1. Panduan Latihan Penajaman RPLP:
Kajian Risiko Bencana Kebakaran
Panduan sederhana ini bertujuan untuk memperoleh gambaran risiko bencana yang ada di lokasi dampingan KOTAKU. Pengukuran
tidak perlu bersifat akademis dan rigid, namun dapat dilakukan dengan observasi, wawancara pengalaman dan persepsi masyarakat
setempat. Apabila ada, dilengkapi dengan informasi/data/kajian dari maupun konsultasi dengan lembaga yang menekuni
kebencanaan. Panduan ini dibuat untuk melakukan kajian di tingkat kelurahan, sebagai salah satu upaya kesinambungan dengan
RPLP.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU 24/2007).
Unsur utama risiko bencana adalah Ancaman, Kerentanan, dan
Kapasitas. Risiko bencana berbanding lurus dengan Ancaman
dan Kerentanan, serta berbanding terbalik dengan Kapasitas
Apa itu Risiko Bencana?
Ancaman adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi
untuk menyebabkan terjadinya cedera, hilangnya nyawa atau
kehilangan harta benda. Ancaman ini bisa menimbulkan
bencana maupun tidak. Ancaman dianggap sebuah bencana
(disaster) apabila telah menimbulkan korban dan kerugian.
Contoh ancaman: kebakaran, tanah longsor, gempa,
kekeringan, banjir, dll.
Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
Kapasitas adalah kombinasi dari semua sumber daya yang
ada dalam suatu masyarakat yang dapat mengurangi tingkat
risiko atau dampak bencana.
Kajian Risiko Bencana dalam RPLP
Permukiman kumuh cenderung memiliki karakteristik yang kerentanannya tinggi terhadap bencana dan kapasitasnya rendah. Kajian
risiko bencana dalam RPLP bertujuan agar upaya penataan lingkungan permukiman, baik melalui kegiatan fisik, sosial, dan ekonomi,
dilakukan selaras dengan upaya pengurangan risiko bencana. RPLP yang telah dipengaruhi oleh kajian risiko bencana pun dapat
menjadi input dalam penyusunan RP2KPKP yang lebih proaktif dalam pengurangan risiko bencana.
4. 1. Peta untuk Kertas Kerja
Siapkan peta kelurahan dan delineasi wilayah kumuh sebagai kertas kerja proses
selanjutnya.
Lengkapi dengan informasi fitur fisik seperti sungai, pantai, embung, kontur, dll (bila
ada).
2. Daftar Ancaman
Buatlah daftar jenis ancaman yang ada di kelurahan. Pilihan sumbernya:
• RTRW, aplikasi InaRisk Personal, atau Rencana Penanggulangan Bencana
(bila ada)
• Pengalaman warga setempat
• Konsultasi dengan BPBD, praktisi, atau akademisi terkait
Tips:
Untuk praktik tatap muka, peta dicetak berukuran lebih besar dari A1.
Untuk praktik secara daring, dapat menggunakan GIS (bila ada).
7. 1. Ancaman Kebakaran (Peta Skala Kelurahan)
Sebaran Lokasi Sumber Ancaman dan Jenis Aktivitas. Tandai di peta, lokasi-lokasi sumber
ancaman dan beri keterangan jenis aktivitas sumber ancaman (mis. kegiatan industri
skala besar, kegiatan UMKM yang menggunakan bahan mudah terbakar, aktivitas
memasak di rumah, aktivitas membakar sampah, dll).
Jangkauan Dampak
Ancaman. Arsir perkiraan
jangkauan dampak
ancaman kebakaran untuk
setiap sumber ancaman.
Contoh Peta Ancaman Kebakaran
Industri
besar
UMKM
Batik
RT:
Memasak,
Korsleting
Apa artinya?
1. Kebakaran perlu dicegah di sumber ancaman.
Pelaku aktivitas yang berpotensi menjadi sumber
kebakaran perlu memperhatikan penggunaan
peralatan atau bahan terkait aktivitasnya.
