sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
edoc.site_1-termoregulasi-termoregulasi.pdf
1. TERMOREGULASI
TERMOREGULASI
(
(Disusun guna memenu
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan
hi tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan)
)
Oleh
Oleh
Kelompok 1 :
Kelompok 1 :
1.
1. Hesti
Hesti C.
C. Tias
Tias (1402101030
(140210103053)
53)
2.
2. Dzikry
Dzikry Maghfirah
Maghfirah (1402101030
(140210103005)
05)
3.
3. Ayu
Ayu Widiarti
Widiarti (1402101030
(1402101030)
)
4.
4. Rifka
Rifka S.
S. Marwa
Marwa (1402101030
(140210103008)
08)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
UNIVERSITAS JEMBER
2016
2016
2. ii
ii
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul
judul “
“Termoregulasi
Termoregulasi ” tepat pada waktunya.
” tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan. Kami
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan. Kami
menyadari bahwa maka
menyadari bahwa makalah
lah ini masih banyak
ini masih banyak kekurangan dan
kekurangan dan kelemahannya, baik
kelemahannya, baik dalam isi
dalam isi
maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan
maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan
kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan ini.
laporan ini.
Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Jember, 13 September 2016
Jember, 13 September 2016
Penyusun
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iii
BAB 1.......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................3
2.1 DEFINISI TERMOREGULASI ..............................................................................................3
2.2 PENGARUH TERMOREGULASI PADA HEWAN..............................................................3
2.3 KLASIFIKASIKAN HEWAN BERDASARKAN KEMAMPUANNYA UNTUK
MEMPERTAHANKAN SUHU TUBUH YANG DI MILIKINYA....................................................8
BAB III.................................................................................................................................................. 19
PENUTUP............................................................................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 19
3.2 Saran...................................................................................................................................... 19
4. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi untuk mencapai
keadaan yang homeostatic. Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang
stabil. Regulasi dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk mempertahankan
cairan tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar lemak, gula dan protein darah.
Homeostatik pada dasarnya merupakan suatu upaya mempertahankan atau menciptakan
kondisi yang stabil dinamis (steady state) yang menjamin optimalisasi berbagai proses
fisiologis dalam tubuh. Untuk mencapai keadaan tersebut, tubuh melakukan berbagai aktivitas
regulasi, sebagai mekanisme untuk mencapai homeostatis yang diharapkan. Regulasi dan
homeostatis juga terjadi di tingkat populasi dan komunitas dalam suatu ekosistem.
Beberapa hewan dapat bertahan hidup menghadapi fluktuasi lingkungan eksternal
yang lebih ekstrem dibandingkan dengan keadaan yang dapat ditolerir oleh setiap individu
selnya. Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal hewan.
Termoregulasi membantu menjaga suhu tubuh di dalam kisaran optimal tersebut, sehingga sel
sel dapat berfungsi secara efektif meskipun suhu eksternal berfluktuasi. Berbicara mengenai
termo (panas), suhu menjadi salah satu factor yang mempengaruhi hewan itu sendiri.
Berdasarkan pengaruh suhu lingkungan, hewan dibagi menjadi 3 golongan yaitu poikilotermik
“berdarah dingin” diantaranya bangsa ikan, reptil, amphibi dan serangga , homoiotermik
“berdarah panas” diantaranya bangsa aves dan mamalia sedangkan heterotermik misalnya
insekta tertentu (Soewolo. 2000). Dan heterotermik “pada saat tertentu bersifat poikilotermik
dan pada saat lain bersifat homoiotermik”.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan termoregulasi?
Bagaimanakah pengaruh termoregulasi pada hewan?
Ada berapakah klasifikasi hewan berdasarkan kemampuannya untuk
mempertahankan suhu tubuh?
5. 2
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian termoregulasi
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh termoregulasi pada hewan
Untuk mengetahui penggolongan atau pengklasifikasian hewan berdasarkan
kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI TERMOREGULASI
Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh didalam suhu kisaran yang
membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Sebagian besar hewan dapat bertahan
hidup menghadapi fruktuasi lingkungan ekstenal yang lebih ekstrim dibandingkan dengan
keadaan yang sangat ditolerir oleh setiap individu selnya.Meskipun spesies hewan yang
berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan
mempunyai kisaran suhu yang optimum.Didalam kisaran tersebut banyak hewan dapat
mempertahankan suhu internal yang konstan meskipun suhu eksternalnya berfruktuasi
(Campbell, 2004).
Menurut Soewolo (2000) suhu merupakan salah satu faktor pembatas
penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu
lingkungan di bumi jauh lebih besar di bandingkan dengan rentangan penyebaran
aktivitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -70°- +85°. Secara umum aktivitas
kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 0°-40°. Kebanyakan hewan dalam
rentangan sempit.
