menyatakan:
Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai
subyek, obyek, maupun utang yang dijamin.
Huruf a
Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi
Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama -sama pemilik benda tersebut.
Huruf b
Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili Indonesia bagi pihak yang berdomisili di luar
negeri apabila domisili pilihannya tidak disebut di dalam akta, syarat pencantuman domisili
pilihan tersebut dianggap sudah dipenuhi.
Huruf c
Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi
juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan.
Huruf d Cukup jelas
Huruf e
Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini
meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum
terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas -batas, dan luas
tanahnya.
16. HAL-HALYANG DAPAT DIPERJANJIKAN DI ALAM APHT
Pasal 11 ayat 2 UUHT menentukan:
Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain :
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan
obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa
dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk
atau tata susunan
obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk
mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor
sungguh-sungguh cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk
menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan
undang-undang;
e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;f.
17. f. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa
obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
g. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan
haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
h. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh
seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak
Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak
Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau
dicabut haknya untuk kepentingan umum;
i. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yangditerima pemberi Hak
Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak
Tanggungan diasuransikan;
j. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek
Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
k. Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 14 ayat 4 UUHT menentukan:
Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang
telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan
kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
18. JANJI UNTUK TIDAK MENYEWAKAN (HUUR BEDING)
“Pihak Pertama tidak akan menyewakan kepada pihak lain
Obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Pihak Kedua, termasuk menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa
di muka jika disetujui disewakan atau sudah disewakan; ---
Catatan:
Huurbeding = Pasal 1185 KUHPerdata --- Hal ini penting
diperjanjikan jarena adanya ketentuan pasal 1576
KUHPerdata (jual beli tidak memutuskan hubungan sewa) ,
yang dapat merugikan Kreditur karena menyebabkan obyek
hipotik/hak tanggungan sulit untuk dijual )
19. JANJI UNTUK TIDAK MENGUBAH BENTUK
• Pihak pertama tidak akan mengubah atau
merombak semua bentuk atau tata susunan Obyek
Hak Tanggungan, termasuk mengubah sifat dan
tujuan kegunaannya baik seluruhnya maupun
sebagian, tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari Pihak Kedua ; -----------------
20. JANJI UNTUK MENGELOLA
• Dalam hal Debitor sungguh-sungguh cidera janji, Pihak Kedua
oleh Pihak Pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan
menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk
mengelola Obyek Hak Tanggungan berdasarkan Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan;
Catatan:
Kenapa harus berdasarkan Penetapan Ketua PN? --- Untuk
melindungi kepentingan Pemberi Hak Tanggungan
Apakah klausul “Penetapan Ketua PN tersebut dapat
ditiadakan? Jika kita berpegang pada Pasal 1338 KUHPerdata
tentunya secara yuridis dapat dilakukan.
21. JANJI YG MEMBERI KEWENANGAN KEPADA KREDITOR UNTUK
MENJUAL SENDIRI (BEDING VAN EIGEN MAGHTIGE BERKOOP)
• Jika Debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya, berdasarkan
perjanjian utang piutang tesebut di atas, oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua selaku
Pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama dengan akta ini diberi dan
menyatakan menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari Pihak Pertama :
a. menjual atau suruh menjual di hadapan umum secara lelang Obyek Hak
Tanggungan baik seluruhnya maupun sebagian-sebagian; ---------------------
b. mengatur dan menetapkan waktu, tempat, cara dan syarat-syarat penjualan;
c. menerima uang penjualan, menandatangani dan menyerahkan kwitansi; ----
d. menyerahkan apa yang dijual itu kepada pembeli yang bersangkutan; ------
e. mengambil dari uang hasil penjualan itu seluruhnya atau sebagian untuk melunasi
utang Debitor tersebut di atas; dan ---
f. melakukan hal-hal lain yang menurut Undang-Undang dan peraturan hukum yang
berlaku diharuskan atau menurut pendapat Pihak Kedua perlu dilakukan dalam
rangka melaksanakan kuasa tersebut. -------
• Catatan:
Janji ini (Beding van Eigen Maghtige Verkoop) diberikan agar Pemegang hak
tanggungan mempunyai kewenangan untuk menjual sendiri obyek HT alam
Debitor wanprestasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 UUHT)
22. JANJI UNTUK TIDAK MEMBERSIHKAN HT
(BEDING VAN NIET ZUIVERING)
• Pihak Kedua sebagai pemegang Hak Tanggungan Pertama atas Obyek Hak Tanggungan
tidak akan membersihkan Hak Tanggungan tersebut kecuali dengan persetujuan dari
Pemegang Hak Tanggungan Kedua dan seterusnya, walaupun sudah dieksekusi untuk
pelunasan piutang Pemegang Hak Tanggungan Pertama; ----
Catatan:
Pasal 1210 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa apabila agunan yang dibebani hipotik
dijual, baik oleh pemegang hipotik untuk memenuhi piutangnya maupun oleh pemberi
hipotik, pembeli dapat meminta agar hipotik ditiadakan dari beban yang melebihi harga
pembelian benda tersebut.
