SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Filsafat Zaman Yunani Kuno
1.1 Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu
("arche" = ). Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada
satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles:
api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir ("panta rei"
= selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali
tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul
dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu sebenarnya hanya satu?
Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan
hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis
untuk menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil mengembangkan metode
reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.
1.2 Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM),
Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM).
1.2.1 Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat.
Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai
sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam
batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan
deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya.
Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai "sophis"
("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Sokrates lebih berminat pada masalah
manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang
ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh
Cicero kemudian, Sokrates "menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke
kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa
"memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda" dan dibawa ke
pengadilan kota Athena.
Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat
menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati
nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk
mengakhiri hidupnya.
1.2.2 Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah
realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang
kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di dunia idea.
Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya
terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata.
Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ... bisa berubah dan berakhir, tetapi
idea bunga, pohon, burung, ... kekal adanya. Itulah sebabnya yang Satu dapat menjadi
yang Banyak.

Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat
intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah
diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia
inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia
sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan
karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang
kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana
mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah
keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu
persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
1.2.3 Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya.
Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap,
misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa
bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk
manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak
memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada
(sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.
Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato,
realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut
Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles
tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan
bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan
penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia
kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia
tidak ada idea-bawaan.
Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi
memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan
metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan
yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsurunsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam
logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji , dan keabsahan
cara berfikir. Logika dibentuk dari kata berarti sesuatu yang diutarakan. Daripadanya
logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa.
Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya
partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang
berlaku universal.
Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai
pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula,
Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih "hylemorfisme": apa saja
yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle")
sana-sini dari bentuk ("morphe") yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi
(atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi
kemungkinan ("dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan (aktualitas)
bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu
yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides
diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang
"berubah".
Dalam konteks ini dapat dimengerti bila Aristoteles ada pada pandangan bahwa wanita
adalah "pria yang belum lengkap". Dalam reproduksi, wanita bersifat pasif dan
reseptif, sedang pria aktif dan produktif. Semua sifat yang aktual ada pada anak
potensial terkumpul lengkap dalam sperma pria. Wanita adalah "ladang", yang
menerima dan menumbuhkan benih, sementara pria adalah "yang menanam". Dalam
bahasa filsafat Aristoteles, pria menyediakan "bentuk", sedang wanita
menyumbangkan "substansi".
Dalam makluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia), bentuk diberi nama "jiwa"
("psyche", Latin: anima). Tetapi jiwa pada manusia memiliki sifat istimewa: berkat
jiwanya, manusia dapat "mengamati" dunia secara inderawi, tetapi juga sanggup
"mengerti" dunia dalam dirinya. Jiwa manusia dilengkapi dengan "nous" (Latin:
"ratio" atau "intellectus") yang membuat manusia mampu mengucapkan dan
menerima "logoz". Itu membuat manusia memiliki bahasa.
Pemikiran Aristoteles merupakan hartakarun umat manusia yang berbudaya.
Pengaruhnya terasa sampai kini, -- itu berkat kekuatan sintesis dan konsistensi
argumentasi filsafatinya, dan cara kerjanya yang berpangkal pada pengamatan dan
pengumpulan data. Singkatnya, ia berhasil dengan gemilang menggabungkan
(melakukan sintesis) metode empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut diatas.
Aristoteles adalah guru Iskandar Agung, raja yang berhasil membangun kekaisaran
dalam wilayah yang sangat besar dari Yunani-Mesir sampai ke India-Himalaya.
Dengan itu, Helenisme (Hellas = Yunani) menjadi salah satu faktor penting bagi
perkembangan pemikiran filsafati dan kebudayaan di wilayah Timur Tengah juga. -(Catatan kecil saja dari FSP: Maka jangan terkejut jika pandangan berat-sebelah
tentang pria-wanita sangat dominan sampai kini. Legitimasi filsafati agaknya telah
diberikan oleh Arsitoteles atas praktek yanh umum di dalam masyarakat Timur
Tengah, Eropa abad pertengahan dan dimana saja. Gereja Katolik pun selama
berabad-abad mengikuti pendirian yang sama, sekalipun landasan biblisnya sama
sekali tidak ada. Yesus, sebagaimana tampak dalam Injil, memiliki pandangan yang
sama sekali tidak berat-sebelah tentang gender.)
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk mempelajari
realitas. Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan sebagai
organon ("alat") untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam, untuk
selanjutnya diolah dalam theoria yang membawa kepada praxis. Aristoteles mengawali,
atau sekurang-kurangnya secara tidak langsung mendorong, kelahiran banyak ilmu
empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, dan tentu saja fisika. Ada benang
merah yang nyata, antara sumbangan pemikiran dalam Physica (yang ditulisnya),
dengan Almagest (oleh Ptolemeus), Principia dan Opticks (dari Newton), serta
Experiments on Electricity (oleh Franklin), Chemistry (dari Lavoisier), Geology (ditulis
oleh Lyell), dan The Origin of Species (hasil pemikiran Darwin). Masing-masing
merupakan produk refleksi para pemikir itu dalam situasi dan tradisi yang tersedia
dalam zamannya masing-masing.
1.3 Zaman Yunani pasca-aristoteles ditandai oleh tiga aliran pemikiran filsafat, yaitu
Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme. Stoisisme (Zeno, 333-262 sM) terkenal
karena etikanya: manusia berbahagia jika ia bertindak rasional. Epikurisme (Epikuros,
341-270 sM) juga terkenal dalam etika: "kita harus memiliki kesenangan, tetapi
kesenangan tidak boleh memiliki kita".
Neo-platonisme (Plotinos, 205-270 M). Idea kebaikan (idea tertinggi dalam Plato) = "to
hen", yang esa, "the one". Yang esadisebut oleh Plotinos adalah awal, yang
pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenal
oleh manusia karena tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga.
Yang esa adalah pusat daya, -- seluruh realitas berasal dari pusat itu lewat proses
pancaran (emanasi), bagai matahari yang memancarkan sinarnya. Kendati proses
emanasi, yang esa tak berkurang atau terpengaruh sama sekali.
Dari = "nous", budi, akal, bahkan roh (?). "Nous" mengalir 
=merupakan "bayang-bayang" dari "to hen". Dari "nous" mengalir =
"me"psykhe", jiwa, yang merupakan perbatasan "nous" dengan on", materi,
yang merupakan kemungkinan atau potensi bagi keberadaan suatu bentuk, yang pada
manusia adalah tubuh. "Psykhe" merupakan penghubung antara "nous" yang terang,
yang berlawanan dengan materi yang gelap, yang rohani berlawanan dengan yang
jasmani. -- Menurut neo-platonisme, perlawanan itu merupakan penyimpangan dari
kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali kepada "to hen", dan
itulah tujuan hidup manusia. "To hen" kiranya identik dengan konsep "Sang Sangkan
Paraning Dumadi" dalam tradisi Jawa.
Kesatuan mistis dengan "to hen" merupakan kebenaran sejati. Manusia harus
berkontemplasi untuk mengatasi hal-hal yang inderawi, yang merupakan penghambat
besar bagi pembebasannya dari hidup dalam dimensi materi yang bersifat gelap (dan
berakhir kepada kematian) menuju kepada hidup dalam dimensi roh yang membawa
kepada terang (serta awal dari kekekalan).
Jejak pemikiran neoplatonisme dapat diamati dalam pengalaman mistik, yaitu
pengalaman menyatu dengan Tuhan atau "jiwa kosmik". Banyak agama menekankan
keterpisahan antara Tuhan dan Ciptaan, tetapi para ahli mistik tidak menemui
pemisahan seperti itu. Mereka jutru mengalami rasa "penyatuan dengan Tuhan".
Ketika penyatuan itu terjadi, ahli mistik merasa dia "kehilangan dirinya", dia lenyap
ke dalam diri Tuhan atau hilang dalam diri Tuhan, sebagaimana setitik atau sepercik
air kehilangan dirinya ketika telah menyatu dalam samudera raya.
Tetapi pengalaman mistik itu tidak selalu datang sendiri. Ahli mistik harus mencari
jalan "pencucian dan pencerahan" untuk bisa bertemu dengan Tuhan, melalui hidup
sederhana dan berbagai teknik meditasi. Kecenderungan mistik tu diketemukan dalam
semua agama besar di dunia. Dalam "agama" Jawa dikenallah konsep "manunggaling
kawula lan Gusti", yang jejaknya dalam sastra suluk Jawa digali dan diungkapkan
bagi generasi masa kini dalam konteks filsafat dan pandangan keagamaan.

Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan
pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat
Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
* Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of
current scientific opinions by comparison to proven past views, but such
aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual
scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu
dari praktek ilmiah secara aktual.
* Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the
methods of scientific thinking and tries to determine the value and
significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan
dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
* A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic
study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.
(Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai
ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapanpraanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.)
* Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
(Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubunganhubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
* May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically
neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang
netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan –
landasan ilmu.
* Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to
do for science what philosophy in general does for the whole of human
experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it
constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds
for belief and action; on the other, it examines critically everything that may
be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a
view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu
landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri,
dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
* Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts,
first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry
observational procedures, patens of argument, methods of representation and
calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the
grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical
methodology and metaphysics”.
(Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah
prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode
penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan
seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya
dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis
maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat
ilmu, seperti :
* Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek
tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
* Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang
disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang
membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
(Landasan epistemologis)
* Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ?
(Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)
Alam Akal Menurut Filsafat
Diposkan oleh sunny di 09.13 . Kamis, 02 April 2009
0 komentar
Label: Alam Akal Menurut Filsafat
2. Alam Akal
Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan
sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka
menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya
pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya,
namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa
akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan
tidak ada.
Aktivitas-aktiviras Akal Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan
adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.
Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif. Mengetahui
konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, pertama,
teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari
beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Teori ini disebut dengan teori
tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep
yang general melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak,
dan generalisasi. Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan
segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang
dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan
macam).Pemilahan dan Penguraian. Penggabungan dan Penyusunan. Kreativitas.
3. Analogi (Tamtsil)
Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi fiqih disebut
qiyas. Analogi ialah menetapkan hokum (baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang
telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi
tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya. (2)
cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal
dan cabang dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal. Analogi dibagi dua; Analogi
interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak diketahui
illatnya atau sebab penetapannya. Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas
hukum dan illatnya.