Berdasarkan pengaruh suhu terhadap lingkungan hewan dibagi menjadi 3
golongan yaitu poikilotermik ‘’berdarah dingin’’, homoiotermik ‘’berdarah panas’’ dan
heterotermik “pada saat tertentu bersifat poikilotermik dan pada saat lain bersifat
homoiotermik’’, yang termasuk golongan hewan poikilotermik adalah bangsa ikan, reptil,
amphibi dan serangga.Golongan hewan homoiotermik adalah bangsa aves dan mamalia
sedangkan heterotermik misalnya insekta tertentu.
2.2 PENGARUH TERMOREGULASI PADA HEWAN
Pengaruh termoregulasi sangatlah banyak bagi hewan, suhu sangat penting
bagi kehidupan makhluk hidup. Suhu tubuh yang konstan (tidak banyak berubah) sangat
dibutuhkan oleh hewan, karena reaksi enzimatis, Peningkatan suhu dapat meningkatkan
laju reaksi metabolisme (perubahan suhu berpengaruh terhadap energi kinetik molekul
zat), Aktivitas metabolisme bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan suhu
7. 4
yang sesuai pada tubuhnya. Suhu sel yang mengalami metabolisme akan lebih tinggi dari
pada suhu mediumnya, karena oksidasi dan glikolisis membebaskan panas. Suhu tubuh
hewan tergantung pada keseimbangan antara cara yang cenderung menambah panas dan
cara yang cenderung mengurangi panas (Soewolo. 2000).
Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal
seekor hewan. Sebagai contoh, laju respirasi seluler meningkat seiring peningkatan suhu
sampai titik tertentu dan kemudian menurun ketika suhu itu sudah cukup tinggi sehingga
mulai mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah dengan perubahan suhu.
Seekor hewan endotermik memanaskan tubuhnya terutama dengan cara menyerap panas
dari sekelilingnya. Jumlah panas ini diperoleh dari metabolismenya sendiri umumnya
dapat diabaikan, sebaliknya seekor hewan endotermik mendapatkan sebagian besar atau
semua panas tubuhnya dari metabolisme tubuhnya sendiri (Campbell,2004).
Hal ini juga sesuai dengan Hukum Toleransi Shelford yang berbunyi ” bahwa
setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan
batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi faktor
lingkungannya”. Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yang
mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme akan mengalami keadaan kecaman
stress fisiologis. Dengan perkataan lain organisme berada dalam kondisi kritis berupa
hipotermia suhu rendah, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala
hipertermia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang mendekati batas-batas kisaran
toleransi hewan itu berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka
hewan itu akan mati (Dharmawan, 2005).
Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan,yaitu
poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan.
Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan
seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut
hewan berdarah panas (Duke’s, 1985).
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada
suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan
sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan
badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh
hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin
8. 5
adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya
(Guyton, 1987).
Hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor
dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Interaksi panas hewan dengan
lingkungan menguntungkan untuk mengatur suhu tubuh meningkatkan/menurunkan
pelepasan panas dari tubuh dan memperoleh panas melalui :
1. Konduksi
Perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda yang saling bersentuhan. Panas
mengalir dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhulebih rendah. Dipengaruhi
oleh:
a. Luas permukaan benda yang saling bersentuhan.
b. Perbedaan suhu awal antara kedua benda tersebut.
Konduktivitas panas (tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yangdimiliki suatu
benda) dari kedua benda.Mamalia dan Aves:
Konduktivitasnya rendah.
Penahan panas yang baik ialah rambut dan bulu.
Hanya akan melepaskan sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain
yang bersentuhan dengannya.
2. Konveksi
Perpindahan panas antara dua benda yang terjadi melalui zat alir (fluida)yang
bergerak.Proses Konveksi:
a. Berlangsung sampai suhu tubuh kembali ke suhu normal.
b. Perpindahan panas bisa dipercepat, apabila kecepatan aliran fluida disekeliling
tubuh ditingkatkan.
c. Terjadi dari lingkungan ke tubuh hewan, misalnya pada saat udara panas bertiup
di dekat hewan, lama-kelamaan tubuh hewan akan menjadi lebih panas juga.
3. Radiasi
Perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan misalnya pada
proses perpindahan panas dari matahari ke tubuh hewan. Frekuensi dan Intensitas
Radiasi:
a. Tergantung pada suhu benda yang mengeluarkan radiasi. Semakin tinggisuhu
benda yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula intensitasradiasinya.
b. Tubuh hewan (kulit, rambut, dan bulu) menyerap panas radiasi dengan baik.
9. 6
c. Berjemur pada hewan (khususnya poikiloterm) untuk menaikkan atau
memperoleh panas tubuh.
