Dokumen ini membahas pengantar perencanaan teknik jembatan, termasuk pembahasan mengenai pengertian jembatan, pedoman umum bentang ekonomis, kondisi batas, umur rencana, pokok-pokok perencanaan, acuan normatif, penyelidikan lapangan, penentuan muatan dan lebar jembatan, pembebanan rencana, tahapan analisis struktur, dan teori dasar perhitungan struktur."
2. PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN
1. PENGANTAR PERENCANAAN JEMBATAN
2. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
3. PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH
4. PERENCANAAN PONDASI
3. ACUAN NORMATIF
Permen PU No 19 PRT M 2011 Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Permen PUPR No. 41 PRT M 2015 Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan
SE Menteri PUPR No 07-SE-M-2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
SNI 1725 – 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
SNI 2833 – 2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa
SNI 03-2850-1992 Tata Cara Pemasangan Utilitas di Jalan
SNI 8460 – 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik
RSNI T-03-2005 Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan
RSNI T-12-2004 Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan
BMS 92 Bridge Design Code vol 1 dan 2
BMS 92 Bridge Manual Design vol 1 dan 2
AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2017
Pengantar Perencanaan Jembatan
4. PENGERTIAN JEMBATAN
JEMBATAN adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan massa (lalu-lintas, air)
lewat atas suatu penghalang.
KONSTRUKSI dibedakan atas Bangunan Atas dan Bangunan Bawah.
NOMENKLATUR, Penamaan konstruksi jembatan ditentukan oleh jenis bangunan atas dan
material (Gelagar Beton, Komposit, Pelengkung Beton, Prestressed, Rangka Baja, Gantung Baja,
Cable-Stayed)
Pengantar Perencanaan Jembatan
5. PEDOMAN UMUM BENTANG EKONOMIS
Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh
penggunaan/pemilihan Tipe Main Structure
& Jenis Material yang optimum.
Apabila tidak direncanakan secara khusus
maka dapat digunakan bangunan atas
jembatan standar Bina Marga sesuai
bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air
di bawahnya.
Pengantar Perencanaan Jembatan
6. KONDISI BATAS
KONDISI BATAS ULTIMIT KONDISI BATAS LAYAN
Aksi-aksi yang menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman
disebut aksi-aksi ultimit dan reaksi yang diberikan jembatan terhadap
aksi tersebut disebut dengan keadaan batas ultimit.
1. Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh
bagian jembatan longsor,
2. terguling atau terangkat ke atas;
3. Kerusakan sebagian jembatan akibat lelah/fatik dan atau korosi
hingga suatu keadaan
4. yang memungkinkan terjadi kegagalan;
5. Keadaan paska elastik atau purnatekuk yaitu satu bagian
jembatan atau lebih mencapai
6. kondisi runtuh. Pada keadaan plastis atau purna tekuk, aksi dan
reaksi jembatan diperbolehkan untuk didistribusikan kembali
dalam batas yang ditentukan dalam bagian perencanaan bagi
material yang bersangkutan;
7. Kehancuran bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan atau
8. kehancuran bagian utama jembatan.
Keadaan batas layan akan tercapai ketika reaksi jembatan sampai
pada suatu nilai sehingga:
a) mengakibatkan jembatan tidak layak pakai, atau
b) menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan,
atau
c) secara signifikan mengurangi kekuatan atau masa layan jembatan.
Keadaan batas layan adalah suatu kondisi pada saat terjadi:
a) perubahan bentuk (deformasi) yang permanen pada pondasi atau
pada sebuah elemen penyangga utama setempat,
b) kerusakan permanen akibat korosi, retak, atau kelelahan/fatik,
c) getaran, dan
d) banjir pada jaringan jalan dan daerah di sekitar jembatan yang
rusak karena penggerusan pada dasar saluran, tepi sungai, dan jalan
hasil timbunan.
Pengantar Perencanaan Jembatan
7. UMUR RENCANA JEMBATAN
Umur rencana jembatan dibuat untuk masa layan selama 75 tahun, kecuali:
Jembatan sementara atau jembatan yang dapat dibongkar/pasang dibuat dengan umur
rencana 20 tahun
Jembatan khusus yang memiliki fungsi strategis yang ditentukan oleh instansi yang
berwenang, dibuat dengan umur rencana 100 tahun
Terdapat peraturan dari instansi yang berwenang yang menetapkan umur rencana yang lain
Pengantar Perencanaan Jembatan
8. POKOK-POKOK PERENCANAAN
Kekuatan dan stabilitas struktur
Keawetan dan kelayakan jangka panjang
Kemudahan pemeriksaan dan pemeliharaan
Kenyamanan bagi pengguna jembatan
Ekonomis
Kemudahan pelaksanaan
Estetika
Dampak lingkungan minimal
KRITERIA PERENCANAAN:
Peraturan yang digunakan
Material/bahan yang digunakan
Metode dan asumsi dalam perhitungan
Metode dan asumsi dalam penentuan
tipe bangunan atas, bangunan bawah
dan pondasi
Pengumpulan data lapangan
Program komputer yang digunakan
Metode pengujian pondasi
Pengantar Perencanaan Jembatan
9. GAMBAR RENCANA
1. Standar pendetailan, khususnya untuk baja dan beton bertulang, harus konsisten untuk seluruh gambar.
2. Komponen jembatan harus digambar sebagaimana tampak sebenarnya, hindari gambar bayangan dan pandangan
dari sisi yang berlawanan.
3. Tiap dimensi ukuran ditunjukkan hanya satu kali saja.
4. Tiap komponen jembatan harus digambarkan secara detail sebisa mungkin pada 1 lembar kertas.
5. Seluruh gambar harus memiliki skala dan skala tersebut tercantum dalam gambar (misalnya skala 1:100 untuk
potongan melintang dan denah jembatan serta skala 1:20 untuk gambar detail).
6. Prosedur standar (SOP) harus digunakan dalam menggambar jembatan dan membuat dimensi komponen
termasuk format ukuran gambar, sampul, daftar isi, petunjuk arah, daftar simbol, rangkuman volume
SPESIFIKASI
Pengantar Perencanaan Jembatan
Spesifikasi dan gambar-gambar harus dapat menjelaskan pekerjaan dengan jelas, menyeluruh, dan tanpa ada
interpretasi ganda. Spesifikasi harus menjelaskan metode-metode pelaksanaan, prosedur-prosedur dan toleransi-
toleransi agar pembuatan dan pengawasan mutu terjamin.
10. PENYELIDIKAN LINTASAN AIR
Penyelidikan lapangan harus dilakukan pada seluruh rencana lokasi jembatan dengan
mempertimbangkan :
1. Karakteristik hidraulik dari lintasan penyeberangan, termasuk permasalahan yang terjadi sebelumnya
dan yang berpotensi akan terjadi, pada dan dekat dengan penyeberangan;
2. Kinerja hidraulika dari struktur yang ada di lokasi penyeberangan;
3. Hal-hal lain yang berhubungan dengan perencanaan hidraulika struktur.
PENEMPATAN PILAR DAN KEPALA PILAR JEMBATAN
Pilar harus direncanakan sedemikian sehingga :
a. Meminimalkan gangguan terhadap jalannya air;
b. Menghindari terperangkapnya benda yang hanyut;
c. Mengurangi rintangan terhadap navigasi; dan
d. Diletakkan secara paralel terhadap arah aliran sungai selama kondisi banjir rencana.
Pengantar Perencanaan Jembatan
11. PENENTUAN LEBAR, KELAS DAN MUATAN
JEMBATAN
Penentuan Lebar Jembatan
Berdasarkan Muatan/Pembebanan
LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajur
LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1
2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2
3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2
8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4
LHR > 20.000 > 14,0 > 4
Berdasarkan Lebar lalu-lintas
- Kelas A = 1,0 + 7,0 + 1,0 meter
- Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter
- Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5 meter
- BM 100% : untuk semua jalan Nasional & Provinsi
- BM 70% : dapat digunakan pada jalan Kabupaten dan daerah Transmigrasi
Lebar minimum untuk jembatan pada jalan nasional
(SE DBM 21 Maret 2008 )
Pengantar Perencanaan Jembatan
12. PEMBEBANAN RENCANA
BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN
MS beban mati komponen struktural dan non
struktural jembatan
SH Beban akibat susut/rangkak SE Beban akibat penurunan
MA beban mati perkerasan dan utilitas TB Beban akibat rem ET Gaya akibat temperature gradient
TA gaya horizontal akibat tekanan tanah TR Gaya sentrifugal EU Gaya akibat temperature seragam
PL gaya-gaya yang terjadi pada struktur
jembatan akibat pelaksanaan
TC Gaya akibat tumbukan
kendaraan
EF Gaya apung
PR prategang TV Gaya akibat tumbukan kapal EWS Beban angin pada struktur
EQ Gaya gempa EWL Beban angin pada kendaraan
BF Gaya friksi EU Beban arus dan hanyutan
TD Beban lajur “D”
TT Beban lajur “T”
TP Beban pejalan kaki
Pengantar Perencanaan Jembatan
15. KOMBINASI PEMBEBANAN (CONT.)
KEADAAN BATAS LAYAN:
Keadaan batas layan disyaratkan dalam perencanaan dengan melakukan pembatasan pada tegangan, deformasi,
dan lebar retak pada kondisi pembebanan layan agar jembatan mempunyai kinerja yang baik selama umur
rencana.
KEADAAN BATAS FATIK:
Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana.
Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah
siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan.
KEADAAN BATAS KEKUATAN:
Keadaan batas kekuata disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan
jembatan yang memadai, baik yang sifatnya local maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang
secara statistic mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan.
KEADAAN BATAS EKSTREM:
Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan akibat gempa besar.
Pengantar Perencanaan Jembatan
16. PETA GEMPA 2017
UNTUK JEMBATAN: PERIODE ULANG GEMPA YANG
DIGUNAKAN ADALAH PERIODE ULANG 1000 TH.
(SNI 2833 – 2016)
Pengantar Perencanaan Jembatan
17. SEISMIC HAZARD
Respon spektra percepatan dapat ditentukan baik dengan prosedur umum atau berdasarkan
prosedur spesifik-situs. Prosedur spesifik-situs dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:
Jembatan berada dalam jarak 10 km dari patahan aktif.
Situs termasuk dalam kategori situs kelas F sesuai tabel di bawah ini.
Pengantar Perencanaan Jembatan
18. TAHAPAN ANALISIS STRUKTUR
A. Analisis Statik
Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor
beban yang disesuaikan)
Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin
yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan.
