PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
ANALISIS PENGARUH
1. ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, KEBERSIHAN DAN
KENYAMANAN DI PASAR TRADISIONAL TERHADAP
PERPINDAHAN BERBELANJA DARI PASAR TRADISIONAL KE
PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG
Syaeful Amri
Dra. Yoestini, M.Si
ABSTRACT
This research is motivated by the emergence of the phenomenon of the
emergence of increasing competition caused the existence of traditional markets
as more and more marginalized, in line with the proliferation of malls,
hypermarket and minimarket. A research conducted by the Foundation Research
Institute in 2010, stating the cause of declining business in traditional markets
among the following: a lack of buyers is 67.2%, increasing competition by other
merchants 44.8%, increasing competition by supermarkets 41.8%, the higher
price 37.7% , increasing competition by minimarket 20.9%, market conditions
getting worse 13.8% and others.
The purpose of this research was to determine the effect of product
quality, cleanliness and convenience to switching shop from the traditional
markets to modern markets. Respondents in this study were consumers of mothers
and women who ever shopped at traditional markets and ever shopped in a
modern market in the city of Semarang and the number of samples of 100
respondents determined using the method of Accidental Sampling. The analytical
method used are quantitative and qualitative analysis. Data that has met the test
of validity, the reliability test, and the test of classical assumptions processed to
generate the regression equation as follows:
Y = 0.368 X1 + 0.148 X2 + 0.270 X3
In which the variable of Displacement Shop (Y), Quality Products (X1),
cleanliness (X2), and Comfort (X3). Through the F test can be known that the
variable of product quality, cleanliness, and comfort appropriate to examine the
variable of displacement shop. Number of Adjusted R Square of 0.425 indicates
that 42.5% of the variation displecement shop can be explained by the three of
independent variables in the regression equation. While the remaining 57.5% is
explained by other variables over the three variables used in this research.
Keywords: Displacement Shop, Product Quality, Cleanliness, and Comfort
2. PENDAHULUAN
Persaingan yang semakin ketat di mana semakin banyak produsen yang
terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan
setiap pengusaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai
tujuan utama (Tjiptono, 2000:24). Semakin banyaknya produsen yang
menawarkan produk dan jasa, maka konsumen memiliki pilihan yang semakin
banyak untuk menentukan jadi tidaknya pembelian.
Industri retail merupakan industri ke dua terbesar di Indonesia yang
mampu menyerap tenaga kerja setelah industri pertanian. Dalam industri manapun
pasti akan ditemukan persaingan didalamnya, tidak terkecuali industri retail di
indonesia (Maushufi, 2009). Persaingan industri retail membelah industri ini
menjadi dua blok besar; yang pertama blok retail tradisional yang secara langsung
diwakili oleh pedagang pasar tradisional serta warung-warung kecil di pinggir
jalan dan yang ke dua adalah blok retail modern yang diwakili oleh Indomart,
Alfamart, ADA, Matahari, Carrefour dan lain sebagainya.
Jumlah pedagang di pasar tradisional Kota Semarang mengalami
penurunan. Data rekap jumlah penurunan pedagang di pasar tradisional Kota
Semarang dari tahun 2007-2011 sebagai berikut:
Tabel 1.2
Rekap Data Jumlah Pedagang Pasar Kota Semarang Tahun 2007 - 2011
3. Data tersebut menggambarkan bahwa jumlah pedagang pasar
tradisional di Kota Semarang dari tahun 2007-2011 mengalami penurunan.
Angka penurunan terbanyak dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu 22.261
menjadi 21.424 atau menurun sebesar 837 jumlah pedagang.
Sektor perdagangan salah satunya berasal dari pedagang pasar
tradisional, dimana menyumbangkan peran hingga 60% terhadap pendapatan
sektor perdagangan (BPS kota Semarang). Berikut data peran pedagang
tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan:
Gambar 1.1
Peran Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pendapatan
Sektor Perdagangan
Sumber: BPS Kota Semarang
Pada gambar diatas, dari tahun 2010 ke tahun 2011 peran pedagang
pasar tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan menurun dari 57%
menjadi 49% atau menurun sebesar 8%.
4. Menurut Rusdianto Kepala Seksi IPDS (Itegrasi Pengolahan dan
Diseminasi Statistik) BPS Kota Semarang mengatakan menurunnya peran
pedagang tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan di sebabkan
adanya penurunan omzet rata-rata pedagang di pasar tradisional, sehingga
penurunan jumlah pembeli di pasar tradisional dapat diketahui dengan
pendekatan menurunnya omzet yang dihasilkan rata-rata pedagang pasar
tradisional.
Berdasarkan latar belakang diatas terlihat adanya suatu masalah yaitu
berkurangnya atau terjadinya penurunan jumlah pembeli yang dapat dilihat
dari pendekatan data menurunnya omzet rata-rata pedagang di pasar
tradisional di Kota Semarang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengaruh kualitas produk di pasar tradisional terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang?
2. Apa pengaruh kebersihan di pasar tradisional terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang?
3. Apa pengaruh kenyamanan di pasar tradisional terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang?
TELAAH TEORI
Perpindahan Belanja Konsumen
Menurut Limanjaya dan Wijaya pada Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.
