SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Pemetaan
Risiko Bencana
Rob dan Angin
Puting Beliung
KABUPATEN BOMBANA
PROVINSI SULAWESI
TENGGARA
Outline
1
2
3
4
Konsepsi
Pemetaan Risiko Bencana
Metode
Pemetaan Risiko Bencana
Progress
Pemetaan
Basis Data Spasial
Risiko Bencana
5
6
7
Hasil
Pemetaan Risiko Bencana
Pemetaan
Jalur Evakuasi Bencana
Gagasan dan Follow Up
Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Pemetaan Risiko adalah
Penggambaran Tingkat Risiko
bencana suatu daerah secara
spasial dan non spasial berdasarkan
Kajian Risiko Bencana suatu daerah
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat (UU24/2007).
Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Komponen Risiko terdiri dari Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas, dimana
hubungannya ditunjukkan menurut rumus di bawah.
tingkat risiko bencana amat bergantung pada :
1. Tingkat ancaman kawasan;
2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah
menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan
menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial
agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan
sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana
disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
1. Memperkecil ancaman kawasan;
2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
Persyaratan Umum Peta Risiko Bencana Ideal
Menurut PerKA BNPB Nomor 2/2012
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota
minimal hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari).
2. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000 untuk kabupaten/kota di Pulau
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara.
3. Mampu menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa).
4. Mampu menghitung nilai kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (dalam rupiah).
5. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
6. Menggunakan GIS dengan Analisis Grid (1 ha) dalam pemetaan risiko bencana.
Metode Pemetaan Risiko Bencana
Peta Risiko Bencana merupakan overlay (penggabungan)
dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas.
Peta-peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang
dihitung dari data data dan metode perhitungan tersendiri.
Penting untuk dicatat bahwa peta risiko bencana dibuat
untuk setiap jenis ancaman bencana yang ada pada suatu
kawasan.
Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk
menghitung berbagai indeks akan berbeda untuk setiap
jenis ancaman.
Diagram Alir Pemetaan Risiko Angin
Puting Beliung
Metode Pemetaan Ancaman Angin
Puting Beliung
Proses Pemetaan
Ancaman
Diagram Alir Pemetaan Risiko Rob
Metode Pemetaan Ancaman Rob
Area Tergenang = [elevasi] < [HHWL]
Dari formula diatas dapat diketahui apabila terdapat daerah
dengan elevasi di bawah HHWL, maka dipastikan daerah
tersebut merupakan daerah yang akan tergenang banjir rob.
Hasil pemetaan kemudian diklasifikasi tingkat bahayanya
menggunakan ketentuan seperti pada Peraturan Kepala
BNPB Nomor 2 Tahun 2012.
pemetaan genangan rob didasarkan pada analisa pembandingan antara informasi spasial elevasi
topografis dan ketinggian genangan yang diestimasi dari pasang tertinggi (HHWL/Highest High
Water Level). Informasi elevasi topografis diperoleh dari DEM SRTM 90 meter atau ASTER GDEM
15 meter. Sedangkan informasi HHWL diperoleh dari data pasang surut DISHIDROS-AL. Formula
yang digunakan untuk menentukan wilayah tergenang adalah
Metode Pemetaan Kerentanan Angin
Puting Beliung dan Rob
Peta kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik
dan ekologi/lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Exposure kali
Sensitivity. “Aset-aset” yang terekspos termasuk kehidupan manusia
(kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah
ekologi/lingkungan.
Tiap “aset” memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan
intensitas bencana).
Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal
dari laporan BPS (Provinsi/kabupaten Dalam Angka, PODES, Susenan, PPLS
dan PDRB) dan informasi peta dasar dari Bakosurtanal (penggunaan lahan,
jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum). Informasi tabular dari BPS idealnya
sampai tingkat desa/kelurahan.
Untuk peta batas administrasi menggunakan peta terbaru yang dikeluarkan
oleh BPS.
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Sosial)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan
penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio
kelompok umur. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata rata bobot
kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan (40%) yang terdiri dari rasio
jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat (10%) dan
kelompok umur (10%).
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Kepadatan
penduduk
60
< 500 jiwa/km2 500 – 1000
jiwa/km2
>1000
jiwa/km2
