SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Kekerasan Atas Nama Agama: Problem dan Solusinya
Suatu hari Al-Hallaj pernah berkata: “Telah ku merenung amat panjang agama-agama, aku
temukan satu akar dari berbagai banyak cabang”. Sebagaimana Al-Hallaj, Gandhi menyuarakan
pendapat serupa. Bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama, bunga-bunga
dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga. Dapat disimpulkan, sesungguhnya agama
yang terbaik itu bukan Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Islam ataupun yang lainnya,
tapi semuanya. Pada dasarnya semua agama itu bermuara pada satu kebenaran.
Donny WS*
Agama yang paling dicintai Allah SWT adalah al-hanifiyyah al-samhah (yang mudah
menerima kebenaran dan toleran pada sesama). HR. Al-Bukhari
Sekali lagi, kita dikejutkan oleh serangkaian peristiwa kekerasan atas nama agama.
Beberapa hari yang lalu, Gereja Jemaat HKPB di Kabupaten Bekasi dirobohkan oleh Petugas
Satpol PP. Alasan penghancurannya sangat tidak logis: karena tidak mempunyai surat Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB). Penulis pun bertanya-tanya, bukankah banyak juga mesjid dan
rumah ibadah lainnya yang tidak mempunyai surat IMB? Kenapa tidak juga dihancurkan?
Kenapa kita bisa beribadah, sementara orang lain tidak? Bukankah itu hak setiap warga negara?.
Selain itu, baru-baru ini kelompok masa yang mengatasnamakan sebuah forum menyegel Gereja
Katolik di Kampung Duri Tambora, Jakarta Barat yang sejak tahun 1968 sudah digunakan
sebagai tempat ibadah. Walaupun tidak ada korban yang terluka, hal ini telah menambah deretan
panjang kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia.
Masalah Seputar Agama: Dua Faktor
Menurut data Wahid Institute, sepanjang tahun 2012 telah terjadi 274 kasus kekerasan atas
nama agama. Hal ini meningkat 1 % dari tahun 2011 yang berjumlah 267 kasus. Hal ini
membuktikan bahwa, sebagian besar masyarakat ternyata masih ‘gagap’ dalam menyikapi
masalah perbedaan. Penulis melihat ada dua faktor yang menyebabkan kenapa hal ini terus
terjadi: faktor internal dan eksternal. Faktor internal terjadi karena adanya keterbatasan
pengetahuan oleh pemeluk agama dalam memahami agamanya, sehingga memunculkan
pemahaman skripturalisme. Skripturalisme adalah sebuah pemahaman yang menempatkan
agama hanya sebatas teks-teks keagamaan. Dalam paham ini, fungsi utama dalam sebuah agama
hanya terletak pada teks-teks yang terkandung di dalamnya. Mereka mengabaikan
substansialisasi dan kontekstualisasi keagamaan. Dampaknya adalah mereka terpenjara oleh teks,
dogma, dan simbolisme keagamaan. Menurut penulis ini sangat berbahaya, karena pemahaman
semacam ini akan berpotensi besar untuk melahirkan kekerasan dan anarkisme.
Misalkan, penulis melihat banyak sekali ceramah ustadz-ustadz di televisi, radio, maupun
khatib-khatib Jumat yang menganjurkan kebencian satu sama lain. Hanya berbekal satu-dua ayat
teks suci mereka mudah sekali untuk saling membenci satu sama lain, saling mengkafiri sesama
muslim dan mencap orang lain (yang bukan golongan mereka) pasti masuk neraka. Apakah ini
yang dinamakan dakwah? Apakah mereka yang memegang kunci-kunci neraka? Bukankah yang
berhak menentukan seorang itu masuk surga atau neraka hanya Tuhan? Bukankah yang berhak
menentukan seseorang itu kafir atau tidak hanya Tuhan? Mereka, para “pembela Tuhan” itu
mudah sekali mencap orang sebagai kafir. Padahal ada hadist: "Man kaffara akhahu musliman
fahuwa kafirun” (Barangsiapa yang mengkafirkan saudara yang beragama Islam, justru ia yang
kafir). Mereka para “pembela Tuhan” itu seakan telah mengambil alih jabatan dan wewenang
Tuhan. Penulis masih belum bisa mengerti, kenapa masih ada sebagian orang yang membatasi
kasih sayang Tuhan. Bukankah rahmat Tuhan itu tidak terbatas?
Fakor eksternal terjadi diluar agama, seperti gagalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dalam mengakomodasi ekspresi-ekspresi Islam yang berbeda. Dalam kasus kekerasan atas nama
agama misalnya, penulis melihat banyak fatwa-fatwa MUI yang ikut berkontribusi menyulut api
kebencian, misalkan dengan fatwa–fatwa diskriminatif, seperti pelarangan Ahmadiyah. Selain
itu, lemahnya penegakan hukum dan pembiaran oleh negara juga menjadi faktor eksternal yang
menyuburkan kekerasan atas nama agama. Disini terlihat jelas, peran negara masih ‘impoten’
dalam menjaga perbedaan yang sudah menjadi fakta sosial. Dalam berbagai kasus, seringkali
pemerintah lebih membela mayoritas dan mengorbankan yang minoritas. Padahal menurut UU
No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) seharusnya negara, pemerintah, dan
masyarakat wajib mengakui dan melindungi HAM seseorang tanpa kecuali. Oleh karena itu,
dalam menjaga hak-hak minoritas, semestinya tugas negara harus lebih aktif sehingga fungsi
negara bisa terwujud dengan baik. Seperti, pertama menjalankan konstitusi dengan sebaik-
baiknya, kedua memastikan semua warga negara berhak memiliki keyakinan masing-masing.
Dalam hal ini, negara harus bisa memastikan kebebasan masyarakat. Ketiga, negara harus bisa
memberikan perlindungan bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Mencari Titik Temu Agama
Manusia diciptakan secara berbeda-beda. Tidak mungkin kita menyembah Tuhan dengan cara
yang sama, pasti berbeda pula. Bukan tanpa sebab Tuhan menciptakan kita berbeda, dalam Al-
Quran dikatakan: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang (syir’atan wa minhajan). Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan (fastabiqu al-khayrat). Hanya kepada Allah kembali kamu
semuanya (ila Allahi marji’ukum jami’a). Lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu (QS Al Maidah: 48). Ini menandakan bahwa keragaman agama itu
dimaksudkan untuk menguji kita semua. Menguji agar seberapa banyak kita bisa berkontribusi
untuk kebaikan umat manusia dan kemanusiaan (al-khayrat).
Menurut John Hick, 93 % umat beragama itu menganut agama secara kebetulan, karena setiap
orang pada dasarnya tidak bisa memilih. Sudah saatnya, dalam hubungan beragama jangan kita
cari perbedaan, tetapi cari persamaan. Mungkin cara kita menuju Tuhan saja yang berbeda-beda.
Pada dasarnya setiap agama mempunyai dimensi spiritual yang sama: berserah diri kepada Yang
Maha Esa. Oleh sebab itu, dalam prosesnya agama-agama akan menuju kepada satu titik
pertemuan (common platform) atau dalam istilah Al-Quran disebut dengan kalimah sawa.
Penulis meyakini, pintu menuju Tuhan itu tidak hanya satu, tetapi banyak, sebanyak pikiran
manusia. Seperti kata Al-Quran: “Wahai anak-anaku, janganlah kalian masuk dari satu pintu
yang sama, tapi masuklah dari pintu-pintu yang berbeda” (QS Yusuf: 67). Senada dengan Al-
Quran, dalam kitab Bhagawadgita juga disebutkan: “Dengan jalan atau cara apa pun orang
memuja Aku, melalui jalan itu Aku memenuhi keinginannya, Wahai Arjuna, karena semua jalan
yang ditempuh mereka adalah jalanKu”. Hal ini menyimpulkan bahwa, sebenarnya agama itu
hanya sebuah jalan menuju Tuhan. Meskipun jalan itu beragam, warna-warni, luas, plural, tetapi
semuanya akan menuju ke arah vertikal yang sama: Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu hari Al-Hallaj pernah berkata: “Telah ku merenung amat panjang agama-agama, aku
temukan satu akar dari berbagai banyak cabang”. Sebagaimana Al-Hallaj, Gandhi menyuarakan
pendapat serupa. Bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama, bunga-bunga
dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga. Dapat disimpulkan, sesungguhnya agama
yang terbaik itu bukan Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Islam ataupun yang lainnya,
tapi semuanya. Pada dasarnya semua agama itu bermuara pada satu kebenaran. Mengapa
demikian? Karena semua agama mengajarkan kebaikan, tidak mengajarkan keburukan. Dengan
agama apa pun kita bisa menjadi lebih baik, lebih adil, lebih bijaksana, lebih mencintai sesama,
lebih manusiawi, lebih beretika, lebih bertanggung jawab. Dengan agama apa pun, kita bisa
mendekatkan diri dengan Tuhan.
Membangun Tradisi Dialog
Dialog agama bukanlah debat, melainkan proses komunikasi antar pemeluk agama dalam
rangka memahami ajaran, pemahaman, dan pemikiran dalam setiap agama. Esensi dari dialog
agama adalah ta’aruf (saling memahami). Tetapi, menurut Ahmad Wahib dalam Pergolakan
Pemikiran Islam mengatakan bahwa tujuan dialog agama bukan sekedar saling memahami dan
mencari titik pertemuan (kalimah sawa). Menariknya, masih menurut Ahmad Wahib, tujuan
dialog agama adalah untuk pembaharuan, perubahan, transformasi, baik individu maupun sosial,
ke arah yang lebih ideal.
Pada dasarnya, dialog antar agama tidak akan tercapai apabila pemahaman keagamaan kita
masih fanatik, keras, terutup, konservatif, dan esklusif. Mengapa demikian? Karena pemahaman
yang seperti ini akan menggiring kita kepada klaim kebenaran (truth claim) masing-masing
penganut agama. Akibatnya, pandangan seperti akan menutup upaya dialog dan mencari titik
temu agama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Maka dari itu, modal utama dari
dialog antar agama adalah berpikiran terbuka, inklusif, toleran, dan pluralis. Pandangan seperti
ini akan membawa kita kepada sebuah kesadaran akan relativitas agama-agama, dimana tidak
menutup kemungkinan bahwa kebenaran dan keselamatan ada di setiap agama. Kalau modal itu
sudah kita punya, proses dialog agama pasti akan berjalan dengan baik.
Berangkat dari perbedaan yang sudah menjadi fakta sosial, dialog agama sangat penting
sebagai salah satu solusi atas berbagai konflik beragama. Dialog agama merupakan sebuah
mekanisme yang harus dibangun, dikembangkan, dijaga, dirawat secara terus menerus oleh para
penganut agama. Sudah barang tentu, dialog saja tidak cukup. Dibutuhkan aksi nyata oleh para
penganut agama demi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Misalkan dengan cara
melakukan kerjasama dalam mengurangi kemiskinan, membantu korban bencana alam, dan
menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan.
Sebagai penutup, penulis hendak mengutip pendapat Leonard Swidler, dalam jurnalnya The
Dialogue Decalogue yang menerangkan tentang 10 desain format dialog agama, pertamasedia
belajar, kedua harus dua arah (dua pihak pemeluk agama), ketiga masing-masing pemeluk agama
harus bersikap jujur dan ikhlas, keempat perbandingan yang adil, maksudnya tidak boleh
membandingkan antara konsep dan praktek, hendaknya membandingkan konsep dengan konsep
atau praktek dengan praktek, kelima harus memposisikan dirinya sesuai dengan eksistensinya
sendiri (identitas yang otentik), keenam masing-masing pihak dalam dialog antaragama harus
menghilangkan prasangka satu dengan yang lainnya,ketujuh dialog agama hanya bisa dilakukan
dengan posisi yang seimbang (kesetaraan), kedelapan saling percaya satu sama lain, kesembilan
kritis pada tradisi sendiri, jadi masing-masing pihak dalam dialog agama harus sadar bahwa diri
dan keberagamannya masih perlu penyempurnaan, kesepuluh mengalami dari dalam (passing
over), pernyataan terakhir ini yang menurut penulis paling menarik karena masing-masing pihak
dalam dialog agama harus mencoba agama atau kepercayaan lain, dalam istilah lain melakukan
“magang.” Pertanyaannya, mampukah masing-masing pemeluk agama membangun dan
melaksanakan tradisi dialog seperti ini? Wallahualam bi shawab.
*Mahasiswa S-1 Akuntansi Unversitas Al-Azhar Indonesia, Peserta Kuliah Pluralisme
Angkatan-I
MENCARI SOLUSI IDIAL DALAM MENYIKAPI
KONFLIK AGAMA DAN ETNIS DI INDONESIA
04 Mar
Oleh :
Drs I Ketut Wiana.M.Ag.
(Ketua Pengurus Harian PHDI Pusat, Bidang Agama dan Antar Iman)
“Pemeluk agama yang bersikap exclusive itu mempromosikan agamanya pada masyarakat luas
bagaikan para pengusaha mempromosikan produknya sebagai produk unggul yang paling wah
dalam segala hal. Sikap yang demikian itu menimbulkan upaya beragama lebih banyak
diexpresikan keluar diri dari pada kedalam diri sendiri. Karena sibuk memperomosikan Agama
untuk orang lain lalu lupa mengexpresikan ajaran Agama itu pada diri”.
PENDAHULUAN
Agama mendapat kedudukan yang amat penting,terhormat dan suci di Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini. Karena itu para penganutnya terutama para pemuka Agama di Indonesia
ini mampu mendaya gunakan Agama yang dianutnya sebagai kekuatan untuk hidup terhormat.
Agama seyogianya dapat dijadikan pendorong paling utama untuk mengeksistensikan nilai-nilai
kemanusiaan yang ada pada diri manusia itu sendiri, bahkan aspek kemanusiaan itulah unsur
yang terpenting dalam diri manusia. Bung Karno sering menyatakan bahwa “Homo homini
sosius”. Artinya manusia adalah sahabatnya manusia. Bukan ”Homo homini lupus”, Artinya:
Manusia bukan srigala bagi manusia”. Dalam Subha Sita Weda ada dinyatakan: “Wasu dewa
kutumbakam” Artinya : semua umat manusia penghuni bumi ini adalah bersaudara. Karena
kita bersaudara seyogianya juga bersahabat. Dewasa ini memang ada yang berkembang suatu
kenyataan bahawa bersaudara tetapi tidak bersahabat.
Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki persamaan dan sekaligus perbedaan. Alam
semesta dengan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu semua manusia apapun
agamanya adalah ciptaan Tuhan. Meskipun berbeda Agama yang dianut lahir dalam suku yang
berbeda, ras yang berbeda, tetapi tetap sama-sama manusia. Janganlah karena alasan berbeda
agama, manusia tidak diperlakukan sebagai manusia. Justru sebaliknya karena alasan agamalah
manusia harus diperlakukan lebih manusiawi. Karena agama berasal dari sabda Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
MAKNA HARMONI DAN KONFLIK
Kehidupan bersama dalam masyarkat selalu berhadapan dengan dua kondisi sosial. Kondisi
sosial yang selalu dihadapi itu adalah hidup dalam suasana harmoni dan hidup dalam suasana
konflik. Kondisi harmoni dan konflik silih berganti menghadiri kehidupan bersama itu. Kedua
kondisi sosial tersebut masing-masing memiiki dimensi positif dan negatif. Ia akan berdimensi
positif apabila harmoni dan konflik tersebut didasarkan pada proses penegakan kebenaran. Ini
artinya harmoni itu sebagai kondisi yang positif kalau ia sebagai perwujudan kebenaran sejati.
Demikian juga konflik itu akan berdimensi positif kalau dilandasi untuk menegakan kebenaran.
Harmoni tanpa kebenaran dapat menumpulkan dan melemahkan makna nilai-nilai kehidupan.
Tegaknya nilai-niai kehidupan tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat memberikan makna
untuk memajukan hidup ini mewujudkan ketentraman untuk mencapai kesejahtraan bersama
yang adil dan beradab. Harmoni dalam hidup bersama memang merupakan suatu keadaan yang
didambakan oleh setiap manusia normal di dunia ini. Cuma kalau harmoni itu sebagai
perwujudan kebenaran.
Kondisi konflik betapapun kecilnya suatu kondisi yang tidak diharapakn oleh setiap orang.
Namun konflik dalam kehidupan bersama merupakan suatu kenyataan yang hampir tidak pernah
dapat dihindari. Untuk dapat mengambill makna positif dari setiap konflik yang terjadi, konflik
itu harus dimanagement menuju rekonsiliasi. Untuk mencapai rekonsiliasi itu setiap konflik
harus diarahkan sesuai dengan sistem-sistem yang terdapat dalam ilmu management konflik.
Konflik yang paling berat adalah konflik yang dipicu dengan alasan perbedaan pemahaman
agama dan perbedaan etnis. Kondisi konflik harus sesegera mungkin dimanagement dari
kondisi yang Fight ke Flight terus menuju Flow sampai ke Agreement dan terakhir menuju
Rekonsiliasi. Dalam suasana Rekonsiliasi inilah kehidupan bersama dapat bergerak menuju
kehidupan yang aman dan damai. Kehidupan yang aman dan damai ini dapat menumbuhkan
nilai-nilai spiritual dan nilai material secara seimbang dan kontinue.
Nilai spiritual dan nilai material yang tumbuh seimbang dan kontinue itu sangat dibutuhkan
dalam kehidupan untuk membangun manusia dan masyarakat yang harmonis dinamis dan
produktif. Hanya dalam masyarakat yang harmonis, dinamis dan produktif itulah dapat menjadi
wadah kehidupan untuk mewujudkan apa yang disebut hidup aman damai dan bahagia lahir
batin.
PERMASALAHAN
Terjadinya suasana tegang yang mengarah pada konflik dalam kehidupan beragama bukanlah
disebabkan oleh ajaran Agama yang dianut oleh umat beragama. Konflik itu terjadi karena
cara pemahaman Agama yang keliru. Ada dua cara pemahaman Agama yang keliru yaitu:
PERTAMA: CARA PEMAHAMAN YANG BERSIFAT EXCLUSIVE NEGATIF
Yang dimaksud dengan sikap exclusive itu adalah suatu sikap yang demikian mengangungkan
Agama yang dianutnya yang melebihi Agama lain dengan menganggap Agama lain yang tidak
dianutnya adalah Agama yang lebih rendah. Agama lain yang tidak dianutnya itu adalah Agama
yang tidak benar. Sikap exclusive yang negatif itu dapat menumbuhkan benih-benih sikap untuk
anti pada Agama lain yang dianut oleh orang lain. Sedikit saja ada persandingan antar umat
beragama yang berbeda dapat menimbulkan kondisi konflik. Karena dalam persndingan antar
umat beragama yang berbeda itu, mereka merasa Agama yang dianutnyalah yang paling
exclusive. Kelebihan-kelebihan yang ada pada Agama yang dianutnya sangat diyakini akan
dapat menyelesaikan segala persoalan hidup dan kehidupan di dunia ini. Karena itu semua orang
harus ikut Agama yang dianutnya.
Dari sini timbulah upaya untuk menarik orang yang belum seagama dengannya supaya ikut
memeluk Agama yang dianutnya. Hal ini dianggap tugas yang sangat suci dan sebagai perintah
dari Tuhan. Agama lain adalah Agama yang tidak sempurna. Karena ia tidak sempurna harus
dipinggirkan. Demikianlah salah satu ciri sikap exclusive yang banyak ditampilkan oleh para
penganut Agama. Oknum-oknum yang bersikap exclusive negatif seperti itu ada pada setiap
kumunitas pemeluk Agama. Sikap itulah yang menjadi sumber paling rawan menimbulkan
konflik. Pemeluk Agama yang bersikap exclusive itu mempromosikan Agamanya pada
masyarakat luas bagaikan para pengusaha mempromosikan produknya sebagai produk unggul
yang paling wah dalam segala hal. Sikap yang demikian itu menimbulkan upaya beragama lebih
banyak diexpresikan keluar diri dari pada kedalam diri sendiri. Karena sibuk memperomosikan
Agama untuk orang lain lalu lupa mengexpresikan ajaran Agama itu pada diri. Sebagai akibatnya
terjadilah ketimpangan antara perbuatan dan wacana yang dipromosikan itu. Demikianlah
permasalahan yang dapat memicu timbulnya konflik umat baik intern umat seagama maupun
