BE-GG, Yuwan Ditra krahara, Hapzi Ali, Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten, Universitas Mercu Buana, 2019.PDF
BE-GG, Yuwan Ditra krahara, Hapzi Ali, Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten, Universitas Mercu Buana, 2019.PDF
Similar to BE-GG, Yuwan Ditra krahara, Hapzi Ali, Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten, Universitas Mercu Buana, 2019.PDF
PPT OMNICHANNEL Kelompok 16 (Pendorong Integrasi Saluran Dan Omnichannel: Dib...KennethNathaniel1
Similar to BE-GG, Yuwan Ditra krahara, Hapzi Ali, Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten, Universitas Mercu Buana, 2019.PDF (20)
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
BE-GG, Yuwan Ditra krahara, Hapzi Ali, Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten, Universitas Mercu Buana, 2019.PDF
1. Analisis Etika Bisnis dan manajemen kinerja terhadap
Keberlanjutan Ritel Tradisional di Banten
Yuwan Ditra krahara, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, MPM
(Universitas Mercu Buana Jakarta)
Abstrak: Bisnis ritel adalah bisnis yang memiliki peluang sukses tinggi di Indonesia terutama di
beberapa kota misalnya di kota Serang, Hal ini dinyatakan demikian karena didukung oleh
meningkatnya kebutuhan pelanggan dan pergeseran pola perilaku belanja pelanggan. Sejak liberalisasi
sektor ritel didirikan pada tahun 1998 di Indonesia, persaingan yang terjadi antara ritel modern tidak
hanya melibatkan investor lokal tetapi juga investor asing. Oleh karena itu, bisnis ritel tradisional harus
lebih peka dalam menanggapi persaingan dan perubahan pasar jika mereka ingin tetap ada dalam
bisnis ritel yang kompetitif ini. Dalam rangka memberikan upaya untuk mempercepat keberadaan ritel
tradisional, faktor etika bisnis dan kinerja manajerial harus dikembangkan sebagai strategi utama.
Sampel penelitian ini adalah pengecer tradisional yang telah dipilih melalui metode judgment sampling.
Kuisioner digunakan untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang data Primer untuk mengidentifikasi dan
menganalisis etika bisnis dan kinerja manajemen, termasuk: pengadaan, modal, dan pemasaran,
menuju upaya yang berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan ritel keluarga tradisional. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa etika bisnis memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
manajemen bisnis ritel tradisional. Namun, pengaruh kinerja manajemen ritel terhadap keberlanjutan
bisnis ritel tradisional sangat tergantung pada aspek pemasaran sebagai pengaruh yang paling
dominan. Memahami aspek manusia dari etika bisnis dan keterampilan manajerial adalah elemen
penting dalam mencapai keberlanjutan bisnis ritel tradisional seperti yang ditunjukkan dalam temuan
penelitian ini.
Kata kunci: etika bisnis; kinerja manajemen; keberlanjutan bisnis ritel tradisional
2. 1. Introduction
Pasar ritel tradisional seperti pasar indoor dan outdoor yang menjual makanan, barang-
barang rumah tangga, pakaian, dan sejenisnya berada di titik kritis, di satu sisi menurun tetapi di sisi
lain, fokus untuk pembangunan kembali di sepanjang garis-garis yang dipermak. Sara Gonzalez
(2012) Tentu saja ada pengecualian, dengan beberapa pasar berkembang, khususnya pasar petani
dan spesialis (House of Commons 2009).
Meningkatnya jumlah pusat perbelanjaan modern dan maraknya penjualan online di Banten,
terutama yang dibangun secara perorangan, menyebabkan kecemasan dan kekhawatiran di kalangan
pedagang tradisional. Jumlahnya pasar modern di banten lebih besar dari pada pasar tradisional.
Setidaknya (39%) pusat perbelanjaan di banten didominasi oleh pasar modern, baik oleh factory outlet,
supermarket, mini market, department store dan mal seperti yang dimuat pada badan Pusat statistik
(22 Februari 2019).
Gambar. 1 Toko Modern Menurut Provinsi 2018
Source: Badan Pusat Statistik (2018)
Jumlah pasar modern hanya 39% yang ada di Banten dengan tingkat pertumbuhan yng sangat
rendah setiap tahunnya. Namun, jenis pasar ini memperebutkan nilai pasar dalam membelanjakan uang
dari komunitas yang lebih besar daripada pasar tradisional. Karena kompetisi yang tidak merata, banyak
pengecer tradisional menutup bisnis mereka Liputan6.com ( 03 Mei 2018).