1, No. 2, Oktober 2006: 53-64, tingkat perpindahan belanja konsumen dibagi
menjadi 3 yaitu:
5. a. Pindah
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) pindah adalah : beralih atau
bertukar tempat. Dalam hal ini pindah mempunyai pengertian bahwa konsumen
beralih ke Pasar Modern dan jarang sekali berbelanja di pasar tradisional.
b. Coba-coba (trial)
Coba-coba (trial) menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) adalah
berbuat sesuatu untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Dalam hal ini coba-coba
(trial) mempunyai pengertian bahwa konsumen hanya coba-coba berbelanja di
pasar modern, namun tetap secara rutin konsumen tersebut berbelanja di pasar
tradisional.
c. Cari alternative (switching)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) cari alternatif (switching)
mempunyai pengertian bahwa konsumen tersebut kadang-kadang berbelanja di
pasar modern dan kadang-kadang juga berbelanja di pasar tradisional. Jadi
perilaku belanja konsumen antara berbelanja dipasar tradisional dan belanja di
pasar modern adalah 50%-50%.
Menurut Limanjaya dan Wijaya dalam Chotimah (2010) terdapat tiga jenis
proses pemilihan tempat belanja konsumen dintaranya:
1. Memecahkan masalah secara luas (extended problem solving) adalah
suatu proses pengambilan keputusan dalam memilih tempat belanja
dimana pelanggan memerlukan usaha dan waktu yang cukup besar
untuk meneliti dan menganalisis berbagai alternatif. Pelanggan terlibat
dalam pemecahanan masalah yang luas ketika sedang membuat suatu
keputusan belanja untuk mencukupi suatu kebutuhan yang penting,
atau ketika mereka hanya mempunyai sedikit pengetahuan tentang
produk atau jasa tersebut. Ritel mempengaruhi pelanggan yang terlibat
dengan pemecahan masalah yang luas dengan menyediakan informasi
yang diperlukan dengan menyampaikan informasi tentang barang dan
jasa pada pelanggan dengan cara-cara yang mudah dipahami serta
6. sekaligus meyakinkan pelanggan dengan menawarkan jaminan uang
kembali. Contoh, ritel memberikan informasi tentang produk dan jasa
pada pelanggan dengan menyediakan brosur yang menggambarkan
barang dagangan beserta spesifikasinya.
2. Pemecahan masalah secara terbatas (limited problem solving) adalah
proses pengambilan keputusan dalam memilih tempat belanja yang
melibatkan upaya dan waktu yang tidak terlalu besar. Dalam situasi
ini, pelanggan cenderung lebih mengandalkan pengetahuan pribadi
dibanding dengan informasi ekternal. Pelanggan umumnya memilih
suatu ritel dan barang dagangan yang dibeli berdasarkan pengalaman
masa lalu. Pelanggan mendapatkan pengalaman situasional ketika
berbelanja pada ritel atau toko tertentu, maupun pengalaman dalam
pemilihan dan pembelian barang dagangan sesuai kebutuhan.
3. Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaaan (habitual decision
making) adalah proses keputusan dalam memilih tempat belanja yang
melibatkan sedikit sekali usaha dan waktu. Pelangan masa kini
mempunyai banyak tuntutan atas waktu mereka. Salah satu cara untuk
mengurangi tekanan waktu itu adalah dengan menyederhanakan proses
pengambilan keputusannya. Kesetiaan pada merek dan kesetiaan toko
adalah contoh pengambilan keputusan berdasarkan kebiasaan.
Penelitian ini berpedoman pada variabel perpindahan merek dari
penelitian-penelitian terdahulu, dimana konsep dari konsumen yang berpindah
tempat belanja berlandaskankan pada konsep konsumen yang berpindah merek.
Beberapa Penelitian telah mengidentifikasi beragam faktor yang mempengaruhi
perpindahan merek. Beberapa di antaranya adalah faktor-faktor pengaruh yang
dibahas dalam penelitian ini, antara lain: kualitas produk (Rosmelinda. 2010 dan
Oktariko. 2011), Kebersihan (Fonistya. 2009), dan Kenyamanan (Fonistya. 2009
dan Riyanto. 2010)
7. Kualitas Produk
Didalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus
memiliki kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan. Agar
suatu usaha atau perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan,
terutama persaingan dari segi kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan
kualitas produk atau jasanya. Karena peningkatan kualitas produk dapat membuat
konsumen merasa puas terhadap produk atau jasa yang mereka beli, dan akan
mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian ulang.
Menurut Stanton (2004:222) produk itu sendiri adalah sekumpulan atribut
yang nyata (tengible) dan tidak nyata (intengible) di dalamnya tercakup warna,
harga, kemasan, dan prestise lainnya yang terkandung dalam produk, yang
diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya.
Sedangkan definisi produk menurut Kotler & Amstrong (2006:346) adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pangsa agar menarik perhatian,
penggunaan maupun konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau memenuhi
kebutuhan konsumen.
Garvin (1987) telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas
produk yang bisa dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability,
conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality
merupakan kedelapan dimensi tersebut.
1. Dimensi performence atau kinerja produk
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk.
Ini manfaat atau khasiat utama produk yang dibeli. Biasanya ini menjadi
pertimbangan pertama dalam membeli produk.
2. Dimensi reliability atau keterandalan produk
Dimensi kedua adalah keterandalan, yaitu peluang suatu produk dari
kegagalan saat menjalankan fungsinya.