Kelas/Nilai
Max Kelas
Rasio
kemiskinan
(10%)
40 < 20% 20 – 40%
Rasio orang
cacat (10%)
Rasio
Kelompok
Umur (10%)
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.6 x (kerentanan kepadatan penduduk) + 0.1 (miskin) + 0.1 (cacat) + 0.1
(umur) + 0.1(Jenis Kelamin)
Klasifikasi total kerentanan social = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Fisik)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik adalah kepadatan rumah
(permanen, semipermanen dan non-permanen), ketersediaan
bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah
diperoleh dengan membagi mereka atas area terbangun atau luas desa dan
dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha).
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Persentase
lahan
terbangun
40
< 30 persen 30 – 60 persen  60
persen
Kelas/Nilai Max
Kelas
Fasilitas Umum 30 Tidak ada - ada
Fasilitas Kritis 30 Tidak ada - ada
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.4 x (lahan terbangun) + 0.3 (fasum) + 0.3 (fasilitas kritis)
Klasifikasi total kerentanan FISIK = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Ekonomi)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan ekonomi adalah luas lahan
produktif dalam rupiah (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak) dan
PDRB. Luas lahan produktif diperoleh dari peta guna lahan dan buku
kabupaten atau kecamatan dalam angka, sedangkan PDRB dapat diperoleh
dari laporan sektor atau kabupaten dalam angka
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Lahan
produktif
60
< 10 Ha 10 – 20 Ha  20 Ha Kelas/Nilai Max
Kelas
PDRB 40 < 100 jt 100 – 300 jt >300 jt
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.6 x (lahan produktif) + 0.4 (pdrb)
Klasifikasi total kerentanan EKONOMI = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Rob (Kerentanan
Lingkungan)
Kerentanan lingkungan hanya digunakan untuk Bencana Banjir Rob
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Hutan lindung 30 < 20 ha 20 – 50 ha >50 ha Kelas/Nilai
Max KelasHutan suaka
Alam
30 < 25 ha 20 – 75 ha >75 ha
Hutan
Bakau/mangro
ve
40 < 10 ha 10 – 30 ha >30 ha
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.3 x (lindung) + 0.3 (suaka) + 0.3 (mangrove)
Klasifikasi total kerentanan lingkungan = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan
Penentuan Kerentanan Total :
Kerentanan banjir rob
0.4 * kerentanan sosial + 0.25 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi + 0.1 * kerentanan lingkungan
Kerentanan angin Puting Beliung
0.4 * kerentanan sosial + 0.35 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi
Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo
Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas
diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu.
Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada
suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah
kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus
kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu
daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat
Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan
Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks
Kapasitas.
Metode Pemetaan Kapasitas
Deskripsi untuk lima tingkat ketahanan adalah sebagai berikut :
Level 1 Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya
pengurangan risiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan maju
dalam rencana-rencana atau kebijakan.
Level 2 Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko
bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis yang
disesbabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan
sistematis.
Level 3 Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan
risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan
sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan
tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk
mengurangi dampak negatif dari bencana.
Level 4 Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam
pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-
capaian yang berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam
komitmen, sumberdaya finansial ataupun kapasitas operasional dalam
pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
Level 5 Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas
yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.
Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo
Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas
diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu.
Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada
suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah
kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus
kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu
daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat
Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan
Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks
Kapasitas.
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Aturan dan kelembagaan penanggulangan
bencana
100 < 0.33 0.33 – 0.66 >0.66
Kelas/Nilai
Max Kelas
Peringatan dini dan kajian risiko bencana
Pendidikan kebencanaan
Pengurangan faktor risiko dasar
Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh
lini
𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 𝑲𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝟏𝟎 ∗ 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒌𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔
Metode Penentuan Risiko
Tingkat Risiko ditentukan
menggunakan Matriks Risiko antara
Ancaman dan hasil matriks
Kerentanan/Kapasitas.
Sebelum menghitung risiko,
dibandingkan dulu antara kerentanan
dan kapasitas, yang hasilnya baru
dibandingkan dengan Ancaman untuk
menghasilkan tingkat risiko
Basis Data Spasial
Risiko Bencana
Hasil Pengolahan disimpan dalam basis data spasial/geodatabase ArcGIS
Konten dalam basis data disusun berdasarkan Hierarkhi tertentu sesuai dengan
Kategori datanya, Ancaman, Kerentanan, kapasitas, risiko, dan Peta dasar.
Basis Data Spasial
Risiko Bencana
Tampilan Skematis
Basis Data Spasial
Hasil
Pemetaan
Risiko (draft)
Hasil
Pemetaan
Risiko (draft)
Hasil
Pemetaan
Risiko (draft)
Hasil
Pemetaan
Risiko (draft)
Permasalahan dalam
Pemetaan Risiko
1. Belum dilakukan Survei Kapasitas bencana
2. Belum ada kepastian Unit Pemetaan Risiko. Pemetaan Risiko sementara menggunakan Unit
Desa Sebagai Unit Risiko, Selain Unit Administrasi, bisa juga digunakan unit satuan lahan,
sehingga dalam satu Desa bisa memungkinkan tingkat risiko yang berbeda (mirip peta
ancaman). Perlu ada penyepakatan dalam hal ini.
Hasil Pemetaan Jalur dan Arah
Evakuasi (draft)
Pemetaan jalur Evakuasi
Peta Evakuasi Bencana Tsunami/Rob/gelombang Pasang Kota Rumbia disusun menggunakan data sebagai berikut
1. Peta Dasar Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000 untuk informasi jalan, sungai, garis pantai (terbitan Bakosurtanal)
2. Peta Administrasi Desa Tahun 2010 (Terbitan BPS)
3. Citra satelit resolusi tinggi quickbird (terbitan Google.inc)
4. Data topografi digital yang diturunkan dari Citra ASTER Stereo
Hasil pemetaan adalah sebagaimana terlihat dalam peta terlampir. Informasi yang muncul di legenda peta meliputi
1. Batas administrasi desa sampai kecamatan
2. Garis kontur ketinggian
3. Sebaran daerah bahaya (tinggi, sedang, aman)
4. Jalan Raya
5. Rute/Arah Evakuasi
6. Usulan lokasi tempat berkumpul selama evakuasi
Proses penentuan jalur evakuasi dilakukan dengan cara membuat model topografi kota Rumbia dari data topografi digital (DEM). Dari sini
akan diketahui gambaran sebaran bentuk lahan, mana perbukitan, mana dataran, mana daerah genangan, dan lain - lain. Selain itu dari data
topografi digital juga diturunkan informasi kontur dengan interval 5 meter untuk mengetahui ketinggian mutlak (dari permukaan laut) di
seluruh wilayah pemetaan.
Pemetaan jalur Evakuasi
Dari informasi kontur, bentuk topografi, jarak dari pantai, dan sebaran jalan, kemudian disusun perencanaan evakuasi berdasarkan pemodelan spasial. Hasil sebagai
mana nampak dalam peta, berupa arah evakuasi menuju titik berkumpul yang diusulkan.
Prinsip utama yang digunakan dalam pemodelan spasial adalah "bagaimana caranya secepat dan semudah mungkin mengakses daerah yang lebih tinggi". Sehingga
kemudian model akan menghitung arah evakuasi paling efektif dan efisien dari informasi topografi dan sebaran jalan.
Hasilnya berupa arah evakuasi ideal di sepanjang dan seluruh jalan yang ada di Kota Rumbia. yang dimaksud "ideal" disini adalah paling mudah dan cepat sampai ke daerah
aman.
Untuk usulan tempat berkumpul, dalam peta ini hanya sejauh usulan, yang dimunculkan berdasarkan pemodelan spasial atas dasar kriteria
1. Ketinggian diatas 10 meter
2. Dekat dengan jalan utama
3. topografi relatif datar dan luas
4. sedekat mungkin dengan kota
Hasil pemodelan usulan tempat berkumpul ini idealnya diperkuat dengan validasi lapangan, namun belum dilakukan, oleh karena itu masukan dari stakeholder sangat
diperlukan terkait penentuan lokasi berkumpul evakuasi.
Alternatif dari usulan ini adalah penggunaan fasilitas umum (pendidikan,kesehatan, pemerintahan) yang berada di daerah aman (ketinggian diatas 10 meter) sebagai alternatif
tempat berkumpul. Dalam hal ini data sebaran fasilitas umum di rumbia belum tersedia sehingga belum dilibatkan dalam pemodelan.
Kritik, saran, dan masukan
sangat diharapkan agar
dihasilkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan.
Follow Up
Pemetaan Risiko Bencana
Kompilasi
dan tindak
lanjut kritik
dan
masukan
Pelaksanaan
Survei
Kapasitas
Revisi Peta
Risiko
Workshop
Akhir dan
Finalisasi
Peta
Publikasi
dan
Diseminasi
TERIMA KASIH
Feedback please
bramantiyo.marjuki@gmail.com
081286891086

