2. Lambang dalam setiap kebudayaan memiliki makna tertentu, termasuk dalam hal ini
adalah lambang-lambang negara. Lambang dalam budaya tidaklah sekedar gambar
keindahan tanpa makna, akan tetapi ia adalah perwujudan dari kehendak, harapan
serta cita-cita yang diinginkan oleh sang pemilik lambang.
Oleh karena itulah dalam budaya-budaya tertentu lambang bermakna magis religius.
Kajian lambang negara menjadi menarik untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh dua
hal;
1. Bahwa lambang yang menjadi simbol bagi setiap kelompok, suku, atau bahkan
negara acapkali menimbulkan masalah ketegangan budaya, dan social.
2. Bahwa lambang dalam budaya tertentu kemudian diletakkan dalam ruang hukum
3. Lambang negara merupakan simbol-simbol negara bangsa yang
berkehendak untuk mewujudkan sebuah cita-cita luhur bangsa
menuju sebuah tahapan-tahapan kehidupan yang lebih baik dan
semakin baik di masa yang akan datang. Dalam pendekatan
antropologi hukum, maka lambang negara dapat ditelaah dari sudut
teori interaksi simbolik atas makna. Dalam teori ini setiap objek
yang dipandang akan memberikan pemaknaan-pemaknaan yang
berbeda-beda.
4. Sebagai contohnya jika kita memandang ular, maka seketika kita
merasa ketakutan dengan ular tersebut. Dalam hal ini secara sadar atau
tidak, ular telah memberikan sebuah nilai pemaknaan tertentu. Ia
bermakna jahat, mematikan, bahkan dalam keyakinan religius tertentu
ular dimaknai sebagai jelmaan iblis yang telah berhasil menggoda Nabi
Adam sehingga Adam terpaksa turun ke bumi dari surga tempat
kediamannya. Pada budaya lainnya ular memiliki nilai pemaknaan yang
sangat berbeda. Pada budaya India, ular dianggap sebagai dewa yang
dipuja, sehingga ular dilindungi dan ditempatkan dalam altar-altar
pemujaan.
5. Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949 dan pengakuan kedaulatan
oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (1949) Indonesia (saat itu Republik
Indonesia Serikat) merasa perlu untuk memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara dibawah koordinasi Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II
dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai Ketua, Ki Hajar
Dewantoro, M A Pellaupess, Moh Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai
anggota
6. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan
Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M.
Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang
menampakan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II,
Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta untuk
penyempurnaan rancangan tersebut. Mereka sepakat mengganti pita
yang dicengkeram Garuda, yang semula pita merah putih menjadi pita
putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno.
7. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang
negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang
berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila.
Karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam
Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.
Ketika itu gambar kepada Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul”
dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya
lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes
Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal
20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah,
melukis kembali rancangan tersebut.
8. Alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul
dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.
Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari
bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruangan
Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai
lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah
hingga kini.
10. Melambangkan
Kemegahan atau KejayaanMelambangkan Kekuatan
Jumlah bulu pada sayap
Garuda sebanyak 17
Bulu diekor
Berjumlah 8
Bulu dipangkal Ekor Berjumlah
19
Bulu dileher Berjumlah
45
Burung Garuda
11. mengandung 5 buah simbol :
1. Simbol Bintang melambangkan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa.
2. Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusian Yang Adil dan
Beradab. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki. sedangkan yang
lingkaran melambangkan perempuan.
3. Pohon Beringin yang melambangkan sila ketiga, yaiut Persatuan Indonesia.
4. Kepala Banteng melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
5. Padi dan Kapas melambangkan sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
12. Kata Bhinneka Tunggal Ika sendiri berasal dari buku Sutasoma yang dikarang
oleh seorang pujangga pada abad ke-14 dari Kerajaan Majapahit, Mpu Tantular.
Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika adalah “berbeda-beda tetapi Satu Itu”
Yang memiliki arti sebagai persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia
yang terdiri dari atas berbagai pulai, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan,
bahasa serta agama.