B. Analisis Dinamik
Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :
Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada computer (Non Linear Time History Analysis & Multi Modal
Pushover Analysis).
Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test
dilaboratorium uji (BS 6399-2: 1997, Loading for Buildings – Part 2: Code of practice for wind loads).
C. Analisis Pada Masa Konstruksi
Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin
kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi (Forward & Backward Analysis).
Pengantar Perencanaan Jembatan
19. ALUR PEMBEBANAN
(LOADS TRANSFER MECHANISM)
BANGUNAN ATAS
(pelat lantai, gelagar, cross beam, landasan)
BANGUNAN BAWAH
(kepala pilar, pilar, pile cap)
PONDASI
(telapak, sumuran, tiang pancang, bor pile)
Pengantar Perencanaan Jembatan
21. TEORI DASAR PERHITUNGAN STRUKTUR
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perhitungan struktur jembatan:
Kesetimbangan, besarnya aksi yang bekerja sama dengan reaksi yang terjadi.
Kompatibilitas, untuk setiap level regangan, regangan yang terjadi pada baja tulangan nilainya
harus sama dengan regangan yang terjadi pada beton.
Hubungan tegangan dan regangan (beton dan baja).
Pengantar Perencanaan Jembatan
24. STANDAR PERENCANAAN TEKNIS
Perencanaan Bangunan Atas
Peraturan Perencanaan Jembatan Indonesia
Bertujuan menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih dapat
diterima dalam perencanaan struktur
Mencakup perencanaan jembatan jalan raya & pejalan kaki
Jembatan bentang panjang lebih dari 100 m dan penggunaan struktur yang tidak umum atau yang
menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus
Acuan perencanaan struktur jembatan
1. Bridge Design Code BMS’92, dengan revisi:
Pembebanan jembatan, SNI 1725-2016
Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004)
Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jbt, SNI 2883-2016
3. Bridge Design Manual BMS’92
26. STANDAR BANGUNAN ATAS JEMBATAN
1. Standar Bangunan Atas
Gelagar beton bertulang tipe T (6 – 25m)
Gelagar beton pratekan tipe I dan T (16 – 40m)
Girder komposit bentang 20 s/d 30m
Voided slab bentang 6 s/d 16m
Rangka baja bentang 40 s/d 60m
2. Standar Bangunan Pelengkap
Standard gorong-gorong persegi beton bertulang (box culvert) Single, Double, & Triple
`
Revisi dan pengembangan standar jembatan Bina Marga
Gelagar beton bertulang tipe T (simple & continuous beam)
Gelagar beton pratekan tipe I dan U
Girder komposit bentang 15 s/d 35m (simple & continuous beam)
Voided Slab Bentang 6 s/d 16m
Perencanaan Bangunan Atas
29. RUANG BEBAS HORISONTAL & VERTIKAL
Horizontal Clearance
Ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal
US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah
2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau
2 kali lebih besar dari lebar channel
Ruang bebas horisontal dan vertikal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan
lalu lintas kapal dengan mengambil free-board minimal 1,0 meter dari muka air
banjir.
Ruang bebas vertikal jembatan di atas jalan minimal 5,1 meter.
Vertical Clearance
Ditentukan berdasarkan tinggi kapal yang lewat dalam kondisi balast dan
permukaan air tinggi
Tinggi kapal memperhitungkan kondisi kapal yang ada & proyeksi ke depan
Perencanaan Bangunan Atas
31. PEMBEBANAN RENCANA
Perencanaan Bangunan Atas
Perhitungan pembebanan rencana mengacu SNI 1725-2106, meliputi Beban rencana permanen, Lalu lintas,
Beban akibat lingkungan, dan Beban pengaruh aksi-aksi lainnya.
1) Aksi dan Beban Tetap
Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)
Beban mati tambahan (aspal)
Pengaruh penyusutan dan rangkak
Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah
(kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dan lainnya)
32. Perencanaan Bangunan Atas
2) Beban Lalu-lintas
a) Beban Lajur "D" ( UDL dan KEL)
Beban merata (UDL)
L < 30m q = 9 kPa
L > 30m q = 9 x ( 0,5+15/L ) kPa
Beban garis (KEL) P = 49 kN/m
DLA (KEL) = 0.4 untuk L < 50 meter
b) Beban Truk "T“ (semi trailer)
T = 500 kN
DLA (T) = 0.3
Beban Lajur D
Beban Truk T
Beban lalu-lintas terpilih adalah yang memberikan total
gaya dalam yang maksimum pada elemen elemen
struktur jembatan.
33. c) Beban Rem
Nilai terbesar dari:
1. 25% berat gandar truk desain
2. 5% berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata
Bekerja setinggi 1800 mm di atas permukaan perkerasan.
c) Beban Pejalan Kaki
Intensitas beban pejalan kaki 5 kPa.
e) Beban Tumbuk pada Fender Jembatan
Pengaruh tumbukan kapal yang ditentukan oleh pihak yang
berwenang/relevan
Perencanaan Bangunan Atas
34. Perencanaan Bangunan Atas
3) Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan termasuk pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa, dan penyebab-
penyebab alamiah lainnya.
Beban Perbedaan Temperatur
Perbedaan temperatur diambil sebesar 250C (temperature rata-rata minimum
adalah 150C dan temperature rata-rata maksimum adalah 400C).
Beban Angin
Beban Gempa
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pemodelan
beban gempa menggunakan analisa pendekatan statik ekivalen beban gempa:
Teq = (C . I . WT)/R
Gaya aliran sungai
Hanyutan
Tekanan Hidrostatik dan Gaya Apung
35. Perencanaan Bangunan Atas
4) Aksi-Aksi Lainnya
Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan
elastomer.
Pengaruh getaran
Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan
itu sendiri dan aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan.
40. PEMODELAN STRUKTUR JEMBATAN
Metode Pendekatan (Aproksimasi)
Akurasi model tergantung pada asumsi awal
yang digunakan
Selalu mulai dari model-model sederhana
agar perilaku model dapat diuji keakuratannya
Perencanaan Bangunan Atas
41. PROGRAM ANALISIS STRUKTUR
Struktur
• RM Bridge
• Midas Civil
• CSI Bridge
• SAP 2000
• Lusas Bridge
• GT Strudl
Analisis
Penampang
• Midas GSD
• Section
Builder
• PCA Col
• Response
2000
Soil Structure
Interaction
• Plaxis
• Midas GTS
• LPile
• All Pile
• FB Pier
• MS Excel
Perencanaan Bangunan Atas
42. TIPE PERHITUNGAN
STATIK
◦ LINEAR STATIK
◦ NON LINEAR STATIK
DINAMIK
◦ MODAL ANALYSIS
◦ NON LINEAR TIME HISTORY
◦ WIND LOAD
STRUKTUR KABEL
BEBAN TEMPERATUR
LARGE DEFORMATION
◦ P ANALYSIS
◦ BUCKLING
• SERVICE/CONSTRUCTION
CONDITION
– STRESS
– DEFORMATION
– CRACK WIDTH
• ULTIMATE CONDITION
– SECTION CAPACITY
– NEED OF REINFORCEMENT
– PERFORMANCE
Perencanaan Bangunan Atas
43. CONTOH DESAIN JEMBATAN
Desain jembatan beton dengan bentang 10 m dan potongan melintang seperti pada gambar di bawah
ini. Jembatan berada di lingkungan yang korosif. Mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 35 Mpa.
200
1000
7000
1000
9000
800
1850
1850
1850
1850
800
500
600
1000
Balok Gelagar
Satuan dalam mm
45. Latar belakang dan konsep dasar;
Philosophi dasar dari Analisis dan Desain;
Material: Beton dan Baja Prategang;
Sistem Penegangan
Syarat-syarat perencanaan
Beton Pratekan
46. Konsep Dasar
Beton lebih kuat dalam kondisi tekan, namun lemah dalam kondisi Tarik, diberi tegangan
tekan untuk mengimbangi/mengurangi tegangan tarik yang timbul
47. Keuntungan Beton Prategang
Tak ada retak terbuka, sehingga lebih tahan korosi.
Permukaan jembatan Lebih kedap air.
Ada chamber untuk mengurangi lendutan.
Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh luas
penampang dapat digunakan secara efektif.
Bisa digunakan untuk bentang lebih panjang dibandingkan beton
bertulang.
berat baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah berat besi beton.
48. Material
Beton: mutu normal (35-60MPa) dan mutu tinggi (>60 MPa).
Tulangan prategang: sesuai dengan ASTM A421 (Kawat, strand, dan batang tulangan).
52. Sistem Penegangan
Pra-tarik (Pretensioning)
Pasca-tarik (post-tensioning)
a. Tendon ditegangkan diantara abutment
b. beton dicor dan dilakukan
curing.
c. tendon dilepas dan tegangan ditransfer kepada
beton
Sistem Pra-tarik
b. Tendon ditegangkan dan prategang ditransfer
a. beton dicor dan dilakukan curing.
c. Tendon diangkur dan digrout
Selongsong hollow
Sistem Pasca-tarik
54. Kehilangan Prategang
Friksi (pasca-tarik saja)
Anchorage-seating
Elastic-shortening
Rangkak susut
Relaxation
Dudukan selip
Pemendekan beton saat
gaya prategang bekerja
Penguluran pada kabel
Deformasi akibat beban
tetap
55. Friksi (pasca-tarik saja)
SOAL : Jembatan dua bentang box-girder yang ditarik di satu sisi.
DIBERIKAN :
Jumlah titik Analisis np 7
Jumlah bentang nb 2
Panjang Bentang Sb0 48m
Sb1 42m
(bentang pertama) (bentang kedua)
Tendon
Material
Kabel Prategang
Jenis prategang Post "Ya"
(Post-tension)
Jenis baja Low_relax "Ya"
Tegangan putu s fpu 1860 Mpa
Tegangan saat jack fpj 0.75 fpu
fpj 1.395 10
3
Mpa
(maks.)
Tegangan leleh fpy 0.85 fpu
fpy 1581Mpa
Modulus elastisitas Eps 195000Mpa
KEHILANGAN AKIBAT FRIKSI
Koefisien friksi 0.15
(panjang frame < 180 m)
Koefisien wobble K 0.00066
1
m
Layout kabel
Lx
0
0
yp
0
1.05
Lx1
19.2
yp1
0.305
Lx2
43.2
yp2
1.32
Lx
3
48
yp
3
1.52
Lx4
52.2
yp4
1.32
Lx
5
73.2
yp
5
0.305
Lx
6
90
yp
6
1.05
Keterangan :
Lx = jarak dari ujung penarikan kabel terhadap titik yang dittinjau.
yp = elevasi kabel terhadap serat terbawah penampang.