More Related Content

What's hot

Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana
Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana
Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana Pipink Alwi
 
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini Bencana
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini BencanaPeranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini Bencana
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini BencanaInstansi
 
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANA
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANADRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANA
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANAChe Henney Zulkifli
 
Modul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoModul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoJoni Iswanto
 
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)Andhika Pratama
 
Manajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanManajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanJoni Iswanto
 
Pengelolaan Krisis Pariwisata
Pengelolaan Krisis PariwisataPengelolaan Krisis Pariwisata
Pengelolaan Krisis PariwisataLestari Moerdijat
 
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANA
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANAMANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANA
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANASumiyanto Lampung
 

What's hot (13)

01a Pengenalan Rencana Kontinjensi
01a Pengenalan Rencana Kontinjensi01a Pengenalan Rencana Kontinjensi
01a Pengenalan Rencana Kontinjensi
 
Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana
Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana
Sistem informasi Kebencanaan Mitigasi Bencana
 
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencana
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencanaBahaya, kerentanan, resiko dan bencana
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencana
 
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini Bencana
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini BencanaPeranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini Bencana
Peranan Standardisasi dalam membangun Sistem Peringatan Dini Bencana
 
Disaster risk reduction
Disaster risk reductionDisaster risk reduction
Disaster risk reduction
 
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANA
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANADRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANA
DRAFT GARIS PANDUAN MANUAL BENCANA
 
Modul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoModul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resiko
 
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)
Pengurangan Resiko Bencana PPT (Materi PMR)
 
Manajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanManajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatan
 
Mengenal bencana
Mengenal bencanaMengenal bencana
Mengenal bencana
 
Pengelolaan Krisis Pariwisata
Pengelolaan Krisis PariwisataPengelolaan Krisis Pariwisata
Pengelolaan Krisis Pariwisata
 
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANA
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANAMANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANA
MANAJEMEN PENANGULANGAN BENCANA
 
DRR Concept
DRR ConceptDRR Concept
DRR Concept
 

Similar to RISIKO PEMAPAAN

Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, IndonesiaDisaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesiabramantiyo marjuki
 
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptx
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptxMateri Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptx
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptxIbraTangke1
 
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.ppt
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.pptMI.11.2 PENILAIAN RISIKO.ppt
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.pptDonnySetiawan26
 
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptx
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptxPengertian-Mitigasi-Bencana.pptx
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptxkamal722626
 
pengukuran Resiko.pptx
pengukuran Resiko.pptxpengukuran Resiko.pptx
pengukuran Resiko.pptxhilman39
 
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-k
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-kJbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-k
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-kIda Bagus Suryawan
 
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaauliaeka15
 
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptx
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptxProgram Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptx
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptxAdiXten
 