3. Dimensi feature atau fitur produk
8. Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan
yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau
option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur
seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk
kalau pesaing tidak memiliki.
4. Dimensi durability atau daya tahan
Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian
suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama
daya tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan
lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti.
5. Dimensi conformance atau kesesuaian
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar
yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh
produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai
dengan standarnya.
6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas
dasar kemampuan diperbaiki : mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang
mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang
tidak atau sulit diperbaiki.
7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk
Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang
membuat konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desai
produk atau kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya
supaya lebih cantik dimata konsumen.
8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan
Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut
penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang
9. bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding
merek-merek yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu
berupaya membangun mereknya sehingga memiliki brand equity yang
tinggi. Tentu saja ini tidak dapa dibangun semalam karena menyangkut
banyak aspek termasuk dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan
sebagainya.
Persepsi konsumen terhadap kualitas produk, dapat dipengaruhi oleh harga
produk. Konsumen memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk
maka semakin tinggi pula kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat
mempunyai persepsi seperti itu ketika tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari
kualitas produk, selain harga produk. Namun sebenarnya persepsi kualitas suatu
produk dapat dipengaruhi pula oleh reputasi toko, iklan dan variabel-variabel lain.
Mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. definisi
mutu yang berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Dapat dikatakan bahwa penjualan telah
menghasilkan mutu bila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau
lebih melebihi harapan pelanggan (Kotler, 2007:180).
Kotler dan Amstrong (2006) berpendapat bahwa kualitas dan peningkatan
produk merupakan bagian yang penting dalam strategi pemasaran. Meskipun
demikian, hanya memfokuskan diri pada produk perusahaan akan membuat
perusahaan kurang memperhatikan faktor lainnya dalam pemasaran. Pengertian
produk konsumen adalah produk dan jasa yang dibeli oleh konsumen dangan
tujuan untuk konsumsi pribadi. Menurut Tjiptono (2000:99-100) pemasar
biasanya mengglongkan produk dan jasa ini berdasarkan cara konsumen
membelinya, sebagai berikut:
a. Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product)
Produk kebutuhan sehari-hari biasanya murah harganya dan terdapat
dibanyak tempat agar produk itu tersedia ketika pelanggan memerlukan.
10. b. Produk belanja (Shopping product)
Ketika membeli produk dan jasa, konsumen menghabiskan lebih banyak
waktu dan tenaga dalam mengumpulkan informasi dan membuat
perbandingan.
c. Produk khusus (specialty product)
Merupakan produk dan jasa konsumen dangan karakteristik unik dimana
sekelompok pembeli bersedia melakukan usaha pembelian khusus.
d. Produk yang tidak dicari (unsought product)
Merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal oleh konsumen,
atau produk yang mungkin sudah dikenal konsumen namun konsumen
tidak berfikir untuk membelinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktariko (2011) mengenai pengaruh
kualitas produk terhadap keputusan berpindah merek pada konsumen pembalut
wanita Kotex di Semarang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan
signifikan dari kualitas produk terhadap perpindahan merek.
Sama halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Rosmelinda 2010 mengungkapkan bahwa kualitas produk berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan perpindahan merek sabun mandi cair Lifebuoy.
Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Kualitas produk berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja
dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
Kebersihan
Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya,
debu, sampah (Wikipedia). Dalam menentukan kepuasan pelanggan khususnya
mengenai tempat, faktor kebersihan juga memiliki pengaruh yang sangat besar
11. sekali karena pelanggan dimanapun juga memiliki keinginan yang sama dimana
dalam mendapatkan kebutuhan khususnya makanan, tempatnya harus benar-benar
bersih, sehat dan terbebas dari kuman penyakit (Yuliarsih, 2002).
Dalam Peraturan Perundang-undang Nomor 11 Tahun 1963 tentang
kebersihan untuk usaha-usaha umum disebutkan sebagai berikut:
1. Kebersihan adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan.
2. Usaha usaha bagi umum adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh badan-
badan pemerintah, swasta maupun perseorangan yang menghasilkan
sesuatu untuk atau yang langsung dapat dipergunakan oleh umum.
Menurut Yuliarsih (2002) secara umum kata sanitasi mengandung dua
pengertian, yaitu:
a. Usaha pencegahan penyakit.
b. Kesehatan lingkungan hidup.
Warung atau tempat jualan dalam menjalankan usahanya harus memenuhi
syarat higienitas. Menurut Yuliarsih (2002) persyaratan higienitas yang harus
dipenuhi berdasarkan indikator dari kebersihan antara lain:
1. Memiliki lokasi atau tempat yang bersih.
2. Memiliki fasilitas sanitasi atau kebersihan yang baik.
3. Menyimpan dan menyajikan makanan yang terjaga kebersihannya.
4. Memiliki standar pengolahan yang tinggi.
Kebersihan mempunyai pengaruh positif terhadap perpindahan konsumen
dalam menentukan tempat pembelian atau tempat berbelanja (Yuliarsih, 2002).
