SlideShare a Scribd company logo
1 of 179
Download to read offline
PERENCANAAN JEMBATAN
DIREKTORAT JEMBATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN
1. PENGANTAR PERENCANAAN JEMBATAN
2. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
3. PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH
4. PERENCANAAN PONDASI
ACUAN NORMATIF
Permen PU No 19 PRT M 2011 Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
 Permen PUPR No. 41 PRT M 2015 Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan
 SE Menteri PUPR No 07-SE-M-2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
 SNI 1725 – 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
 SNI 2833 – 2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa
 SNI 03-2850-1992 Tata Cara Pemasangan Utilitas di Jalan
 SNI 8460 – 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik
 RSNI T-03-2005 Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan
 RSNI T-12-2004 Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan
 BMS 92 Bridge Design Code vol 1 dan 2
 BMS 92 Bridge Manual Design vol 1 dan 2
 AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2017
Pengantar Perencanaan Jembatan
PENGERTIAN JEMBATAN
JEMBATAN adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan massa (lalu-lintas, air)
lewat atas suatu penghalang.
KONSTRUKSI dibedakan atas Bangunan Atas dan Bangunan Bawah.
NOMENKLATUR, Penamaan konstruksi jembatan ditentukan oleh jenis bangunan atas dan
material (Gelagar Beton, Komposit, Pelengkung Beton, Prestressed, Rangka Baja, Gantung Baja,
Cable-Stayed)
Pengantar Perencanaan Jembatan
PEDOMAN UMUM BENTANG EKONOMIS
Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh
penggunaan/pemilihan Tipe Main Structure
& Jenis Material yang optimum.
Apabila tidak direncanakan secara khusus
maka dapat digunakan bangunan atas
jembatan standar Bina Marga sesuai
bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air
di bawahnya.
Pengantar Perencanaan Jembatan
KONDISI BATAS
KONDISI BATAS ULTIMIT KONDISI BATAS LAYAN
Aksi-aksi yang menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman
disebut aksi-aksi ultimit dan reaksi yang diberikan jembatan terhadap
aksi tersebut disebut dengan keadaan batas ultimit.
1. Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh
bagian jembatan longsor,
2. terguling atau terangkat ke atas;
3. Kerusakan sebagian jembatan akibat lelah/fatik dan atau korosi
hingga suatu keadaan
4. yang memungkinkan terjadi kegagalan;
5. Keadaan paska elastik atau purnatekuk yaitu satu bagian
jembatan atau lebih mencapai
6. kondisi runtuh. Pada keadaan plastis atau purna tekuk, aksi dan
reaksi jembatan diperbolehkan untuk didistribusikan kembali
dalam batas yang ditentukan dalam bagian perencanaan bagi
material yang bersangkutan;
7. Kehancuran bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan atau
8. kehancuran bagian utama jembatan.
Keadaan batas layan akan tercapai ketika reaksi jembatan sampai
pada suatu nilai sehingga:
a) mengakibatkan jembatan tidak layak pakai, atau
b) menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan,
atau
c) secara signifikan mengurangi kekuatan atau masa layan jembatan.
Keadaan batas layan adalah suatu kondisi pada saat terjadi:
a) perubahan bentuk (deformasi) yang permanen pada pondasi atau
pada sebuah elemen penyangga utama setempat,
b) kerusakan permanen akibat korosi, retak, atau kelelahan/fatik,
c) getaran, dan
d) banjir pada jaringan jalan dan daerah di sekitar jembatan yang
rusak karena penggerusan pada dasar saluran, tepi sungai, dan jalan
hasil timbunan.
Pengantar Perencanaan Jembatan
UMUR RENCANA JEMBATAN
Umur rencana jembatan dibuat untuk masa layan selama 75 tahun, kecuali:
 Jembatan sementara atau jembatan yang dapat dibongkar/pasang dibuat dengan umur
rencana 20 tahun
 Jembatan khusus yang memiliki fungsi strategis yang ditentukan oleh instansi yang
berwenang, dibuat dengan umur rencana 100 tahun
 Terdapat peraturan dari instansi yang berwenang yang menetapkan umur rencana yang lain
Pengantar Perencanaan Jembatan
POKOK-POKOK PERENCANAAN
 Kekuatan dan stabilitas struktur
 Keawetan dan kelayakan jangka panjang
 Kemudahan pemeriksaan dan pemeliharaan
 Kenyamanan bagi pengguna jembatan
 Ekonomis
 Kemudahan pelaksanaan
 Estetika
 Dampak lingkungan minimal
KRITERIA PERENCANAAN:
 Peraturan yang digunakan
 Material/bahan yang digunakan
 Metode dan asumsi dalam perhitungan
 Metode dan asumsi dalam penentuan
tipe bangunan atas, bangunan bawah
dan pondasi
 Pengumpulan data lapangan
 Program komputer yang digunakan
 Metode pengujian pondasi
Pengantar Perencanaan Jembatan
GAMBAR RENCANA
1. Standar pendetailan, khususnya untuk baja dan beton bertulang, harus konsisten untuk seluruh gambar.
2. Komponen jembatan harus digambar sebagaimana tampak sebenarnya, hindari gambar bayangan dan pandangan
dari sisi yang berlawanan.
3. Tiap dimensi ukuran ditunjukkan hanya satu kali saja.
4. Tiap komponen jembatan harus digambarkan secara detail sebisa mungkin pada 1 lembar kertas.
5. Seluruh gambar harus memiliki skala dan skala tersebut tercantum dalam gambar (misalnya skala 1:100 untuk
potongan melintang dan denah jembatan serta skala 1:20 untuk gambar detail).
6. Prosedur standar (SOP) harus digunakan dalam menggambar jembatan dan membuat dimensi komponen
termasuk format ukuran gambar, sampul, daftar isi, petunjuk arah, daftar simbol, rangkuman volume
SPESIFIKASI
Pengantar Perencanaan Jembatan
Spesifikasi dan gambar-gambar harus dapat menjelaskan pekerjaan dengan jelas, menyeluruh, dan tanpa ada
interpretasi ganda. Spesifikasi harus menjelaskan metode-metode pelaksanaan, prosedur-prosedur dan toleransi-
toleransi agar pembuatan dan pengawasan mutu terjamin.
PENYELIDIKAN LINTASAN AIR
Penyelidikan lapangan harus dilakukan pada seluruh rencana lokasi jembatan dengan
mempertimbangkan :
1. Karakteristik hidraulik dari lintasan penyeberangan, termasuk permasalahan yang terjadi sebelumnya
dan yang berpotensi akan terjadi, pada dan dekat dengan penyeberangan;
2. Kinerja hidraulika dari struktur yang ada di lokasi penyeberangan;
3. Hal-hal lain yang berhubungan dengan perencanaan hidraulika struktur.
PENEMPATAN PILAR DAN KEPALA PILAR JEMBATAN
Pilar harus direncanakan sedemikian sehingga :
a. Meminimalkan gangguan terhadap jalannya air;
b. Menghindari terperangkapnya benda yang hanyut;
c. Mengurangi rintangan terhadap navigasi; dan
d. Diletakkan secara paralel terhadap arah aliran sungai selama kondisi banjir rencana.
Pengantar Perencanaan Jembatan
PENENTUAN LEBAR, KELAS DAN MUATAN
JEMBATAN
Penentuan Lebar Jembatan
Berdasarkan Muatan/Pembebanan
LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajur
LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1
2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2
3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2
8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4
LHR > 20.000 > 14,0 > 4
Berdasarkan Lebar lalu-lintas
- Kelas A = 1,0 + 7,0 + 1,0 meter
- Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter
- Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5 meter
- BM 100% : untuk semua jalan Nasional & Provinsi
- BM 70% : dapat digunakan pada jalan Kabupaten dan daerah Transmigrasi
Lebar minimum untuk jembatan pada jalan nasional
(SE DBM 21 Maret 2008 )
Pengantar Perencanaan Jembatan
PEMBEBANAN RENCANA
BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN
MS beban mati komponen struktural dan non
struktural jembatan
SH Beban akibat susut/rangkak SE Beban akibat penurunan
MA beban mati perkerasan dan utilitas TB Beban akibat rem ET Gaya akibat temperature gradient
TA gaya horizontal akibat tekanan tanah TR Gaya sentrifugal EU Gaya akibat temperature seragam
PL gaya-gaya yang terjadi pada struktur
jembatan akibat pelaksanaan
TC Gaya akibat tumbukan
kendaraan
EF Gaya apung
PR prategang TV Gaya akibat tumbukan kapal EWS Beban angin pada struktur
EQ Gaya gempa EWL Beban angin pada kendaraan
BF Gaya friksi EU Beban arus dan hanyutan
TD Beban lajur “D”
TT Beban lajur “T”
TP Beban pejalan kaki
Pengantar Perencanaan Jembatan
BERAT JENIS MATERIAL
Pengantar Perencanaan Jembatan
KOMBINASI PEMBEBANAN
Pengantar Perencanaan Jembatan
KOMBINASI PEMBEBANAN (CONT.)
KEADAAN BATAS LAYAN:
Keadaan batas layan disyaratkan dalam perencanaan dengan melakukan pembatasan pada tegangan, deformasi,
dan lebar retak pada kondisi pembebanan layan agar jembatan mempunyai kinerja yang baik selama umur
rencana.
KEADAAN BATAS FATIK:
Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana.
Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah
siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan.
KEADAAN BATAS KEKUATAN:
Keadaan batas kekuata disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan
jembatan yang memadai, baik yang sifatnya local maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang
secara statistic mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan.
KEADAAN BATAS EKSTREM:
Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan akibat gempa besar.
Pengantar Perencanaan Jembatan
PETA GEMPA 2017
UNTUK JEMBATAN: PERIODE ULANG GEMPA YANG
DIGUNAKAN ADALAH PERIODE ULANG 1000 TH.
(SNI 2833 – 2016)
Pengantar Perencanaan Jembatan
SEISMIC HAZARD
Respon spektra percepatan dapat ditentukan baik dengan prosedur umum atau berdasarkan
prosedur spesifik-situs. Prosedur spesifik-situs dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:
 Jembatan berada dalam jarak 10 km dari patahan aktif.
 Situs termasuk dalam kategori situs kelas F sesuai tabel di bawah ini.
Pengantar Perencanaan Jembatan
TAHAPAN ANALISIS STRUKTUR
A. Analisis Statik
 Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor
beban yang disesuaikan)
 Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin
yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan.
B. Analisis Dinamik
Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :
 Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada computer (Non Linear Time History Analysis & Multi Modal
Pushover Analysis).
 Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test
dilaboratorium uji (BS 6399-2: 1997, Loading for Buildings – Part 2: Code of practice for wind loads).
C. Analisis Pada Masa Konstruksi
 Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin
kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi (Forward & Backward Analysis).
Pengantar Perencanaan Jembatan
ALUR PEMBEBANAN
(LOADS TRANSFER MECHANISM)
BANGUNAN ATAS
(pelat lantai, gelagar, cross beam, landasan)
BANGUNAN BAWAH
(kepala pilar, pilar, pile cap)
PONDASI
(telapak, sumuran, tiang pancang, bor pile)
