1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor utama
risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi kematian yang cukup tinggi
terutama di negara-negara maju atau di daerah berkembang. Hipertensi juga
dikenal sebagai silent killer atau pembunuh terselubung yang tidak menimbulkan
gejala seperti penyakit (Bangun, 2002).
Lebih dari 90% pasien penderita hipertensi menderita hipertensi essensial
yaitu suatu penyakit pada pengaturan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya. Riwayat hipertensi dalam keluarga meningkatkan kemungkinan
seseorang mendapatkan penyakit hipertensi. Faktor-faktor lingkungan seperti
gaya hidup, stress, diet tinggi natrium, kegemukan dan merokok merupakan
faktor predisposisi terjadinya hipertensi (Mycek et.al., 2001).
Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi tubuh, dan itu
merupakan suatu anugerah yang tak ternilai harganya, karena kesehatan
merupakan suatu pendukung untuk melakukan aktivitas apapun yang diinginkan
untuk mencapai suatu keberhasilan. Hal ini tentu sangat penting, bagaimana
mengetahui cara yang murah dan mudah untuk mencapai kesehatan yang optimal
dengan cara mengatur pola hidup sehat, tidur teratur, berolahraga dan
mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat. Minuman teh mempunyai khasiat
yang relatif banyak hampir sebanyak khasiat kopi. Hanya saja, pengaruh teh tidak
sekeras pengaruh kopi. Bila diminum hangat, teh dapat memancing keluarnya
keringat, mempelancar kencing, menguatkan lambung, dan membangkitkan
fungsi otak, (Jampes, 2009). Minuman teh tidak hanya menggunakan daun teh
saja tetapi dapat menggunakan daun lain contohnya daun kersen
2. 2
Karsen dengan nama ilmiah Muntingia calabura, yang sering digunakan
anak-anak untuk bermain atau dimakan, daun dan buahnya ternyata memiliki
kandungan senyawa penting dan juga berkhasiat sebagai obat. Tanaman ini
sekarang banyak dipakai hanya sebagai tanaman peneduh, sebenarnya tanaman
ini mempunyai manfaat kesehatan yang sangat berguna. Buah kersen dipercaya
dapat menyembuhkan penyakit-penyakit seperti hipertensi, asam urat dan
diabetes mellitus. Ekstrak daun kersen diketahui mengandung senyawa
flavonoid, yaitu flavon, flavonon, flavan, dan biflavan sebagai komponen
senyawa utama yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antidiabetik. Selain
senyawa-senyawa flavonoid, daun dan buah kersen diketahui mengandung
karbohidrat, alkaloid, steroid dan sterol, glikosida, saponin, tannin dan fenolik,
serta protein dan asam amino (Krishnaveni & Dhanalakshmi, 2014).
Penelitian tentang kersen sudah banyak dilakukan diantaranya uji kandungan
dari daun kersen yang mengandung senyawa fenolik sebagai antiseptik, daun
kersen mengandung senyawa flavonid sebagai antioksidan (Zakaria,2007) dan
beberapa peneliti telah mencoba membuat teh daun kersen dengan cara
dikeringkan kemudian dikonsumsi dengan cara diseduh. Dari penelitian yang
sudah dilakukan diatas, sangat jelas bahwa daun kersen memiliki kandungan
sebagai antiseptik dan antioksidan sehingga bisa dimanfaatkan untuk menjaga
daya tahan tubuh dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terhadap daun
kersen untuk dilakukan uji efektifitas teh daun kersen terhadap tekanan darah
tikus putih hipertensi. Hasil penelitian ini diharapakan mampu memberikan
informasi mengenai manfaat teh daun kersen dalam menurunkan tekanan darah,
sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai alternative pengobatan tradisional
bagi pendrita hipertensi.
3. 3
1.2 Perumusan Masalah
Menurut latar belakang masalah dari data diatas ditemukan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh teh daun kersen terhadap tekanan darah pada tikus
putih hipertensi?
2. Bagaimana gambaran efektifitas senyawa bioaktif pada teh daun kersen
terhadap penurunan tekanan darah pada masing-masing perlakuan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dapat dilihat berdasarkan:
A. Tujuan Umum
Tujuan umun penelitian ini untuk mengetahui efektifitas zat
bioaktif yang terkandung teh daun kersen terhadap penurunan tekanan
darah pada tikus hipertensi.
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis senyawa bioaktif dalam teh daun kersen yang
dapat menurunkan tekanan darah pada tikus hipertensi.
