PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
Anestesi dan Sinusitis
1. BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846. Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-
waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya. kegiatan sehari-hari
dokter anestesi adalah mempertahankan jalan napas, memberi napas bantu, membantu kompresi
jantung bila berhenti, membantu peredaran darah, dan mempertahankan kerja otak pasien. Tipe
anestesi adalah anestesia umum yaitu hilangnya kesadaran total, anastesia lokal, hilangnya rasa
pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anesthesia regional
yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan
spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pada rumatan anestesia biasanya mengacu pada
“Trias Anestesia” yaitu tidur ringan (hypnosis), analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama
dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Sinusitis adalah inflamasi sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis
sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah salesma (common cold).
Patofisiologinya karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir
terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri anaerob. Sinusitis paling
sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang
terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus
alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila
terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Gejala klinis yang ditemukan umumnya terdapat hidung tersumbat , ingus kental yang kadang
berbau dan post nasal drip. Tindakan yang dilakukan berupa operasi FESS apabila terapi
medikamentosa tidak memberikan perbaikan dan hasil rontgen menggambarkan penebalan
cairan pada sinus.
1
2. BAB II
STATUS PASIEN
1. Data Umum
Nama : Ny. Isnayah
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Masigit RT 02/05, Jombang
Masuk RSUD : 17 April 2015
Operasi : 18 April 2015 pukul 11.50 WIB
Diagnosis prabedah : Sinusitis Maxillaris Bilateral
Jenis operasi : pro FESS
Operator : dr. Budhy P, SpTHT-KL
Ass.operator : Mas Arifin dan Mas Encep
Ahli anestesi : dr. Dublianus, Sp.An
Ass. Anestesi : Mba Nur
2. Hasil konsultasi THT
Anamnesis
A. Keluhan utama:
Hidung tersumbat dan pilek
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik THT dengan keluhan selalu mencium aroma tidak
sedap serta sering pusing dan nyeri disekitar hidung yang dirasakan sudah ± 2 bulan.
2
3. Pasien kadang merasa kesulitan bernapas karena kedua hidung seringkali mampet, dan
sering mengeluarkan sekret berwarna putih kental kehijauan. Keluhan semakin
memberat sejak ± 7 hari yang lalu, pilek (+), sesak nafas (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Penyakit Serupa : Tidak ada
2. Riwayat DM : Tidak ada
3. Riwayat PJK : Tidak ada
4. Riwayat Asma : Tidak ada
5. Riwayat Alergi : Alergi debu
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat Hipertensi : Tidak ada
2. Riwayat DM : Tidak ada
Pemeriksaan fisik
1. KU-KS : baik - kompos mentis
2. Nafas : 20x/menit
3. Tekanan darah : 110/70mmHg
4. Nadi : 78 x/mnt
5. Suhu : 36 °C
6. BB : 47 kg
7. TB : 155 cm
Status Generalisata :
8. Kepala : normochepali
9. Mata, wajah, leher, tht : dalam keadaan normal
10. Torak : simetris
11. Cor : BJ I/II regular Murmur(-) Gallop(-)
12. Pulmo : vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-)
3
4. 13. Abdomen : tak teraba hepar dan lien. Shifting dullnes (-)
14. Ekstremitas : hangat tanpa edema
Diagnosis kerja : Sinusitis Maxillaris Bilateral
Instruksi :
- Rencana operasi FESS
- IVFD RL 500 ml
- Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv
- Ketorolac 3 x 1 amp/iv
- Ranitidine 2x 1 amp/iv
Pemeriksaan laboratorium tgl 17 April 2015
Hematologi :
- Hb : 11,6 gr/ dl ( P: 14-18, W : 12-16 )
- Ht : 36,1 % ( P: 40-48, W: 37-43)
- Trombosit : 207.000/ul (150-450 ribu/ul)
- Masa perdarahan : 2’ menit ( 1-6 )
- Masa pembekuan : 10’menit (5-15)
- Gol darrah : AB Rh(+)
Kimia Darah
GD sewaktu : 74 mg/dl ( <200)
4
5. Elektrolit
Na : 142,4 mmol ( 135-155 mmol)
Kalium : 4,2 mmol ( 3,5-5,5 mmol )