Pengantar Perencanaan Jembatan
PERENCANAAN JEMBATAN
Pengantar Perencanaan Jembatan
TEORI DASAR PERHITUNGAN STRUKTUR
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perhitungan struktur jembatan:
 Kesetimbangan, besarnya aksi yang bekerja sama dengan reaksi yang terjadi.
 Kompatibilitas, untuk setiap level regangan, regangan yang terjadi pada baja tulangan nilainya
harus sama dengan regangan yang terjadi pada beton.
 Hubungan tegangan dan regangan (beton dan baja).
Pengantar Perencanaan Jembatan
TINJAUAN GAYA DALAM
 AKSIAL
 LENTUR
 GESER
 KOMBINASI GESER + LENTUR (BALOK)
 KOMBINASI AKSIAL + LENTUR (KOLOM)
 TORSI
Pengantar Perencanaan Jembatan
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
STANDAR PERENCANAAN TEKNIS
Perencanaan Bangunan Atas
Peraturan Perencanaan Jembatan Indonesia
 Bertujuan menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih dapat
diterima dalam perencanaan struktur
 Mencakup perencanaan jembatan jalan raya & pejalan kaki
 Jembatan bentang panjang lebih dari 100 m dan penggunaan struktur yang tidak umum atau yang
menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus
Acuan perencanaan struktur jembatan
1. Bridge Design Code BMS’92, dengan revisi:
 Pembebanan jembatan, SNI 1725-2016
 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004)
 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jbt, SNI 2883-2016
3. Bridge Design Manual BMS’92
TIPE BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Atas
STANDAR BANGUNAN ATAS JEMBATAN
1. Standar Bangunan Atas
 Gelagar beton bertulang tipe T (6 – 25m)
 Gelagar beton pratekan tipe I dan T (16 – 40m)
 Girder komposit bentang 20 s/d 30m
 Voided slab bentang 6 s/d 16m
 Rangka baja bentang 40 s/d 60m
2. Standar Bangunan Pelengkap
 Standard gorong-gorong persegi beton bertulang (box culvert) Single, Double, & Triple
`
Revisi dan pengembangan standar jembatan Bina Marga
 Gelagar beton bertulang tipe T (simple & continuous beam)
 Gelagar beton pratekan tipe I dan U
 Girder komposit bentang 15 s/d 35m (simple & continuous beam)
 Voided Slab Bentang 6 s/d 16m
Perencanaan Bangunan Atas
PENAMAAN JEMBATAN BINA MARGA
Perencanaan Bangunan Atas
Perencanaan Bangunan Atas
RUANG BEBAS HORISONTAL & VERTIKAL
Horizontal Clearance
 Ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal
 US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah
 2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau
 2 kali lebih besar dari lebar channel
Ruang bebas horisontal dan vertikal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan
lalu lintas kapal dengan mengambil free-board minimal 1,0 meter dari muka air
banjir.
Ruang bebas vertikal jembatan di atas jalan minimal 5,1 meter.
Vertical Clearance
Ditentukan berdasarkan tinggi kapal yang lewat dalam kondisi balast dan
permukaan air tinggi
Tinggi kapal memperhitungkan kondisi kapal yang ada & proyeksi ke depan
Perencanaan Bangunan Atas
KERUSAKAN JEMBATAN AKIBAT CLEARANCE
Perencanaan Bangunan Atas
PEMBEBANAN RENCANA
Perencanaan Bangunan Atas
Perhitungan pembebanan rencana mengacu SNI 1725-2106, meliputi Beban rencana permanen, Lalu lintas,
Beban akibat lingkungan, dan Beban pengaruh aksi-aksi lainnya.
1) Aksi dan Beban Tetap
 Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)
 Beban mati tambahan (aspal)
 Pengaruh penyusutan dan rangkak
 Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah
(kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dan lainnya)
Perencanaan Bangunan Atas
2) Beban Lalu-lintas
a) Beban Lajur "D" ( UDL dan KEL)
 Beban merata (UDL)
L < 30m q = 9 kPa
L > 30m q = 9 x ( 0,5+15/L ) kPa
 Beban garis (KEL) P = 49 kN/m
 DLA (KEL) = 0.4 untuk L < 50 meter
b) Beban Truk "T“ (semi trailer)
 T = 500 kN
 DLA (T) = 0.3
Beban Lajur D
Beban Truk T
Beban lalu-lintas terpilih adalah yang memberikan total
gaya dalam yang maksimum pada elemen elemen
struktur jembatan.
c) Beban Rem
Nilai terbesar dari:
1. 25% berat gandar truk desain
2. 5% berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata
Bekerja setinggi 1800 mm di atas permukaan perkerasan.
c) Beban Pejalan Kaki
Intensitas beban pejalan kaki 5 kPa.
e) Beban Tumbuk pada Fender Jembatan
Pengaruh tumbukan kapal yang ditentukan oleh pihak yang
berwenang/relevan
Perencanaan Bangunan Atas
Perencanaan Bangunan Atas
3) Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan termasuk pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa, dan penyebab-
penyebab alamiah lainnya.
 Beban Perbedaan Temperatur
Perbedaan temperatur diambil sebesar 250C (temperature rata-rata minimum
adalah 150C dan temperature rata-rata maksimum adalah 400C).
 Beban Angin
 Beban Gempa
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pemodelan
beban gempa menggunakan analisa pendekatan statik ekivalen beban gempa:
Teq = (C . I . WT)/R
 Gaya aliran sungai
 Hanyutan
 Tekanan Hidrostatik dan Gaya Apung
Perencanaan Bangunan Atas
4) Aksi-Aksi Lainnya
 Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan
elastomer.
 Pengaruh getaran
 Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan
itu sendiri dan aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan.
FAKTOR BEBAN
Perencanaan Bangunan Atas
DAFTAR BERAT BANGUNAN ATAS
Perencanaan Bangunan Atas
Panjang
Berat Baja
Permanen
Semi
Permanen
Transpanel
A B
(m) (ton) (ton) (ton) (ton)
10
20
30
35
40
45
50
55
60
80
100
-
-
-
-
95
110
122
145
165
-
-
-
-
-
-
75
85
97
112
129
-
-
-
-
30
34
38
43
50
58
65
-
-
8
15
32
-
49
61
-
-
-
-
-
Panjang
Berat Baja
A B C
(m) (ton) (ton) (ton)
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
15
19
23
28
35
42
50
63
71
80
89
13
17
20
24
30
35
41
53
60
67
75
11
13
16
19
24
28
33
43
48
54
60
1. Rangka baja 2. Girder baja
Perencanaan Bangunan Atas
Pelengkung baja
Type
Bentang
(m)
Lokasi Berat (ton) Sket Jembatan
B 120 Rumbai
Arch
Floor
Hanger
:
:
:
293
180
26
Total
Rata-rata
:
:
500
4,16 ton/m
A 150 Kahayan
Arch
Truss
:
:
382
398
Total
Rata-rata
:
:
780
5,2 ton/m
A 200 Martadipura
Arch
Floor
Hanger
:
:
:
680
399
57
Total
Rata-rata
:
:
1136
5,7 ton/m
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
 APLIKASI SOFTWARE
PEMODELAN STRUKTUR JEMBATAN
Metode Pendekatan (Aproksimasi)
Akurasi model tergantung pada asumsi awal
yang digunakan
Selalu mulai dari model-model sederhana
agar perilaku model dapat diuji keakuratannya
Perencanaan Bangunan Atas
PROGRAM ANALISIS STRUKTUR
Struktur
• RM Bridge
• Midas Civil
• CSI Bridge
• SAP 2000
• Lusas Bridge
• GT Strudl
Analisis
Penampang
• Midas GSD
• Section
Builder
• PCA Col
• Response
2000
Soil Structure
Interaction
• Plaxis
• Midas GTS
• LPile
• All Pile
• FB Pier
• MS Excel
Perencanaan Bangunan Atas
TIPE PERHITUNGAN
STATIK
◦ LINEAR STATIK
◦ NON LINEAR STATIK
DINAMIK
◦ MODAL ANALYSIS
◦ NON LINEAR TIME HISTORY
◦ WIND LOAD
STRUKTUR KABEL
BEBAN TEMPERATUR
LARGE DEFORMATION
◦ P  ANALYSIS
◦ BUCKLING
• SERVICE/CONSTRUCTION
CONDITION
– STRESS
– DEFORMATION
– CRACK WIDTH
• ULTIMATE CONDITION
– SECTION CAPACITY
– NEED OF REINFORCEMENT
– PERFORMANCE
Perencanaan Bangunan Atas
CONTOH DESAIN JEMBATAN
Desain jembatan beton dengan bentang 10 m dan potongan melintang seperti pada gambar di bawah
ini. Jembatan berada di lingkungan yang korosif. Mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 35 Mpa.
200
1000
7000
1000
9000
800
1850
1850
1850
1850
800
500
600
1000
Balok Gelagar
Satuan dalam mm
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
 BETON PRATEKAN
 Latar belakang dan konsep dasar;
 Philosophi dasar dari Analisis dan Desain;
 Material: Beton dan Baja Prategang;
 Sistem Penegangan
 Syarat-syarat perencanaan
Beton Pratekan
Konsep Dasar
Beton lebih kuat dalam kondisi tekan, namun lemah dalam kondisi Tarik, diberi tegangan
tekan untuk mengimbangi/mengurangi tegangan tarik yang timbul
Keuntungan Beton Prategang
 Tak ada retak terbuka, sehingga lebih tahan korosi.
 Permukaan jembatan Lebih kedap air.
 Ada chamber untuk mengurangi lendutan.
 Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh luas
penampang dapat digunakan secara efektif.
 Bisa digunakan untuk bentang lebih panjang dibandingkan beton
bertulang.
 berat baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah berat besi beton.
Material
 Beton: mutu normal (35-60MPa) dan mutu tinggi (>60 MPa).
 Tulangan prategang: sesuai dengan ASTM A421 (Kawat, strand, dan batang tulangan).
Penampang Balok Prategang
Penampang I dan T-bulb
Penampang Box
Span A I Yb Sb St
Penampang ft /
(m)
in2 /
(cm2)
in4 /
(cm4)
in /
(cm)
in3 /
(cm3)
in3 /
(cm3)
AASHTO 1 30 - 45 276.00 22,744.13 12.59 1,806.61 1,475.87
(9.1) - (13.7) (1780.64) (946,682.12) (31.98) (29,605.09) (24,185.22)
AASHTO 2 40 - 60 369.00 50,978.74 15.83 3,220.54 2,527.36
(12.2) - (18.3) (2380.64) (2,121,895.52) (40.21) (52,775.15) (41,416.05)
AASHTO 3 55 - 80 559.50 125,390.35 20.27 6,184.95 5,071.08
(16.8) - (24.4) (3609.67) (5,219,140.35) (51.49) (101,353.19) (83,100.16)
AASHTO 4 70 - 100 789.00 260,740.61 24.73 10,541.86 8,909.29
(21.3) - (30.5) (5090.31) (10,852,843.43) (62.82) (172,750.08) (145,997.05)
AASHTO 5 90 - 120 1,013.00 521,162.59 31.96 16,308.47 16,788.17
(27.4) - (36.6) (6535.47) (21,692,424.73) (81.17) (267,247.90) (275,108.88)
AASHTO 6 110 - 140 1,085.00 733,320.29 36.38 20,156.88 20,587.69
(33.5) - (42.7) (6999.99) (30,523,095.12) (92.41) (330,312.08) (337,371.82)
Tulangan Prategang dan Angkur
(a) strand (7-wires strand)
(b) kawat tunggal
(c) high-strength bar
Strand, Baji dan Kepala
Angkur
Tegangan Tarik minimum, fpu
Nominal
diameter
Luas
Gaya Putus
minimum
Tegangan tarik
minimum, fpu
Jenis material
mm mm2
kN MPa
Kawat (wire) 5 19.6 30.4 1550
5 19.6 33.3 1700
7 38.5 65.5 1700
7-wire strand 9.3 54.7 102 1860
super grade 12.7 100 184 1840
15.2 143 250 1750
7-wire strand 12.7 94.3 165 1750
Regular grade
Bar 23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
Sistem Penegangan
Pra-tarik (Pretensioning)
Pasca-tarik (post-tensioning)
a. Tendon ditegangkan diantara abutment
b. beton dicor dan dilakukan
curing.
c. tendon dilepas dan tegangan ditransfer kepada
beton
Sistem Pra-tarik
b. Tendon ditegangkan dan prategang ditransfer
a. beton dicor dan dilakukan curing.
c. Tendon diangkur dan digrout
Selongsong hollow
Sistem Pasca-tarik
Post-Tension
Bonded – terlekat dengan grout
Unbonded – tak ada lekatan
Selongsong
tendon
Grout inlet
Kehilangan Prategang
Friksi (pasca-tarik saja)
Anchorage-seating
Elastic-shortening
Rangkak susut
Relaxation
Dudukan selip
Pemendekan beton saat
gaya prategang bekerja
Penguluran pada kabel
Deformasi akibat beban
tetap
Friksi (pasca-tarik saja)
SOAL : Jembatan dua bentang box-girder yang ditarik di satu sisi.
DIBERIKAN :
Jumlah titik Analisis np 7