56. Penyelesaian
Langkah 3:Menghitung rasio tegangan setelah friksi terhadap fo (= fpj)
Langkah 1:Menentukan beda tinggi
y dan beda jarak
L
Array spasi i 0 np 2
( )
{bilangan 0,1,..,s/d 5}
yi yp
i 1
yp
i
Li Lx
i 1
Lx
i
Langkah 2:Menghitung perbedaan sudut vertikal (radian)
Segmen y (m) L (m) α = 2(y/L)
AB 0.745 19.200 0.078
BC 1.015 24.000 0.085
CD 0.200 4.800 0.083
DE 0.200 4.200 0.095
EF 1.015 21.000 0.097
FG 0.745 16.800 0.089
y L
( )
=
Segmen μ α = 2(y/L) Σα Wobble, K L ΣL μΣα + KΣL e -(μΣα + KΣL)
AB 0.150 0.078 0.078 0.00066 19.20 19.200 0.024 0.976
BC 0.150 0.085 0.162 0.00066 24.00 43.200 0.053 0.949
CD 0.150 0.083 0.246 0.00066 4.80 48.000 0.069 0.934
DE 0.150 0.095 0.341 0.00066 4.20 52.200 0.086 0.918
EF 0.150 0.097 0.437 0.00066 21.00 73.200 0.114 0.892
FG 0.150 0.089 0.526 0.00066 16.80 90.000 0.138 0.871
Langkah 4: Menghitung kehilangan tegangan akibat friksi
ff fo fx
fo 1 e
KL
( )
(Rumus)
ff fo 1 Rf
j 0 np 1
( )
{bilangan 0,1,..,s/d 6}
ff
j
0 j 0
if
fpj 1 Rf
j 1
otherwise
ff
0
33.507
71.798
92.369
114.4
150.208
180.203
MPa
fptj fpj ffj
j fptasal ff fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 0.000 1395.000
1 1395.000 33.507 1361.493
2 1395.000 71.798 1323.202
3 1395.000 92.369 1302.631
4 1395.000 114.400 1280.600
5 1395.000 150.208 1244.792
6 1395.000 180.203 1214.797
fpj
MPa
( )
ff
MPa
( )
0 20 40 60 80 100
1200
1300
1400
f pt
MPa
( )
Lx
57. Kehilangan Akibat Slip Angkur
SOAL : Hitung kehilangan akibat slip angkur pada contoh 2.1.
Modulus elastisitas kabel Eps 195000
MPa
Besarnya selip pada angkur L 0.0095
m
Jarak ke titik yang diketahui L L0 L1
L 43.2
m
Kehilangan akibat friksi sejarak L d ff2
d 71.798MPa
Langkah 1: Jarak yang terpengaruh oleh slip angkur, x
x
Eps L
L
d
x 33.386
m
Langkah 2:Kehilangan tegangan akibat
anchor set
fa
2 d
x
L
fa 110.975
MPa
Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fa
2 d
x
L
Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fp fpj fa
fp 1284.025
MPa
< 0.7fpu 1.302 10
3
MPa
OK!
Langkah 4: Tegangan prategang setelah slip angkur
Tegangan di ujung fpuj fpj fa
fpuj 1.284 10
3
MPa
fpt2j fpuj j 0
if
min fptj fpuj ffj
otherwise
Redefinisi kehilangan akibat slip angku r
fa fpt fpt2
j fptasal fa fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 110.975 1284.025
1 1361.493 43.961 1317.532
2 1323.202 0.000 1323.202
3 1302.631 0.000 1302.631
4 1280.600 0.000 1280.600
5 1244.792 0.000 1244.792
6 1214.797 0.000 1214.797
fpt
M Pa
( )
fa
M Pa
( )
0 20 40 60 80 100
1200
1250
1300
1350
1400
f pt
MPa
( )
f pt2
MPa
( )
Lx
58. Diberikan
Kehilangan Akibat Pemendekan Beton
Mutu beton silinder fc 60MPa
Modulus elastisitas beton (28hari)Ec 4700 fc MPa
Ec 3.641 10
4
MPa
Mutu beton saat transfer fci 0.65 fc
fci 39MPa
Modulus elastisitas beton initial Eci 4700 fci MPa
Eci 2.935 10
4
MPa
Luas penampang Acj 6m
2
Momen inersia Icj 3.764
m
4
Garis berat bawah yb
j
1.05m
Radius girasi r
Ic
Ac
Berat isi beton c 24kN m
3
Jumlah tendon ntd 4
Luas total kabel Aps 7200mm
2
SOAL : Hitung kehilangan akibat pemendekan beton pasca-tarik pada contoh 2.1.
a. Jika 2 tendon sekaligus dalam sekali penarikan
b. Jika 1 tendon dalam sekali penarikan
c. Jika semua ditarik bersamaan
Langkah 1: Menentukaneksentrisitas kabel
exj
ybj
ypj
m
j Lx ex
m m
0 0.00 0.000
1 19.20 0.745
2 43.20 -0.270
3 48.00 -0.470
4 52.20 -0.270
5 73.20 0.745
6 90.00 0.000
Lx
ex
m
Catatan:
tanda (+) dibawah cgc
Langkah 2: Hitung Momen akibat berat sendi ri
Qd 144 m
-1
kN
MD x
( )
1
2
Qd
Lb
x
Qd
2
x
2
j Lj MD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 39,813.12
2 43.20 14,929.92
3 48.00 0.00
4 52.20 11,430.72
5 73.20 30,481.92
6 90.00 0.00
59. Langkah 3: Tegangan pada beton di level prategang
Gaya prategang saat transfer
(nawymembolehkan reduksi 10% , Pi = 0.9Pj)
Pi fpj Aps
Pi 10044kN
fcs
j
Pi
Acj
1
exj
2
rj
2
MDj
exj
Icj
fcs
1.674
4.725
2.939
2.263
2.688
2.878
1.674
MPa
Catatan:
untuklosses tegangan tekan yang
menyebabkan losses)
Langkah 4: Kehilangan tegangan pada beton pra-tarik
n
Eps
Eci
n 6.644
fES_pre n fcs
(kehilangan pemendekan total
bila terjadi pada pra-tarik)
Langkah 5: Kehilangan tegangan pada beton pasca-tarik
Untuk pasca tarik yang ditarik tidak bersamaan,
dengan kondisi penarikan sebagai berikut:
a. Masing-masing penarikan per 2 tendon.
ntj 2
jumlah penarikan nj
ntd
ntj
nj 2
fES_post
1
nj
i
i 1
nj 1
nj
fES_pre
fES_post
5.561
15.696
9.764
7.519
8.931
9.561
5.561
MPa
b. Masing-masing penarikan per 1 tendon.
ntj 1
jumlah penarikan nj
ntd
ntj
nj 4
fES_post
1
nj
i
i 1
nj 1
nj
fES_pre
fES_post
5.561
15.696
9.764
7.519
8.931
9.561
5.561
MPa
63. Kehilangan Akibat Rangkak Beton
SOAL : Hitung kehilangan akibat rangkak beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan :
a. Metoda AASHTO
b. Metoda ACI-ASCE
Diberikan
Jenis prategang Post "Ya"
(Post-tension)
Beban mati superimposed Qsd 5.5
kN
m
Langkah 1: Momen akibat superimposed
Beban mati superimposed
Qsd 5.5
kN
m
MSD x
( )
1
2
Qsd
Lb
x
Qsd
2
x
2
j Lx MSD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 1,520.64
2 43.20 570.24
3 48.00 0.00
4 52.20 436.59
5 73.20 1,164.24
6 90.00 0.00
L x
M SD
kN m
MSD (x) adalah momen akibat beban mati
superimposed yang didefinisikan sebagai
fungsi terhadap jarak x dari ujung penarikan.
Langkah 2: Tegangan akibat superimposed
fcsd
j
MSDj
Icj
ex
j
fcdpj
fcsj
fcsdj
j fcs fcsd fcdp
MPa MPa MPa
0 1.674 0.000 1.674
1 -4.725 0.301 -5.026
2 2.939 -0.041 2.980
3 2.263 0.000 2.263
4 2.688 -0.031 2.720
5 -2.878 0.230 -3.109
6 1.674 0.000 1.674
f cs
MPa
f csd
MPa
fcsd = tegangan akibat beban mati superim-posed
di level tendon prategang.
fcs = tegangan akibat beban mati berat sendiri
balok di level tendon prategang.
67. Kehilangan Total
SOAL : Hitung kehilangan total pada contoh 2.1:
Berdasarkan perhitungan pada contoh 2.1 s.d contoh 2.5 dapat dihitung kehilangan total sebagai berikut ;
ftot
j
ff
j
fa
j
fES
j
fr
fcr
j
fsh
j
Post "Ya"
if
fESj
fr
fcrj
fshj
otherwise
ftot
0
0
1
2
3
4
5
6
208.007
117.08
180.026
194.453
220.395
206.253
277.235
MPa
Persentase kehilangan total terhadap fpj
ftot
fpj 0
0
1
2
3
4
5
6
14.911
8.393
12.905
13.939
15.799
14.785
19.873
%
68. Metoda Perencanaan
Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL)
◦ Check tegangan
◦ check lendutan.
Perencanaan berdasarkan Batas Kekuatan Terfaktor (PBKT)
◦ Kapasitas nominal lentur, geser dan puntir
◦ Daerah pengangkuran.