4. Evaporasi
Proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas.misalnya padamekanisme ekskresi
kelenjar keringat. Evaporasi:
a. Cara penting untuk melepaskan panas tubuh.
b. Hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat, jika tubuhnya panas, penguapan
melalui saluran pernafasan dengan cara terengah-engah (padaanjing diikuti
dengan menjulurkan lidahnya).
c. Jika suhu tubuh meningkat, keringat akan membasahi kulit, selanjutnya keringat
akan menyerap kelebihan panas dari tubuh dan mengubahnya menjadi uap,
setelah keringat mengering, suhu tubuh pun turun.Hewan mempunyai
kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada
suhu dingin, mamalia dan burung akan meningkatkan laju metabolisme dengan
perubahan hormon-hormon yang terlibatdi dalamnya, sehingga meningkatkan
produksi panas. Pada ektoterm (misal padalebah madu), adaptasi terhadap suhu
dingin dengan cara berkelompok dalamsarangnya. Hasil metabolisme lebah secara
kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya. Beberapa adaptasi
hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya adanya bulu dan rambut
pada burung dan mamalia, otot, danmodifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit.
Kontriksi pembuluh darah di bagiankulit dan counter current heat exchange
adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah
hal yang penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi,
dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk menurunkan atau
menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropisuntuk menurunkan suhu tubuh
dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh. Manusia
menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam termoregulasi.
Mekanisme yang mempengaruhi kecepatan produksi panas tubuh dapat
diklasifikasikan menjadi:
A. Produsi Panas
(1) Mekanisme dan control tingkah laku
Mekanisme tingkah laku seperti latihan ringan (pemanasan). Bergerak ke
lingkungan yang suhunya mendekati suhu optimum. Misalnya kadal berjemur
10. 7
untuk memanaskan tubuhnya.Hewan juga mengkontrol luas permukaan
tubuhnya yang memungkinkan pertukaran panas dengan menyesuaikan postur
tubuhnya.
(2) Mekanisme dan control adaptif atau aklimatisasi
Mekanisme adaptif lebih lamban daripada dua proses yang lain, yaitu
memproduksi penambahan panas pada metabolism basal. kontrol adaptif
meliputi perubahan jangka panjang pada bulu dan insulasi lapisan lemak
subdermal (mungkin secara hormonal), dan perrubahan kapasitas untuk control
otonomik kehilangan panas evaporative melalui keringat.
(3) Mekanisme dan control otonomik
Mekanisme otonomik seperti mempercepat metabolism simpanan energi.
Control otonomik aliran darah ke kulit Vertebrata mempengaruhi perbedaan
suhu, dan selanjutnya mempengaruhialiran panas pada permukaan tubuh.
Aktivasi otot pilorektor menentukan tegaknya bulu dan rambut, yang selanjutnya
menentukan keefektifan insulasi. Berkeringat dan salvias selama terengah-engah
menyebabkan pendinginan evaporative (Soewolo. 2000).
B. Transfer Panas
Kecepatan transfer panas (kalori per jam) kedalam atau keluar tubuh
tergantung dari tiga faktor :
(1) Luas Permukaan
Luas permukaan per gram jaringan perbandingan terbalik dengan peningkatan
masa tubuh.Ini berarti bahwa hewan kecil memiliki suatu aliran panas lebih
tinggi perunit berat tubuh.
(2) Perbedaan Suhu
Makin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke suhu lingkungan,
makin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau ke luar tubuhnya.
(3) Konduktansi Panas spesifik permukaan tubuh hewan
Permukaan jaringan poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi,
sehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungan (kecuali
apabila hewan berjemur di panas matahari).
Hewan homoioterm memiliki bulu, rambut, atau lapisan lemak untuk
mengurangi konduktansi permukaan tubuhnya, karena sifat yang penting dari
11. 8
rambut dan bulu adalah menyerap dan menahan panas jadi tidak merambatkan
panas (Soewolo. 2000).
Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya
reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat
melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan
mengatur suhu tubuh. Hewan homoioterm mempunyai variasi temperatur normal yang
dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu
siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.
Hewan homoioterm adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu
tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya.
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan.
Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan
homoioterm adalah bangsa burung dan mamalia (Jamaria, 2012).
2.3 KLASIFIKASIKAN HEWAN BERDASARKAN KEMAMPUANNYA UNTUK
MEMPERTAHANKAN SUHU TUBUH YANG DI MILIKINYA
A. Hewan Poikiloterm
Poikiloterm adalah hewan berdarah dingin. Arti kata poikiloterm adalah hewan
yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan di sekitarnya. Suhu tubuh
hewan poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan poikiloterm adalah hewan yang sangat
bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya
karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit.
Suhu tubuh hewan ini berubah sesuai dengan suhu lingkungannya. Hewan ini akan
aktif bila suhu lingkungan panas dan akan pasif (berdiam di suatu tempat) bila suhu
lingkungan rendah.Hal yang menyebabkan hewan tersebut tidak dapat menghasilkan
panas yang cukup untuk tubuhnya adalah karena darah dari hewan poikiloterm ini
biasanya bercampur antara darah bersih dan darah kotor. Ini disebabkan karena belum
sempurnanya katup pada jantung hewan tersebut. Hewan yang tergolong poikiloterm
antara lain, Pisces, Amphibi, Reptilia.
