Dokumen tersebut merangkum tentang kasus pasien laki-laki usia 30 tahun yang menjalani operasi laparoscopy dan appendectomy karena didiagnosis menderita appendicitis akut. Pasien tersebut menerima tindakan anestesi umum selama operasi yang berjalan lancar dan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan setelah operasi selesai dengan kondisi yang stabil.
1. Case Report
GENERAL ANESTESI PADA PASIEN LAKI-LAKI USIA 30 TAHUN DENGAN
APPENDCITIS AKUT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
Dipresentasikan Oleh :
Dede Chrisna Febri H, S.Ked J510145102
Heru Fery Santoso, S.Ked J510145100
Pembimbing:
dr. E. Cendra Permana, Sp.An
2. PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita
yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar,
pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi
Lokal/Regional
tindakan menghilangkan nyeri lokal
tanpa disertai kehilangan kesadaran
Umum/General
keadaan ketidaksadaran yang reversible yang
disebebkan oleh zat anestesi, disertai
hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.
3. • Nama pasien : Tn. E.S
• Umur : 30 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Tulakan 3/7, Polokarto, Sukoharjo
• Status : Kawin
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Tanggal masuk RS : 2 September 2016
• No. RM : 338xxx
• Diagnosis Pre OP : Appendicitis Akut
• Macam Operasi : Laparoscopy Appendectomy
• Macam Anestesi : General Anestesi
• Tanggal Operasi : 3 September 2016
Identitas Pasien
4. Keluhan utama
• Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan nyeri perut kanan
bawah.
• Nyeri dirasakan sejak 1SMRS, nyeri tidak kunjung hilang, untuk
posisi bungkuk semakin sakit, pasien juga mengatakan susah
untuk buang air besar.
• Pasien mengaku baru pertama kali ini merasakan sakit perut
hebat.
• Pasien juga mengaku dulu pasien sering susah buang air besar,
dan pasien jarang sekali makan sayur-sayuran.
• Dokter IGD menyarankan untuk mondok dan advis dokter
spesialis bedah agar pasien segera dilakukan operasi.
Anamnesis
7. KESAN UMUM
tanggal 03 Agustus 2016
• KU : CM, Sedang
• TD : 110/70
• Nadi : 80x/menit
• Pernapasan : 20x/menit
• Suhu : 36,7ºC
BB/TB : 57kg/170cm
Gizi : Baik
7
8. PEMERIKSAAN FISIK
• Palpebra : Oedem -/-
• Konjungtiva : Anemis -/-
• Sclera : Ikterik -/-
• Pupil : Bulat, isokor
• Reflek cahaya : +/+
• KGB : Tidak ada pembesaran
• Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran
9. PEMERIKSAAN FISIK
Paru Jantung
PARU
Auskultasi Wheezing(-/-), Rhonkii(-/-)
PARU
Perkusi Sonor
PARU
Palpasi
Fremitus Normal, tidak
ketinggalan gerak
PARU
inspeksi
simetris, ketinggalan gerak
(-), retraksi intercosta (-) Inspeksi
• Ictus cordis tak
tampak
Palpasi
• Ictus cordis teraba
kuat angkat
Perkusi
• Batas jantung
normal
Auskultasi
• Bunyi jantung I-II
reguler
• Bising jantung (-)
12. PROGNOSIS
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
TERAPI
Pasien ini dilakukan Laparoscopy Appendectomy dengan General Anestesi
DIAGNOSIS
Appendicitis Akut
13. Kesimpulan
• Seorang laki-laki usia 30 tahun dengan diagnosis
APPENDICITIS AKUT akan dilakukan tindakan operasi
laparoscopy dan appendectomy.
• Riwayat keluhan serupa disangkal.
• Riwayat DM, alergi, jantung dan asma disangkal.
• Pemeriksaan lab didapatkan peningkatan leukosit dan
neutrofil.