2. Alat pemadam api dan sumber air perlu dipastikan
ada di dekat sumber ancaman.
3. Warga yang tinggal di dalam jangkauan dampak
kebakaran perlu ditingkatkan kesadarannya dan
kesiapsiagaannya.
8. Contoh Peta Ancaman Kebakaran
Contoh Peta Ancaman Kebakaran Kelurahan Kedunglumbu
Sumber: Tim Koordinator Kota Surakarta
Contoh Peta Ancaman Kebakaran Kelurahan Karang Asam Ilir
Sumber: Tim Koordinator Kota Samarinda
9. Ancaman Kebakaran (Tabel Rekap Tiap Delineasi Kumuh)
Tabel ini merekap berbagai jenis aktivitas yang ada di kelurahan yang berpotensi menjadi
sumber kebakaran, intensitasnya, dan jangkauan dampaknya. Potensi intensitas
kebakaran setiap jenis aktivitas dinilai relatif satu sama lain (1=rendah, 2=sedang,
3=tinggi). Sumber kebakaran dapat berada di dalam delineasi kumuh (internal) maupun
di luar delineasi kumuh (eksternal). Dampak kebakaran pun dapat berada di dalam
delineasi kumuh (internal) maupun di luar delineasi kumuh (eksternal).
Jenis Aktivitas Setempat yang
Berpotensi Sumber Kebakaran
Intensitas
(1/2/3)
Lokasi Sumber Ancaman
(internal/eksternal)
Jangkauan Dampak Kebakaran
(internal/eksternal)
Catatan Rekomendasi untuk
Mengelola Aktivitas yang
Berpotensi menjadi Sumber
Kebakaran
Memasak 2 Internal Internal
Korsleting 1 Internal Internal
UMKM Batik 2 Internal Internal
Industri Besar 3 Eksternal Internal
Contoh Tabel Rekap Ancaman Kebakaran di Delineasi Kumuh xxxx Kelurahan xxxx
10. 2. Kerentanan Terhadap Kebakaran (Peta Skala Kelurahan)
Semakin tinggi kerentanan, semakin tinggi risiko kebakaran.
Tandai/arsir di peta kelurahan, kemudian overlay dengan Peta Ancaman:
Kerentanan Sosial:
Tingkat kepadatan penduduk tiap RT/RW (rendah-sedang-tinggi)
Kerentanan Ekonomi:
Tingkat perekonomian tiap RT/RW (rendah-sedang-tinggi)
(dapat dilakukan pendekatan dari rata-rata pendapatan atau %MBR)
Kerentanan Fisik:
Lokasi-lokasi dengan kepadatan bangunan tinggi
Lokasi-lokasi dengan material bangunan mudah terbakar
Apa artinya?
Dari proses ini, dapat diketahui di titik mana saja di kelurahan ini yang
perlu diprioritaskan penurunan tingkat kerentanannya. Contoh upaya
penurunan kerentanan dalam jangka panjang: meningkatkan daya
tahan ekonomi warga, menambah ruang terbuka hijau, memastikan
jalur evakuasi bebas hambatan, dll.
Contoh Peta Kerentanan Terhadap Kebakaran
(sebelum di-overlay dengan Peta Ancaman)
11. Contoh Peta Kerentanan Kebakaran
Contoh Peta Kerentanan Fisik untuk aspek Kepadatan Bangunan (Kiri)
dan Dinding Bangunan (Kanan) Kelurahan Karangwaru
Sumber: Tim Koordinator Kota Yogyakarta
12. Kerentanan Terhadap Kebakaran (Tabel Rekap Tiap Delineasi Kumuh)
Tabel ini merekap nilai kerentanan di setiap delineasi kumuh di dalam kelurahan. Klasifikasi
kerentanan dinilai berdasarkan kondisi/karakteristik lingkungan yang mengurangi
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Semakin besar pengaruh dari
aspek tersebut dalam mengurangi kemampuan dalam menghadapi bencana, maka
semakin tinggi nilai kerentanannya.