Hal serupa dinyatakan oleh Riyanto (2010) bahwa kebersihan dapat
mempengaruhi konsumen menentukan keputusan perpindahan merek dalam
memperoleh barang atau jasa yang diinginkan
Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian
12. yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Kebersihan berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja dari
pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang
Kenyamanan
Kenyamanan atau nyaman adalah suatu keadaan segar, sehat, sedap, sejuk
dan enak (Wikipedia). Kenyamanan lingkungan adalah suatu keadaan yang
membuat seseorang terlindung dari ancaman psikologis. Perubahan kenyamanan
lingkungan akan menyebabkan perasaan yang tidak nyaman dan berespon
terhadap stimulus yang berbahaya (Carpenito 1998).
Kondisi nyaman menunjukkan keadaan yang bervariasi untuk setiap
individu, sehingga kenyamanan bersifat subjektif dan berhubungan dengan
keadaan tingkat aktivitas, pakaian, suhu udara, kecepatan angin, rata-rata suhu
pancaran radiasi, dan kelembaban udara. Hero (1978) menyatakan bahwa manusia
akan merasa nyaman pada suhu lingkungan 20°C sampai 25°C, pada suhu tubuh
37°C, dalam keadaan normal.
Dalam Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa unsur-unsur iklim
memiliki peran yang penting dalam menentukan kenyamanan suatu
wilayah/kawasan. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan yakni
suhu udara, sehingga semakin tinggi suhu udara maupun semakin rendah suhu
udara akan mengurangi kenyamanan.
Kenyamanan didalam tempat berbelanja akan senantiasa diaharapkan
konsumen dalam memperoleh barang yang diinginkannya. Mulai dari
kenyamanan tempat perbelanjaan, keamanan, suasana dan juga keramahan
penjual.
Menurut Carpenito (1998) dalam bukunya, kenyamanan suatu tempat akan
mempengaruhi konsumen dalam menentukan tempat pembelian suatu barang.
13. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kenyamanan mempunyai pengaruh
positif terhadap keputusan pemilihan tempat pembelian.
Penelitian dari Fonistya (2009), dan Riyanto (2010) mengatakan bahwa
kenyamanan dapat berpengaruh positif terhadap penentuan tempat dimana
konsumen akan mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya sehingga
mampu mempengaruhi keputusan perpindahan merek.
Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis
sebagai berikut:
H3: Kenyamanan berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja dari
pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Perpindahan Berbelanja dari
Pasar Tradisional ke Pasar Modern di Kota Semarang (Y). Variabel independen
(pengaruh) adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain.
(Marzuki, 2005). Variabel independen pada penelitian ini adalah:
1. Kualitas produk (X1)
2. Kebersihan (X2)
3. Kenyamanan (X3)
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi
Populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang
kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Populasi
14. dalam penelitian ini adalah ibu-ibu atau pemudi yang pernah berbelanja di pasar
tradisional dan juga pernah berbelanja di pasar modern di Kota Semarang yang
bertempat tinggal di Kota Semarang selama kurun waktu penelitian. Populasi
dalam penelitian ini merupakan populasi yang tak terhingga, karena jumlah
konsumen yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan pernah berbelanja di
pasar modern di Kota Semarang tidak dapat diketahui secara jelas atau pasti
Sampel
Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota populasi.
Subset ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin meneliti seluruh
anggota populasi, oleh karena itu ada pembatasan untuk membentuk sebuah
perwakilan populasi yang di sebut sampel. (Ferdinand, 2006: 223). Dengan
mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik kesimpulan yang dapat
digeneralisasikan terhadap populasi penelitian.
Pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen
secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman
tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat mudah dalam
menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen populasi.
(Sekaran, 2006).
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
Rao Purba (1996) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pembulatan = 100
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
15. Z = Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam penelitian (95% =
1,96)
moe = Margin of error max (kesalahan maksimum yang bisa ditolerir
sebesar 10%)
Menurut hasil perhitungan di atas, sampel yang dapat diambil adalah 96
orang, akan tetapi pada prinsipnya tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan
persentase yang dianggap tetap dalam menentukan sampel (Purba, 1996). Maka
dalam hal ini peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang responden yang
cukup mewakili untuk diteliti.
Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi yang tak terhingga,
karena jumlah konsumen yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan yang
berpindah ke pasar modern di Kota Semarang tidak dapat diketahui secara jelas
atau pasti, sehingga jenis pendekatan untuk menentukan sampel dengan
menggunakan Non-Propability Sampling. Dalam Non-Propability Sampling
terdapat banyak jenis yang dapat digunakan, karena keterbatasan waktu dan biaya,
teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tektik Accidental
Sampling. Accidental Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan
memilih siapa yang kebetulan ada atau dijumpai (Amirin, 2011).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Jenis Pasar Menurut Cara Transaksinya
Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional
dan pasar modern.
Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para
penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secar langsung. Barang-
barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang kebutuhan
pokok. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta
16. ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya
ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los
dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar
(Wikipedia).
Pada pasar tradisional, kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti
bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain,
pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual
kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di
Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan
pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" di
kota semarang diantaranya: Pasar Johar, Pasar Peterongan, Pasar Jerakah, Pasar
Bulu, Pasar Mangkang , Pasar Gayamsari dan lain sebagainya.
Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang
diperjualbelikan dengan harga pas dan dengan layanan sendiri. Pasar modern tidak
banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli
tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang
tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya
dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-
barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran,
daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat
bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermarket, pasar swalayan
(supermarket), dan minimarket.