• Kegawatan Bedah : (+)
• ASA : II
14. Tindakan anestesi
1. Preoperatif
• Informed consent / persetujuan tindakan operasi
dan anestesi
• KU dan vital sign baik (TD 110/70 mmHg, N
80x/menit, RR 20x/menit, S 36,7°C)
• Dilakukan pemeriksaan fisik dan status mental
pasien untuk menentukan ASA dan rencana
obat-obatan dan teknik anestesi yang akan
dilakukan, pada pasien ini direncanakan general
anestesi dengan intubasi
15. Tindakan anestesi
• Pasien dipuasakan 8 jam pada malam sebelum
operasi
• Managemen terapi cairan :
• Cairan dengan menggunakan : Ringer Laktat
• Maintenance pengganti cairan puasa (BB : 57 kg) :
– 10kg pertama x 4cc/kg : 10x4 =40 cc
– 10kg kedua x 2cc/kg : 10x2 =20 cc
– Sisa berat badan x 1cc/kg : 37x1 =37 cc
– Jadi Maintenance (M) : 97 cc
• Pengganti puasa (PP) :
– Lama puasa (jam) x M (cc) : 8 x 97 =776 cc
• Stresss operatif (SO) operasi sedang
• Jenis operasi x berat badan : 6 x 57 = 342 cc
16. Tindakan anestesi
2. Perioperatif
• Pukul 10.00 pasien masuk ke ruang operasi,
diposisikan diatas meja operasi, diukur
kembali tekanan darah, nadi, respirasi rate,
dan saturasi O2. TD 118/68 mmHg, HR
89x/menit, RR 18 x/menit, SpO2 100%.
17. Tindakan anestesi
• Persiapan obat yang digunakan :
– Midazolam dosis premedikasi 0,1 mg/kg x 57 kg = 5,7 mg 6
mg
– Propofol dosis induksi 2-3 mg/kg x 57 kg =114-171 mg 120-
180 mg
– Fentanyl 2mcg/kg x 57 kg = 114 mcg
– Atracurium besylate 25 mg
– Ondancetron 8 mg
– Ketorolac 30 mg
• Premedikasi
– Pukul 10.10 pasien dipremedikasi dengan menggunakan injeksi
intravena Midazolam 6 mg dan Fentanyl 100 mcg.
18. Induksi
– Jam 10.15 dilakukan induksi dengan propofol 100mg IV
– Berikan O2 2 Liter/menit
– Tingkat kedalaman anestesi dinilai dari hilangnya reflek bulu mata
– Berikan obat pelumpuh otot Atracurium besylate IV
– Dipasang face mask yang telah terpasang dengan mesin anestesi dengan fresh
flow gas O2 dan N2O 50:50
– Dilakukan bagging ± 3 menit untuk menentukan pengembangan paru dan
pelemas otot
– Laringoskopi dimasukkan sampai terlihat glottis dan rima glottis
19. • Asisten melakukan Sellick Manuver dengan
menekan cartilage cricoidea
• ETT ukuran 7 dimasukkan. Menghubungkannya
ke pompa, menggembungkan cuff dengan spuit
dan mendengarkan suara paru lalu fiksasi ETT dan
goedel
• Sevofluran, O2 dan N2O dialirkan sebagai anestesi
rumatan. Setelah tingkat anestesi dalam operasi
dimulai
• Jam 10.20 operasi dimulai
Induksi
20. • Maintenance
– Selama tindakan anestesi, tekanan darah nadi, RR,
dan saturasi oksigen dikontrol setiap 5 menit.
Pasien di maintenance dengan N2O 2 liter/ menit,
O2 2 liter/menit dan sevoflurane 2 vol %
22. • Stress operasi sedang = 6ml/kgBB/jam = 6ml x 57 kg =
342 ml/jam
• Maka stress operasi sedang selama 20 menit = 2/6 x
342 = 102 ml.
• Sevofluran dikurangi dan dihentikan beberapa menit
sebelum operasi selesai.
• Operasi berlangsung selama 20 menit.
• Pukul 10.40 operasi selesai, N2O dihentikan, pasien
diberikan O2 untuk mencegah terjadinya hipoksia
difusi.
• ET dilepas pasien hanya diberikan O2 pernasal.
