Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan sel darah merah mudah rusak akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein hemoglobin. Terdapat beberapa jenis thalasemia seperti minor, intermedia, dan mayor yang ditandai dengan gejala dan tingkat keparahan yang berbeda-beda serta dapat ditangani dengan transfusi darah, obat chelating, dan splenektomi.
2. Thalasemia adalah penyakit Thalasemia terjadi akibat
kelainan darah yang ditandai ketidakmampuan sumsum
dengan kondisi sel darah merah tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk
mudah rusak atau umurnya memproduksi hemoglobin
lebih pendek dari sel darah sebagaimana mestinya.
normal (120 hari). Hemoglobin merupakan protein
Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik(bersifat kaya zat besi yang berada di
mengurangi jumlah eritrosit dalam sel darah merah dan
berfungsi sangat penting
dalam darah) herediter yang untuk mengangkut oksigen dari
diturunkan oleh kedua orang paru-paru ke seluruh bagian
tua, kepada anak-anaknya tubuh yang membutuhkannya
secara resesif. sebagai energi.
Eritrosit Bentuknya seperti
cakram bikonkaf dan tidak
mempunyai inti ukurannya kira-
kira 7,7 unit warnanya kuning
kemerah-merahan.
3. Thalasemia defesiensi pada rantai a merupakan
kasus terbanyak, dan terdiri dari 3 bentuk yaitu :
Thalasemia minor / thalasemia trait :
ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas,
ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot
tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
4. Thamasemia intermedia:
ditandai oleh splenomegali (pembesaran limfa),
anemia berat, bentuk homozigot(gen penentu yang
terdiri atas dua sifat yang sama) .
Thalasemia mayor
Anemia berat, tidak dapat hidup tanpa transfusi.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologis
Studi hematologi : terdapat perubahan-perubahan
pada sel darah merah, yaitu mikrositosis,
hipokromia, anisositosis, foikilositosis, sel target,
eritrosit yang imatur, penurunan hemoglobin dan
hematokrit.
7. Letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur
lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur
kembali).
Pucat
Kelemahan
Anoreksia
Sesak nafas (dipnoe)
Tebalnya tulang cranial
Pembesaran limfe
Distritmia ( kelainan denyut jantung yang meliputi
gangguan frekuensi atau irama atau keduanya)
Menipisnya tulang kartilago
8. Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi
gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang
dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan,
kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung.
9. Disfungsi organ
Apabila mengenai organ lain akan menyebabkan
disfungsi organ tersebut seperti pada jantung dan
pankreas.
Gangguan tumbuh kembang
Thalasemia merupakan kelainan genetik
menstimulasikan eritrofoesis hiperplasia sumsum tulang
yang dapat menyebabkan perubahan skletal yang dapat
menimbulkan anemia maturasi seksual dan
pembentukan terlambat
10. Transfusi darah berupa sel darah merah (RBC) sampai
kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya
10 – 20 ml/kg BB.
Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit
buruk.
Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur
membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan
secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa
kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
11. Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi
dihasilkan oleh Desferioksamin.
Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan
kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di
atas 6 tahun karena resiko infeksi.
Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti
ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas
terlambat.
Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah
dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara
kandung
12. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling)
untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar
tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan
antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 %
Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25
normal.
Pencegahan sekunder :
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami
istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar
adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor
yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot
terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal.
13. Pengkajian
1. Asal Keturunan
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala
klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS
setelah usia 4 tahun.
14. 3. Riwayat Kesehatan 4. Pertumbuhan dan
Anak Perkembangan
Anak cenderung mudah Seirng didapatkan data
terkena infeksi saluran adanya kecenderungan
pernapasan atas atau gangguan terhadap
infeksi lainnya. Ini tumbang sejak masih
dikarenakan rendahnya bayi.
Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
15. 5. Pola Makan 6. Pola Aktivitas
Terjadi anoreksia Anak terlihat lemah dan
sehingga anak sering tidak selincah anak
susah makan, sehingga seusianya. Anak lebih
BB rendah dan tidak banyak tidur/istirahat
sesuai usia. karena anak mudah
lelah.
16. 7. Riwayat Kesehatan 8. Riwayat Ibu Saat
Keluarga. Hamil (Ante natal Care –
Thalasemia merupakan ANC)
penyakit kongenital, jadi Selama masa kehamilan,
perlu diperiksa apakah hendaknya perlu dikaji
orang tua juga secara mendalam adanya
mempunyai gen faktor resiko talasemia.
thalasemia. Jika iya, Apabila diduga ada faktor
resiko, maka ibu perlu
maka anak beresiko
diberitahukan resiko yang
terkena talasemia
mungkin sering dialami
mayor. oleh anak setelah lahir.
17. 9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia :
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusia.
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung),
jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
18. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis . ulit,
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
19. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan kebutuhan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi
dan neurologis.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.
20. DX. I
Kriteria hasil :
Tidak terjadi palpitasi ( kegiatan jantung yang cepat,
mungkin teratur, mungkin tidak).
Kulit tidak pucat
Membran mukosa lembab
Keluaran urine adekuat
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien baik.
21. Rencana keperawatan / intervensi :
Awasi tanda-tanda vital.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien
dengan hipotensi).
Selidiki keluhan nyeri dada.
Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi(gelisah), gangguan
memori, bingung.
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium,
Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
22. DX. II
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi,
misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang
normal pasien.
23. Intervensi
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas,
catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
Berikan lingkungan yang tenang.
Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing.
24. DX. III.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
Tidak ada malnutrisi.
25. Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang BB tiap hari.
Beri makanan sedikit tapi sering.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus,
dan gejala lain yang berhubungan.
Pertahankan higiene mulut yang baik.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
26. DX. IV.
Kriteria hasil :
Kulit utuh.
Intervensi :
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
Ubah posisi secara periodik.
Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi
penggunaan sabun.
27. DX. V
Kriteria hasil :
Tidak ada demam
Tidak ada drainage purulen atau eritema
Ada peningkatan penyembuhan luka.
28. Intervensi :
Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur
perawatan.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Pantau dan batasi pengunjung.
Pantau tanda-tanda vital.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
29. DX. VI.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur
diagnostika rencana pengobatan.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola
hidup.
30. Intervensi :
Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada
tipe dan beratnya thalasemia.
Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat
dukungan secara psikologis.
Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/
deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan
konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak
menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik
mayor maupun minor.