Pasar modern di Semarang antara lain:
Ciputra Mall yang terletak di kawasan Simpang Lima
Matahari Simpang Lima Plaza di kawasan Simpang Lima
Java Supermall di kawasan Jomblang, Jalan MT. Haryono dengan
Hypermart dan Matahari sebagai anchor tenant.
17. Sri Ratu Dept. Store di Jalan Pemuda dan kawasan Peterongan, Jalan MT.
Haryono.
Ramayana Dept. Store di kawasan Simpang Lima. (tutup Januari
2010),sekarang di gunakan oleh Ace Hardware.
ADA Dept. Store Siliwangi, Majapahit, Setiabudi dan Fatmawati.
Duta Pertiwi Mall dengan Carrefour-nya yang terletak di Jalan Pemuda.
Paragon City Mall dengan hotel di atasnya, berbentuk kapal, dan mal
terbesar di Semarang yang terletak di jalan Pemuda
Central City di jalan majapahit
Carefour Srondol
Analisis Data
Uji Validitas
Dalam penelitian ini, validitas dari indikator dianalisis menggunakan df
(degree of freedom) dengan rumus df = n-k, dimana n = jumlah sampel, k =
jumlah variabel independen. Jadi df yang digunakan adalah 100-4 = 96 dengan
alpha sebesar 5% maka menghasilkan r tabel (uji dua sisi) sebesar 0,198. Jika r
hitung (untuk tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected Item–Total
Correlation) lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka butir pertanyaan
dikatakan valid (Ghozali, 2001). Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam tabel
4.11 di bawah ini:
18. Tabel 4.11
Hasil Pengujian Validitas
Variabel/ Item r-hitung r-tabel Keterangan
Kualitas Produk (X1)
q1 0,619 0,198 Valid
q2 0,700 0,198 Valid
q3 0.750 0,198 Valid
Kebersihan (X2)
q4 0,726 0,198 Valid
q5 0,652 0,198 Valid
q6 0,640 0,198 Valid
Kenyamanan (X3)
q7 0,686 0,198 Valid
q8 0,675 0,198 Valid
q9 0,678 0,198 Valid
q10 0,647 0,198 Valid
Perpindahan Berbelanja (Y)
q11 0,733 0,198 Valid
q12 0,545 0,198 Valid
q13 0,739 0,198 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa semua item yang
diindikatorkan tersebut dinyatakan valid karena nilai r hitung (Corrected Item–
Total Correlation) lebih besar dari nilai r tabel, yaitu > 0,189.
Uji Reliabilitas
Suatu kuesionar dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,
19. 2006). Uji reliabilitas adalah tingkat kestabilan suatu alat pengukur dalam
mengukur suatu gejala/ kejadian. Output ini sebagai hasil dari analisis reliabilitas
dengan teknik Cronbach Alpha. Diketahui nilai Cronbach Alpha adalah 0,598.
Menurut Sekaran (1992), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik,
sedangkan 0,7 dapat diterima, dan diatas 0,8 adalah baik. Karena nilai lebih dari
0,8, maka hasilnya baik dan reliabel.
Adapun hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
4.12 sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil ringkasan Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of
Items
0.89 13
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa mempunyai koefisien
Alpha yang cukup besar yaitu di atas 0,8 sehingga dapat dikatakan semua konsep
pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel. Dengan
demikian item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak
digunakan sebagai alat ukur.
Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan independennya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Uji normalitas menghasilkan grafik normal probability plot yang tampat pada
gambar 4.1 berikut:
20. Gambar 4.1
Uji Normalitas
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa grafik normal probability plot of
regresion standardized menunjukkan pola grafik yang normal. Hal ini terlihat dari
titik-titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti
garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai
karena memenuhi asumsi normalitas.
Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk membuktikan atau menguji ada
tidaknya hunbungan yang linier antara variabel independen satu dengan variabel
independen lainnya (Sudarmanto, 2005). Salah satu metode untuk mendiaknosa
adanya multikolinearity adalah dengan menggunakan nilai tolerance dan
21. lawannya variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VOF =
1/ Tolerance. Nilai cut off yang dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolinearitas adalah nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama dengan nilai
VIF lebih dari 10 (Ghozali, 2005).
Berdasarkan hasil pengujian multikoliniaritas pada tabel 4.13 diketahui
bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data bebas dari masalah multikolinearitas.
Berikut adalah tabel hasil multikolinearitas dengan perhitungan statistik dengan
menggunakan SPSS:
Tabel 4.13
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Kualitas
Produk
0.715 1.398
Kebersihan 0.457 2.186
Kenyamanan 0.437 2.287
a. Dependent Variable: Perpindahan
Berbelanja
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
22. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006) pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot
antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED,
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y
prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Kriteria yang digunakan
adalah jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak ada pola
yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.2
Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
23. Berdasarkan garafik scatterplots pada gambar 4.2 terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada
sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada
model regresi.