Efek dari ritel tradisional yang ditutup ini dapat dilihat melalui jumlah orang yang kehilangan
pekerjaan dan penghasilannya. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan tiga hal
yang membuat pasar ritel tradisional kalah bersaing dengan pasar ritel modern. Hasil penelitian National
Retail Planning Forum Forum menyebutkan bahwa kehadiran supermarket baru minimarket dapat
menyebabkan hilangnya 276 pekerjaan penuh waktu. Citra sebagai akses pemasok lokal juga
3. disalahkan oleh kondisi yang diciptakan oleh pengecer besar itu sendiri. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh University of Missouri menemukan bahwa sekitar 50% -75% dari total laba bersih dari
pengecer modern besar tidak berasal dari penjualan produk nyata tetapi dari biaya yang dikenakan
pada produsen showroom dan pameran.
Berdasarkan hasil Survei Profil Pasar Tahun 2018, jumlah pasar tradisional di Indonesia dengan
jumlah 14.182 pasar atau 88,52 persen dari seluruh pasar di Indonesia. Toko modern jumlahnya juga
cukup banyak yaitu sebanyak 1.131 toko atau 7,06 persen dari seluruh pasar di Indonesia. Sedangkan
pusat perbelanjaan berjumlah 708 atau 4,42 persen. Badan pusat Statistik (2018), 220 juta penduduk
Indonesia dapat menjadi konsumen dan pasar ritel yang hebat dan potensial. Sementara itu, ribuan
UMKM (Usaha Kecil dan Menengah) atau UKM di negara ini juga membutuhkan akses ke sektor ritel
sebagai pasar untuk menjual produk mereka. Selain kontribusi ini, sektor ritel pada 2010 juga mampu
menyerap 16% dari total tenaga kerja di Indonesia atau sekitar 16 juta orang. Tingkat penyerapan ini
cenderung meningkat setiap tahun.
Keberadaan pengecer tradisional harus dipertahankan karena mengingat ada beberapa efek
negatif dari perkembangan ritel modern yang dominan: pertama keberadaan ritel modern telah
menghalangi pemasok lokal kecil. Jumlah UMKM atau UKM yang memasok ritel modern mencapai 67%
dari total pemasok, tetapi produk-produk yang dipasok oleh UMKM atau UKM hanya 10% dari total
barang yang dijual dalam ritel modern. Ini terjadi
karena persyaratan yang disyaratkan oleh UMKM ritel modern atau UKM terlalu berat untuk
dipenuhi jika ditinjau dari kelemahan. Kedua Masalah lain adalah dampak ritel modern terhadap kondisi
ekonomi lokal. Sehubungan dengan operasional keuangan daerah kabupaten maupun kota, sebagian
besar merupakan kontribusi dari kegiatan UKM dan pengecer tradisional dengan jumlah menyumbang
sekitar 70% dari total penjualan nasional pada tahun 2004. Namun, semakin sedikit jumlah UKM dan
penjualan pasar tradisional karena penutupan akses atau ketidakmampuan bersaing dengan ritel
modern, semakin sedikit kontribusi yang mereka buat (Novery, 2006).
Dengan demikian, keberadaan pengecer tradisional harus dipertahankan dan di prioritaskan.
Tetapi bisnis ritel tradisional harus sadar dan memahami dalam menanggapi kebutuhan pelanggan
yang tidak terpenuhi, jika mereka ingin bertahan dalam bisnis ritel yang kompetitif ini. Perubahan dan
perkembangan pasar telah menuntut pengecer untuk mengubah yang lama paradigma manajemen ritel
tradisional menuju yang modern. Yang paling penting dalam paradigma ritel tradisional adalah
menjalankan bisnis ritel dengan menerapkan fungsi distribusi.
Pemahaman yang lebih baik tentang konsep manajemen ritel modern sangat penting jika bisnis
ritel kecil dan menengah masih ingin bertahan. Dengan menjalankan ritel tradisional, tidak mungkin
memiliki keuntungan kompetitif yang berkelanjutan ketika berhadapan dengan sejumlah pengecer
modern yang dikelola secara profesional atau bahkan sebagai akibat dari perubahan pola belanja
konsumen. Oleh karena itu pemahaman yang lebih baik tentang konsep manajemen ritel modern sangat
penting untuk dipahami oleh pengecer tradisional, demikian juga dengan aspek etika bisnis yang baik
yang mengilhami pengecer tradisional dalam bisnis. Menyadari melakukan etika bisnis ritel harus
ditafsirkan sebagai kegiatan yang berarti bagi diri Anda dan lingkungan Anda (etika pada konsumen,
pesaing, pemasok, pemerintah / regulator) dengan motivasi tinggi untuk meningkatkan kualitas
4. kehidupan pribadi. Hanya memiliki manajemen ritel tradisional tidak mungkin lagi untuk menjaga
keuntungan kompetitif yang berkelanjutan ketika kita dihadapkan pada sejumlah pengecer modern yang
dikelola secara profesional dan perubahan pola belanja konsumen.