Clorida : 104,1 mmol ( 95-105 mmol )
BAB III
5
6. LAPORAN ANESTESI
Tekhnik dan Prosedur anestesia
• Penata anestesiologi : dr. Dublianus, Sp.An
• Diagnosis prabedah : Sinusitis Maxillaris Bilateral
• Jenis pembedahan : FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery)
• Lama operasi&anestesi : 11.50-12.55 WIB & 11.40-12.55 WIB
• Tekhnik :SCCS ( Semi Close Circuit System ) Intubasi ETT
A. Preoperatif
• Informed Consent (+)
• Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam
• Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu
• Tidak ada riwayat operasi sebelumnya. DM (-), HT (-), alergi obat (-), merokok (-)
• Leher tidask kaku dan pendek
• IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar
• Keadaan umum tampak baik
• Kesadaran Compos Mentis
• Tanda Vital:
o TD : 110/70 mmHg
o RR : 20 x/menit
o Nadi : 78 x/menit
o Suhu : 36˚C
o BB : 47 kg
o TB : 155 cm
• Klasifikasi status fisik dan kebugaran
6
7. ASA 1 : pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia
GCS : 15
• Persiapan alat :
S ( scope ) : stetoskop dan laringoskop
T ( tubes ) : pipa trakea no. 7,5 balon
A ( airway ) : pipa mulut-faring ( orotrakeal airway ), pipa hidung-faring
( nasotrakeal airway )
T ( tape ) : plester
I ( inroducer ) : mandrin atau stilet dari kawat memudahkan dan memandu pipa
trakea dimasukan
C ( connector ) : penyambung pipa dan peralatan anestesia
S ( suction ) : alat penyedot lender, saliva dll
- Tensimeter dan monitor EKG
- Tabung gas O2 dan N2O terisi dan terbuka
- Spuit kosong
• Persiapan obat
- Ondansentron 4 mg
- Propofol 200 mg
- Fentanyl 250 μg
- Tramadol 100 mg
7
8. B. Premedikasi Anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus IV.
C. Tindakan Anestesi
Pasien dalam posisi terlentang, kemudian melakukan informed consent terhadap tindakan
anestesi. Fentanyl 100 µg, propofol 150 mg. Kemudian memantau tekanan darah, nadi serta
saturasi oksigen melalui monitor. Kemudian memeriksa refleks bulu mata pasien untuk
memastikan pasien sudah dalam fase hipnotik. Kemudian dilakukan pemasangan face mask
pada pasien. Face mask dilakukan dengan oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm, isofluran 2%.
Memastikan saturasi oksigen baik, dan dilakukan intubasi.
Intubasi dilakukan dengan menggunakan laringoskop sehingga ditemukan epiglotis dan plica
vokalis. Kemudian endotracheal tube berukuran 7,5 dimasukkan menyusuri laringoskop
hingga melewati plica vokalis kira-kira hinggan 21 cm pada endotracheal tube. Balon
endotracheal tube kemudian dikembangkan menggunakan spuit berisi udara sebanyak 20-25
cc. Fiksasi endotracheal tube. Laringoskop ditarik keluar. Kedua mata pasien diolesi
chloramphenicole zalf dan kemudian ditutup menggunakan micropore. Ambu terus dipompa
hingga pasien bernapas spontan.
D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi
Melakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi. Yang dipantau adalah
fungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi, serta cairan.
• Kardiovaskular : pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi setiap 5 menit.
• Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi oksigen.
• Cairan : monitoring input cairan infus.
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi:
Jam Tindakan Tensi Nadi Saturasi
11.3
0
Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan
di meja operasi kemudian dilakukan
pemasangan manset di lengan kanan atas
dan pulse oxymetri di jari telunjuk tangan
kiri. Diberikan ondansetron 4 mg secara
110/70 83 99
8
9. bolus.
11.4
0
Dilakukan general anestesi.
Diberikan propofol 150 mg, fentanyl 100
µg, secara bolus.
Dilakukan face mask dan intubasi dengan
ett no. 7,5 : oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm,
isofluran 2%
113/78 88 98
11.5
0
Operasi dimulai 110/79 83 99
11.5
5
112/69 80 99
12.0
0
110/77 96 100
12.0
5
108/69 82 99
12.1
0
110/67 88 99
12.1
5
108/67 82 99
12.2
0
102/64 80 99
12.2
5
112/72 80 98
12.3
0
106/70 74 98
12.3
5
110/75 76 98
12.4 Tramadol 100 mg diberikan secara bolus 120/77 82 99
9
10. 0
12.4
5
108/76 86 98
12.5
0
110/72 78 98
12.5
5
Operasi Selesai.