69. Langkah-langkah Investigasi
Analisis atau investigasi
Properti penampang, P dan eo, dan properti material
Periksa persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua
tahapan pembebanan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen
rencana ultimate
Periksa persyaratan jumlah dan spasi tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term
dan long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus
Periksa biaya dan usulan perbaikan bila diperlukan
70. Langkah-langkah
Desain
Asumsikan dimensi penampang, dan properti material
Periksa kembali persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua
tahapan pembebanan bila diperlukan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana
ultimate
Periksa persyaratan geser vertikal dan menentukan tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan
long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus; tegangan end-block; prosedur
pelaksanaan; opening; tolerances; spasi kabel; kebakaran; retakan; dsb
Periksa biaya dan bila memungkinkan lakukan perubahan untuk
mengurangi biaya (bentuk dan dimensi penampang, properti material,
prosedur pelaksanaan, dsb)
Hitung kehilangan prategang; atau asumsi yang setara η = P/Pi
Menentukan P dan eo yang mungkin
Menentukan steel envelope atau batas aman kabel
Menentukan nilai eo di ujung balok atau di perletakan
Menentukan layout kabel yang memenuhi batas aman kabel
Periksa persyaratan momen nominal terhadap momen retak
Periksa persyaratan geser horizontal dan menentukan tulangan ties
71. Persamaan tegangan
Pengaruh dari Serat
atas/bawah
Persamaan tegangan
atas
b
c
c
t
t
t
a
k
A
M
r
A
y
M
S
M
I
y
M
2
Momen Positif, M
bawah
t
c
c
b
b
b
b
k
A
M
r
A
y
M
S
M
I
y
M
2
atas
2
1
r
y
e
A
P
I
y
e
P
A
P t
o
c
t
o
c
a
t
c
o
c
b
o
c S
A
e
A
P
k
e
A
P
1
1
o
b
t
e
k
S
P
Gaya prategang, P
dengan eksentrisitas
eo ke arah serat
bawah.
bawah
2
1
r
y
e
A
P
I
y
e
P
A
P t
o
c
t
o
c
b
b
c
o
c
t
o
c S
A
e
A
P
k
e
A
P
1
1
t
o
b
k
e
S
P
I = momen inersia penampang
yt = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat atas terluar
yb = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat bawah terluar
= tegangan dalam beton secara
umum
St = I/yt = modulus penampang
pada serat atas
Sb = I/yt = modulus penampang
pada serat bawah
c
A
I
b
c
b
b
c y
r
A
S
y
A
I 2
t
c
t
t
c y
r
A
S
y
A
I 2
r = = modulus penampang pada
serat bawah
= jarak dari cgc ke batas atas kern.
= jarak dari cgc ke batas bawah kern.
kt =
kb =
Dimana notasi-notasi itu adalah
sebagai berikut:
72. Rumus Umum Tegangan (PBL)
ti
t
t
o
i
c
i
a
I
y
M
I
y
e
P
A
P
min
ci
t
b
o
i
c
i
b
I
y
M
I
y
e
P
A
P
min
cs
t
t
o
c
a
I
y
M
I
y
e
P
A
P
max
ts
t
b
o
c
b
I
y
M
I
y
e
P
A
P
max
Kondisi awal atau transfer:
Kondisi layan:
cs
c
f
= 0,45
Dimana :
Tegangan ijin tekan
(kondisi layan)
ci
ci
f
= 0,60
’
(kondisi transfer
/sementara)
ts
c
f
= 0,5
Tegangan ijin tarik
= 0,25 ci
f
ti
= 0,5 ci
f
ti
(kondisi transfer
/sementara selain
diperletakan)
(kondisi layan)
(kondisi transfer
/sementara diperletakan)
73. Contoh 3.1: Balok di atas perletakan sederhana
e0 P
e0
MDL
qDL
b
Diketahui :
P 525kN
(gaya prategang setelah semua losses)
L 12m
eo 200mm
b 300mm
h 600mm
Mutu beton fc 50MPa
1. HItung tegangan ijin
Tegangan ijin layan
ts 0.5 fc MPa
ts 3.536MPa
(tarik)
cs 0.45
fc
cs 22.5
MPa
(tekan)
Tegangan ijin initial
ti 0.25 fc MPa
ti 1.768MPa
(tarik)
ci 0.6
fc
ci 30
MPa
(tekan)
2. Hitung Momen lentur
Beban mati sendiri
qDL b h
25
kN
m
3
qDL 4.5
kN
m
MDL
1
8
qDL
L
2
MDL 81kN m
Beban hidup
qL 4
kN
m
ML
1
8
qL
L
2
ML 72kN m
Momen total
Mmax MDL ML
Mmax 153kN m
3. Hitung Properti Penampang
I
b h
3
12
I 5.4 10
9
mm
4
Ac b h
Ac 1.8 10
5
mm
2
yt
h
2
yt 300mm
yb
h
2
yb 300mm
St
I
yt
St 1.8 10
7
mm
3
74. yb
h
2
St
I
yt
St 1.8 10
7
mm
3
Sb
I
yb
Sb 1.8 10
7
mm
3
kt
Sb
Ac
kt 100
mm
kb
St
Ac
kb 100mm
4. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi transfer
di midspan e eo
e 200mm
asumsi : 0.83
Pi
P
a
Pi
Ac
Pi e
St
MDL
St
a 0.986
MPa
ti 1.768MPa
(tarik)
b
Pi
Ac
Pi e
Sb
MDL
Sb
b 6.042
MPa
ci 30
MPa
(tekan)
5. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi layan
di midspan e eo
e 200mm
a
P
Ac
P e
St
Mmax
St
a 5.583
MPa
cs 22.5
MPa
(tekan)
b
P
Ac
P e
Sb
Mmax
Sb
b 0.25
MPa
ts 3.536MPa
(tarik)
75. Balok pada contoh 3.1 akan digunakan untuk memeriksa lendutan
fc 50 MPa
fci 0.65 fc
fci 32.5MPa
Ec 4700 fc MPa
( )
Ec 33234.019
MPa
Eci 4700 fci MPa
( )
Eci 26794.122
MPa
qDL 4.5
kN
m
qL 2.5
kN
m
Modulus elastisitas beton
Beban layan
beban hidup
beban mati
e 0.2 m
bs
5
384
qDL
L
4
Ec I
bs 6.77mm
a. Lendutan awal (initial)
- Chamber akibat prestress saja
- Defleksi akibat berat sendiri
- Defleksi jangka panjang oleh PCI Multipliers
pi
5
Pi
e
L
2
48 Eci
I
pi 13.115
mm
(ke atas)
(ke bawah)
1 1.85 bs
1.8 pi
1 11.082
mm
(ke atas)
a. Lendutan akhir
- Defleksi akibat beban hidup merata, qLL
L
5
384
qL
L
4
Ec I
L 3.761mm
(ke bawah)
kontrol defleksi, DL < L
800
15mm
OK !
- Defleksi jangka panjang total
2 2.45 pi
2.7 bs
2 13.852
mm
(ke atas )
tot 2 1
L
tot 0.991mm
(ke bawah)
- Defleksi total
76. Flow Chart Desain Ultimate
Input: Bentuk Penampang (T, I, Rectagular, Box),
b,d,bf,hf ,dp,fc,fps,fpu,fpy,fps,Es,Eps
MULAI
fps diketahui?
fpe = 0.5fpu?
Hitung fps dari
kompatibilitas regangan
Bonded?
Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Ya
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Penampang
flens?
)
(
`
c
t
p
c
pu
p
p
pu
ps
d
d
f
f
f
f
1
1
w
c
y
s
y
s
ps
ps
b
f
f
A
f
A
f
A
a
`
.
`
85
0
RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
A
77. Flow Chart Desain Lentur (PBKT)
fpe = 0.5fpu?
Bonded?
Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Penampang
flens?
a = hf ?
)
(
`
c
t
p
c
pu
p
p
pu
ps
d
d
f
f
f
f
1
1
w
c
y
s
y
s
ps
ps
b
f
f
A
f
A
f
A
a
`
.
`
85
0
Penampang
persegi
Penampang
flens
f
w
f
c
y
s
ps
ps
ps
pw h
b
b
f
f
A
f
A
f
A )
(
`
.
85
0
w
c
ps
pw
b
f
f
A
a
`
.85
0
Over reinforce :
)
.
.
(
` 2
2
1
08
0
1
36
0
p
w
c
n d
b
f
M
)
/
(
)
(
`
. 2
85
0 f
p
f
w
f
c h
d
h
b
b
f
Over reinforce :
)
.
.
(
` 2
2
1
08
0
1
36
0
p
c
n bd
f
M
1
36
0
.
`)
(
/
p
p d
d
p
atau
Momen nominal :
)
(
)
/
( p
y
s
p
ps
pw
n d
d
f
A
a
d
f
A
M 2
)
/
(
)
(
`
. 2
85
0 f
p
f
w
f
c h
d
h
b
b
f
1
36
0
.
)
`
(
/
w
w
p
pw d
d
Momen nominal :
)
/
(
)
/
( 2
2 a
d
f
A
a
d
f
A
M y
s
p
ps
ps
n
`)
/
(
` d
a
f
A y
s
2
RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Ya
A
78. Contoh 4.1 : DESAIN BALOK PRATEGANG
SOAL : Desain jembatan bentang 36 m dengan balok girder T-Bulb AASHTO.
DIBERIKAN :
Panjang benta ng jembatan Lsl 36 m
Jarak antar balok (as ke as) Lc 2.10
m
Material
a. Beton :
Girder Pracetak
fc 45.65
Mpa
fc 45.65Mpa
Ec 4700 fc Mpa
Ec 31755.448
Mpa
fy 400 Mpa
Pelat :
fcp 29 Mpa
Ecp 4700 fcp Mpa
Ecp 25310.275
Mpa
b. Kabel Prategang (Jenis Relaksasi Rendah)
fpu 1860Mpa
fpy 0.9fpu
fpy 1.674 10
3
Mpa
fpj 0.75 fpu
fpj 1.395 10
3
Mpa
(maks.)
