1. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan
makalah
yang
berjudul TERMOREGULASI
PADA
HEWAN, Salawat dan salam penulis persembahkan kepada sang guru sejati Nabi
Muhammad saw yang telah mengajari manusia sampai akhir hayatnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, mulai dari perencanaan, pengumpulan
dan penyusunan terdapat hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Namun
berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak semua kesulitan dan hambatan
dapat teratasi.
Selanjutnya terimakasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah
Fisiologi Hewan yang begitu banyak memberi bimbingan kepada penulis, serta
sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberi motivasi dan masukan kepada
penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
konstruktif demi kesempurnaan dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan
makalah ini menjadi sumbangan pikiran dalam meningkatkan hasil produk bagi
perusahaan demi tercapainya tujuan yang telah direncanakan.
Surakarta, 12 Maret 2012
Penulis
2. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir
(Campbell, 2004). Berdasarkan Tobin (2005), suhu berpengaruh kepada tingkat
metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul
semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya
tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula (Chang,
1996). Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring
dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme
di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum
dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun drastis,
enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya
Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi
untuk mencapai keadaan yang homeostatic. Homeostatik pada dasarnya
merupakan suatu upaya mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil
dinamis (“steady state “) yang menjamin optimalisasi berbagai proses fisiologis
dalam tubuh. Untuk mencapai keadaan tersebut, tubuh melakukan berbagai
aktivitas regulasi, sebagai mekanisme untuk mencapai homeostatis yang
diharapkan. Regulasi dan homeostatis juga terjadi di tingkat populasi dan
komunitas dalam suatu ekosistem.
Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang stabil.
Regulasi dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk
mempertahankan cairan tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar lemak,
gula dan protein darah,dsb. Pada tubuh manusia, regulasi diperankan oleh antara
lain adalah syaraf dan hormone.karena kedua komponen merupakan pengendali
utama dalam proses regulasi dalam tubuh. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi),
pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis.
Pada topik yang dibahas yaitu mengenai termoregulasi (pengaturan suhu tubuh)
beruang kutub.
Dalam pengaturan suhu tubuh, hewan /manusia harus mengatur panas yang
diterima atau yang hilang ke lingkungan. Mahluk butuh suhu lingkungan yang
cocok, agar metabolisme dalam tubuh berjalan normal. Jika suhu lingkungan
terlalu rendah ia harus mengeluarkan energi lebih besar daripada biasanya berupa
panas . Enzim bekerja dalam suhu optimum. Kalau suhu rendah enzim tak bisa
bekerja, berarti metabolisme terhalang.
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Termoregulasi
Termoregulasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh hewan untuk
mempertahankan panas tubuhnya. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi),
pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis.
Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals)
dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih
suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan
sumber panas utama tubuh hewan. Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat
bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya
karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya
sedikit contoh ikan dan amfibia. Sedangkan hewan endoterm, adalah hewan yang
suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil
samping dari metabolisme jaringan contoh aves dan mamalia.
Cara adaptasi hewan eksoterm menghadapi suhu yang sangat tinggi yaitu
dengan meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan melalui kulit, bagi
hewan yang berkulit lembab atau dengan cara berkeringat untuk hewan yang
mempunyai kelenjar keringat dan melalui saluran napas, bagi hewan yang
kulitnya tebal dan kedap air; dan mengubah mesin metaboliknya agar bisa bekerja
pada suhu tinggi. Sebaliknya cara adaptasi hewan eksoterm pada suhu sangat
dingin yaitu dengan menambah zat terlarut ke dalam cairan tubuhnya untuk
meningkatkan konsentrsasi osmotik dan menambah protein anti beku ke dalam
cairan tubuhBeberapa cara hewan endoterm dalam mengantisipasi pengaruh
cekaman dingin yaitu Pengurangan Gradien Termik (T1-T2), Penurunan
Konduktans Termik (C), Penurunan Panas Melalui Evaporasi dan Peningkatan
Termogenesis. Sebaliknya pada lingkungan yang panas, hewan endoterm akan
menurunkan termogenesis dan meningkatkan termolisis. Respon hewan endoterm
dalam mengantisipasi variasi temperatur pada lingkungan baru yaitu dengan
aklimatisasi dan akhirnya Hewan golongan homeoterm dalam menghadapi
perubahan suhu lingkungan cenderung mempertahankan suhu tubuhnya dengan
cara meningkatkan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap lingkungan. Ada juga
mempertahankan suhu tubuhnya karena golongan homeoterm mempunyai
kemampuan faal untuk mengontrol suhu tubuhnya, sehingga hewan homeoterm
memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi dibanding hewan golongan
poikiloterm Contoh hewan yang tergolong eksoterm yaitu ikan salmon (22 oC),
ikan saumon (18 oC), crapaud bufo boreas (27 oC), alligator (buaya) (32 - 35 oC),
iguana 38 oC), lezard anolois sp (30 - 33 oC), dan larva lalat rumah (30 - 37 oC.
4. Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari dalam
(metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi cuaca yang
sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas) hewan perlu menghemat energi
dengan cara hibernasi atau estivasi.
Hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan
homeoterm, sedangkan yang ridak mampu mempertahankann suhu tubuhnya
disebut poikiloterm.
1. Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan,
yaitu
1.1 poikiloter.
Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian
dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga
disebut hewan berdarah dingin.
1.2 homoiterm
Homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm
suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga
dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada
suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh.
Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh
faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan
malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada
suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan
sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang
menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap
konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan
mamalia. Hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kirakira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. Suhu tubuh tergantung pada neraca
keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang
hilang.
2. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi
dan evaporasi.
2.1 Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium
untuk merambat dengan kecepatan cahaya.
2.2 Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang
berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang
suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah.
5. 2.3 Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu.
2.4 Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju
konveksi kehilangan panas karena evaporasi .
3. Adaptasi yang berhubungan dengan pengaturan suhu tubuh hewan
Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya
adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan modifikasi sistim
sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan
countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan
panas tubuh. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan
termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan
untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke
tubuh. Manusia menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam
termoregulasi.
Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu
lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan
meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat
di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada
lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam
sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan panas
di dalam sarangnya.
3.1 Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan
dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah,
macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan
pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak
runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput
atau daun dan mengunyah makanan.
3.2 Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk
mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti
pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk
menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang
lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk
bertahan di daerah dingin.
3.3 Adaptasi Tingkah Laku
6. Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku /
perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat
berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya
dengan tujuan untuk menyembunyikan diri.
Adaptasi yang dilakukan hewan ektoterm terhadap lingkungan adalah
dengan tingkah lakunya. Contoh adaptasi yang dilakukan hewan ektoterm antara
lain :
Ø Ikan (Pisces).
Jika lingkungan panas adaptasi yang dilakukan ikan adalah dengan
berenang ke perairan yang lebih dasar atau menuju ke tempat yang intensitas sinar
matahari lebih sedikit seperti dibawah pepohonan.
Ø Katak (Amphibi)
Pada lingkungan yang panas hewan ini beradaptasi secara morfologi
dengan cara menguapkan panas dari dalam tubuhnya . Sedangkan secara tingkah
laku yan dilakukan katak adalah bersembunyi pada bongkahan tanah yang
dianggap lebih rendah suhunya. Namun jika suhu lingkungan ekstrim panas katak
menggunakannya untuk memaksimalkan reproduksinya. Dengan tujuan
melestarikan spesiesnya. Telur yang dihasilkan ditempelkan pada daun atau
ranting pohon. Ketika lingkungan sudah memungkinkan seperti pada saat musim
penghujan, Maka telur tersebut akan berkembang menjadi berudu yang akhirnya
akan menjadi katak dewasa yang baru.
Ø Belalang (Insecta)
Pada lingkungan panas belalang beradaptasi secara morfologi dengan cara
mengubah warna tubuhnya. Secara tingkah laku yang dilakukan belalang adalah
bersembunyi dabalik daun.
Ø Buaya (Reptile)
Buaya memiliki kulit yang tebal sehingga untuk beradaptasi pada lingkungan
panas dia mengurangi penguapan dengan kulitnya yang tebal tersebut. Secara
tingkah laku yang dilakukan buaya adalah dengan membuka mulut untuk
menguapkan panas tubuhnya (Evaporasi). Kelompok hewan melata
(reptil) adalah binatang bertulang belakang berkulit berkulit kering, bersisik, dan
bernapas dengan paru-paru. Hewan melata termasuk kelompok hewan berdarah
dingin, artinya hewan yang memanfaatkan suhu lingkungan untuk mengatur suhu
tubuhnya.
Ø Ular
Secara tingkah laku ular melakukan adaptasi pada lingkungan panas dengan
bersembunyi dibawah tanah atau dalam liangnya. Pada beberapa ular gurun
8. BAB III
KESIMPULAN
Termoregulasi merupakan proses yang terjadi pada hewan untuk
mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak supaya suhu tubuhnya
tidak mengalami perubahan yang terlalu besar. Tidak semua hewan mampu
mempertahankan suhu tubuh yang konstan.
Hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan
homeoterm, sedangkan yang ridak mampu mempertahankann suhu tubuhnya
disebut poikiloterm.
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di
lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang
dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Sedangkan
hewan endoterm, adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas
di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan.
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari dalam
(metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi cuaca yang
sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas) hewan perlu menghemat energi
dengan cara hibernasi atau estivasi.
poikiloter.
Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian
dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga
disebut hewan berdarah dingin.
homoiterm
Homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm
suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga
dapat mengatur suhu tubuh.
9. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/ (diakses pada tanggal 2010)
Anonim 1997. Kamus Istilah Kesehatan Hewan dan Peternakan. Penerbit
kanisius.
Yogyakarta
Kuncoro, EB. 2008. Akuarium Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Lesmana, DS. 2006. Budi Daya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya.
Jakarta
Prahara, W. 2003. Perawatan dan Penangkaran Burung Paruh Bengkok yang
Dilindungi. Penebar Swadaya. Jakarta.