2. Mengetahui kadar teh daun kersen yang efektif dapat menurunkan
tekanan darah pada tikus hipertensi.
3. Membuat produk teh daun kersen yang praktis dan aman untuk
penderita hipertensi.
1.4 Manfaat
Manfaat. yang diharpkan dari penelitian ini bagi :
A. Bagi Peneliti
Peneliti untuk menambah wawasan ilmu dan menyelesaikan masa
pendidikan S1 di Universitas Jenderal Soedirman
B. Bagi Masyarakat
Masyarakat untuk mendapakan produk yang praktis dan mudah
dijangkau untuk menurunkan angka kejadian hipertensi.
4. 4
C. Bagi Prodi Ilmu Gizi
Kegiatan penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan untuk
meningkatkan kompetensi mahasiswa terutama dalam bidang kesehatan.
5. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kersen (Muntingia calabura L.)
Kersen berasal dari Amerika tropis dan banyak ditanam di kebun sebagai pohon
peneduh. Kersen memiliki pohon yang kecil dengan tinggi 2-10 m. Rantingnya
diselimuti rapat oleh rambut biasa yang halus dan oleh rambut kelenjar. Daunnya
berseling, helaian daun tidak sama sisi, bulat telur bentuk lanset dengan ujung
runcing bergerigi, berambut rapat terutama di bawah daun, lebarnya 4,5-14 kali
1,5-4 cm, tangkai daun pendek dan berambut seperti wol. Bunga berjumlah 1-3
menjadi satu di ketiak daun, berbilangan 5 dan berkelamin 2. Mahkota bunganya
berbentuk bulat telur terbalik dan berwarna putih. Buahnya buni berwarna merah
(Steenis, 2006). Taksonomi tumbuhan Muntingia calabura adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Superdivisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Dikotil/berkeping dua)
Ordo : Malvales Famili : Muntingiaceae
Genus : Muntingia L.
Spesies : M. calabura
Pohon kersen termasuk pohon yang tumbuh cepat dan dapat tumbuh subur di
lahan marginal. Tumbuhan ini mampu melakukan penyerbukan sendiri secara
spontan, mampu memproduksi buah dan biji dalam jumlah besar sepanjang tahun
serta memiliki laju perkecambahan biji yang tinggi (Figueiredo et al., 2008).
6. 6
Minuman teh mempunyai khasiat yang relatif banyak hampir sebanyak khasiat
kopi. Hanya saja, pengaruh teh tidak sekeras pengaruh kopi. Bila diminum hangat,
teh dapat memancing keluarnya keringat, mempelancar kencing, menguatkan
lambung, membangkitkan fungsi otak, dan memulihkan sembelit (Jampes, 2009).
Minuman teh tidak hanya menggunakan daun teh saja tetapi dapat menggunakan
daun lain contohnya daun kersen dan daun sirsak.
Daun dan kulit batang Kersen atau Muntingia calabura L. mengandung
alkaloid, tanin, saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan kuersetin)
serta proantosianidin dan sianidin, beberapa mioinositol. Serta setiap 100 gram
tanaman ini memiliki kandungan : 76,3 g air, 2,1 g protein, 2,3 g lemak, 17,9 g
karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015 mg vitamin
A, 90 mg vitamin C. Nilai energinya 380 kJ/100 g. Daun kersen mengandung
flavonoid, tanin, saponin dan polifenol (Zakaria et al., 2011).
2.1.1 Flavonoid
Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa
induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar sepuluh
kelas flavonoid: antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon glikoflavon,
biflavonil, khlakon dan auron, flavanon, dan isoflavon. Flavonoid terutama
berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol
70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter
minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah
bila ditambah basa atau amonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik
yang terkonjugasi dan karena itu menujukkan pita serapan kuat pada daerah
spektrum UV dan spektrum tampak. Pada umumnya flavonoid terikat pada
gula sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoid terdapat dalam semua
tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang
lainnya; flavon dan flavonol tersebar merata, sedangkan isoflavon dan
7. 7
biflavon hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan (Harborne, J.B.,
1987).
2.1.2 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae, terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin memiliki berat
molekul 1000-5000 bm, terbagi menjadi dua grup yang dikenal yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang terhidrolis penyebarannya
terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Tanin terkondensasi banyak terdapat
di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam
angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin larut dalam air,
dilute alkalis, alkohol, gliserol dan aseton dan sedikit larut dalam pelarut
organik lainnya (Evans, W.B dan Trease, 2002; Harborne, J.B., 1987).
