CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
Mimba Antihipertensi
1. ABSTRAK
SKRINING FITOKOMIA DAN PENENTUAN EFEKTIFITAS
ANTIHIPERTENSI EKSTRAK DAUN MIMBA(Azadirachta indica. JUSS)
Cut Fatimah, Prayogo Pangestu
1
Universitas Tjut Nyak Dhien Medan – Sumatera Utara Email : cutmah57@yahoo.com
Hipertensi mempunyai dampak negatif bagi kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Obat antihipertensi dari bahan kimia sintetis banyak beredar di pasaran, tetapi seringkali
menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan, maka perlu dicari obat alternatif
antihipertansi dengan efek samping yang lebih ringan. Salah satu tumbuhan yang telah sering
digunakan untuk penanggulangan hipertensi adalah daun mimba (Azadirachta indica A. JUSS),
tetapi efektifitasnya belum diteliti secara ilmiah. Pengujian efektifitas bahan alam pada hewan
percobaan diberikan dengan volume sekecil mungkin, untuk itu perlu dibuat dalam bentuk ekstrak.
Pembuatan ekstrak dilakukan melalui beberapa tahapan, kemungkinan terjadinya kerusakan
kandungan senyawa kimia di dalamnya, untuk memastikannnya perlu dilakukan skrining fitokimia.
Berasarkan hal tersebut peneliti melakukan skrining fitokimia dan uji efektifitas ekstrak etanol daun
mimba sebagai antihipertensi, bertujuan untuk mngetahui kandungan golongan senyawa kimia dan
efektifitas antihipertensi dari ekstrak etanol daun mimba.
Ekstraksi dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 80%. Skrining fitokimia dilakukan
terhadap daun segar, simplisia, dan ekstrak etanol daun mimba. Efektifitas Antihipertensi diukur
berdasarkan penurunan detak jantung menggunakan stetoskop terhadap marmut jantan yang
diinduksi dengan efinefrin secara subkutan 0,5 mg/kg BB. Pengukuran efektifitas antihipertensi
dilakukan setiap 30 menit sakali setelah pemberian suspensi ekstrak etanol daun mimba dengan dosis
100 mg/kgBB; 200 mg/kgBB; 300/kgBB, dan captopril 12,5 mg/kgBB.
Hasil skrining fitokimia terlihat golongan senyawa kimia yang sama pada daun segar, simplisia, dan
ekstrak etanol daun mimba, yaitu alkaloida, flavonoida, tannin, triterpenoid/steroid; dan minyak
atsiri. Hasil uji efektifitas antihipertensi pada dosis 100 mg/kg BB detak jantung normal kembali
pada menit ke 240, dosis 200 mg/kg BB pada menit ke 210, dosis 300 mg/ kg BB dan kaptropil
12,5 mg/kg BB pada menit ke 180. Hasil uji Analisa Varian (ANAVA) dan uji Beda nyata terkecil
(BNT), pada menit ke 120 efektifitas antihipertensi tidak berbeda nyata antara ekstrak dosis 200
mg/kg, 300 mg/kg BB dan captopril 12,5 mg/kg BB.
Kata kunci: Daun mimba, ekstrak etanol, skrining fitokimia, captopril, antihipertensi.
1. PENDAHULUAN
Mimba (Azadirachta indica Juss)
merupakan tanaman obat perdu/terna yang
sangat popular pertama kali ditemukan di
daerah Hindustan, Madhya Pradesh, India.
Mimba mulai tersebar ke Indonesia
diperkirakan sejak tahun 1.500 dengan daerah
penanaman utama adalah di Pulau Jawa. Saat
ini banyak tumbuh di daerah Bali, Jawa Barat,
Jawa Timur, Madura dan Nusa Tenggara
Barat.Tumbuhan mimba mudah tumbuh di
daerah tropis, dataran rendah dengan
ketinggian sampai dengan 300 m di atas
permukaan laut, dapat tumbuh di tempat
kering berkala, berasal dari India dan sudah
dikenal sejak lama di Indonesia.