fpi 0.7 fpu
fpi 1302Mpa
fpeff 0.8 fpi
fpeff 1041.6Mpa
(asumsi
losses 20%)
Eps 195000Mpa
Diameter T endon s 12.7 mm
Luas efektif per tendon Ap1 98mm
2
79. LANGKAH 1: M ene ntukan Dime nsi Penam pang
Penampang
: AASHTO Tipe VI
h 1828.8mm
bf 1066.8mm
x1 127
mm
x2 177.8
mm
b2 711.2
mm
x3 254
mm
x4 203.2
mm
bw 203.2
mm
Momen inersia Ic 3.052 10
11
mm
4
Luas Penampang Ac 6.999986 10
5
mm
2
Garis Berat Bawah Cb 924.068
mm
Garis Berat Atas Ct h Cb
Ct 904.732
mm
Sec. Modulus T op St
Ic
Ct
St 3.374 10
8
mm
3
Sec. Modulus Bottom Sb
Ic
Cb
Sb 3.303 10
8
mm
3
Radius Girasi r
Ic
Ac
r 660.337
mm
kb
r
2
Ct
kb 481.961
mm
kt
r
2
Cb
kt 471.876
mm
tebal pelat total (asumsi - trial) hslb 220mm
LANGKAH 2: Gaya Dalam
Faktor reduksi lentur 0.8
Faktor reduksi geser v 0.75
Berat jenis beton c 24 kN
m
3
Berat jenis beton prategang pt 25 kN
m
3
Berat jenis baja s 78.5 kN
m
3
80. Resume gaya dalam M + V dalam girder
Msdl 2.629 10
3
kNm
Vsdl 292.068
kN
Mdl 2.835 10
3
kNm
Vdl 314.999
kN
ML 1.418 10
3
kNm
VL 157.584
kN
Mu 1.3 Msdl Mdl
2.2 ML
Mu 1.022 10
4
kN m
Mt 1.0 Msdl Mdl
1.0 ML
Mt 6.882 10
3
kN m
Vu 1.3 Vsdl Vdl
2.2 VL
Vu 1.136 10
3
kN
Vt 1.0 Vsdl Vdl
1.0 VL
Vt 764.651
kN
Keterangan :
Msdl = Momen akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Mdl = Momen akibat berat sendiri girder
ML = Momen akibat beban hidup
Vsdl = Geser akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Vdl = Geser akibat berat sendiri girder
VL = Geser akibat beban hidup
LANGKAH 3: Penentuan Tebal Pelat Lantai Je mbatan
Tinggi perlu flens untuk menahan momen Mu
Ac'
Mu
0.68
h
fc
Ac' 2.251 10
5
mm
2
bila lebar pelat efektif di atas girder,
bpl Lc
bpl 2100mm
maka tebal flens minimum,
hf
Ac'
bpl
hf 107.188
mm
< hslb 220mm
Ket "hslb > hf, OK"
Lebar effektif pelat, terkecil dari :
bpl min bw 16 hslb
Lc
Lsl
4
bpl 2100mm
Tebal minimum flens menurut AASHT O
tmin
1.2 Lc 3m
( )
30
tmin 204mm
< hslb 220mm
OK !
Ket "hslb > tmin, OK"
81. LANGKAH 4: M enghitung Sifat Penampang Kom posit
Modulus Elastisi tas Girder Ec 3.176 10
4
Mpa
Modulus Elastisi tas Pelat Ecp 2.531 10
4
Mpa
Rasio modulus nc
Ecp
Ec
nc 0.797
Lebar sayap efektif bpl 2100mm
Lebar sayap tranform. be nc bpl
be 1673.78
mm
Luas Penampang Komposit
Ack Ac be hslb
Ack 1.068 10
6
mm
2
Garis Berat Bawah Komposit
Cbk
be hslb
( )
h
hslb
2
Ac Cb
Ack
Cbk 1.274 10
3
mm
Garis Berat Atas Komposit
Ctk h hslb
Cbk
Ctk 774.942
mm
Momen inersia Komposit
Ick Ic Ac Cbk Cb
( )
2
be hslb
3
12
be hslb
Ctk
hslb
2
2
Ick 5.552 10
11
mm
4
Sec. Modulus T op Stk
Ick
Ctk
Stk 7.164 10
8
mm
3
Sec. Modulus Bottom Sbk
Ick
Cbk
Sbk 4.358 10
8
mm
3
LANGKAH 5: Es tim asi Luas Prategang
Eksesntrisitas Tendon
em h 200mm
Ct
em 724.068
mm
Estimasi berdasarkan kondisi tegangan akhir pada serat bawah
e em
e 724.068
mm
Ft 0MPa
Nilai awal Peff 1 kN
Given Peff
Ac
Peff e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk
Ft
Pf2 Find Peff
( )
Pf2 5467.24
kN
Estimasi berdasarkan kekuatan batas penampang
Aps
0.95
fpu 0.9 h hplt
( )
Mu
Aps
Mu
0.8 h hslb
( )
[ ]
0.9 fpu
Aps 4.657 10
3
mm
2
Pf3 Aps fpeff
Pf3 4.851 10
3
kN
82. Gaya prategang efektif yang dibutuhkan
Pf max Pf2 Pf3
( )
( )
Pf 5.467 10
3
kN
Aps
Pf
fpeff
Aps 5248.886
mm
2
Menentukan jumlah strand
n_strand ceil
Aps
Ap1
n_strand 54
Aps n_strand Ap1
Aps 5292mm
2
LANGKAH 6: M enghitung Kapasitas Mome n
Diameter tulangan Ds 16 mm
0.8
Luas per tulangan As1 0.25
Ds
2
As1 201.062
mm
2
Lebar tekan balok bt be
bt 1.674 10
3
mm
Luas penampang dari center ke sisi tarik
(Pendekatan At= 50% Ac)
At 50% Ac
At 3.5 10
5
mm
2
Pasang tulangan minimum
Asmin 0.4% At
Asmin 1.4 10
3
mm
2
Jadi banyaknya tul. tarik
ns ceil
Asmin
As1
ns 7
Luas T otal tul. tarik Ast ns As1
Ast 1407.434
mm
2
Cover beton dc 40 mm
Leng. momen prategang komposit Ct 904.732
mm
dp Ct hslb
em
dp 1848.8mm
83. Leng. momen tul. komposit
d h hslb
dc
Ds
2
13mm
d 1987.8mm
Pe fpeffAps
Pe 5512.147
kN
fpeff 1041.6Mpa
0.5 fpu
930Mpa
.. OK!
maka : Nilaiuntuk p : 0.55 untuk fpy/fpu ³ 0.8
0.4 untuk fpy/fpu ³ 0.85
0.28 untuk fpy/fpu ³ 0.9
fpy
fpu
0.9
p 0.28
1 0.85 fc 30 Mpa
if
0.65 fc 55 Mpa
if
0.85 0.008
fc
Mpa
30
30 Mpa
fc
55 Mpa
if
1 0.725
p
Aps
Ack
p 0.495%
c 0
c 0
t
Ast
Ack
t 0.132%
t t
fy
fc
t 0.012
fps fpu 1
p
1
p
fpu
fc
d
dp
t c
( )
fps 1706.044
Mpa
p p
fps
fc
p 0.185
Lebar stress blok pada beton
Tps fps Aps
Tps 9.028 10
3
kN
Ts Ast fy
Ts 562.973
kN
a
Tps Ts
0.85 fc
bt
a 147.68mm
< hslb 220mm
( OK )
Periksa Tulangan Maksimum
Berdasarkan ACI / NAWY (untuk balok segi-4)
p p
fps
fc
p 0.185
< 0.36 1
0.261
OK (jika prestressed only)
p
d
dp
t c
( )
0.198
< 0.36 1
0.261
OK (jika besi tulangan diperhitungkan)
Notes : jika rasio tulangan < 0.3 6
1 maka under-reinforced,
jika tidak maka over-reinforced.
OVER "Y" p
d
dp
t c
( )
0.36 1
if
"N" otherwise
OVER "N"
84. Berdasarkan AASHTO 3rd Edition 2004, Sec. 5.7.3.3
Kedalaman tulangan efektif pada penampang
de
Aps fps
dp
Ast fy
d
Aps fps
Ast fy
de 1.857 m
c
a
1
c 203.753
mm
c
de
0.11
< 0.42 OK.
OVER "Y"
c
de
0.42 1
if
"N" otherwise
OVER "N"
Mn Tps dp
a
2
Ast fy
d
a
2
Mn 17102.525
kN m
OVER "Y"
c
de
0.42 1
if
"N" otherwise
OVER "N"
Mn Tps dp
a
2
Ast fy
d
a
2
Mn 17102.525
kN m
LANGKAH 7: Periksa Momen Desain Ultimate
Momen Nominal Mn 17102.525
kN m
Periksa :
Mn
13682.02
kN m
> Mu 10222.851
kN m
check apakah Mn > Mu jika ya --> OK
LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6
mm
2
Ic 3.052 10
11
mm
4
Pe 5.512 10
3
kN
Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa
fr 4.73Mpa
Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
fakt
Pe
Ac
Pe e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk
fakt 0.163
Mpa
Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt
( ) Sbk
Mt
Mcr 9013.961
kN m
Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak
Mn
Mcr
1.52
> 1.2 ...OK!
LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6
mm
2
Ic 3.052 10
11
mm
4
Pe 5.512 10
3
kN
Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa
fr 4.73Mpa
Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
fakt
Pe
Ac
Pe e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk
fakt 0.163
Mpa
Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt
( ) Sbk
Mt
Mcr 9013.961
kN m
Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak
Mn
Mcr
1.52
> 1.2 ...OK!