Rumusan masalah yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini adalah: Apakah Analilis etika
bisnis dan manajemen kinerja memiliki hubungan dengan ritel tradisional di banten
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut: untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara analisis etika bisnis
dan manajemen kinerja terhadap keberlanjutan bisnis ritel tradisional di Banten
2. Paradigma Ritel Tradisional
Paradigma Ritel Tradisional menekankan pada penggunaan pendekatan konvensional dan
tradisional dalam manajemen ritel. Melalui paradigma pendekatan konvensional dan tradisional, bisnis
ritel dikelola sedemikian rupa sehingga lebih menekankan pada "apa yang bisa disiapkan oleh
pengusaha sehingga dapat di jual ke ritel tradisional, tetapi kurang memperhatikan bagaimana
kebutuhan dan keinginan konsumen dan kurang memahami ondisi lingkungan pada ritail tradisional
untuk dipahami dan bahkan terpenuhi. Dalam Tabel 2 ada perbedaan dalam paradigma manajemen
dari paradigma manajemen ritel tradisional dan modern.
Saat ini, diharapkan akan ada pergeseran paradigma ritel tradisional ke paradigma ritel modern.
Meskipun, pengecer skala kecil seringkali terbatas dalam hal keuangan (pendanaan) dan ruang lingkup
target pasarnya, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang menjadi
pengecer skala menengah dan bahkan besar.
Tabel 2 Perbedaan Paradigma dalam Manajemen Ritel Tradisional dan Modern
Paradigma Ritel Tradisional
Kurang memilih Lokasi
Tidak memperhitungkan pembeli potensial
Jenis barang dagangan tidak terarah
Tidak ada pilihan merek
Kurang memperhatikan pemasok
Pencatatan penjualan sangat sederhana
Keuntungan per produk dievaluasi
melayani hutang
Kurang memperhatikan efisiensi
Arus kas (cash flow) tidak direncanakan
Keuangan bercampur dengan keuangan
keluarga
Pengembangan bisnis yang tidak direncanakan
Paradigma Ritel Modern
Pemilihan lokasi dipertimbangkan
Calon pembeli terus diprediksi dan dievaluasi
Jenis barang dagangan difokuskan dan
disesuaikan dengan target pasar
Pilihan barang dagangan merek yang ketat
Melakukan pemilihan pemasok yang ketat
Penjualan dicatat dan dipelajari
Laba per produk dievaluasi untuk menentukan
strategi bauran ritel
Penjualan dengan uang tunai / kartu kredit
Sangat memperhatikan efisiensi
Arus kas (cash flow) direncanakan
Pisahkan keuangan yang jelas dengan
keuangan keluarga
Pengembangan bisnis direncanakan
Source: Utami, 2010, p. 16.
5. 3. Etika Bisnis Ritel
Melakukan etika bisnis yang berdasarkan pada nilai-nilai hanya terjadi ketika ada perubahan
sikap pada setiap pebisnis. Sikap seperti ini ditentukan oleh mentalitas dan pola pikir masing-masing
pengusaha. Jadi seminar, lokakarya atau motivasi pelatihan tidak mudah untuk mengubah pola pikir
seseorang, karena pola pikir adalah hasil dari pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai yang telah
diinternalisasi dan diyakini oleh seseorang, yang mempengaruhi perilaku dan tindakan seseorang.
Menyadari etika bisnis harus dimulai dengan menjalankan bisnis sebagai kegiatan yang berarti bagi diri
Anda dan lingkungan (etika pada konsumen, pesaing, pemasok, pemerintah / regulator) dengan
motivasi tinggi untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribadi.