Pada hewan poikiloterm air, suhu tubuhnya sangat di tentukan oleh
keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya
12. 9
mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal dengan metabolik, dan ini
mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air. Namun air menyerap panas begitu
efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulin sehingga perbedaan suhu
hewan dengan air sangat kecil(Soewolo,2000).
Pada hewan poikiloterm darat, misalnya katak, keong, dan serangga, suhu
tubuhnya dapat lebih mendekati suhu udara lingkungan. Input radiasi panas dari
matahari atau sumber lain misalnya, mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu
udara lingkungan, dan penguapan air melalui kulit dan organ-organ respiratori
menekan suhu tubuh beberapa derajat di bawah suhu lingkungan. Hewan darat dapat
memelihara keseimbangan suhu tubuh dengan mengurangi penguapan dan kehilangan
panas lewat konduksi dan memaksimalkan penambahan panas melalui radiasi dan
panas metabolik. Pada dasarnya sumber panas internal dan eksternal dapat di lakukan
dengan cara simultan, tetapi nampaknya penggunaan sumber eksternal lebih ekonomis
daripada metabolisme (Soewolo,332:2000).
Cara adaptasi hewan ektoterm terhadap suhu sangat panas dan suhu
sangat dingin (ekstrem)
1. Adaptasi terhadap suhu sangat panas
Meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan dan mengubah organ metabolik
agar dapat bekerja pada suhu tinggi (hewan gurun)
2. Adaptasi terhadap suhu sangat dingin
Menambah zat terlarut ke dalam cairan tubuh untuk meningkatkan konsentrasi
osmotik, misalnya fruktosa dan gliserol (titik beku cairan tubuh di turunkan hingga
suhu di bawah 0°).
Dalam lingkungan akuatik, pelepasan panas dilakukan secara konveksi,
misalnya bila lingkungan panas ikan berenang ke dasar perairan atau bawah pepohonan,
evaporasi katak yaitu dengan bersembunyi pada bongkahan batu, evaporasi buaya
dengan membuka mulut untuk menguapkan panas tubuh.
Contoh:
Pisces
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air
dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling
beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara
13. 10
taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya
masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha,
75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas
Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan
bertulang keras (kelas Osteichthyes).
Air sebagai lingkungan hidup organisme air termasuk ikan relatif tidak begitu
banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas
jenis air lebih tinggi daripada udara. Artinya untuk naik 1° C, setiap satuan volume air
memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal
akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam.
Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah.
Agar suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu.
Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain sebagai berikut :
Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat
lapisan suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan
air yang bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan.
Suhu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur, benih
sampai ukuran dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses penetasan telur dan
perkembangan telur. Rentang toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan ikan
berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda.
Suhu memberikan dampak sebagai berikut terhadap ikan :
a. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan peningkatan suhu
b. Peningkatan aktivitas metabolisme ikan
c. Penurunan gas (oksigen) terlarut
d. Efek pada proses reproduksi ikan
e. Suhu ekstrim bisa menyebabkan kematian ikan.
Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada
perairan tropis dapat berlangsung berkisar antara 25° C – 32° C. Kisaran suhu tersebut
biasanya berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat
14. 11
menguntungkan untuk melakukan kegiatan budi daya ikan. Suhu air sangat
berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga
dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan berubahnya semua
proses di dalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air maka kelarutan
oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan 10° C suhu
perairan mengakibatkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh organisme akuatik
sekitar 2–3 kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh organisme akuatik itu
berkurang. Suhu air yang ideal bagi organisme air yang dibudidayakan sebaiknya
adalah tidak terjadi perbedaan suhu 58 yang mencolok antara siang dan malam (tidak
lebih dari 5° C). Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman air
minimal 1,5 meter biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi) suhu.
Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih tinggi dibanding dengan
suhu air dibagian bawahnya. Stratifikasi suhu pada kolom air dikelompokkan menjadi
tiga yaitu pertama lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat
dengan penurunan suhu relatif kecil (dari 32° C menjadi 28° C). Lapisan kedua
disebut dengan lapisan termoklin yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan
suhu sangat tajam (dari 28° C menjadi 21° C). Lapisan ketiga disebut lapisan
hipolimnion yaitu lapisan paling bawah di mana pada lapisan ini perbedaan suhu
sangat kecil relatif konstan. Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya panas dari
cahaya matahari ke dalam kolom air yang mengakibatkan terjadinya gradien suhu
yang vertikal. Pada kolam yang kedalaman airnya kurang dari 2 meter biasanya terjadi
stratifikasi suhu yang tidak stabil.