Jenis Kerentanan Nilai Kerentanan (1/2/3) Catatan
Tingkat kepadatan penduduk 2
Tingkat perekonomian 3
Tingkat kepadatan bangunan 2
Tingkat keberadaan material bangunan mudah terbakar 3
Kriteria lainnya, jika data pendukung ada (lihat halaman
berikut)
Contoh Tabel Rekap Kerentanan Terhadap Kebakaran di Delineasi Kumuh Kelurahan xxxx
13. Referensi Kerentanan Terhadap Kebakaran
Tergantung kelengkapan dan tingkat kedetilan
data yang tersedia, berikut ini contoh kriteria
yang dapat dilakukan untuk analisis
kerentanan (opsional).
Contoh Kriteria Kerentanan Sosial dan Ekonomi
Variabel Klasifikasi Nilai Kerentanan
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha,
jiwa/RW atau jiwa/RT)
Rendah 1 - Rendah
Sedang 2 - Sedang
Tinggi 3 - Tinggi
Keberadaan Kelompok Rentan
mis. Balita, Lansia, Penyandang
Disabilitas (jiwa/RW atau
jiwa/RT)
Rendah 1 - Rendah
Sedang 2 - Sedang
Tinggi 3 - Tinggi
Sumber Mata Pencaharian Tidak Terganggu 1 - Rendah
Cukup Terganggu 2 - Sedang
Sangat
Terganggu
3 - Tinggi
Pendapatan Tinggi 1 - Rendah
Sedang 2 - Sedang
Rendah 3 - Tinggi
Kemungkinan Kehilangan atau
Kerusakan Aset/ Properti
Tidak Mengalami 1 - Rendah
Mengalami, tapi
Tidak Parah
2 - Sedang
Parah 3 - Tinggi
Variabel Klasifikasi Nilai
Kerentanan
Kepadatan
Bangunan
<50% 1 - Rendah
50-75% 2 - Sedang
>75% 3 - Tinggi
Material
Bangunan
(Jenis Atap)
Semen, Seng, Genteng tanah liat dan seng, genteng tanah
liat
1 - Rendah
Plastik dan seng, Batu bata dan semen, Bilik dan seng,
Genteng tanah liat dan asbes, Genteng tanah liat dan
plastik, Plastik dan seng
2 - Sedang
Asbes, Kayu, Plastik 3 - Tinggi
Material
Bangunan
(Jenis
Dinding)
batu bata; batu bata dan semen; batu bata, semen, keramik;
batu bata, semen, seng; beton; kaca; keramik; semen; seng
1 - Rendah
Batubata, semen, bambu; batubata, semen, bilik; batubata,
semen, kayu; batubata, semen, lembaran seng; batubata,
semen, triplek; batubata, semen, plastik; kayu dan seng
2 - Sedang
bilik; kayu; kayu dan bilik; 3 - Tinggi
Contoh Kriteria Kerentanan Fisik
14. 3. Kapasitas Menghadapi Kebakaran (Peta Skala Kelurahan)
Semakin tinggi kapasitas, semakin rendah risiko kebakaran.
Tandai/arsir di peta kelurahan, kemudian overlay dengan Peta Ancaman & Kerentanan:
• Cakupan pelayanan lembaga/komunitas yang berkapasitas dalam penanggulangan
kebakaran (mis. Damkar, tagana)
• Lebar jalan/aksesibilitas bagi pemadam kebakaran (>3,5 meter; <3,5 meter)
• Jarak dari sumber air (termasuk hidran) (<100 meter; >100 meter)
• Ruang terbuka publik (ada dan cukup luas, ada namun sempit, tidak ada)
Apa artinya?
Dari proses ini, dapat teridentifikasi lokasi-lokasi mana saja yang
berpotensi terkena dampak kebakaran, kerentanan tinggi dan belum
memiliki kapasitas cukup untuk merespon kebakaran. Di lokasi tersebut,
perlu diprioritaskan penambahan kapasitas pelayanan respon
kebakaran dan peningkatan kesiapsiagaan warga.