2.1.3 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol dan telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan
dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam
tumbuh-tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin
yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan
yang berkhasiat penting, misalnya kortison, estrogen kontraseptif dan lain-
lain. Senyawa yang telah digunakan termasuk hekogenin dari Agave,
diosgenin, serta yamogenin dari jenis Dioscorea. Dari segi ekonomi saponin
penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak,
misalnya glizirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra.pola glikosida saponin
kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai
lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, J.B., 1987).
8. 8
2.1.4 Polifenol
Polifenol memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus hidroksil
dalam molekulnya. Zat ini juga dikenal dengan nama soluble tanin,
merupakan metabolit sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah dari
tumbuhan tingkat tinggi yang bersifat antioksidan kuat. Polifenol secara alami
dapat ditemukan dalam sayuran, buah, kacang, minyak zaitun, dan minuman
(Nawaekasari, 2012).
Polifenol merupakan antioksidan terbanyak dalam makanan. Total
asupan polifenol dalam sehari bisa mencapai satu gram. Sebagai
perbandingan, polifenol memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi
dibanding vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibanding vitamin E dan
karotenoid. Sumber utama polifenol yaitu buah-buahan dan minuman yang
berasal dari tumbuhan seperti jus buah, teh, kopi. Sayuran, seral, coklat dan
kacang-kacangan kkering juga penyumbang asupa total polifenol. Dalam
kategori minuman, dari suatu penelitian disebutkan sumber polifenol terbesar
adalah dari daun teh segar, teh bubuk dan biji kopi (Carlsen, M.H. et al.,
2010).
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan biomarker stress oksidatif
yang berbeda-beda. Namun belumlah jelas hubungan biomarker ini sebagai
prediktor risiko suatu penyakit dan kesesuaian dengan metode berbeda-beda
yang digunakan. Kemajuan yang bermakna didapatkan pada penelitian
penyakit kardiovaskuler, termasuk hipertensi, bahwa pemberian polifenol
sebagai suplemen atau makanan dapat meingkatkan status kesehatan mereka
dengan penurunan resiko penyakit kardiovaskuler (Scalbert, A., 2005).
2.2 Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi tekanan darah (TD) sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg (PERKI, 2015).
9. 9
2.2.1 Klasifikasi etiologis
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu dengan penyebab
yang tidak diketahui (hipertensi esensial/primer atau idiopatik) dan diketahui
(hipertensi sekunder). Sebagian besar kasus hipertensi diklasifikasikan sebagai
esensial, tetapi kemungkinan penyebab yang melatarbelakanginya harus selalu
ditentukan (Depkes, 2006).
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Disisi lain yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress
emosi, obesitas dan lain-lain (Yogiantoro, 2009).
2) Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain
hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf
pusat, obat-obatan dan lain-lain (Nafrialdi, 2007).
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2014)
Tekanan darah
Tekanan sistolik
(mmHg)
Tekanan sistolik
(mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Prehipertensi 130-139 84-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
10. 10
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik
terisolasi
≥ 140 < 90
2.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan
nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan
sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan
gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain.
Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset
biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah
diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang
memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah. Temperatur
19oC hingga 23oC dengan kelembaban 40-70% merupakan temperatur yang cocok
untuk habitat tikus yang juga tergolong dalam hewan nokturnal (Wolfenshon dan
Lloyd, 2013).
Wolfenshon and Lloyd (2013) menyatakan bahwa berat tikus jantan dewasa
yaitu 450-520 gram sedangkan berat 250-300 gram berlaku pada tikus betina. Tikus
jantan lebih berat dibanding tikus betina pada semua kelompok umur serta terjadinya
perubahan bobot organ (ginjal, hati, paru, dan limpa), nilai hematologi, nilai biokimia
darah (AST dan ALT) seiring dengan bertambahnya umur tikus (Marice and
Sulistyowati, 2011).
Kebutuhan makan dan minum masing-masing 5 hingga 10 gram per 100 gram
berat badan dan 10 mililiter (ml) per 100 gram berat badan serta jangka hidup 3 sampai
4 tahun. Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan
mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan
pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal
untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain
11. 11
protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung
vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin,
piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu. Pakan yang diberikan pada tikus
harus mengandung asam amino esensial seperti Arginin, Isoleusin, Leusin, Methionin,
Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine (Wolfenshon and Lloyd, 2013).