Jumlah bentang nb 2

Panjang Bentang Sb0 48m
 Sb1 42m

(bentang pertama) (bentang kedua)
Tendon
Material
Kabel Prategang
Jenis prategang Post "Ya"
 (Post-tension)
Jenis baja Low_relax "Ya"

Tegangan putu s fpu 1860 Mpa


Tegangan saat jack fpj 0.75 fpu


fpj 1.395 10
3
 Mpa
 (maks.)
Tegangan leleh fpy 0.85 fpu


fpy 1581Mpa

Modulus elastisitas Eps 195000Mpa


KEHILANGAN AKIBAT FRIKSI
Koefisien friksi  0.15
 (panjang frame < 180 m)
Koefisien wobble K 0.00066
1
m


Layout kabel
Lx
0
0
 yp
0
1.05

Lx1
19.2
 yp1
0.305

Lx2
43.2
 yp2
1.32

Lx
3
48
 yp
3
1.52

Lx4
52.2
 yp4
1.32

Lx
5
73.2
 yp
5
0.305

Lx
6
90
 yp
6
1.05

Keterangan :
Lx = jarak dari ujung penarikan kabel terhadap titik yang dittinjau.
yp = elevasi kabel terhadap serat terbawah penampang.
Penyelesaian
Langkah 3:Menghitung rasio tegangan setelah friksi terhadap fo (= fpj)
Langkah 1:Menentukan beda tinggi
y dan beda jarak
L
Array spasi i 0 np 2

( )

 {bilangan 0,1,..,s/d 5}
yi yp
i 1

yp
i

 Li Lx
i 1

Lx
i


Langkah 2:Menghitung perbedaan sudut vertikal (radian)

Segmen y (m) L (m) α = 2(y/L)
AB 0.745 19.200 0.078
BC 1.015 24.000 0.085
CD 0.200 4.800 0.083
DE 0.200 4.200 0.095
EF 1.015 21.000 0.097
FG 0.745 16.800 0.089
y L
( )
=
Segmen μ α = 2(y/L) Σα Wobble, K L ΣL μΣα + KΣL e -(μΣα + KΣL)
AB 0.150 0.078 0.078 0.00066 19.20 19.200 0.024 0.976
BC 0.150 0.085 0.162 0.00066 24.00 43.200 0.053 0.949
CD 0.150 0.083 0.246 0.00066 4.80 48.000 0.069 0.934
DE 0.150 0.095 0.341 0.00066 4.20 52.200 0.086 0.918
EF 0.150 0.097 0.437 0.00066 21.00 73.200 0.114 0.892
FG 0.150 0.089 0.526 0.00066 16.80 90.000 0.138 0.871
Langkah 4: Menghitung kehilangan tegangan akibat friksi
ff fo fx
 fo 1 e
 KL

( )



 
 (Rumus)
ff fo 1 Rf

 
j 0 np 1

( )

 {bilangan 0,1,..,s/d 6}
ff
j
0 j 0
if
fpj 1 Rf
j 1


 
 otherwise

ff
0
33.507
71.798
92.369
114.4
150.208
180.203






















MPa

fptj fpj ffj


j fptasal ff fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 0.000 1395.000
1 1395.000 33.507 1361.493
2 1395.000 71.798 1323.202
3 1395.000 92.369 1302.631
4 1395.000 114.400 1280.600
5 1395.000 150.208 1244.792
6 1395.000 180.203 1214.797
fpj
MPa
( )
ff
MPa
( )






0 20 40 60 80 100
1200
1300
1400
f pt
MPa
( )
Lx
Kehilangan Akibat Slip Angkur
SOAL : Hitung kehilangan akibat slip angkur pada contoh 2.1.
Modulus elastisitas kabel Eps 195000
MPa

Besarnya selip pada angkur L 0.0095
 m
Jarak ke titik yang diketahui L L0 L1

 L 43.2
 m
Kehilangan akibat friksi sejarak L d ff2
 d 71.798MPa

Langkah 1: Jarak yang terpengaruh oleh slip angkur, x
x
Eps L
 L

d
 x 33.386
 m
Langkah 2:Kehilangan tegangan akibat
anchor set
fa
2 d
 x

L
 fa 110.975
MPa

Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fa
2 d
 x

L

Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fp fpj fa


fp 1284.025
MPa
 < 0.7fpu 1.302 10
3
 MPa
 OK!
Langkah 4: Tegangan prategang setelah slip angkur
Tegangan di ujung fpuj fpj fa


fpuj 1.284 10
3
 MPa

fpt2j fpuj j 0
if
min fptj fpuj ffj


  otherwise

Redefinisi kehilangan akibat slip angku r
fa fpt fpt2


j fptasal fa fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 110.975 1284.025
1 1361.493 43.961 1317.532
2 1323.202 0.000 1323.202
3 1302.631 0.000 1302.631
4 1280.600 0.000 1280.600
5 1244.792 0.000 1244.792
6 1214.797 0.000 1214.797
fpt
M Pa
( )
fa
M Pa
( )






0 20 40 60 80 100
1200
1250
1300
1350
1400
f pt
MPa
( )
f pt2
MPa
( )
Lx
Diberikan
Kehilangan Akibat Pemendekan Beton
Mutu beton silinder fc 60MPa

Modulus elastisitas beton (28hari)Ec 4700 fc MPa



Ec 3.641 10
4
 MPa

Mutu beton saat transfer fci 0.65 fc

 fci 39MPa

Modulus elastisitas beton initial Eci 4700 fci MPa



Eci 2.935 10
4
 MPa

Luas penampang Acj 6m
2

Momen inersia Icj 3.764
m
4

Garis berat bawah yb
j
1.05m

Radius girasi r
Ic
Ac

Berat isi beton c 24kN m
3



Jumlah tendon ntd 4

Luas total kabel Aps 7200mm
2

SOAL : Hitung kehilangan akibat pemendekan beton pasca-tarik pada contoh 2.1.
a. Jika 2 tendon sekaligus dalam sekali penarikan
b. Jika 1 tendon dalam sekali penarikan
c. Jika semua ditarik bersamaan
Langkah 1: Menentukaneksentrisitas kabel
exj
ybj
ypj
m



j Lx ex
m m
0 0.00 0.000
1 19.20 0.745
2 43.20 -0.270
3 48.00 -0.470
4 52.20 -0.270
5 73.20 0.745
6 90.00 0.000
Lx
ex
m






Catatan:
tanda (+) dibawah cgc
Langkah 2: Hitung Momen akibat berat sendi ri
Qd 144 m
-1
kN

MD x
( )
1
2
Qd
 Lb
 x

Qd
2
x
2


j Lj MD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 39,813.12
2 43.20 14,929.92
3 48.00 0.00
4 52.20 11,430.72
5 73.20 30,481.92
6 90.00 0.00
Langkah 3: Tegangan pada beton di level prategang
Gaya prategang saat transfer
(nawymembolehkan reduksi 10% , Pi = 0.9Pj)
Pi fpj Aps

