1. 1
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN PROSES
PEMBELAJARAN
Perkembangan kognitif manusia yang merupakan proses psikologis di
dalamnya melibatkan proses-proses memperoleh, menyusun dan menggunakan
pengetahuan, serta kegiatan-kegiatan mental; seperti: mengingat, berpikir,
menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi,
dan memecahkan persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan
lingkungan.
Jean Piaget yang merupakan pelopor psikologi kognitif tidak
sependapat dengan pandangan yang mengatakan bahwa kecerdasan adalah
merupakan faktor bawaan, yang berarti manusia tinggal menerima perbedaanperbedaan yang ada, karena pandangan seperti ini akan membawa pengaruh
kurang positif atau bahkan negatif terhadap proses pendidikan dan upaya
pengembangan kemampuan berpikir anak.
Berdasarkan penelitiannya yang dilakukan secara serius dengan cara
mengobservasi secara partisipan dalam jangka waktu lama, Jean Piaget mendapati
bahwa anak pada umur tertentu mengalami kesulitan untuk memahami hal-hal
yang sebenarnya sederhana. Misalnya: seorang anak kecil ternyata mengalami
kesulitan untuk memahami mengapa air yang banyaknya sama apabila dituangkan
dari gelas pendek besar ke gelas tinggi kecil ternyata hasilnya sama dan tidak
tumpah.
A. Pengertian Kognitif
Istilah kognitif seringkali dikenal dengan istilah intelek. Intelek
berasal dari bahasa Inggris “intellect” yang menurut Chaplin (1981) diartikan
sebagai:
2. 2
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai,
dan kemampuan mempertimbangkan.
2. Kemampuan mental atau inteligensi
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek”
adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan
hubungan-hubungan dari proses berpikir. Selanjutnya dikatakan bahwa orang
yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam tempo
yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu
bertindak cepat.
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin “intelligere” yang
berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William Stern,
salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, mengatakan bahwa inteligensi
adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat segenap alat-alat bantu dan
pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Sedangkan Leis
Hedison Terman berpendapat bahwa intelegensi adalah kesanggupan untuk
belajar secara abstrak (Patty F, 1982). Di sini Terman membedakan antara
“concrete ability” yaitu kemampuan yang berhubungan dengan hal-hal yang
bersifat abstrak. Orang dikatakan inteligen menurut Terman jika orang tersebut
mampu berpikir abstrak dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
intelek tidak berbeda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti
kemampuan untuk melakukan abstraksi serta berpikir logis dan cepat sehingga
dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.
Jean Piaget mendefinisikan “intellect” ialah akal budi berdasarkan
aspek-aspek kognitifnya, khususnya proses-proses berpikir yang lebih tinggi
(Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan “intelligence” atau intelegensi menurut Jean
Piaget diartikan sama dengan “kecerdasan” yaitu seluruh kemampuan berpikir dan
bertindak secara adaptif termasuk kemampuan-kemampuan mental yang
kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan. Jean Piaget mengatakan
bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur
3. 3
kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi
baru. Dalam arti sempit, intelegensi seringkali diartikan sebagai intelegensi
operasional, termasuk pula tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensomotoris
sampai dengan operasional formal.
B. Tahapan Perkembangan Kognitif
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan,
yaitu:
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini anak berada
dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan
sensori-motoris yang amat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari
proses pematangan aspek sensori-motoris tersebut. Menurut Piaget, pada tahap ini
interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan
melalui perasaan dan otot-ototnya. Interaksi ini terutama diarahkan oleh sensasisensasi dari lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya,
termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk
mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan
secara perlahan-lahan belajar mengkoordinasikan tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga
tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan
yang ditandai oleh suasana intuitif; dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak
didukung oleh pemikiran tapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikapsikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Piaget, anak sangat bersifat egosentris
sehingga
seringkali
mengalami
masalah
dalam
berinteraksi
dengan
lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang
lain, anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan-pandangannya
sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca
4. 4
kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih punya anggapan
bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini anak tidak hanya ditentukan oleh pengamatan inderawi
saja, tetapi juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta
menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka.
Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, membaca, atau menyanyi.
Menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak akan mempunyai
akibat sangat baik pada perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang
memegang peran pada tahap ini ialah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dan
berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkrit dan paksaan dari
luar. Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada di
sekitarnya, misalnya: berbicara dengan pohon, anjing, kucing dan sebagainya
yang menurut mereka benda-benda tersebut dapat mendengar dan berbicara.
Peristiwa semacam ini sangat baik untuk melatih diri anak menggunakan
kekayaan bahasanya. Piaget menyebut tahap ini sebagai “collective monolog”,
pembicara yang egosentris dan sedikit berhubungan dengan orang lain.
3. Tahap Operasional Konkrit
Tahap operasional konkrit ini ditandai dengan karakteristik menonjol
sebagai berikut:
a. Segala sesuatu dipahami oleh individu sebagaimana yang tampak saja atau
sebagaimana kenyataan yang mereka alami.
b. Cara berpikir individu belum menangkap yang abstark meskipun cara
berpikirnya sudah nampak sistematis dan logis.
c. Dalam memahami konsep, individu sangat terikat kepada proses
mengalami sendiri. Artinya, individu akan mudah memahami konsep
kalau pengertian konsep itu dapat diamati atau individu itu melakukan
sesuatu yang berkaitan dengan konsep tersebut.
5. 5
4. Karakteristik Tahap Operasional Formal
Tahap operasional formal ini ditandai dengan karakteristik menonjol
sebagai berikut:
a. Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan
abstraksi.
b. Individu mulai mampu berpikir logis dengan obyek-obyek yang abstrak.
c. Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat
hipotesis.
d. Individu bahkan mulai mampu membuat prakiraan (forecasting) di masa
depan.
e. Individu mulai mampu untuk mengintrospeksi dir sendiri sehingga
kesadaran diri sendiri dapat berkembang dengan baik.
f. Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan
diperankan sebagai orang dewasa.
g. Individu
mulai
mampu
untuk
menyadari
diri,
mempertahankan
kepentingan masyarakat di lingkungannya, dan kepentingan seseorang
dalam masyarakat tersebut.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Subjek Didik
Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu
ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ahli psikologi. Kelompok
psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu itu
sekitar 90% ditentukan oleh faktor heriditas, sedangkan pengaruh lingkungan,
termasuk di dalamnya pendidikan, hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja.
Kelompok ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki heriditas
intelektual unggul, maka akan sangat mudah pengembangannya meskipun hanya
dengan intervensi lingkungan secara tidak maksimal. Sebaliknya, individu yang
memiliki heriditas intelektual rendah maka intervensi lingkungan seringkali
mengalami kesulitas meskipun sudah dilakukan secara maksimal.
Kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi
lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%,
6. 6
sedangkan
heriditas
hanya
memberikan
kontribusi
15-20%
terhadap
perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan
rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya
secara maksimal.
Dengan tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, maka
perkembangan kognitif sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
heriditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak
terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan resultante dari
interaksi keduanya. Pengaruh faktor heriditas dan lingkungan terhadap
perkembangan kognitif itu dapat dijelaskan berikut ini.
1. Faktor heriditas. Semenjak dalam kandungan anak telah memiliki sifat-sifat
yang menentukan daya kerja kognitifnya. Secara potensial anak telah
membawa kemungkinan, apakah akan memiliki kemampuan berpikir normal,
di atas normal, atau di bawah normal. Namun potensi ini tidak akan
berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi
kesempatan untuk berkembang. Oleh karenanya, peranan lingkungan juga
besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak.
2. Faktor lingkungan. Ada unsur lingkungan yang sangat penting peranannya
dalam mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.