Hal in tentunya merugikan pemegang hipotik karena sisa piutangnya menjadi tidak
dijamin lagi oleh hipotik itu.
Untuk menghindari kerugian tersebut maka berdasarkan ketentuan Pasal 1210 ayat 2
KUHPerdata, pemegang hipotik dapat memeinta diperjanjikann di dalam akta hipotik
mengenai clausul “Beding van biet zuivering” tersebut. yaitu Pemegang Hipotik Pertama
dapat meminta diperjanjikan dalam perjanjian hipotik, bahwa hipotiknya tidak akan
dibersihkan apabila agunan dijual oleh pemilik.
Clausul itu juga dicantumkan di dalam UUHT, akan tetapi perumusannya terbalik, dimana
sebenarnya yang memberikan janji tersebut adalah Pemberi Jaminan/Penjual tapi
didalam pasal 11 huruf f UUHT, yg memberikan janji tersebut adalah Penerima
HT/Kreditur.
23. JANJI UNTUK TIDAK AKAN MELEPASKAN HAKNYA
• Tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pihak Kedua, Pihak Pertama
tidak akan melepaskan haknya atas Obyek Hak Tanggungan atau
mengalihkannya secara apapun untuk kepentingan Pihak Ketiga ; -------------
Catatan:
Janji ini sangat diperlukan oleh karena apabila hak atas tanah yg sedang
dibebani HT tersebiut dilepaskan oleh Pemberi HT maka HTnya hapus demi
hukum (pasal 18 ayat 1 UUHT)
• Dalam hal Obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh Pihak
Pertama atau dicabut haknya untuk kepentingan umum, sehingga hak Pihak
Pertama atas Obyek Hak Tanggungan berakhir, Pihak Kedua dengan akta
ini oleh Pihak Pertama diberi dan menyatakan menerima kewenangan,
dan untuk itu kuasa, untuk menuntut atau menagih dan menerima uang
ganti rugi dan/atau segala sesuatu yang karena itu dapat ditagih dari
Pemerintah dan/atau Pihak Ketiga lainnya, untuk itu menanda-tangani dan
menyerahkan tanda penerimaan uang dan melakukan tindakan-tindakan
yang perlu dan berguna serta dipandang baik oleh Pihak Kedua serta
selanjutnya mengambil seluruh atau sebagian uang ganti rugi dan lain-
lainnya tersebut guna pelunasan piutangnya. –
24. JANJI UNTUK MENGASURANSIKAN
• Pihak Pertama akan mengasuransikan Obyek Hak Tanggungan terhadap
bahaya-bahaya kebakaran dan malapetaka lain yang dianggap perlu oleh
Pihak Kedua dengan syarat-syarat untuk suatu jumlah pertanggungan yang
dipandang cukup oleh Pihak Kedua pada perusahaan asuransi yang ditunjuk
oleh Pihak Kedua, dengan ketentuan surat polis asuransi yang bersangkutan
akan disimpan oleh Pihak Kedua dan Pihak Pertama akan membayar premi
pada waktu dan sebagaimana mestinya; Dalam hal terjadi kerugian karena
kebakaran atau malapetaka lain atas Obyek Hak Tanggungan Pihak Kedua
dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan untuk
itu kuasa, untuk menerima seluruh atau sebagian uang ganti kerugian
asuransi yang bersangkutan sebagai pelunasan utang Debitor ;
Catatan:
Janji ini (Assurantie Beding) sebelumnya dimungkinkan oleh pasal 297
KUHD
Pencantuman janji ini sangat dibutuhkan oleh perbankan. Didalam praktek
klausul tersebut dicabtumkan di dalam polish asuransi, yang disebut dengan
Banker’s Clause