Hasil Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda yang telah dilakukan diperoleh
koefisien regresi, nilai t hitung dan tingkat signifikansi sebagaimana
pada tabel 4.14 sebagai berikut:
4.14
Hasil Analisis Regresi Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.693 3.283 0.516 0.607
Kualitas
Produk
0.348 0.085 0.368 4.084 0
Kebersihan 0.233 0.177 0.148 1.315 0.192
Kenyamanan 0.239 0.102 0.270 2.347 0.021
a. Dependent Variable: Perpindahan Berbelanja
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Dari hasil tersebut apabila ditulis persamaan regersi dalam bentuk
standardized coefficiet sebagai berikut:
24. Y = 0,368 X1 + 0,148 X2 + 0,270 X3
Keterangan:
Y : Perpindahan Berbelanja
X1 : Kualitas Produk
X2 : Kebersihan
X3 : Kenyamanan
Persamaan regresi berganda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel Kualitas Produk (X1) mempunyai pengaruh yang positif
terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,368.
2. Variabel Kebersihan (X2) mempunyai pengaruh yang positif
terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,148
3. Variabel Kenyamanan (X3) mempunyai pengaruh yang positif
terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,270
Pengujian Hipotesis
Uji F
Uji F digunakan untuk melakukan pengujian variabel bebas secara
bersama- sama terhadap variabel terikatnya. Berikut adalah tabel hasil uji F
dengan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS (Statistikal Package for
Social Science).
25. Tabel 4.15
Hasil Uji F
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 948.001 3 316.000 25.391 .000a
Residual 1194.749 96 12.445
Total 2142.750 99
a. Predictors: (Constant), Kenyamanan, Kualitas Produk, Kebersihan
b. Dependent Variable: Perpindahan Berbelanja
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada tabel 4.15 didapatkan Fhitung sebesar
25.391 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena F hitung > F tabel yaitu lebih
besar dari 2,698 dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi keputusan perpindahan berbelanja (Y) atau
dikatakan bahwa variabel X1, X2, dan X3 secara bersama-sama berpengaruh secara
nyata terhadap variabel Y.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2
) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah nol dan satu (Ghozali, 2001). Nilai koefisien determinasi dapat
dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini:
26. Tabel 4.16
Hasil Uji Determinasi
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai adjusted R Square adalah sebesar
0,425. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan seluruh variabel
independen untuk menjelaskan variasi pada variabel dependen adalah sebesar
42,5% dan selebihnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam
model regresi yang diperoleh.
Uji t
Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengeruh variabel bebas
(kualitas produk, kebersihan dan kenyamanan) secara parsial atau individual
menerangkan variabel terikat (Perpindahan berbelanja).
Tabel 4.17
Hasil Uji t
Model t Sig.
Kualitas Produk 4.084 0.000
Kebersihan 1.315 0.192
Kenyamanan 2.347 0.021
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
27. Hasil analisis uji t adalah sebagai berikut:
1. Nilai t hitung pada variabel kualitas produk (X1) adalah sebesar 4,084
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena t hitung > t tabel yaitu 4,084 >
1,985 dan 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan: variabel kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern.
2. Nilai t hitung pada variabel kebersihan (X2) adalah sebesar 1,315 dengan
tingkat signifikansi 0,192. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,135 < 1,985
dan 0,192 > 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan: variabel kebersihan brpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern.
3. Nilai t hitung pada variabel kenyamanan (X3) adalah sebesar 2,347 dengan
tingkat signifikansi 0,021. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,347 > 1,985
dan 0,021 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan: variabel kenyamanan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern.
Pembahasan
Berdasarkan analisis data pada analisis regresi berganda dan uji hipotesis,
maka dapat diketahui bahwa:
1. Pernyataan hipotesis pertama (H1) dapat diterima, maka kualitas
produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. Kondisi tersebut
dapat dilihat dari koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,368
serta signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Jika konsumen
membeli suatu produk dan ternyata kualitas produk tersebut rendah
maka akan menyebabkan berpindahnya berbelanja dari pasar
tradisional ke pasar modern karena konsumen tidak puas terhadap
kualitas produk tersebut.
28. 2. Pernyataan hipotesis kedua (H2) dapat diterima, maka kebersihan
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. Meskipun dari
koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,148 namun dari uji t
menghasilkan t hitung < t tabel yaitu 1,135 < 1,985 dan signifikansi
sebesar 0,192 (lebih dari 0,05). Konsumen yang berbelanja di pasar
tradisional tetap merasakan asyik dalam berbelanja meskipun dalam
keadaan yang kurang bersih, karena konsumen sudah memaklumi akan
keadaan tersebut dan sudah dianggap keadaan biasa dan wajar. Hal
tersebut tidak memberikan keengganan konsumen untuk tidak
berbelanja di pasar tradisional, sehingga variabel kebersihan tidak
sepenuhnya mendorong konsumen untuk berpindah berbelanja dari
pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
3. Pernyataan hipotesis ketiga (H3) dapat diterima, maka kenyamanan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja
dari pasar tradisional ke pasar modern. Kondisi tersebut dapat dilihat
dari koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,270 serta
signifikansi sebesar 0,021 (kurang dari 0,05). Kenyamanan dalam
berbelanja senantiasa diinginkan konsumen saat berbelanja, karena jika
saat berbelanja keadaan tempat berbelanja kurang aman atau suasana
kurang nyaman akan mengakibatkan konsumen berpindah ke tempat
berbelanja yang lebih memberikan kenyamanan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel kualitas produk memeiliki pengaruh paling besar terhadap
perpindahan berbelanja oleh konsumen diantara variabel bebas lainnya
29. yang diteliti yaitu sebesar 0,368. Kemudian diikuti variabel
kenyamanan sebesar 0,270 dan veriabel kebersihan sebesar 0.148.
2. Hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa variabel kualitas produk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja
dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini
dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Bila dilihat dari segi kualitas
produk, produk di pasar tradisional dikenal banyak ditemukan produk
produk palsu, kadaluwarsa dan kurang higienis dibandingkan produk
di pasar modern. Hal ini berarti kualitas produk yang rendah
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk
melakukan perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar
modern di Kota Semarang.
3. Hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa variabel kebersihan
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,192 yang lebih
besar dari nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Konsumen yang
berbelanja di pasar tradisional tetap merasakan asyik dalam berbelanja
meskipun dalam keadaan yang kurang bersih, karena konsumen sudah
memaklumi akan keadaan tersebut dan sudah dianggap keadaan biasa
dan wajar. Hal tersebut tidak memberikan keengganan konsumen
untuk tidak berbelanja di pasar tradisional, sehingga variabel
kebersihan tidak sepenuhnya mendorong konsumen untuk berpindah
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
4. Hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa variabel kenyamanan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja
dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini
dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,021 yang lebih kecil dari
nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Kenyamanan dalam
30. berbelanja senantiasa diinginkan konsumen saat berbelanja, karena jika
saat berbelanja keadaan tempat berbelanja kurang aman atau suasana
kurang nyaman akan mengakibatkan konsumen berpindah ke tempat
berbelanja yang lebih memberikan kenyamanan. Maraknya
penjambretan dan pencopetan di pasar tradisional menyebabkan
konsumen berpresepsi bahwa berbelanja di pasar tradisional kurang
aman. Berbeda dengan pasar modern dengan banyaknya pengawasan,
dari penjaga tokonya, satpam yang selalu berkeliling dan adanya
CCTV, sehingga memberikan rasa lebih aman bagi konsumen saat
berbelanja. Hal ini berarti kenyamanan yang rendah merupakan salah
satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan
perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota
Semarang.
Keterbatasan
Berikut ini ada beberapa katerbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Jumlah responden belum bisa menggambarkan kondisi riil yang
sesungguhnya.
2. Obyek penelitian ini terbatas hanya terhadap ibu-ibu atau pemudi yang
pernah berbelanja di pasar tradisional dan pernah berbelanja di pasar
modern di Kota Semarang.
3. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor selain
kualitas produk, kebersihan dan kenyamanan terhadap perpindahan
berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal
ini dikarenakan variabel-variabel independen di nilai masih kurang untuk
menjelaskan variabel dependen.
31. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, pasar modern dinilai lebih bisa memenuhi
dan melayani konsumen dalam hal kebutuhan konsumen. Sehingga saran yang
dapat deberikan kepada para pedagang dan pengelola di pasar tradisional, dengan
pasar modern yang dipakai sebagai alat pembanding agar pasar tradisional tetap
kompetitif dalam persaingan dan tetap eksis dengan cara sebagai berikut:
1. Variabel kualitas produk
- Untuk lebih meningkatkan kualitas produknya dalam hal
kehigeinitasannya agar dapat bersaing dengan produk-produk yang
berkualitas di pasar modern. Hasil jawaban beberapa responden dari
pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa tingkat
higienitas produk di pasar tradisional sangatlah kurang sehingga
membuat konsumen enggan untuk berbelanja di pasar tradisional.
- Untuk lebih meningkatkan ketelitian dan pengawasan yang ketat dalam
pemilihan barang-barang yang dijual, karena ada sindikat oknum-
oknum yang nakal dengan mengedarkan barang-barang palsu dan
barang-barang kadaluwarsa di pasar tradisional. Hasil jawaban
beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan
mengungkapkan bahwa beberapa konsumen pernah tertipu membeli
produk palsu di pasar tradisional, contohnya produk palsu kosmetik.
2. Variabel kenyamanan
- Untuk lebih meningkatkan kenyamanan bagi konsumen saat berbelanja
khususnya dalam hal keamanan di pasar tradisional. Hasil jawaban
beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan
mengungkapkan bahwa beberapa konsumen pernah menjadi korban
kejahatan penjambretan dan pencopetan bahkan modus kejahatan yang
baru yakni hipnotis ketika berbelanja di pasar tradisional, hal demikian
menyebabkan konsumen berpresepsi bahwa berbelanja di pasar
tradisional kurang aman. Berbeda dengan pasar modern dengan
banyaknya pengawasan, dari penjaga tokonya, satpam yang selalu
32. berkeliling dan adanya CCTV, sehingga memberikan rasa lebih aman
bagi konsumen saat berbelanja.
- Untuk lebih meningkatkan pengelolaan dan penataan pasar yang lebih
baik, khususnya penataan tempat jualan pasar pedagang tradisional
baik kios, los, dataran terbuka, non dataran terbuka maupun pancakan.
Sehingga lebih memberikan kenyamanan konsumen ketika berbelanja
di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan
kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa banyak pedagang
yang membuka lapak tempat jualan dengan tidak tertib, terkadang
memenuhi jalan dan membuat tidak nyaman bagi pembeli di pasar
tradisional.
