Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Makalah ulumul
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri
dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana dalam
penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya. Kita
mengenal turunnya Al-Qur’an sebagai tanggal 17 Ramadhan. Maka setiap bulan 17
Ramadhan kita mengenal yang namanya Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya Al-
Qur’an.
Dengan mengetahui hal tersebut kita akan lebih memahami arti dan makna
ayat-ayat itu dan akan menghilangkan keraguan-keraguan dalam menafsirkannya.
Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di dua kota yaitu Madinah dan Mekkah. Surat
yang turun di Mekkah disebut dengan Makkiyah sedangkan surat yang turun di
Madinah disebut dengan surat Madaniyah.
1.2 Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian Asbabun Nuzul?
2. Apa saja macam-macam Asbabun Nuzul?
3. Apa faedah dari mempelajari Asbabun Nuzul?
4. Apa pengertian Makkiyah-Madaniyah?
5. Apa karakteristik Makkiyah-Madaniyah?
6. Apa faedah dari mempelajari Makkiyah-Madaniyah?
1.3 Tujuan Penulisan.
Tujuan penulisan disini adalah agar kita memahami secara menyeluruh tentang
pngertian, macam-macam/cirri-ciri, dan juga faedah dari mempelajari Isi
Kandungan Al-Qur’an yang berkaitan dengan Asbabun Nuzul dan Makkiyah-
Madaniyah.
2. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul.
Secara etimologi, Asbabun Nuzul terdiri dari kata “asbab” dan “nuzul”. Kata
“asbab” berasal dari kata “sabab” yang berarti sebab, alasan atau latar belakang.
Sedangkan kata “nuzul” berasal dari kata “nazala” yang berarti turun. Secara
terminologi Asbabun Nuzul adalah suatu peristiwa yang menyebabkan turunnya
ayat-ayat Al-Qur’an untuk menerangkan status hukumnya pada masa hal itu terjadi,
baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Subhi Shalih menyatakan bahwa Asbabun Nuzul itu sangat berkenaan
dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau
suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai
penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.1
Az-Zarqani berpendapat bahwa Asbabun Nuzul adalah keterangan mengenai
suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau
menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.
Menurut Dr. M. Quraish Shihab, pemakaian kata “asbab” bukanlah dalam
arti yang sebenarnya. Tanpa adanya suatu peristiwa, Al-Qur’an tetap diturunkan
oleh Allah SWT sesuai dengan iradat-Nya. Demikian pula kata “nuzul”, bukan
berarti turunnya ayat Al-Qur’an dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah,
karena Al-Qur’an tidak berbentuk fisik atau materi. Pengertian turun menurut para
mufassir, mangandung pengertian penyampaian atau penginformasian dari Allah
SWT kepada utusan-Nya, Muhammad SAW, dari alam ghaib ke alam nyata melalui
malaikat Jibril.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Asbabun
Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat Al-
1 Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur‟an ( terjemah Nur Rak him dk k ) , (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993), hlm. 160.
3. Qur’an. Ayat-ayat tersebut menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-
masalah yang timbul dari suatu peristiwa.
2.2 Macam-macam Asbabun Nuzul.
Sebab turunnya ayat bisa ditinjau dari berbagai aspek. Jika ditinjau dari
bentuknya, asbabun nuzul dapat dibagi menjadi dua bentuk, seperti telah
diterangkan di permulaan bab ini. Yang pertama berbentuk peristiwa dan yang
kedua berbentuk pertanyaan.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, sebab al-nuzul dapat dibagi
menjadi dua,yaitu:
1. Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan
inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang
turun satu).
Maksudnya sebab nuzul lebih dari satu, sedang ayat yang
diturunkan hanya satu. Ketika wahyu turun kadang-kadang mempunyai
satu atau lebih sebab nuzul. Sebab nuzul itu sendiri kadang-kadang
berulang-ulang terjadi disuatu tempat atau suatu waktu, atau berkaitan
dengan lebih dari satu orang atau suatu keadaan, yang menyebabkan
turunnya wahyu sebagai jawaban terhadap peristiwa yang menjadi sebab
nuzul tadi.