 Pi 10044kN

fcs
j
Pi
Acj
1
exj
 2
rj
 2












MDj
exj

Icj

 fcs
1.674
4.725

2.939
2.263
2.688
2.878

1.674






















MPa

Catatan:
untuklosses tegangan tekan yang
menyebabkan losses)
Langkah 4: Kehilangan tegangan pada beton pra-tarik
n
Eps
Eci
 n 6.644

fES_pre n fcs

 (kehilangan pemendekan total
bila terjadi pada pra-tarik)
Langkah 5: Kehilangan tegangan pada beton pasca-tarik
Untuk pasca tarik yang ditarik tidak bersamaan,
dengan kondisi penarikan sebagai berikut:
a. Masing-masing penarikan per 2 tendon.
ntj 2

jumlah penarikan nj
ntd
ntj
 nj 2

fES_post
1
nj
i
i 1

nj 1



nj
fES_pre

 fES_post
5.561
15.696

9.764
7.519
8.931
9.561

5.561






















MPa

b. Masing-masing penarikan per 1 tendon.
ntj 1

jumlah penarikan nj
ntd
ntj
 nj 4

fES_post
1
nj
i
i 1

nj 1



nj
fES_pre

 fES_post
5.561
15.696

9.764
7.519
8.931
9.561

5.561






















MPa

c. Penarikan semua tendon sekaligus
ntj ntd
 ntj 4

jumlah penarikan nj
ntd
ntj
 nj 1

fES_post
1
nj
i
i 1

nj 1



nj
fES_pre

 fES_post
0
0
0
0
0
0
0






















MPa

Kehilangan akibat pemendekan
fES fES_post Post "Ya"
if
fES_pre otherwise

Tegangan prategang setelah pemendekan
fpt3j fpt2j fESj


j fptasal fES fpt
MPa MPa MPa
0 1284.025 0.000 1284.025
1 1317.532 0.000 1317.532
2 1323.202 0.000 1323.202
3 1302.631 0.000 1302.631
4 1280.600 0.000 1280.600
5 1244.792 0.000 1244.792
6 1214.797 0.000 1214.797
fpt2
MPa
fES
MPa






0 20 40 60 80 100
1.210
9
1.25 10
9
1.310
9
1.35 10
9
fpt2
fpt3
Lx
Kehilangan Akibat Susut Beton
SOAL : Hitung kehilangan akibat susut beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan :
a. Metoda PCI
b. Metoda AASHTO
Jenis prategang Post "Ya"
 (Post-tension)
Jeniscuring Moist "Ya"
 (moist curing)
Waktu setelah curing t 14
 (hari)
Kelembaban relatif Rh 70
 %
( )
Asumsi : S 1
 (Luas permukaan yang terekspos)
V 2 S

 V 2
 (Volume beton)
Langkah 1: Hitung Kehilangan akibat Susut Beton
a. Rumus PCI (Metoda Ksh),
Ksh bernilai 1 untuk pratarik,
adapun untuk Pasca-tarik lihat tabel dibawah
Ksh
t (hari) 1 3 5 7 10 20 30 60
Ksh 0.92 0.85 0.8 0.77 0.73 0.64 0.58 0.45
t
=
Ksh 0.694

fsh_1 8.2 10
6

 Ksh
 Eps
 1 0.006
V
S








 100 Rh

 


fsh_1 32.892MPa

b. Rumus AASHTO
fsh_2 117 1.03Rh

 MPa Post "Ya"

if
93 0.85 Rh


  MPa
 otherwise

fsh_2 33.5MPa

fsh
j
max fsh_1 fsh_2

 

max fsh_1 fsh_2

  33.5MPa

Langkah 2: Tegangan prategang setelah susut
fpt4j fpt3j fsh
j


j fptasal fsh fpt
MPa MPa MPa
0 1284.025 33.500 1250.525
1 1317.532 33.500 1284.032
2 1323.202 33.500 1289.702
3 1302.631 33.500 1269.131
4 1280.600 33.500 1247.100
5 1244.792 33.500 1211.292
6 1214.797 33.500 1181.297
fpt3
MPa
( )
fsh
MPa
( )






0 20 40 60 80 100
1150
1200
1250
1300
1350
fpt3
MPa
( )
fpt4
MPa
( )
Lx
Kehilangan Akibat Rangkak Beton
SOAL : Hitung kehilangan akibat rangkak beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan :
a. Metoda AASHTO
b. Metoda ACI-ASCE
Diberikan
Jenis prategang Post "Ya"
 (Post-tension)
Beban mati superimposed Qsd 5.5
kN
m

Langkah 1: Momen akibat superimposed
Beban mati superimposed
Qsd 5.5
kN
m

MSD x
( )
1
2
Qsd
 Lb
 x

Qsd
2
x
2


j Lx MSD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 1,520.64
2 43.20 570.24
3 48.00 0.00
4 52.20 436.59
5 73.20 1,164.24
6 90.00 0.00
L x
M SD
kN m







MSD (x) adalah momen akibat beban mati
superimposed yang didefinisikan sebagai
fungsi terhadap jarak x dari ujung penarikan.
Langkah 2: Tegangan akibat superimposed
fcsd
j
MSDj
Icj
ex
j


fcdpj
fcsj
fcsdj


j fcs fcsd fcdp
MPa MPa MPa
0 1.674 0.000 1.674
1 -4.725 0.301 -5.026
2 2.939 -0.041 2.980
3 2.263 0.000 2.263
4 2.688 -0.031 2.720
5 -2.878 0.230 -3.109
6 1.674 0.000 1.674
f cs
MPa
f csd
MPa






fcsd = tegangan akibat beban mati superim-posed
di level tendon prategang.
fcs = tegangan akibat beban mati berat sendiri
balok di level tendon prategang.
Langkah 3: Menghitung kehilangan tegangan akibat rangkak
Rumus AASHTO
fcrj
12 fcsj
 7 fcdpj


 fcr
8.37
21.519

14.411
11.317
13.223
12.778

8.37






















MPa

Rumus ACI-ASCE
Kcr 2 Post "Ya"

if
1.6 otherwise

Kcr 1.6

fcr Kcr
Eps
Ec
 fcs fcsd

 

 fcr
14.346
43.073

25.542
19.398
23.309
26.641

14.346






















MPa

Langkah 4: Tegangan prategang setelah rangkak
fpt5j fpt4j fcr
j


j fptasal fCR fpt
MPa MPa MPa
0 1250.525 14.346 1236.179
1 1284.032 -43.073 1327.106
2 1289.702 25.542 1264.160
3 1269.131 19.398 1249.733
4 1247.100 23.309 1223.791
5 1211.292 -26.641 1237.933
6 1181.297 14.346 1166.951
fpt4
MPa
fcr
MPa






0 20 40 60 80 100
1.110
9
1.210
9
1.310
9
1.410
9
fpt4
fpt5
Lx
Kehilangan Akibat Relaksasi
SOAL : Hitung kehilangan akibat relaksasi pada contoh 2.1 dengan kondisi sebagai berikut :
a. tahap I, saat transfer gaya prategang
b. tahap II, saat beban superimposed diletakan
c. tahap III, setelah 2 tahun beban superimposed diletakan.
Diberikan :
Jenis baja prategang: Low_relax "Ya"

Tahap I, saat transfer
Lama hari sebelum transfer t1 18
 hari
( ) t0 1

Kehilangan akibat relaksasi saat transfer
fr1 fpj
log t1 24

  log t0
 

10







fpj
fpy
0.55







 Low_relax "Ya"

if
fpj
log t1 24

  log t0
 

40







fpj
fpy
0.55







 otherwise

fr1 30.547MPa

Tahap II, saat superimposed diletakan
Kehilangan setelah umur 30 hari
t2 30
 hari
( ) t1 18

Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari
fr2 fpj
log t2 24

  log t1 24

 

10







fpj
fpy
0.55







 Low_relax "Ya"

if
fpj
log t2 24

  log t1 24

 

40







fpj
fpy
0.55







 otherwise

fr2 2.571MPa

Tahap III, setelah 2 tahun superimposed diletakan
Kehilangan setelah umur 2 tahun
t2 365 2

 hari
( ) t1 30

Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari
fr3 fpj
log t2 24

  log t1 24

 

10







fpj
fpy
0.55







 Low_relax "Ya"

if
fpj
log t2 24

  log t1 24

 

40







fpj
fpy
0.55







 otherwise

fr3 16.067MPa

fr fr1 fr2
 fr3

 fr 49.186MPa

Tegangan akhir prategang setelah relaksasi
fr fr1 fr2
 fr3

 fr 49.186MPa

fpt6j fpt5j fr


j fptasal fCR fpt
MPa MPa MPa
0 1236.179 49.186 1186.993
1 1327.106 49.186 1277.920
2 1264.160 49.186 1214.974
3 1249.733 49.186 1200.547
4 1223.791 49.186 1174.605
5 1237.933 49.186 1188.747
6 1166.951 49.186 1117.765
fpt5
MPa
fr
MPa






0 20 40 60 80 100
1.110
9
1.210
9
1.310
9
1.410
9
fpt5
fpt6
fpt4
Lx
Kehilangan Total
SOAL : Hitung kehilangan total pada contoh 2.1:
Berdasarkan perhitungan pada contoh 2.1 s.d contoh 2.5 dapat dihitung kehilangan total sebagai berikut ;
ftot
j
ff
j
fa
j
 fES
j
 fr
 fcr
j
 fsh
j
 Post "Ya"
if
fESj
fr
 fcrj
 fshj
 otherwise

ftot
0
0
1
2
3
4
5
6
208.007
117.08
180.026
194.453
220.395
206.253
277.235
MPa

Persentase kehilangan total terhadap fpj
ftot
fpj 0
0
1
2
3
4
5
6
14.911
8.393
12.905
13.939
15.799
14.785
19.873
%

Metoda Perencanaan
Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL)
◦ Check tegangan
◦ check lendutan.
Perencanaan berdasarkan Batas Kekuatan Terfaktor (PBKT)
◦ Kapasitas nominal lentur, geser dan puntir
◦ Daerah pengangkuran.
Langkah-langkah Investigasi
Analisis atau investigasi
Properti penampang, P dan eo, dan properti material
Periksa persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua
tahapan pembebanan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen
rencana ultimate
Periksa persyaratan jumlah dan spasi tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term
dan long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus
Periksa biaya dan usulan perbaikan bila diperlukan
Langkah-langkah
Desain
Asumsikan dimensi penampang, dan properti material
Periksa kembali persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua
tahapan pembebanan bila diperlukan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana
ultimate
Periksa persyaratan geser vertikal dan menentukan tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan
long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus; tegangan end-block; prosedur
pelaksanaan; opening; tolerances; spasi kabel; kebakaran; retakan; dsb
Periksa biaya dan bila memungkinkan lakukan perubahan untuk
mengurangi biaya (bentuk dan dimensi penampang, properti material,
prosedur pelaksanaan, dsb)
Hitung kehilangan prategang; atau asumsi yang setara η = P/Pi
Menentukan P dan eo yang mungkin
Menentukan steel envelope atau batas aman kabel
Menentukan nilai eo di ujung balok atau di perletakan
Menentukan layout kabel yang memenuhi batas aman kabel
Periksa persyaratan momen nominal terhadap momen retak
Periksa persyaratan geser horizontal dan menentukan tulangan ties
Persamaan tegangan
Pengaruh dari Serat
atas/bawah
Persamaan tegangan
atas
b
c
c
t
t
t
a
k
A
M
r
A
y
M
S
M
I
y
M