antar umat yang berbeda Agama.
KEDUA: SIKAP BERAGAMA YANG MUNAFIK
Dalam ajaran Agama Hindu ada dua bentuk penampilan tradisi beragama. Ada yang disebut
Maksika Nyaya yaitu kebiasaan lalat. Ada yang beragama seperti kebiasaan Madukara
Nyaya yaitu beragama seperti kebiasaan kumbang. Sikap beragama seperti lalat (Maksika
Nyaya) itulah sikap yang munafik. Kebiasaan lalat adalah; sekarang hinggap di makanan yang
enak sebentar lagi hinggap di bangkai yang busuk. Sebentar lagi hinggap ditempat yang kotor
kemudian hinggap di lauk-pauk yang bersih. Demikian seterusnya silih berganti. Ada orang
demikian khusuk melakukan ibadah Agamanya setelah itu ia melakukan korupsi. Habis
melakukan ceramah Agama mengajak orang berbuat baik dan mulia, setelah itu diam-diam
berselingkuh.
Kebiasaan lalat itu saangat berbeda dengan kebiasaan Madukara atau lebah madu. Lebah Madu
selalu hinggap di bunga-bunga yang indah dan wangi. Ia hanya mengisap sari-sari bunga itu
untuk dijadikan madu. Setelah jadi madu ia relakan untuk dinikmati oleh makhluk lain terutama
manusia. Kemunafikan beragama itu menimbulkan krisis moral dan krisis kepercayaan. Dari
krisis tersebutlah menjadi sumber konflik baik vertikal maupun horisontal. Ada pejabat yang
menampilkan diri sangat taat pada Agamanya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menutupi
maksud-maksud jahatnya untuk menggunakan jabatanya itu untuk memperkaya diri dengan
merugikan orang lain atau uang rakyat. Karena rakyat kehilangan kepercayaan kepada pejabat.
Hal ini menyebabkan pejabat yang jujur dan baik ikut kena getahnya. Dari sinilah awalnya
timbul konflik vertikal antara rakyat dengan pemerintahnya. Padahal tidak semua pejabat
beragama munafik seperti itu.
Konflik karena perbedaan etnis juga disebabkan oleh sikap exclusive dari sementara oknum.
Setiap etnik memiliki sifat dasar yang ada kelebihan dan kekurangan. Semua Agama sudah
mengajarkan kita bahwa hanya Tuhan Yang Maha Esa itulah yang maha sempurna. Ada oknum
tertentu hanya melihat kelebihan etnisnya sendiri dan hanya melihat kekurangan etnis lain. Kalau
ada tokoh, apakah itu pejabat, pengusaha, politisi dan tokoh-tokoh lainya berbuat salah sering
kesalahan pribadi itu duhubung-hubungkan dengan etnis bahkan Agama yang bersangkutan.
Demikianlah secara umum analisa singkat ini. Kami melihat adanya konflik antar umat bergama
dan konflik karena alasan perbedaan etnis.
MEMBANGUN BANGSA DAN AGAMA
“Membangun Bangsa Demi Agama dan Membangun Agama Demi Bangsa“. Kalimat
tersebut kami kutip dari refleksi hasil Kongkres Nasional I agama-agama di Indonesia dari tgl
11 s/d 12 Oktober 1993 di Jogyakarta. Kongkres I agama-agama di Indonesia ini diselenggrakan
oleh sebuah panitia yang terdiri dari berbagai unsur semua agama yang ada Indonesia. Kongres
tersebut didukung sepenuhnya oleh Pemerintah RI melalui Departemen Agama RI. Kongres
tersebut diadakan dalam rangka memperingati 100 Tahun Parlemen Agama-Agama Sedunia
yang diadakan pada Th 1893 di Chicago Amerika Serikat.
Kami sebagai salah seorang Pimpinan PHDI Pusat saat itu juga ikut hadir sebagai pemakalah. Di
samping menghasilkan sebuah refleksi, kongkres tersebut juga telah mengeluarkan sebuah
deklarasi. Salah satu poin dari deklarasi tersebut ada beberapa tugas yang ditetapkan untuk
dikerjakan oleh Lembaga tersebut yang sangat patut kita ingat kembali. Misalnya, melakukan
kegiatan sosial antar umat beragama untuk meningkatkan partisipasi umat beragama dalam
pembangunan nasional dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan
negara Indonesia.
Ternyata hasil Kongres tersebut masih belum nampak hasilnya. Terbukti dalam menghadapi
krisis ini, justru diberbagai tempat di Indonesia terjadi konflik yang bernuansa perbedaan
Agama. Ini berarti kita belum berhasil membangun Agama-Agama yang dianut di Indonesia
sebagai kekuatan untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Tanpa persatuan dan
kesataun bangsa, berbagai potensi bangsa sulit didayagunakan untuk membesarkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur atau sejahtera lahir batin dalam rangka
membangun masyarakat dunia yang aman dan damai.
Hasil Kongres I agama-agama di Indonesia itu masih sangat relevan untuk dijadikan landasan
kebijakan untuk mengarahkan pikiran kita dalam memecahkan persoalah konflik pemeluk
agama, baik pemeluk umat se-agama maupun pemeluk umat yang berbeda agama di Indonesia.
Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Guru Besar Universitas Udayana menyatakan, “Letak harga diri
kita sejauh mana kita mampu menghargai orang lain, kalau kita tidak dapat menghargai
orang lain berarti kita juga orang yang tidak punya haraga diri”. Kalau kita menganggap
orang itu seperti tidak ada atau tidak ada artinya, jangan heran kalau suatu saat kita juga
dianggap tidak ada artinya. Pemikiran Mantan Gubernur Bali dan mantan Dubes Indonesia di
India ini masih sangat relevan untuk dijadikan acuan dalam mencari solusi konflik antar Agama
dan Etnis. Dalam kitab Bhagawad Gita ada disebutkan istilah “Cakra Yadnya“, yang artinya
suatu pengabdian yang timbal balik. Kalau kita ingin mendapatkan pengabdian dari alam
lingkungan maka mengabdilah kita pada upaya untuk melestarikan lingkungan alam tersebut.
Kalau kita ingin mendapat pengabdian dari orang lain, maka mengabdilah juga pada kepentingan
orang lain. Kalau kita ingin mendapatkan karunia Tuhan maka lakukan Sradha dan Bhakti (iman
dan taqwa) kepada Tuhan dalam bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan. Demikjan juga
sebaliknya kalau pemeintah ingin mendapatkan pajak yang benar dari para pengusaha,
ciptakanlah iklim berusaha yang sehat dan kondusive. Janganlah mereka diperas dengan
berbagai pungutan liar, saham kosong dan berbagai peraturan yang sangat birokratis. Sebaliknya
kalau pengusaha ingin produknya mendapatkan tempat di hati rakyat, berikanlah mereka produk
yang baik dengan harga yang pantas.
Konsep Cakra yadnya dalam kitab Bhagawa Gita salah satu kitab suci Hindu itu menyatakan
bahwa tidak mungkin kita bisa hidup bersama di dunia ini dengan baik tanpa saling mengabdi,
saling menghargai, saling memahami, dan saling tolong menolong. Istilah Cakra Yadnya yang
terdapat dalam kitab Bhagawad Gita III.16 merupakan kelanjutan dari Bhagawad Gita III.10.
Dalam Sloka ini dinyatakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya
adalah berdasarkan Yadnya. Ini artinya Tuhan tidak meiliki pamerih apa-apa dalam karya
agungNya itu.
Tuhan pun menciptakan Yadnya untuk kehidupan semua ciptaanNya. Semua ciptaanNya di
ciptakan berbeda-beda agar mereka hidup untuk saling membutuhkan. Kalau mereka
menganggap dirinya sudah paling baik dan sempurna mereka akan jadikan perbedaan itu untuk
saling membentur satu sama lainya. Perbedaan yang diciptakan oleh Tuhan itu agar manusia itu
mau saling membutuhkan satu sama lainya berdasarkan Yadnya ini, artinya kalau manusia itu
ingin hidup yang bahagia lakukanlah yadnya kepada Tuhan dalam bentuk Sradha dan Bhakti.
Lakukanlah upaya untuk aktif menjaga kelestarian lingkungan. Kalau kita mengabdikan diri
untuk kelestarian lingkungan, lingkungan itupun akan menjadi sumber penghidupan umat
manusia. Kalau kita ingin mendapatkan pengabdian dari sesama manusia maka mengabdilah kita
kepada sesama manusia sesuai dengan fungsi, profesi dan bakat kita masing-masing. Inilah yang
di dalam istilah sekarang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana ini artinya setiap umat Hindu
diajarkan untuk membangun sikap yang seimbang antara memuja Tuhan melalau Sradha dan
Bhakti, dengan mengabdi pada sesama manusia dan aktif menjaga kelestarian lingkungan alam.
Dari sini kami dapat memetik suatu makna bahwa sikap beragama yang benar adalah
mengutamakan membangun diri untuk menjadi aktif mengatasi krisis alam, krisis ekonomi,
politik, sosial, krisis kepercayaan atau apa yang disebut krisis Nasional.
MENCARI MAKNA KONFLIK YANG BERWAJAH GANDA
Konflik terjadi karena manusia menyalahgunakan perbedaan yang dikaruniai oleh Tuhan.
Meskipun demikian, konflik itu tidaklah selalu berdimensi negatif. Semua ciptaan Tuhan ini
memiliki dua sisi. Ada yang berdimensi negatif ada juga yang berdimensi positif. Konflik berarti
bahaya dan kesempatan.
Konflik adalah suatu bahaya. Entah berapa penderitaan dan nyawa yang menjadi korban karena
terjadi konflik diberbagai belahan dunia ini. Itulah wajah bahaya yang sangat mengerikan dari
konflik. Namun demikian dalam pengalaman sejarah hidup manusia konflik itu tidaklah selalu
berwajah seram membahayakan. dan bersifat merusak. Konflik juga berarti suatu kesempatan
untuk melakukan sesuatu yang lebih benar dan lebih adil. Banyak konflik menjadi suatu
kesempatan untuk mampu menghadirkan sesuatu yang baru yang membawa kehidupan bersama
ini menjadi lebih baik dan lebih benar. Konflik juga banyak yang menimbulkan kesadaran baru,
pertumbuhan kepribadian dan juga sebagai peluang untuk menegakan kebenaran dan keadilan.
Dari jaman Kerajaan sampai jaman kehidupan demokrasi ini banyak dicatat oleh sejarah
peristiwa yang menggunakan konflik sampai dalam bentuk perang untuk menegakan kebenaran
dan keadilan. Hal itu karena buntunya jalan damai dalam menegakan suatu kebenaran dan
keadilan. Oleh karena konflik itu suatu kenyataan hidup, tentunya manusia tidak dapat
menghindar begitu saja pada kenyataan konflik. Mereka harus berupaya untuk menggunakan
akal sehatnya untuk mengatasi konflik dengan cara-cara yang tidak sampai memakan korban
jiwa dan penderitaan apa lagi sampai menenggelamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Jadinya
manusia dalam menghadapi konflik jangan lari dari konflik. Terjunilah konflik itu untuk mencari
makna-makna positifnya sehingga kehidupan ini menjadi semakin maju lahir batin.
MERUBAH ORIENTASI ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Sebelum era tahun delapan puluhan, Ilmu Perbandingan Agama (Comparatif Religion Study)
selalu membanding-bandingkan agama yang satu dengan agama yang lainya. Hal itu sangat
tergantung pada yang menjelaskan perbandingan agama tersebut. Kalau ia beragama A maka
Agama B, C ,D dan seterusnya dianggap lebih jelek. Karena tolak ukurnya agama A dipakai
mengukur agama B, C dan D. Demikian juga sebaliknya. Kalau yang menjelaskan Ilmu
Perbandingan Agama itu menganut agama B, maka agama A, C, D dan seterusnya akan
dianggap lebih jelek, karena yang digunakan sebagai tolok ukurnya adalah agama B. Demikian
seterusnya.
Akibatnya kehidupan antar umat beragama semakin runcing dan semakin tidak membawa
kerukunan dalam masyarakat. Era setelah tahun delapan puluhan mulailah ada perubahan
orientasi Ilmu Perbandingan Agama. Tujuan ilmu perbandingan Agama tidak lagi untuk saling
mejelekkan agama yang tidak dianut dan mengagung-agungkan agama yang dianut agar
kelihatan agama orang lain itu lebih jelek dari agama yang dianut. Tujuan Ilmu Perbandingan
Agama menjadi berubah, yaitu untuk mendalami agama orang lain yang tidak dianut agar lebih
memudahkan dan melancarkan pergaulan dengan umat yang berbeda agama. Hal ini
dikemukakan oleh Hendro Puspito dalam Bukunya berjudul “Sosiologi Agama”. Perubahan
orientasi inilah yang banyak mendorong timbulnya dialog-dialog antar umat yang berbeda
Agama. Namun dialog tersebut baru menyentuh dialog Sosiologis belum menyentuh pada dialog
keimanan. Dialog Sosiologis itu baru mencari “musuh bersama” umat beragama, sehingga
seluruh umat beragama ada pada satu barisan menghadapi berbagai persoalan bersama sebagai
musuh bersama umat beragama. Musuh bersama itu adalah keterbelakangan, kebodohan,
kemiskinan lahir dan batin, arogansi dan kesenjangan. Banyak pihak yang berpendapat bahwa
dialog itu hendaknya ditingkatkan sampai menyentuh dialog keimanan sehingga persatuan dan
kesatuan umat yang berbeda agama akan semakin erat, untuk menghadapi musuh bersama
berupa berbagai persoalan bersama itu.
Bentuk dialog keimanan itu masih belum ada kesamaan persepsi dan visi diantara para tokoh-
tokoh umat beragama dari semua agama yang ada, namun dialog yang bersifat sosiologis sudah
banyak dirasakan halis-hasilnya, meskipun belum seperti yang diharapkan. Dengan cara dialog
itu seseorang akan semakin paham pada keberadaan agama orang lain untuk tujuan positif. Di
sinilah baru muncul apa yang disebut oleh Aloys Budi Pramono sebagai “Riligious Leteracy”,
dalam harian Kompas, 9 Nopember 2001.
Religious Leteracy ini adalah sikap melek Agama lain. Sikap ini sebagai syarat yang semakin
dibutuhkan oleh dunia modern yang semakin mengglobal ini. Ciri masyarakat modern semakin
cendrung munculnya pluralistik dalam berbagai kehidupan. Pluralisme yang paling peka adalah
pluralisme di bidang Agama. Kalau hal ini tidak dimanagement dengan baik maka pluralisme itu
akan mendatangkan berbagai kesukaran sosiologis dalam kehidupan bersama itu. Seperti
berbagai konflik yang merebak di tanah air seperti konflik Ambon dan Poso.
RELIGIOUS LETERACY MEMBANGUN KERUKUNAN
Rukun adalah sebagai terminal sosial untuk mengantarkan kehidupan yang aman dan damai.
Hidup yang aman dan damai sebagai iklim sosial yang dibutuhkan untuk menumbuhkan nilai-
nilai spiritual dan nilai material secara seimbang dan kontinue. Nilai-nilai spiritual dan nilai
meterial yang seimbang dan kontinue itu dibutuhkan untuk membangun manusia yang utuh dan
berkwalitas. Salah satu aspek yang dapat menimbulkan gangguan kerukunan sosial adalah
pluralisme dibidang Agama. Dengan mengembangkan sikap Religious Literacy kesalah pahaman
akan pluralisme Agama akan semakin dapat diatasi.
Religious Leteracy itu akan semakin menampakan hasilnya apabila hal itu dilakukan secara jujur
oleh semua pihak terutama para pemuka-pemuka semua agama. Gerakan ke arah Religious
Leteracy sudah semakin nampak. Penulis sendiri sebagai umat Hindu terutama sebelum
reformasi sering diundang ke Gereja dan beberapa perguruan tinggi yang bernafaskan agama
seperti ke Institut Agama Islam Negeri, ke Universitas Atma Jaya untuk berceramah tentang
Agama Hindu. Tujuan ceramah itu adalah untuk meningkatkan pemahaman umat Islam dan
Kristen tentang ajaran Agama Hindu. Yang paling sering dilakukan ditingkat Nasional adalah
Dialog antar Umat beragama baik yang dilakukan oleh Litbang Departemen Agama RI, maupun
yang disponsori oleh masing-masing lembaga agama yang ada.
Salah satu tujuan dialog umumnya mencarikan solusi berbagai permasyalahan yang timbul di
lapangan menyangkut gesekan yang sering terjadi dalam kehidupan antara umat yang berbeda
agama. Melek agama lain tidak saja diupayakan dalam dialog-dialog antara umat yang berbeda
agama, namun hendaknya juga ditumbuhkan sendiri oleh masing-masing umat beragama
terutama oleh tokoh-tokohnya. Toleransi itu hendaknya ditumbuhkan dari dalam diri sendiri
sebagai suatu kebutuhan hidup dalam masyarakat yang pluralistis itu. Jadinya dengan melek
Agama lain, toleransi itu terjadi tidak atas tekanan dari luar diri sendiri.
KALAU “KAMI” MENGALAHKAN “KITA”
Eksistensi individu dan kelompok semakin kuat dalam proses modernisasi yang konon sudah
berada pada kondisi post modern. Nilai-nilai spiritual agama memang mendorong untuk
memajukan eksistensi individu dan sosial yang berkualitas. Tetapi karena beragama lebih
mengutamakan aspek institusi formal maka hal itu memunculkan sikap exclusivisme agama yang
berlebihan. Eksistensi individu dan kelompok yang kuat itu menyebabkan “eksistensi kami
mengalahkan kita“. Kami sebagai partai A lebih diutamakan dari pada kita sebagai bangsa
Indonesia. Kami sebagai penganut Agama B lebih dieksistensikan dari pada kita sebagai umat
manusia. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya membangun persaudaraan sejati dalam
kehidupan bersama dalam masyarakat. Persuadraan sejati itu adalah kuatnya sikap bersauidara
sesama manusia. Apakah saudara seayah seibu, seagama, separtai, sesuku, sebangsa, senegara
dst. Dalam persaudaraan yang sejati eksistensi kami dan kita sama-sama salaing memperkuat.
Meskipun menganut aliran politik yang berbeda tetapi tetap merasa besaudara senegara.
Menganut Agama yang berbeda tetapi tidak merasa karena perbedaan Agama yang dianut itu
sebagai sesuatu yang berhadap-hadapan dalam kondisi bermusuhan. Rasa bermusuhan antara
umat yang berbeda agama atau antara masyarakat yang berbeda partai politik akan terjadi apabila
adanya sikap untuk saling meniadakan antara satu dengan yang lain. Sikap itu muncul karena
tidak adanya sikap integritas yang murni dalam masing-masing individu dan kelompok.
Kepentingan individu dan kelompok itu seharusnya tidak dibuat berdikotomi dengan
kepentingan bersama yang lebih luas.
Kami dan kita jangan dibuat berdikotomi. Kalau “kami mengalahkan kita“, maka persatuan dan
kesatuan bangsa tidak akan terjadi. Karena berbagai kelompok sosial yang membangun bangsa
asyik dan mengexclusivekan kelompoknya masing-masing. Kalau dalam satu bangsa tidak ada
persahabatan yang sejati bagaimana mungkin terjadi persahabatan dalam persaudaraan dunia
yang aman dan damai. Sebaliknya kalau “kita mengalahkan kami“, maka akan terjadi penekanan
negara pada berbagai kelompok sosial dalam suatu negara. Rasa tertekan yang bersifat struktural
akan menghantui kehidupan masyarakat.
Dalam kondisi masyarakat yang tertekan tidak mungkin mampu produktif menumbuhkan nilai-
nilai spiritual maupun material secara seimbang dan kontinue. Kehidupan yang aman dan
sejahtera akan terwujud kalau kondisi sosial itu mendorong tumbuhnya nilai-nilai spiritual dan
material secara seimbang dan kontinue. Pelanggaran hukum dan HAM akan menjadi-jadi kalau
“kita tidak memberikan peluang hidup pada kami“. Kalau demikian halnya setiap orang harus
mampu membangun sikap yang seimbang terhadap “kami dan kita” dalam dirinya.
Kehidupan beragama harusnya dapat memberi kontribusi dalam menumbuhkan sikap hidup yang
seimbang terhadap “kami dan kita”. Agama Hindu sangat yakin bahwa semua manusia yang
hidup di kolong langit ini tercipta karena Kemaha Kuasaan Tuhan Yang Esa. Dari sudut
pandangan ini semua manusia adalah bersaudara. Namun demikian, tidak berarti tidak boleh ada
keanekaragaman hidup di dunia ini. Hakekat manusia multi dimensi. Manusia itu sama dan
sekaligus berbeda. Setiap manusia memiliki jasmani dan rokhani. Cuma struktur jasmani dan