Sebab nuzul yang lebih dari satu, kadang-kadang membutuhkan
beberapa kali penurunan ayat, meskipun ayat yang turun itu sama.
Sebagai contoh penjelasan tentang turunnya surat al-Ikhlas oleh
Imam as-Suyuthi dalam kitabnya Lubaabun Nuquul fii Asbabin Nuzul.
Imam at-Tarmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan
dari Abu Aliyah dari Ubay bin Ka’ab bahwa suatu ketika orang-orang
musyrik berkata kepada Rasulullah, “Gambarkanlah kepada kami
bagaimana Tuhan engkau?” Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir
surah.
4. Imam ath-Thabrani dan Ibnu Jarir meriwayatkan riwayat senada
dengan Jabir bin Abdillah. Dengan riwayat ini, sebagian pihak berdalil
bahwa surat ini adalah Makkiyah.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa suatu
ketika kelompok Yahudi datang kepada Nabi saw. Di antara rombongan
tersebut terdapat Ka’ab bin Asyraf dan Huyay bin Akhtab. Mereka lalu
berkata, “Wahai Muhammad, gambarkanlah kepada kami ciri-ciri Tuhan
yang mengutus engkau itu!” Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir
surah.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, demikian pula Ibnu
Mundzir dari Said bin Jabir riwayat yang mirip dengan di atas. Dengan
riwayat ini, sebagian pihak berdalil bahwa surah ini adalah madaniyah.2
Singkatnya surat tersebut diturunkan dua kali, yang pertama
diturunkan di Makkah sebagai jawaban terhadap kaum musyrikin dan
yang kedua di Madinah sebagai jawaban terhadap ahli kitab.
2. Ta’addud al-nazil wa al-sahab wahid (inti persoalan yang
terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari
satu sedangkan sebab turunnya satu).
Maksudnya, ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab
turunnya hanya satu. Syaikh Manna’ Khalil Qaththan memberikan
contoh yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, at-
Tirmidzi, dan lain-lain mengatakan shahih dari Ummu Salamah, ia
berkata:
“Wahai Rasululllah aku tidak mendengarkan Allah
menyebutkan kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka
Allah menurunkan:
“Maka Tuhan mereka mempekenankan permohonannya
dengan (dengan berfirman); Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-
2 Jalaluddin as-Suyuthi. Sebab Turunnya Ayat al-Quran. Terjemah: Tim Abdul Hayyie. (Jakarta: Gema
Insani 2008) hlm. 649
5. yiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki
maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan bagi
sebagian yang lainnya..” (Ali Imran: 195).
Dan juga sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad,
Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani, dan Ibnu
Mardawaih dari Ummu Salamah katanya aku telah bertanya, Aku
telah bertanya, “Wahai Rasullullah, mengapakah kami tidak
disebutkan dalam al-Quran seperti para laki-laki?” Maka pada suatu
hari aku dikejutkan dengan seruan Rasullullah di atas mimbar. Beliau
membacakan:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-
laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang
tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-
laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35).
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata,
“Kaum laki-laki berperang sedangkan perempuan tidak. Disamping
itu kami hanya meperoleh warisan setengah bagian dibandingkan
laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri
hati terhadap apa yang dikaruniakan kepada sebagian kamu lebih
banyak dari pada sebagian yang lain; karena bagi orang laki-laki
ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
6. pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan pula..” (An-Nisa:
32). Kedua ayat di atas turun karena satu sebab.3
2.3 Faedah Mempelajari Asbabun Nuzul.
Az-Zarqani dan As-Suyuti mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat
bahwa mengetahui Asbabun Nuzul merupakan hal sia-sia dalam memahami Al-
Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Qur’an dengan dengan
meletakkan ke dalam konteks historis adalah sama dengan membatasi pesan-
pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Namun, keberatan seperti ini tidaklah
berdasar, karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’an di luar masa
dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap
makna Al-Qur’an dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang
terakumulasi dalam riwayat-riwayat Asbabun Nuzul merupakan hal yang signifikan
untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam suatu statemennya Ibnu Taimiyah
mengatakan: “Asbabun Nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi Al-
Qur’an”.4
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi Asbabun
Nuzul dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut :
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan ayat Al-Qur’an.
