Rapat kerja tahunan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama di Banten membahas implementasi hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung, reformasi birokrasi, dan masalah teknis yustisial. Rapat menghasilkan rekomendasi untuk mengeluarkan kebijakan pelaksanaan hasil rapat tersebut di Pengadilan Agama di Banten.
2. PERNYATAAN SIKAP
Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten dan Pengadilan Agama (PA) se ‐
wilayah PTA Banten mendukung sepenuhnya Hasil Rakernas
Mahkamah Agung RI tahun 2010 yang dilaksanakan di Balikpapan dan
siap berperan serta melaksanakan Cetak Biru (Blue Print) Pembaruan
Peradilan Tahun 2010 – 2035, Reformasi Birokrasi Tahap II, serta
Rumusan Hasil Diskusi Komisi Rakernas terutama Komisi II Bidang
Peradilan Agama;
HASIL‐HASIL RUMUSAN
A. DALAM HAL REFORMASI BIROKRASI:
1. Tentang ‘Opini Disclaimer’
PTA Banten maupun PA se‐wilayah PTA Banten segera berperan
aktif dalam upaya membebaskan Mahkamah Agung RI keluar dari
‘Opini Disclaimer’, sSelain memperbaiki system pengendalian intern
atas penatausahaan aset Mahkamah Agung RI di wilayah PTA
Banten dan meningkatkan opini LKKL tahun 2010, PTA Banten dan
PA se‐wilayah Banten harus bebas dari opini disclaimer;
2. Tentang Justice for All
a. Dalam rangka melaksanakan program justice for All, anggaran
program Pos Bantuan Hukum (Posbakum), Mediasi dan Sidang
Keliling, Pengadilan Agama akan memprioritaskan pelayan
Sidang Keliling untuk memberikan pelayanan lebih dekat dengan
pencari keadilan.
b. Pemberian anggran pelayan keadilan tidak hanya diperuntukkan
pada pengadilan tingkat pertama tetapi juga pada pengadilan
tingkat banding.
c. Laporan perkara prodeo, sidang keliling dan bantuan hukum dan
biaya perkara secara berkala di laporkan melalui SMS gateway,
3. agar tetap dipertahankan dan sekaligus ditingkatkan akurasi dan
ketepatan waktu laporannya.
3. Peningkatan Kwalitas SDM Aparat Peradilan Agama.
Menetapkan prioritas program dalam peningkatan kompetensi dan
profesionalitas SDM, baik di bidang tehnis maupun administrasi,
peningkatan aksesibilitas, transparansi, kapasitas dan akuntabilitas
penyelenggaraan peradilan serta peningkatan pelayanan kepada
masyarakat (reformasi birokrasi ) menuju keunggulan pengadilan
(court excellence).
B. MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
1. Tentang Itsbat Nikah
a. Itsbat Nikah perlu pemaknaan yang jelas, apakah Itsbat Nikah
dalam arti Tasbitun Nikah (penetapan nikah), ataukan dalam arti
Tashhihu an‐nikah (pengesahan pernikahan yang telah terjadi),
karena ada perbedaan mengenai pemeriksaannya.‐
b. Dalam mengadili perkara Itsbat Nikah, perlu mempedomani
ketentuan‐ketentuan dalam Undang‐Undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,
serta Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 khususnya Pasal 7 ayat
(3), akan tetapi perlu juga memperhatikan kondisi local (living
law) ;
c. Untuk menghindari penyalundupan hukum, penyalahgunaan
penetapan itsbat nikah dan kemungkinan terjadinya ekses pasca
penetapan itsbat nikah, terutama perkawinan poligami,
diperlukan kehati‐hatian dalam mengadili perkara itsbat nikah.
Selain meneliti keabsahan pernikahan dan alasan yang mendasari
permohonan itsbat nikah tersebut, seyogiyanya permohonan
itsbat nikah diumumkan melalui website PA untuk memberikan
4. peluang lebih luas untuk diketahui masyarakat khususnya yang
merasa dirugikan atas permohonan Istnat Nikah tersebut.;
2. Tentang Kebebasan Hakim
Dalam menjalankan tugas dan kewajiban hakim dalam menerima,
memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara, Hakim harus
bebas campur tangan pihak ketiga, kebebasan itu harus dimaknai
lebih luas dan lebih bertanggung jawab lagi buka ndalam arti
kebebasan individual‐absolut tetapi bersifat institusional. Oleh
karena itu kebebasan dan kemandirian hakim harus dimaknai
sebagai Kebebasan institusional.
3. Tentang Ahli Waris Pengganti.
Ahli Waris Penggganti sebagaimana tersebut dalam pasal 185 KHI
merupakan lembaga hukum yang masih diterima masyarakat luas,
namun dalam pelaksanaannya sebaiknya dibatasi hanya sampai
kepada derajat cucu.
C. PEMBINAAN ADMINISTRASI PERADILAN
1. Diperlukan dengan segera agar pengadilan Tinggi Agama Banten
dan Pengadilan Agama se‐Wilayah PTA. Banten membuat Standar
Operesiaonal Prosedur (SOP), pada setiap jenis kegiatan kerja, baik
dalam hal kegiatan Kepaniteraan dan Kesekretariatan.
2. Pelaksanaan SEMA Nomor 11 Tahun 2010 tentang penjelasan
ketentuan Pasal 45 A Undang‐undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Mahkamah Agung, bahwa terhadap permohonan yang tidak
memenuhi syarat formal (TMS) Panitera Pengadilan Agama harus
meneliti dengan seksama dan selanjutnya membuat surat
keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak memenuhi
syarat formal, kemudian Ketua Pengadilan Agama meneliti
5. kebenaran surat keterangan panitera tersebut, selanjutnya
menerbitkan Penetapan yang menyatakan bahwa permononan
kasasi tidak dapat diterima, dan berkas perkaranya tidak dikirimkan
ke Mahkamah Agung.
REKOMENDASI
Merekommendasikan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama
Banten, untuk mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan Hasil Rakerda
Tahun 2010 khusunya dalam jajaran Pengadilan Agama se‐Wilayah PTA.
Banten.
Banten, 26 Nopember 2010
Tim Perumus
1. Drs. H. Ambo Asse, SH.MH. (Ketua)
2. Drs. Waljhon Siahaan, SH. MH. (Sekretaris)
3. Dra. Hj. Siti Maryam (Anggota)
4. Drs. H. Khaerudin, SH.,M.Hum; (Anggota)
5. Drs. Abdul Fatah; (Anggota)
6. Drs. Hasany Nasir, SH; (Anggota)
7. Drs. Dede Ibin,SH; (Anggota)
8. Drs. E. Ali Mansur; (Anggota)
9. Ubed Sutisna, S.Ag; (Anggota)
10.Akhmad Fauzi, SH; (Anggota)
11.Drs. Abdullah Sahim; (Anggota)
12.Drs. Usman MS; (Anggota)
PENGARAH
Ketua PTA Banten, Wakil Ketua PTA Banten,
Ttd Ttd
( Drs. H.M.Thahir Hasan) (Drs. Muwahhidin, SH.,MH)