2. Di India tanaman ini disebut “the
village pharmacy” (apotik desa), karena
digunakan untuk penyembuhan berbagai
penyakit secara tradisional Daunnya di
gunakan untuk berbagai obat penyakit kulit,
menurunkan tekanan darah, mempercepat
penyembuhan luka, mengeluarkan cacing usus
(anthelmintika), diabetes, ulkus peptik,
mencegah muntah, penyakit tumor, kanker,
asma, darah tinggi, asam urat, anti radang,
berbagai penyakit lain, dan pembangkit selera
makan. Seduhan kulit batangnya digunakan
sebagai obat malaria, radang sendi, pegal linu,
wasir, tumor, kegemukan, tonikum, mimisan
dan batuk berdarah. Kulit batang yang ditoreh
pada waktu tertentu setiap tahun menghasilkan
cairan dalam jumlah besar. Cairan ini
diminum sebagai obat penyakit lambung di
India. (Dalimarta, 1999).
Merujuk pada berbagai khasiat daun
mimba untuk mengobati berbagai penyakit di
antarnya sebagai antihipertensi, maka sangat
berpotensial daun mimba ini dikembangkan
menjadi obat antihipertensi alternatif dari
bahan alam.
Tekanan darah yang tinggi yang lebih
dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu
kelainan atau suatu gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah penyakit,
mempunyai dampak negatif bagi kesehatan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Sehingga membutuhkan penanggulangan yang
menyeluruh dan terpadu. Berbagai obat
antihipertensi banyak beredar di pasaran,
tetapi seringkali menimbulkan berbagai efek
samping yang merugikan kesehatan, sehingga
perlu dicari obat alternatif dari bahan alam
yang rasional dengan efek samping yang
relatif lebih ringan.
Penggunaan daun mimba sebagai
antihipertensi belum diteliti secara ilmiah,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mendapatkan data ilmiah dan memastikan
efektifitasnya. Penelitian efektifitas bahan
alam yang dicoba pada hewan percobaan
tentunya diperlukan dengan volume
pemberian yang sekecil mungkin, untuk itu
perlu dibuat dalam bentuk ekstrak untuk
memperkecil volume yang diberikan. Pada
pembuatan ekstrak dilakukan melalui
beberapa tahapan proses, mulai dari
pengeringan simplisia sampai pembuatan
ekstrak yang kemunkinan akan terjadinya
kerusakan atau kehilangan kandungan
golongan senyawa kimia di dalamnya, untuk
itu perlu dilakukan skrining fitokimia dari
daun segar, simplisia kering, dan ekstrak
etanolnya.
Berasarkan hal tersebut peneliti
melakukan uji skringin fitokimia dari daun
segar, simplisia, dan ekstrak etanol dau
mimba, serta uji efektifitas sebagai
antihipertensi dari ekstrak etanol daun mimba
dengan pembanding captopril pada marmut
(Cavia cobaya) yang dibuat hipertensi dengan
cara diinduksi dengan prmberian efinefrin.
3. 2. TINJAUAN PUSTAKA.
2.1 Tumbuhan Mimba
Tumbuhan mimba (Azadirachta
indica) dalam bahasa inggrisnya disebut neem
adalah tanaman yang berasal dari India.
