Pasien mengeluhkan luka borok berbau di kemaluan selama setahun. Pasien sebelumnya menjalani pengangkatan alat kelamin dan buah zakar. Pemeriksaan menemukan luka borok membusuk di kemaluan. Diagnosa adalah luka borok membusuk pasca operasi pengangkatan tumor testis. Tindakan yang direncanakan adalah debridement dan jahitan ulang luka disertai kolostomi.
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
MIC MR.pptx
1. KU : Luka borok di alat kelamin
T : Pasien mengeluhkan borok di alat kelamin disertai nyeri diakui
sejak 1 tahun ini. Awalnya luka borok hanya sedikit, lama-
kelamaan semakin melebar dan berbau. Os riwayat dilakukan
tindakan pengangkatan alat kelamin dan buah zakar sekitar 1
minggu lalu. Demam muncul hilang timbul, batuk dan pilek
disangkal.
RPT : -
RPO: Post Penektomi + Sistostomi
2. A : Tidak ada
M : Tidak ada
P : Tidak ada
L : Tanggal 18-10-2022, pukul 13.30 WIB
E : Luka borok membusuk di kemaluan
3. Time Sequence
ACC Tindakan
Anestesi
Tgl 18/10/2022
Pukul 17.00 WIB.
Tindakan Pembiusan
Tgl 18/10/2022
Pukul 23.30 WIB
Konsul anestesi
Tgl 18/10/2022
Pukul 16.00 WIB
10. PENANGANAN DI RUANGAN
DAN PERSIAPAN OPERASI
- Bed rest
- SIA dan Informed consent
- IV Line no 18 Lancar
- Oral dan personal Higiene
- Puasa 6-8jam
- Berdoa
- IVFD RL 20gtt/i
11. Persiapan pasien:
Monitoring hemodinamik: kesadaran, TD, HR, T/V
nadi,UOP.
Informed consent + SIA
Persiapan alat untuk spinal anestesi & persiapan
GA-ETT
Persiapan kamar operasi
Persiapan obat-obatan anestesi dan obat-obatan
emergensi
13. Diagnosa : Wound dehiscence o/t scrotum post
flap a.i tumor testis
Tindakan : Debridement + 2nd Suture + Colostomy
PS-ASA : 2E (Anemia, Hipoalbumin, leukositosis)