85. Merencanakan kapasitas geser balok T pada contoh 4.1.
Bentang L 36 m
Penampang
Tinggi penampang h 1.829m
Lebar badan bw 0.203m
Ac 7 10
5
mm
2
Yt 904.732
mm
Sb 3.303 10
8
mm
3
Pe 5512.147
kN
Aps 5292mm
2
dp 1.849m
fpe
Pe
Aps
fpe 1041.6MPa
> 0.4fpu 744MPa
layout kabel mengikuti persamaan parabolik sebagai berikut:
ex x
( ) 1 x
2
1 x
1
1 0.0022
m
-1
1 0.0805
1 0 m
check ex 0.5L
( ) 0.724m
= em
Material
ex 0.5L
( ) 0.724m
= em
Material
Faktor reduksi 0.75
Kuat tekan beton fc 45.65Mpa
Tegangan leleh tul.fy 400Mpa
Beban
Qgir 17.5
kN
m
Qsdl 16.226
kN
m
Qll 8.755
kN
m
QuDL 1.3 Qgir
QuDL 22.75
kN
m
QuSDL 1.3 Qsdl
QuSDL 21.094
kN
m
QuLL 2.2 Qll
QuLL 19.261
kN
m
Qu QuDL QuSDL
QuLL
Qu 63.105
kN
m
Qu QuSDL QuLL
Qu 40.355
kN
m
86. Diagram momen
0 10 20 30
0
5000
1 10
4
1.510
4
MuDL x
( )
kN m
( )
Mu x
( )
kN m
( )
Mu x
( )
kN m
( )
x
Diagram Geser
0 10 20 30
2000
1000
0
1000
2000
VuDL x
( )
kN
Vu x
( )
kN
Vu x
( )
kN
x
Gaya-gaya dalam :
Saat beban layan belum bekerja (geser hanya ditahan oleh girder saja)
beban konstruksi yang bekerja = 1 kN/m2
MuDL x
( ) QuDL
L
2
x
x
( )
2
2
VuDL x
( ) QuDL
L
2
x
( )
Mu x
( ) Qu
L
2
x
x
2
2
Vu x
( ) Qu
L
2
x
( )
Mu x
( ) Qu
L
2
x
x
( )
2
2
Vu x
( ) Qu
L
2
x
( )
87. x1
h
2
x2 0.25L
x2 9 m
x3 0.5L
x3 18 m
Momen
Mu1 Mu x1
( )
Mu1 1012.272
kN m
Mu2 Mu x2
( )
Mu2 7667.228
kN m
Mu3 Mu x3
( )
Mu3 10222.97
kN m
Geser
Vu1 Vu x1
( )
Vu1 1078.183
kN
Vu2 Vu x2
( )
Vu2 567.943
kN
Vu3 Vu x3
( )
Vu3 0kN
Jarak serat atas ke pusat prategang, dp
dp1 Yt ex x1
( )
dp1 0.976m
dp2 Yt ex x2
( )
dp2 1.448m
dp3 Yt ex x3
( )
dp3 1.629m
Persyaratan Geser menurut ACI :
0.4 fpu
744Mpa
< fpe 1041.6Mpa
dapat menggunakan metoda sederhana sebagai berikut :
Vc
1
20
fc
MPa
( )
4.8
Vu dp
Mu
Vu dp
Mu
1
Vu1 dp1
Mu1
1.04
Vu2 dp2
Mu2
0.107
Vu3 dp3
Mu3
0
vc1
1
20
fc
Mpa
4.8 1
Mpa
vc1 5.138MPa
vc2
1
20
fc
Mpa
4.8 0.107
Mpa
vc2 0.851MPa
vc3
1
20
fc
Mpa
4.8 0
Mpa
vc3 0.338MPa
1
(untuk beton norm al)
vc1 0.4
fc Mpa
( )
vc1 0.4
fc Mpa
if
6
fc MPa
( )
vc1
6
fc MPa
( )
if
vc1 otherwise
vc1 2.703Mpa
vc2 0.4
fc Mpa
( )
vc2 0.4
fc Mpa
if
6
fc MPa
( )
vc2
6
fc MPa
( )
if
vc2 otherwise
vc2 1.126Mpa
vc3 0.4
fc Mpa
( )
vc3 0.4
fc Mpa
if
6
fc MPa
( )
vc3
6
fc MPa
( )
if
vc3 otherwise
vc3 1.126Mpa
88. Saat beban layan bekerj a
Pada titik 1: x1 0.914m
Vu1 1078.183
kN
> vc1
bw
dp1
402.167
kN
maka diperlukan tulangan geser tidak minimum
Menentukan spasi, s sact 250mm
(praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 250mm
Luas tul. minimum Avmin
bw s
3 fy
Mpa
Avmin 42.333mm
2
Menentukan luas tulangan geser, Av
Av1
Vu1
vc1 bw
dp1
s
fy d
Av1 283.402
mm
2
Luas tul. geser dia 13 mm
Av1act 0.25
dia
2
2
Av1act 265.465
mm
2
> Av min atau
Av 1..OK!
Pada titik 2: x2 9 m
Vu2 567.943
kN
< vc2
bw
dp2
248.461
kN
maka diperlukan tulangan geser minimum
Menentukan spasi, s sact 400mm
(praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 400mm
Luas tul. minimum Avmin
bw s
3 fy
Mpa
Avmin 67.733mm
2
Menentukan luas tulangan geser, Av
Av2
Vu2
vc2 bw
dp2
s
fy d
Av2 214.295
mm
2
Luas tul. geser dia 13 mm
Av2act 0.25
dia
2
2
Av2act 265.465
mm
2
> Av minatau
Av2..OK!
89. Pada titik 3: x3 18 m
Vu3 0kN
< 0.5
vc3 bw
dp3
139.763
kN
maka tidak diperlukan tulangan geser, namun praktisnya dipasang
tulangan minimum.
Menentukan spasi, s sact 400mm
(praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 400mm
Luas tul. minimum Avmin
bw s
3 fy
Mpa
Avmin 67.733mm
2
Luas tul. geser dia 10 mm
Av2act 0.25
dia
2
2
Av2act 157.08mm
2
> Av minatau
Av2..OK!
91. Analisa Struktur Balok Sederhana (Simple-Beam)
h
b
Diketahui :
P 525kN
(setelah semua losses)
q 7
kN
m
L 12m
eo 200mm
b 300mm
h 600mm
Modulus elastisitas beton Ec 25000
MPa
Momen inersia Ic
1
12
b
h
3
Ic 5.4 10
3
m
4
1. Mencari kebutuhan gaya prategang, P (optimum)
Besarnya P dapat diperoleh dari 2 buah persamaan lendutan pada tabel 3.3a sub bab 3.6
EI
w 4
384
5
Simple span dengan beban merata: w q
EI
P
e
e
e e
c
e
8
6
5 2
Simple span dengan bentuk parabolik:
Dengan memasukan nilai ee 0
ec eo
maka diperoleh
Popt
1
8
q L
2
ec
Popt 630kN
92. Diagram momen
0 5 10
200
100
100
200
Mq x
( )
kN m
Mqp x
( )
kN m
x
Diagram Geser
0 5 10
60
40
20
20
40
60
Vq x
( )
kN
Vqp x
( )
kN
x
4. Menghitung lendutan
x
( )
q x
24 Ec
Ic
L
3
2 L
x
2
x
3
0.5L
( ) 14mm
p x
( )
qp x
24 Ec
Ic
L
3
2 L
x
2
x
3
p 0.5L
( ) 11.667
mm
2, Mencari beban merata ekivalen dengan gaya P aktual
qp 8
P ec
L
2
qp 5.833
kN
m
3. Menghitung Gaya Dalam
Akibat q
Momen : Mq x
( )
q L
2
x
1
2
q
x
2
Geser: Vq x
( )
q L
2
q x
Akibat q
p
Momen : Mqp x
( )
qp L
2
x
1
2
qp
x
2
Geser: Vqp x
( )
qp L
2
qp x
0 5 10
0.02
0.01
0.01
0.02
x
( )
p x
( )
x
102. Keuntungan Box Girder Beton
Kekakuannya yang cukup tinggi dikombinasikan dengan beban
mati yang cukup kecil, menghasilkan nilai perbandingan
beban mati dengan beban hidup yang memadai.
Kekakuan torsional yang tinggi yang dapat memberikan
kebebasan dalam melakukan pemilihan mengenai perletakan
dan alinyemen jembatan.
Kemungkinan penggunaan ruang di dalam gelagar box
tersebut.
103. 1
Konsep
Desain
keputusan mendasar mengenai tipe
konstruksi, panjang bentang dan
perbandingan, dan tipe-tipe penampang
melintang yang digunakan
2
Desain
Pendahul
uan
pemilihan mengenai dimensi dasar untuk
elemen-elemen penampang melintang,
bentuk dan jumlah dari tendon dan
penulangan, tebal pelat dan web, dan studi
optimasi mengenai bentang dan bentuk
penampang melintang
3
Desain
Rinci
bentuk atau ukuran tertentu mengenai
penampang melintang sementara dengan
mempertimbangkan baik beban-beban
selama konstruksi dan beban rencana normal
pada struktur yang sudah selesai, ukuran
tendon, penulangan, dimensi komponen
struktural, serta rencana urutan pemasangan
dan penyambungan. Analisis relatif detail
untuk mempertimbangkan keseluruhan
beban-beban utama dan kondisi yang mana
akan mempengaruhi perilaku dari struktur
4
Verifikasi
studi yang dilakukan setelah keseluruhan
elemen terpasang untuk memeriksa tegangan
dan deformasi struktur dan perilakunya di
bawah semua kondisi pembebanan yang
kritis
5
Dukungan
lapangan
pemeriksaan mengenai gambar kerja,
tegangan selama pemasangan oleh
kontraktor, urutan penarikan secara rinci,
dan pengembangan dari defleksi yang
terjadi dan informasi penyambungan untuk
panduan dari tenaga kerja di lapangan
6
Perubahan
menyediakan informasi yang cepat pada
tenaga lapangan dan kontraktor mengenai
kelayakan teknis dari perubahan-perubahan
yang diajukan dalam disain yang
membutuhkan tanggapan secepatnya
mengenai keputusan teknis
104. Parameter Desain
Ketinggian konstan vs bervariasi;
Perbandingan bentang terhadap tinggi jembatan;
Jumlah gelagar box yang sejajar;
Bentuk dan ukuran dari masing-masing gelagar box, meliputi jumlah web, kemiringan web,
ketebalan web serta flens bawah;
Aksesibilitas/pemeriksaan dari struktur atas.
105. Pemilihan Tinggi Gelagar
Ketinggian balok gelagar yang konstan merupakan suatu pilihan yang termudah dan memberikan
solusi terbaik untuk bentang pendek dan moderat sekitar 260 ft (80 m). Jembatan dengan ketinggian
konstan tersebut juga digunakan sebagai alasan estetika untuk bentang hingga 450 ft (137 m). Apabila
bentang meningkat, besarnya momen lentur akibat beban mati di dekat pilar memerlukan suatu variasi
dari ketinggian struktural; sehingga akan lebih ekonomis untuk membuatkan variasi pada penampang.
110. Pertimbangan Desain Arah Melintang
Design of
Box Girder
Cross
Section
Possible
Cross
Sections
Supports
Constructio
n Method
Bridge
Finishes +
Form
Proportion
Use
Possible
Cross
Section
Single Cell
Multiple Cell
Constant or Varying
With or without Diaphragma
Supports
Pier wall with multiple Bridge Bearings
Several Individual Piers
Single Middle Piers
Suspended from Bridge Centerline
Suspended from both sides of cross
section
Construct
ion
Method
Stationery falsework
Incremental launching
Formwork girder
Free cantilever
Launching girder
Precast elements
Use
Pedestrian
Automobile
Utilities
Widening
Proportio
ns
Length of cantilever
Web inclination
Dimensions
Longitudinal/transverse
stiffness
Bridge
Finishes
+ Form
Guard rail
Railing
Web inclination
View from below
112. Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever)
Terdapat porsi kecil dari struktur atas pada pilar yang dibuat melalui perancah (cetakan) dan biasanya didisain
sebagai ‘pier table’ (meja pilar). Pada kasus cor di tempat untuk jembatan menggunakan konstruksi
segmental, pier table tersebut harus cukup panjang untuk meletakkan dua traveler yang saling membelakangi
(biasanya 30 ft (10 m) – 40 ft (12 m) panjang). Pier table tersebut biasanya dibuat dengan panjang ½ segmen
keluar untuk meminimalkan pengaruh ketidak-seimbangan selama konstruksi segmen.