Meskipun demikian tanaman ini banyak
terdapat di Indonesia, dan biasa ditanam
dipinggir jalan sebagai peneduh. Hampir
seluruh bagian tanaman mimba bisa
dimanfaatkan. Daun, kulit batang, bunga,
ranting, bubur kayu dan minyak dari bijinya,
semuanya berguna. Pohon Mimba dapat
mencapai tinggi 9 meter hanya dalam waktu
enam tahun, dapat mencapai 20 m. dapat
tumbuh cepat di tanah tandus miskin unsur
hara di daerah kering. Sehingga karakter
pohon ini sangat cocok untuk reboisasi di
daerah-daerah kering di Indonesia. Pohon ini
mengandung berbagai bahan kim di antaranya
di dalam biji dan daunnya mengandung
beberapa komponen dari produksi metabolit
sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik
dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk),
maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan)
diantaranya Nimbin dan nimbidin berperan
sebagai anti mikro organisme seperti antivirus,
bakterisida, fungisida (Kardinan dan Taryono,
2003). Masyarakat telah mempergunakan
untuk berbagai tujuan, mengatasi aneka
penyakit, pestisida nabati, bahkan bahan
pembuat sabun, pasta gigi, teh. Meski
multifungsi mimba masih belum terlalu
dikenal orang di Indonesia. Ini mungkin
disebabkan oleh minimnya informasi Di
negara asalnya di India daun mimba dijuluki
pohon apotik desa. Ada lebih dari 40 bahan
campuran dan ekstrak yang berasal dari pohon
mimba yang telah diidentifikasi, daunnya
digunakan untuk mempercepat penyembuhan
luka, antibakteri, antifungi, antiviral, obat
jerawat, mengeluarkan cacing usus
(anthelmintika), diabetes, ulkus peptik,
mencegah muntah, penyakit tumor, kanker,
asma, darah tinggi, asam urat, anti radang,
antiinflamasi, pegal linu, pereda demam,
penyakit kardiovaskular, dan pembangkit
selera makan. Seduhan kulit batangnya
digunakan sebagai obat malaria, radang sendi,
pegal linu, wasir, tumor, kegemukan, tonikum,
mimisan dan batuk berdarah. Kulit batang
yang ditoreh pada waktu tertentu setiap tahun
menghasilkan cairan dalam jumlah besar.
Cairan ini diminum sebagai obat penyakit
lambung di India. (Dalimarta, 1999).
Gambar 1 : Tanaman Mimba (Azadirachta
indica Juss.)
2.2 Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi yang lebih
dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu
kelainan atau suatu gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah penyakit,
4. mempunyai dampak negatif bagi kesehatan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Meliputi angka morbidital (kesakitan) dan
mortalitasnya (kematian) yang tinggi,
sehingga membutuhkan penanggulangan yang
menyeluruh dan terpadu (Sukandar, 2008).
Hipertensi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan resiko kerusakan pada jantung
memompa darah lebih keras, yang akhirnya
dapat mengakibatkan gagal jantung dengan
rasa sesak dan udem di kaki, otak dan mata,.
Pembuluh darah juga akan lebih mengeras
guna menahan tekanan darah yang meningkat.
Pada umumnya resiko terpenting adalah
serangan otak (stroke, berserta kelumpuhan
separuh tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler
dan mungkin juga infark jantung. cacat pada
ginjal dan pembuluh mata, yang dapat
mengakibatkan kemunduran penglihatan.
Komplikasi otak dan jantung sering bersifat
fatal.
Hipertensi tidak memberikan gejala
khas, namun setelah beberapa tahun,
adakalanya penderita merasakan nyeri kepala
pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini
biasanya hilang setelah bangun, gangguan
hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi.
2.2.1 Mekanisme terjadinya hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi diatur
pada sistem Renin Angiontensin Aldosteron,
singkatnya RAAS. Bila volume darah yang
mengalur melalui ginjal berkurang dan
tekanan darah di glomeruli ginjal menurun,
misalnya karena penyempitan arteri setempat,
maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan
enzim proteolitis rennin. Dalam plasma renin
menghidrolisa protein angiotensinogen (yang
terbentuk dalam hati) menjadi angiotensin I
(AT1). Zat ini dirubah oleh enzim ACE
(Angiotensin Converting Enzym, yang
disentesa antara lain di paru-paru) menjadi zat
aktif angiotensin II (AT2). AT2 ini antara lain
berdaya vasokonstriktif kuat dan menstimulasi
sekresi hormon aldosteron oleh anak ginjal
dengan sifat retensi garam dan air. Akibatnya
volume dan tekanan darah naik. (Tjay dan
Raharja, 2007)
2.2.2 Pembagian hipertensi
a. Hipertensi Primer, tidak diketahui
penyebabnya (hipertensi esensial). Terjadi
peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah tepi
sebagian besar (90-95%) penderita
termasuk hipertensi primer.
b. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh
penyakit sistemik lain, misalnya
gangguan hormon, penyempitan
pembuluh darah dan penyakit sistemik
lainnya, jumlah hipertensi sekunder
kurang dari 5% penduduk dewasa
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis
hipertensi, keadaan ini terbagi menjadi dua
jenis yaitu:
1) Hipertensi Emergensi, merupakan gawat
darurat, TD melebihi 180/120 mmHg
disertai salah satu ancaman gangguan
fungsi organ, seperti otak (pendarah
otak/stroke, ensefalopi, hipertensi),
5. jantung (gagal jantung kiri, akut, penyakit
jantung kroner akut), paru (bendungan
diparu) dan eklampsia, atau TD dapat
lebih rendah dari 180/120 mmHg tetapi
dengan salah satu gejala gangguan organ
di atas yang sudah nyata timbul, jika TD
tidak segera diturunkan dapat
mengakibatkan komplikasi yang menetap,
oleh karena itu harus diturunkan dengan
obat intravena (suntikan) yang bekerja
cepat dalam beberapa menit maksimal
satu jam.
2) Hipertensi urgensi, TD sangat tinggi
( > 180/120 mmHg), tetapi belum ada
gejala seperti di atas, TD tidak harus di
turunkan secara cepat, tetapi dalam
hitungan jam sampai dengan hari, dengan
obat oral, gejalanya berupa sakit kepala
hebat/berputar (ventigo), mual, muntah,
pusing/melayang, penglihatan kabur,
mimisan, sesak nafas, gangguan cemas
berat, tetapi tidak ada kerusakan target
organ (Anonim, 2011).
2.2.3 Obat-obat yang digunakan untuk
terapi hipertensi
1. Diuretik, menurunkan tekanan darah
dengan menyebabakan diuresis. Contohnya
Furosemid, Spironolakton, manitol,
Sorbitol.
2. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme
(ACE), membantu produksi angiotensin II
(berperan penting dalam regulasi tekanan
darah arteri). Inhibitor ACE menurunkan
tekanan darah pada penderita dengan
aktifitas renin plasma normal, bradikinin,
dan produksi jaringan ACE yang penting
dalam hipertensi. Contohnya Kaptopril,
Kuinopril.
3. Penghambat Reseptor Angiotensin II
(ARB), menahan langsung reseptor
angiotensin tipe I (ATI) reseptor yang
memperantarai efek angiotensin II.
Cortohnya Irbesartan, Iosartan.
4. Reseptor β-Bloker, mekanisme tidak
diketahui tetapi dapat melibatkan turunnya
curah jantung melalui kronotropik negatif
dan efek inotropik jantung dan inhibisi
pelepasan renin dari ginjal. Contohnya
Propranolol, Atenolol, Penbutolol.
5. Penghambat Saluran Kalsium (CCB)
menyebabakan relaksasi jantung dan otot
polos menghambat saluran kalsium yang
sensitif terhadap tegangan, mengurangi
masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam
sel, dan menyebabkan vasodilatasi
Contohnya Verafamil, Diltiazem,
Amlodipin.
6. Penghambat Reseptor, menghibisi
katekolamin otot polos vaskular perifer
memberikan efek vasodilatasi. tidak
mengubah aktifitas reseptor 2 sehingga
tidak menimbulkan efek takikardia
.contohnya Fentolamin, Yohimbin,
Doxasozin.
7. Antagonis 2 – pusat, menurunkan tekanan
6. darah dengan cara menstimulasi reseptor 2
adrenergik di otak. Contohnya Clonidin.
8. Reserpin, mengosongkan norefineprin dari
saraf akhir simpatik dan memblok transpor
norefineprin ke dalam penyimpanan. Pada
saat saraf terstimulasi, sejumlah
norefineprin (kurang dari jumlah biasanya)
dilepaskan ke dalam sinaps.