25. JANJI UNTUK MENYELAMATKAN OBYEK HT
• Pihak Kedua dengan akta ini diberi dan menyatakan
menerima kewenangan, dan untuk itu diberi kuasa,
untuk, atas biaya Pihak Pertama, melakukan tindakan
yang diperlukan untuk menjaga dan
mempertahankan serta menyelamatkan Obyek Hak
Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk
pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi
hapusnya atau dibatalkannya hak atas Obyek Hak
Tanggungan karena tidak dipenuhinya atau
dilanggarnya ketentuan Undang-undang serta jika
diperlukan mengurus perpanjangan jangka waktu
dan pembaruan hak atas tanah yang menjadi obyek
Hak Tanggungan; ------------------------------------
26. JANJI PENGOSONGAN
• Jika Pihak Kedua mempergunakan kekuasaannya untuk
menjual Obyek Hak Tanggungan, Pihak Pertama akan
memberikan kesempatan kepada yang berkepentingan
untuk melihat Obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan pada waktu yang ditentukan oleh Pihak
Kedua dan segera mengosongkan atau suruh
mengosongkan dan menyerahkan Obyek Hak
Tanggungan tersebut kepada Pihak Kedua atau pihak
yang ditunjuk oleh Pihak Kedua agar selanjutnya dapat
menggunakan dalam arti kata yang seluas-luasnya ; ----
Catatan:
Pengosongan ini ini sangat sulit untuk dilakukan, oleh
karena itu untuk pelaksanaannya sebaiknya meminta
penetapan pengadilan.
27. JANJI UNTUK MENYERAHKAN SERTIPIKAT KEPADA KREDITOR
• Sertipikat tanda bukti hak yang menjadi Obyek Hak
Tanggungan akan diserahkan oleh Pihak Pertama kepada
Pihak Kedua untuk disimpan dan dipergunakan oleh Pihak
Kedua dalam melaksanakan hak-haknya sebagai pemegang
Hak Tanggungan dan untuk itu Pihak Pertama dengan akta ini
memberikan kuasa kepada Pihak Kedua untuk menerima
sertipikat tersebut dari Kantor Pertanahan setelah Hak
Tanggungan ini didaftar ; ---
Catatan :
Pasal 14 ayat 4 UUHT menentukan bahwa sertipikat hak atas
tanah yang telah dibebani HT harus diserahkan kepada
pemilik tanah. Hal ini tentunya tidak diinginkan oleh Kreditor.
Bank tentunya menginginkan agar seripikat tersebut
diserahkan kepada dan disimpan oleh Kreditor. Untuk itulah
diperlukan adanya janji tersebut.
28. SIFAT JANJI-JANJI YANG DICANTUMKAN DALAM
APHT
Dalam APHT sesuai ketentuan ps 11 ayat 2 UUHT,
dapat dicantumkan janji-janji tertentu, yang sifatnya
Fakultatif, dan tidak berpengaruh terhadap sahnya
akta, para pihak dapat mencantumkan atau tidak
mencantumkan janji-janji tersebut.
Jika janji-janji tersebut dicantumkan dalam APHT
maka dengan didaftar, janji-janji tersebut
MEMPUNYAI KEKUATAN MENGIKAT TERHADAP
PIHAK KETIGA.
(penjelasan ps 11 ayat 2 UUHT)
29. JANJI YANG DILARANG.
Dalam APHT dilarang mencantumkan janji yang
memberikan kewenangan kepada pemegang HT
untuk memiliki obyek HT apabila debitor cidera
janji. Jika dilakukan janji tersebut batal demi
hukum. (pasal 12) (VERVALBEDING)
Tujuan pelarangan tersebut adalah untuk
melindungi kepentingan Debitor dan Kreditor
lainnya, terutama jika Nilai obyek HT melebihi
besarnya utang yang dijamin.