Konsep analisis risiko
Konsep analisis risikoKonsep analisis risiko
Konsep analisis risikoAnggita Dewi
 
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptx
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptxPEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptx
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptxwidhiesoekarnen1
 
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTAL
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTALMODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTAL
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTALribe20101
 
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentan
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentanManajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentan
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentanSugeng Ners
 
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko BencanaRencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko BencanaPekerja Sosial Masyarakat
 
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdf
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdfMPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdf
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdfssuserde6b65
 

Similar to RISIKO PEMAPAAN (20)

Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, IndonesiaDisaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
 
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptx
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptxMateri Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptx
Materi Lengkap Kajian Risiko Bencana Kebakaran.pptx
 
HVA.pptx
HVA.pptxHVA.pptx
HVA.pptx
 
ASSESMENT DAMPAK HAZARD.PPT.ppt
ASSESMENT DAMPAK HAZARD.PPT.pptASSESMENT DAMPAK HAZARD.PPT.ppt
ASSESMENT DAMPAK HAZARD.PPT.ppt
 
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.ppt
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.pptMI.11.2 PENILAIAN RISIKO.ppt
MI.11.2 PENILAIAN RISIKO.ppt
 
PRESENTASI TABALONG.pdf
PRESENTASI TABALONG.pdfPRESENTASI TABALONG.pdf
PRESENTASI TABALONG.pdf
 
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptx
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptxPengertian-Mitigasi-Bencana.pptx
Pengertian-Mitigasi-Bencana.pptx
 
pengukuran Resiko.pptx
pengukuran Resiko.pptxpengukuran Resiko.pptx
pengukuran Resiko.pptx
 
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-k
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-kJbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-k
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18968-2-bab6pra-k
 
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Keperawatan Bencana.ppt
Keperawatan Bencana.pptKeperawatan Bencana.ppt
Keperawatan Bencana.ppt
 
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptx
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptxProgram Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptx
Program Kedaruratan Skala Wilayah_1.pptx
 
Renstra.docx
Renstra.docxRenstra.docx
Renstra.docx
 
Konsep analisis risiko
Konsep analisis risikoKonsep analisis risiko
Konsep analisis risiko
 
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptx
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptxPEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptx
PEMETAAN RISIKO PARTISIPATIF.pptx
 
manjemen-bencana
manjemen-bencanamanjemen-bencana
manjemen-bencana
 
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTAL
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTALMODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTAL
MODUL PELATIHAN SURVEILANS FUNDAMENTAL
 
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentan
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentanManajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentan
Manajemen Risiko pada bencana, dan kelompok rentan
 
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko BencanaRencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
 
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdf
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdfMPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdf
MPI 2. Manajemen Risiko Krisis Kesehatan Akibat Bencana.pdf
 

More from bramantiyo marjuki

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintbramantiyo marjuki
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingbramantiyo marjuki
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practicesbramantiyo marjuki
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...bramantiyo marjuki
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID bramantiyo marjuki
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagerybramantiyo marjuki
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?bramantiyo marjuki
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017bramantiyo marjuki
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utarabramantiyo marjuki
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALIbramantiyo marjuki
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...bramantiyo marjuki
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practicesbramantiyo marjuki
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus Districtbramantiyo marjuki
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesiabramantiyo marjuki
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Managementbramantiyo marjuki
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...bramantiyo marjuki
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, bramantiyo marjuki
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...bramantiyo marjuki
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahunbramantiyo marjuki
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regenerationbramantiyo marjuki
 