9. Vasodilatasi aarteri langsung,
menyebabkan relaksasi langsung otot
polos arteriol. Aktifitas refleks
baroreseptor dapat meningkatkan aliran
simpa tetik dari pusat vasomotor,
meningkatkan denyut jantug, curah
jantung, dan pelepasan renin. Contohnya
Hidrolazin, dihidrolazin (Sukandar,
2008).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan –bahan dan Alat-alat
Bahan –bahan
Bahan tumbuhan adalah daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss), yang segar dan
telah tua, akuades, alkohol, captopril,
karboksil metil selulosa (CMC), epinefrin,
etanol, akuades pro injeksi, natrium klorida,
timbal (II) asetat, besi (III) klorida, merkuri
(II) klorida, kalium iodida, iodium, α naftol,
asam sitrat, bismuth nitrat, eter, klorofom,
isopropanol, metanol, natrium sulfat anhidrat,
etil asetat, serbuk magnesium, serbuk seng,
asam klorida, toluen, asam sulfat.
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-
alat gelas labotratorium, neraca listrik (Mattle
toledo), neraca hewan digital (Tanita), satu set
alat perkolasi, oral sonde, stetoskop,
stopwatch, spuit 1 ml (Terumo®), spuit 3 ml
(Terumo®), spuit 10 ml (Terumo®), plate
(Cimarec®), satu set alat destilasi untuk
penetapan kadar air (Azeotropi), rotavapour
(Buchi), freeze dryer (Edwars).
3.2. Tahapan kerja :
a. Pengumpulan daun mimba dikeringkan dan
diserbuk menjadi serbuk simplisia,
dilakukan skrining fitokimia, dan
ditentukan kadar air dengan cara azeotropi.
b. Pembuatan pereksi
c. Pembuatan ekstrak, cara perkolasi dengan
pelarut etanol 80%.
d. Induksi hewan dengan efineprin sampai
terjadi kenaikan hipertensi dengan
menghitung jumlah detak hjantung
e. Uji efektifitas antihipertensi dar ekstrak
etanol daun mimba, dengan pembanding
captopril
3.3 Pengambilan dan Persiapan Hewan
Percobaan
Hewan yang digunakan adalah marmut
(Cavia cobaya) jantan dewasa yang sehat
dengan berat 300-500 gram, diperoleh dengan
cara pembelian langsung pada penjual hewan
Diberi makan seperti wartel dan jagung.
Setelah dua minggu, hewan percobaan
tersebut digunakan untuk penelitian
7. 3.4 Penginduksian hipertensi hewan
percobaan
Tekanan darah (tensi) pada hewan
marmut normal adalah 155-164 mmHg dan
dikategorikan hipertensi jika terjadi kenaikan
tekanan darah sekitar 1% (Fransdum 2002).
Tekanan darah marmut dapat diukur dengan
cara perhitungan detak jantung menggunakan
stetoskop, dilakukan sebagai berikut;
Ditimbang bobot badan marmot dan
diukur detak jantung rata-rata marmut
(sebelum diberikan perlakuan), selang waktu 5
menit sebanyak 5 kali Selanjutnya hewan
diinduksikan dengan pemberian efinefrin
secara sub cutan dengan dosis 0,5 mg/BB, dan
dihitung kembali jumlah denyut jantung.
Marmut dianggap telah hipertensi jika terjadi
kenaikan jumlah detak jantung melebihi 1%
dari jumlah detak jantung normal. Waktu
mulai terjadinya hipertensi (kenaikan jumlah
detak jantung 1 % dari normal) dicatat (dalam
menit), maka diperoleh dosis dan waktu yang
diperlukan untuk mulai terjadinya hipertensi
pada marmut,.
3.5 Pengujian efektifitas antihipertensi
Sebanyak 30 ekor marmut yang telah
diinduksi hipertensi, dibagi secara random
menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompk
sebanyak 6 ekor sebagai berikut;
1. Kelompok 1 ; diberikan dengan suspensi
CMC 0,5% (kontrol)
2. Kelompok 2 : diberikan dengan suspensi
Captopril 12,5 mg/kg BB
3. Kelompok 3 : diberikan dengan suspensi
EEDM 100 mg/kg BB
4. Kelompok 4 : diberikan dengan suspensi
EEDM 200 mg/kg BB
5. Kelompok 5 : diberikan dengan suspensi
EEDM 100 mg/kg BB
Masing-masing marmut yang telah
diinduksikan hipertensi diberikan bahan uji
sesuai kelompok perlakuan, Selanjutnya mulai
10 menit setalah pemberian bahan uji
dilakukan pengukuran detak jantung secara
berkala dengan selang waktu setiap 30 menit
sampai diperoleh detak jantung normal
kembali. Data yang diperoleh diuji secara
statistic ANAVA (Analisa Varian) dan BNT
(Beda Nyata terkecil)
4. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Skrining Fitokimia.