3. Variabel kebersihan,
- Untuk lebih meningkatkan pengelolaan sampah yang baik sehingga
menghilangkan kesan persepsi neatif dari konsumen tentang
kebersihan di pasar tradisional, sehingga lebih memikat konsumen
untuk berbelanja di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa
responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan
bahwa kebersihan di pasar tradisional harus ditingkatkan, mulai dari
pembenahan saluran pembuangan dan pengelolaan sampah yang baik.
33. DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2003. Statistika Induktif untuk Ekonmi dan Bisnis. Yogyakarta: AMP
YKPN.
Amirin. 2011. Analisis Metode Sampling. Jakarta: Erlangga.
Angel, et al. 2001. Perilaku Konsumen. Edisi Keenam. Jilid 1. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
BPS Kota Semarang.
Brown dan Gillespie. 1995. Microclimatic Landscape Design: Creating Thermal
Comfort and Energy Efficiency. New York: J Wiley.
Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8.
Jakarta: Kedokteran EGC.
Chotimah, Husnul. 2010. Analisis Aksibilitas Konsumen Pada Pasar Tradisiona
dan Pasar Modern (Studi Pada Pasar Tradisional Wonokromo dan
Dtc/Darmo Trade Center Surabaya). Skripsi S1 Jurusan Manajemen
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Cook, David dan Walter, David. 2005. Retail Marketing. New York: Pretice-Hall
Dharmestha, Basu Swastha dan Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran:
Analisa Perilaku Konsumen. Yagyakarta: Liberty.
Dinas Pasar Kota Semarang.
Ferdinand, Augusty Tae. 2006. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman
Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Fonistya, Erix. 2009. Analisis Pengaruh Harga, Kenyamanan, Kebersihan dan
Kualitas Layanan Terhadap Perpindahan Merek Dalam Memilih Jasa
Kereta Api Eksekutif Gajayana. Skripsi S1 Jurusan Manajemen
Universitas Indonesia. Jakarta.
Garvin, D., 1987. Competing on the Eight Dimensions of Quality. Harvard
Business Review, November-December pp. 101-9.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.
Hero, Andrian. 1978. Keseimbangan Termal Tubuh Manusia. Jakarta.
Kompsiana. 2011. Nasib Pasar Tradisional Semakin Muram.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/22/nasib-pasar-tradisional-
semakin-muram/. Jakarta
34. Kotler dan Amstrong . 2006. Dasar-dasar Pemasaran; Jilid dua. Terjemahan.
Jakarta: PT. INDEKS.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta.
Lembaga Penelitian SMERU. 2010. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan
Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Jakarta.
Limanjaya dan Wijaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2, Oktober
2006: 53-64 Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi –
Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR.
Marzuki. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yarma Widya.
Maushufi, Adnan.2009. Persaingan Pasar yang Tidak Rasional. Dalam
http://hmisultanagung.org/index.php?option=com_content&view=article&
id=65:pasar&catid=39:sospulbudek&Itemid=55].
Nielsen, AC. 2007. Pasar Modern Terus Geser Peran Pasar Tradisional. Dalam
http://bandungkab.go.id.php?option=com. Bandung.
Oktariko, Tristiani. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Produk dan Persepsi Harga
Terhadap Keputusan Berpindah Merek Pada Konsumen Pembalut Wanita
Kotex di Semarang. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas
Diponegoro. Semarang.
Parasuraman, A dan Zeithaml, V..1985. Quality Counts in Service, Too. Business
Horizons.
Peraturan Perundang-undang Nomor 11 Tahun 1963 Tentang Kebersihan Untuk
Usaha-Usaha Umum
Perda Kabupaten Semarang. 2009. Peraturan Fasilitas Umum. Semarang.
Rao, Purba 1996, Measuring Consumer Perceptions Through Factor Analysis,
The Asian Manager. February-March, pp.28-32
Riyanto, Fajar. 2010. Analisis Faktor-faktor Pengaruh Perpindahan Merek (Studi
Kasus pada Konsumen Pengguna Jasa Transportasi Bus Trans Jakarta).
Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta.
Rosmelinda, Tantry. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Perpindahan Merek (Studi Kasus Pada Konsumen Sabun Mandi Cair
Lifebuoy yang Telah Berpindah ke Merek Lain di Kota Semarang). Skripsi
S1 Jurusan Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang.
Sekaran, Uma. (2006). Metode Penelitian Untuk Bisnis 1. (4th Ed). Jakarta:
Salemba Empat.
Stanton, William J. 2004. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Sugiarto, 2002, Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sugiono. 2003, Metode Penelitian Bisnis. Edisi kelima. Bandung: CV. Alfabeta.
35. Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989.
Tjiptono, Fandy. 2000. Manajemen Jasa, Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi offset.
Utami, Cristina Widya, 2008. Manajemen Barang Dagangan Dalam Bisnis Riteil.
Malang: Publishing Bayumedia.
VIVAnews. 2011. Alasan Pasar Tradisional Terpinggirkan. Dalam
http://ureport.vivanews.com/news/read/247190-alasan-pasar-tradisional-
terpinggirkan. Jakarta
Wijaya, Juhana. 1999. Pelayanan Prima. Bandung: Armico.
Wikipedia. Definisi Kebersihan. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kebersihan.
Wikipedia. Definisi Kenyamanan. Dalam
http://id.Wikipedia.org/wiki/Kenyamana.
Wikipedia. Definisi Pasar. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar.
Yuliarsih, Retno Widyati. 2002. Higienis dan Sanitasi. Jakarta: P.T Gransido.