Dialektika Sokrates
Kali ini kita akan membahas model Dialektika yang diungkapkan masih oleh salah satu filsuf
terkenal dari masa Yunani Kuno, yaitu Sokrates dari Athena. Sokrates terkenal memang
bukan karena metode Dialektika. Ia menjadi sangat terkenal karena ia memilih minum racun
untuk mempertahankan prinsipnya dalam pengadilan kota Athena. Namun, sebenarnya,
peristiwa ini terjadi justru sebagai akibat langsung dari metode Dialektika yang ia pakai.
Kenapa demikian?
Metode Dialektika Sokrates agak sedikit berbeda dengan pola yang dipakai oleh Zeno. Ini
karena Sokrates memang memaksudkan Dialektika justru pada asal katanya, yaitu bercakapcakap atau berdialog. Ya, Sokrates memang adalah orang yang senang bercakap dengan
orang lain yang bertemu dengannya di sepanjang jalan kota Athena. Ia selalu mengajak
mereka diskusi untuk sesuatu yang ia anggap penting.
Tapi, tentu saja percakapan model diskusi yang dilakukan oleh Sokrates memang tidak
selamanya disambut hangat. Apalagi bila dipandang dari kacamata kaum Sofis. Mereka ini
adalah rival Sokrates. Ini karena kaum Sofis adalah sekelompok orang yang justru
mengambil keuntungan dari masyarakat melalui kecakapannya berorasi atau berpidato. Nah,
seringkali kaum Sofis ini dibuat jengkel oleh Sokrates karena mereka merasa dipermalukan di
depan banyak orang dengan metode Dialektika. Lalu, seperti apa yang sebenarnya telah
dilakukan oleh Sokrates dengan Dialektika ini?
Berikut adalah ilustrasi yang dibuat untuk memberikan gambaran seperti apa kiranya metode
Dialektika yang dipergunakan oleh Sokrates.
Suatu hari, Sokrates bertemu dengan Meno, sahabat lamanya, di kios ikan pasar Athena.
Begitu senangnya, sehingga mereka lama berpelukan. Sokrates kemudian mengajak Meno
untuk rehat di sebuah emperan rumah dekat pasar sambil sekaligus berteduh.
"Apa yang sedang kau lakukan saat ini, wahai Meno saudaraku?"
"Aku sedang menjajagi untuk membuka kios usaha di Megara, Sokrates. Makanya aku
berkunjung ke Athena untuk melihat bagaimana mereka mengelola kiosnya dan barangbarang apa saja yang dapat ku ambil dari sini."
"Oh begitu. Bukankah engkau sudah punya ladang gandum yang begitu luas dari ayahmu?
Apa itu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu?"
"Tidak Sokrates. Itu belum cukup bagiku. Aku ingin lebih dari ayahku. Ingin seperti Kranos,
saudagar terkaya di Megara. Dia hidup sangat senang dengan semua kemewahan yang ia
punya."
"Hidup sangat senang? Bisa kau berikan keterangan yang lebih jelas lagi wahai Meno?"
"Kau memang tidak tahu apa artinya hidup mewah Sokrates. Kranos itu punya segalagalanya. Budak yang ia punya lebih dari 40 orang. Perempuan pun suka padanya. Tidak
kurang dari belasan perempuan hilir mudik datang ke rumah Kranos tiap harinya. Merayu
untuk menjadi istrinya. Rumah itu amat megah. Berdiri kokoh dengan tiang granit dan lantai
batu pualam. Tidak cukup sampai di situ, ia, Kranos, juga memiliki 4 kereta dan 10 ekor
kuda. Itu hebat Sokrates. Itu baru namanya hidup."
"Terus, apa hubungannya antara hidup sangat senang dan hebat? Apakah kalau kita hidup
dengan hebat maka akan hidup dengan sangat senang?"
"Itu betul Sokrates. Kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat. Makanya
aku datang jauh-jauh ke Athena agar bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan yang lebih
daripada Kranos. Aku akan menjadi lebih hebat dari Kranos tentunya."
Di tengah percakapan ini, seorang anak kecil bersama ibunya lewat di depan mereka. Anak
itu sangat senang sekali karena ibunya membelikan ia permen gula. Ia jalan berjingkatjingkat kecil dengan satu tangan menggenggam permen gula dan tangan lainnya memegang
tangan si ibu.
"Kau lihat anak kecil itu wahai Meno?"
"Ya Sokrates. Memangnya ada apa?"
"Tadi anak kecil itu begitu senangnya. Tidakkah itu juga hebat Meno?"
"Hebat apanya Sokrates? Menurutku, itu wajar saja. Setiap anak yang diberi permen gula
tentu akan merasa sangat senang."
"Jadi, kau menganggap kalau hebat itu tidak identik dengan rasa senang?"
"Maksudmu apa Sokrates?"
"Tadi kau mengatakan kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat.
Bukankah itu sama dengan mengatakan bahwa rasa senang itu identik dengan hebat? Artinya,
kalau kita hidup dengan hebat, itu akan membuat kita hidup senang. Bukankah begitu wahai
Meno sahabatku?"
Meno bingung dengan pertanyaan dan kata-kata Sokrates. Ia mulai kehilangan kata-kata.
"Iya, mungkin, Sokrates."
"Kenapa mungkin? Kalau rasa senang itu identik dengan hebat, maka anak kecil yang tadi
mendapat permen gula itu pun bisa kita bilang hebat Meno. Hanya dengan sebuah permen
gula yang kecil, ia bisa merasa sangat senang."
Meno akhirnya tak mampu berkata-kata. Ia merasa terpojok dengan ucapan Sokrates. Hanya
dengan contoh kecil saja, Sokrates telah membuat lamunannya yang ia bangun selama
bertahun-tahun menjadi sia-sia.
"Aku tidak melarangmu menjadi hebat atau melebihi kehebatannya Kranos, wahai Meno.
Aku ingin kamu menentukan tujuan hidupmu menjadi hebat bukan semata-mata karena
melihat orang lain."
Setelah itu, Sokrates menepuk pundak Meno, lalu mengajaknya pergi bertandang ke
rumahnya untuk sekadar bersantap ala kadarnya. Meno mencari temannya terlebih dahulu
dan mereka bertiga menuju rumah Sokrates.