rokhaninya itu yang berbeda-beda. Persamaan dan perbedaan dalam diri manusia itu sebagai
media untuk menuju yang satu. Yang satu itu adalah untuk memuliakan hidup di dunia ini. Tidak
ada satupun manusia di dunia ini yang tidak ingin memuliakan hidupnya di dunia ini. Karena itu
dalam mengeksistensikan sikap “kami“ jangan sampai mengabaikan aspek “kita“. Karena hal itu
akan mengganggu hakekat manusia dalam memuliakan hidupnya.
Kalau prinsip “kami“ yang terlalu eksis maka akan dapat mengganggu eksistensi “kami“ yang
lainya. Kalau terjadi proses saling mengganggu antara prinsip “kami“ yang satu dengan prinsip
“kami“ yang lain maka hal itu akan menjadi hambatan bagi manusia untuk memuliakan
hidupnya. Agar prinsip “kami“ yang satu tidak saling mengganggu dengan prinsip “kami“ yang
lainya dalam hal inilah diperlukan prinsip “kita“. Prinsip “kita“ inilah yang akan menjadi benang
merah berbagai perbedaan antara “kami“ yang satu dengan “kami“ yang lainya. Apa yang
disebut Sama Beda dalam ajaran Hindu akan dipertemukan secara terpadu.
Kondisi Indonesia saat ini sepertinya mengarah pada “kami semakin mengalahkan kita“. Untuk
mencegah dinamika yang mengarah pada kalahnya “kita oleh kami“ perlu diingatkan agar semua
pihak membangkitkan paradigma keseimbangan. Kehidupan beragama semestinya yang paling
dikedepankan untuk memberi contoh bersinerginya antara “kami dengan kita“ dalam kehidupan
sehari-hari. Melalui kehidupan beragama dapat dibangun “kami yang kuat”, tetapi juga
menguatkan “kita“. Membangun kehidupan beragama yang kuat demi bangsa. Membangun
bangsa yang kuat demi melindungi kehidupan beragama. Demikianlah ”kami” saling
memperkuat dengan “kita”.
FANATISME BERAGAMA YANG SALAH ARAH
Fanatisme beragama di Indonesia pernah mendapat perhatian dari Ibu Megawati Sukarno Putri
saat menjabat Presiden. Fanatisme beragama perlu ditafsir ulang. Penafsiran ulang Fanatisme
beragama itu dirasakan sangat penting untuk menjaga citra positif kehidupan beragama di
Indonesia. Kalau kehidupan beragama sampai menimbulkan kerawanan sosial yang dapat
membuat ambruknya suatu negara tentunya bukan salahnya agama yang disabdakan oleh Tuhan.
Manusialah yang menyalah gunakan agama yang dianutnya untuk berbuat yang dapat
mengganggu keamanan hidup bersama itu.
Fanatisme dalam bahasa Inggris artinya mengekpresikan kepercayaan secara berlebihan.
Mengekspresikan kepercayaan kepada agama yang dianut tentunya sesuatu yang wajib dilakukan
sebagai penganut suatu agama. Cuma arah eksrepresi itu perlu dilakukan dengan kesadaran
Budhi bukan dengan ekspresi emosi tanpa kendali. Fanatisme beragama itu bisa diarahkan
kepada arah yang positif dan bisa juga kearah yang negatif. Kalau fanatisme beragama diarahkan
untuk membangun sikap hidup yang positif tentunya kita tidak perlu khawatir pada bentuk
fanatisme kehidupan beragama yang dilakukan. Misalnya, agama mengajarkan tidak boleh
berjudi. Meskipun rayuan lingkungan untuk berjudi demikian kuat, tetaplah fanatik tidak mau
ikut berjudi. Apa lagi dilingkungan tempat pemujaan seperti Pura misalnya. Demikian juga
agama mengajarkan janganlah mengkonsumsi minuman keras. Lakukanlah hal itu secara fanatik.
Meskipun banyak pihak mempengaruhi agar kita ikut menegak minuman keras. Kuatkanlah
keyakinan kita pada ajaran agama yang kita anut bahwa minuman keras itu dilarang oleh agama
yang kita anut. Apa lagi dalam rangka Upacara Yadnya, suguhkanlah minuman keras itu saat
metabuh untuk Upacara Bhuta Yadnya. Janganlah kita sebagai manusia justru yang
meminumnya.
Kitab suci Agama Hindu mengajarkan bahwa untuk menentukan seseorang itu Brahmana,
Ksatria, Waisya maupun Sudra bukanlah Wangsa atau keturunannya. Yang menentukan
adalah Guna dan Karmanya. Janganlah kita ngotot bahwa hal itu berdasarkan Wangsa. Itu
namanya bukan fanatik agama, tetapi fanatik adat yang sesat. Karena adat itu ada yang adi
luhung ada juga yang sesat. Tujuan yang paling utama Upacara Yadnya adalah sebagai media
sakral mendekatkan manusia pada alam lingkungannya (Sarwa Prani), kepada sesama manusia
dan yang tertinggi kepada Tuhan. Marilah kita fanatik untuk mewujudkan Upacara Yadnya agar
tiga tujuan berupacara Yadnya itu semakin terwujud dalam setiap kita melangsungkan Upacara
Yadnya. Janganlah justru Upacara Yadnya dijadikan media untuk memprovokasi perpecahan
umat dan merusak sistim hidup yang lainya. Semuanya itu justru bertentangan ajaran Agama.
Yang diingatkan oleh Presiden Megawati adalah pendidikan Agama di Indonesia janganlah
membentuk insan fanatik dan militan menuju arah yang negatif. Fanatisme beragama yang
negatif muncul karena sikap beragama yang lebih mendahulukan “to have” dari pada “to be”.
Maksudnya, banyak orang merasa lebih memiliki agama yang dianutnya dari pada berupaya
menjadikan dirinya seperti apa yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Karena agama itu
sabda Tuhan, tentunya sangat suci, kebenaran yang sejati, luhur dan sangat mulia. Banyak orang
menjadi mabuk karena merasa memiliki agama yang baik dan mulia itu. Meskipun ia sendiri
belum menjadikan dirinya seperti apa yang diajarkan oleh Agama yang dianutnya. Semua
penganut agama meyakini agamanya suci, mulia dan ciptaan Tuhan. Sedangkan agama yang
tidak dianutnya diangggapnya bukan ciptaan Tuhan dan bukan Agama yang baik.
Karena salah caranya memahami agama yang suci itulah timbulnya sikap mabuk dan fanatisme
agama yang negatif. Seperti orang mabuk karena kaya, karena pintar, karena cakep, muda,
bangsawan karena sakti dan juga karena minuman keras. Demikian juga setiap agama
memberikan banyak jalan dan banyak cara untuk mengamalkan ajaran agama bersangkutan.
Karena itulah, di intern umat seagamapun banyak terjadi berbagai perbedaan. Banyak juga umat
penganut suatu agama tidak begitu paham akan berbagai perbedaan yang dimiliki oleh agama
yang dianutnya.
Adanya berbagai perbedaan di intern suatu agama karena tidak dipahami dengan baik dapat juga
menjadi sumber fanatisme kelompok di intern suatu agama. Apa lagi ada elit penganut agama
yang tidak arif dalam memanagement suatu perbedaan. Keadaan ini sangat mudah memicu
fanatisme beragama yang negatif.
Semestinya kehidupan beragama mampu memberikan kontribusi pada pembentukan insan
beragama yang siap hidup dalam masyarakat yang semakin pluralitis dan heterogin. Dunia di era
post modern ini akan menjadi semakin pluralistis heterogin dalam berbagai bidang kehidupan.
Orang tidak selalu akan bermukim ditempat kelahiranya saja. Dengan pesatnya kemajuan
tehnologi transportasi, telekomunikasi, trade (perdagangan) dan tourisme, maka orang boleh
bermukim di mana saja.
Kehidupan beragama harus mampu menyiapkan insan-insan yang semakin tangguh menghadapi
fluralisme dan heteroginitas sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Setiap orang harus siap
hidup berdampingan dalam berbagai perbedaan dengan tidak usah kehilangan kepribadianya
masing-masing. Agama seyogianya dapat memberikan kontribusi keindahan dalam fluralisme
dan heteroginitas sosial budaya dalam masyarakat post modern ini.
Jor-joran dalam memunculkan identitas simbol keagamaan sebaiknya dikurangi dan lebih
diutamakan untuk menunjukan prilaku yang mulia sesuai dengan profesi masing-masing sebagai
wujud pengamalan Agama yang kita anut. Persaingan menunjukan identitas simbol lebih banyak
negatifnya.
MENCARI SOLUSI MENGATASI KONFLIK
1. Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi
Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang hidup di dunia ini. Apa
lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik
yang demikian itu memang suatu konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari
konflik itu, maka konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo
Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta menyatakan bahwa
proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari kondisi yang “Fight” harus
diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan
kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke
Rekonsiliasi. Karena itu, masyarakat terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali
ilmu Management Konflik setidak-tidaknya untuk tingkat dasar.
2. Merobah Sistem Pemahaman Agama.
Konflik yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk
konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi
termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya tidak
di retorikakan secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada
umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama
lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari
ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar
menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi
kepentingan yang lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar
dan adil. Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang sukses seperti
menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu power, merasa diri
bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi mabuk kalau kurang waspada
membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya lebih dipentingkan oleh
masyarakat bangsa kita dewasa ini.
3. Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.
Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk
perayaan dengan penampilan yang berhura-hura. Seperti menunjukan existensi diri secara
berlebihan, bahwa saya adalah umat yang hebat dan besar banyak pengikut dll. Hal ini sangat
mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan
existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur.
4. Jangan Menyalah Gunakan Jabatan Demi Agama.
Banyak oknum Pejabat kadang-kadang menjadikan jabatanya itu sebagai kesempatan untuk
berbuat tidak adil demi membantu pengembangan agama yang dianut oleh pejabat
bersangkutan. Dan menjadikan jabatanya itu sebagai media melakukan hal-hal yang hanya
menguntungkan umat agama yang dianutnya.
5. Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis.
Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada
yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih dari
yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia menjadi siap
hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu adalah persaingan
yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma Agama,
norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini
menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa mereka adalah memiliki berbagai kelebihan
dari etnis yang lainya. Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai
kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi bersikap sombong dan exlusive karena merasa
memiliki kelebihan etnisnya.
Untuk membangun kebersamaan yang setara, bersaudara dan merdeka mengembangkkan
fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu masyarakat ada
baiknya kami sampaikan pandangan Swami Satya Narayana sbb: “Agar hubungan sesama
manusia menjadi harmonis, seriuslah melihat kelebihan pihak lain dan remehkan
kekuarangannya. Seriuslah melihat kekurangan diri sendiri dan remehkan kelebiihan diri”.
Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di
samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan tambahan pengalaman
positif dari sesama dalam pergaulan sosial. Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan
semakin tumbuh rasa persahabatan yang semakin kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka
kita akan terus merasa jauh dengan sesama dalam hubungan sosial tersebut.
Demikiian sumbangan pikiran ini semoga ada gunaya.
Makalah ini dibawakan dalam dialog Pemuda bersama Pemuka Agama dengan Thema
“Mencari Solusi Idial dalam Menyikapi/ Merespon Konflik Agama dan Etnis di Indonesia”.
Dialog ini diadakan di Jakarta dari tgl 27 s/d 30 Agustus 2000 oleh DPP KNPI.
.2 Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000
Tentang Pengadilan HAM)
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara
paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
2.3 Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan
keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak
pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang
lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam
interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat.
Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa
besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi
dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan
dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya
Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT
Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan
diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan
pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian
Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan
sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik
dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga
dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh
merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para
aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang
dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
2.4 Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lingkungan Sekitar
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan
yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata
kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap
mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap
para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran
HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa
menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan
tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga
seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
2.5 Instrumen Nasional HAM
1. UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV; Pasal 28A sampai dengan 28J;
Pasal 27 sampai dengan 34
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5.UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
6.UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Manusia
7.UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai
pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak
8.UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang hak-hak
ekonomi, Sosial dan Budaya
9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik
2.6 Upaya mengatasi pelanggaran hak asasi manusia
Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus
pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum.Beberapa upaya
yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk menghargai
dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut
1. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.
2. Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.
3. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki
kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menghormati hak-hak orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal
yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan
peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia dan Contoh-contohnya
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan
perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik
dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal
55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu
konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati,
kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta
pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum
dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009
sebagai gerakan nasional.
2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang
fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum
melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati
hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan
sewajarnya.
5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta
badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan
HAM.
9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses
hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat.
Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan
cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM)
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara
paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
contoh-contoh pelanggaran HAM di Indonesia :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari
masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana
terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong,
Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT. Catur
Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi
korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas
yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari
pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh
unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis
yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13
orang lainnya masih hilang).
f. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah
kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
g. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang
menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
h. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat
bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan
tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya
sangatlah lama
2.5 Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia
Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa hal
diantaranya :
1. Melakukan pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil
kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan
hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan
hukum.
2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi
daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak
boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan
yang selama ini masih terjadi.
3. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.
4. Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.
5. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi
yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
6. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
7. Menghormati hak-hak orang lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran
HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu
Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.