Diberikan pronalges supp 100 mg
121/80 83 99
Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah
Sinusitis Maxillaris Bilateral
2. Diagnosis Pasca Bedah
Sinusitis Maxillaris Bilateral
3. Penatalaksanaan Preoperasi
Infus RL 500cc
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis pembedahan : FESS
b. Jenis Anestesi : General Anestesi
c. Teknik Anestesi : Semi Closed Circuit System, dengan ETT no. 7,5
d. Mulai Anestesi : pukul 11.40 WIB
e. Mulai Operasi : pukul 11.50 WIB
f. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV
g. Medikasi : Propofol 150 mg, Fentanyl 100 µg,
h. Medikasi tambahan : Tramadol 100 mg, Pronalgesik supp 100 mg,
i. Respirasi : Pernapasan spontan dan terpasang O2 2 lpm, N2O 2 lpm,
isofluran 2.
j. Cairan durante operasi : RL 1000 cc
k. Pemantauan tekanan darah dan HR : terlampir
l. Selesai operasi : pukul 12. 55 WIB
5. Post Operatif
10
11. a. Operasi berakhir pukul 12:55 WIB.
Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan (Recovery Room) dengan terpasangnya guedel dan tamponade pada kedua
hidung, pasien segera diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O2 2 lt/menit melalui
guedel, melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi hingga pasien sadar penuh.
b. Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal :
• Keadaan umum : tampak sakit sedang
• Kesadaran : somnolen
• TD : 118/76 mmHg
• Nadi : 77x/menit
• Respirasi : 16x/menit dengan guedel dan selang oksigen
• Saturasi oksigen : 99%
c. Pemeriksaan fisik:
• Warna kulit kemerahan, airway paten, nafas spontan, akral hangat dan CRT <2
detik
• Skor Aldrete untuk menilai pemulihan anestesia: >8 sudah pulih dari anestesia
dan dapat dipindahkan ke ruangan
• Pasien diobservasi di ruangan recovery dengan keadaan stabil sehingga tidak
perlu dimasukkan keruang ICU, tidak terdapat syok dan peningkatan tekanan
darah terkontrol. Skala pulih anestesia 10 di ruang recovery.
GERAKAN SKOR
Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 2
Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 1
Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 0
PERNAPASAN
Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2
Bernapas berat atau dispnu 1
Apnu atau napas dibantu 0
11
12. TEKANAN DARAH SKOR
Sama dengan nilai awal + 20% 2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
KESADARAN SKOR
Sadar penuh 2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan 0
WARNA KULIT SKOR
Merah 2
Pucat , ikterus, dan lain-lain 1
Sianosis 0
*Nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari
5 pindahkan ke ICU
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengelolaan anestesia pada kasus ini adalah dengan menggunakan anestesia umum
menggunakan teknik anestesia secara induksi intravena dan rumatan inhalasi dengan teknik
SCCS (semi closed circuit system) yaitu teknik anestesi inhalasi menggunaka sistem sirkuit
lingkar dan CO2 absorbent dimana pasien akan mengalami rebreathing. Sistem sirkuit sendiri
diartikan sebgai sistem penghantar gas melalui suatu alat penghantar gas anestesi dan oksigen
dari alat ke saluran nafas pasien tapi juga dapat membuang gas CO2 dengan mendorongnya
melalu gas segar ataupun melalui pengisapan oleh kapur soda. Untuk semi closed merupakan
teknih sirkuit sistem dengan cara insuflasi yang diartikan sebagai penghembusan gas anestesi
12
13. melalu sungkup muka tanpa menyentuh wajah pasien, setelah pasien mengalami anestesia baru
sungkup muka diletakkan di wajah pasien kemudian dilakukan sistem sirkuit melalui flowmeter
guna mengalirkan gas segar (N2O dan O2) melalui vaporizer ( alat guna keluarkan anestesi
inhalasi ) untuk dapat mendorong gas CO2 pada semi closed ini diperlukan gas segar sebanyak
8-10 lt/menit. Sistem semi closed ini sering digunakan dan dengan penghisapan kembali.
Kekurangannya gas anestesi dapat terpakai banyak jika alirannya mencapai high flow serta dapat
mencemari udara di ruang operasi. Pertahanan jalan nafas menggunakan endotrakeal tube yaitu
dengan ETT non kinking ukuran 27 G dimasukan melalui laringoskopi kedalam trakea dan
menyambungkannya kembali dengan sistem sirkuit anestesi .
Induksi intravena menggunakan safol (propofol ) sebagai anestesi intravena serta dilakukan
intubasi melalui endotrakeal tube. Obat rumatan inhalasi menggunakan isofluran 2% diinduksi
secara semi close sirkuit sistem . Fentanyl digunakan sebagai analgetik intravena yang cukup
untuk pasien hypnosis. Tramadol sebagai analgetik.