Beberapa cara untuk menciptakan etika bisnis: Pertama proses peningkatan kesadaran yang
mencakup tema: menilai dari garis kehidupan manusia di dunia ini, itu hanya sementara. Karena itulah,
bagaimana orang memanfaatkan kehidupan ini yang hanya bertahan satu periode. Karena itu, kita perlu
memahami orientasi dan tujuan bisnis seperti kesejahteraan masyarakat sebagai titik awal dari
semuanya. Kedua diskusi pembentukan etika bisnis untuk melihat proses pembentukan karakter, pola
pikir, emosi dan pola perilaku. Pemahaman tentang proses ini membantu untuk mengubah dan
memodifikasi pembangunan karakter masing-masing bisnis. Ketiga Untuk membuat perubahan yang
efektif dari proses ini, perlu untuk membahas lima kebutuhan psikologis manusia yang bisa menjadi
motivasi dasar untuk perubahan perilaku. Keempat Teknik untuk menciptakan etika ini dapat dimulai
dengan mengidentifikasi masalah dan memulai perubahan secara efektif.Kelima Teknik praktis dalam
menyelesaikan konflik. Untuk dapat menerapkan teknik-teknik ini, etika bisnis perlu dilakukan terus
menerus terutama untuk para pebisnis tersebut.
Baru-baru ini, pendekatan multidimensi yang mewakili penilaian etis / moral (atau konstrual
moral) menggunakan tiga dimensi terkait telah menunjukkan hubungan yang signifikan dengan niat
masa depan di berbagai macam pengaturan bermuatan etis (Robin et al., 1997). Tiga dimensi filosofis
moral mendasari persepsi etis pelaku pemasaran: Pertama keadilan moral; Kedua kontraktualisme; dan
Ketiga relativisme. Kesetaraan moral mewakili kebenaran / kesalahan yang melekat, atau keadilan yang
dirasakan dari suatu tindakan. Kontraktualisme menunjukkan potensi pelanggaran aturan atau janji
yang tersirat atau eksplisit. Relativisme mewakili persepsi bahwa beberapa tindakan dapat diterima oleh
standar tradisional atau sosiokultural.
4. Kinerja Manajemen
4.1 Kinerja Manajemen Pemasaran
Masalah yang sebagian besar dihadapi oleh pengecer tradisional dalam upaya untuk
memperluas bisnis mereka adalah kurangnya pengetahuan pemasaran disebabkan oleh informasi yang
terbatas, yang sebenarnya dapat dijangkau oleh pasar ritel tradisional selain kemampuannya yang
terbatas untuk menyediakan produk atau layanan yang berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan
pasar sasaran. Masalah pemasaran yang terjadi terutama pada skala kecil ritel tradisional
6. 4.2 Kinerja Manajemen Keuangan
Urata dari Adiningsih (2000) menyebutkan bahwa ada banyak hal yang mempengaruhi
pengecer tradisional dalam mendapatkan sumber modal, seperti: kurangnya ketersediaan dana yang
tidak seimbang yang dapat diakses oleh ritel tradisional, biaya transaksi yang tinggi dari prosedur yang
cukup rumit yang menghabiskan waktu sementara jumlah dana yang disalurkan relatif kecil, kurang
akses ke sumber daya keuangan formal, baik oleh ketersediaan bank dan informasi yang memadai,
investasi kredit bunga tinggi dan modal, banyak pengecer tradisional tidak bankable.
5. Keberlanjutan Bisnis Ritel Tradisional
Secara umum, ritel terkait dengan penjualan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Untuk
mencapai hal ini, ritel tradisional berjalan pada pembelian, penjualan, promosi, penetapan harga,
pemecahan massal, pergudangan / penyimpanan, pembiayaan dan risiko penjaminan emisi (Bittel dan
Ramsey, 1985). Jika ritel tradisional dapat menjalankan fungsi-fungsi ini secara efisien, maka mereka
akan memiliki bisnis yang sukses.
Untuk Mengukur apakah etika bisnis berhasil atau tidak dapat dilihat dari efektivitas kinerja dan
efisiensi kinerja. Kinerja Yang Terukur adalah kinerja yang ingin dicapai oleh manajer bisnis. Dengan
kata lain, kesuksesan bisnis dapat diukur dengan apakah tujuan dapat dicapai atau tidak, sementara
setiap bisnis telah menetapkan berbagai tujuan. Oleh karena itu, tolok ukur yang digunakan juga
bervariasi tetapi pada dasarnya adalah terjadinya peningkatan pada tujuan yang ditetapkan.
6. Kerangka Teoritis
Gambar 2. Source: Christina Whidya Utami, 2013
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
antara etika bisnis terhadap keberlanjutan bisnis ritel tradisional dengan kinerja manajemen sebagai
mediator, kerangka teori di atas dikembangkan pada gambar diatas. Instrumen yang digunakan
diadopsi dari Paulraj, Antoby (2011) sebelumnya studi terkait.