(penjelasan ps 12 UUHT)
30. PERALIHAN HAK TANGGUNGAN
JIKA PIUTANG yang dijamin dengan Hak Tanggungan BERALIH karena
CESSIE, SUBROGASI, PEWARISAN atau SEBAB-SEBAB LAIN maka HT ikut
BERALIH KARENA HUKUM Kepada kreditor yang baru.(Pasal 16 ayat 1 UUHT)
Hal tersebut terjadi karena HT merupakan accessior dari perjanjian yang
menyebabkan timbulnya utang tersebut.
PENDAFTARAN PERALIHAN HAK TANGGUNGAN.
Pemohonan pendaftaran peralihan HT di lakukan oleh Kreditor Baru sebagai
pemegang HT yang baru, dengan menyampaikan :
1) Sertipikat h.a.t ybs (jika dipegang oleh Kreditor)
2) Sertipikat HT;
3) Surat tanda bukti beralihnya piutang ybs;
4) Identitas Pemohon dan atau Surat Kuasa Tertulis apabila permohonan pendaftaran
diajukan pihak lain.
(Pasal 121 ayat 1 dan 2 Permen 3/1997)
31. PERALIHAN KEPEMILIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN
DAPAT TERJADI KARENA PEWARISAN MAUPUN KARENA JUAL
BELI
INGAT ASAS : HAK TANGGUNGAN MENGIKUTI BENDANYA
(DROIT DE SUITE)
Pasal 7 UUHT:” Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam
tangan siapa pun obyek tersebut berada.”
Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi
kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek
Hak Tanggungan sudah berpindahtangan dan menjadi milik
pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya
melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.(Penjelasan Pasal
7 UUHT)
32. PEMBEBANAN HGB DI ATAS HPL
• Mengenai konsekuensi sebagai akibat dari pembebanan Hak
Tanggungan atas HGB yang terletak diatas tanah HPL, tentang
adanya kemungkinan beralihnya HGB diatas tanah HPL tersebut
kepada pihak ketiga dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan, yaitu
apabila debitur tidak dapat melunasi hutang yang dijamin dengan
Hak Tanggungan tersebut, ketentuan Pasal 34 PP 40/1996
menetapkan bahwa pengalihan HGB dan Hak Pakai diatas tanah
HPL memerlukan persetujuan tertulis dari pemegang HPL.
• Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 630.1-3430 tanggal 17
September 1998 yang menyatakan bahwa : “karena eksekusi Hak
Tanggungan mengakibatkan HGB beralih kepada pihak lain maka
pembebanan Hak Tanggungan diperlukan persetujuan tertulis dari
pemegang HPL yang akan berlaku sebagai persetujuan untuk
pengalihan hak tersebut dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan”.
33. CROSS DEFAULT DAN CROSS COLLATERAL
CROSS DEFAULT : Kelalaian terhadap perjanjian kredit yang satu,
juga merupakan kelalian terhadap perjanjian kredit yang
lainnya=== LALAI TERHADAP PK 1 JUGA BERARTI LALAI TERHADAP
PK 2, DEMIKIAN SEBALIKNYA === DI DALAM MASING2 PK AKAN
TERDAPAT KLAUSUL CROSS DEFAULT
CROSS COLLATERAL : Jaminan/Agunan yang dipakai untuk
menjamin pelunasan kredit yang timbul berdasarkan perjanjian
kredit yang satu juga dipakai untuk menjamin pelunasan kredit
yang timbul berdasarkan perjanjian kredit yang lain. ===
JAMINAN/AGUNAN PK 1 JUGA DIPAKAI UNTUK MENJAMIN
PELUNASAN UTANG YANG TIMBUK BERDASARKAN PK 2 === DI
DALAM MASING-MASING PK AKAN MENYEBUTKAN JAMINAN
YANG SAMA DAN DI DALAM AKTA JAMINAN AKAN DISEBUTKAN
BAHWA JAMINAN DIBERIKAN UNTUK MENJAMIN UTANG DEBITOR
PERTAMA BERDASARKAN PK 1 DAN UTANG DEBITOR KEDUA
BERDASARKAN PK 2
34. TAKE OVER KREDIT
TAKE OVER KREDIT BERARTI KREDIT YANG BERASAL DARI BANK AWAL
DIAMBIL ALIH OLEH BANK YANG BARU === DILAKUKAN MELALUI CESSIE
ATAU SUBROGASI === SEMUA JAMINAN YANG LAMA TETAP BERLANGSUNG
=== INI HANYA MUNGKIN TERJADI JIKA ADA KERJASAMA ANTAR SEMUA
PIHAK YANG TERLAIT
PRAKTEK : BANK AWAL TIDAK SETUJU === DAN TIDAK MAU BEKERJASAMA
=== TIDAK BERSEDIA MEMINJAMKAN SERTIPIKAT UNTUK DILAKUKAN
PENGECEKAN === KEMUDIAN BANK YANG BARU MEMBERIKAN FASILITAS
PINJAMAN KEPADA KREDITUR === BAGAIMANA PENGIKATAN
JAMINANNYA? ADA YANG MEMBUAT SKMHT TANPA DILAKUKANNYA
PENGECEKAN === BENARKAH CARA INI?