Nah, dalam dialog Sokrates dengan Meno di atas, kita dapat melihat bahwa Sokrates
menggunakan Dialektika sebagai satu cara untuk menyadarkan orang lain itu akan pengertian
yang sesungguhnya tentang makna suatu kata. Dengan contoh-contoh sederhana, Sokrates
mampu mengurai retorika menjadi suatu pembicaraan tanpa isi. Melalui cara inilah ia dikenal
sebagai pembicara ulung dan menjadi sangat disegani di seantero Athena. Tetapi, ia pun
sekaligus menjadi orang yang paling menjengkelkan dan paling dimusuhi oleh orang-orang
yang tidak menyukainya.
Cara seperti ini yang diberi nama oleh Sokrates sebagai maieutike tekhne (seni kebidanan).
Ini karena Sokrates selalu mengganggap dirinya seibarat "bidan" yang membantu melahirkan
pengertian yang benar dalam pikiran orang lain. Dalam hal ini, ia sangat terinspirasi oleh
ibunda yang memang adalah seorang bidan.
Jadi, apakah kini anda sudah memahami metode Dialektika Sokrates?
BelajarFilsafat.com
Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh
Ismaun (2001)
* Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific
opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a
discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah
suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
* Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of
scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as
a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
* A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the
nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in
the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan
telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual.)
* Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations
between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah.)
* May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis,
description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
* Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for
science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does
two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and
offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything
that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to
the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang
filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua
macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi
keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan.
* Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate
the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of
argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so
on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic,
practical methodology and metaphysics”.
(Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur
yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola
perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan
metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari
sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti :
* Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan
pengetahuan ? (Landasan ontologis)
* Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan
yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya?
Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa
ilmu? (Landasan epistemologis)
* Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ?
(Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

More Related Content

What's hot

Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanEkoBowo2
 
E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i Erta Erta
 
Makalah metafisika
Makalah metafisikaMakalah metafisika
Makalah metafisikaErna Mariana
 
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan OntologiPower Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan OntologiArief S
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanvian rahayu
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaZarevi1
 
Jurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuJurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuIbnu Fajar
 
Tugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat IlmuTugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat IlmuKristinaMala
 
perkembangan filsafat dari zaman ke zaman
perkembangan filsafat dari zaman ke zamanperkembangan filsafat dari zaman ke zaman
perkembangan filsafat dari zaman ke zamanMasher Zen
 
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIANTINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIANAditya Setyawan
 
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita Sandi Wijaya).pptx
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita  Sandi Wijaya).pptxPower Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita  Sandi Wijaya).pptx
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita Sandi Wijaya).pptxSri Juwita Alfath
 
Filsafat ilmu
Filsafat  ilmu Filsafat  ilmu
Filsafat ilmu Ram Dhany
 

What's hot (20)

Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan TeknologiIlmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi
 
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
 
E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i
 
Makalah metafisika
Makalah metafisikaMakalah metafisika
Makalah metafisika
 
Materialisme
MaterialismeMaterialisme
Materialisme
 
Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan OntologiPower Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika
 
filsafat Ilmu
filsafat Ilmufilsafat Ilmu
filsafat Ilmu
 
Makalah etika
Makalah etikaMakalah etika
Makalah etika
 
Jurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuJurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmu
 
Tugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat IlmuTugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat Ilmu
 
Dimensi Ontologi
Dimensi OntologiDimensi Ontologi
Dimensi Ontologi
 
perkembangan filsafat dari zaman ke zaman
perkembangan filsafat dari zaman ke zamanperkembangan filsafat dari zaman ke zaman
perkembangan filsafat dari zaman ke zaman
 
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIANTINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP PENELITIAN
 
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita Sandi Wijaya).pptx
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita  Sandi Wijaya).pptxPower Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita  Sandi Wijaya).pptx
Power Point Desain Penelitian Eksperimen (Sri Juwita Sandi Wijaya).pptx
 
Makalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikanMakalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikan
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
 