Hasil skrining fitokimia menunjukkan
golongan senyawa kimia yang terkandung di
dalam daun mimba segar, simplisia daun
mimba, dan ekstrak etanol daun mimba adalah
sama yaitu golongan senyawa alkaloid,
flavonoid, steroid, minyak atsiri, dan tannin
4.2 Hasil Uji Efektifitas Antihipertensi
Hasil orientasi dosis efineprin yang
digunakan sebagai bahan penginduksi
hipertensi dan waktu yang diperlukan untuk
mulai terjadinya hipertensi (kenaikan jumlah
detak jantung 1 % dfari normal) diperoleh
pada ± 120 menit.
Selanjutnya diberikan bahan uji sesuai
masing-masing kelompok Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
8. .
5. PEMBAHASAN
5.1. Skrining Fitokimia
Golongan senyawa kimia secara kualitatif
di dalam daun mimba, simplisia kering daun
mimba, dan ekstrak etanol daun mimba adalah
sama, berarti tidak terjadi kerusakan bahan
selama proses pembuatan simplisia dan
ekstrak. Terdapatnya kandungan golongan
senyawa kimia tersebut terutama flavonoid,
alkaloid, dan steroid sangat berpotensial
ekstrak etanol daun mimba mempunyai
kemampuan untuk menurunkan tekanan darah
(Antihiperetensi).
5.2 Uji Efektifitas Antihipertensi
Pemberian ekstrak etanol daun mimba
dapat menurunkan jumlah detak jantung
(tekanan darah marmut) yang telah diinduksi
dengan penyuntikan epinefrin, mulai pada
menit ke 90, tetapi pada menit tersebut jumlah
detak jantung marmut belum ada yang normal
dan persentase penurunannya satu sama lain
saling berbeda. Jumlah detak jantung marmut
terus menurun dengan bertambahnya waktu,
dan pada dosis 100 mg/kg BB detak jumlah
detak jantung marmut menjadi normal
kembali pada menit ke 240, pada dosis 200
mg/kg BB menjadi normal kembali pada
menit ke 210, pada dosis 300 mg/ kg BB dan
kaptropil 12,5 mg/kg BB menjadi normal
kembali pada menit ke 180. Secara
keseluruhan persentase penurunan jumlah
Suspensi
EEDM
Suspensi
EEDM
Suspensi
EEDM
100
mg/kg
BB
200
mg/kg
BB
300
mg/kg
BB
10 62.15 63.75 59.73 55.26 60.12
30 57.73 46.07 57.21 50.95 49.96
60 53.19 30.26 52.48 40.12 38.23
90 40.36 17.87 38.30 25.20 21.90
120 30.77 10.35 21.81 14.81 13.83
150 23.52 4.50 8.92 6.62 5.03
180 20.79 0.31 3.70 1.78 0.31
210 19.85 0.31 1.78 0.42 0.31
240 17.95 0.31 0.53 0.42 0.31
270 15.54 0.31 0.53 0.42 0.31
300 14.38 0.31 0.53 0.42 0.31
Waktu
pengukur
an detak
jantung
(menit
ke)
Persentase Penurunan Jumlah Detak Jantung (%)
Kontrol
CMC
0.5%
Suspensi
Captopril
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penurunan Jumlah Detak Jantung
9. detak jantung (penurunan tekanan darah)
marmut pada pemberian ekstrak daun mimba
yang paling cepat adalah dosis 300mg/kg BB.