Teknik : RA-SAB + GAETT
Posisi : Litotomi +Supine
14. Masalah Pemecahan
Aktual
•Pasien emergensi, tidak
dipersiapkan seperti halnya
pasien elektif, puasa tidak cukup,
dianggap lambung penuh
•Pasien puasa sejak
direncanakan operasi
• NPO sejak direncanakan operasi
• Ganti cairan puasa, pastikan
euvolume sebelum dilakukan
tindakan spinal anestesi
PROBLEM LIST
15. Masalah Pemecahan
Aktual
• Pasien Anemia gangguan
delivery oksigen
• Pasien dengan hipoalbumin
terjadi ekstravasasi cairan
intravascular ke interstisial,
gangguan ikatan obat dengan
protein di intravaskular
• Lakukan Transfusi darah
• Berikan Oksigen
• Persiapan Darah
• Pantau pemberian cairan
PROBLEM LIST
16. Masalah Pemecahan
• Pasien dengan spinal
anestesi, resiko hipotensi post
spinal anestesi
- Pastikan IV line lancar terpasang IV cath
18G, preloading cairan kristaloid 10-
20cc/kgBB, siapkan efedrin
• Pasien dengan spinal anestesi,
resiko High block atau total
block
- Atur ketinggian blok setinggi T5 dan pantau
Hemodinamik, posisikan pasien head up
apabila ketinggian blok sudah tercapai
- Resusitasi cairan, jaga dan monitoring
airway / jalan nafas, siapkan alat – alat GA
PROBLEM LIST
POTENSIAL
17. Masalah Pemecahan
• Pasien dengan spinal anestesi
resiko LAST
- Hindari jangan sampai masuk pembuluh
darah , lakukan aspirasi sebelum memasukkan
obat, pastikan tidak ada darah pada saat
aspirasi untuk memastikan obat anestesi masuk
di ruang subarachnoid
• Pasien dengan leukositosis - Pemberian antibiotik broad spectrum
• Pasien resiko hipotermia - Cairan hangat, blanket warmer, selimuti
pasien
PROBLEM LIST
POTENSIAL
18. Masalah Pemecahan
• Pasien dengan spinal anestesi,
resiko PDPH
1. Hidrasi dengan cairan yang kuat.
2. Gunakan jarum sekecil munkin.
3. Hindari penusukan jarum yang berulang.
4. Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut
longitudinal durameter.
5. Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak
mengganggu aktivitas maka hanya diperlukan
terapi konservatif yaitu bed rest dengan
posisisupine, pemberian cairan intravena
maupun oral, oksigenasi adekuat.
PROBLEM LIST
POTENSIAL
19. Masalah Pemecahan
Post op:
• Nyeri post op memicu TD
meningkat
• Infeksi Post operasi
• Luka post op
•Beri analgetik adekuat
dengan multimodal analgesia
• Beri antibiotik adekuat broad
spectrum
• Ganti verban tiap hari, nutrisi
adekuat.
31. T e r i m a K a s i h
T I m J a g a
TERIMAKASIH
32. TOKSISITAS
Toksisitas sistemik dari obat-obat anestetik lokal, Intoksisikasi obat-obat anestetik lokal
tergantung pada beberapa hal :
Konsentrasi obat.
Vaskularisasi di tempat suntikan.
Absobsi obat.
Dosis.
Jenis obat yang digunakan. Obat-obat dengan toksisitas yang paling rendah adalah prilokain,
mepivakain, kloroprokain, dan prokain dibandingkan dengan obat-obat lainnya.
Kecepatan penyuntikan.
Penambahan epinefrin. Penambahan epinefrin maka puncak konsentrasi dapat diturunkan
20% - 50% akan mengurangi insiden intoksikasi, juga dapat memperpanjang masa kerja serta
lapangan operasi bersih.
Hipersensitivitas.
Usia.
Keadaan umum.
Berat badan.
33. Tanda-tanda dan Gejala-gejala Toksisitas
Gejala awal intoksikasi anestetik lokal adalah gejala SSP
(CNS), sedang gangguan jantung (miokard) akan muncul
kemudian setelah konsentrasi dalam plasma semakin
meningkat.
Sistem Saraf Pusat (SSP)
1. Numbness of the mouth and tongue.
2. Lightheadedness.
3. Tinnitus
4. Visual disturbance.
5. Irrational behavior and speech.
6. Muscle twitching.
7. Unconsciousness.
8. Generalized convulsion.
9. Coma.
10. Apnoea.
34. Sistem kardiovaskular.
Intoksikasi kardiovaskular menyebabkan :
Depresi / lambatnya konduksi otot jantung (otomatisasi
miokard).
Depresi / melemahnya otot jantung (kontraktilitas
miokard).
Vasodilatasi perifer.
Gejala ini biasanya timbul jika dosis yang digunakan 2-4
kali dosis yang dapat menimbulkan konvulsi (dosis sangat
tinggi). Hipotensi, bradikardi dan kemudian henti
jantung dapat segera terjadi. Berbeda dengan
Bupivacaine, gangguan konduksi miokard sudah dapat
terjadi walaupun konsentrasi dalam plasma masih relatif
rendah. Gejala ventrikular fibrilasi secara tiba-tiba telah
dilaporkan setelah pemberian Bupivacaine secara IV dan
celakanya biasanya resisten terhadap RKP.
35. Sistem pernapasan
Relaksasi otot polos bronkus.