Selain pakan, hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih
sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang tikus terbuat dari
kotak plastik yang ditutup dengan kawat berlubang ukuran 1,6 cm2. Kulit biji padi
dapat digunakan sebagai alas kandang tikus. Alas kandang diganti setiap 3 hari
bertujuan agar kebersihan tikus tetap terjaga dan tidak terkontaminasi bakteri yang ada
di feses serta urine tikus (Marice and Sulistyowati, 2011).
12. 12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
rancangan penelitian randomized control group pre test – post test design.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Terpadu
(LPPT) UGM direncanakan bulan Agustus 2017.
3.3 Subjek Penelitian
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diinduksi
larutan NaCl 3,5 ml sehingga menjadi hipertensi. Kriteria subjek penelitian
terbagi menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
1. Kriteria Inklusi: Tikus putih jantan galur wistar, sehat dan mempunyai
aktivitas normal, umur ± 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram.
2. Kriteria Eksklusi: Tikus mati saat penelitian berlangsung, tikus menderita
sakit saat penelitian berlangsung.
3.4 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan.
Jumlah sampel ditentukan berdasarkan hasil banyaknya pengulangan yang
digunakan. Perhitungan banyaknya pengulangan menggunakan rumus:
(Harsojuwono, et al., 2011)
t (n-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
3n - 3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 6
13. 13
Keterangan:
t = jumlah perlakuan
n = jumlah pengulangan
Desain plot sampel pada penelitian ini digambarkan pada Gambar 3.1 berikut:
A1 B2 C6 B5 A5 B3
C5 A6 C2 A2 B6 C1
B4 C3 A4 C4 B1 A3
Keterangan:
A = perlakuan kontrol
B = perlakuan dengan pemberian teh daun kersen 90 mg/3,5 ml
C = perlakuan dengan pemberian teh daun kersen 180 mg/3,5 ml
3.5 Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat yang digunakan :
a. Kandang tikus putih ukuran 30x25x20cm dan menggunakan alat sekam
yang rutin diganti setiap 3 hari sekali, untuk tempat untuk tempat
mengadaptasi tikus putih jantan pada tempat percobaan.
b. Timbangan hewan untuk meengukur berat badan tikus putih jantan.
c. Spuit pencekok untuk memasukkan sampel uji ke tikus putih jantan per
oral.
d. Tensimeter untuk tikus (blood pressure analyze) untuk mengukur
tekanan darah tikus putih jantan.
e. Oven untuk mengeringkan daun kersen.
f. Baskom untuk wadah daun kersen.
2. Bahan yang digunakan :
a. Tikus putih jantan galur wistar usia 3 bulan dengan berat 180-200 gram.
b. Makanan standar untuk tikus berupa pellet BR-II.
c. Larutan NaCl sebagai penginduksi tikus untuk terkena hipertensi.
d. Aquadest sebagai kontrol.
e. Larutan teh daun kersen 90 mg/3,5 ml dan 180 mg/3,5 ml.
14. 14
3.6 Hewan Percobaan
Hewan uji yang digunakan dalam percobaan berupa tikus putih jantan
(Rattus norvegicus) karena tidak terpengaruh siklus menstruasi dan proses
kehamilan, dengan galur Wistar (supaya didapat latar belakang genetik yang
seragam) yang diperoleh dari Laboratorium Farmasi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, dengan usia 3 bulan dengan berat badan kira-kira 180-200 gram.
Sampel sebanyak 18 ekor yang dibagi secara acak dalam 3 kelompok masing-
masing kelompok terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan. Semua tikus tersebut
sebelumnya telah diinduksi larutan NaCl 3,5 ml (Depkes, 2011).
3.7 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas: Teh daun kersen
2. Variabel Terikat: Tekanan darah. Tekanan darah diukur setelah induksi
larutan NaCl 3,5 ml sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dosis teh
daun kersen.
3.8 Definisi Operasional
1. Teh daun kersen
Kersen berasal dari Amerika tropis dan banyak ditanam di kebun
sebagai pohon peneduh. Daunnya berseling, helaian daun tidak sama sisi,
bulat telur bentuk lanset dengan ujung runcing bergerigi, berambut rapat
terutama di bawah daun, lebarnya 4,5-14 kali 1,5-4 cm, tangkai daun
pendek dan berambut seperti wol.