 2

Momen Positif, M
bawah
t
c
c
b
b
b
b
k
A
M
r
A
y
M
S
M
I
y
M








 2

atas







 







 2
1
r
y
e
A
P
I
y
e
P
A
P t
o
c
t
o
c
a








 














t
c
o
c
b
o
c S
A
e
A
P
k
e
A
P
1
1
 
o
b
t
e
k
S
P



Gaya prategang, P
dengan eksentrisitas
eo ke arah serat
bawah.
bawah







 







 2
1
r
y
e
A
P
I
y
e
P
A
P t
o
c
t
o
c
b








 














b
c
o
c
t
o
c S
A
e
A
P
k
e
A
P
1
1
 
t
o
b
k
e
S
P



I = momen inersia penampang
yt = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat atas terluar
yb = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat bawah terluar
 = tegangan dalam beton secara
umum
St = I/yt = modulus penampang
pada serat atas
Sb = I/yt = modulus penampang
pada serat bawah
c
A
I
  b
c
b
b
c y
r
A
S
y
A
I 2





  t
c
t
t
c y
r
A
S
y
A
I 2


r = = modulus penampang pada
serat bawah
= jarak dari cgc ke batas atas kern.
= jarak dari cgc ke batas bawah kern.
kt =
kb =
Dimana notasi-notasi itu adalah
sebagai berikut:
Rumus Umum Tegangan (PBL)
ti
t
t
o
i
c
i
a
I
y
M
I
y
e
P
A
P

 






 min
ci
t
b
o
i
c
i
b
I
y
M
I
y
e
P
A
P

 






 min
cs
t
t
o
c
a
I
y
M
I
y
e
P
A
P

 






 max
ts
t
b
o
c
b
I
y
M
I
y
e
P
A
P

 






 max
Kondisi awal atau transfer:
Kondisi layan:
cs
 c
f
= 0,45
Dimana :
Tegangan ijin tekan
(kondisi layan)
ci
 ci
f
= 0,60
’
(kondisi transfer
/sementara)
ts
 c
f
= 0,5
Tegangan ijin tarik
= 0,25 ci
f
ti

= 0,5 ci
f
ti

(kondisi transfer
/sementara selain
diperletakan)
(kondisi layan)
(kondisi transfer
/sementara diperletakan)
Contoh 3.1: Balok di atas perletakan sederhana
e0 P
e0
MDL
qDL

b
Diketahui :
P 525kN
 (gaya prategang setelah semua losses)
L 12m
 eo 200mm

b 300mm
 h 600mm

Mutu beton fc 50MPa

1. HItung tegangan ijin
Tegangan ijin layan
ts 0.5 fc MPa


 ts 3.536MPa
 (tarik)
cs 0.45
 fc

 cs 22.5
 MPa
 (tekan)
Tegangan ijin initial
ti 0.25 fc MPa


 ti 1.768MPa
 (tarik)
ci 0.6
 fc

 ci 30
 MPa
 (tekan)
2. Hitung Momen lentur
Beban mati sendiri
qDL b h
 25

kN
m
3
 qDL 4.5
kN
m

MDL
1
8
qDL
 L
2

 MDL 81kN m


Beban hidup
qL 4
kN
m

ML
1
8
qL
 L
2

 ML 72kN m


Momen total
Mmax MDL ML

 Mmax 153kN m


3. Hitung Properti Penampang
I
b h
3

12
 I 5.4 10
9
 mm
4

Ac b h

 Ac 1.8 10
5
 mm
2

yt
h
2
 yt 300mm

yb
h
2
 yb 300mm

St
I
yt
 St 1.8 10
7
 mm
3

yb
h
2

St
I
yt
 St 1.8 10
7
 mm
3

Sb
I
yb
 Sb 1.8 10
7
 mm
3

kt
Sb
Ac

 kt 100
 mm

kb
St
Ac
 kb 100mm

4. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi transfer
di midspan e eo
 e 200mm

asumsi :  0.83
 Pi
P


a
Pi

Ac
Pi e

St

MDL
St

 a 0.986
 MPa
  ti 1.768MPa

(tarik)
b
Pi

Ac
Pi e

Sb

MDL
Sb

 b 6.042
 MPa
  ci 30
 MPa

(tekan)
5. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi layan
di midspan e eo
 e 200mm

a
P

Ac
P e

St

Mmax
St

 a 5.583
 MPa
  cs 22.5
 MPa

(tekan)
b
P

Ac
P e

Sb

Mmax
Sb

 b 0.25
 MPa
  ts 3.536MPa

(tarik)
Balok pada contoh 3.1 akan digunakan untuk memeriksa lendutan
fc 50 MPa

fci 0.65 fc

 fci 32.5MPa

Ec 4700 fc MPa
( )


 Ec 33234.019
MPa

Eci 4700 fci MPa
( )


 Eci 26794.122
MPa

qDL 4.5
kN
m

qL 2.5
kN
m

Modulus elastisitas beton
Beban layan
beban hidup
beban mati
e 0.2 m

bs
5
384
qDL
  L
4

Ec I


 bs 6.77mm

a. Lendutan awal (initial)
- Chamber akibat prestress saja
- Defleksi akibat berat sendiri
- Defleksi jangka panjang oleh PCI Multipliers
pi
5
 Pi
 e
 L
2

48 Eci
 I

 pi 13.115
 mm
 (ke atas)
(ke bawah)
1 1.85 bs
 1.8 pi


 1 11.082
 mm
 (ke atas)
a. Lendutan akhir
- Defleksi akibat beban hidup merata, qLL
L
5
384
qL
  L
4

Ec I


 L 3.761mm
 (ke bawah)
kontrol defleksi, DL < L
800
15mm
 OK !
- Defleksi jangka panjang total
2 2.45 pi
 2.7 bs


 2 13.852
 mm
 (ke atas )
tot 2 1
 L

 tot 0.991mm
 (ke bawah)
- Defleksi total
Flow Chart Desain Ultimate
Input: Bentuk Penampang (T, I, Rectagular, Box),
b,d,bf,hf ,dp,fc,fps,fpu,fpy,fps,Es,Eps
MULAI
fps diketahui?
fpe = 0.5fpu?
Hitung fps dari
kompatibilitas regangan
Bonded?
Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Ya
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Penampang
flens?




















 )
(
`
c
t
p
c
pu
p
p
pu
ps
d
d
f
f
f
f 




1
1
w
c
y
s
y
s
ps
ps
b
f
f
A
f
A
f
A
a
`
.
`
85
0



RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
A
Flow Chart Desain Lentur (PBKT)
fpe = 0.5fpu?
Bonded?
Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Penampang
flens?
a = hf ?




















 )
(
`
c
t
p
c
pu
p
p
pu
ps
d
d
f
f
f
f 




1
1
w
c
y
s
y
s
ps
ps
b
f
f
A
f
A
f
A
a
`
.
`
85
0



Penampang
persegi
Penampang
flens
f
w
f
c
y
s
ps
ps
ps
pw h
b
b
f
f
A
f
A
f
A )
(
`
. 


 85
0
w
c
ps
pw
b
f
f
A
a
`
.85
0

Over reinforce :



 )
.
.
(
` 2
2
1
08
0
1
36
0 

p
w
c
n d
b
f
M
)
/
(
)
(
`
. 2
85
0 f
p
f
w
f
c h
d
h
b
b
f 


Over reinforce :
)
.
.
(
` 2
2
1
08
0
1
36
0 
 

 p
c
n bd
f
M
1
36
0 


 .
`)
(
/ 


 p
p d
d
p
 atau
Momen nominal :






 )
(
)
/
( p
y
s
p
ps
pw
n d
d
f
A
a
d
f
A
M 2
)
/
(
)
(
`
. 2
85
0 f
p
f
w
f
c h
d
h
b
b
f 


1
36
0 


 .
)
`
(
/ 


 w
w
p
pw d
d
Momen nominal :






 )
/
(
)
/
( 2
2 a
d
f
A
a
d
f
A
M y
s
p
ps
ps
n
`)
/
(
` d
a
f
A y
s 
 2
RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Ya
Tdk
Ya
A
Contoh 4.1 : DESAIN BALOK PRATEGANG
SOAL : Desain jembatan bentang 36 m dengan balok girder T-Bulb AASHTO.
DIBERIKAN :
Panjang benta ng jembatan Lsl 36 m


Jarak antar balok (as ke as) Lc 2.10
m

Material
a. Beton :
Girder Pracetak
fc 45.65
Mpa
 fc 45.65Mpa

Ec 4700 fc Mpa


 Ec 31755.448
Mpa

fy 400 Mpa


Pelat :
fcp 29 Mpa


Ecp 4700 fcp Mpa


 Ecp 25310.275
Mpa

b. Kabel Prategang (Jenis Relaksasi Rendah)
fpu 1860Mpa


fpy 0.9fpu
 fpy 1.674 10
3
 Mpa

fpj 0.75 fpu

 fpj 1.395 10
3
 Mpa
 (maks.)
fpi 0.7 fpu

 fpi 1302Mpa

fpeff 0.8 fpi

 fpeff 1041.6Mpa
 (asumsi
losses 20%)
Eps 195000Mpa


Diameter T endon s 12.7 mm


Luas efektif per tendon Ap1 98mm
2

LANGKAH 1: M ene ntukan Dime nsi Penam pang
Penampang
: AASHTO Tipe VI
h 1828.8mm


bf 1066.8mm


x1 127
mm

x2 177.8
mm

b2 711.2
mm

x3 254
mm

x4 203.2
mm

bw 203.2
mm

Momen inersia Ic 3.052 10
11
 mm
4

Luas Penampang Ac 6.999986 10
5
 mm
2

Garis Berat Bawah Cb 924.068
mm

Garis Berat Atas Ct h Cb

 Ct 904.732
mm

Sec. Modulus T op St
Ic
Ct
 St 3.374 10
8
 mm
3

Sec. Modulus Bottom Sb
Ic
Cb
 Sb 3.303 10
8
 mm
3

Radius Girasi r
Ic
Ac
 r 660.337
mm

kb
r
2
Ct
 kb 481.961
mm

kt
r
2
Cb
 kt 471.876
mm

tebal pelat total (asumsi - trial) hslb 220mm

LANGKAH 2: Gaya Dalam
Faktor reduksi lentur  0.8

Faktor reduksi geser v 0.75

Berat jenis beton c 24 kN
 m
3



Berat jenis beton prategang pt 25 kN
 m
3



Berat jenis baja s 78.5 kN
 m
3



Resume gaya dalam M + V dalam girder
Msdl 2.629 10
3
 kNm
 Vsdl 292.068
kN

Mdl 2.835 10
3
 kNm
 Vdl 314.999
kN

ML 1.418 10
3
 kNm
 VL 157.584
kN

Mu 1.3 Msdl Mdl

 
 2.2 ML
 


 Mu 1.022 10
4
 kN m


Mt 1.0 Msdl Mdl

 
 1.0 ML
 


 Mt 6.882 10
3
 kN m


Vu 1.3 Vsdl Vdl

 
 2.2 VL
 


 Vu 1.136 10
3
 kN

Vt 1.0 Vsdl Vdl

 
 1.0 VL
 


 Vt 764.651
kN

Keterangan :
Msdl = Momen akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Mdl = Momen akibat berat sendiri girder
ML = Momen akibat beban hidup
Vsdl = Geser akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Vdl = Geser akibat berat sendiri girder
VL = Geser akibat beban hidup
LANGKAH 3: Penentuan Tebal Pelat Lantai Je mbatan
Tinggi perlu flens untuk menahan momen Mu
Ac'
Mu
 0.68
 h
 fc