Filsafat ilmu
Filsafat  ilmu Filsafat  ilmu
Filsafat ilmu
 

Similar to FILSAFAT_YUNANI

Bab 4. sejarah filsafat (1)
Bab 4. sejarah filsafat (1)Bab 4. sejarah filsafat (1)
Bab 4. sejarah filsafat (1)Joe Pete
 
Filsafat aristoteles
Filsafat aristotelesFilsafat aristoteles
Filsafat aristotelesIsna Fitrotin
 
Filsafat ilmu ppt nauval
Filsafat ilmu ppt nauvalFilsafat ilmu ppt nauval
Filsafat ilmu ppt nauvalNauvalAziz1
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatDedi Yulianto
 
Filsafat dan Etika Komunikasi
Filsafat dan Etika KomunikasiFilsafat dan Etika Komunikasi
Filsafat dan Etika KomunikasiAfril Wibisono
 
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docx
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docxLAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docx
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docxAkulailihidayatturro
 
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptxFilsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptxVina764744
 
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptxFilsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptxVina764744
 
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptx
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptxFilsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptx
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptxVina764744
 
FILSAFAT YUNANI
FILSAFAT YUNANIFILSAFAT YUNANI
FILSAFAT YUNANISuya Yahya
 
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, Ptolomeus
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, PtolomeusTokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, Ptolomeus
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, PtolomeusHariyatunnisa Ahmad
 
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)Jocareture Interprises
 
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptx
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptxOntologi keilmuan - Panggalih L. A.pptx
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptxPanggalihLA
 
Filsafat ilmu yufi
Filsafat ilmu yufiFilsafat ilmu yufi
Filsafat ilmu yufisherlly ines
 

Similar to FILSAFAT_YUNANI (20)

Bab 4. sejarah filsafat (1)
Bab 4. sejarah filsafat (1)Bab 4. sejarah filsafat (1)
Bab 4. sejarah filsafat (1)
 
Filsafat aristoteles
Filsafat aristotelesFilsafat aristoteles
Filsafat aristoteles
 
Aristoteles
AristotelesAristoteles
Aristoteles
 
Filsafat ilmu ppt nauval
Filsafat ilmu ppt nauvalFilsafat ilmu ppt nauval
Filsafat ilmu ppt nauval
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
 
Filsafat dan Etika Komunikasi
Filsafat dan Etika KomunikasiFilsafat dan Etika Komunikasi
Filsafat dan Etika Komunikasi
 
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docx
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docxLAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docx
LAILI HIDAYATTURROHMAH tugas mandiri.docx
 
Rasionalisme Klasik dan Modern.pptx
Rasionalisme Klasik dan Modern.pptxRasionalisme Klasik dan Modern.pptx
Rasionalisme Klasik dan Modern.pptx
 
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptxFilsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum- PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
 
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptxFilsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
Filsafat Umum-Salinan PPT 10 Filsum Kel 10.pptx
 
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptx
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptxFilsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptx
Filsafat Umum 2023-Mata Kuliah-Plato.pptx
 
FILSAFAT YUNANI
FILSAFAT YUNANIFILSAFAT YUNANI
FILSAFAT YUNANI
 
Tugas Filsafat
Tugas FilsafatTugas Filsafat
Tugas Filsafat
 
Ontologi
OntologiOntologi
Ontologi
 
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, Ptolomeus
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, PtolomeusTokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, Ptolomeus
Tokoh Pembaharu : Plato, Aristoteles, Ptolomeus
 
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
 
ESTIMOLOGI ILMU.docx
ESTIMOLOGI ILMU.docxESTIMOLOGI ILMU.docx
ESTIMOLOGI ILMU.docx
 
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptx
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptxOntologi keilmuan - Panggalih L. A.pptx
Ontologi keilmuan - Panggalih L. A.pptx
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
Filsafat ilmu yufi
Filsafat ilmu yufiFilsafat ilmu yufi
Filsafat ilmu yufi
 

More from Dedi Yulianto

Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimediaDedi Yulianto
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraDedi Yulianto
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Dedi Yulianto
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisDedi Yulianto
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiDedi Yulianto
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksionalDedi Yulianto
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistemDedi Yulianto
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran Dedi Yulianto
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDedi Yulianto
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualDedi Yulianto
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlDedi Yulianto
 
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaPerkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaDedi Yulianto
 

More from Dedi Yulianto (20)

Sk tim perencana
Sk tim perencanaSk tim perencana
Sk tim perencana
 
Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimedia
 
Media pembelajaran
Media  pembelajaranMedia  pembelajaran
Media pembelajaran
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancara
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisis
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasi
 
Desain pesan
Desain pesanDesain pesan
Desain pesan
 
Desain pembelajaran
Desain pembelajaranDesain pembelajaran
Desain pembelajaran
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksional
 
Jenis penelitian
Jenis penelitianJenis penelitian
Jenis penelitian
 
Desain pesan
Desain pesanDesain pesan
Desain pesan
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistem
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctl
 
Ctl
CtlCtl
Ctl
 
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaPerkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
 