More Related Content

What's hot

faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajarfaktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajarYuli Yanti
 
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.ppt
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.pptPPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.ppt
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.pptRezaDarmayanti
 
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) Terbaru
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) TerbaruFormat APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) Terbaru
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) TerbaruAkang Juve
 
Model Motivasi ARCS
Model Motivasi ARCSModel Motivasi ARCS
Model Motivasi ARCStbpck
 
memahami Understanding by Design
memahami Understanding by Designmemahami Understanding by Design
memahami Understanding by DesignSMK Negeri 6 Malang
 
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018Sanjaya Ops
 
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)Ivan van Mohammed
 
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptx
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptxModul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptx
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptxAzkaFalaih1
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanHariyatunnisa Ahmad
 
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIALPERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIALDadang DjokoKaryanto
 
Pengembangan Pendidikan IPS di SD
Pengembangan Pendidikan IPS di SDPengembangan Pendidikan IPS di SD
Pengembangan Pendidikan IPS di SDLili Puspita Sari
 
Jenis-jenis Perencanaan Pendidikan
Jenis-jenis Perencanaan PendidikanJenis-jenis Perencanaan Pendidikan
Jenis-jenis Perencanaan PendidikanEççô Ĥärýý
 
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...Istna Zakia Iriana
 
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptx
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptxPPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptx
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptxDwiYuningsih5
 
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama pendekat...
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama  pendekat...Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama  pendekat...
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama pendekat...Rachmah Safitri
 
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptxRatnaSarum
 

What's hot (20)

faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajarfaktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
faktor faktor yg mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
 
Guru profesional
Guru profesionalGuru profesional
Guru profesional
 
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.ppt
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.pptPPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.ppt
PPT-4-Keterkaitan-PKn-dengan-IPS-dan-Matpel-Lain.ppt
 
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) Terbaru
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) TerbaruFormat APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) Terbaru
Format APKG 1 dan 2 PKP Universitas Terbuka ( UT ) Terbaru
 
Model Motivasi ARCS
Model Motivasi ARCSModel Motivasi ARCS
Model Motivasi ARCS
 
memahami Understanding by Design
memahami Understanding by Designmemahami Understanding by Design
memahami Understanding by Design
 
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018
Rpp kelas 2 tema 2 bermain di lingkunganku revisi 2018
 
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
 
Karakteristik mata pelajaran PPKn
Karakteristik mata pelajaran PPKnKarakteristik mata pelajaran PPKn
Karakteristik mata pelajaran PPKn
 
Teori belajar gagne
Teori belajar gagneTeori belajar gagne
Teori belajar gagne
 
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptx
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptxModul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptx
Modul 1 Hakikat Strategi Pembelajaran.pptx
 
Makalah kesenian
Makalah kesenianMakalah kesenian
Makalah kesenian
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
 
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIALPERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
 
Pengembangan Pendidikan IPS di SD
Pengembangan Pendidikan IPS di SDPengembangan Pendidikan IPS di SD
Pengembangan Pendidikan IPS di SD
 
Jenis-jenis Perencanaan Pendidikan
Jenis-jenis Perencanaan PendidikanJenis-jenis Perencanaan Pendidikan
Jenis-jenis Perencanaan Pendidikan
 
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...
Modul Perkembangan Peserta Didik KB 3- Perkembangan Proses Dan Keterampilan P...
 
