Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Masa Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno berupaya menstabilkan situasi politik Indonesia melalui konsepsi demokrasi terpimpin.
2. Indonesia melakukan berbagai upaya diplomasi untuk memperoleh kembali Irian Barat dari Belanda, termasuk melalui konfrontasi militer. Irian Barat akhirnya diserahkan ke Indonesia berdasarkan Perjanjian New York tahun 1962.
3. Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal
(1950 - 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional.
Presiden Soekarno menaruh harapan besar terhadap Pemilu 1955,
beranggapan bisa dijadikan sarana untuk membangun demokrasi
yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan Presiden Soekarno
bahwa “era ‘demokrasi raba-raba’ telah ditutup”. Nyatanya, hanya
sebuah angan dan harapan semata.
Tanggal 21 Feb 1957, di hadapan para tokoh politik dan tokoh
militer menawarkan konsepsinya (menghendaki dibentuknya
kabinet berkaki empat dan di bentuknya Dewan Nasional) untuk
menyelesaikan dan mengatasi krisis-krisis kewibawaan pemerintah
yang terlihat dari jatuh bangunnya kabinet.
4. Gagasan Presiden Soekarno ini dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957.
yaitu :
1. Dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem
demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatankekuatan yang
mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
2. Pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan
kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik
dan kekuatan golongan politik baru yang diberi nama oleh Presiden
Soekarno golongan fungsional atau golongan karya.
Lalu di adakan Pertemuan yang menyepakati mengambil langkah
untuk melakukannya melalui Dekrit Presiden. Pada hari Minggu, 5 Juli
1959 pukul 17.00, dalam suatu upacara resmi yang berlangsung selama
15 menit di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengumumkan dekrit
yang memuat tiga hal pokok.
6. Konflik terbuka antara DPR dan Presiden yang terjadi ketika DPR
menolak Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan
oleh Pemerintah membawa dampak pembubaran DPR oleh Presiden
Soekarno pada 5 Maret 1960. Lalu mendirikan DPR Gotong Royong
(DPRGR) yamg terdiri atas dua kelompok besar yaitu wakil-wakil
partai dan golongan fungsional (karya),namun akhirnya di bubarkan
karna berbagai kelompok partai yang diberi nama “Liga Demokrasi”
tidak menyetujui.
Penilaian terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang
dilaksanakan oleh Presiden Soekarno pertama kali muncul dari M. Hatta,
melalui tulisannya dalam Majalah Islam Panji Masyarakat pada tahun
1960 yang berjudul “demokrasi kita”. Lalu Hatta mengungkapkan
kritiknya.
7. Tahun 1960-1965, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan
Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD
dan PKI di sampingnya. TNI, sejak kabinet Djuanda diberlakukan kemudian
pemberontakan PRRI dan Permesta tahun 1958, mulai berperanan penting
dalam bidang politik. Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI
dan didukung penuh dalam pelaksanaannya.
PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-
puing pemberontakan Madiun 1948 sebagai kekuatan baru Pemilu 1955
Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini mendapat
tempat dalam konstelasi politik baru. PKI menerapkan strategi “menempel”
pada Presiden Soekarno. Secara sistematis, PKI berusaha memperoleh citra
sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno
yang menguntungkannya. Kedudukan PKI semakin kuat dan
respektabilitasnya sebagai kekuatan politik sangat meningkat.
8. Bahkan ketika Presiden Soekarno akan membubarkan partai melalui
penetapan presiden, konsep awal disebutkan bahwa partai yang akan
dibubarkan adalah partai yang memberontak. Namun dalam keputusan
final, Presiden Soekarno meminta ditambahkan kata “sedang” di depan
kata “memberontak”, sehingga rumusannya berbunyi “sedang
memberontak karena para pemimpinnya turut dalam pemberontakan....”.
Sesuai dengan rumusan itu maka partai yang calon kuat untuk
dibubarkan hanya Masyumi dan PSI. Sebaliknya, PKI yang pernah
memberontak pada tahun 1948 terhindar dari pembubaran. PKI sangat
pandai menjaga citranya di hadapan Presiden Soekarno. Saat Presiden
Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong (Nasakom) tahun
1960 karena mendapat tentangan dari kalangan Islam dan TNI AD, PKI
mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam
MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam
Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).
9. disudutkan dengan berita ditemukannya
tahun
rahasia
1964, PKI
tentang Resume Program Kegiatan PKI. Dokumen
Akhir
dokumen
tersebut menyebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan
kekuasaan. Pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dengan berbagai cara dan
menyebutnya sebagai dokumen palsu. Peristiwa ini menjadi isu politik
besar pada tahun 1964.
Kedudukannya yang semakin kuat PKIberusaha untuk memperoleh
kedudukan dalam kabinet dan berbagai upaya dilakukan. Terhadap TNI
AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka mematahkan
pembinaan teritorial yang sudah dilakukan oleh TNI AD.
Seperti peristiwa Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol.
Upaya merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang
menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan dibasmi.