Henti nafas akibat paralise saraf frenikus, paralise
interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan nafas.
Sistem muskolosletal
Bersifat miotoksik (bupivacain > lidokain > prokain).
Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf. Regresi
dalam waktu 3 – 4 minggu.
Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering
karena merupakan deripat PABA
36. Pencegahan Terhadap Toksisitas
Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman sederhana
dibawah ini dapat diikuti :
Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
Gunakan test dose yang mengandung epinefrin. (EPIDURAL)
Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan secara IV, (misalnya
untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan berikan
secara bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama sampai mencapai dosis total.
Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih cepat dari 10
ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan pasien, yang dapat melaporkan
gejala-gejala ringan sebelum seluruh dosis yang harus diberikan masuk. Hati-hati
terhadap pasien yang mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal ini mungkin
merupakan gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang dikelirukan pada
penderita histeria.
37. Pengobatan intoksikasi.
Berikan oksigen, jika perlu dengan pernapasan buatan menggunakan bag dan mask
Hentikan konvulsi jika berlanjut sampai 15-20 detik. Berikan antikonvulsan IV, misalnya thiopental 100-150 mg
atau diazepam 5-20 mg. Thiopental merupakan pilihan utama karena efeknya lebih cepat, oleh karena itu
seharusnya sudah tersedia sebelum penggunaan anestetik lokal. Beberapa ahli lebih suka memberikan
suksinilkolin 50-100 mg, yang akan dengan cepat menghentikan konvulsi tetapi akan membutuhkan intubasi
dan ventilasi buatan sampai efeknya habis.
Gejala intoksikasi dapat hilang secepat munculnya, dan keputusan harus dibuat apakah menunda
pembedahan, mengulangi blok saraf, menggunakan teknik yang berbeda (misalnya memberikan blok spinal
sebagai ganti blok apidural) atau menggunakan anestesi umum.
Jika hipotensi dan tanda-tanda depresi miokard muncul, maka vasopressor dengan aktivitas a- dan b-
adrenergik harus diberikan, misalnya efedrin 15-30 mg IV. Jika henti jantung terjadi, harus ditangani dengan
energetic cardiopulmonary resuscitation termasuk epinefrin 1 mg dan atropin 0,6 mg IV atau intrakardial.
Pemberian epinefrin IV atau intrakardial dapat mengundang fibrilasi ventrikel. Jika ini terjadi, harus ditangani
dengan high energy DC conversion ditambah bretylium 80 mg sebagai anti-aritmia.
Jika ada keraguan akan reaksi alergi, pasien harus diberi skin test yang mana, jika negatif, tetap harus berhati-
hati dengan dosis penuh. Hal ini hanya boleh dilakukan pada tempat yang sudah diperlengkapi dengan
perlengkapan dan obat-obat emergensi. Sehingga jika alergi muncul, dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
Sebaliknya dengan skin test yang negatif tidak menjamin pemberian dosis penuh tidak terjadi reaksi.
38.
39. Gerakan penuh dari tungkai , 0
Tak mampu ekstensi tungkai, 1
Tidak mampu flexi lutut, 2
Tidak mampu flexi pergelangan kaki, 3
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47. • Posisi penderita
• Barisitas larutan, disarankan memakai solutio hiperbarik (obat lebih berat
dari LCS sehingga tetap mengendap dibawah, mengurangi kemungkinan
spinal tinggi), dibandingkan solutio hipo atau isobarik.
• Dosis volume total obat anestesi lokal.
• Tempat penyuntikan
• Kecepatan penyuntikan (barbotage)
• Besar jarum spinal
• Status fisik
• Tekanan intra abdomen
48. Obat yang digunakan
Dosis yang diberikan
Pemberian vasokonstriktor
Penyebaran/ tinggi dari blok
Editor's Notes
trombositpenia, perdarahan sulit berhenti, darah akan banyak, daerah yg ada, menekan ke dalam (dibawah lig flavum)