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptx
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptxPPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptx
PPT KELOMPOK 1 TELAAH KURIKULUM.pptx
 
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama pendekat...
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama  pendekat...Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama  pendekat...
Rpp pkn kelas 5 semester 2 menghargai dan menaati keputusan bersama pendekat...
 
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx
02_ Ukin_ Panduan Penyusunan dan Penilaian Portofolio.pptx
 

Similar to Kekerasan atas nama agama

Similar to Kekerasan atas nama agama (20)

Agama sebagai sumber kedamaian
Agama sebagai sumber kedamaianAgama sebagai sumber kedamaian
Agama sebagai sumber kedamaian
 
Bahaya_liberal.pptx
Bahaya_liberal.pptxBahaya_liberal.pptx
Bahaya_liberal.pptx
 
Panggilan untuk Transformasi
Panggilan untuk TransformasiPanggilan untuk Transformasi
Panggilan untuk Transformasi
 
Kelompok 1
Kelompok 1Kelompok 1
Kelompok 1
 
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agamaBeda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agama
 
Manusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi DiriManusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi Diri
 
Pp
PpPp
Pp
 
Bab4
Bab4Bab4
Bab4
 
Teloeransi antar umat beragama 2
Teloeransi antar umat beragama 2Teloeransi antar umat beragama 2
Teloeransi antar umat beragama 2
 
Tugas kewarganegarann
Tugas kewarganegarannTugas kewarganegarann
Tugas kewarganegarann
 
Caknur.ppt
Caknur.pptCaknur.ppt
Caknur.ppt
 
Islam pribadi dan masyarakat
Islam  pribadi dan masyarakatIslam  pribadi dan masyarakat
Islam pribadi dan masyarakat
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
 
Uas pancasila
Uas pancasilaUas pancasila
Uas pancasila
 
Pluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama AgamaPluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama Agama
 
Pluralisme agama
Pluralisme agamaPluralisme agama
Pluralisme agama
 
Metodologi Studi Islam.pptx
Metodologi Studi Islam.pptxMetodologi Studi Islam.pptx
Metodologi Studi Islam.pptx
 
Agama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaAgama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnya
 
KONFLIK AGAMA
KONFLIK AGAMAKONFLIK AGAMA
KONFLIK AGAMA
 
1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)
 

More from BLOSID (blog and slideshare)

More from BLOSID (blog and slideshare) (20)

Kuliah 6 komplementaris atraksi dan motif(2)
Kuliah 6 komplementaris atraksi dan motif(2)Kuliah 6 komplementaris atraksi dan motif(2)
Kuliah 6 komplementaris atraksi dan motif(2)
 
Kuliah 4 motif dan-atraksi-wisata-motif
Kuliah 4 motif dan-atraksi-wisata-motifKuliah 4 motif dan-atraksi-wisata-motif
Kuliah 4 motif dan-atraksi-wisata-motif
 
Kuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksi
Kuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksiKuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksi
Kuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksi
 
Uas kewarganegaraan
Uas kewarganegaraanUas kewarganegaraan
Uas kewarganegaraan
 
Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
M tugas makalah
M tugas makalahM tugas makalah
M tugas makalah
 
Kewarganegaraan
KewarganegaraanKewarganegaraan
Kewarganegaraan
 
Apa yang dimaksud dengan welthanschauung
Apa yang dimaksud dengan welthanschauungApa yang dimaksud dengan welthanschauung
Apa yang dimaksud dengan welthanschauung
 
Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki
Apa yang dimaksud dengan rasa memilikiApa yang dimaksud dengan rasa memiliki
Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki
 
Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki
Apa yang dimaksud dengan rasa memilikiApa yang dimaksud dengan rasa memiliki
Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki
 
Tugas pase compose francis (6)
Tugas pase compose francis (6)Tugas pase compose francis (6)
Tugas pase compose francis (6)
 
Tugas pase compose francis (5)
Tugas pase compose francis (5)Tugas pase compose francis (5)
Tugas pase compose francis (5)
 
Tugas pase compose francis (4)
Tugas pase compose francis (4)Tugas pase compose francis (4)
Tugas pase compose francis (4)
 
Tugas pase compose francis (3)
Tugas pase compose francis (3)Tugas pase compose francis (3)
Tugas pase compose francis (3)
 
Tugas pase compose francis (2)
Tugas pase compose francis (2)Tugas pase compose francis (2)
Tugas pase compose francis (2)
 
Tugas pase compose francis (1)
Tugas pase compose francis (1)Tugas pase compose francis (1)
Tugas pase compose francis (1)
 
Tipe dan konstruksi verba bahasa prancis
Tipe dan konstruksi verba bahasa prancisTipe dan konstruksi verba bahasa prancis
Tipe dan konstruksi verba bahasa prancis
 
Roti exercice 3
Roti exercice 3Roti exercice 3
Roti exercice 3
 
Passe compose 3
Passe compose 3Passe compose 3
Passe compose 3
 
Passe compose 2
Passe compose 2Passe compose 2
Passe compose 2
 

Recently uploaded

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 

Recently uploaded (20)