Keluarga. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau
orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai
bidang kehidupan, sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang
merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan
misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ideidenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan ingin tahu anak
dengan cara menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat
yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Pemberian kesempatan
atau pengalaman tersebut sudah barang tentu menuntut perhatian orang
tua.
b. Sekolah. Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk
meningkatkan perkembangan anak; termasuk perkembangan intelek anak.
7. 7
Dalam konteks ini, guru hendaknya menyadari betul bahwa perkembangan
kognitif anak terletak ditangannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan
guru diantaranya ialah:
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik
akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara
bebas dapat dikonsumsikan dengan guru mereka.
2) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan
orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan.
3) Membawa para peserta didik ke obyek-obyek tertentu seperti obyek
budaya, ilmu pengetahuan, dan sejenisnya sangat menunjang
perkembangan inteletual para peserta didik.
4) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui
kegiatan olah raga maupun menyediakan gizi yang cukup sangat
penting bagi perkembangan intelek peserta didik. Sebab jika peserta
didik terganggu secara fisik perkembangan kognitifnya akan terganggu
juga.
5) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media
cetak maupun menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta
didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
F. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Kognitif
Secara heriditas individu telah memiliki potensi-potensi yang dapat
menyebabkan perbedaan dalam perkembangan kognitif mereka. potensi tersebut
berkembang atau tidak, tergantung pada lingkungan. Ini berarti bahwa apakah
anak akan menjadi memiliki kemampuan berpikir normal, di atas normal, atau di
bawah normal juga banyak dipengaruhi lingkungan.
Perbedaan individu dalam perkembangan kognitif menunjuk kepada
perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan
individual peserta didik akan tercermin dalam sifat-sifat atau ciri-ciri mereka baik
8. 8
dalam kemampuan, keterampilan, maupun sikap dan kebiasaan belajar, kualitas
proses dan hasil belajar, baik dalam ranah kognitif, efektif dan psikomotor.
Perbedaan intelektual anak ini akan tampak sekali jika diamati dalam proses
belajar-mengajar di dalam kelas. Ada peserta didik yang cepat, ada yang sedang,
dan ada pula yang lambat dalam penguasan materi pelajaran.
G. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Kognitif Subjek
Didik
Menurut Conny Semiawan (1984) penciptaan kondisi lingkungan
yang kondusif bagi pengembangan kemampuan inteletual anak yang di dalamnya
menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor
yang amat penting.
Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar subjek didik merasa
aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan
kognitifnya adalah:
1. Pendidik menerima subjek didik secara postif sebagaimana adanya tanpa syarat
(unconditional positive regard). Artinya, apapun adanya subjek didik dengan
segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik serta memberi
kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap subjek didik memiliki
kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan secara maksimal.
2. Pendidik menciptakan suasana dimana subjek didik tidak merasa terlalu dinilai
oleh orang lain. Terlalu memberikan penilaian terhadap subjek didik dapat
dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan
diri. Memang kenyataannya pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan
dalam situasi sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak
bersifat mencemaskan bagi subjek didik melainkan menjadi sarana yang dapat
mengembangkan sikap kompetitif secara sehat.
3. Pendidik harus bisa berempati. Artinya, dapat memahami pemikiran, perasaan,
dan perilaku subjek didik; dapat menempatkan diri dalam situasi subjek didik;
serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. dalam suasana seperti ini,
9. 9
subjek didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan
pemikirannya atau ide-idenya.
4. Penting bagi pendidik untuk mengetahui isi dan ciri-ciri dari setiap tahap
perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat mengambil keputusan
tindakan edukatif yang tepat sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang
memahami benar-benar pengalaman belajar yang diterimanya. Mencocokkan
sistem pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik merupakan cara yang
bagus untuk pengembangan intelektual peserta didik.
5. Model pembelajaran yang aktif adalah tidak menunggu sampai peserta didik
siap sendiri, tetapi guru menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa
sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada subjek didik untuk
berinteraksi
kognitifnya.
edukatif
sehingga
mendorong
percepatan
perkembangan