Amphibi
Poikilotermis seperti amphibi memiliki pola regulasi suhu yang cukup
unik.Amphibi memiliki perubahan temperatur tubuh yang spesifik sehubungan dengan
lingkungannya.Kulit amphibi kendati tidak efektif untuk regulasi fisiologis, namun
memberikan proteksi dalam kondisi ekstrim. Pada lingkungan yang kering dan panas,
air akan hilang dari kulit melalui evaporasi. Ketika berada di darat, kulit yang basah
akan berfungsi seperti termometer gelembung basah dan evaporasi yang konstan dari
air pada kulit akan menjaga suhu tubuh berada di bawah suhu lingkungan. Umumnya
amphibi sangat sensitif terhadap suhu tinggi dan karenanya lebih rendah daya
adaptasinya dibandingkan dengan reptil, burung dan mamalia.Amphibi tidak dapat
melawan suhu tinggi dari lingkungan sekitarnya melalui mekanisme fisiologis.Akan
15. 12
tetapi, hewan tersebut meregulasi temperatur tubuhnya melalui perubahan perilaku dan
aklimatisasi termal.
Aklimatisasi termal digunakan untuk perubahan temperatur yang terjadi di
alam, sedangkan aklimasi digunakan untuk istilah bagi perubahan suhu yang
dikondisikan di laboratorium.Perubahan iklim selalu berasosiasi dengan perubahan
laju metabolisme hewan. Jika hewan dipelihara di lingkungan yang baru yang berbeda
dari habitat aslinya, mungkin hewan tersebut akan memperlihatkan perubahan-
perubahan spesifik untuk bertahan hidup atau bahkan mengalami kematian. Beberapa
poikilotermis memperlihatkan peningkatan mendadak dari laju metabolismenya ketika
suhu eksternal meningkat dan pada kondisi dingin juga akan memperlihatkan
penurunan yang tiba-tiba. Perubahan pada laju metabolisme dideskripsikan sebagai
kompensasi konsekuensi aklimatisasi. Ketika hewan tersebut kembali ke kondisi
temperatur normalnya, laju reaksi tidak akan kembali ke level awal, tetapi mungkin
akan lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan arah aklimatisasinya. Permasalahan
aklimatisasi termal telah menimbulkan pengaruh kompensasi suhu terhadap laju
metabolisme. Amphibi dapat mentolerir suhu tinggi sebagai konsekuensi esensial dari
aklimatisasinya.
Pada lingkungan yang panas hewan ini beradaptasi secara morfologi dengan
cara menguapkan panas dari dalam tubuhnya. Sedangkan secara tingkah laku yang
dilakukan katak adalah bersembunyi pada bongkahan tanah yang dianggap lebih
rendah suhunya. Namun jika suhu lingkungan ekstrim panas katak menggunakannya
untuk memaksimalkan reproduksinya. Dengan tujuan melestarikan spesiesnya. Telur
yang dihasilkan ditempelkan pada daun atau ranting pohon. Ketika lingkungan sudah
memungkinkan seperti pada saat musim penghujan, Maka telur tersebut akan
berkembang menjadi berudu yang akhirnya akan menjadi katak dewasa yang baru.
Reptil
Seperti ikan dan amfibi, reptil adalah hewan ektotermik atau poikiloterm.
Semua reptile tidak terlalu termofilik, hanya dapat mencapai fungsi utama
merekaseperti bergerak, makan, dan reproduksi pada suhu relatif tinggi. Variasi suhu
yang terbatas menyebabkan perbedaan fungsi fisiologi dari satu spesies dengan spesies
lain (Cowles and Bogert, 1944; Saint Girons and Saint Girons, 1956).
Perilaku termoregulasi bukanlah proses akhir, tetapi mekanisme penting yang
memungkinkan reptil untuk meningkatkan kinerja yaitu kecepatan fisiologis berjalan,
16. 13
pertumbuhan, reproduksi dan pencernaan, dengan memanfaatkan pola distribusi termal
dilingkungan untuk mencapai suhu fisiologis tubuh yang optimal. Konsep suhu
optimum fisiologis berhubungan dengan suhu tubuh yang sering reptil pilih,
mengingat berbagai zona termal lingkungan dari panas ke dingin. Ini dikenal sebagai
suhu tubuh yang disukai atau eccritic dan suhu pada proses fisiologis yang dikatakan
bekerja paling baik. Selain faktor ekologi, rentang suhu optimum juga dapat
dipengaruhi oleh kondisi fisiologis hewan pada waktu tertentu, misalnya pencernaan
atau kondisi reproduksi.