Resusitasi cairan perioperatif :
23. Post operatif
• Setelah operasi pasien dipindahkan ke recovery room
• Monitoring keadaan umum pasien dengan alderette
score
– Kesadaran: dapat dibangunkan tapi cepat tidur = 1
– Warna kulit: merah muda = 2
– Aktivitas: dapat menggerakkan semua ekstremitas = 2
– Respirasi: sanggup nafas dalam dan batuk = 2
– Kardiovaskuler : TD deviasi 20% dari normal = 2
– Total alderette score = 9
24. Kriteria pindah dari recovery room ke
bangsal jika alderette score ≥8 dan
tanpa ada nilai 0 atau alderette score
>9, maka pasien dapat dipindahkan ke
bangsal.
25. Tatalaksana anestesi
Recovery Room
• Pasien masuk Ruang RR
pukul 11.40 dalam Posisi
Supine (terlentang), sadar
penuh, dimonitoring tanda
vital, infuse RL, diberikan O2
3 liter/menit.
• Jam 12.00 pasien dipindah
ke bangsal.
Instruksi Pasca Operasi
• Posisi supine dengan oksigen 3 L/
mnt
• Kontrol vital sign, TD < 100 mmHg
infus dipercepat, beri efedrin
• Bila muntah diberi ondancetron
dan bila kesakitan diberi analgetik.
• Lain-lain
- Antibiotik sesuai Bedah
- Analgetik sesuai Bedah
- Puasa sampai dengan flatus
- Post operasi, cek Hb. Bila <10 mg/dl
tranfusi sampai Hb ≥ 10
- Kontrol balance cairan
- Monitor vital sign
26. TINJAUAN PUSTAKA
• Anestesi umum (general anestesi) atau bius total adalah meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel
• Pada tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan
waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya bedah jantung, pengangkatan
batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dll
• Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: Hipnotik, Analgetik, Relaksasi
otot.
• Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,
menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi
seluruh otot.
27. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
• Memberi induksi yang halus dan cepat.
• Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons
• Timbulkan keadaan amnesia
• Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.
• Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang
cukup untuk tindakan operasi.
• Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak
menimbulkan ESO yang berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dekompresi kordis derajat III – IV, AV blok derajat II – total
(tidak ada gelombang P).
Kontraindikasi Relatif hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak
terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.
28. MEDIKASI
pertimbangan utamanya Pemilihan anestetika ideal.
Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan :
keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang
dilakukan, obat dan peralatan
Sifat anestetika ideal : mudah didapat, murah, tidak
ada efek samping terhadap saluran pernapasan atau
jantung, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan
relaksasi otot baik, kesadaran cepat kembali, tanpa
efek yang tidak diinginkan.
29. MEDIKASI
Parenteral
• Secara IV atau IM biasanya digunakan untuk tindakan operasi yang singkat
atau untuk induksi anestesi.
• Pentothal, Ketalar (Ketamine)
Perectal
• Diserap lewat mukosa rectum, Untuk tindakan diagnostic (katerisasi
jantung, roentgen foto, oesophagoscopi, penyinaran dsb)
• Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB, Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB
Perinhalasi
• Dihirup bersama udara pernafasan ke paru-paru, masuk ke darah dan
sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
• Halotan, Sevoflurane, Isoflurane, Enflurane
30. • Beberapa faktor yang mempengaruhi general
anesthesia atau anestesi umum antara lain:
– Faktor Respirasi
– Faktor Sirkulasi
– Faktor Jaringan
– Faktor Zat Anestesi
31. Stadium Anestesi
Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium
dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada
pupil, tonus otot dan refleks pada penderita yang mendapat
anestesi ether
32. Stadium I
• Stadium analgesi atau stadium disorientasi.
Dimulai sejak diberikan anestesi sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
operasi kecil bisa dilakukan
33. Stadium II
• Stadium delirium atau eksitasi.
• Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur
• Pasien bisa meronta – ronta, pernafasan ireguler, pupil
melebar, refleks cahaya positif, gerakan bola mata tidak
teratur, lakrimasi (+)
• Tonus otot meninggi, refleks fisiologis masih ada, dapat
terjadi batuk atau muntah, kadang – kadang kencing
atau defekasi
• Stadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan
dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi
teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena
itu harus segera diakhiri.