15. Kapasitas Menghadapi Kebakaran (Tabel Rekap Tiap Delineasi Kumuh)
Tabel ini merekap nilai kapasitas di setiap delineasi kumuh di dalam kelurahan.
Jenis Kapasitas Nilai Kapasitas (1 = rendah; 3 = tinggi) Catatan
Terlayani lembaga/komunitas yang berkapasitas dalam
penanggulangan kebakaran
1 (tidak terlayani) Nama lembaga: xxxxx
Komunitas tidak aktif, dll
Tingkat aksesibilitas jalan bagi pemadam kebakaran 1 (tidak terlayani)
Jarak ke sumber air (termasuk hidran) 2 (sebagian terlayani) Yang belum terlayani ada di xxxxxx
Keberadaan ruang terbuka publik 3 (ada dan cukup luas)
Contoh Tabel Rekap Kapasitas Menghadapi Kebakaran di Delineasi Kumuh xxxx Kelurahan xxxx
16. Referensi Kapasitas Menghadapi Kebakaran
Tergantung kelengkapan dan tingkat kedetilan
data yang tersedia, berikut ini contoh kriteria
yang dapat dilakukan untuk analisis kapasitas.
Jarak dari Sumber Air (termasuk Hidran)
Lebar Jalan/ Aksesibilitas bagi Pemadam Kebakaran
Lebar Jalan Keterangan Klasifikasi
>3,5 m Terlayani 3
< 3,5 m Tidak Terlayani 1
*Lebar akses mobil pemadam kebakaran = 3,5 m.
Klasifikasi bisa disesuaikan jika ada motor damkar.
Sumber Air Keterangan Klasifikasi
< 100m dari sumber air Terlayani 3
> 100m dari sumber air Tidak Terlayani 1
Contoh Peta Kapasitas Kebakaran – Jarak dari
Sumber Air
(sebelum di-overlay dengan Peta Ancaman-
17. Contoh Peta Kapasitas Kebakaran
Contoh Peta Kapasitas Kebakaran Kelurahan Karang Asam Ilir
Sumber: Tim Koordinator Kota Samarinda
Contoh Peta Kapasitas Kebakaran Kelurahan Mantul
Sumber: Tim Koordinator Kota Banjarmasin
18. 4. Peta Risiko Bencana Kebakaran Kelurahan
Setelah selesai melakukan pemetaan ancaman, kerentanan, dan kapasitas, akan diperoleh
satu Peta Risiko Bencana Kebakaran seperti berikut ini :
Contoh Peta Risiko Kebakaran di Kelurahan Kuwung-Denpasar
Sumber: Tim Koordinator Kota Denpasar
Contoh Peta Risiko Kebakaran di Kelurahan Alung Banoa-Manado
Sumber: Tim Koordinator Kota Manado
19. Setelah memperoleh risiko bencana, maka selanjutnya dapat dirumuskan bersama
apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko yang ada, sambil
meningkatkan kualitas permukiman kumuh dan pencegahan kumuh di Delineasi
Kumuh xxx.
Kesimpulan Latihan Penajaman RPLP:
Rekomendasi Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran di Delineasi Kumuh xxx
Kelurahan xxxx
2. Hal yang perlu dikonsolidasikan dengan tingkat
kota:
1. Rekomendasi hal yang perlu diperhatikan di delineasi kumuh xxxx ketika menyusun
perencanaan dan desain teknis:
20. • Ancaman
• Semakin tinggi nilai ancaman akan meningkatkan risiko bencana karena dapat mengganggu
kehidupan manusia, meningkatkan kerugian dan kerusukan lingkungan. Artinya segala pembangunan
dan aktivitas yang ada di wilayah dengan ancaman tinggi perlu dikurangi dan perlu meningkatkan
kesadaran masyarakat di wilayah tersebut untuk menghadapi ancaman yang ada.
• Kerentanan
• Apabila dalam suatu wilayah memiliki nilai kerentanan yang tinggi maka akan mengakibatkan
elemen risiko untuk terpapar bahaya menjadi semakin besar dan kemudian akan meningkatkan
risiko bencana.