 Ac' 2.251 10
5
 mm
2

bila lebar pelat efektif di atas girder,
bpl Lc
 bpl 2100mm

maka tebal flens minimum,
hf
Ac'
bpl

hf 107.188
mm
 < hslb 220mm

Ket "hslb > hf, OK"

Lebar effektif pelat, terkecil dari :
bpl min bw 16 hslb

 Lc
Lsl
4












 bpl 2100mm

Tebal minimum flens menurut AASHT O
tmin
1.2 Lc 3m

( )

30

tmin 204mm
 < hslb 220mm
 OK !
Ket "hslb > tmin, OK"

LANGKAH 4: M enghitung Sifat Penampang Kom posit
Modulus Elastisi tas Girder Ec 3.176 10
4
 Mpa

Modulus Elastisi tas Pelat Ecp 2.531 10
4
 Mpa

Rasio modulus nc
Ecp
Ec
 nc 0.797

Lebar sayap efektif bpl 2100mm

Lebar sayap tranform. be nc bpl

 be 1673.78
mm

Luas Penampang Komposit
Ack Ac be hslb


 Ack 1.068 10
6
 mm
2

Garis Berat Bawah Komposit
Cbk
be hslb
( )
 h
hslb
2







 Ac Cb


Ack
 Cbk 1.274 10
3
 mm

Garis Berat Atas Komposit
Ctk h hslb
 Cbk

 Ctk 774.942
mm

Momen inersia Komposit
Ick Ic Ac Cbk Cb

( )
2


be hslb
3

12
 be hslb
 Ctk
hslb
2







2



Ick 5.552 10
11
 mm
4

Sec. Modulus T op Stk
Ick
Ctk
 Stk 7.164 10
8
 mm
3

Sec. Modulus Bottom Sbk
Ick
Cbk
 Sbk 4.358 10
8
 mm
3

LANGKAH 5: Es tim asi Luas Prategang
Eksesntrisitas Tendon
em h 200mm
 Ct

 em 724.068
mm

Estimasi berdasarkan kondisi tegangan akhir pada serat bawah
e em
 e 724.068
mm
 Ft 0MPa

Nilai awal Peff 1 kN


Given Peff

Ac
Peff e

Sb

Mdl Msdl

Sb

ML
Sbk
 Ft
Pf2 Find Peff
( )

Pf2 5467.24
kN

Estimasi berdasarkan kekuatan batas penampang
 Aps
 0.95
 fpu 0.9 h hplt

( )
 Mu

Aps
Mu
 0.8 h hslb

( )
[ ]
 0.9 fpu

 Aps 4.657 10
3
 mm
2

Pf3 Aps fpeff

 Pf3 4.851 10
3
 kN

Gaya prategang efektif yang dibutuhkan
Pf max Pf2 Pf3
( )
( )
 Pf 5.467 10
3
 kN

Aps
Pf
fpeff
 Aps 5248.886
mm
2

Menentukan jumlah strand
n_strand ceil
Aps
Ap1






 n_strand 54

Aps n_strand Ap1

 Aps 5292mm
2

LANGKAH 6: M enghitung Kapasitas Mome n
Diameter tulangan Ds 16 mm

  0.8

Luas per tulangan As1 0.25 
 Ds
2

 As1 201.062
mm
2

Lebar tekan balok bt be
 bt 1.674 10
3
 mm

Luas penampang dari center ke sisi tarik
(Pendekatan At= 50% Ac)
At 50% Ac

 At 3.5 10
5
 mm
2

Pasang tulangan minimum
Asmin 0.4% At

 Asmin 1.4 10
3
 mm
2

Jadi banyaknya tul. tarik
ns ceil
Asmin
As1






 ns 7

Luas T otal tul. tarik Ast ns As1


Ast 1407.434
mm
2

Cover beton dc 40 mm


Leng. momen prategang komposit Ct 904.732
mm

dp Ct hslb
 em

 dp 1848.8mm

Leng. momen tul. komposit
d h hslb
 dc

Ds
2
 13mm

 d 1987.8mm

Pe fpeffAps

 Pe 5512.147
kN

fpeff 1041.6Mpa
  0.5 fpu
 930Mpa
 .. OK!
maka : Nilaiuntuk p : 0.55 untuk fpy/fpu ³ 0.8
0.4 untuk fpy/fpu ³ 0.85
0.28 untuk fpy/fpu ³ 0.9
fpy
fpu
0.9

p 0.28

1 0.85 fc 30 Mpa


if
0.65 fc 55 Mpa


if
0.85 0.008
fc
Mpa
30








 30 Mpa
 fc
 55 Mpa


if

1 0.725

p
Aps
Ack
 p 0.495%

c 0
 c 0

t
Ast
Ack
 t 0.132%

t t
fy
fc

 t 0.012

fps fpu 1
p
1
p
fpu
fc

d
dp
t c

( )


















fps 1706.044
Mpa

p p
fps
fc

 p 0.185

Lebar stress blok pada beton
Tps fps Aps

 Tps 9.028 10
3
 kN

Ts Ast fy

 Ts 562.973
kN

a
Tps Ts

0.85 fc
 bt

 a 147.68mm
 < hslb 220mm

( OK )
Periksa Tulangan Maksimum
Berdasarkan ACI / NAWY (untuk balok segi-4)
p p
fps
fc

 p 0.185
 < 0.36 1
 0.261

OK (jika prestressed only)
p
d
dp
t c

( )

 0.198
 < 0.36 1
 0.261

OK (jika besi tulangan diperhitungkan)
Notes : jika rasio tulangan < 0.3 6
1 maka under-reinforced,
jika tidak maka over-reinforced.
OVER "Y" p
d
dp
t c

( )

 0.36 1


if
"N" otherwise

OVER "N"

Berdasarkan AASHTO 3rd Edition 2004, Sec. 5.7.3.3
Kedalaman tulangan efektif pada penampang
de
Aps fps
 dp
 Ast fy
 d


Aps fps
 Ast fy


 de 1.857 m

c
a
1
 c 203.753
mm

c
de
0.11
 < 0.42 OK.
OVER "Y"
c
de
0.42 1


if
"N" otherwise
 OVER "N"

Mn Tps dp
a
2







 Ast fy
 d
a
2










Mn 17102.525
kN m


OVER "Y"
c
de
0.42 1


if
"N" otherwise
 OVER "N"

Mn Tps dp
a
2







 Ast fy
 d
a
2










Mn 17102.525
kN m


LANGKAH 7: Periksa Momen Desain Ultimate
Momen Nominal Mn 17102.525
kN m


Periksa :
 Mn
 13682.02
kN m

 > Mu 10222.851
kN m


check apakah Mn > Mu jika ya --> OK
LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6
mm
2
 Ic 3.052 10
11
 mm
4

Pe 5.512 10
3
 kN

Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa


 fr 4.73Mpa

Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
fakt
Pe

Ac
Pe e

Sb

Mdl Msdl

Sb

ML
Sbk


fakt 0.163
 Mpa

Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt

( ) Sbk
 Mt


Mcr 9013.961
kN m


Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak
 Mn

Mcr
1.52
 > 1.2 ...OK!
LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6
mm
2
 Ic 3.052 10
11
 mm
4

Pe 5.512 10
3
 kN

Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa


 fr 4.73Mpa

Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
fakt
Pe

Ac
Pe e

Sb

Mdl Msdl

Sb

ML
Sbk


fakt 0.163
 Mpa

Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt

( ) Sbk
 Mt


Mcr 9013.961
kN m


Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak
 Mn

Mcr
1.52
 > 1.2 ...OK!
Merencanakan kapasitas geser balok T pada contoh 4.1.
Bentang L 36 m

Penampang
Tinggi penampang h 1.829m

Lebar badan bw 0.203m

Ac 7 10
5
 mm
2

Yt 904.732
mm

Sb 3.303 10
8
 mm
3

Pe 5512.147
kN
 Aps 5292mm
2
 dp 1.849m

fpe
Pe
Aps
 fpe 1041.6MPa
 > 0.4fpu 744MPa

layout kabel mengikuti persamaan parabolik sebagai berikut:
ex x
( ) 1 x
2
 1 x

 1


1 0.0022
 m
-1
 1 0.0805
 1 0 m

check ex 0.5L
( ) 0.724m
 = em
Material
ex 0.5L
( ) 0.724m
 = em
Material
Faktor reduksi  0.75

Kuat tekan beton fc 45.65Mpa

Tegangan leleh tul.fy 400Mpa

Beban
Qgir 17.5
kN
m
 Qsdl 16.226
kN
m
 Qll 8.755
kN
m

QuDL 1.3 Qgir

 QuDL 22.75
kN
m

QuSDL 1.3 Qsdl

 QuSDL 21.094
kN
m

QuLL 2.2 Qll

 QuLL 19.261
kN
m

Qu QuDL QuSDL
 QuLL

 Qu 63.105
kN
m

Qu QuSDL QuLL

 Qu 40.355
kN
m

Diagram momen
0 10 20 30
0
5000
1 10
4
1.510
4
MuDL x
( )
kN m

( )
Mu x
( )
kN m

( )
Mu x
( )
kN m

( )
x
Diagram Geser
0 10 20 30
2000
1000
0
1000
2000
VuDL x
( )
kN
Vu x
( )
kN
Vu x
( )
kN
x
Gaya-gaya dalam :
Saat beban layan belum bekerja (geser hanya ditahan oleh girder saja)
beban konstruksi yang bekerja = 1 kN/m2
MuDL x
( ) QuDL
L
2
x

x
( )
2
2








 VuDL x
( ) QuDL
L
2
x
( )









Mu x
( ) Qu
L
2
x

x
2
2








 Vu x
( ) Qu
L
2
x
( )