34. Stadium III
• Stadium operasi.
Dimulai dari nafas teratur sampai paralise
otot nafas. Dibagi menjadi 4 plana
Plana I
Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata
Plana II
Dari berhentinya gerkan bola mata sampai permulaan paralisa otot
interkostal
Plana III
Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot
interkostal
Plana IV
Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma
35. Stadium IV
• Stadium over dosis atau stadium paralysis.
Dimulai dari paralisa diafragma sampai apneu
dan kematian
36. INTUBASI ENDOTRAKEAL TUBE
Intubasi endotrakeal adalah tindakan
memasukkan pipa endrotrakeal kedalam
trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan
dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
37. INTUBASI ENDOTRAKEAL TUBE
Tujuan
• Bersihkan saluran trakeobronkial, pertahankan jalan napas agar
tetap adekuat
• Cegah aspirasi, mempermudah pemberian ventilasi dan
oksigenisasi
Indikasi
• Tindakan resusitasi, anestesi
• Pemeliharaan jalan napas, pemberian ventilasi mekanis jangka
panjang
Penyulit
• Leher pendek, fraktur servical, rahang bawah kecil, trismus
• Osteoarthritis temporo mandibula joint, massa di pharing dan
laring
38. Jenis Intubasi
Nasal
Pasien merasa lebih enak dan nyaman
Lebih mudah dilakukan pada pasien sadar
Tidak akan tergigit
Pipa ET yang digunakan lebih kecil
Penghisapan sekret lebih sulit
Dapat terjadi kerusakan jaringan dan
perdarahan
Dapat lebih sering terjadi infeksi
Oral
Lebih mudah dilakukan
Bisa dilakukan dengan cepat dalam
keadaan emergensi
Resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih
kecil
Tergigit
Lebih sulit dilakukan oral hygiene
Tidak nyaman
UNTUNG
UNTUNG
RUGI
RUGI
39. STATICS
S : Scope, Stetoskop,
Laringoskop
T : Tubes, Pipa
Endotrakeal
A : Airway, Pipa
oro/nasofaring,
Ambubag
T : Tape, Plester
I : Introducer,
Stilet, Mandrin
C : Connector,
Sambung pipa & alat
anestesi
S : Suction,
Penghisap
lendir/ludah
40. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi
• Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
• Trauma jalan napas: laserasi bibir, lidah atau mukosa, cedera tenggorok, dan
diseksi retrofaringeal.
• Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, TIK meningkat, TIO meningkat, spasme
laring.
• Malfungsi tuba : perforasi cuff.
Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal
• Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial, malposisi
laryngeal cuff.
• Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung
• Malfungsi tube: obstruksi.
Komplikasi setelah ekstubasi
• Trauma jalan nafas: edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara
serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
• Gangguan refleks : spasme laring.
41. • Anamnesis
• Riwayat tentang pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya, misalnya
alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah
• Pemeriksaan Fisik
• Penyulit Intubasi, lidah besar, leher pendek dan kaku
• Pemeriksaan Laboratorium
• Untuk mengetahui dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Contoh
pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis.
TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI
43. Pre-medikasi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain
• memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
• menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
• membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
• memberikan analgesia, misal pethidin
• mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
• memperlancar induksi, misal : pethidin
• mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
• menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
• mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin.
44. Pre- medikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi :
Analgesik Narkotik Analgetik non
Narkotik
Hipnotik Sedatif Antiemetik
a. Petidin ( amp 2cc
= 100 mg), dosis
1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc
= 10 mg), dosis 0,1
mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc =
500 mg), dosis 1-
3µgr/kgBB
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
a. Ketamin ( fl
10cc = 100 mg),
dosis 1-2
mg/kgBB
b. Pentotal (amp
1cc = 1000 mg),
dosis 4-6 mg/kgBB
a.Diazepam/valium/
stesolid ( amp 2cc =
10mg), dosis 0,1
mg/kgBB
b.Midazolam/dormic
um (amp 5cc/3cc =
15 mg),dosis
0,1mg/kgBB
c.Propofol/recofol/di
privan (amp 20cc =
200 mg), dosis 2,5
mg/kgBB
d.Dehydrobenzperid
on/DBP (amp 2cc = 5
mg), dosis 0,1
mg/kgBB
a. Sulfas atropine
(anti kolinergik)
(amp 1cc = 0,25
mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b.DBP
c. Narfoz, rantin,
primperan.