• Kapasitas
• Apabila skor kapasitas tinggi menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk
mengantisipasi adanya bencana. Artinya risiko bencana semakin dapat dikurangi. Sementara, untuk
daerah dengan skor kapasitas rendah perlu ditingkatkan lagi kapasitasnya.
• Risiko Bencana
• Semakin tinggi nilai risiko bencana menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki potensi ancaman
dan kerentanan yang tinggi namun memiliki kapasitas yang rendah. Artinya masyarkat di daerah
tersebut tidak memiliki kemampunan/tindakan untuk mengurangi korban jiwa,kerugian harta
benda atau kerusakan lingkungan.
Hubungan Ancaman, Kerentanan, Kapasitas, dan Risiko Bencana
23. 1. Ruang Terbuka Publik sebagai Titik Kumpul dan Jalur
Evakuasi
• Ruang terbuka publik sebagai titik kumpul ketika terjadi bencana, beserta petunjuk arahnya merupakan elemen
penting dalam perencanaan tanggap darurat.
• Syarat penentuan titik kumpul antara lain :
1. Areal terbuka;
2. Mudah diakses oleh korban ataupun penolong;
3. Terlindungi dari jangkauan bahaya langsung / tidak langsung dari bencana;
4. Tersedia tempat sementara bagi kelompok rentan (lansia, bayi, ibu hamil, difabel);
5. Kemudahan akses mobilisasi;
6. Tersedia sarana komunikasi;
7. Tersedia sarana pertolongan pertama
24. Jalur Evakuasi dan Peta Rawan Bencana
• Selain menentukan ruang terbuka public sebagai titik kumpul jika terjadi bencana, perlu juga dilengkapi dengan
rencana jalur evakuasi (menuju ke ruang terbuka public/titik kumpul) dan peta rawan bencana. Jalur evakuasi juga
harus dilengkapi dengan tanda jalur evakuasi serta disesuaikan agar ramah dengan penyandang disabilitas.
Sumber : Desa Sumberharjo, Kab Pacitan
Gambar Fitur teknis dan
ukuran yang
direkomendasikan untuk
ramp yang dilengkapi
dengan hand railing
berdasarkan Standar ADA
Gambar Ilustrasi Perencanaan pegangan khusus untuk penyandang
disabilitas sebagai penuntun menuju titik kumpul evakuasi.
(Sumber: Tim Koordinator Kota Banjarmasin (Kelurahan Mantul)
25. Buta/penglihatan rendah
Jenis
Disabilitas
Kelengkapan Jalur Evakuasi untuk Penyandang Disabilitas Gambar
Tunanetra
• Pintu keluar harus ditandai dengan karakter taktil yang terletak dengan
benar
• Jalur evakuasi yang dapat digunakan harus dilengkapi dengan simbol
aksesibilitas internasional taktil
• Lantai dilengkapi dengan tactile paving atau guiding block menuju ke
tempat evakuasi
• Dilengkapi dengan tanda alarm bahaya yang dapat didengar dengan
jelas
• Dilengkapi dengan sistem pemandu atau directional sound yang dapat
mengarahkan orang dengan disabiltitas menuju ke pintu keluar.
• Apabila penyandang tunanetra tersebut tidak mampu melakukan evakuasi
mandiri, maka perlu dibantu oleh seseorang yang dapat menjelaskan
cara menuju jalur evakuasi serta menawarkan untuk meletakkan
tangan di bahu atau siku untuk segera menuju ke pintu keluar
Tuli
• Dilengkapi dengan papan pembaca bergerak yang memiliki teks
berwarna terang dan dapat berkedip
• Dapat dibantu seseorang melalui sentuhan dan kontak mata. Dilakukan
dengan cara menjelaskan masalahnya dengan jelas. Gerakan tubuh dan
menunjuk sangat membantu, serta menulis pernyataan singkat jika
orang tersebut tidak mengerti.