10. Dalam perundingan KMB tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat
ditangguhkan satu tahun dan berhasil dicapai dalam suatu kompromi pasal di
Piagam Penyerahan Kedaulatan. upaya diplomasi yang dilakukan di forum
PBB terus mengalami kegagalan. Indonesia kemudian mengambil jalan
diplomasi aktif dan efektif yang puncaknya dilakukannya Konferensi Asia
Afrika. Presiden Soekarno dalam pidatonya tanggal 30 September 1960 di
depan Sidang Majelis Umum PBB menegaskan kembali sikapnya tentang
upaya mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI dalam pidato yang berjudul
“Membangun Dunia Kembali” membawa dampak kepada dibuka kembalinya
perdebatan Irian Barat di PBB. Usulan penyerahan Irian kepada RI datang
dari wakil Amerika Serika di PBB, Ellsworth Bungker. secara prinsip disetujui
oleh Pemerintah Indonesia namun dengan waktu yang lebih singkat.
Sedangkan pemerintah Belanda lebih menginginkan membentuk negara
Papua terlebih dahulu. Keinginan pemerintah Belanda ini disikapi Presiden
Soekarno dengan “Politik Konfrontasi” disertai dengan uluran tangan. Palu
godam disertai dengan ajakan bersahabat.
11. Perebutan kembali Irian Barat merupakan suatu tuntutan
konstitusi, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945, segala upaya telah dilakukan dan didukung oleh semua kalangan
baik kalangan politisi maupun militer. Oleh karena itu, dalam rangka
perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal
19 Desember 1961, di depan rapat raksasa di Yogyakarta,
mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer
dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora).
Upaya diketahui oleh Belanda sehinga terjadi pertempuran yang
tidak seimbang di laut Aru antara kapal-kapal boat Indonesia dengan
kapal-kapal Belanda. Naas Kapal MTB Macan Tutul, berhasil ditembak
Belanda sehingga kapal terbakar dan tenggelam. Peristiwa ini
memakan korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten
Wiratno yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya MTB Macan
Tutul.
13. 15 Agustus 1962 ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah Belanda di New York, hal ini dikenal sebagai
Perjanjian New York. Kemudian dibentuklah United Nation Temporary
Excecutive Authority (UNTEA) yang kemudian akan menyerahkan Irian
Barat ke pemerintah Indonesia sebelum tanggal 1 Mei 1963. Berdasarkan
perjanjian New York, pemerintah Indonesia punya kewajiban untuk
menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat
sebelum akhir 1969 dengan ketentuan kedua belah pihak harus menerima
apapun hasil dari Pepera tersebut, secara resmi dilakukan penyerahan
kekuasan Pemerintah Irian Barat dari UNTEA kepada Pemerintah
Republik Indonesia di Kota Baru/Holandia/Jaya Pura. Kembali Irian ke
pangkuan RI berakhirlah perjuangan memperebutkan Irian Barat.
Sebagai tindak lanjut dari perjanjian New York, Pemerintah Indonesia
melaksanakan tugas untuk melaksankan Act Free Choice/Penentuan
PendapatRakyat (Pepera).
14. Awal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman-Persekutuan Tanah
Melayu & Lee Kuan Yu-Republik Singapura menyatukan kedua negara
tersebut menjadi Federasi Malaysia, namun di tentang Filipina dan Indonesia.
Filipina menentang karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di
Kalimantan Utara, menganggap wilayah Sabah secara historis adalah milik
Sultan Sulu. Pemerintah Indonesia saat itu menentang karena menurut
Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana
Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan
Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang
membahayakan revolusi Indonesia.
Meredakan ketegangan di antara tiga negara, lalu diadakan Konferensi
Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina 31Juli - 5 Agustus
1963 yang menghasilkan 3 dokumen penting. Sekretaris Jenderal PBB
membetuk tim penyelidik yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore dan
memulai tugasnya di Malaysia pada tanggal 14 September 1963.
15. Sebelum misi PBB melaporkan kerjanya, Federasi Malaysia
diproklamasikan tanggal 16 Sept 1963. Pemerintah RI menganggap
proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan
pelangggaran Komunike Bersama Manila, secara jelas menyatakan
bahwa penyelidikan kehendak rakyat Sabah dan Serawak harus terlebih
dahulu dilaksanakan sebelum Federasi Malaysia diproklamasikan.
17 September 1963, hubungan diplomatik Indonesia Malaysia
diputuskan. Pemerintah RI pada 21 September memutuskan hubungan
ekonomi dengan Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah. Pada akhir
tahun 1963 pemerintah RI menyatakan dukungannya terhadap
perjuangan rakyat Kalimantan Utara dalam melawan Neokolonilisme
Inggris. Pemerintah Amerika Serikat, Jepang dan Thailand berusaha
melakukan mediasi menyelesaikan masalah. Namun masalah pokok yang
menyebabkan sengketa dan memburuknya hubungan ketiga negara
tersebut tetap tidak terpecahkan, karena PM Federasi Malaysia, Tengku
Abdul Rahman tidak menghadiri forum pertemuan tiga negara.
16. Pertemuan Bangkok yang dilakukan hingga dua kali tidak menghasilkan
keputusan positif, sehingga diplomasi mengalami kemacetan. pada 3 Mei
1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora)
di hadapan apel besar sukarelawan. Untuk menjalankan konfrontasi
Dwikora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal
Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya.Walaupun pemerintah Indonesia
telah memutuskan melakukan konfrontasi secara total, namun upaya
penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden RI menghadiri
pertemuan puncak di Tokyo tanggal 20 Juni 1964. karena masuknya
Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. 7 Januari
1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan
“Indonesia
PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan
keluar dari P
B
B
” Namun kehilangan forum yang dapat
digunakan mencapai penyelesaian persengketaan dengan Malaysia secara
damai.