Di antaranya dalam surat Al Baqarah ayat 115:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat tersebut menyatakan bahwa timur dan barat merupakan
kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat di atas,
3 Manna’ Khalil Qaththan. PengantarStudi Imu al-Quran. Terjemah : Aunur Rafiq. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar 2006) hlm. 115
4 Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulumul Quran, Darul Fikri, Beirut.t.t.Jilid 1. hlm29
7. seseorang boleh menghadap ke arah mana saja sesuai kehendak hatinya.
Ia seakan-akan tidak berkewajiban menghadap kiblat ketika shalat. Akan
tetapi setelah melihat Asbabun Nuzulnya, tahapan bahwa interpretasi itu
adalah keliru. Sebab ayat di atas berkaitan dengan seseorang yang dalam
perjalanan dan melaksanakan shalat di atas kendaraan atau orang yang
berjihad dalam menentukan arah kiblat.5
2. Mengatasi keraguan ayat yang di duga mengandung pengertian umum.
Umpamanya dalam surat Al An’am ayat 165 :
Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor -
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Menutut As-Syafi’i, pesan ini tidak bersifat umum (hasr). Untuk
mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat di atas,
As-Syafii menggunakan alat bantu Asbabun Nuzul. Menurutnya, ayat ini
diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memakan
sesuatu, kecuali yang telah mereka halalkan sendiri. Karena
mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah dan menghalalkan apa
yang telah diharamkan Allah merupakan kebiasaan orang-orang kafir,
tertama orang Yahudi, maka turulah ayat di atas.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an, bagi ulama
yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang
5 Az-Zarqoni, op.cit.hlm.188
8. bersifat khusus (khusus As-Asbab) dan bukan lafadz yang bersifat umum
(umum al-lafdz).
Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan surat Al-
Mujadilah, yang turun berkenaan dengan Aus Ibn Samit yang menzihar
istrinya, hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar yang
berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan dengan jalan
analogi (qiyas).
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
Umpamanya, Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan
yang menunujuk Abd Rahman Ibn Bakar sebagai orang yang
menyebabkan turunnya ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada
orang tuanya “Cis kamu berdua…” (Al Ahqaf: 17). Untuk meluruskan
persoalan, Aisyah berkata kepada Marwan : “Demi Allah bukan dia yang
menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup menyebutkan siapa orang
yang sebenarnya.”
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
2.4 Pengertian Makkiyah-Madaniyah.
Ilmu Makkiyah dan Madaniyah di definisikan sebagai ilmu yang membahas
klasifikasi surat-surat dan ayat-ayat yang di turunkan di Mekah dan Madinah. Di
kalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang kriteria untuk menentukan
Makkiyah atau Madaniyah suatu surat atau ayat.
Ada empat teori dalam menentukan pengertian Makkiyah dan Madaniyah:
1. Teori Mulahasah Makan an-Nuzul (Teori Geografis).
Teori ini berorientasi pada tempat turun ayat atau surah al-Qur’an.
Menurut pengertian Makkiyah adalah ayat atau surah yang turun di
Makkah atau di sekitarnya, baik waktu turunya sebelum Nabi saw
melakukan hijrah maupun sesudahnya,. Dan pengertian Madaniyah
adalah ayat atau surah yang turun di Madinah atau di sekitarnya, baik
waktu turunya sebelum Nabi saw berhijrah maupun sesudahnya.
9. Maka termasuk kategori ayat atau surah Makkiyah , bila ayat atau
surah turun di mina, Arafah, Hudaibiyah dan lain sebagainya. Dan ayat
atau surah Madaniyah adalah ayat atau surah yang turun di madinah dan
sekitarnya, termasuk ayat-ayat di badar, Sal’, Uhud dan lain sebagainya.
2. Teori Mulahazah Zaman an-Nuzul (Teori Historis).
Teori ini berorientasi pada sejarah waktu turun ayat Al-Qur’an.