7. 7. Metodologi
7.1 Metode Pengumpulan Sampel dan Data
Jumlah sampel adalah 67 pengecer tradisional yang memiliki bisnis di daerah ritel dan berlokasi
di Serang (Banten). Kuesioner terstruktur yang dikelola kelompok menggunakan skala Likert 5 poin
digunakan dalam menilai pengalaman dan umpan balik pengecer. Dengan mempertimbangkan tujuan
penelitian, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah penilaian pengambilan sampel bertingkat
yang tidak proporsional. Alasan menggunakan metode Non proporsional mengacu pada pendapat
Subiyanto (2000, p. 97) yang menyatakan bahwa sampel non-proporsional juga dimungkinkan oleh
alasan / alasan, yang belum tentu anggota populasi di setiap strata dapat mewakili kepentingan / tujuan
penelitian secara keseluruhan. Ini karena informasi yang diperlukan dalam penyelidikan tidak selalu
dapat ditemukan di semua lapisan masyarakat.
7.2 Instrumentasi
Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang merupakan daftar
pertanyaan terstruktur yang digunakan untuk mengukur persepsi responden dan fakta-fakta yang
berkaitan dengan responden, serta dengan kondisi yang telah diketahui responden. Mengisi kuesioner
oleh responden disertai oleh seorang peneliti yang memenuhi syarat untuk membantu menafsirkan
pertanyaan kuesioner dengan benar.
8. Temuan dan Diskusi
8.1 Analisis Validitas dan Keandalan
8.1.1 Uji validitas
Untuk memastikan bahwa data dalam penelitian ini valid dan dapat diandalkan, perlu dilakukan
uji validitas. Berdasarkan data koefisien loading factor (lihat Tabel 3) dari keseluruhan variabel adalah
semua indikator t tabel atau p 0,000.
8. Tabel 3 Variabel Penelitian Faktor Pemuatan
Var. Indicator Loading Factor CR(t count) p Information
EU1 0.501 3.903 0.000 Significant
EU.2 0.181 3.046 0.002 Significant
EU.3 0.252 6.041 0.000 Significant
EU4 0.226 0.949 0.003 Significant
EU5 0.544 3.562 0.000 Significant
EU6 0.401 4.114 0.000 Significant
EU7 0.209 4.440 0.000 Significant
EU8 0.663 5.239 0.000 Significant
OP 0.709 * 0.000 Significant
KB 0.900 7.517 0.000 Significant
JP 0.900 8.359 0.000 Significant
PU 0.899 * 0.000 Significant
MoU 0.708 * 0.000 Significant
JU 0.210 * 0.000 Significant
8.1.2 Uji reliabilitas
Tes ini dilakukan untuk menentukan konsistensi internal dari indikator konstruk yang
menunjukkan sejauh mana masing-masing indikator untuk mengidentifikasi konstruk atau faktor umum
laten, atau dengan kata lain seberapa spesifik
hal-hal untuk saling membantu menjelaskan fenomena umum. Pendekatan yang digunakan
adalah untuk menilai reliabilitas komposit dan varian konstruk yang diekstraksi dari konstruk masing-
masing.
9. Table 4 Test of Reliability Research Variables
Indicator
Variable
Estimation (loading) Loading2
Measurement Error
1- (Loading)2
EU1 0.501 0.251001 0.748999
EU.2 0.181 0.032761 0.967239
EU.3 0.252 0.063504 0.936496
EU4 0.226 0.051076 0.948924
EU5 0.544 0.295936 0.704064
EU6 0.401 0.160801 0.839199
EU7 0.209 0.043681 0.956319
EU8 0.663 0.439569 0.560431
OP 0.709 0.502681 0.497319
KB 0.900 0.81 0.19
JP 0.900 0.81 0.19
PU 0.899 0.808201 0.191799
MoU 0.708 0.501264 0.498736
JU 0.210 0.0441 0.9559
Jumlah 7.303 4.814575 9.185425
Berdasarkan rumus-konstruk yang didefinisikan di atas reliabilitas variabel penelitian adalah
0,853, sedangkan nilai batas yang digunakan untuk menilai tingkat reliabilitas yang dapat diterima
adalah 0,70. Dengan demikian semua variabel penelitian merupakan indikator signifikan yang dapat
diandalkan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
8.2 Statistik dan Analisis Deskriptif
Sedangkan Gambar 2 di bawah ini menunjukkan koefisien jalur mempengaruhi etika bisnis,
kinerja manajemen, dan keberlanjutan bisnis ritel tradisional.