Perencana harus melakukan perhitungan awal mengenai konstruksi kantilever dengan penempatan segmen
terakhir untuk mendapatkan kisaran awal mengenai n kebutuhan luasan kabel pratekan dan pemeriksaan
beban-beban pada penampang pilar.
Untuk struktur yang lebih besar, penggunaan pilar ganda bisa menguntungkan untuk mengurangi kekakuan
lateral untuk temperatur dan beban gempa dan akan efisien untuk menahan momen konstruksi segmental
yang besar.
113. Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever) – cont.
Untuk struktur yang lebih kecil dengan kantilever lantai jembatan yang pendek yang digunakan untuk sistem drainase
dapat menyulitkan pemasangan sebagai akibat dari adanya konflik antara tendon kantilever dan kotak drainase atau
perpipaan.
Minimalkan variasi (khususnya panjang segmen). Standardisasi merupakan kunci untuk mengefektifkan biaya disain
segmen. Batasi ukuran dari tendon kantilever menjadi satu ukuran untuk keseluruhan proyek.
Untuk mengurangi perawatan di masa mendatang, maksimalkan panjang dari kesinambungan struktur atas untuk
meminimalkan jumlah exspansion joints dan penggunaan bearing. Apabila bearing digunakan, rencanakan untuk
penggantian bearing tersebut di masa mendatang.
Pada konstruksi kantilever seimbang, ujung bentang biasanya memiliki bentang sebesar 0.6L sampai 0.8L dari bentang
sebelumnya dan seringkali nilai perbandingan yang digunakan adalah 0.5L sampai 0.6L.
Ketika menggunakan nilai perbandingan untuk ujung bentang sebesar 0.5L, mungkin diperlukan adanya pemberat
(counter weight) untuk mencegah adanya gaya angkat dan apabila ujung bentang tersebut memiliki nilai perbandingan
lebih dari 0.5L, ujung bentang tersebut biasanya dikonstruksi secara cor di tempat menggunakan perancah dan
dihubungkan dengan bagian kantilever melalui ‘closure’.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan fabrikasi dan pencetakan segmen biasanya adalah antara 3 – 6 hari dengan
diikuti penarikan kabel setelah pencetakan selesai pada hari berikutnya.
115. KONSEP PERANCANGAN
Perencanaan Bangunan Bawah
1. Memiliki dimensi yang ekonomis
2. Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat
Kikisan Arus air, penurunan tanah, longsoran global dan gempa
3. Kuat menahan beban berat struktur atas, beban lalu lintas, beban
angin dan beban gempa.
4. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan,
tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan
116. LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN
1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai,
permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah.
2. Menetukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan
ketinggian dan kondisi sungai.
3. Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar
jembatan
4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan.
5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam.
6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.
Perencanaan Bangunan Bawah
118. PENENTUAN LETAK JEMBATAN
Peletakan jembatan didasarkan kepada:
Aliran air dan alur sungai yang stabil ( tidak berpindah-pindah)
Tegak lurus terhadap sungai
Bentang terpendek ( lebar sungai terkecil)
Bentuk Jembatan:
Tergantung bentang dan jenis sungai
Material yang digunakan
Bentang lebih pendek
Bentang lebih panjang
Perencanaan Bangunan Bawah
119. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Bidang Datar : min. 5 m
Tanjakan / Turunan:
1:30 untuk V > 100 km/jam
1:20 untuk V 60 s/d 100 km/jam
1:10 untuk V< 60 km/jam
Clearence / jagaan Untuk banjir 50 tahunan:
0,5 m ; Sungai pengairan
1,0 m ; Sungai alam yang tidak membawa hanyutan
1,5 m ; Sungai alam yang membawa hanyutan
2,5 m ; sungai alam yang tidak diketahui kondisinya
5,0 m ; Bersilangan dengan jalan raya
5.1 m ; Bersilangan dengan jalan tol
≥15m ; Bersilangan dengan laut atau sungai yang dilewati kapal
Perencanaan Bangunan Bawah
120. Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan
sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan.
Penentuan Letak Kepala Jembatan
Kepala jembatan sedapat mungkin diletakkan pada :
a. Pada lereng/dinding sungai yang stabil
b. Pada alur sungai yang lurus
c. Pada bentang yang pendek
Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan
Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis sungainya.
L
MAB
MAN
Kepala
Jembatan
Kepala
Jembatan
a
b
Untuk Kondisi:
• Bukan sungai limpasan banjir
• Air banjir tidak membawa
hanyutan
2
a b
l
Untuk Kondisi:
• sungai limpasan banjir
• Air banjir membawa hanyutan
l b
Perencanaan Bangunan Bawah
121. KRITERIA DESAIN KEPALA JEMBATAN
Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai
Tidak ditempatkan pada aliran air sungai
Tidak ditempatkan diatas bidang gelincir lereng sungai.
Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan pondasi
dangkal
Pondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai
kedalaman pengaruh penggerusan aliran air sungai
Perencanaan Bangunan Bawah
122. DIMENSI KEPALA JEMBATAN
Bahan Kepala Jembatan
Pasangan batu kali : Type Gravitasi
Beton bertulang : Type T dan Type T dengan penopang
Perencanaan Bangunan Bawah
125. PERMASALAHAN PADA KEPALA JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Fungsi : - Penahan beban
struktur atas
- Struktur pembatas
antara jalan dengan
sungai
Penempatan: diusahakan untuk
tidak ditempatkan
pada belokan sungai
untuk menghindari
scouring
Jika terpaksa harus dilakukan
perbaikan dinding sungai dan
Dasar sungai pada bagian yang
akan terkena scouring
127. METODE PERBAIKAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Perbaikan dinding sungai:
- Turap baja
- bronjong ( Pas. Batu kosong dengan ikatan kawat )
- dinding penahan ( pas. batu kali, beton )
- dinding pelindung ( pas. batu kali, lempengan plat beton)
Perbaikan Dasar sungai:
- Pasangan batu kali
- Beton
- Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk
128. KRITERIA DESAIN PILAR JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Tidak ditempatkan ditengah aliran air sungai.
Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih
mungkin dan sejajar dengan arah aliran air.
Bentuk disarankan bulat atau lancip (streamline).
Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar
tunggal.
Jika menggunakan pondasi dangkal, pondasi ditanam dibawah dasar
sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.
129. PILAR JEMBATAN Jenis :
Pilar tunggal
Pilar masif
Pilar Perancah
Bahan : Pasangan batu kali,
Beton dan Baja
Pilar tunggal Pilar Perancah / Portal
Pilar masif
Fungsi :
Penopang struktur atas
Menyalurkan berat struktur
atas ke tanah
Pemakaian
h : 5 ~ 15m h : 5 s/d 25 m h : 5 s/d 15 m h : 15 s/d 25 m
Perencanaan Bangunan Bawah
130. PILAR JEMBATAN PASANGAN BATU KALI
d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w )
d = tebal dinding bagian atas pilar
Dinding semakin kebawah semakin
tebal dengan kemiringan 1:20
h = tinggi pilar dari dasar sungai
sampai tumpuan girder.
w = jarak dua tumpuan antara pilar
dengan kepal jembatan atau
antara pilar dengan pilar.
Permukaan air banjir
Lebar Jembatan
d
0,5m
Perencanaan Bangunan Bawah
132. PILAR JEMBATAN BAJA
Perencanaan Bangunan Bawah
Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan:
- Aliran air sungai cukup deras
- Mengurangi hambatan aliran air
- Mudah dikerjakan
133. Masalah Pada pilar Jembatan
Gaya aliran air pada pilar
Pilar tidak sejajar dengan
arah aliran air,
menyebabkan local
scouring
Kerusakan akibat scouring
Perencanaan Bangunan Bawah
137. Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. A)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa
kejut) (ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B.
Mati (ton)
22 164.647 92.073 105.982 270.629
25 189.114 104.073 114.982 304.096
28 214.338 113.073 123.982 338.320
31 257.102 120.799 131.708 388.810
34 285.453 125.984 136.894 422.347
37 334.353 131.181 142.090 476.443
40 366.987 136.385 147.294 514.281
Perencanaan Bangunan Bawah
138. Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. B)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa kejut)
(ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B. Mati
(ton)
22 136.328 82.721 92.757 229.085
25 256.538 90.371 100.407 256.946
28 177.357 98.021 108.057 285.414
31 212.162 104.499 114.535 326.697
34 235.479 108.640 118.676 354.155
37 275.215 112.790 122.827 398.042
40 301.958 116.948 126.985 428.943
Perencanaan Bangunan Bawah
139. Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m)
B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut
Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 35.925 47.273 56.677 92.602
10 46.121 52.273 61.364 107.485
12 55.925 57.273 66.070 121.995
14 69.378 62.273 70.795 140.173
16 82.453 67.273 75.537 157.990
18 94.163 72.273 80.294 174.457
20 105.959 77.273 85.065 191.024
Perencanaan Bangunan Bawah
140. Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m)
B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut
Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 28.071 43.491 52.143 80.214
10 35.998 48.091 56.455 92.453
12 43.631 52.691 60.785 104.416
14 53.995 57.291 65.132 119.127
16 64.073 61.891 69.494 133.567
18 73.139 66.491 73.871 147.010
20 81.771 71.091 78.260 160.031
Perencanaan Bangunan Bawah
143. Dasar Perencanaan
Fungsi : Pendukung Bangunan Bawah Jembatan
Kriteria Perencanaan
Memiliki keawetan yang memadai sesuai dengan umur operasional jembatan;
Kondisi pembebanan ultimate:
Tanah pendukung memiliki ketahanan yang cukup;
Pondasi memiliki kekuatan yang memadai;
Sambungan memiliki kekuatan yang memadai.
Kondisi pembebanan layan:
Tidak boleh membuat jembatan tidak layak digunakan;
Tidak boleh menimbulkan kekhawatiran pengguna jalan;
Tidak boleh mengurangi umur layan jembatan.