Hasil pengamatan menujukan terdapat
perbedaan efektifitas dalam penurunan
tekanan darah (penurunan jumlah detak
jantung) dari masing-masing bahan uji yang
diberikan. Oleh karena itu untuk mengetahui
perbedaan yang signifikan penurunan jumlah
detak jantung dari ekstrak etanol daun mimba
berbagai dosis, captropil sebagai bahan
pembanding, dan CMC sebagai blanko perlu
dilakukan uji statistik yaitu analisa varian
(ANAVA) dan uji beda terkecil (BNT).
5.3 Uji Statistik
Hasil penentuan efektifitas antihipertensi
(persen penurunan jumlah detak jantung) dari
ekstrak daun mimba dengan berbagai dosis
terhadap marmut yang telah diinduksikan
dengan epinefrin, menunjukkan bahwa ekstrak
daun mimba dapat menurunkan jumlah detak
jantung. Oleh karena itu untuk mengetahui
perbedaan yang signifikan penurunan jumlah
detak jantung dari ekstrak etanol daun mimba
berbagai dosis, captropil sebagai bahan
pembanding, dan CMC sebagai blanko perlu
dilakukan uji statistik yaitu analisa varian
(ANAVA) dan uji beda terkecil (BNT).
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut :
Menit ke F0
F-tabel
5% 1%
150 128,30 2,76 4,18
180 297,97 2,76 4,18
210 273,36 2,76 4,18
240 213,10 2,76 4,18
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa
terlihat dari menit ke 150 sampai menit ke 240
diperoleh harga Fo lebih besar dari F-tabel
maka persen penurunan tekanan darah marmut
berbeda sangat signifikan dari satu sama
lainnya. Maka perlu dilakukan uji BNT untuk
mengetahui kelompak yang memberikan hasil
yang berbeda atau yang sama Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Analisa ANAVA Persen
Penurunan Detak Jantung
CMC
EEDM
100
mg/kg
BB
EEDM
200
mg/kg
BB
EEDM
300
mg/kg
BB
CMC 23.52 - - - -
EEDM 100
mg/KgBB
8.92 14.60 - - -
EEDM 200
mg/KgBB
6.62 16.91 2.31 - -
EEDM 300
mg/KgBB
5.03 18.49 3.89 1.59 -
Captopril 4.50 19.02 4.42 2.11 0.53
CMC 20.79 - - - -
EEDM 100
mg/KgBB
3.70 17.09 - - -
EEDM 200
mg/KgBB
1.78 19.01 1.91 - -
EEDM 300
mg/KgBB
0.31 20.47 3.38 1.47 -
Captopril 0.31 20.48 3.38 1.47 0.00
CMC 19.85 - - - -
EEDM 100
mg/KgBB
1.78 18.06 - - -
EEDM 200
mg/KgBB
0.42 19.42 1.36 - -
EEDM 300
mg/KgBB
0.31 19.53 1.47 0.11 -
Captopril 0.31 19.53 1.47 0.11 0.00
CMC 17.95 - - - -
EEDM 100
mg/KgBB
0.53 17.43 - - -
EEDM 200
mg/KgBB
0.42 17.53 0.10 - -
EEDM 300
mg/KgBB
0.31 17.64 0.21 0.11 -
Captopril 0.31 17.64 0.21 0.11 0.00
240
BNT 0,05 = 1,11 BNT 0,01 = 0,54
210
BNT 0,05 = 1,07 BNT 0,01 = 0,52
BNT 0,05 = 1,44 BNT 0,01 = 0,70
180
BNT 0,05 = 1,04 BNT 0,01 = 0,51
Menit
ke-
Perlakuan
%
Penuru
nan
Teka
nan
Darah
Beda dengan
150
Tabel 3. Hasil Uji Analisa BNT Persen
Penurunan Detak Jantung
10. 6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji secara keseluruhan
membuktikan bahwa pada menit ke 60 telah
terlihat mulai adanya penurunan jumlah detak
jantung marmut yang telah diinduksikan
dengan epinefrin dan diberikan ekstrak daun
mimba. Namun masih belum terdapat
perbedaan antara CMC dan ekstrak etanol
daun mimba dosis 100mg/kg BB. Selanjutnya
pada menit ke 90 terlihat adanya perbedaan
antara CMC dan ekstrak daun mimba dosis
100 mg/kg BB, berarti pada menit ke 90
ekstrak daun mimba telah mulai memberikan
efektifitas penurunan jumlah detak jantung
(penurunan tekanan darah) marmut yang
diinduksikan dengan efinefrin.
