1. http://www.pa-garut.go.id/artikel/baca/15
http://www.pa-bantul.net/index.php?option=com_content&view=article&id=300:ahli –
waris-pengganti-dalam-tinjauan-legal-justice&catid=46:artkel&itemid=89 (SITUS ASAL)
Seminar Sehari Ahli Waris Pengganti, PTA Yogyakarta
Perspektif Legal Justice, Philosophical Justice dan Sociological Justice3
AHLI WARIS PENGGANTI
Dalam Tinjauan legal Justice.
Oleh : H. Ahmad, Hakim Tinggi pada PTA Yogyakarta
Saya berkeyakinan, seandainya KHI itu dimohonkan judcial
revew ( PERMA No. 1/2011) maka akan habislah riwayat KHI,
sebab sejak awal berlakunya sudah mengundang kontroversi,
Prof. Koesnoe mengatakan bahwa KHI adalah produk partikulir
dan memang kenyataannya demikian sebab KHI adalah
kesepakatan nyata atau diam-diam dari para Ulama dan
Perguruan Tinggi kemudian diberi mantel Inpres No. 1/1991
yang isinya berupa perintah kepada Menteri Agama :
untuk menyebar luaskan KHI, bukan instruksi supaya
dijadikan sebagai hukum terapan bagi Pengadilan Agama,
sedangkan Prof. Bustanul Arifin mempertahankan mati-matian
sebagai hukum terapan bagi Pengadilan Agama dan nyatanya
tetap berlaku sampai sekarang.
Setelah 20 tahun KHI diterapkan sebagai hukum materiil bagi
Pengadilan Agama, ternyata masih saja ada yang memperso-
alkan legitimasi KHI. Diantaranya Dr. Habiburrahman dengan
alasan bahwa KHI illegal karena khususnya bab hukum waris
mestinya menurut SK seharusnya ditangani Wasit Aulawi dan
KH. Azhar Basyir, ternyata mereka berdua tidak tahu menahu
dan secara tiba-tiba muncullah Buku II Tentang Hukum
Kewarisan yang didalamnya banyak terdapat pemikiran-
pemikiran Prof. Hazairin yang pola pikirnya lebih dekat kepada
pemikiran orientalis dari pada seorang muslim.
Menurut kewajaran yang beradab, sekarang ini bukan saatnya
memperdebatkan keabsahan KHI sebagai bagian dari Peraturan
perundangan, sebab apabila dianggap tidak sah, sementara
penggantinya belum ada, apakah kita akan kembali ke kitab-kitab
fiqih yang justru bersifat sangat polemistis. Sekarang ini saatnya
kita memperjuangkan terwujudnya Kitab Undang-undang
Tentang Al-Ahwalus Syakhshiyyah sebagai hukum terapan
Pengadilan Agama yang memuat Hukum Perkawinan,
Kewarisan, Perwakafan, Ekonomi Syari'ah dan lain-lain.
2. Salah satu konsep pembaharuan Hukum Kewarisan Islam
Indonesia dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal
dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan ini
tercantum dalam Pasal 185 KHI, yang bunyi lengkapnya sbb. :
1. Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si
pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh
anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
2. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Mengganti kedudukan orang tua yang meninggal dunia
tersebut selanjutnya disebut ahli waris pengganti. Ketentuan
semacam ini tidak dijumpai dalam fikih empat madhab, akan
tetapi merupakan adopsi dari hukum waris Islam Pakistan,
dimana ahli waris pengganti itu hanyalah cucu
saja.(H.Imron. AM).
Hal ini terasa sangat adil dalam contoh kasus: Seorang ayah
bersama seorang anaknya dalam bepergiannya mengalami
kecelakaan, si anak meninggal dunia, satu menit kemudian si
ayah meninggal dunia, maka si anak bukanlah ahli waris dan
cucu-cucu dari si ayah tadi terhijab oleh anak-anak yang lain
yang masih hidup. Apabila cucu-cucu tadi dapat menggantikan
kedudukan ayahnya, tentu saja rasa keadilannya akan tampak.
Setelah masalah Ahli Waris Pengganti ini masuk dalam KHI yang dirumuskan dalam
pasal 185, ternyata dalam pelaksanaannya berkembang jauh dari aslinya, bahkan
mengacu pada BW, dimana terdapat tiga macam bentuk ahli waris pengganti, sbb
1. Penggantian dalam garis lencang ke bawah, yaitu penggantian seseorang
oleh keturunannya, dengan tidak ada batasnya, selama keturunannya itu
tidak dinyatakan onwaarding atau menolak menerima warisan (Pasal 842).
Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik
dalam hal bilamana beberapa anak si yang meninggal mewaris bersama-sama,
satu sama lain dalam pertalian keluarga yg berbeda-beda derajatnya.
2. Penggantian dalam garis kesamping (zijlinie), di mana tiap-tiap saudara si
meninggal dunia, baik sekandung maupun saudara tiri, jika meninggal
dunia lebih dahulu, digantikan oleh anak-anaknya. Juga penggantian ini
dilakukan dengan tiadabatasnya (Pasal 853, jo. Pasal 856, jo. Pasal 857)
3. Penggantian dalam garis ke samping menyimpang dalam hal kakek dan
nenek baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, maka harta
peninggalan diwarisi oleh golongan keempat, yaitu paman sebelah ayah
dan sebelah ibu. Pewarisan ini juga dapat digantikan oleh keturunannya
sampai derajat keenam (Pasal 861).
Dan ternyata dalam Buku Pedoman (Buku II) yang dikeluarkan
Mahkamah Agung nyaris sama dengan BW (Burgerlijk Wetbook).