Menurut teori ini ayat Makkiyah adalah ayat atau surah yang turun
sebelum Nabi saw berhijrah. Sedangkan ayat Madaniyah adalah ayat atau
surah yang turun sesudah nabi berhijrah.
3. Teori Mulahazah Mukhatabin fi an-Nuzul (Teori Subjektif).
Teori ini berorientasi pada subjek siapa yang di khitab (dituju)
oleh ayat al-Qur’an. Menurut teori ini, pengertian Makkiyah adalah ayat
atau surah yang berisi panggilan kepada penduduk Makkah dengan
menggunakan kitab سّاّهاالنيياا (wahai manusia), ّهاييااالكافرون
(wahai orang-orang yang ingkar), ادم يابني (wahai anak adam). Dan
ayat atau surah Madaniyah adalah ayat atau surah yang berisi panggilan
kepada penduduk Madinah dengan menggunakan panggilan: ينّذال يااليها
ﺍﻤﻨﻭﺍ (wahai orang-orang yang beriman).
4. Teori mulahazah ma tadammanah an-nuzul (Teori Content Analysis).
Teori ini berorientasi pada isi ayat al-qur’an. Menurut teori ini,
ayat atau surah Makiyyah adalah ayat atau surah yang memuat cerita
umat dan para Nabi terdahulu. Sedang ayat atau surah Madaniyyah berisi
tentang hukum hudud, faraid, dan sebagainya.
2.5 Karakteristik Makkiyah-Madaniyah.
Para ulama telah menetapkan karakteristik Makkiyah dan Madaniyah sebagai
berikut :
1. Karakteristik Makkiyah.
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki Makkiyah di antaranya:
10. a. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata ّكل Kata ini dipergunakan
untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang
Mekkah yang keras kepala.
b. Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makkiyah,
yang menurut sebagian ulama jumlahnya ada 16 ayat.
c. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat
terdahulu termasuk Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran
yang keduanya termasuk Madaniyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih
diperselisihkan.
d. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis
termasuk Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah yang tergolong Madaniyah.
e. Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy)
ditetapkan sebagai Makkiyah, kecuali al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf
tahjjiy yang dimaksud di antaranya ك ه ي صع , ط ه ي ,س ح ,م dll.
f. Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah SWT dan hari
kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat
Makkiyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para
malaikat serta argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
g. Membantah argumen-argumen kaum musyrikin dan menjelaskan
kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka.
h. Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat
yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-
hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan
keturunan.
i. Kalimatnya singkat padat disertai kata-kata yang mengesankan sekali,
surat dan ayatnya pendek-pendek, kecuali sedikit yang tidak.
2. Karakteristik Madaniyah.
Seperti halnya dalam Makkiyah, Madaniyah pun mempunyai karakteristik:
a. Setiap surat yang berisi kewajiban atau had.
11. b. Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab.
c. Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak
perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata
serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk Madaniyah.
d. Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan
perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk
Madaniyah.
e. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik
termasuk Madaniyah, kecual surat al-Ankabût yang di turunkan di
Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang
termasuk Madaniyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal
orang-orang munafik.
f. Menjelaskan hukum-hukum ‘amaliyyah dalam masalah ibadah dan
muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli,
riba, dan lain-lain.
g. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya
panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam
menerangkan hukum-hukum agama.
2.6 Faedah Mempelajari Makkiyah-Madaniyah.
Manna Khalil al-Qaththan dalam bukunya menerangkan beberapa hikmah
mengetahui ilmu Makkiyah dan Madaniyah diantaranya sebagai berikut6:
a. Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan al-Qur`an, sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami
6 Manna Khalil al-Qaththan. Studi Ilmu-Ilmu al-Quran. Jakarta : Pustaka Litera AntarNusa.2004.
Cetakan ke-8. Hal. 81-82.
12. ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun
yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab
yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang mufassir dapat membedakan
antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat
terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu
merupakan nasikh yang tedahulu.
b. Meresapi gaya bahasa al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode
dakwah menuju jalan Allah SWT, sebab setiap situasi mempunyai
bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi
merupakan arti paling khusus dalam retorika. Karakteristik gaya bahasa
makkiy dan madaniy dalam al-Quran pun memberikan kepada orang
yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke
jalan Allah SWT yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan
menguasai pikiran dan perasaannya serta menguasai apa yang ada dalam
dirinya dengan penuh kebijaksanaan.
c. Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an, sebab turunnya
wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan
segala peristiwanya, baik dalam periode Mekah maupun Madinah. Sejak
permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan, al-Qur`an
adalah sumber pokok bagi kehidupan Rasulullah SAW.
Selain dari yang telah diterangkan diatas, masih banyak sekali hikmah
mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah. Dalam hal ini, al-Zarqani di dalam
kitabnya manahil al-’irfan menerangkan sebagian daripada hikmah ilmu-ilmu ini,
diantaranya sebagai berikut7:
a) Dengan ilmu ini kita dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mana
yang mansukh dan nasikh. Yakni apabila terdapat dua ayat atau lebih
mengenai suatu masalah, sedang hokum yang terkandung di dalam ayat-
ayat itu bertentangan. Kemudian dapat diketahui bahwa ayat yang satu
7 Supiana dan M.Karman. Ulumul Quran. Bandung : Pustaka Islamika. 2002. Cetakan pertama. Hal 103-
104.
13. Makkiyah, sedang ayat lainnya Madaniyah; maka sudah tentu ayat yang
Makkiyah itulah yang di nasakh oleh ayat yang Madaniyah, karena ayat
yang Madaniyah adalah yang terakhir turunnya.
b) Dengan ilmu ini pula, kita dapat mengetahui Sejarah Hukum Islam dan
perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dan dengan demikian,
kita dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap ketinggian
kebijaksanaan islam di dalam mendidik manusia baik secara perorangan
maupun secara masyarakat.
c) Ilmu ini dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran,
kesucian, dan keaslian al-Quran, karena melihat besarnya perhatian umat
islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan al-
Quran, sampai hal yang paling detail sekalipun, sehingga mengetahui
ayat-ayat yang turun sebelum hijrah dan sesudahnya, ayat-ayat yang
diturunkan pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya
(domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi sedang dalam
bepergian atau perjalanan, ayat-ayat yang turun pada malam hari dan
siang hari, dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin
dan sebagainya.
Dengan demikian, maka siapapun yang ingin berusaha merusak kesucian dan
keaslian al-Quran pastilah segera diketahui oleh umat islam.
14. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut menjawab, menjelaskan dan
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Sebab turunnya ayat bisa ditinjau dari berbagai aspek. Jika ditinjau dari bentuk,
berbentuk peristiwa dan berbentuk pertanyaan. Dari segi jumlah sebab dan ayat
yang turun, sebab al-nuzul dapat dibagi menjadi dua,yaitu Ta’addud al-asbab
wa al-nazil wahid dan Ta’addud al-nazil wa al-sahab wahid. Faedah
mempelajari asbabun nuzul adalah Asbabun Nuzul sangat menolong dalam
menginterpretasi Al-Qur’an.
Secara garis besar dapat simpulkan bahwasannya surat-surat Makkiyah
adalah surat-surat yang turun sebelum adanya hijrah, namun ada beberapa ayat
di dalam surat-surat Madaniyah yang termasuk ayat Makkiyah. Sedangkan
Surat-surat Madaniyah adalah surat-surat yang turuh sesudah adanya hijrah,
namun ada beberapa ayat di dalam surat Makkiyah yang termasuk ayat
Madaniyah. Secara umum karakteristik surat-surat Makkiyah lebih menekankan
pada sisi ‘aqidah untuk manusia, karena pada waktu itu penduduk Mekah masih
dalam keadaan jahil dengan maraknya kesyirikan. Sedangkan surat-surat
Madaniyah mempunyai karakteristik lebih menekankan pada sisi mu’amalah
atau masalah syar’iyyah. Beberapa hikmah mengetahui Ilmu Makkiyah dan
Madaniyah yang disebutkan oleh Manna Khalil al-Qaththan, diantaranya adalah
untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan al-Qur`an, meresapi gaya bahasa
al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah SWT
serta mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an.