Suhu mematikan sulit untuk didefinisikan dengan tepat, karena tingkatan suhu
ini tergantung pada waktu pemaparan. Suhu kritis lebih mudah untuk ditentukan,
karena lebih dibutuhkan dari sudut pandang ekologi. Apabila reptile terkena suhu ini
dan tidak mampu bergerak, maka akan mengalami kematian. Suhu tubuh reptil di satu
sisi bergantung pada kalori yang didapat oleh radiasi matahari langsung atau terpapar
dari lingkungan, konduksi dari substrat dan secara konveksi dari udara. Di sisi lain hal
ini juga tergantung pada kalori yang hilang akibat radiasi, konduksi, konveksi dan
evaporasi. Jumlah energi yang diserap tergantung pada spektrum energi radiasi yang
jatuh pada hewan ini dan pada refleksi atau pantulan dari integumen, hal ini juga
dipengaruhi oleh luas permukaan terekspos serta oleh orientasi hewan. Dua faktor
yang terakhir berada di bawah kendali hewan ini, dengan mengubah warna atau
reflektifitas integumen banyak spesies hewan ini dapat memodifikasi spektrum serap.
Tingkat pertukaran panas dengan konduksi jelas tergantung padaluas permukaan yang
bersentuhan dengan substrat dan juga pada konduktivitas substrat tertentu, yang relatif
tinggi untuk pasir dan batu tapi cukup rendah untuk hewan yang hidup dihutan
misalnyadi mana substrat ditutupi dengan sampah (Joly danSaintGirons, 1975).
Reptile yang hidup di daerah lembab dengan gradient lingkungan yang sangat
kecil menyebabkan variasi suhu tubuh reptile sangat sedikit antara suhu di siang hari
dengan suhu di malam hari yaitu hanya sekitar 20°sampai 25.Berbeda dengan reptile
yang hidup di daerah yang memiliki iklim yang lebih bervariasi, terutama di daerah
gurun yang jarang terdapat vegetasi penutup.Biasanya reptile ini memiliki
termoregulasi yang luar biasa. Misalnya contoh spesies reptile yang tinggal di daerah
gurun yaitu The Sahara viper Cerastes akan cara mengubur tubuhnya di pasir dengan
hanya memperlihatkan kepalanya, mampu mempertahankan suhu tubuh antara 32° dan
17. 14
33° disepanjang hari, meskipun faktanya variasi suhu udara dan suhu permukaan tanah
jauh berbeda(Joly dan Saint Girons, 1975).
Reptil terestrial, terutama yang hidup dipepohonan, miliki lingkungan yang
jauh lebih heterogen dari sudut pandang termal, memanfaatkan radiasi terutama surya
untuk meningkatkan suhu tubuh dan melakukan berbagai cara untuk menghindari
panas yang berlebihan. Masalah utama bagi spesies hewan ini yang tinggal di daerah
beriklim sedang dan dingin adalah salah satunya yaitu pemanasan suhu tubuh. (Joly
dan Saint Girons, 1975).
Pada hewan poikilotermik darat, suhu tubuhnya dapat lebih mendekati suhu
udara lingkungan. Imput radiasi panas dari matahari atau sumber lain misalnya,
mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu udara lingkungan, dan penguapan air
melalui kulit dan organ respiratori menekankan suhu tubuh beberapa derajat di bawah
suhu lingkungan (Soewolo. 2000). Lingkungan terrestrial suhu berubah dengan variasi
cukup besar (suhu siang dan malam sangat berbeda) dan hewan dapat maksimal dalam
menyerap panas matahari. Cara perolehan panas yaitu dengan menyerap mengubah
warna permukaan tubuh / menjadi gelap (belalang, kumbang) berjemur/menghadap
matahari (belalang, kumbang, kadal). Sedangkan cara melepaskan panas yaitu
orientasi tubuh menjauhi sinar matahari dan memanjat pohon.
B. Hewan Homeoterm
Hewan homeotermadalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi
panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan. Suhu
tubuh hewan ini relatif konstan, tidak terpengaruh oleh suhu lingkungan disekitarnya.
Hal ini karena darah bersih dan darah kotor pada hewan ini sudah tidak bercampur lagi
karena katup pada jantungnya sudah sempurna. Hewan yang tergolong homeoterm ini
antara lain, Aves dan Mamalia.
Kondisi homeoterm menyangkut keseimbangan yang serasi antara dua faktor,
yaitu; (1) produksi panas dan (2) kehilangan panas.Laju produksi panas dan
kehilangan panas pada hewan sangat bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungan
(panas, dingin), aktivitasnya (diam, aktif).Untuk memelihara keseimbangan suhu
tersebut, hewam homoeoterm melakukan regulasi kimiawi dan regulasi fisik.Regullasi
kimiawi menyangkut produksi panas metabolic sedangkan regulasi fisik menyangkut
kegiatan fisik untuk memodifikasi kehilangan panas (Soewolo. 2000).
18. 15
Cara yang dilakukan hewan homoetermik terhadap suhu sangat pana dan
sangat dingin (ekstrem)
1. Suhu ekstrem dingin
Hewan endotermik penurunan suhu mengakibatkan pusat tubuhnya
memproduksipanas tambahan, yang terdiri dari dua yaitu termogenesis
mengigil dan non mengigil. Hibernasi yaitu penurunan suhu tubuh yang
berkaitan dengan penurunan lain mmetabolisme, dennyut jantung, respirasi
dan lain-lain. Torpor hampir sama dengan hibernasi tapi berlangsung
beberapa jam saja. Estivasi tidak aktif dalam musim panas.