10. Tabel 5 Koefisien Jalur, Cr dan Uji Probabilitas Hasil Variabel Signifikan
Variable Path
Coefficiet
Standard
Estimation
Standard
error
CR Prob
(p)
Information
Business Ethics →
Management Performance
0.007 0.061 0.301 4.114 0.000 Signifikan
Management Performance→
Sustainability traditional retail
business
0.010 0.0345 0.454 3.562 0.000 Signifikan
Hasil perhitungan AMOS disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa etika bisnis memiliki
hubungan dengan, kinerja manajemen. Hal ini terlihat dari koefisien jalur positif dengan nilai CR sebesar
4,114 diperoleh probabilitas signifikan (p) sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi ()
adalah 0,05. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa kinerja manajemen yang
memiliki hubungan dengan keberlanjutan bisnis ritel tradisional diterima.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kinerja Manajemen memiliki hubungan dengan keberlanjutan
bisnis ritel tradisional. Hal ini terlihat dari koefisien jalur positif dengan nilai CR 3.562 diperoleh
probabilitas signifikan (p) sebesar 0.000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi () adalah 0,05.
Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa kinerja manajemen yang memiliki
hubungan dengan keberlanjutan bisnis ritel tradisional diterima.
9. Kesimpulan dan Rekomendasi Masa Depan
Temuan pertama dalam penelitian ini adalah kegiatan kesadaran etika bisnis, sama seperti
kesadaran bahwa nilai-nilai etika dalam melakukan bisnis atau pengecer bisnis harus sadar untuk
melakukan kegiatan yang signifikan atau bermakna bagi diri mereka sendiri dan lingkungan (etika pada
konsumen, pesaing , pemasok, pemerintah / regulator) bersama dengan motivasi untuk meningkatkan
kualitas kehidupan pribadi. Sedangkan etika bisnis memiliki dampak signifikan dan positif pada
manajemen kinerja, sejalan dengan temuan penelitian Babin et al. (2004), yang menyatakan bahwa
etika bisnis ritel tradisional berkaitan dengan membangkitkan dalam penjualan ritel. Temuan ini
menunjukkan bahwa konsumen merespons bisnis ritel yang serupa dengan pembeli bisnis setelah
melihat bahwa tenaga penjualan bertindak secara oportunistik (Smith dan Barclay, 1997). Ini berarti
bahwa etika bisnis pada konsumen, pesaing, pemasok, regulator / pemerintah akan mempengaruhi
pencapaian kinerja lapangan dalam mengembangkan manajemen modal dan pemasaran atau jaringan
bisnis.
Temuan kedua dalam penelitian ini adalah manajemen kinerja memiliki dampak positif dan
signifikan terhadap keberlanjutan bisnis ritel tradisional. Temuan ini didukung oleh penelitian You, 2011
yang menyatakan bahwa Manajemen Kinerja adalah elemen kunci dalam pencapaian dan
keberlanjutan bisnis terutama bisnis kecil. Hansen et al. (1999) berpendapat bahwa perusahaan harus
memiliki pendekatan personalisasi untuk menciptakan sistem manajemen kinerja yang efektif. Dengan
demikian, kinerja manajemen yang baik merupakan faktor penting dalam mencapai keberlanjutan bisnis
11. ritel tradisional. Sedangkan kontinuitas bisnis ritel tradisional dapat dilakukan melalui studi perputaran
penjualan rata-rata, jumlah dan kelengkapan barang, jumlah pembeli, perluasan ruang bisnis dan laba
rata-rata.
Temuan ketiga dalam penelitian ini adalah manajemen kinerja sebagai mediator hubungan
antara etika bisnis terhadap keberlanjutan bisnis ritel tradisional. Temuan ini didukung oleh penelitian
Liao (2006),
berpendapat bahwa ada hubungan antara etika bisnis terhadap keberlanjutan perusahaan
dengan kinerja manajemen sebagai mediator. Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah bahwa
pendekatan etika bisnis menawarkan potensi paling besar sebagai dasar untuk meningkatkan
keberlanjutan bisnis melalui kinerja Manajemen.
Temuan penelitian dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut
yang terkait dengan eksplorasi yang lebih dalam dari budaya atau elemen manusia yang dapat menjadi
anteseden yang bervariasi dari pengecer tradisional dan penelitian etika bisnis tentang keberadaan
strategi ritel tradisional di Indonesia.
12. References:
González, S., & Waley, P. (2013). Traditional retail markets: the new gentrification frontier?.
Antipode, 45(4), 965-983.
Kumar, N., & Ruan, R. (2006). On manufacturers complementing the traditional retail
channel with a direct online channel. Quantitative Marketing and Economics, 4(3), 289-323.
Goldman, A., & Hino, H. (2005). Supermarkets vs. traditional retail stores: diagnosing the
barriers to supermarkets’ market share growth in an ethnic minority community. Journal of Retailing
and Consumer Services, 12(4), 273-284.