Pemberiaan ekstrak daun mimba yang
memberikan efektivitas penurunan jumlah
detak jantung (penurunan tekanan darah) yang
paling baik adalah dosis 200 mg/kg BB karena
pada menit ke 210 tidak berbeda nyata dengan
dosis 300 mg/kg BB dan kaptropil dosis 12,5
mg/kg BB..
6. KESIMPULAN
a. Golongan senyawa yang terkandung di
dalam daun mimba segar, simplisia daun
mimba, dan ekstrak etanol daun mimba
adalah sama yaitu golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, steroid, dan tanin.
b. Ekstrak etanol daun mimba mempunyai
efektifitas antihipertensi marmut yang
diinduksikan dengan efinefrin.
c. Ekstrak etanol daun mimba 200 mg/kg BB
memberikan efektifitas antihipertensi yang
paling baik pada marmut jantan yang
diinduksikan dengan epinefrin, pada menit
ke 210 tidak berbeda nyata dengan dosis
300 mg/kg BB dan kaptropil dosis 12,5
mg/kg BB.
7. SARAN
Ekstrak etanol daun mimba telah terbukti
mempunyai efektivitas antihipertensi,
sehingga dapat dikembangkan menjadi obat
antihipertensi alternative dari bahan alam,
untuk ini perlu dilakukan penelitian
lanjutan, meliputi uji toksisitas, dan uji
pengembangan produk, serta uji klinis pada
sukarelawan, sehingga didapatkan obat
antihipertensi dari bahan alam yang
rasional, mudah didapat, mudah
dipergunakan dengan efek samping relative
kecil
8. DAFTAR PUSTAKA
Anonima
. (2011). Daun seledri dan
Kandungannya. Diakses April 2015.
http://wannura.files.wordpress.com.
Arief, H. (2007). Tumbuhan Obatdan
Khasiatnya. Seri1 .CetakanKedua.
Jakarta: Penebar Swadaya. Hal : 102-
105
Dalimartha, S. (2005). Tanaman Obat
Di Lingkungan Sekitar.
CetakanPertama.Jakarta: Puspa Swara.
11. Depkes RI.(1979). Farmakope Indonesia.
Edisi III. Jakarta: DepkesRI.
Depkes RI. (1995). Materia Medika
Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes
RI. Halaman: 297, 303, 306.
Depkes RI.(1995). Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: DepkesRI. Halaman:
1035.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar
Umum Ekstraksi Tumbuhan
Obat.Cetakan I. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman : 10-11.
Depkes RI.(1989). Farmakope Indonesia.
Edisi III. Jakarta: DepkesRI.
Depkes RI. (1995). Materia Medika
Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes
RI.
Ganiswara, Sulistia. G. (1995). Farmakologi
dan Terapi. Edisi ke:4. Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gunawan, D. dan Mulyani, S. (2004). Ilmu
Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1.
Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya.
Hal : 37
Haryanto, sugeng (2012). Ensiklopedia
Tanaman Obat Indonesia. Cetakan
pertama. Yogyakarta: Palmall hal :
215-217
Sari, L.O.R.K. (2006). Pemanfaatan Obat
Tradisional Dengan Pertimbangan
Manfaat Dan Keamanan. Majalah
Ilmu Kefarmasian. Vol. III. No. 1.
Hal. 1-7
Sudjana.1996. Metoda Statistika. Bandung :
Tarsito Bandung
Tukiman. (2009). Pemanfaatan Tanaman
Obat Keluarga (TOGA). Sumatera
Utara: Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Halaman : 33.
Wijayakusuma, H. M. (2000). Ensiklopedia
Milenium Tumbuhan Berkhasiat
Obat Indonesia. Jilid I. Cetakan
pertama. Jakarta: Prestasi Insan
Indonesia.