Daun dan kulit batang Kersen atau Muntingia calabura L. mengandung
alkaloid, tanin, saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan
kuersetin) serta proantosianidin dan sianidin, beberapa mioinositol. Serta
setiap 100 gram tanaman ini memiliki kandungan: 76,3 g air, 2,1 g protein,
2,3 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94
mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energinya 380
kJ/100 g. Daun kersen mengandung flavonoid, tanin, saponin dan polifenol
(Zakaria et al., 2011).
15. 15
2. Uji Tekanan Darah
Tekanan darah hewan uji diukur dengan cara tail cuff method
menggunakan alat blood pressure analyzer untuk hewan uji. Metode ini
memungkinkan peneliti untuk mengetahui tekanan darah sistolik dan
diastolik. Tekanan darah hewan uji diukur sebelum dan sesudah pemberian
perlakuan dosis teh daun kersen (Whitesall, 2004).
3. Variasi genetik, jenis kelamin, berat badan, dan umur tikus
Tikus putih yang digunakan berjumlah 18 ekor dengan galur Wistar agar
variasi genetiknya seragam, berjenis kelamin jantan dan memiliki berat
150-200 g dan berumur 2-3 bulan.
4. Makanan dan Minuman
Makanan digunakan adalah pakan standar yakni pelet BR-II dan minum
selama 7 hari adaptasi dan 7 hari pemberian induksi larutan NaCl.
Selanjutnya tikus putih dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum
perlakuan, tetapi air minum tetap diberikan (Hidayanti, 2015). Tujuannya
adalah untuk mengosongkan lambung tikus agar ekstrak biji pepaya yang
diberikan akan bekerja maksimal.
5. Suhu
Tikus putih dikandangkan selama 14 hari dalam kandang yang sama
dengan suhu ruangan berkisar 250C-280C agar dapat beradaptasi dan untuk
menyamakan kondisi psikologis antar tikus yang dipengaruhi lingkungan
sekitar (Depkes, 2011).
16. 16
3.9 Rancangan Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan randomized pre test-post test group design (Pocock, 2008).
Bagan rancangan penelitian
Keterangan:
S = Sampel penelitian (18 ekor tikus putih jantan)
I = Induksi hipertensi dengan larutan NaCl 8%
T0 = Pengukuran tekanan setelah induksi (sebelum pemberian dosis
perlakuan)
R = Pengacakan kelompok sebelum diberikan perlakuan (random)
O1 = Kelompok kontrol
O2 = Kelompok Uji dosis I
O3 = Kelompok Uji dosis II
P1 = Perlakuan dengan pemberian plasebo pada tikus berupa aquadest 3,5 ml
sebagai kontrol
P2 = Perlakuan dengan pemberian seduhan daun kersen dosis I (90 mg/3,5
ml)
P3 = Perlakuan dengan pemberian seduhan daun kersen dosis II (180 mg/ 3,5
ml)
T1 = Pengukuran tekanan darah kelompok kontrol
T2 = Pengukuran tekanan darah kelompok uji konsentrasi I
T3 = Pengukuran tekanan darah kelompok uji konsentrasi II
A = Analisis data
S I T0 R
O1 P1 T1
AO2 P2 T2
O3 P3 T3
17. 17
3.10 Penentuan Dosis daun kersen (Muntigia Callabural L)
Daun kersen kering yang dikonsumsi oleh manusia dewasa dengan berat
70 kg adalah 2-5 gr/ hari (Lathif, 2016).
Faktor konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada
tikus putih dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Soehardjono, 1993).
Dosis untuk tikus putih seberat 200 gram
= 0,018 x 5 gram/hari
= 0,09 gram/hari
= 90 mg/hari
Dosis 2 untuk tikus putih adalah 2 kali dosis 1 yaitu 180 mg/hari
Penentuan volume air yang digunakan untuk seduhan
Volume air yang dikonsumsi dalam bentuk seduhan oleh manusia
dewasa dengan berat 70 kg adalah 200 ml (Lathif, 2016)
Faktor konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada
tikus putih dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Soehardjono, 1993)
Dosis untuk tikus putih seberat 200 gram
= 0,018 x 200 ml
= 3,6 ml
3.11 Membuat teh daun kersen (Muntigia Calabural L)
Pembuatan teh daun kersen dilakukan dilakukan Laboratorium Gizi
Kuliner Unsoed , Purwokwerto. Daun kersen (Muntigia calabural) diperoleh
dari daerah Pabuaran Purwokerto Utara. Pembuatan teh daun kersen untuk
tikus dengan berat 200 gram yaitu daun kersen yang sudah dikeringkan
dengan berat 90 mg (Dosis 1) dan 180 mg (Dosis 2) diseduh dengan air panas
3,5 ml (70ºC), diamkan selama 4 menit, kemudian disaring dengan kertas
saring (Chin LK, 2006).