Teori komunikasi
Teori komunikasiTeori komunikasi
Teori komunikasi
 

FILSAFAT_YUNANI

  • 1. Filsafat Zaman Yunani Kuno 1.1 Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu ("arche" = ). Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir ("panta rei" = selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu sebenarnya hanya satu? Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil mengembangkan metode reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar. 1.2 Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM), Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM). 1.2.1 Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai "sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Sokrates lebih berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Sokrates "menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa "memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda" dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya. 1.2.2 Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di dunia idea. Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ... bisa berubah dan berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung, ... kekal adanya. Itulah sebabnya yang Satu dapat menjadi yang Banyak. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia
  • 2. inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya. Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming"). 1.2.3 Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda. Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan. Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsurunsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji , dan keabsahan cara berfikir. Logika dibentuk dari kata berarti sesuatu yang diutarakan. Daripadanya logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal. Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih "hylemorfisme": apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle") sana-sini dari bentuk ("morphe") yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi kemungkinan ("dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan (aktualitas) bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu
  • 3. yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang "berubah". Dalam konteks ini dapat dimengerti bila Aristoteles ada pada pandangan bahwa wanita adalah "pria yang belum lengkap". Dalam reproduksi, wanita bersifat pasif dan reseptif, sedang pria aktif dan produktif. Semua sifat yang aktual ada pada anak potensial terkumpul lengkap dalam sperma pria. Wanita adalah "ladang", yang menerima dan menumbuhkan benih, sementara pria adalah "yang menanam". Dalam bahasa filsafat Aristoteles, pria menyediakan "bentuk", sedang wanita menyumbangkan "substansi". Dalam makluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia), bentuk diberi nama "jiwa" ("psyche", Latin: anima). Tetapi jiwa pada manusia memiliki sifat istimewa: berkat jiwanya, manusia dapat "mengamati" dunia secara inderawi, tetapi juga sanggup "mengerti" dunia dalam dirinya. Jiwa manusia dilengkapi dengan "nous" (Latin: "ratio" atau "intellectus") yang membuat manusia mampu mengucapkan dan menerima "logoz". Itu membuat manusia memiliki bahasa. Pemikiran Aristoteles merupakan hartakarun umat manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa sampai kini, -- itu berkat kekuatan sintesis dan konsistensi argumentasi filsafatinya, dan cara kerjanya yang berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data. Singkatnya, ia berhasil dengan gemilang menggabungkan (melakukan sintesis) metode empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut diatas. Aristoteles adalah guru Iskandar Agung, raja yang berhasil membangun kekaisaran dalam wilayah yang sangat besar dari Yunani-Mesir sampai ke India-Himalaya. Dengan itu, Helenisme (Hellas = Yunani) menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan pemikiran filsafati dan kebudayaan di wilayah Timur Tengah juga. -(Catatan kecil saja dari FSP: Maka jangan terkejut jika pandangan berat-sebelah tentang pria-wanita sangat dominan sampai kini. Legitimasi filsafati agaknya telah diberikan oleh Arsitoteles atas praktek yanh umum di dalam masyarakat Timur Tengah, Eropa abad pertengahan dan dimana saja. Gereja Katolik pun selama berabad-abad mengikuti pendirian yang sama, sekalipun landasan biblisnya sama sekali tidak ada. Yesus, sebagaimana tampak dalam Injil, memiliki pandangan yang sama sekali tidak berat-sebelah tentang gender.) Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk mempelajari realitas. Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan sebagai organon ("alat") untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam theoria yang membawa kepada praxis. Aristoteles mengawali, atau sekurang-kurangnya secara tidak langsung mendorong, kelahiran banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, dan tentu saja fisika. Ada benang merah yang nyata, antara sumbangan pemikiran dalam Physica (yang ditulisnya), dengan Almagest (oleh Ptolemeus), Principia dan Opticks (dari Newton), serta Experiments on Electricity (oleh Franklin), Chemistry (dari Lavoisier), Geology (ditulis oleh Lyell), dan The Origin of Species (hasil pemikiran Darwin). Masing-masing merupakan produk refleksi para pemikir itu dalam situasi dan tradisi yang tersedia dalam zamannya masing-masing.