Farhangmehr, M., Marques, S., & Silva, J. (2000). Consumer and retailer perceptions of
hypermarkets and traditional retail stores in Portugal. Journal of Retailing and Consumer Services,
7(4), 197-206.
Anonim1, 2018. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3499804/mendag-ungkap-sebab-
pasar-tradisional-masih-kalah-saing-dengan-ritel-modern (14 Oktober 2019 jam 09.00)
Anonim2, 2018. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/04/171606626/tiga-hal-yang-
buat-pasar-tradisional-kalah-bersaing-ritel-modern (15 Oktober 2019 jam 13.00)
Anonim3, 2018. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/27/2018-terdapat-1131-
toko-modern-di-indonesia (15 Oktober 2019 jam 20.00)
Anonim4, 2018 /bisnis/read/3499804/mendag-ungkap-sebab-pasar-tradisional-masih-kalah-
saing-dengan-ritel-modern (16 Oktober 2019 jam 15.00)
Anonim5, 2018 /read/2018/01/04/171606626/tiga-hal-yang-buat-pasar-tradisional-kalah-
bersaing-ritel-modern (15 Oktober 2019 jam 18.00)
Anonim6. 2003. Grand Strategi Pengembangan Sentra UKM, Kementrian Koperasi dan UKM
RI, Jakarta.
Anonim7,2018.https://www.bps.go.id/publication/2019/02/22/1fefad689bf331015b248efc/prof
il-pasar-tradisional--pusat-perbelanjaan--dan-toko-modern-tahun-2018.html
Achda B. Taman (2006). Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social
Responsibility (CSR) dan Implementasinya di
Indonesia, Makalah Seminar Nasional: A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR, Hotel
Hilton Jakarta, 23 August 2006. Andrews Kenneth R. (2003). Ethics in Practice, Harvard Business
Review on Corporate Ethics, Harvard Business School Publishing,
Boston-MA.
Bertens, Kees (2000). Pengantar Etika Bisnis, Seri Filsafat Atmajaya: 21, Kanisius,
Yogyakarta (2001). Etika, Seri Filsafat Atmajaya:
21, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bisnis Indonesia (2005). Kontribusi Pasar Tradisional dan Pasar Modern pada Total
Penjualan Nasional, 28 Februari
Bisnis Indonesia (2006). Aprindo Sesalkan izin Minmarket Disetop, 26 Desember
Breakdown (2003). edition 5 February
Corporate Watch, (2002). How supermarkets destroy jobs
13. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (2006). Kebijakan Pengembangan Bisnis
Ritel Indonesia
Euromonitor International (2005) dalam Pikiran Rakyat Online Selasa, 5 September
Euromonitor International (2006). Retailing in Indonesia, July
George Monblot (2000). Loss Leaders, 10 Desember
Hansen M., Nohria N. and Tierney T. (1999). “What is your strategy for managing
knowledge?”, Harvard Business Review, March/April, pp. 106-116.
Hair J. F., Anderson Rolp, Tatham E., Ronald L. and Black William C. (1998).
Multivariate Data Analysis (5th ed.), New York: Prentice Hall International Inc..
Hanafi Epi Zaenal (2006). Pasar Tradisional vs Pasar
Modern, Pikiran Rakyat, 24 Maret. Iman Nofie (2006). Menahan
Gempuran Ritel Modern, Pikiran Rakyat, 24 Maret
Keraf A. Sonny, (1998). Etika Bisnis: Tuntutan dan
Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, 1998. Kompas Jatim (2010).
Factory Outlet di Surabaya, 13 Januari 2010
Kjell Petra (2003). The Retail Giantas Global Expansion and Local Concern, Corporate.
Liao Y. S. (2006). “Human resource management control system and subsidiary’s
performance: A contingency model of corporate control”, International Journal of Human
Resource Management, Vol. 17, No. 4, pp. 716-733.
Machan Tibor R. and Chesher James E. (2003). A Primer on Business
Ethics, Rowman & Littlefield Publishers Inc., Lanham-Boulder-New York-Oxford.
Mohan Anupama (2006). “Global Corporate Social Responsibilities Management in
MNCs”, Journal of Business Strategies. Novery Andrian (2006). Pasar Tradisional Tinggal
Sejarah?, Suara Karya Online, 9 December.
Oppewal, Harmen, Andrew Alexander, Pauline Sullivane.( 2006). Consumer Perceptions of
Corporate Social Responsibility in Town
Shopping Center and Their Influence on Shopping Evaluations, Journal of
Retailing and Consumer Services 13 p 261-274
Paulraj Antoby (2011). “Understanding the relationship between internal resources and
capabilities: Sustainable supply management and organizational sustainability”, Journal of
Supply Chain Management, Vol. 47, No. 1, pp. 19-37
Rachels James (2004). Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta.