Pembuatan seduhan daun keren dilakukan dua kali sehari setiap akan
diberikan pada tikus putih. Seduhan teh daun kersen diberikan secara oral
menggunakan sonde dengan dosis terbagi dua pada pukul 7.00 dan pukul
15.00 untuk memberikan efek secara maksimal.
18. 18
3.12 Cara Kerja
Tikus putih jantan diadaptasi selama 7
hari
Induksi Hipertensi dengan Larutan
NaCl 8% 3 ml per hari selama 14 hari
7 hari
Ukur Tekanan Darah
Kelompok Kontrol
Tikus putih jantan
hipertensi (6 ekor) +
aquadest 3,5
ml/200g BB selama
1 hari
Kelompok Perlakuan I
Tikus putih jantan
hipertensi (6 ekor) +
teh daun kersen dosis
90 mg/200g BB tikus
selama 1 hari
Kelompok Perlakuan
II
Tikus putih jantan
hipertensi (6 ekor) +
teh daun kersen dosis
180 mg/200gBB
selama 1 hari
Masukkan hewan uji ke dalam Metabolic cage for rats dengan tetap
memberikan induksi larutan NaCl
Analisis Data
19. 19
1. Langkah Penelitian
a. Membuat Model Hipertensi pada Hewan Uji
Hewan uji dipuasakan selama 18 jam sebelum perlakuan,
setelah diadaptasi selama kurang lebih 1 minggu di tempat percobaan.
Hewan uji kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara acak, masing-
masing terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan. Kemudian tikus putih jantan
ditimbang dengan menggunakan timbangan hewan, setelah itu diberi
perlakuan (Hidayanti, 201). Semua kelompok perlakuan sebelumnya
diinduksi hipertensi dengan menggunakan larutan NaCl 3,5 ml per oral
per hari pada tikus putih jantan selama 14 hari (Lailani et al., 2012).
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada tikus dilakukan
dengan cara Tail Cuff method menggunakan alat blood pressure
analyzer untuk hewan uji. Metode ini memungkinkan peneliti untuk
mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik. Prinsip kerja
pengukuran tekanan darah adalah cuff pada ekor 44 digelembungkan
sampai mencapai tekanan darah diatas tekanan darah sistolik, sehingga
nadi menghilang kemudian tekanan cuff dikurangi perlahanlahan. Pada
saat tekanan darah mencapai di bawah tekanan sistolik nadi akan
muncul kembali. Cara pengukuran ini sesuai dengan cara pengukuran
tekanan darah menggunakan sphigmomanometer pada manusia.
Pengukuran tekanan darah pada metode Tail Cuff selain digunakan pada
tikus juga dapat digunakan pada mencit, anjing, dan primata kecil.
Tekanan darah sistol normal untuk tikus putih jantan adalah 122,25 ±
7,63 mmHg dan diastol 78 ± 9,44 mmHg. Apabila nilai tekanan darah
diatas normal maka dapat dikatakan hipertensi (Ngatidjan, 2006; Lailani
et al., 2012).
b. Pemberian Perlakuan
1) Kelompok I yaitu tikus putih jantan diberi 3,5 ml aquadest sebagai
kontrol setiap pagi dan sore selama...
20. 20
2) Kelompok II yaitu tikus putih jantan yang diberi teh daun kersen
dengan dosis 90 mg/3,5 ml setiap pagi dan sore selama...
3) Kelompok III yaitu tikus putih jantan diberi teh daun kersen dengan
dosis 180 mg/3,5 ml setiap pagi dan sore selama...
c. Cara penyondean
d. Uji Tekanan Darah Tekanan
Darah hewan uji diukur sebanyak 2 kali yaitu saat sebelum
perlakuan pasca induksi dengan larutan NaCl 3,5 ml dan setelah
pemberian perlakuan sesuai dengan kelompok dosis masing-masing.
3.13 Teknik dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistic dengan melakukan uji
Normalitas mengunakan Uji Saphiro-Wilk, dilanjutkan dengan uji Wilcoxon
(Dahlan, 2010).
