2. Definisi
Rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal
(Smeltzer, 2002).
Penurunan jumlah eritrosit atau disfungsi
eritrosit/sel darah merah yang dapat bersifat akut
atau kronis (Chang, 2009).
4. Klasifikasi anemia
1. Anemia Aplastik
Akibat penurunan pada prekusor sel-sel
sumsum tulang dan penggantian sumsum
dengan lemak
Penyebab kongenital, idiopati/infeksi, obat-
obatan, zat kimia, dan radiasi
Jika dibiarkan lama depresi sumsum tulang
gagal sumsum tulang
5. 2. Anemia Defisiensi Besi
Tipe anemia yang paling umum terjadi
Kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal
Zat besi yang tidak adekuat berkurangnya
sintesis Hb menghambat proses
pematangan eritrosit
Penyebab: perdarahan (ulkus peptikum, tumor
abdomen), malabsopsi (diit sangat tinggi serat
dan alkoholik kronis mencegah absorpsi besi).
6. 3. Anemia Megaloblastik
Terjadi karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Defisiensi vitamin B12 : akibat asupan vitamin B12
tidak adekuat, malabsorpsi di gastrointestinal,
penyakit usus atau pankreas
Defisiensi asam folat : asupan asam folat tidak
adekuat ( pada orang tua, jarang makan sayuran
dan buah, anoreksia nervosa), pasien
hemodialisis, alkoholik.
7. 4. Anemia Sel Sabit
Gangguan resesif autosom yang disebabkan oleh
pewarisan dua salinan gen hemoglobin yang cacat
(Hb S), satu buah dari masing-masing orang tua.
Hb S menjadi kaku dan membentuk konfigurasi
seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar
rendah
8. 5. Anemia Hemolitik
Jarang terjadi
disebabkan oleh proses hemolisis (pemecahan
eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya)
Penyebab: anemia sel sabit, malaria, penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfusi.
9. Etiologi
1. Kehilangan eritrosit tanpa pemecahan eritrosit
Perdarahan (misalnya trauma, kelainan menstruasi,
perdarahan saluran cerna, endometriosis, fibroid,
infeksi parasit)
2. Penurunan produksi eritrosit
Kanker (leukemia, metastasis tulang, sarcoma osteogenik),
kekurangan vitamin B12, defisiensi zat besi, penurunan
kadar asam folat, anemia aplastik, penyakit ginjal
(kurangnya produksi eritropoitin)
3. Peningkatan pemecahan eritrosit melebihi produksi
eritrosit
Kelainan intrinsik, talasemia, anemia sel sabit, sferositosis
herediter, kelainan ekstrinsik, infeksi, malaria, mycoplasma,
koagulasi intravascular diseminata, keracunan timbal
10. Patofisiologi/WOC
Gangguan perfusi jaringan
Perdarahan, penurunan produksi eritrosit, kurangnya
factor intrinsic, dll
Anemia sel sabit
Aliran darah
kapiler tersumbat
Membelah sel
HgB S sensitif terhadap O2
Saturasi menurun
Adanya HgB S
Penurunan kemampuan
mengangkut O2
Penurunan konsentrasi Hb normal
Hipoksia sel
Kurva disosiasi oksihemoglobin
bergeser ke kanan
Peningkatan pengangkutan O2 oleh jaringan
Peningkatan kebutuhan dan konsumsi O2
Redistribusi darah ke area dengan kebutuhan O2 lebih tinggi
Disfungsi organ
hipoksemia
kematian
Kegagalan organ
Metabolisme anaerob
Penumpukan asam
laktat pada jaringan
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
Peningkatan isi lambung
regurgitasi
Peristaltik usus menurun
Aliran darah GI menurun
Merangsang saraf simpatis
Ggn nutrisi: kurang dr kebut tubuh
Intake tdk adekuat
Mual, muntah, anoreksia
11. Tanda dan Gejala
Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi,
takikardi, sesak nafas saat beraktivitas
Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
Sistem urogenital: gangguan haid dan libido
menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa,
elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan
halus.
12. Gejala khas:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, keletihan, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy
tongue).