• Menawarkan instruksi visual untuk menyarankan rute atau arah
teraman dengan menunjuk ke arah pintu keluar atau peta evakuasi.
• Menawarkan untuk mengawal sampai ke tempat evakuasi
OPERSIONALISASI NON-STUKTURAL
KRITERIA KELENGKAPAN JALUR EVAKUASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS
Sumber: NFPA. 2016. Emergency Evacuation Planning Guide for People with Disabilities
26. Jenis
Disabilitas
Kelengkapan Jalur Evakuasi untuk Penyandang
Disabilitas
Gambar
Tunawicara
• Dilengkapi dengan alarm peringatan bahaya dan suara pemandu
yang mengarahkan ke tempat evakuasi
• Dapat dibantu seseorang melalui sentuhan dan kontak mata.
Dilakukan dengan cara masalahnya dengan jelas. Gerakan tubuh
dan menunjuk sangat membantu, serta menulis pernyataan
singkat jika orang tersebut tidak mengerti.
• Menawarkan instruksi visual untuk menyarankan rute atau arah
teraman dengan menunjuk ke arah pintu keluar atau peta evakuasi.
• Menawarkan untuk mengawal sampai ke tempat evakuasi
Gangguan
mobilitas/Penggu
na kursi roda
• Dilengkapi dengan ramp yaitu jalur evakuasi yang memiliki
kemiriangan tertentu untuk orang yang tidak dapat menggunakan
tangga
• Pedestrian dilengkapi dengan Portal S yang berguna melindungi
pegguna kursi roda
• Dilengkapi dengan alarm peringatan bahaya dan suara pemandu
yang mengarahkan ke tempat evakuasi
• Setiap jalur sirkulasi yang tidak dapat digunakan harus
menyertakan tanda yang mengarahkan orang ke jalur lain yang
dapat digunakan.
• Orang dengan gangguan mobilitas harus diberikan beberapa
bentuk petunjuk tertulis, brosur, atau peta yang menunjukkan
semua rambu arah ke semua jalur sirkulasi yang dapat
digunakan
• Dilengkapi dengan denah bangunan sederhana yang
menunjukkan lokasi dan rute ke jalur sirkulasi
OPERSIONALISASI NON-STUKTURAL
KRITERIA KELENGKAPAN JALUR EVAKUASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS
Portal S
Ramp
Sumber: NFPA. 2016. Emergency Evacuation Planning Guide for People with Disabilities
27. SUMBERDAYA LEMBAGA PENDANAAN
• Lokasi : disesuaikan dengan hasil kajian risiko
• Partisipasi masyarakat (sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat) 🡪 untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan sikap masyarakat setempat, dan
menumbuhkan kepercayaan proyek atau
program pembangunan
• Pemberdayaan masyarakat : bekerjasama
mempersiapkan kawasan titik kumpul, jalur
evakuasi dan kebutuhannya
• Membangun desa tangguh bencana melalui
program pendampingan masyarakat tingkat
desa seperti sosialisasi mengenai bencana
kebakaran, pelatihan manajemen bencana
kebakaran dengan memanfatkan rth sebagai
tititk kumpul dan jalur evakuasi, mengkaji risiko
bencana kebakaran, membuat alat pendeteksi
kebakaran
• Pelibatan ahli : dalam penentuan lokasi
titik kumpul dan jalur evakuasi yang
sesuai
• Pelibatan swasta dan pemerintah untuk
pendanaan penyiapan jalur evakuasi dan
titik kumpul
• Barisan Pemadam Kebakaran :
melakukan sosialisasi tanggap darurat
kebakaran pada masyarakat dan
sosialisasi arah menuju titik kumpul
• Pelibatan pihak swasta bisa dilakukan
dengan pihak swasta lokal yang berada di
sekitar kawasan permukiman.