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 

Kekerasan atas nama agama

  • 1. Kekerasan Atas Nama Agama: Problem dan Solusinya Suatu hari Al-Hallaj pernah berkata: “Telah ku merenung amat panjang agama-agama, aku temukan satu akar dari berbagai banyak cabang”. Sebagaimana Al-Hallaj, Gandhi menyuarakan pendapat serupa. Bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama, bunga-bunga dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga. Dapat disimpulkan, sesungguhnya agama yang terbaik itu bukan Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Islam ataupun yang lainnya, tapi semuanya. Pada dasarnya semua agama itu bermuara pada satu kebenaran. Donny WS* Agama yang paling dicintai Allah SWT adalah al-hanifiyyah al-samhah (yang mudah menerima kebenaran dan toleran pada sesama). HR. Al-Bukhari Sekali lagi, kita dikejutkan oleh serangkaian peristiwa kekerasan atas nama agama. Beberapa hari yang lalu, Gereja Jemaat HKPB di Kabupaten Bekasi dirobohkan oleh Petugas Satpol PP. Alasan penghancurannya sangat tidak logis: karena tidak mempunyai surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Penulis pun bertanya-tanya, bukankah banyak juga mesjid dan rumah ibadah lainnya yang tidak mempunyai surat IMB? Kenapa tidak juga dihancurkan? Kenapa kita bisa beribadah, sementara orang lain tidak? Bukankah itu hak setiap warga negara?. Selain itu, baru-baru ini kelompok masa yang mengatasnamakan sebuah forum menyegel Gereja Katolik di Kampung Duri Tambora, Jakarta Barat yang sejak tahun 1968 sudah digunakan sebagai tempat ibadah. Walaupun tidak ada korban yang terluka, hal ini telah menambah deretan panjang kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia. Masalah Seputar Agama: Dua Faktor Menurut data Wahid Institute, sepanjang tahun 2012 telah terjadi 274 kasus kekerasan atas nama agama. Hal ini meningkat 1 % dari tahun 2011 yang berjumlah 267 kasus. Hal ini membuktikan bahwa, sebagian besar masyarakat ternyata masih ‘gagap’ dalam menyikapi masalah perbedaan. Penulis melihat ada dua faktor yang menyebabkan kenapa hal ini terus terjadi: faktor internal dan eksternal. Faktor internal terjadi karena adanya keterbatasan pengetahuan oleh pemeluk agama dalam memahami agamanya, sehingga memunculkan pemahaman skripturalisme. Skripturalisme adalah sebuah pemahaman yang menempatkan agama hanya sebatas teks-teks keagamaan. Dalam paham ini, fungsi utama dalam sebuah agama hanya terletak pada teks-teks yang terkandung di dalamnya. Mereka mengabaikan substansialisasi dan kontekstualisasi keagamaan. Dampaknya adalah mereka terpenjara oleh teks, dogma, dan simbolisme keagamaan. Menurut penulis ini sangat berbahaya, karena pemahaman semacam ini akan berpotensi besar untuk melahirkan kekerasan dan anarkisme. Misalkan, penulis melihat banyak sekali ceramah ustadz-ustadz di televisi, radio, maupun khatib-khatib Jumat yang menganjurkan kebencian satu sama lain. Hanya berbekal satu-dua ayat teks suci mereka mudah sekali untuk saling membenci satu sama lain, saling mengkafiri sesama muslim dan mencap orang lain (yang bukan golongan mereka) pasti masuk neraka. Apakah ini yang dinamakan dakwah? Apakah mereka yang memegang kunci-kunci neraka? Bukankah yang
  • 2. berhak menentukan seorang itu masuk surga atau neraka hanya Tuhan? Bukankah yang berhak menentukan seseorang itu kafir atau tidak hanya Tuhan? Mereka, para “pembela Tuhan” itu mudah sekali mencap orang sebagai kafir. Padahal ada hadist: "Man kaffara akhahu musliman fahuwa kafirun” (Barangsiapa yang mengkafirkan saudara yang beragama Islam, justru ia yang kafir). Mereka para “pembela Tuhan” itu seakan telah mengambil alih jabatan dan wewenang Tuhan. Penulis masih belum bisa mengerti, kenapa masih ada sebagian orang yang membatasi kasih sayang Tuhan. Bukankah rahmat Tuhan itu tidak terbatas? Fakor eksternal terjadi diluar agama, seperti gagalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengakomodasi ekspresi-ekspresi Islam yang berbeda. Dalam kasus kekerasan atas nama agama misalnya, penulis melihat banyak fatwa-fatwa MUI yang ikut berkontribusi menyulut api kebencian, misalkan dengan fatwa–fatwa diskriminatif, seperti pelarangan Ahmadiyah. Selain itu, lemahnya penegakan hukum dan pembiaran oleh negara juga menjadi faktor eksternal yang menyuburkan kekerasan atas nama agama. Disini terlihat jelas, peran negara masih ‘impoten’ dalam menjaga perbedaan yang sudah menjadi fakta sosial. Dalam berbagai kasus, seringkali pemerintah lebih membela mayoritas dan mengorbankan yang minoritas. Padahal menurut UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) seharusnya negara, pemerintah, dan masyarakat wajib mengakui dan melindungi HAM seseorang tanpa kecuali. Oleh karena itu, dalam menjaga hak-hak minoritas, semestinya tugas negara harus lebih aktif sehingga fungsi negara bisa terwujud dengan baik. Seperti, pertama menjalankan konstitusi dengan sebaik- baiknya, kedua memastikan semua warga negara berhak memiliki keyakinan masing-masing. Dalam hal ini, negara harus bisa memastikan kebebasan masyarakat. Ketiga, negara harus bisa memberikan perlindungan bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Mencari Titik Temu Agama Manusia diciptakan secara berbeda-beda. Tidak mungkin kita menyembah Tuhan dengan cara yang sama, pasti berbeda pula. Bukan tanpa sebab Tuhan menciptakan kita berbeda, dalam Al- Quran dikatakan: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang (syir’atan wa minhajan). Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (fastabiqu al-khayrat). Hanya kepada Allah kembali kamu semuanya (ila Allahi marji’ukum jami’a). Lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS Al Maidah: 48). Ini menandakan bahwa keragaman agama itu dimaksudkan untuk menguji kita semua. Menguji agar seberapa banyak kita bisa berkontribusi untuk kebaikan umat manusia dan kemanusiaan (al-khayrat). Menurut John Hick, 93 % umat beragama itu menganut agama secara kebetulan, karena setiap orang pada dasarnya tidak bisa memilih. Sudah saatnya, dalam hubungan beragama jangan kita cari perbedaan, tetapi cari persamaan. Mungkin cara kita menuju Tuhan saja yang berbeda-beda. Pada dasarnya setiap agama mempunyai dimensi spiritual yang sama: berserah diri kepada Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, dalam prosesnya agama-agama akan menuju kepada satu titik pertemuan (common platform) atau dalam istilah Al-Quran disebut dengan kalimah sawa. Penulis meyakini, pintu menuju Tuhan itu tidak hanya satu, tetapi banyak, sebanyak pikiran manusia. Seperti kata Al-Quran: “Wahai anak-anaku, janganlah kalian masuk dari satu pintu yang sama, tapi masuklah dari pintu-pintu yang berbeda” (QS Yusuf: 67). Senada dengan Al-
  • 3. Quran, dalam kitab Bhagawadgita juga disebutkan: “Dengan jalan atau cara apa pun orang memuja Aku, melalui jalan itu Aku memenuhi keinginannya, Wahai Arjuna, karena semua jalan yang ditempuh mereka adalah jalanKu”. Hal ini menyimpulkan bahwa, sebenarnya agama itu hanya sebuah jalan menuju Tuhan. Meskipun jalan itu beragam, warna-warni, luas, plural, tetapi semuanya akan menuju ke arah vertikal yang sama: Tuhan Yang Maha Esa. Suatu hari Al-Hallaj pernah berkata: “Telah ku merenung amat panjang agama-agama, aku temukan satu akar dari berbagai banyak cabang”. Sebagaimana Al-Hallaj, Gandhi menyuarakan pendapat serupa. Bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama, bunga-bunga dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga. Dapat disimpulkan, sesungguhnya agama yang terbaik itu bukan Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Islam ataupun yang lainnya, tapi semuanya. Pada dasarnya semua agama itu bermuara pada satu kebenaran. Mengapa demikian? Karena semua agama mengajarkan kebaikan, tidak mengajarkan keburukan. Dengan agama apa pun kita bisa menjadi lebih baik, lebih adil, lebih bijaksana, lebih mencintai sesama, lebih manusiawi, lebih beretika, lebih bertanggung jawab. Dengan agama apa pun, kita bisa mendekatkan diri dengan Tuhan. Membangun Tradisi Dialog Dialog agama bukanlah debat, melainkan proses komunikasi antar pemeluk agama dalam rangka memahami ajaran, pemahaman, dan pemikiran dalam setiap agama. Esensi dari dialog agama adalah ta’aruf (saling memahami). Tetapi, menurut Ahmad Wahib dalam Pergolakan Pemikiran Islam mengatakan bahwa tujuan dialog agama bukan sekedar saling memahami dan mencari titik pertemuan (kalimah sawa). Menariknya, masih menurut Ahmad Wahib, tujuan dialog agama adalah untuk pembaharuan, perubahan, transformasi, baik individu maupun sosial, ke arah yang lebih ideal. Pada dasarnya, dialog antar agama tidak akan tercapai apabila pemahaman keagamaan kita masih fanatik, keras, terutup, konservatif, dan esklusif. Mengapa demikian? Karena pemahaman yang seperti ini akan menggiring kita kepada klaim kebenaran (truth claim) masing-masing penganut agama. Akibatnya, pandangan seperti akan menutup upaya dialog dan mencari titik temu agama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Maka dari itu, modal utama dari dialog antar agama adalah berpikiran terbuka, inklusif, toleran, dan pluralis. Pandangan seperti ini akan membawa kita kepada sebuah kesadaran akan relativitas agama-agama, dimana tidak menutup kemungkinan bahwa kebenaran dan keselamatan ada di setiap agama. Kalau modal itu sudah kita punya, proses dialog agama pasti akan berjalan dengan baik. Berangkat dari perbedaan yang sudah menjadi fakta sosial, dialog agama sangat penting sebagai salah satu solusi atas berbagai konflik beragama. Dialog agama merupakan sebuah mekanisme yang harus dibangun, dikembangkan, dijaga, dirawat secara terus menerus oleh para penganut agama. Sudah barang tentu, dialog saja tidak cukup. Dibutuhkan aksi nyata oleh para penganut agama demi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Misalkan dengan cara melakukan kerjasama dalam mengurangi kemiskinan, membantu korban bencana alam, dan menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan.
  • 4. Sebagai penutup, penulis hendak mengutip pendapat Leonard Swidler, dalam jurnalnya The Dialogue Decalogue yang menerangkan tentang 10 desain format dialog agama, pertamasedia belajar, kedua harus dua arah (dua pihak pemeluk agama), ketiga masing-masing pemeluk agama harus bersikap jujur dan ikhlas, keempat perbandingan yang adil, maksudnya tidak boleh membandingkan antara konsep dan praktek, hendaknya membandingkan konsep dengan konsep atau praktek dengan praktek, kelima harus memposisikan dirinya sesuai dengan eksistensinya sendiri (identitas yang otentik), keenam masing-masing pihak dalam dialog antaragama harus menghilangkan prasangka satu dengan yang lainnya,ketujuh dialog agama hanya bisa dilakukan dengan posisi yang seimbang (kesetaraan), kedelapan saling percaya satu sama lain, kesembilan kritis pada tradisi sendiri, jadi masing-masing pihak dalam dialog agama harus sadar bahwa diri dan keberagamannya masih perlu penyempurnaan, kesepuluh mengalami dari dalam (passing over), pernyataan terakhir ini yang menurut penulis paling menarik karena masing-masing pihak dalam dialog agama harus mencoba agama atau kepercayaan lain, dalam istilah lain melakukan “magang.” Pertanyaannya, mampukah masing-masing pemeluk agama membangun dan melaksanakan tradisi dialog seperti ini? Wallahualam bi shawab. *Mahasiswa S-1 Akuntansi Unversitas Al-Azhar Indonesia, Peserta Kuliah Pluralisme Angkatan-I
  • 5. MENCARI SOLUSI IDIAL DALAM MENYIKAPI KONFLIK AGAMA DAN ETNIS DI INDONESIA 04 Mar Oleh : Drs I Ketut Wiana.M.Ag. (Ketua Pengurus Harian PHDI Pusat, Bidang Agama dan Antar Iman) “Pemeluk agama yang bersikap exclusive itu mempromosikan agamanya pada masyarakat luas bagaikan para pengusaha mempromosikan produknya sebagai produk unggul yang paling wah dalam segala hal. Sikap yang demikian itu menimbulkan upaya beragama lebih banyak diexpresikan keluar diri dari pada kedalam diri sendiri. Karena sibuk memperomosikan Agama untuk orang lain lalu lupa mengexpresikan ajaran Agama itu pada diri”. PENDAHULUAN Agama mendapat kedudukan yang amat penting,terhormat dan suci di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Karena itu para penganutnya terutama para pemuka Agama di Indonesia ini mampu mendaya gunakan Agama yang dianutnya sebagai kekuatan untuk hidup terhormat. Agama seyogianya dapat dijadikan pendorong paling utama untuk mengeksistensikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada diri manusia itu sendiri, bahkan aspek kemanusiaan itulah unsur yang terpenting dalam diri manusia. Bung Karno sering menyatakan bahwa “Homo homini sosius”. Artinya manusia adalah sahabatnya manusia. Bukan ”Homo homini lupus”, Artinya: Manusia bukan srigala bagi manusia”. Dalam Subha Sita Weda ada dinyatakan: “Wasu dewa kutumbakam” Artinya : semua umat manusia penghuni bumi ini adalah bersaudara. Karena kita bersaudara seyogianya juga bersahabat. Dewasa ini memang ada yang berkembang suatu kenyataan bahawa bersaudara tetapi tidak bersahabat. Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki persamaan dan sekaligus perbedaan. Alam semesta dengan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu semua manusia apapun agamanya adalah ciptaan Tuhan. Meskipun berbeda Agama yang dianut lahir dalam suku yang berbeda, ras yang berbeda, tetapi tetap sama-sama manusia. Janganlah karena alasan berbeda agama, manusia tidak diperlakukan sebagai manusia. Justru sebaliknya karena alasan agamalah manusia harus diperlakukan lebih manusiawi. Karena agama berasal dari sabda Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. MAKNA HARMONI DAN KONFLIK Kehidupan bersama dalam masyarkat selalu berhadapan dengan dua kondisi sosial. Kondisi sosial yang selalu dihadapi itu adalah hidup dalam suasana harmoni dan hidup dalam suasana
  • 6. konflik. Kondisi harmoni dan konflik silih berganti menghadiri kehidupan bersama itu. Kedua kondisi sosial tersebut masing-masing memiiki dimensi positif dan negatif. Ia akan berdimensi positif apabila harmoni dan konflik tersebut didasarkan pada proses penegakan kebenaran. Ini artinya harmoni itu sebagai kondisi yang positif kalau ia sebagai perwujudan kebenaran sejati. Demikian juga konflik itu akan berdimensi positif kalau dilandasi untuk menegakan kebenaran. Harmoni tanpa kebenaran dapat menumpulkan dan melemahkan makna nilai-nilai kehidupan. Tegaknya nilai-niai kehidupan tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat memberikan makna untuk memajukan hidup ini mewujudkan ketentraman untuk mencapai kesejahtraan bersama yang adil dan beradab. Harmoni dalam hidup bersama memang merupakan suatu keadaan yang didambakan oleh setiap manusia normal di dunia ini. Cuma kalau harmoni itu sebagai perwujudan kebenaran. Kondisi konflik betapapun kecilnya suatu kondisi yang tidak diharapakn oleh setiap orang. Namun konflik dalam kehidupan bersama merupakan suatu kenyataan yang hampir tidak pernah dapat dihindari. Untuk dapat mengambill makna positif dari setiap konflik yang terjadi, konflik itu harus dimanagement menuju rekonsiliasi. Untuk mencapai rekonsiliasi itu setiap konflik harus diarahkan sesuai dengan sistem-sistem yang terdapat dalam ilmu management konflik. Konflik yang paling berat adalah konflik yang dipicu dengan alasan perbedaan pemahaman agama dan perbedaan etnis. Kondisi konflik harus sesegera mungkin dimanagement dari kondisi yang Fight ke Flight terus menuju Flow sampai ke Agreement dan terakhir menuju Rekonsiliasi. Dalam suasana Rekonsiliasi inilah kehidupan bersama dapat bergerak menuju kehidupan yang aman dan damai. Kehidupan yang aman dan damai ini dapat menumbuhkan nilai-nilai spiritual dan nilai material secara seimbang dan kontinue. Nilai spiritual dan nilai material yang tumbuh seimbang dan kontinue itu sangat dibutuhkan dalam kehidupan untuk membangun manusia dan masyarakat yang harmonis dinamis dan produktif. Hanya dalam masyarakat yang harmonis, dinamis dan produktif itulah dapat menjadi wadah kehidupan untuk mewujudkan apa yang disebut hidup aman damai dan bahagia lahir batin. PERMASALAHAN Terjadinya suasana tegang yang mengarah pada konflik dalam kehidupan beragama bukanlah disebabkan oleh ajaran Agama yang dianut oleh umat beragama. Konflik itu terjadi karena cara pemahaman Agama yang keliru. Ada dua cara pemahaman Agama yang keliru yaitu: PERTAMA: CARA PEMAHAMAN YANG BERSIFAT EXCLUSIVE NEGATIF Yang dimaksud dengan sikap exclusive itu adalah suatu sikap yang demikian mengangungkan Agama yang dianutnya yang melebihi Agama lain dengan menganggap Agama lain yang tidak dianutnya adalah Agama yang lebih rendah. Agama lain yang tidak dianutnya itu adalah Agama yang tidak benar. Sikap exclusive yang negatif itu dapat menumbuhkan benih-benih sikap untuk anti pada Agama lain yang dianut oleh orang lain. Sedikit saja ada persandingan antar umat beragama yang berbeda dapat menimbulkan kondisi konflik. Karena dalam persndingan antar umat beragama yang berbeda itu, mereka merasa Agama yang dianutnyalah yang paling exclusive. Kelebihan-kelebihan yang ada pada Agama yang dianutnya sangat diyakini akan