45. Induksi Intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen.
•Obat-obat induksi intravena:
•Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg
•Propofol (diprivan, recofol)
•Ketamin (ketalar)
•Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
•Induksi intramuscular
•ketamin (ketalar) dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
46. Induksi inhalasi
N2O
Halotan (fluotan)
Enfluran (etran, aliran)
Isofluran (foran, aeran)
Desfluran (suprane)
Sevofluran (ultane)
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya
sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak
beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Tracurium 20 mg (Antracurium)
47. Score pemulihan pasca anestesi
• Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
• Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
• Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal,
2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari
normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal,
0
• Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
• Aktivitas
• Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
• Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
• Tidak bergerak, 0
nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang
perawatan, 5-8 observasi secara ketat,
kurang dari 5 pindahkan ke ICU.
Aldrete Score Aldrete Score
48. Steward Score (anak-anak)
• Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
• Pernafasan
Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
• Kesadaran
• Menangis 2
• Bereaksi terhadap
rangsangan 1
• Tidak bereaksi 0
49. Komplikasi
Efek samping paling sering dari
anestesi umum adalah mual dan
muntah setelah operasi.
Beberapa orang mungkin mengalami
sakit tenggorokan dan kerusakan
pada gigi, gusi, lidah ataupun plica
vokalis akibat masuknya
endotracheal tube kedalamnya.
Komplikasi paling serius dan paling
jarang adalah malignant hyperthermia,
serangan jantung, stroke, atau kematian.
50. Daftar Pustaka
• Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif. Jakarta: FK UI
• Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.
• Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional
• Pratiwi, A. 2010. Pengelolaan Anestesi Umum pada Kistektomi. Bagian SMF ilmu Anestesi. FK UNS
• Barash, P. G., Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C. 2009. Handbook of Clinical Anesthesia. 6th
edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
• Budiono, Uripno. Anestesi umum dalam Anestesiologi. Fakultas Kedokteran UNDIP. 2010
• Desai AM, General Anesthesia. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall.
Accessed on August 25 2016.
• General Anesthesia. Available at http://www.mayoclinic.com/health/anesthesia/MY00100 Accessed on August 25
2016.
• Hines, R. L., Marschall, K. E. 2008. Stoelting’s Anethesia and Co-existing Disease 5th edition. New York: Elsevier.
• Howley JE, Routh PA. Anesthesia delivery system: Basic of anesthesia 5th ed. Philadelphia. Churcill livingstone. 2007
• Miller, R. D., Erikkson, L. I., Fleisher, L. A., Wiener, J. P., Young W. L. 2009. Miller’s Anesthesia. 7th Edition. New York:
Elsevier.
• Taylor D. Choice of anestestic technique: Basic of anesthesia 5th ed. Philadelphia. Churcill livingstone. 2007
• Krisdiyanto H., 2012. Kemudahan Pemasangan Sungkup Laring dengan Induksi Thiopentone + Midazolam dan Propofol
+ Midazolam. Karya Akhir. Semarang: Universitas Diponegoro
• Satoto H., 2008. Pengaruh Anestesi Sevofluran and Enfluran Terhadap Klirens Kreatinin. Karya Akhir. Semarang:
Universitas Diponegoro.
• Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati. 2013. Trauma Laring Akibat Intubasi Endotrakeal. Diakses dari:
http://ojs.lib.unair.ac.id
• Hariyono, Siswo. 2010. Pengaruh Tindakan Intubasi Trakea terhadap Perubahan Laju Jantung dan Tekanan Darah.
Diakses dari: http://digilib.uns.ac.id