2. Suhu ekstrem panas
Meningkatkan penguapan (keringat). Gular fluttering yaitu gerakan
menggerakkan daerah kerongkongan secara cepat untuk meningkatkan
penguapan melalui saluran pernafasan contoh anjing dan burung. Strategi
hipertermik yaitu menyimpan kelebihan panas metabolik dalam tubuh
contoh unta (Soewolo. 2000).
Vasodilatasi dan vasokontriksi mempengaruhi pertukaran panas dan bisa juga
mempengaruhi pertukaran panas dan juga perbedaan suhu di dalam tubuh hewan.
Aves yang hidup didarat biasanya bereaksi terhadap dingin dengan menegakkan bulu
sehingga bisa menyerap lapisan udara diam yang lebih tebal lagi. Aves biasanya hidup
ditempat dimana hewan endotermik memerlukan pendinginan maupun penghangatan
tubuh. Pada cuaca yang panas, aves darat sangat mengandalkan pendinginan melalui
evaporasi. Panting atau menjulurkan lidah keluar adalah hal yang penting pada
sebagian aves dan beberapa aves mempunyai suatu kantung yang banyak dialiri oleh
pembuluh darah di dasar mulutnya serta mampu mengembangkempiskan kantung itu
akan meningkatkan evaporasi dari aves tersebut (Isnaini, 2006).
Hewan homeoterm biasanya akan mempertahankan suhu tubuh yang tinggi
dan tetap aktif pada suhu luar yang dingin maupun hangat. Aktivitas hewan
poikiloterm menjadi berkurang pada suhu yang menurun. Beberapa pengecualian
ditemukan, misalnya pada kadal. Kadal yang berjemur, suhunya bertahan tinggi
(420
C) bahkan lebih tinggi dari suhu lingkungan. Untuk membedakan kadal dengan
hewan homeoterm digunakan istilah ektoterm dan endoterm.
Jika hewan homeoterm dihadapkan pada suhu lingkungan yang ekstrem, maka
tingkat aktivitas termoleguratori untuk memelihara kekonstanan suhu tubuhnya
19. 16
meningkat sesuai dengan perubahan suhu lingkungan yang ekstrem tadi. Pada suhu
yang moderat, kecepatan basal produksi panas seimbang dengan kehilangan panas
kelingkungan. Rentangna suhu moderat ini disebut zona suhu netral, hewan endoterm
dapat meregulasi suhu tubuhnya dengan mengatur kecepatan kehilangan panas melalui
pengaturan hantaran permukaan tubuh. Penyesuaian ini termasuk respon-respon
seperti respon vasomotor, perubahan postur tubuh, regulasi pilomotor dan keefektivan
insulasi bulu dan rambut. Dalam rentangan suhu ini, bulu dan rambut ditegakkan oleh
otot pilomotor dalam kulit untuk menyediakan lapisan udara tenang yang tebal dan
pada ujung atas rentangan suhu ini, bulu dan rambut ditempelkan ke kulit.
Bila suhu lingkungan diturunkan, hewan endoterm akan merespon dengan
berbagai refleks yang cenderung mengkonservasi panas. Pembuluh darah dikulit akan
menyempit, rambut dan bulu dapat berdiri, dan hewan akan mempersempit permukaan
tubuhnya yang bersinggungan dengan udara, misalnya dengan menekuk tubuhnya,
menyembunyikan anggota tubuhnya.
Contoh :
1. Mammalia
Tikus yang di aklimasikan pada suhu 30°, pemanasan dengan bergerak dapat
mengganti termogenesis mengigil sebagai sumber panas pada suhu lingkungan di
atas 10°, tetapi pada suhu di bawah 10°, jumlah panas yang di produksi terus
menerus melalui pemanasan (gerak badan), tidak cukup mengganti panas yang
hilang, sehingga menghasilkan keadaan hiportemia. Namun bila hewna di
aklimasikan pada suhu 6°, tingkat termogenesis non-menggigil akan meningkat
secara nyata dan menekan pemanasan, dapat mengganti mengigil sebagai suatu
sumber panas suhu lingkungan serendah-20°.
2. Serangga
Pada suhu ekstrem terlalu dingin serangga menggigil dengan menggunakan
kontraksi otot untuk membebaskan panas. Sebagai respon terhadap penurunan
suhu, sistem saraf mengaktifkan unit-unit motor kelompok otot rangka
antagonistik, sehingga terjadi gerakan mengigil yang menghasilkan panas.
Aktivasi otot menyebabkan ATP dihidrolisis untuk menghasilkan energi untuk
kontraksi. Mengigil tidak menghasilkan kerja fisik, tetapi menghasilkan energi
kimia yang di bebaskan selama kontraksi dengan wujud panas (Soewolo. 2000).