  • 7. dapat menyelesaikan segala persoalan hidup dan kehidupan di dunia ini. Karena itu semua orang harus ikut Agama yang dianutnya. Dari sini timbulah upaya untuk menarik orang yang belum seagama dengannya supaya ikut memeluk Agama yang dianutnya. Hal ini dianggap tugas yang sangat suci dan sebagai perintah dari Tuhan. Agama lain adalah Agama yang tidak sempurna. Karena ia tidak sempurna harus dipinggirkan. Demikianlah salah satu ciri sikap exclusive yang banyak ditampilkan oleh para penganut Agama. Oknum-oknum yang bersikap exclusive negatif seperti itu ada pada setiap kumunitas pemeluk Agama. Sikap itulah yang menjadi sumber paling rawan menimbulkan konflik. Pemeluk Agama yang bersikap exclusive itu mempromosikan Agamanya pada masyarakat luas bagaikan para pengusaha mempromosikan produknya sebagai produk unggul yang paling wah dalam segala hal. Sikap yang demikian itu menimbulkan upaya beragama lebih banyak diexpresikan keluar diri dari pada kedalam diri sendiri. Karena sibuk memperomosikan Agama untuk orang lain lalu lupa mengexpresikan ajaran Agama itu pada diri. Sebagai akibatnya terjadilah ketimpangan antara perbuatan dan wacana yang dipromosikan itu. Demikianlah permasalahan yang dapat memicu timbulnya konflik umat baik intern umat seagama maupun antar umat yang berbeda Agama. KEDUA: SIKAP BERAGAMA YANG MUNAFIK Dalam ajaran Agama Hindu ada dua bentuk penampilan tradisi beragama. Ada yang disebut Maksika Nyaya yaitu kebiasaan lalat. Ada yang beragama seperti kebiasaan Madukara Nyaya yaitu beragama seperti kebiasaan kumbang. Sikap beragama seperti lalat (Maksika Nyaya) itulah sikap yang munafik. Kebiasaan lalat adalah; sekarang hinggap di makanan yang enak sebentar lagi hinggap di bangkai yang busuk. Sebentar lagi hinggap ditempat yang kotor kemudian hinggap di lauk-pauk yang bersih. Demikian seterusnya silih berganti. Ada orang demikian khusuk melakukan ibadah Agamanya setelah itu ia melakukan korupsi. Habis melakukan ceramah Agama mengajak orang berbuat baik dan mulia, setelah itu diam-diam berselingkuh. Kebiasaan lalat itu saangat berbeda dengan kebiasaan Madukara atau lebah madu. Lebah Madu selalu hinggap di bunga-bunga yang indah dan wangi. Ia hanya mengisap sari-sari bunga itu untuk dijadikan madu. Setelah jadi madu ia relakan untuk dinikmati oleh makhluk lain terutama manusia. Kemunafikan beragama itu menimbulkan krisis moral dan krisis kepercayaan. Dari krisis tersebutlah menjadi sumber konflik baik vertikal maupun horisontal. Ada pejabat yang menampilkan diri sangat taat pada Agamanya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menutupi maksud-maksud jahatnya untuk menggunakan jabatanya itu untuk memperkaya diri dengan merugikan orang lain atau uang rakyat. Karena rakyat kehilangan kepercayaan kepada pejabat. Hal ini menyebabkan pejabat yang jujur dan baik ikut kena getahnya. Dari sinilah awalnya timbul konflik vertikal antara rakyat dengan pemerintahnya. Padahal tidak semua pejabat beragama munafik seperti itu. Konflik karena perbedaan etnis juga disebabkan oleh sikap exclusive dari sementara oknum. Setiap etnik memiliki sifat dasar yang ada kelebihan dan kekurangan. Semua Agama sudah mengajarkan kita bahwa hanya Tuhan Yang Maha Esa itulah yang maha sempurna. Ada oknum tertentu hanya melihat kelebihan etnisnya sendiri dan hanya melihat kekurangan etnis lain. Kalau
  • 8. ada tokoh, apakah itu pejabat, pengusaha, politisi dan tokoh-tokoh lainya berbuat salah sering kesalahan pribadi itu duhubung-hubungkan dengan etnis bahkan Agama yang bersangkutan. Demikianlah secara umum analisa singkat ini. Kami melihat adanya konflik antar umat bergama dan konflik karena alasan perbedaan etnis. MEMBANGUN BANGSA DAN AGAMA “Membangun Bangsa Demi Agama dan Membangun Agama Demi Bangsa“. Kalimat tersebut kami kutip dari refleksi hasil Kongkres Nasional I agama-agama di Indonesia dari tgl 11 s/d 12 Oktober 1993 di Jogyakarta. Kongkres I agama-agama di Indonesia ini diselenggrakan oleh sebuah panitia yang terdiri dari berbagai unsur semua agama yang ada Indonesia. Kongres tersebut didukung sepenuhnya oleh Pemerintah RI melalui Departemen Agama RI. Kongres tersebut diadakan dalam rangka memperingati 100 Tahun Parlemen Agama-Agama Sedunia yang diadakan pada Th 1893 di Chicago Amerika Serikat. Kami sebagai salah seorang Pimpinan PHDI Pusat saat itu juga ikut hadir sebagai pemakalah. Di samping menghasilkan sebuah refleksi, kongkres tersebut juga telah mengeluarkan sebuah deklarasi. Salah satu poin dari deklarasi tersebut ada beberapa tugas yang ditetapkan untuk dikerjakan oleh Lembaga tersebut yang sangat patut kita ingat kembali. Misalnya, melakukan kegiatan sosial antar umat beragama untuk meningkatkan partisipasi umat beragama dalam pembangunan nasional dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia. Ternyata hasil Kongres tersebut masih belum nampak hasilnya. Terbukti dalam menghadapi krisis ini, justru diberbagai tempat di Indonesia terjadi konflik yang bernuansa perbedaan Agama. Ini berarti kita belum berhasil membangun Agama-Agama yang dianut di Indonesia sebagai kekuatan untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Tanpa persatuan dan kesataun bangsa, berbagai potensi bangsa sulit didayagunakan untuk membesarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur atau sejahtera lahir batin dalam rangka membangun masyarakat dunia yang aman dan damai. Hasil Kongres I agama-agama di Indonesia itu masih sangat relevan untuk dijadikan landasan kebijakan untuk mengarahkan pikiran kita dalam memecahkan persoalah konflik pemeluk agama, baik pemeluk umat se-agama maupun pemeluk umat yang berbeda agama di Indonesia. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Guru Besar Universitas Udayana menyatakan, “Letak harga diri kita sejauh mana kita mampu menghargai orang lain, kalau kita tidak dapat menghargai orang lain berarti kita juga orang yang tidak punya haraga diri”. Kalau kita menganggap orang itu seperti tidak ada atau tidak ada artinya, jangan heran kalau suatu saat kita juga dianggap tidak ada artinya. Pemikiran Mantan Gubernur Bali dan mantan Dubes Indonesia di India ini masih sangat relevan untuk dijadikan acuan dalam mencari solusi konflik antar Agama dan Etnis. Dalam kitab Bhagawad Gita ada disebutkan istilah “Cakra Yadnya“, yang artinya suatu pengabdian yang timbal balik. Kalau kita ingin mendapatkan pengabdian dari alam lingkungan maka mengabdilah kita pada upaya untuk melestarikan lingkungan alam tersebut. Kalau kita ingin mendapat pengabdian dari orang lain, maka mengabdilah juga pada kepentingan orang lain. Kalau kita ingin mendapatkan karunia Tuhan maka lakukan Sradha dan Bhakti (iman
  • 9. dan taqwa) kepada Tuhan dalam bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan. Demikjan juga sebaliknya kalau pemeintah ingin mendapatkan pajak yang benar dari para pengusaha, ciptakanlah iklim berusaha yang sehat dan kondusive. Janganlah mereka diperas dengan berbagai pungutan liar, saham kosong dan berbagai peraturan yang sangat birokratis. Sebaliknya kalau pengusaha ingin produknya mendapatkan tempat di hati rakyat, berikanlah mereka produk yang baik dengan harga yang pantas. Konsep Cakra yadnya dalam kitab Bhagawa Gita salah satu kitab suci Hindu itu menyatakan bahwa tidak mungkin kita bisa hidup bersama di dunia ini dengan baik tanpa saling mengabdi, saling menghargai, saling memahami, dan saling tolong menolong. Istilah Cakra Yadnya yang terdapat dalam kitab Bhagawad Gita III.16 merupakan kelanjutan dari Bhagawad Gita III.10. Dalam Sloka ini dinyatakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya adalah berdasarkan Yadnya. Ini artinya Tuhan tidak meiliki pamerih apa-apa dalam karya agungNya itu. Tuhan pun menciptakan Yadnya untuk kehidupan semua ciptaanNya. Semua ciptaanNya di ciptakan berbeda-beda agar mereka hidup untuk saling membutuhkan. Kalau mereka menganggap dirinya sudah paling baik dan sempurna mereka akan jadikan perbedaan itu untuk saling membentur satu sama lainya. Perbedaan yang diciptakan oleh Tuhan itu agar manusia itu mau saling membutuhkan satu sama lainya berdasarkan Yadnya ini, artinya kalau manusia itu ingin hidup yang bahagia lakukanlah yadnya kepada Tuhan dalam bentuk Sradha dan Bhakti. Lakukanlah upaya untuk aktif menjaga kelestarian lingkungan. Kalau kita mengabdikan diri untuk kelestarian lingkungan, lingkungan itupun akan menjadi sumber penghidupan umat manusia. Kalau kita ingin mendapatkan pengabdian dari sesama manusia maka mengabdilah kita kepada sesama manusia sesuai dengan fungsi, profesi dan bakat kita masing-masing. Inilah yang di dalam istilah sekarang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana ini artinya setiap umat Hindu diajarkan untuk membangun sikap yang seimbang antara memuja Tuhan melalau Sradha dan Bhakti, dengan mengabdi pada sesama manusia dan aktif menjaga kelestarian lingkungan alam. Dari sini kami dapat memetik suatu makna bahwa sikap beragama yang benar adalah mengutamakan membangun diri untuk menjadi aktif mengatasi krisis alam, krisis ekonomi, politik, sosial, krisis kepercayaan atau apa yang disebut krisis Nasional. MENCARI MAKNA KONFLIK YANG BERWAJAH GANDA Konflik terjadi karena manusia menyalahgunakan perbedaan yang dikaruniai oleh Tuhan. Meskipun demikian, konflik itu tidaklah selalu berdimensi negatif. Semua ciptaan Tuhan ini memiliki dua sisi. Ada yang berdimensi negatif ada juga yang berdimensi positif. Konflik berarti bahaya dan kesempatan. Konflik adalah suatu bahaya. Entah berapa penderitaan dan nyawa yang menjadi korban karena terjadi konflik diberbagai belahan dunia ini. Itulah wajah bahaya yang sangat mengerikan dari konflik. Namun demikian dalam pengalaman sejarah hidup manusia konflik itu tidaklah selalu berwajah seram membahayakan. dan bersifat merusak. Konflik juga berarti suatu kesempatan untuk melakukan sesuatu yang lebih benar dan lebih adil. Banyak konflik menjadi suatu kesempatan untuk mampu menghadirkan sesuatu yang baru yang membawa kehidupan bersama
  • 10. ini menjadi lebih baik dan lebih benar. Konflik juga banyak yang menimbulkan kesadaran baru, pertumbuhan kepribadian dan juga sebagai peluang untuk menegakan kebenaran dan keadilan. Dari jaman Kerajaan sampai jaman kehidupan demokrasi ini banyak dicatat oleh sejarah peristiwa yang menggunakan konflik sampai dalam bentuk perang untuk menegakan kebenaran dan keadilan. Hal itu karena buntunya jalan damai dalam menegakan suatu kebenaran dan keadilan. Oleh karena konflik itu suatu kenyataan hidup, tentunya manusia tidak dapat menghindar begitu saja pada kenyataan konflik. Mereka harus berupaya untuk menggunakan akal sehatnya untuk mengatasi konflik dengan cara-cara yang tidak sampai memakan korban jiwa dan penderitaan apa lagi sampai menenggelamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Jadinya manusia dalam menghadapi konflik jangan lari dari konflik. Terjunilah konflik itu untuk mencari makna-makna positifnya sehingga kehidupan ini menjadi semakin maju lahir batin. MERUBAH ORIENTASI ILMU PERBANDINGAN AGAMA Sebelum era tahun delapan puluhan, Ilmu Perbandingan Agama (Comparatif Religion Study) selalu membanding-bandingkan agama yang satu dengan agama yang lainya. Hal itu sangat tergantung pada yang menjelaskan perbandingan agama tersebut. Kalau ia beragama A maka Agama B, C ,D dan seterusnya dianggap lebih jelek. Karena tolak ukurnya agama A dipakai mengukur agama B, C dan D. Demikian juga sebaliknya. Kalau yang menjelaskan Ilmu Perbandingan Agama itu menganut agama B, maka agama A, C, D dan seterusnya akan dianggap lebih jelek, karena yang digunakan sebagai tolok ukurnya adalah agama B. Demikian seterusnya. Akibatnya kehidupan antar umat beragama semakin runcing dan semakin tidak membawa kerukunan dalam masyarakat. Era setelah tahun delapan puluhan mulailah ada perubahan orientasi Ilmu Perbandingan Agama. Tujuan ilmu perbandingan Agama tidak lagi untuk saling mejelekkan agama yang tidak dianut dan mengagung-agungkan agama yang dianut agar kelihatan agama orang lain itu lebih jelek dari agama yang dianut. Tujuan Ilmu Perbandingan Agama menjadi berubah, yaitu untuk mendalami agama orang lain yang tidak dianut agar lebih memudahkan dan melancarkan pergaulan dengan umat yang berbeda agama. Hal ini dikemukakan oleh Hendro Puspito dalam Bukunya berjudul “Sosiologi Agama”. Perubahan orientasi inilah yang banyak mendorong timbulnya dialog-dialog antar umat yang berbeda Agama. Namun dialog tersebut baru menyentuh dialog Sosiologis belum menyentuh pada dialog keimanan. Dialog Sosiologis itu baru mencari “musuh bersama” umat beragama, sehingga seluruh umat beragama ada pada satu barisan menghadapi berbagai persoalan bersama sebagai musuh bersama umat beragama. Musuh bersama itu adalah keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan lahir dan batin, arogansi dan kesenjangan. Banyak pihak yang berpendapat bahwa dialog itu hendaknya ditingkatkan sampai menyentuh dialog keimanan sehingga persatuan dan kesatuan umat yang berbeda agama akan semakin erat, untuk menghadapi musuh bersama berupa berbagai persoalan bersama itu. Bentuk dialog keimanan itu masih belum ada kesamaan persepsi dan visi diantara para tokoh- tokoh umat beragama dari semua agama yang ada, namun dialog yang bersifat sosiologis sudah banyak dirasakan halis-hasilnya, meskipun belum seperti yang diharapkan. Dengan cara dialog itu seseorang akan semakin paham pada keberadaan agama orang lain untuk tujuan positif. Di
  • 11. sinilah baru muncul apa yang disebut oleh Aloys Budi Pramono sebagai “Riligious Leteracy”, dalam harian Kompas, 9 Nopember 2001. Religious Leteracy ini adalah sikap melek Agama lain. Sikap ini sebagai syarat yang semakin dibutuhkan oleh dunia modern yang semakin mengglobal ini. Ciri masyarakat modern semakin cendrung munculnya pluralistik dalam berbagai kehidupan. Pluralisme yang paling peka adalah pluralisme di bidang Agama. Kalau hal ini tidak dimanagement dengan baik maka pluralisme itu akan mendatangkan berbagai kesukaran sosiologis dalam kehidupan bersama itu. Seperti berbagai konflik yang merebak di tanah air seperti konflik Ambon dan Poso. RELIGIOUS LETERACY MEMBANGUN KERUKUNAN Rukun adalah sebagai terminal sosial untuk mengantarkan kehidupan yang aman dan damai. Hidup yang aman dan damai sebagai iklim sosial yang dibutuhkan untuk menumbuhkan nilai- nilai spiritual dan nilai material secara seimbang dan kontinue. Nilai-nilai spiritual dan nilai meterial yang seimbang dan kontinue itu dibutuhkan untuk membangun manusia yang utuh dan berkwalitas. Salah satu aspek yang dapat menimbulkan gangguan kerukunan sosial adalah pluralisme dibidang Agama. Dengan mengembangkan sikap Religious Literacy kesalah pahaman akan pluralisme Agama akan semakin dapat diatasi. Religious Leteracy itu akan semakin menampakan hasilnya apabila hal itu dilakukan secara jujur oleh semua pihak terutama para pemuka-pemuka semua agama. Gerakan ke arah Religious Leteracy sudah semakin nampak. Penulis sendiri sebagai umat Hindu terutama sebelum reformasi sering diundang ke Gereja dan beberapa perguruan tinggi yang bernafaskan agama seperti ke Institut Agama Islam Negeri, ke Universitas Atma Jaya untuk berceramah tentang Agama Hindu. Tujuan ceramah itu adalah untuk meningkatkan pemahaman umat Islam dan Kristen tentang ajaran Agama Hindu. Yang paling sering dilakukan ditingkat Nasional adalah Dialog antar Umat beragama baik yang dilakukan oleh Litbang Departemen Agama RI, maupun yang disponsori oleh masing-masing lembaga agama yang ada. Salah satu tujuan dialog umumnya mencarikan solusi berbagai permasyalahan yang timbul di lapangan menyangkut gesekan yang sering terjadi dalam kehidupan antara umat yang berbeda agama. Melek agama lain tidak saja diupayakan dalam dialog-dialog antara umat yang berbeda agama, namun hendaknya juga ditumbuhkan sendiri oleh masing-masing umat beragama terutama oleh tokoh-tokohnya. Toleransi itu hendaknya ditumbuhkan dari dalam diri sendiri sebagai suatu kebutuhan hidup dalam masyarakat yang pluralistis itu. Jadinya dengan melek Agama lain, toleransi itu terjadi tidak atas tekanan dari luar diri sendiri. KALAU “KAMI” MENGALAHKAN “KITA” Eksistensi individu dan kelompok semakin kuat dalam proses modernisasi yang konon sudah berada pada kondisi post modern. Nilai-nilai spiritual agama memang mendorong untuk memajukan eksistensi individu dan sosial yang berkualitas. Tetapi karena beragama lebih mengutamakan aspek institusi formal maka hal itu memunculkan sikap exclusivisme agama yang berlebihan. Eksistensi individu dan kelompok yang kuat itu menyebabkan “eksistensi kami mengalahkan kita“. Kami sebagai partai A lebih diutamakan dari pada kita sebagai bangsa