HAL YANG SAMA JUGA TERJADI DALAM HAL TANAH YANG DIBEBANI HT
DIJUAL === PE,MBELIAN BERASAL DARI KPR DARI BANK LAIN === BANK
AWAL JUGA TIDAK LOOPERATIF === DIBUAT PPJB === PERJANJIAN KREDIT
=== SKMHT BERDASARKAN PPJB === BENARLAH CARA INI?
35. PENJUALAN DI BAWAH TANGAN DALAM RANGKA
EKSEKUSI HT.
Hal ini dapat dilakukan dengan syarat :
1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan
Pemegang HT;
2) Dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan setelah Pemberi HT dan
atau Pemegang HT memberitahukan secara tertulis kepada
pihak-pihak yang beerkepentingan. (misalnya Pemegang HT
Kedua dstnya dan Kreditor lainnya)
3) Diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 surat kabar yang beredar di
daerah ybs dan atau media massa setempat.
4) Tidak ada pihak yang berkeberatan.
(ps 20 ayat 2 dan 3 UUHT)
Jika tidak dipenuhi batal demi hukum. (ps 20 ayat 4 UUHT)
36. SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN
YANG BERWENANG MEMBUATNYA.
Notaris dan PPAT
Jika dibuat dalam bentuk akta Notaris maka harus mengikuti ketentuan yang tercantum di
dalam UUJN (pasal 38 dstnya).
Jika melanggar akibatnya akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta
yang dibuat dibawah tangan. (Pasal 41 UUJN)
SYARAT PEMBUATAN SKMHT
SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hokum lain daripada membebankanHak
Tanggungan;
2. tidak memuat kuasa subtitusi;
3. mencantumkan secara jelas obyek Hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas
kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
(Pasal 15 ayat 1 UUHT)
37. JANGKA WAKTU.
Untuk tanah yang sudah terdaftar (SUDAH BERSERTIPIKAT
DAB TERDAFTAR ATAS NAMA PEMBERI HT) : 1 bulan sesudah
diberikan.(pasal 15 ayat 3)
Untuk tanah yang belum terdaftar (BELUM BERSERTIPIKAT
ATAU SUDAH BERSERTIPIKAT TAPI BELUM TERDAFTAR ATAS
NAMA PEMBERI HT) : 3 bulan setelah diberikan. (pasal 15
ayat 4 UUHT) ==== yang belum didaftar peralihan haknya,
pemecahannya, atau penggabungannya.
PENGECUALIANNYA :
Jangka waktu SKMHT untuk kredit tertentu :(Psl 15 ayat 2
UUHT
38. SKMHT TIDAK DAPAT DITARIK KEMBALI ATAU
TIDAK DAPAT BERAKHIR OLEH SEBAB APAPUN
JUGA.
Kecuali :
Karena kuasa tersebut telah dilaksanakan.
Karena telah habis jangka waktunya.
(pasal 15 ayat 2 UUHT)
39. SEKIAN – SEMOGA BERMANFAAT
ALWESIUS, SH. MKn
HP : 081310438333 (WA),
Email: alwesius_notaris@yahoo.co.id dan
alwesius.notaris@gmail.com