Mu x
( ) Qu
L
2
x

x
( )
2
2








 Vu x
( ) Qu
L
2
x
( )









x1
h
2
 x2 0.25L
 x2 9 m
 x3 0.5L
 x3 18 m

Momen
Mu1 Mu x1
( )
 Mu1 1012.272
kN m


Mu2 Mu x2
( )
 Mu2 7667.228
kN m


Mu3 Mu x3
( )
 Mu3 10222.97
kN m


Geser
Vu1 Vu x1
( )
 Vu1 1078.183
kN

Vu2 Vu x2
( )
 Vu2 567.943
kN

Vu3 Vu x3
( )
 Vu3 0kN

Jarak serat atas ke pusat prategang, dp
dp1 Yt ex x1
( )

 dp1 0.976m

dp2 Yt ex x2
( )

 dp2 1.448m

dp3 Yt ex x3
( )

 dp3 1.629m

Persyaratan Geser menurut ACI :
0.4 fpu
 744Mpa
 < fpe 1041.6Mpa

dapat menggunakan metoda sederhana sebagai berikut :
Vc
1
20
fc
MPa
( )
 4.8
Vu dp

Mu


Vu dp

Mu
1

Vu1 dp1

Mu1
1.04

Vu2 dp2

Mu2
0.107

Vu3 dp3

Mu3
0

vc1
1
20
fc
Mpa
 4.8 1








Mpa

 vc1 5.138MPa

vc2
1
20
fc
Mpa
 4.8 0.107








Mpa

 vc2 0.851MPa

vc3
1
20
fc
Mpa
 4.8 0








Mpa

 vc3 0.338MPa

 1
 (untuk beton norm al)
vc1 0.4 
 fc Mpa
( )

 vc1 0.4 
 fc Mpa



if

6
fc MPa
( )








vc1

6
fc MPa
( )



if
vc1 otherwise
 vc1 2.703Mpa

vc2 0.4 
 fc Mpa
( )

 vc2 0.4 
 fc Mpa



if

6
fc MPa
( )

 vc2

6
fc MPa
( )



if
vc2 otherwise
 vc2 1.126Mpa

vc3 0.4 
 fc Mpa
( )

 vc3 0.4 
 fc Mpa



if

6
fc MPa
( )

 vc3

6
fc MPa
( )



if
vc3 otherwise
 vc3 1.126Mpa

Saat beban layan bekerj a
Pada titik 1: x1 0.914m

Vu1 1078.183
kN
 >  vc1
 bw
 dp1
 402.167
kN

maka diperlukan tulangan geser tidak minimum
Menentukan spasi, s sact 250mm
 (praktis)
s min
0.75 h

600mm
sact




















 s 250mm

Luas tul. minimum Avmin
bw s

3 fy

Mpa

 Avmin 42.333mm
2

Menentukan luas tulangan geser, Av
Av1
Vu1

vc1 bw
 dp1








s
fy d


 Av1 283.402
mm
2

Luas tul. geser dia 13 mm


Av1act 0.25 
 dia
2
 2

 Av1act 265.465
mm
2
 > Av min atau
Av 1..OK!
Pada titik 2: x2 9 m

Vu2 567.943
kN
 <  vc2
 bw
 dp2
 248.461
kN

maka diperlukan tulangan geser minimum
Menentukan spasi, s sact 400mm
 (praktis)
s min
0.75 h

600mm
sact




















 s 400mm

Luas tul. minimum Avmin
bw s

3 fy

Mpa

 Avmin 67.733mm
2

Menentukan luas tulangan geser, Av
Av2
Vu2

vc2 bw
 dp2








s
fy d


 Av2 214.295
mm
2

Luas tul. geser dia 13 mm


Av2act 0.25 
 dia
2
 2

 Av2act 265.465
mm
2
 > Av minatau
Av2..OK!
Pada titik 3: x3 18 m

Vu3 0kN
 <  0.5
 vc3 bw
 dp3
 139.763
kN

maka tidak diperlukan tulangan geser, namun praktisnya dipasang
tulangan minimum.
Menentukan spasi, s sact 400mm
 (praktis)
s min
0.75 h

600mm
sact




















 s 400mm

Luas tul. minimum Avmin
bw s

3 fy

Mpa

 Avmin 67.733mm
2

Luas tul. geser dia 10 mm


Av2act 0.25 
 dia
2
 2

 Av2act 157.08mm
2
 > Av minatau
Av2..OK!
Analisis Struktur
Statis Tertentu:
◦ Struktur sederhana
◦ Struktur kantilever
Statis Tak Tentu/Menerus
◦ Tumpuan sendi
◦ Tumpuan kolom
Analisa Struktur Balok Sederhana (Simple-Beam)
h
b
Diketahui :
P 525kN
 (setelah semua losses)
q 7
kN
m

L 12m
 eo 200mm

b 300mm
 h 600mm

Modulus elastisitas beton Ec 25000
MPa

Momen inersia Ic
1
12
b
 h
3

 Ic 5.4 10
3

 m
4

1. Mencari kebutuhan gaya prategang, P (optimum)
Besarnya P dapat diperoleh dari 2 buah persamaan lendutan pada tabel 3.3a sub bab 3.6
EI
w 4
384
5 


Simple span dengan beban merata: w q
 
EI
P
e
e
e e
c
e
8
6
5 2











Simple span dengan bentuk parabolik:
Dengan memasukan nilai ee 0
 ec eo
 maka diperoleh
Popt
1
8
q L
2

ec

 Popt 630kN

Diagram momen
0 5 10
200

100

100
200
Mq x
( )
kN m

Mqp x
( )
kN m

x
Diagram Geser
0 5 10
60

40

20

20
40
60
Vq x
( )
kN
Vqp x
( )
kN
x
4. Menghitung lendutan
 x
( )
q x

24 Ec
 Ic

L
3
2 L
 x
2

 x
3

 

  0.5L
( ) 14mm

 p x
( )
qp x

24 Ec
 Ic

L
3
2 L
 x
2

 x
3

 

  p 0.5L
( ) 11.667
 mm

2, Mencari beban merata ekivalen dengan gaya P aktual
qp 8

P ec

L
2

 qp 5.833

kN
m

3. Menghitung Gaya Dalam
Akibat q
Momen : Mq x
( )
q L

2
x

1
2
q
 x
2



Geser: Vq x
( )
q L

2
q x



Akibat q
p
Momen : Mqp x
( )
qp L

2
x

1
2
qp
 x
2



Geser: Vqp x
( )
qp L

2
qp x



0 5 10
0.02

0.01

0.01
0.02
 x
( )
 p x
( )
x
Simulasi Program
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
 GELAGAR BOX BETON
Komponen Gelagar Box Beton
PotonganMelintang
Foundation Substructure Superstructure
Plate (1)
Pile plate (2)
Bored pile (3)
Driven pile (4)
Box abutment (5)
Spill through abutment (6)
Columns, piers (with 2 or more bearings) (7)
Breast wall (8)
Wing wall (9)
Back wall (10)
Edge beam (11)
End diaphragm (12)
Bridge seat (13)
Support walls (14)
Bridge seat beam (15)
Access chamber (16)
Bearing (can be fixed or allow movement) (17)
Expansion joint (18)
Transverse diaphragm (19)
Box girder web (20)
Top slab (area between the webs) (21)
Top slab (cantilever section) (22)
Bottom slab (23)
Fascia beam (24)
Guard rail (25)
Railing (26)
Sealing membrane (27)
Wearing surface (28)
Drain inlet (29)
Cross drain (30)
Longitudinal drain (31)
Perkiraan Volume Pekerjaan
Bentang Ekonomis
Metode Konstruksi
Segmental side by side
Incremental launching
Progressive cantilever
Balance cantilever
Cable stayed
Tipikal Formwork
Form Traveller (contoh aplikasi)
Durasi Pekerjaan
Keuntungan Box Girder Beton
Kekakuannya yang cukup tinggi dikombinasikan dengan beban
mati yang cukup kecil, menghasilkan nilai perbandingan
beban mati dengan beban hidup yang memadai.
Kekakuan torsional yang tinggi yang dapat memberikan
kebebasan dalam melakukan pemilihan mengenai perletakan
dan alinyemen jembatan.
Kemungkinan penggunaan ruang di dalam gelagar box
tersebut.
 1
Konsep
Desain
keputusan mendasar mengenai tipe
konstruksi, panjang bentang dan
perbandingan, dan tipe-tipe penampang
melintang yang digunakan
 2
Desain
Pendahul
uan
pemilihan mengenai dimensi dasar untuk
elemen-elemen penampang melintang,
bentuk dan jumlah dari tendon dan
penulangan, tebal pelat dan web, dan studi
optimasi mengenai bentang dan bentuk
penampang melintang
 3
Desain
Rinci
bentuk atau ukuran tertentu mengenai
penampang melintang sementara dengan
mempertimbangkan baik beban-beban
selama konstruksi dan beban rencana normal
pada struktur yang sudah selesai, ukuran
tendon, penulangan, dimensi komponen
struktural, serta rencana urutan pemasangan
dan penyambungan. Analisis relatif detail
untuk mempertimbangkan keseluruhan
beban-beban utama dan kondisi yang mana
akan mempengaruhi perilaku dari struktur
 4
Verifikasi
studi yang dilakukan setelah keseluruhan
elemen terpasang untuk memeriksa tegangan
dan deformasi struktur dan perilakunya di
bawah semua kondisi pembebanan yang
kritis
 5
Dukungan
lapangan
pemeriksaan mengenai gambar kerja,
tegangan selama pemasangan oleh
kontraktor, urutan penarikan secara rinci,
dan pengembangan dari defleksi yang
terjadi dan informasi penyambungan untuk
panduan dari tenaga kerja di lapangan
 6
Perubahan
menyediakan informasi yang cepat pada
tenaga lapangan dan kontraktor mengenai
kelayakan teknis dari perubahan-perubahan
yang diajukan dalam disain yang
membutuhkan tanggapan secepatnya
mengenai keputusan teknis
Parameter Desain
 Ketinggian konstan vs bervariasi;
 Perbandingan bentang terhadap tinggi jembatan;
 Jumlah gelagar box yang sejajar;
 Bentuk dan ukuran dari masing-masing gelagar box, meliputi jumlah web, kemiringan web,
ketebalan web serta flens bawah;
 Aksesibilitas/pemeriksaan dari struktur atas.
Pemilihan Tinggi Gelagar
Ketinggian balok gelagar yang konstan merupakan suatu pilihan yang termudah dan memberikan
solusi terbaik untuk bentang pendek dan moderat sekitar 260 ft (80 m). Jembatan dengan ketinggian
konstan tersebut juga digunakan sebagai alasan estetika untuk bentang hingga 450 ft (137 m). Apabila
bentang meningkat, besarnya momen lentur akibat beban mati di dekat pilar memerlukan suatu variasi
dari ketinggian struktural; sehingga akan lebih ekonomis untuk membuatkan variasi pada penampang.
Tinggi Gelagar Konstan
Tinggi Gelagar Bervariasi (Linear)
Tinggi Gelagar Bervariasi (Parabola)
Penampang Melintang
Pertimbangan Desain Arah Melintang
Design of
Box Girder
Cross
Section
Possible
Cross
Sections
Supports
Constructio
n Method
Bridge
Finishes +
Form
Proportion
Use