  • 12. Indonesia. Kami sebagai penganut Agama B lebih dieksistensikan dari pada kita sebagai umat manusia. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya membangun persaudaraan sejati dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Persuadraan sejati itu adalah kuatnya sikap bersauidara sesama manusia. Apakah saudara seayah seibu, seagama, separtai, sesuku, sebangsa, senegara dst. Dalam persaudaraan yang sejati eksistensi kami dan kita sama-sama salaing memperkuat. Meskipun menganut aliran politik yang berbeda tetapi tetap merasa besaudara senegara. Menganut Agama yang berbeda tetapi tidak merasa karena perbedaan Agama yang dianut itu sebagai sesuatu yang berhadap-hadapan dalam kondisi bermusuhan. Rasa bermusuhan antara umat yang berbeda agama atau antara masyarakat yang berbeda partai politik akan terjadi apabila adanya sikap untuk saling meniadakan antara satu dengan yang lain. Sikap itu muncul karena tidak adanya sikap integritas yang murni dalam masing-masing individu dan kelompok. Kepentingan individu dan kelompok itu seharusnya tidak dibuat berdikotomi dengan kepentingan bersama yang lebih luas. Kami dan kita jangan dibuat berdikotomi. Kalau “kami mengalahkan kita“, maka persatuan dan kesatuan bangsa tidak akan terjadi. Karena berbagai kelompok sosial yang membangun bangsa asyik dan mengexclusivekan kelompoknya masing-masing. Kalau dalam satu bangsa tidak ada persahabatan yang sejati bagaimana mungkin terjadi persahabatan dalam persaudaraan dunia yang aman dan damai. Sebaliknya kalau “kita mengalahkan kami“, maka akan terjadi penekanan negara pada berbagai kelompok sosial dalam suatu negara. Rasa tertekan yang bersifat struktural akan menghantui kehidupan masyarakat. Dalam kondisi masyarakat yang tertekan tidak mungkin mampu produktif menumbuhkan nilai- nilai spiritual maupun material secara seimbang dan kontinue. Kehidupan yang aman dan sejahtera akan terwujud kalau kondisi sosial itu mendorong tumbuhnya nilai-nilai spiritual dan material secara seimbang dan kontinue. Pelanggaran hukum dan HAM akan menjadi-jadi kalau “kita tidak memberikan peluang hidup pada kami“. Kalau demikian halnya setiap orang harus mampu membangun sikap yang seimbang terhadap “kami dan kita” dalam dirinya. Kehidupan beragama harusnya dapat memberi kontribusi dalam menumbuhkan sikap hidup yang seimbang terhadap “kami dan kita”. Agama Hindu sangat yakin bahwa semua manusia yang hidup di kolong langit ini tercipta karena Kemaha Kuasaan Tuhan Yang Esa. Dari sudut pandangan ini semua manusia adalah bersaudara. Namun demikian, tidak berarti tidak boleh ada keanekaragaman hidup di dunia ini. Hakekat manusia multi dimensi. Manusia itu sama dan sekaligus berbeda. Setiap manusia memiliki jasmani dan rokhani. Cuma struktur jasmani dan rokhaninya itu yang berbeda-beda. Persamaan dan perbedaan dalam diri manusia itu sebagai media untuk menuju yang satu. Yang satu itu adalah untuk memuliakan hidup di dunia ini. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak ingin memuliakan hidupnya di dunia ini. Karena itu dalam mengeksistensikan sikap “kami“ jangan sampai mengabaikan aspek “kita“. Karena hal itu akan mengganggu hakekat manusia dalam memuliakan hidupnya. Kalau prinsip “kami“ yang terlalu eksis maka akan dapat mengganggu eksistensi “kami“ yang lainya. Kalau terjadi proses saling mengganggu antara prinsip “kami“ yang satu dengan prinsip “kami“ yang lain maka hal itu akan menjadi hambatan bagi manusia untuk memuliakan hidupnya. Agar prinsip “kami“ yang satu tidak saling mengganggu dengan prinsip “kami“ yang
  • 13. lainya dalam hal inilah diperlukan prinsip “kita“. Prinsip “kita“ inilah yang akan menjadi benang merah berbagai perbedaan antara “kami“ yang satu dengan “kami“ yang lainya. Apa yang disebut Sama Beda dalam ajaran Hindu akan dipertemukan secara terpadu. Kondisi Indonesia saat ini sepertinya mengarah pada “kami semakin mengalahkan kita“. Untuk mencegah dinamika yang mengarah pada kalahnya “kita oleh kami“ perlu diingatkan agar semua pihak membangkitkan paradigma keseimbangan. Kehidupan beragama semestinya yang paling dikedepankan untuk memberi contoh bersinerginya antara “kami dengan kita“ dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kehidupan beragama dapat dibangun “kami yang kuat”, tetapi juga menguatkan “kita“. Membangun kehidupan beragama yang kuat demi bangsa. Membangun bangsa yang kuat demi melindungi kehidupan beragama. Demikianlah ”kami” saling memperkuat dengan “kita”. FANATISME BERAGAMA YANG SALAH ARAH Fanatisme beragama di Indonesia pernah mendapat perhatian dari Ibu Megawati Sukarno Putri saat menjabat Presiden. Fanatisme beragama perlu ditafsir ulang. Penafsiran ulang Fanatisme beragama itu dirasakan sangat penting untuk menjaga citra positif kehidupan beragama di Indonesia. Kalau kehidupan beragama sampai menimbulkan kerawanan sosial yang dapat membuat ambruknya suatu negara tentunya bukan salahnya agama yang disabdakan oleh Tuhan. Manusialah yang menyalah gunakan agama yang dianutnya untuk berbuat yang dapat mengganggu keamanan hidup bersama itu. Fanatisme dalam bahasa Inggris artinya mengekpresikan kepercayaan secara berlebihan. Mengekspresikan kepercayaan kepada agama yang dianut tentunya sesuatu yang wajib dilakukan sebagai penganut suatu agama. Cuma arah eksrepresi itu perlu dilakukan dengan kesadaran Budhi bukan dengan ekspresi emosi tanpa kendali. Fanatisme beragama itu bisa diarahkan kepada arah yang positif dan bisa juga kearah yang negatif. Kalau fanatisme beragama diarahkan untuk membangun sikap hidup yang positif tentunya kita tidak perlu khawatir pada bentuk fanatisme kehidupan beragama yang dilakukan. Misalnya, agama mengajarkan tidak boleh berjudi. Meskipun rayuan lingkungan untuk berjudi demikian kuat, tetaplah fanatik tidak mau ikut berjudi. Apa lagi dilingkungan tempat pemujaan seperti Pura misalnya. Demikian juga agama mengajarkan janganlah mengkonsumsi minuman keras. Lakukanlah hal itu secara fanatik. Meskipun banyak pihak mempengaruhi agar kita ikut menegak minuman keras. Kuatkanlah keyakinan kita pada ajaran agama yang kita anut bahwa minuman keras itu dilarang oleh agama yang kita anut. Apa lagi dalam rangka Upacara Yadnya, suguhkanlah minuman keras itu saat metabuh untuk Upacara Bhuta Yadnya. Janganlah kita sebagai manusia justru yang meminumnya. Kitab suci Agama Hindu mengajarkan bahwa untuk menentukan seseorang itu Brahmana, Ksatria, Waisya maupun Sudra bukanlah Wangsa atau keturunannya. Yang menentukan adalah Guna dan Karmanya. Janganlah kita ngotot bahwa hal itu berdasarkan Wangsa. Itu namanya bukan fanatik agama, tetapi fanatik adat yang sesat. Karena adat itu ada yang adi luhung ada juga yang sesat. Tujuan yang paling utama Upacara Yadnya adalah sebagai media sakral mendekatkan manusia pada alam lingkungannya (Sarwa Prani), kepada sesama manusia dan yang tertinggi kepada Tuhan. Marilah kita fanatik untuk mewujudkan Upacara Yadnya agar
  • 14. tiga tujuan berupacara Yadnya itu semakin terwujud dalam setiap kita melangsungkan Upacara Yadnya. Janganlah justru Upacara Yadnya dijadikan media untuk memprovokasi perpecahan umat dan merusak sistim hidup yang lainya. Semuanya itu justru bertentangan ajaran Agama. Yang diingatkan oleh Presiden Megawati adalah pendidikan Agama di Indonesia janganlah membentuk insan fanatik dan militan menuju arah yang negatif. Fanatisme beragama yang negatif muncul karena sikap beragama yang lebih mendahulukan “to have” dari pada “to be”. Maksudnya, banyak orang merasa lebih memiliki agama yang dianutnya dari pada berupaya menjadikan dirinya seperti apa yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Karena agama itu sabda Tuhan, tentunya sangat suci, kebenaran yang sejati, luhur dan sangat mulia. Banyak orang menjadi mabuk karena merasa memiliki agama yang baik dan mulia itu. Meskipun ia sendiri belum menjadikan dirinya seperti apa yang diajarkan oleh Agama yang dianutnya. Semua penganut agama meyakini agamanya suci, mulia dan ciptaan Tuhan. Sedangkan agama yang tidak dianutnya diangggapnya bukan ciptaan Tuhan dan bukan Agama yang baik. Karena salah caranya memahami agama yang suci itulah timbulnya sikap mabuk dan fanatisme agama yang negatif. Seperti orang mabuk karena kaya, karena pintar, karena cakep, muda, bangsawan karena sakti dan juga karena minuman keras. Demikian juga setiap agama memberikan banyak jalan dan banyak cara untuk mengamalkan ajaran agama bersangkutan. Karena itulah, di intern umat seagamapun banyak terjadi berbagai perbedaan. Banyak juga umat penganut suatu agama tidak begitu paham akan berbagai perbedaan yang dimiliki oleh agama yang dianutnya. Adanya berbagai perbedaan di intern suatu agama karena tidak dipahami dengan baik dapat juga menjadi sumber fanatisme kelompok di intern suatu agama. Apa lagi ada elit penganut agama yang tidak arif dalam memanagement suatu perbedaan. Keadaan ini sangat mudah memicu fanatisme beragama yang negatif. Semestinya kehidupan beragama mampu memberikan kontribusi pada pembentukan insan beragama yang siap hidup dalam masyarakat yang semakin pluralitis dan heterogin. Dunia di era post modern ini akan menjadi semakin pluralistis heterogin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tidak selalu akan bermukim ditempat kelahiranya saja. Dengan pesatnya kemajuan tehnologi transportasi, telekomunikasi, trade (perdagangan) dan tourisme, maka orang boleh bermukim di mana saja. Kehidupan beragama harus mampu menyiapkan insan-insan yang semakin tangguh menghadapi fluralisme dan heteroginitas sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Setiap orang harus siap hidup berdampingan dalam berbagai perbedaan dengan tidak usah kehilangan kepribadianya masing-masing. Agama seyogianya dapat memberikan kontribusi keindahan dalam fluralisme dan heteroginitas sosial budaya dalam masyarakat post modern ini. Jor-joran dalam memunculkan identitas simbol keagamaan sebaiknya dikurangi dan lebih diutamakan untuk menunjukan prilaku yang mulia sesuai dengan profesi masing-masing sebagai wujud pengamalan Agama yang kita anut. Persaingan menunjukan identitas simbol lebih banyak negatifnya.
  • 15. MENCARI SOLUSI MENGATASI KONFLIK 1. Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari kondisi yang “Fight” harus diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu, masyarakat terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali ilmu Management Konflik setidak-tidaknya untuk tingkat dasar. 2. Merobah Sistem Pemahaman Agama. Konflik yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan yang lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil. Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang sukses seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini. 3. Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama. Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura-hura. Seperti menunjukan existensi diri secara berlebihan, bahwa saya adalah umat yang hebat dan besar banyak pengikut dll. Hal ini sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur. 4. Jangan Menyalah Gunakan Jabatan Demi Agama. Banyak oknum Pejabat kadang-kadang menjadikan jabatanya itu sebagai kesempatan untuk berbuat tidak adil demi membantu pengembangan agama yang dianut oleh pejabat
  • 16. bersangkutan. Dan menjadikan jabatanya itu sebagai media melakukan hal-hal yang hanya menguntungkan umat agama yang dianutnya. 5. Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis. Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa mereka adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang lainya. Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi bersikap sombong dan exlusive karena merasa memiliki kelebihan etnisnya. Untuk membangun kebersamaan yang setara, bersaudara dan merdeka mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu masyarakat ada baiknya kami sampaikan pandangan Swami Satya Narayana sbb: “Agar hubungan sesama manusia menjadi harmonis, seriuslah melihat kelebihan pihak lain dan remehkan kekuarangannya. Seriuslah melihat kekurangan diri sendiri dan remehkan kelebiihan diri”. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan tambahan pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial. Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan semakin tumbuh rasa persahabatan yang semakin kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh dengan sesama dalam hubungan sosial tersebut. Demikiian sumbangan pikiran ini semoga ada gunaya. Makalah ini dibawakan dalam dialog Pemuda bersama Pemuka Agama dengan Thema “Mencari Solusi Idial dalam Menyikapi/ Merespon Konflik Agama dan Etnis di Indonesia”. Dialog ini diadakan di Jakarta dari tgl 27 s/d 30 Agustus 2000 oleh DPP KNPI.
  • 17. .2 Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu : a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi : 1. Pembunuhan masal (genosida) Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM) 2. Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll. b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi : 1. Pemukulan 2. Penganiayaan 3. Pencemaran nama baik 4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya 5. Menghilangkan nyawa orang lain 2.3 Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat.
  • 18. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti : a. Kasus Tanjung Priok (1984) Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan. b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994) Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996) Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas. d. Peristiwa Aceh (1990) Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka. e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
  • 19. Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang). 2.4 Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lingkungan Sekitar 1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003. 2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa. 3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan. 4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar. 5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. 2.5 Instrumen Nasional HAM 1. UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV; Pasal 28A sampai dengan 28J; Pasal 27 sampai dengan 34 2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5.UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
  • 20. 6.UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia 7.UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 8.UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya 9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik 2.6 Upaya mengatasi pelanggaran hak asasi manusia Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum.Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut 1. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan. 2. Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab. 3. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. 4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. 5. Menghormati hak-hak orang lain. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
  • 21. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
  • 22. Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia dan Contoh-contohnya Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku. Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut: 1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional. 2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia 3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen 4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya. 5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi. 6. Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya. 7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM. 8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM. 9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan. 10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu : a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi : 1. Pembunuhan masal (genosida) Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM) 2. Kejahatan Kemanusiaan
  • 23. Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll. b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi : 1. Pemukulan 2. Penganiayaan 3. Pencemaran nama baik 4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya 5. Menghilangkan nyawa orang lain contoh-contoh pelanggaran HAM di Indonesia : a. Kasus Tanjung Priok (1984) Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan. b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994) Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT. Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996) Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas. d. Peristiwa Aceh (1990) Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka. e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998) Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang). f. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa. g. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003. h. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan
  • 24. tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama 2.5 Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa hal diantaranya : 1. Melakukan pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum. 2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi. 3. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan. 4. Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab. 5. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. 6. Tidak semena-mena terhadap orang lain. 7. Menghormati hak-hak orang lain. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.