More from bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 

RISIKO PEMAPAAN

  • 1. Pemetaan Risiko Bencana Rob dan Angin Puting Beliung KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
  • 2. Outline 1 2 3 4 Konsepsi Pemetaan Risiko Bencana Metode Pemetaan Risiko Bencana Progress Pemetaan Basis Data Spasial Risiko Bencana 5 6 7 Hasil Pemetaan Risiko Bencana Pemetaan Jalur Evakuasi Bencana Gagasan dan Follow Up
  • 3. Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko Pemetaan Risiko adalah Penggambaran Tingkat Risiko bencana suatu daerah secara spasial dan non spasial berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU24/2007).
  • 4. Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko Komponen Risiko terdiri dari Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas, dimana hubungannya ditunjukkan menurut rumus di bawah. tingkat risiko bencana amat bergantung pada : 1. Tingkat ancaman kawasan; 2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam; 3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam. Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana. Upaya pengurangan risiko bencana berupa : 1. Memperkecil ancaman kawasan; 2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam; 3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
  • 5. Persyaratan Umum Peta Risiko Bencana Ideal Menurut PerKA BNPB Nomor 2/2012 1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota, kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota minimal hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari). 2. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. 3. Mampu menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa). 4. Mampu menghitung nilai kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (dalam rupiah). 5. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah. 6. Menggunakan GIS dengan Analisis Grid (1 ha) dalam pemetaan risiko bencana.
  • 6. Metode Pemetaan Risiko Bencana Peta Risiko Bencana merupakan overlay (penggabungan) dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas. Peta-peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang dihitung dari data data dan metode perhitungan tersendiri. Penting untuk dicatat bahwa peta risiko bencana dibuat untuk setiap jenis ancaman bencana yang ada pada suatu kawasan. Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai indeks akan berbeda untuk setiap jenis ancaman.
  • 7. Diagram Alir Pemetaan Risiko Angin Puting Beliung
  • 8. Metode Pemetaan Ancaman Angin Puting Beliung Proses Pemetaan Ancaman
  • 10. Metode Pemetaan Ancaman Rob Area Tergenang = [elevasi] < [HHWL] Dari formula diatas dapat diketahui apabila terdapat daerah dengan elevasi di bawah HHWL, maka dipastikan daerah tersebut merupakan daerah yang akan tergenang banjir rob. Hasil pemetaan kemudian diklasifikasi tingkat bahayanya menggunakan ketentuan seperti pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012. pemetaan genangan rob didasarkan pada analisa pembandingan antara informasi spasial elevasi topografis dan ketinggian genangan yang diestimasi dari pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Informasi elevasi topografis diperoleh dari DEM SRTM 90 meter atau ASTER GDEM 15 meter. Sedangkan informasi HHWL diperoleh dari data pasang surut DISHIDROS-AL. Formula yang digunakan untuk menentukan wilayah tergenang adalah
  • 11. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob Peta kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan ekologi/lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Exposure kali Sensitivity. “Aset-aset” yang terekspos termasuk kehidupan manusia (kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah ekologi/lingkungan. Tiap “aset” memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan intensitas bencana). Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari laporan BPS (Provinsi/kabupaten Dalam Angka, PODES, Susenan, PPLS dan PDRB) dan informasi peta dasar dari Bakosurtanal (penggunaan lahan, jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum). Informasi tabular dari BPS idealnya sampai tingkat desa/kelurahan. Untuk peta batas administrasi menggunakan peta terbaru yang dikeluarkan oleh BPS.