144. Tahap Perencanaan
Tahap 1 Rencanakan panjang tiang dan penampang sehingga tanah memberikan
rencana kapasitas aksial ultimate
Tahap 2 Periksa apakah rencana beban lateral ultimate melebihi rencana
pembebanan lateral ultimate
Tahap 3 Periksa apakah penurunan vertikal (differential settlement) tidak akan
menyebabkan keruntuhan struktural
Tahap 4 Periksa apakah perpindahan lateral tidak menyebabkan keruntuhan
struktural
Tahap 5 Periksa stabilitas keseluruhan untuk pondasi tiang bila kelompok tiang
berada pada lereng tinggi dan terjal
Tahap 6 Rencanakan tiang balok pondasi terhadap keawetan dan kelayakan
struktural
145. Tipe Pondasi
PONDASI
DANGKAL
D < 5 m
DALAM
D > 5 m
Langsung D/B < 1
Sumuran 1 < D/B < 5
Sumuran Dalam
Tiang Bor
Tiang Pancang
(kayu, baja, beton)
146. Pemilihan Tipe Pondasi
Keadaan tanah pondasi;
Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure);
Batasan-batasan kondisi lingkungan;
Waktu dan biaya pekerjaan.
147. Kedalaman Tanah Keras
Kedalaman
Tanah Keras
Tipe Pondasi
2 – 3 m Pondasi telapak
Sumuran (kaison tertutup)
10 m Perbaikan tanah
Pondasi tiang kayu
20 m Tiang pancang (beton/baja)
Tiang bor
Kaison terbuka
30 m Tiang pancang baja
Tiang bor
Kaison terbuka
> 40 m Tiang pancang baja
Tiang bor
148. Perencanaan Pondasi Telapak
Pondasi secara keseluruhan adalah stabil dalam arah vertikal, mendatar, dan terhadap guling;
Pergeseran pondasi (penurunan, slip, dan rotasi) harus lebih kecil daripada yang diizinkan untuk
bangunan atas;
Bagian-bagian pondasi harus memiliki kekuatan yang memadai.
149. Daya Dukung Izin Pondasi Telapak
Jenis-jenis tanah pondasi
Biasa
(t/m2)
Bila ada
gempa (t/m2)
Harga rata-rata
Keterangan
Harga N
Kekuatan geser
unconfined
Tanah keras
Batu homogen yg
keras
100 150 - > 100
Batu keras mudah
retak
60 90 - > 100
Batu lunak, lumpur 30 45 - > 10
Lapisan
krikil
Tidak lepas 60 90 -
Lepas 30 45 -
Tanah
pondasi
berpasir
Lepas 30 45 30 – 50 Bila harga N akibat
SPT lebih kecil
daripada 15, tanah
pondasi tidak dapat
digunakan konstruksi
Sedang 20 30 15 - 30
Tanah
pondasi
kohesif
Sangat keras 20 30 15 – 30 2.0 – 4.0
Keras 10 15 8 – 15 1.0 – 2.0
sedang 5 7.5 4 - 8 0.5 – 1.0
152. Pondasi Tiang
Merupakan suatu konstruksi bangunan yang mampu menahan beban tegak lurus
arah sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan
Merupakan satu kesatuan (monolit) dengan pangkal tiang pancang yang berada
di bawah konstruksi
Tiang Panjang Tiang Pendek Kaison
153. Jenis Tiang Berdasarkan Material
Material Nama tiang Cara pembuatan Bentuk
Baja
Tiang pipa baja
Disambung secara elektris
di arah mendatar,
mengeliling
Bulat
Tiang WF (H profile)
Diasah dalam keadaan
panas, dilas
H
Beton
Beton
pracetak
Beton bertulang
Diaduk dengan gaya
sentrifugal
Diaduk dengan penggetar
Bulat
Segitiga
Persegi
dll
Beton pratekan
Sistem penarikan awal
Sistem penarikan akhir
Bulat
Cor di tempat
Tiang alas Sistem pemancangan
Bulat
Dengan menggoyangkan semua tabung
pelindung
Dengan membor tanah
Dengan pemutaran berlawanan arah
Dengan pondasi dalam
Sistem pemboran
154. Keuntungan Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
Karena tiang dibuat di pabrik dan
pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih
dapat diandalkan
Kecepatan pemancangan besar,
terutama tiang baja, lapisan antara yang
cukup keras masih dapat ditembus
Persediaan cukup banyak di pabrik,
sehingga biayanya tetap rendah
Daya dukung dapat diperkirakan
berdasarkan rumus tiang pancang
Cara penumbukan sangat cocok untuk
mempertahankan daya dukung vertikal
Karena getaran pada saat melaksanakan
pekerjaan sangat kecil, sesuai untuk
daerah padat penduduk
Karena tanpa sambungan, dapat dibuat
tiang yang lurus dengan diameter besar
Diameter biasanya lebih besar daripada
tiang pracetak, sehingga daya dukung juga
lebih besar
Tanah galian dapat diamati secara
langsung dan sifat-sifat tanah pada
lapisan antara atau lapisan pendukung
dapat langsung diketahui
155. Kerugian Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan
getaran dan kebisingan, biasanya akan menimbulkan
masalah di daerah padat penduduk
Untuk tiang yang panjang diperlukan persiapan
penyambungan, bila tidak dilaksanakan dengan baik,
akibatnya akan sangat merugikan
Bila pekerjaan tidak dilaksanakan dengan baik, ada
kemungkinan tiang cepat rusak
Bila pemancangan tidak dapat dihentikan pada
kedalaman yang ditentukan, diperlukan perbaikan
khusus
Memerlukan tempat penampunganyang luas
Untuk tiang dengan diameter besar, penanganannya
lebih sulit dilakukan
Untuk pipa-pipa baja diperlukan tiang yang tahan
korosi
Pada banyak kasus, tiang beton yang diletakkan di
bawah air, kualitasnya lebih rendah daripada tiang-
tiang pracetak
Ketika beton dicor, terdapat kekhawatiran bahwa
adukan beton tersebut akan tercampur dengan
runtuhan tanah
Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung
pondasi telah dipenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa
tiang pendukung tersebut kurang sempurna karena
adanya lumpur yang tertimbun di dasar
Karena diameter tiang yang cukup besar dan
memerlukan banyak beton, maka untuk pekerjaan
yang kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak
156. Daya Dukung Tiang Pancang
Daya Dukung Aksial:
Tahanan geser, Qs friction pile (SF = 5)
Tahanan ujung, Qb end bearing pile (SF = 3)
Daya Dukung Lateral.
Informasi mengenai sifat-sifat mekanika tanah dilakukan melalui pengambilan
contoh lapisan tanah di bawah, cara yang umum digunakan adalah melalui
pengeboran (SPT atau CPT).
Jumlah pengambilan sampel tersebut harus dapat mewakili sifat-sifat tanah
eksisting, serta lokasi pengambilannya sedekat mungkin dengan posisi tiang
rencana.
157. Titik Jepit Virtual Tiang Tunggal
Dimana:
L : panjang tiang dalam tanah (cm)
K : tahanan lateral tanah 1.5 N (N/cm3)
D : diameter tiang (cm)
EI : kekakuan lateral tiang (N.cm2)
161. Program Perhitungan Tiang Pondasi
Penggunaan software yang sering dipakai dalam perhitungan interaksi tiang pancang:
Allpile
Lpile
FB Pier
Plaxis
Asumsi yang digunakan hendaknya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi tanah sebenarnya
Apabila dimungkinkan, verifikasi hasil hitungan software dapat dibandingkan dengan hitungan
manual
168. Kendali Mutu Pekerjaan Tiang
Kalendering tiang
Uji Beban Statik atau Dinamik
PDA test
PIT test
Pada beberapa kasus tertentu, apabila ingin diketahui daya dukung ultimate suatu tiang,
sementara kapasitas alat yang ada terbatas. Dapat dilakukan melalui pendekatan secara teoritis
(mis: metode Mazurkiewicz).
169. Prediksi Beban Ultimate (Metode Mazurkiewicz)
Asumsi : Kurva perpindahan vs
beban berbentuk parabola
171. Lendutan dibaca setiap diawal dan 15 menit setelah penambahan beban
Beban aman/diijinkan=50% beban selama 48 jam dimana S permanen
<6,5 mm
Lendutan diukur dari puncak tiang
Beban uji = 2 x beban rancangan
Skema Uji Beban Statik
177. BAHAN NON KOHESIF (Kerikil dan pasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lepas
lepas
Padat sedang
Padat
Sangat padat
Hampir tanpa perlawanan
Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang ditekan
dengan tangan
Perlawanan kecil terhadap penyekopan
Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang
dipancang dengan penumbukan 2 kg
Ada perlawanan terhadap penyekopan
Penetrasi sukar dengan batang 12 mm hingga 300 mm
dipancang dengan penumbuk
2 kg. Palu tangan diperlukan untuk penggalian
Penetrasi hanya sampai 75 mm yang dipancang dengan
penumbuk 2 kg. Alat bermesin perlu untuk penggalian
50
50
hingga
100
100
hingga
200
200
hingga
350
350
hingga
600
178. BAHAN KOHESIF (lanau, lempung, lempung berpasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak
lunak
Tidak kaku
Kaku
Sangat kaku
Keras
Mudah dibentuk dengan jari. Bekas sepatu tampak jelas
pada permukaan. Palu geologi dapat mudah ditekan
masuk sampai tangkainya
Penetrasi mudah oleh ibu jari. Dibentuk dengan meng-
gunakan tekanan. Bekas sepatu agak tempak pada per-
mukaan. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai
30 mm atau 40 mm
Sukar dibentuk dengan jari. Palu geologi dapat ditekan
masuk sampai 10 mm. Penetrasi sedikit dnegan sekop
Penetrasi dengan kuku ibu jari. Tidak dapat dibentuk de-
ngan jari. Perlu cangkul tangan untuk penggalian
Menandai dengan kuku ibu jari. Pukulan palu geologi
hanya dapat menandai sedikit. Perlu alat bermesin un
tuk penggalian
25
25
hingga 50
50
hingga100
100
hingga 200
200
hingga 400
400
179. BATUAN
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak
lunak
keras
sangat keras
sangat keras sekali
Bahan hancur dengan pukulan palu geologi yang se-
dang. Dapat dikelupas dengan pisau
Terjadi lekukan 1 mm - 3mm dengan pukulan palu geo-
logi. Dapat dikupas dan digaruk dengan pisau
Contoh yang dipegang dengan tangan dapat dipecah
ujung palu dengan kekuatan sedang. Tidak dapat dike-
rok atau dikupas dengan pisau
Contoh yang sipegang dengan tangan dapat dipecah
dengan ujung palu dengan lebih dari satu kali pukulan
Contoh yang dipegang dengan tangan memerlukan be-
berapa pukulan dengan palu geologi untuk memecah-
kannya
1500
1500 hingga
2500
2500 hingga
3500
3500 hingga
5000
5000