• Dalam kelembagaan, pastikan informasi
desa (kelurahan) tangguh terdistribusi
dan ada di setiap lembaga
• Diusulkan dalam Musrembang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
• Memasukan dalam anggaran perkotaan
• Bekerja sama dengan program CSR dari
swasta
• Bekerja sama menyiapkan keperluan dalam
pembangunan ruang terbuka public
(pendanaan dari biaya iuran warga/kas
desa)
OPERASIONALISASI NON-STUKTURAL
RUANG TERBUKA PUBLIK SEBAGAI TITIK KUMPUL DAN JALUR EVAKUASI
28. 2. Pembangunan Hidran
Kebakaran
• Pasokan air dalam upaya menanggulangi kebakaran
sangat diperlukan.
• Menurut Permen PU No.20 Tahun 2009, pasokan air
untuk keperluan pemadam kebakaran diperoleh dari
sumber alam salah satunya sungai; maupun buatan
seperti hidran.
• Pasokan air dari sumber alam memiliki permasalahan
pada lokasi yang tidak menentu dengan lokasi kejadian
dan endapan yang terbawa saat proses pemadaman
dapat memperburuk kinerja pompa karena
menyumbat.
• Sedangkan pada hidran, suplai air didapat dari
distribusi air bersih yang mampu menjadi solusi atas
permasalahan tersebut dan lokasi hidran kebakaran
lebih teratur, karena ditentukan berdasarkan lokasi
stratgis kota dan akses jalan serta klasifikasi resiko
kebakaran (Permen PU No.20 Tahun 2009).
29. SUMBERDAYA LEMBAGA PENDANAAN
• Lokasi : disesuaikan dengan hasil kajian risiko
• Partisipasi masyarakat (sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat) 🡪 untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan sikap masyarakat setempat, dan
menumbuhkan kepercayaan proyek atau
program pembangunan
• Sosialisi masyarakat terhadap kesadaran
pengurangan risiko bencana kebakaran dan
penggunaan hidran kebakaran
• Membangun desa tangguh bencana melalui
program pendampingan masyarakat tingkat
desa seperti sosialisasi mengenai bencana
kebakaran, pelatihan manajemen bencana
kebakaran dengan menggunakan hidran,
mengkaji risiko bencana kebakaran, membuat
alat pendeteksi kebakaran
• Pelibatan ahli : dalam penentuan lokasi
titik hidran kebakaran
• Pelibatan swasta dan pemerintah untuk
pendanaan
• Barisan Pemadam Kebakaran :
melakukan sosialisasi tanggap darurat
kebakaran pada masyarakat
• Pelibatan pihak swasta bisa dilakukan
dengan pihak swasta lokal yang berada di
sekitar kawasan permukiman.
• Dalam kelembagaan, pastikan informasi
desa (kelurahan) tangguh terdistribusi
dan ada di setiap lembaga
• Diusulkan dalam Musrembang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
• Memasukan dalam anggaran pemerintah
perkotaan/provinsi
• Bekerja sama membuat sumber air komunal
(pendanaan dari biaya iuran warga/kas
desa)
OPERSIONALISASI NON-STUKTURAL
HIDRAN KEBAKARAN
30. 3. Sumber Air
Buatan
• Langkah pelaksanaan :
1. Menentukan radius selang dan semburan air dari
sungai dan BPK setempat.
2. Menentukan lokasi peletakan tambahan sumber air
(kolam) pada lokasi yang belum terjangkau radius
BPK dan sungai, dengan menyesuaikan lahan
kosong yang ada.
3. Penambahan jalan pada gang buntu dengan
menyambungkan pada jalan lainnya untuk
mempermudah akses evakuasi dan pemadam.
4. Dilakukan pemetaan jalur kendaraan jenis mobil
dan pick-up yang kemudian dilakukan pemetaan
pencapaian selang dari jalur tersebut.
5. Menambahkan beberapa titik sumber air (kolam)
pada area jalan yang tidak terjangkau selang dari
jalur mobil dan pick-up.