Rahardjo M. Dawam (2011). Koperasi Sukses Indonesia, dalam Kompas, 22 Agustus.
Rangkuti Freddy (1999). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis Untuk
Menghadapi Abad 21, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Reardon Thomas and Rose Hopkins (2006). “The supermarket revolution in developing
countries: Policies to address emerging tensions among supermarkets, suppliers and traditional
retailers”, European Journal of Development Research, Vol. 18, No. 4.
Robin D. P. (2000). Marketing Ethics, Fort Worth (TX): Dame Publications.
14. Robin D. P., Reidenbach R. E. and Babin B. J. (1997). “The nature, measurement and
stability of ethical judgments in the workplace”,
Psychol Rep, Vol. 80, pp. 563-580.
Siregar Chairil N. (2007). “Analisis Sosiologis terhadap Implementasi Corporate Social
Responsibility pada Masyarakat Indonesia”,
Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 Tahun 6, Desember 2007.
Stanwick Peter A. and Stanwick Sarah D. (2009). Understanding Business Ethics,
Pearson Education International, New Jersey. Suseno Frans Magnis (1987). Etika Dasar:
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius: Yogyakarta.
Swa Desember (1999). Kontribusi Pasar Tradisional dan Pasar Modern pada Total Penjualan
Nasional
The Business Watch Indonesia (2005). Urgensi
Regulasi Sektor Ritel Indonesia. The Ecologist (2002).
22 March
Utami Christina Whidya (2005). Telaah dan Identifikasi Dimensi Kualitas Layanan pada
Bisnis Ritel: Sebuah Tinjauan Konseptual, Jurnal “FOKUS EKONOMI”, Vol. 4, No.1, Maret
Utami Christina Whidya (2006). Upaya Relasional dan Outcome Reational dalam
Membangun Retensi Pelanggan pada Peritel
(Studi pada Ritel Orientasi Makanan Skala Besar),Jurnal Widya Manajemen dan
Akuntansi Volume 6 Nomor 3, Desember 2006
Utami Christina Whidya (2007). Analisis Orientasi Pasar Kompetitif Dan Adaptabilitas
Strategik Pada Dinamika Lingkungan Terhadap Kinerja Pemasaran dan Keunggulan Bersaing
Berkelanjutan Perusahaan Ritel Modern. Dipresentasikan pada First National Conference “Built
Indonesia Architecture, Surabaya.
Utami Christina Whidya (2007). Analisis Personal dan Struktural PUMIK (Perempuan
,Pengusaha Mikro) di Surabaya Dalam Upaya Pengembangan Keberhasilan Usaha Bidang Ritel
(Pemenang Program Research Grant PHK A3 Jurusan Manajemen FEUKWMS).
Dipresentasikan Call For Paper Woman Entepreneur Development, Denpasar, Bali.
Utami Christina Whidya (2007). Ritel Modern Kambing Hitam Matinya Ritel
Tradisional, Tabloid Ritel edisi 01 Juli. Utami Christina Whidya (2007). Ritel Tradisional VS
Modern Spesifikasi dan Potensinya, Tabloid Ritel Edisi 04 Oktober. Utami Christina
Whidya (2007). Mengembangkan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan, Tabloid Ritel Edisi
05 November.
Utami Christina Whidya (2007). Pentingnya Analisis Kuadran Dalam Menetapkan Merek
Produk Fast Moving, Tabloid Ritel Edisi
06 Desember.
Utami Christina Whidya (2007). Ritel Indonesia “ Over supply” Majalah Entrepreneur Edisi
pertama, Desember.
Utami Christina Whidya (2006). Manajemen Ritel; Strategi dan Implementasi Pada Ritel
Modern, Cetakan ke dua, penerbit Salemba
15. Empat.
Utami Christina Whidya (2008). Strategi Manajemen Pemasaran Ritel,
cetakan pertama, Penerbit INDEKS. Velasqueez, Manuel G. (2006). Business
Ethics: Concepts & Cases, Prentice Hall, New Jersey.
Winarti Wiwin (2008) Koperasi Indonesia Merintis Bisnis Retail Modern, dalam Pusat
Informasi Perkoperasian, 3 Juni.
Yosephus L.Sinuor (2010). Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku
Pebisnis Kontemporer, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Jakarta.
You-Sheng Liao (2011). “The effect of human resources management control
system on the relationship between knowledge management strategyc and firm performance”,
International Journal of Manpower, Vol 32, No 5/6, pp. 494-511.