  • 12. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Sosial) Indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata rata bobot kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan (40%) yang terdiri dari rasio jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat (10%) dan kelompok umur (10%). Parameter Bobot (%) Kelas Skor Rendah Sedang Tinggi Kepadatan penduduk 60 < 500 jiwa/km2 500 – 1000 jiwa/km2 >1000 jiwa/km2 Kelas/Nilai Max Kelas Rasio kemiskinan (10%) 40 < 20% 20 – 40% Rasio orang cacat (10%) Rasio Kelompok Umur (10%) Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.6 x (kerentanan kepadatan penduduk) + 0.1 (miskin) + 0.1 (cacat) + 0.1 (umur) + 0.1(Jenis Kelamin) Klasifikasi total kerentanan social = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
  • 13. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Fisik) Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik adalah kepadatan rumah (permanen, semipermanen dan non-permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah diperoleh dengan membagi mereka atas area terbangun atau luas desa dan dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha). Parameter Bobo t (%) Kelas Skor Rendah Sedang Tinggi Persentase lahan terbangun 40 < 30 persen 30 – 60 persen  60 persen Kelas/Nilai Max Kelas Fasilitas Umum 30 Tidak ada - ada Fasilitas Kritis 30 Tidak ada - ada Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.4 x (lahan terbangun) + 0.3 (fasum) + 0.3 (fasilitas kritis) Klasifikasi total kerentanan FISIK = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
  • 14. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Ekonomi) Indikator yang digunakan untuk kerentanan ekonomi adalah luas lahan produktif dalam rupiah (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak) dan PDRB. Luas lahan produktif diperoleh dari peta guna lahan dan buku kabupaten atau kecamatan dalam angka, sedangkan PDRB dapat diperoleh dari laporan sektor atau kabupaten dalam angka Parameter Bobo t (%) Kelas Skor Rendah Sedang Tinggi Lahan produktif 60 < 10 Ha 10 – 20 Ha  20 Ha Kelas/Nilai Max Kelas PDRB 40 < 100 jt 100 – 300 jt >300 jt Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.6 x (lahan produktif) + 0.4 (pdrb) Klasifikasi total kerentanan EKONOMI = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
  • 15. Metode Pemetaan Kerentanan Rob (Kerentanan Lingkungan) Kerentanan lingkungan hanya digunakan untuk Bencana Banjir Rob Parameter Bobo t (%) Kelas Skor Rendah Sedang Tinggi Hutan lindung 30 < 20 ha 20 – 50 ha >50 ha Kelas/Nilai Max KelasHutan suaka Alam 30 < 25 ha 20 – 75 ha >75 ha Hutan Bakau/mangro ve 40 < 10 ha 10 – 30 ha >30 ha Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.3 x (lindung) + 0.3 (suaka) + 0.3 (mangrove) Klasifikasi total kerentanan lingkungan = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
  • 16. Metode Pemetaan Kerentanan Penentuan Kerentanan Total : Kerentanan banjir rob 0.4 * kerentanan sosial + 0.25 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi + 0.1 * kerentanan lingkungan Kerentanan angin Puting Beliung 0.4 * kerentanan sosial + 0.35 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi
  • 17. Metode Pemetaan Kapasitas Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini. Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas.
  • 18. Metode Pemetaan Kapasitas Deskripsi untuk lima tingkat ketahanan adalah sebagai berikut : Level 1 Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya pengurangan risiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan maju dalam rencana-rencana atau kebijakan. Level 2 Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis yang disesbabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan sistematis. Level 3 Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk mengurangi dampak negatif dari bencana. Level 4 Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian- capaian yang berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam komitmen, sumberdaya finansial ataupun kapasitas operasional dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di daerah tersebut. Level 5 Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.
  • 19. Metode Pemetaan Kapasitas Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini. Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas. Parameter Bobot (%) Kelas Skor Rendah Sedang Tinggi Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana 100 < 0.33 0.33 – 0.66 >0.66 Kelas/Nilai Max Kelas Peringatan dini dan kajian risiko bencana Pendidikan kebencanaan Pengurangan faktor risiko dasar Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini 𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 𝑲𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝟏𝟎 ∗ 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒌𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔
  • 20. Metode Penentuan Risiko Tingkat Risiko ditentukan menggunakan Matriks Risiko antara Ancaman dan hasil matriks Kerentanan/Kapasitas. Sebelum menghitung risiko, dibandingkan dulu antara kerentanan dan kapasitas, yang hasilnya baru dibandingkan dengan Ancaman untuk menghasilkan tingkat risiko
  • 21. Basis Data Spasial Risiko Bencana Hasil Pengolahan disimpan dalam basis data spasial/geodatabase ArcGIS Konten dalam basis data disusun berdasarkan Hierarkhi tertentu sesuai dengan Kategori datanya, Ancaman, Kerentanan, kapasitas, risiko, dan Peta dasar.
  • 22. Basis Data Spasial Risiko Bencana Tampilan Skematis Basis Data Spasial
  • 27. Permasalahan dalam Pemetaan Risiko 1. Belum dilakukan Survei Kapasitas bencana 2. Belum ada kepastian Unit Pemetaan Risiko. Pemetaan Risiko sementara menggunakan Unit Desa Sebagai Unit Risiko, Selain Unit Administrasi, bisa juga digunakan unit satuan lahan, sehingga dalam satu Desa bisa memungkinkan tingkat risiko yang berbeda (mirip peta ancaman). Perlu ada penyepakatan dalam hal ini.
  • 28. Hasil Pemetaan Jalur dan Arah Evakuasi (draft)
  • 29. Pemetaan jalur Evakuasi Peta Evakuasi Bencana Tsunami/Rob/gelombang Pasang Kota Rumbia disusun menggunakan data sebagai berikut 1. Peta Dasar Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000 untuk informasi jalan, sungai, garis pantai (terbitan Bakosurtanal) 2. Peta Administrasi Desa Tahun 2010 (Terbitan BPS) 3. Citra satelit resolusi tinggi quickbird (terbitan Google.inc) 4. Data topografi digital yang diturunkan dari Citra ASTER Stereo Hasil pemetaan adalah sebagaimana terlihat dalam peta terlampir. Informasi yang muncul di legenda peta meliputi 1. Batas administrasi desa sampai kecamatan 2. Garis kontur ketinggian 3. Sebaran daerah bahaya (tinggi, sedang, aman) 4. Jalan Raya 5. Rute/Arah Evakuasi 6. Usulan lokasi tempat berkumpul selama evakuasi Proses penentuan jalur evakuasi dilakukan dengan cara membuat model topografi kota Rumbia dari data topografi digital (DEM). Dari sini akan diketahui gambaran sebaran bentuk lahan, mana perbukitan, mana dataran, mana daerah genangan, dan lain - lain. Selain itu dari data topografi digital juga diturunkan informasi kontur dengan interval 5 meter untuk mengetahui ketinggian mutlak (dari permukaan laut) di seluruh wilayah pemetaan.
  • 30. Pemetaan jalur Evakuasi Dari informasi kontur, bentuk topografi, jarak dari pantai, dan sebaran jalan, kemudian disusun perencanaan evakuasi berdasarkan pemodelan spasial. Hasil sebagai mana nampak dalam peta, berupa arah evakuasi menuju titik berkumpul yang diusulkan. Prinsip utama yang digunakan dalam pemodelan spasial adalah "bagaimana caranya secepat dan semudah mungkin mengakses daerah yang lebih tinggi". Sehingga kemudian model akan menghitung arah evakuasi paling efektif dan efisien dari informasi topografi dan sebaran jalan. Hasilnya berupa arah evakuasi ideal di sepanjang dan seluruh jalan yang ada di Kota Rumbia. yang dimaksud "ideal" disini adalah paling mudah dan cepat sampai ke daerah aman. Untuk usulan tempat berkumpul, dalam peta ini hanya sejauh usulan, yang dimunculkan berdasarkan pemodelan spasial atas dasar kriteria 1. Ketinggian diatas 10 meter 2. Dekat dengan jalan utama 3. topografi relatif datar dan luas 4. sedekat mungkin dengan kota Hasil pemodelan usulan tempat berkumpul ini idealnya diperkuat dengan validasi lapangan, namun belum dilakukan, oleh karena itu masukan dari stakeholder sangat diperlukan terkait penentuan lokasi berkumpul evakuasi. Alternatif dari usulan ini adalah penggunaan fasilitas umum (pendidikan,kesehatan, pemerintahan) yang berada di daerah aman (ketinggian diatas 10 meter) sebagai alternatif tempat berkumpul. Dalam hal ini data sebaran fasilitas umum di rumbia belum tersedia sehingga belum dilibatkan dalam pemodelan.
  • 31. Kritik, saran, dan masukan sangat diharapkan agar dihasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan. Follow Up Pemetaan Risiko Bencana Kompilasi dan tindak lanjut kritik dan masukan Pelaksanaan Survei Kapasitas Revisi Peta Risiko Workshop Akhir dan Finalisasi Peta Publikasi dan Diseminasi