Pembangunan sumber air buatan di lokasi yang tidak
terjangkau
Atas : contoh ilustrasi peta persebaran sumber air
Bawah : ilustrasi fasilitas sumber air/kolam di titik kumpul
31. SUMBERDAYA LEMBAGA PENDANAAN
• Lokasi : disesuaikan dengan hasil kajian risiko
• Partisipasi masyarakat (sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat) 🡪 untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan sikap masyarakat setempat, dan
menumbuhkan kepercayaan proyek atau
program pembangunan
• Pemberdayaan masyarakat : bekerja sama
membuat sumber air komunal
• Membangun desa tangguh bencana melalui
program pendampingan masyarakat tingkat
desa seperti sosialisasi mengenai bencana
kebakaran, pelatihan manajemen bencana
kebakaran dengan menggunakan sumber air,
mengkaji risiko bencana kebakaran, membuat
alat pendeteksi kebakaran
• Pelibatan ahli : dalam penentuan lokasi
titik sumber air
• Pelibatan swasta dan pemerintah untuk
pendanaan
• Barisan Pemadam Kebakaran :
melakukan sosialisasi tanggap darurat
kebakaran pada masyarakat
• Pelibatan pihak swasta bisa dilakukan
dengan pihak swasta lokal yang berada di
sekitar kawasan permukiman.
• Dalam kelembagaan, pastikan informasi
desa (kelurahan) tangguh terdistribusi
dan ada di setiap lembaga
• Diusulkan dalam Musrembang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
• Memasukan dalam anggaran perkotaan
• Bekerja sama membuat sumber air komunal
(pendanaan dari biaya iuran warga/kas
desa)
OPERSIONALISASI NON-STUKTURAL
SUMBER AIR
32. 4. Perencanaan Ulang Sumber
Kebakaran
Setelah dilakukan pemetaan mengenai sumber kebakaran dalam hal ini contohnya adalah UKM rawan kebakaran,
maka dapat dilakukan dua hal :
2. Penataan ulang atau pemindahan lokasi
sumber kebakaran (contoh UKM yang rawan
kebakaran) ke daerah yang memiliki fasilitas
pemadaman api yang lebih lengkap (dapat diakses
dengan mudah, dekat dengan sumber air), atau di
lokasi yang tidak mempercepat kebakaran yang
terjadi (tidak di lokasi padat permukiman)
1. Melengkapi fasilitas APAR (Alat
Pemadam Api Ringan) di kawasan
sumber rawan kebakaran tersebut
Gambar Ilustrasi kawasan pasar rawan kebakaran (Kiri) dan penataan
ulang Kawasan pasar yang Tangguh dengan bencana kebakaran (Kanan)
Gambar Fasilitas Alat Pemadam Api
Ringan (APAR)
33. SUMBERDAYA LEMBAGA PENDANAAN
• Lokasi : disesuaikan dengan hasil kajian risiko
• Partisipasi masyarakat (sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat) 🡪 untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan sikap masyarakat setempat, dan
menumbuhkan kepercayaan proyek atau
program pembangunan
• Pemberdayaan masyarakat : bekerja sama
membuat sumber air komunal
• Membangun desa tangguh bencana melalui
program pendampingan masyarakat tingkat
desa seperti sosialisasi mengenai bencana
kebakaran, pelatihan manajemen bencana
kebakaran dengan menggunakan sumber air,
mengkaji risiko bencana kebakaran, membuat
alat pendeteksi kebakaran
• Pelibatan ahli : dalam penentuan lokasi
untuk memindahkan UKM
• Pelibatan swasta dan pemerintah untuk
pendanaan
• Barisan Pemadam Kebakaran :
melakukan sosialisasi tanggap darurat
kebakaran pada masyarakat
• Pelibatan pihak swasta bisa dilakukan
dengan pihak swasta lokal yang berada di
sekitar kawasan permukiman.
• Dalam kelembagaan, pastikan informasi
desa (kelurahan) tangguh terdistribusi
dan ada di setiap lembaga
• Diusulkan dalam Musrembang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
• Memasukan dalam anggaran perkotaan
• Bekerja sama membuat sumber air komunal
(pendanaan dari biaya iuran warga/kas
desa)
OPERSIONALISASI NON-STUKTURAL
SUMBER AIR