  • 4. 1.3 Zaman Yunani pasca-aristoteles ditandai oleh tiga aliran pemikiran filsafat, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme. Stoisisme (Zeno, 333-262 sM) terkenal karena etikanya: manusia berbahagia jika ia bertindak rasional. Epikurisme (Epikuros, 341-270 sM) juga terkenal dalam etika: "kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita". Neo-platonisme (Plotinos, 205-270 M). Idea kebaikan (idea tertinggi dalam Plato) = "to hen", yang esa, "the one". Yang esadisebut oleh Plotinos adalah awal, yang pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenal oleh manusia karena tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga. Yang esa adalah pusat daya, -- seluruh realitas berasal dari pusat itu lewat proses pancaran (emanasi), bagai matahari yang memancarkan sinarnya. Kendati proses emanasi, yang esa tak berkurang atau terpengaruh sama sekali. Dari = "nous", budi, akal, bahkan roh (?). "Nous" mengalir  =merupakan "bayang-bayang" dari "to hen". Dari "nous" mengalir = "me"psykhe", jiwa, yang merupakan perbatasan "nous" dengan on", materi, yang merupakan kemungkinan atau potensi bagi keberadaan suatu bentuk, yang pada manusia adalah tubuh. "Psykhe" merupakan penghubung antara "nous" yang terang, yang berlawanan dengan materi yang gelap, yang rohani berlawanan dengan yang jasmani. -- Menurut neo-platonisme, perlawanan itu merupakan penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali kepada "to hen", dan itulah tujuan hidup manusia. "To hen" kiranya identik dengan konsep "Sang Sangkan Paraning Dumadi" dalam tradisi Jawa. Kesatuan mistis dengan "to hen" merupakan kebenaran sejati. Manusia harus berkontemplasi untuk mengatasi hal-hal yang inderawi, yang merupakan penghambat besar bagi pembebasannya dari hidup dalam dimensi materi yang bersifat gelap (dan berakhir kepada kematian) menuju kepada hidup dalam dimensi roh yang membawa kepada terang (serta awal dari kekekalan). Jejak pemikiran neoplatonisme dapat diamati dalam pengalaman mistik, yaitu pengalaman menyatu dengan Tuhan atau "jiwa kosmik". Banyak agama menekankan keterpisahan antara Tuhan dan Ciptaan, tetapi para ahli mistik tidak menemui pemisahan seperti itu. Mereka jutru mengalami rasa "penyatuan dengan Tuhan". Ketika penyatuan itu terjadi, ahli mistik merasa dia "kehilangan dirinya", dia lenyap ke dalam diri Tuhan atau hilang dalam diri Tuhan, sebagaimana setitik atau sepercik air kehilangan dirinya ketika telah menyatu dalam samudera raya. Tetapi pengalaman mistik itu tidak selalu datang sendiri. Ahli mistik harus mencari jalan "pencucian dan pencerahan" untuk bisa bertemu dengan Tuhan, melalui hidup sederhana dan berbagai teknik meditasi. Kecenderungan mistik tu diketemukan dalam semua agama besar di dunia. Dalam "agama" Jawa dikenallah konsep "manunggaling kawula lan Gusti", yang jejaknya dalam sastra suluk Jawa digali dan diungkapkan bagi generasi masa kini dalam konteks filsafat dan pandangan keagamaan. Pengertian Filsafat Ilmu Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan
  • 5. pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001) * Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual. * Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan) * A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapanpraanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.) * Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubunganhubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.) * May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu. * Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
  • 6. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan. * Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika). Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti : * Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis) * Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis) * Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
  • 7. operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982) Alam Akal Menurut Filsafat Diposkan oleh sunny di 09.13 . Kamis, 02 April 2009 0 komentar Label: Alam Akal Menurut Filsafat 2. Alam Akal Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada. Aktivitas-aktiviras Akal Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif. Mengetahui konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan generalisasi. Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan macam).Pemilahan dan Penguraian. Penggabungan dan Penyusunan. Kreativitas. 3. Analogi (Tamtsil) Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi fiqih disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hokum (baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal. Analogi dibagi dua; Analogi interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak diketahui illatnya atau sebab penetapannya. Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas hukum dan illatnya. Dialektika Sokrates Kali ini kita akan membahas model Dialektika yang diungkapkan masih oleh salah satu filsuf terkenal dari masa Yunani Kuno, yaitu Sokrates dari Athena. Sokrates terkenal memang bukan karena metode Dialektika. Ia menjadi sangat terkenal karena ia memilih minum racun untuk mempertahankan prinsipnya dalam pengadilan kota Athena. Namun, sebenarnya, peristiwa ini terjadi justru sebagai akibat langsung dari metode Dialektika yang ia pakai.