Safol Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean. Obat ini dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml =
10 mg).
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol
diperkirakan berkisar antara 2-24 jam. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 –
13
14. 45 detik ). Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
Farmakodinamik
• Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik.
• Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali
disertai dengan peningkatan denyut nadi.
• Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan henti nafas dosis berlebihan.
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2- 2.5 mg/kg IV.
b) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
c) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan
yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk
mencegah kontaminasi dari bakteri.
14
15. Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul
akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidocain (0,5 mg/kg). Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada
pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia.
Fentanyl
Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain.
Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek
sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia.
Dosis
Fentanyl
KEMASAN = Inj. 50 µg/ml.
DOSIS = Analgesik 1 – 3 µg/kgBB.
FARMAKOKINETIK = i.v onset : dalam 30 detik. Duration : 30 – 60 menit.
Farmakodinamik
• Efek pada sistem kardiovaskuler
15
16. System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus
otot pembuluh darah .
• Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan
jumlah volume tidal yang menurun.
Tramadol
Analgetik sentral yang bekerja pada reseptor mu dan kelemahannya 10-20% dibandingkan
morfin. Diberikan secara iv, im dan oral dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang tiap 4-6 jam.
Dosis maksimal 400 mg per hari.
Cairan yang diberikan
Cairan tubuh manusia
Distribusi normal
16
17. 1. O2, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru dan saluran cerna, dimana mereka
menjadi bagian cairan intravaskuler dan kemudian dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem
sirkulasi.
2. Cairan intravaskuler dan zat-zat yang terlarut didalamnya secara cepat akan saling bertukar
dengan cairan interstisial melalui membrane kapiler yang semipermeabel.
3. Cairan interstisial dan zat-zat yang terlarut didalamnya saling bertukar dengan cairan
intraseluler melalui membran yang permeabel selektif
Berdasarkan hukum Starling bahwa kecepatan dan arah pertukaran cairan diantara kapiler dan cairan
interstisial ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid dari kedua cairan. Pada
ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan
osmotik koloid (menahan cairan tetap didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari bagian
intravaskuler ke interstisial. Pada ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari ruang interstisial ke
ruang intravaskuler karena tekanan osmotik koloid melebihi tekanan hidrostatik. Proses ini
melepaskan oksigen dan zat gizi kepada sel, mengangkut karbondioksida dan produk-produk sisa.
Ringer laktat
RL merupakan kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati, seperti garam natrium)
cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah
besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok
hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam larutan RL
akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki
keadaan seperti asidosis metabolik. Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila
akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk
mencegah terjadinya ketosis.
Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+
(130 mEq/L), Cl-
(109 mEq/L), Ca+
(3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya
sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000 ml.
17
19. 1. Anestesi umum perlu diperhatikan TRIAS ANESTESIA meliputi hypnosis, analgetik,
dan relaksassi otot yang baik.
2. Dalam anestesia perlu diberikan obat-obatan premedikasi guna memkperlancar induksi
dari anestesia perhatikan pula pada pemberian anestesi inhalasi dan maneuver triple
airway yang adekuat.
3. Perlu diperhatikan dosis dan penggunaan obat-obatan anestesia karena pada penggunaan
berlebihan, obat-obat anesetesia yang umumnya dapat menekan saraf simpatis sehingga
menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga menjadi hipotensi, perfusi jaringan berkurang
dan hipoksia karena kurangnya tekanan darah serta bronkokontriksi dan menyebabkan
depresi pernafasan.
4. Pentingnya pemberian cairan basal baik rutin dan rumatan guna pertahankan
hemodinamik. Tidak terlalu berlebihan karena dapat memperberat kerja ginjal dan tidak
terlalu kekurangan karena akan mengakibatkan tubuh kekurangan cairan guna
mempertahankan kerja saraf dan otot serta pertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
19
20. DAFTAR PUSTAKA
1. Sais A. LAtif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi ke 2, Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UI, Jakarta:2002
2. http://laksanadosis.blogspot.com/2009/04/obat-analgetik.html
3. http://www.scribd.com/doc/31436833/Anestesi-Pada-Pasien-Hipertensi
4. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-Umum
5. http://laksanadosis.blogspot.com/2009/04/obat-analgetik.html
6. Kapita Selekta kedokteran jilid II FKUI, Media Aesculapius:2000
7. B. Boultan Thomas& Collin E Bloog. Anestesiologi edisi 10. EGC:1994
8. http://www.pssplab.com/journal/01.pdf
20