Penukaran panas lawan arus
20. 17
Sistem penukar lawan arus memerangkap panas didalam inti tubuh sehingga
mengurangi kehilangan panas dari ekstremitas, terutama ketika hewan terendam
dalam air dingin atau saat bersentuhan dengan es atau salju. Pada dasarnya panas
di dalam darah arteri yang keluar dari inti tubuh di transfer secara langsung ke
darah vena yang kembali ke inti tubuh, bukan hilang ke lingkungan
(Campbell,18:2004).
C. Hewan Heteroterm
Heterotermik adalah hewan yang mampu memproduksi panas endotermik
dalam berbagai tingkat, tetapi umumnya tidak meregulasi suhu tubuh dalam rentangan
yang pendek.Golongan hewan heterotermik misalnya insekta tertentu. Heterotermik
dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
Heterotermik temporal
Heterotermik temporal merupakan suatu kategori yang luas, dimana suhu tubuh
hewan dapat berbeda sekali setiap saat.Misalnya terdapat pada kebanyakan serangga
terbang, phyton dan beberapa ikan, yang dapat meningkatkan suhu tubuh diatas suhu
lingkungan dengan sifat panas yang dibangkitkan sebagai suatu hasil yang melibatkan
aktifitas otot.Beberapa serangga mempersiapkan terbang dengan pemanasam otot-otot
terbangnya beberapa saat sebelum terbang. Termogenesis sebelum terbang ini
21. 18
dilakukan dengan menggetarkan daerah toraks, dengan cara ini suhu terbang dapat
ditingkatkan misalnya Monotremata seperti Echidna, mamalia (unta), aves
(hummingbirds) (Soewolo. 2000).
Heterotermik regional
Heterotermik regional sebenarnya adalah poikilotermik, seprti teleostei besar yang
dapat mencapai suhu tubuh dalam (suhu jaringan dalam) cukup tinggi melalui aktivitas
otot, sementara jaringan periveral dan ekstremitas mendekati suhu
lingkungan.Misalnya ikan hiu, tuna serangga terbang dan contoh khususnya adalah
skroktum beberapa mamalia. Skrotum beberapa mamalia yang menggantungi tetes di
luar tubuhnya, sehingga membuat skrotum bersuhu lebih rendah dari bagian tubuh
yang lain. Skrotum mengkerut pada saat dingin dan mengembang pada saat panas., hal
ini bertujuan untuk melindungi ‘’ Overheating’’ testes yang dapat berpengaruh jelek
terhadap produksi sperma (Soewolo. 2000).
22. 19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1. Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh didalam suhu kisaran yang
membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Sebagian besar hewan dapat bertahan hidup
menghadapi fruktuasi lingkungan ekstenal yang lebih ekstrim dibandingkan dengan keadaan
yang sangat ditolerir oleh setiap individu selnya. suhu merupakan salah satu faktor pembatas
penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas hewan.
3.1.2. Pengaruh termoregulasi pada hewan, beberapa hewan memiliki kemampuan
untuk mempertahankan suhu tubuh, dibagi menjadi tiga kategori : termoregulasi pada hewan
poikiloterm yaitu suhu intern hewan sesuai dengan suhu lingkungan contohnya reptil,
amphibi, dan pisces, termoregulasi pada hewan homoeoterm yaitu hewan berusaha
mempertahankan suhu tubuhnya dari perubahan suhu lingkungan contohnya mamalia dan
aves, termoregulasi pada hewan heteroterm yaitu hewan pada saat tertentu bersifat
poikiloterm, dan saat tertentu bersifat homoeoterm contohnya insekta.
3.2 Saran
Mudah-mudahan dari makalah yang kami buat pembaca mampu memahami
termoregulasi dan untuk menambah pemahaman dapat membaca buku refensi lain.
23. 20
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid
3.Jakarta: Penerbit Erlangga
Cowles, R. B., and Bogert, C. M., 1944: A preliminary study of the thermal requirements of
desert Reptiles. Bull. Amer. Mus. Nat. Hist. 83: 261-296
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press
Duke, NH. 1985.The Physiology of Domestic Animal.Comstock Publishing. New York
Isnaini. 2006. Fisiologi Hewan. Jakarta : Universitas Terbuka Press
Jamaria. 2012.Termoregulasi pada Hewan. Makassar: Universitas Hasanuddin
Joly, J., and Saint Girons, H., 1975: Influence de la température sur la vitesse de la
spermatogenèse, la durée de l'activité spermatogenétique et l'évolution des caractères
sexuels secondaires du Lézard des murailles, Lacerta muralis L. (Reptilia, Lacertidae).
Arch. Anat. micr. 64: 317-336
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan Nasional: Proyek
Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No.3979
Sukarsono. 2009. Ekologi Hewan. Malang: UMM Press