  • 8. Kenapa demikian? Metode Dialektika Sokrates agak sedikit berbeda dengan pola yang dipakai oleh Zeno. Ini karena Sokrates memang memaksudkan Dialektika justru pada asal katanya, yaitu bercakapcakap atau berdialog. Ya, Sokrates memang adalah orang yang senang bercakap dengan orang lain yang bertemu dengannya di sepanjang jalan kota Athena. Ia selalu mengajak mereka diskusi untuk sesuatu yang ia anggap penting. Tapi, tentu saja percakapan model diskusi yang dilakukan oleh Sokrates memang tidak selamanya disambut hangat. Apalagi bila dipandang dari kacamata kaum Sofis. Mereka ini adalah rival Sokrates. Ini karena kaum Sofis adalah sekelompok orang yang justru mengambil keuntungan dari masyarakat melalui kecakapannya berorasi atau berpidato. Nah, seringkali kaum Sofis ini dibuat jengkel oleh Sokrates karena mereka merasa dipermalukan di depan banyak orang dengan metode Dialektika. Lalu, seperti apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh Sokrates dengan Dialektika ini? Berikut adalah ilustrasi yang dibuat untuk memberikan gambaran seperti apa kiranya metode Dialektika yang dipergunakan oleh Sokrates. Suatu hari, Sokrates bertemu dengan Meno, sahabat lamanya, di kios ikan pasar Athena. Begitu senangnya, sehingga mereka lama berpelukan. Sokrates kemudian mengajak Meno untuk rehat di sebuah emperan rumah dekat pasar sambil sekaligus berteduh. "Apa yang sedang kau lakukan saat ini, wahai Meno saudaraku?" "Aku sedang menjajagi untuk membuka kios usaha di Megara, Sokrates. Makanya aku berkunjung ke Athena untuk melihat bagaimana mereka mengelola kiosnya dan barangbarang apa saja yang dapat ku ambil dari sini." "Oh begitu. Bukankah engkau sudah punya ladang gandum yang begitu luas dari ayahmu? Apa itu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu?" "Tidak Sokrates. Itu belum cukup bagiku. Aku ingin lebih dari ayahku. Ingin seperti Kranos, saudagar terkaya di Megara. Dia hidup sangat senang dengan semua kemewahan yang ia punya." "Hidup sangat senang? Bisa kau berikan keterangan yang lebih jelas lagi wahai Meno?" "Kau memang tidak tahu apa artinya hidup mewah Sokrates. Kranos itu punya segalagalanya. Budak yang ia punya lebih dari 40 orang. Perempuan pun suka padanya. Tidak kurang dari belasan perempuan hilir mudik datang ke rumah Kranos tiap harinya. Merayu untuk menjadi istrinya. Rumah itu amat megah. Berdiri kokoh dengan tiang granit dan lantai batu pualam. Tidak cukup sampai di situ, ia, Kranos, juga memiliki 4 kereta dan 10 ekor kuda. Itu hebat Sokrates. Itu baru namanya hidup." "Terus, apa hubungannya antara hidup sangat senang dan hebat? Apakah kalau kita hidup dengan hebat maka akan hidup dengan sangat senang?" "Itu betul Sokrates. Kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat. Makanya aku datang jauh-jauh ke Athena agar bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan yang lebih daripada Kranos. Aku akan menjadi lebih hebat dari Kranos tentunya." Di tengah percakapan ini, seorang anak kecil bersama ibunya lewat di depan mereka. Anak itu sangat senang sekali karena ibunya membelikan ia permen gula. Ia jalan berjingkatjingkat kecil dengan satu tangan menggenggam permen gula dan tangan lainnya memegang
  • 9. tangan si ibu. "Kau lihat anak kecil itu wahai Meno?" "Ya Sokrates. Memangnya ada apa?" "Tadi anak kecil itu begitu senangnya. Tidakkah itu juga hebat Meno?" "Hebat apanya Sokrates? Menurutku, itu wajar saja. Setiap anak yang diberi permen gula tentu akan merasa sangat senang." "Jadi, kau menganggap kalau hebat itu tidak identik dengan rasa senang?" "Maksudmu apa Sokrates?" "Tadi kau mengatakan kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat. Bukankah itu sama dengan mengatakan bahwa rasa senang itu identik dengan hebat? Artinya, kalau kita hidup dengan hebat, itu akan membuat kita hidup senang. Bukankah begitu wahai Meno sahabatku?" Meno bingung dengan pertanyaan dan kata-kata Sokrates. Ia mulai kehilangan kata-kata. "Iya, mungkin, Sokrates." "Kenapa mungkin? Kalau rasa senang itu identik dengan hebat, maka anak kecil yang tadi mendapat permen gula itu pun bisa kita bilang hebat Meno. Hanya dengan sebuah permen gula yang kecil, ia bisa merasa sangat senang." Meno akhirnya tak mampu berkata-kata. Ia merasa terpojok dengan ucapan Sokrates. Hanya dengan contoh kecil saja, Sokrates telah membuat lamunannya yang ia bangun selama bertahun-tahun menjadi sia-sia. "Aku tidak melarangmu menjadi hebat atau melebihi kehebatannya Kranos, wahai Meno. Aku ingin kamu menentukan tujuan hidupmu menjadi hebat bukan semata-mata karena melihat orang lain." Setelah itu, Sokrates menepuk pundak Meno, lalu mengajaknya pergi bertandang ke rumahnya untuk sekadar bersantap ala kadarnya. Meno mencari temannya terlebih dahulu dan mereka bertiga menuju rumah Sokrates. Nah, dalam dialog Sokrates dengan Meno di atas, kita dapat melihat bahwa Sokrates menggunakan Dialektika sebagai satu cara untuk menyadarkan orang lain itu akan pengertian yang sesungguhnya tentang makna suatu kata. Dengan contoh-contoh sederhana, Sokrates mampu mengurai retorika menjadi suatu pembicaraan tanpa isi. Melalui cara inilah ia dikenal sebagai pembicara ulung dan menjadi sangat disegani di seantero Athena. Tetapi, ia pun sekaligus menjadi orang yang paling menjengkelkan dan paling dimusuhi oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Cara seperti ini yang diberi nama oleh Sokrates sebagai maieutike tekhne (seni kebidanan). Ini karena Sokrates selalu mengganggap dirinya seibarat "bidan" yang membantu melahirkan pengertian yang benar dalam pikiran orang lain. Dalam hal ini, ia sangat terinspirasi oleh ibunda yang memang adalah seorang bidan. Jadi, apakah kini anda sudah memahami metode Dialektika Sokrates? BelajarFilsafat.com
  • 10. Pengertian Filsafat Ilmu Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001) * Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual. * Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan) * A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.) * Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.) * May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu. * Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan. * Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate
  • 11. the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika). Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti : * Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis) * Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis) * Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)