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan
tanda-tanda infeksi
13. Komplikasi
Infeksi saluran napas karena daya tahan tubuh
menurun
Jantung gampang lelah karena harus memompa
darah lebih kuat gagal jantung
Kematian pada ibu hamil bila anemia berat tidak
teratasi
BBLR dan gangguan perkembangan otak dan
organ lain pada bayi
14. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Tes penyaring: kadar Hb, indeks eritrosit, asupan darah tepi.
Pemeriksaan laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan
hitung retikulosit.
Pemeriksaan sumsum tulang
Fungsi ginjal, fungsi endokrin, asam urat, fungsi hati, kultur
bakteri
3. Pemeriksaan penunjang lain
Biopsi kelenjar dan pemeriksaan hispatologi.
Radiologi: toraks, bone survey, USG, atau limfangiografi.
Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologi molekuler
15. Penatalaksanaan
Anemia Aplastik :
Transplantasi sumsum tulang.
Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin
antitimosit (ATG).
Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia
tersebut.
Cegah timbulnya gejala-gejala dengan
melakukan transfusi sel darah merah dan
trombosit.
Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia
dari kontak dengan orang-orang yang menderita
infeksi.
16. Anemia defisiensi besi:
Kaji penyebab
Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui
darah samar.
Berikan preparat besi yang diresepkan.
Hindari tablet dengan salut enteral, karena diserap
dengan buruk.
Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah
perdarahan terkontrol
17. Anemia megaloblastik
Anemia defisiensi vitamin B12:
Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai
difortifikasi (pada vegetarian ketat).
Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi
atau tidak terdapatnya faktor-faktor instriksik.
Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup
untuk pasien anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang
tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap
hari.
Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali
vitamin prenatal).
18. Anemia sel sabit:
Fokus terapi adalah hidrasi dan analgesia.
Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per
hari.
Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri
yang lebih ringan.
Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis
yang tidak respon terhadap terapi, pada preoperasi
untuk mengencerkan darah sabit, dan kadang-
kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis
22. Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan: kardiopulmoner,
renal, serebral, GI dan perifer berhubungan
dengan gangguan transport oksigen.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen/ kelelahan.
Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan
menyerap nutrisi yang diperlukan untuk produksi
sel darah merah, mual/muntah, anoreksia.
23. Intervensi Keperawatan
Dx. 1:
Monitor TTV tiap 1-2 jam
Monitor status neurologi terhadap kebingungan
mental atau perubahan tingkat kesadaran
Auskultasi suara napas dan jantung yang abnormal
Berikan oksigen sesuai indikasi
Monitor EKG terhadap perubahan irama jantung dan
konduksi
Monitor keluhan nyeri dada, tekanan, palpitasi, atau
dyspnea
Berikan transfusi darah sesuai indikasi
Monitor hasil laboratorium
24. Dx 2:
Observasi kehilangan / gangguan keseimbangan
gaya jalan dan kelemahan otot
Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Berikan lingkungan tenang,batasi pengunjung dan
kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di
indikasikan.
Anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi intervena dan transfusi darah.
25. Dx. 3:
Kaji asupan makanan klien
Berikan makanan dalam kondisi hangat
Selingi makan dengan minum
Jaga kebersihan mulut klien
Berikan makan sedikit tapi sering
Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet dan
makanan ringan dengan tambahan makanan yang
disukai.
26. Referensi
Chang, E., Daly, J., Elliott, D. (2009). Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Comer, S. (1998). Critical Care Nursing Care Plans. USA: Delmar Thomson Learning
Doenges, Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC.
Rahmawati, E. (2017). Anemia. Diperoleh tanggal 1 Maret 2019 dari
https://www.academia.edu/37529449/LAPORAN_PENDAHULUAN_ANEMIA
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002) Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth; alih bahasa,
Agung Waluyo; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. edisi VIII, Volume 3, Jakarta: EGC.
Syaiful, M. (2018). Anemia Defisiensi Besi. Diperoleh tanggal 1 Maret 2019 dari
https://www.academia.edu/6509605/Makalah_blok_24_anemia_def_besi