21. 21
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Bangun., B. Sarwono. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Carlsen, M. H. et al. 2010. The total antioxidant content of more than 3100
foods, beverages, spices, herbs and supplements used worldwide.Nutrition Jour
nal 2010, 9(3), 1-11
Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Tikus.
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf. (5 Juni 2017).
Figueiredo, I., et al. 2008. Factors associated with fruit and vegetable intake among
adults of the city of Sao Paulo, Southeastern Brazil. Saude Publica Journal.
2008: 42 (5).
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Harsojuwono, Bambang Admadi, 2011. Rancangan Penelitian. Malang: Lintas Kata
Publishing
Jampes. 2009. Kitab Kopi dan Rokok. Yogyakarta: Pustaka Pesantren
Krishnaveni, M., dan Dhanalakshmi, R, 2014. Qualitative and Quantitative Study of
Phytochemicals in Muntingia calabura L. Leaf and Fruit. World Journal of
Pharmaceutical Research, 3(6):1687-1696.
Lailani, M., Edward, Z., dan Herman, R.B. 2013. Gambaran Tekanan Darah Tikus
Wistar Jantan dan Betina Setelah Pemberian Diet Tinggi Garam. Jurnal
Kesehatan Andalas 2013;2(3).
22. 22
Marice and Sulistyowati. 2011. Perubahan Nilai Hematologi, Biokimia Darah, Bobot
Organ dan Bobot Badan Tikus Putih pada Umur Berbeda. Jurnal Veteriner.
Vol.12 No.1. 58-64.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC.2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta:
Widya Medika;200:407-415.
Nafrialdi. 2007. Antihipertensi. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth,
editor. Farmakologi dan terapi (Edisi Kelima). Jakarta: Gaya baru,p.342.
Nawaekasari M., 2012, “Efek Senyawa Polifenol Ekstrak Biji Kakao Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus Acidophilus”. Fakultas Kedokteran Gigi:
Universitas Jember.
Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Metode Uji Toksisitas.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia: Jakarta.
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach, Cichestes, John Wiley &
Sons
Scalbert Augustin, Ian T Johnson, and Mike Saltmarsh. 2005. Polyphenols:
antioxidants and beyond. cit : Scalbert A, Manach C, Morand C, Rémésy C,
JiménezL. Dietary polyphenols and the prevention of diseases. Rev Food Sci
Nutr(inpress).
Steenis, C. G. G. J. Van. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Pusat Penelitian Biologi
(LIPI). Bogor.
Weber, M.A., Schiffrin, E.L.,et al. 2014. Clinical practice guidelines for management
of hypertension in the community a statement by the american society of
hypertension and the international society of hypertension, J Hypertens.
23. 23
Wolfensohn, S., dan Lloyd, M. 2013. Handbook of Laboratory Animal Management
and Welfare 4th ed.. Wiley-Blackwell. West Sussex.
Whitesall, S.E., Hoff, J.B., Vollmer, A.P. and D'Alecy, L.G., 2004, Comparison of
Simultaneous Measurement of Mouse Systolic Arterial Blood Pressure by
Radiotelemetry and Tail-Cuff Methods, Am J Physiol Heart Circ Physiol, 286:
H2408–H2415.
Yogiantoro, M. 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 1079-1085.
Zakaria Z. A., Mohamed A. M., Jamil N. S. M., et al, 2011. In Vitro Antiproliferative
and Antioxidant Activities of the Extracts of Muntingia Calabura Leaves. The
America Jurnal of Chinese medicine. 39 (1):183-200
Dapus baru bagian yani
Soehardjono, D. 1993. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. hal: 207
Hidayanti, D. N., Anas, Y., & Nurikha, S. 2015. Peningkatan Efek Antihipertensi
Kaptopril Oleh Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)
Pada Tikus Hipertensi Yang Diinduksi Monosodium Glutamat. e-Publikasi
Fakultas Farmasi, 12(2), 33-40.
Chin, L.K. 2006. Food Value of Roselle, Hibiscus sabdariffa tea.
http://www.suagcenter.com/documents/HibiscusTea.pdf. Diakses tanggal 6
Juni 2017.
Lathif, Y. (2016). Pengaruh lama fermentasi dan variasi konsentrasi daun kersen
(Muntingia calabura L.) terhadap total asam, pH medium dan aktivitas
antioksidan kefir air teh daun kersen (Muntingia calabura L.) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).