Possible
Cross
Section
Single Cell
Multiple Cell
Constant or Varying
With or without Diaphragma

Supports
Pier wall with multiple Bridge Bearings
Several Individual Piers
Single Middle Piers
Suspended from Bridge Centerline
Suspended from both sides of cross
section

Construct
ion
Method
Stationery falsework
Incremental launching
Formwork girder
Free cantilever
Launching girder
Precast elements

Use
Pedestrian
Automobile
Utilities
Widening

Proportio
ns
Length of cantilever
Web inclination
Dimensions
Longitudinal/transverse
stiffness

Bridge
Finishes
+ Form
Guard rail
Railing
Web inclination
View from below
Segmental Balanced Cantilever Cast in Situ
Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever)
 Terdapat porsi kecil dari struktur atas pada pilar yang dibuat melalui perancah (cetakan) dan biasanya didisain
sebagai ‘pier table’ (meja pilar). Pada kasus cor di tempat untuk jembatan menggunakan konstruksi
segmental, pier table tersebut harus cukup panjang untuk meletakkan dua traveler yang saling membelakangi
(biasanya 30 ft (10 m) – 40 ft (12 m) panjang). Pier table tersebut biasanya dibuat dengan panjang ½ segmen
keluar untuk meminimalkan pengaruh ketidak-seimbangan selama konstruksi segmen.
 Perencana harus melakukan perhitungan awal mengenai konstruksi kantilever dengan penempatan segmen
terakhir untuk mendapatkan kisaran awal mengenai n kebutuhan luasan kabel pratekan dan pemeriksaan
beban-beban pada penampang pilar.
 Untuk struktur yang lebih besar, penggunaan pilar ganda bisa menguntungkan untuk mengurangi kekakuan
lateral untuk temperatur dan beban gempa dan akan efisien untuk menahan momen konstruksi segmental
yang besar.
Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever) – cont.
 Untuk struktur yang lebih kecil dengan kantilever lantai jembatan yang pendek yang digunakan untuk sistem drainase
dapat menyulitkan pemasangan sebagai akibat dari adanya konflik antara tendon kantilever dan kotak drainase atau
perpipaan.
 Minimalkan variasi (khususnya panjang segmen). Standardisasi merupakan kunci untuk mengefektifkan biaya disain
segmen. Batasi ukuran dari tendon kantilever menjadi satu ukuran untuk keseluruhan proyek.
 Untuk mengurangi perawatan di masa mendatang, maksimalkan panjang dari kesinambungan struktur atas untuk
meminimalkan jumlah exspansion joints dan penggunaan bearing. Apabila bearing digunakan, rencanakan untuk
penggantian bearing tersebut di masa mendatang.
 Pada konstruksi kantilever seimbang, ujung bentang biasanya memiliki bentang sebesar 0.6L sampai 0.8L dari bentang
sebelumnya dan seringkali nilai perbandingan yang digunakan adalah 0.5L sampai 0.6L.
 Ketika menggunakan nilai perbandingan untuk ujung bentang sebesar 0.5L, mungkin diperlukan adanya pemberat
(counter weight) untuk mencegah adanya gaya angkat dan apabila ujung bentang tersebut memiliki nilai perbandingan
lebih dari 0.5L, ujung bentang tersebut biasanya dikonstruksi secara cor di tempat menggunakan perancah dan
dihubungkan dengan bagian kantilever melalui ‘closure’.
 Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan fabrikasi dan pencetakan segmen biasanya adalah antara 3 – 6 hari dengan
diikuti penarikan kabel setelah pencetakan selesai pada hari berikutnya.
PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH
KONSEP PERANCANGAN
Perencanaan Bangunan Bawah
1. Memiliki dimensi yang ekonomis
2. Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat
Kikisan Arus air, penurunan tanah, longsoran global dan gempa
3. Kuat menahan beban berat struktur atas, beban lalu lintas, beban
angin dan beban gempa.
4. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan,
tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan
LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN
1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai,
permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah.
2. Menetukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan
ketinggian dan kondisi sungai.
3. Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar
jembatan
4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan.
5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam.
6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.
Perencanaan Bangunan Bawah
Perencanaan Bangunan Bawah
BAGAN ALIR
PENENTUAN LETAK JEMBATAN
Peletakan jembatan didasarkan kepada:
Aliran air dan alur sungai yang stabil ( tidak berpindah-pindah)
Tegak lurus terhadap sungai
Bentang terpendek ( lebar sungai terkecil)
Bentuk Jembatan:
Tergantung bentang dan jenis sungai
Material yang digunakan
Bentang lebih pendek
Bentang lebih panjang
Perencanaan Bangunan Bawah
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Bidang Datar : min. 5 m
Tanjakan / Turunan:
1:30 untuk V > 100 km/jam
1:20 untuk V 60 s/d 100 km/jam
1:10 untuk V< 60 km/jam
Clearence / jagaan Untuk banjir 50 tahunan:
0,5 m ; Sungai pengairan
1,0 m ; Sungai alam yang tidak membawa hanyutan
1,5 m ; Sungai alam yang membawa hanyutan
2,5 m ; sungai alam yang tidak diketahui kondisinya
5,0 m ; Bersilangan dengan jalan raya
5.1 m ; Bersilangan dengan jalan tol
≥15m ; Bersilangan dengan laut atau sungai yang dilewati kapal
Perencanaan Bangunan Bawah
Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan
sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan.
Penentuan Letak Kepala Jembatan
Kepala jembatan sedapat mungkin diletakkan pada :
a. Pada lereng/dinding sungai yang stabil
b. Pada alur sungai yang lurus
c. Pada bentang yang pendek
Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan
Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis sungainya.
L
MAB
MAN
Kepala
Jembatan
Kepala
Jembatan
a
b
Untuk Kondisi:
• Bukan sungai limpasan banjir
• Air banjir tidak membawa
hanyutan
2
a b
l


Untuk Kondisi:
• sungai limpasan banjir
• Air banjir membawa hanyutan
l b

Perencanaan Bangunan Bawah
KRITERIA DESAIN KEPALA JEMBATAN
 Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai
 Tidak ditempatkan pada aliran air sungai
 Tidak ditempatkan diatas bidang gelincir lereng sungai.
 Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan pondasi
dangkal
 Pondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai
kedalaman pengaruh penggerusan aliran air sungai
Perencanaan Bangunan Bawah
DIMENSI KEPALA JEMBATAN
Bahan Kepala Jembatan
Pasangan batu kali :  Type Gravitasi
Beton bertulang : Type T dan Type T dengan penopang
Perencanaan Bangunan Bawah
DETAIL KEPALA JEMBATAN
Struktur kepala jembatan yang
diperkuat dengan penopang
Perencanaan Bangunan Bawah
BEBAN PADA KEPALA JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
PERMASALAHAN PADA KEPALA JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Fungsi : - Penahan beban
struktur atas
- Struktur pembatas
antara jalan dengan
sungai
Penempatan: diusahakan untuk
tidak ditempatkan
pada belokan sungai
untuk menghindari
scouring
Jika terpaksa harus dilakukan
perbaikan dinding sungai dan
Dasar sungai pada bagian yang
akan terkena scouring
PENANGANAN SCOURING
Perencanaan Bangunan Bawah
METODE PERBAIKAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Perbaikan dinding sungai:
- Turap baja
- bronjong ( Pas. Batu kosong dengan ikatan kawat )
- dinding penahan ( pas. batu kali, beton )
- dinding pelindung ( pas. batu kali, lempengan plat beton)
Perbaikan Dasar sungai:
- Pasangan batu kali
- Beton
- Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk
KRITERIA DESAIN PILAR JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
 Tidak ditempatkan ditengah aliran air sungai.
 Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih
mungkin dan sejajar dengan arah aliran air.
 Bentuk disarankan bulat atau lancip (streamline).
 Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar
tunggal.
 Jika menggunakan pondasi dangkal, pondasi ditanam dibawah dasar
sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.
PILAR JEMBATAN Jenis :
 Pilar tunggal
 Pilar masif
 Pilar Perancah
Bahan : Pasangan batu kali,
Beton dan Baja
Pilar tunggal Pilar Perancah / Portal
Pilar masif
Fungsi :
 Penopang struktur atas
 Menyalurkan berat struktur
atas ke tanah
Pemakaian
h : 5 ~ 15m h : 5 s/d 25 m h : 5 s/d 15 m h : 15 s/d 25 m
Perencanaan Bangunan Bawah
PILAR JEMBATAN PASANGAN BATU KALI
d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w )
d = tebal dinding bagian atas pilar
Dinding semakin kebawah semakin
tebal dengan kemiringan 1:20
h = tinggi pilar dari dasar sungai
sampai tumpuan girder.
w = jarak dua tumpuan antara pilar
dengan kepal jembatan atau
antara pilar dengan pilar.
Permukaan air banjir
Lebar Jembatan
d
0,5m
Perencanaan Bangunan Bawah
PILAR JEMBATAN BETON
Pilar Perancah Pilar Tunggal
Perencanaan Bangunan Bawah
PILAR JEMBATAN BAJA
Perencanaan Bangunan Bawah
Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan:
- Aliran air sungai cukup deras
- Mengurangi hambatan aliran air
- Mudah dikerjakan
Masalah Pada pilar Jembatan
Gaya aliran air pada pilar
Pilar tidak sejajar dengan
arah aliran air,
menyebabkan local
scouring
Kerusakan akibat scouring
Perencanaan Bangunan Bawah
Perbaikan dan Pencegahan
Perencanaan Bangunan Bawah
Perencanaan Bangunan Bawah
Pilar tunggal pada jembatan jalan raya Pilar tunggal pada jembatan KA
Pilar Masif Pilar Perancah
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. A)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa
kejut) (ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B.
Mati (ton)
22 164.647 92.073 105.982 270.629
25 189.114 104.073 114.982 304.096
28 214.338 113.073 123.982 338.320
31 257.102 120.799 131.708 388.810
34 285.453 125.984 136.894 422.347
37 334.353 131.181 142.090 476.443
40 366.987 136.385 147.294 514.281
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. B)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa kejut)
(ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B. Mati
(ton)
22 136.328 82.721 92.757 229.085
25 256.538 90.371 100.407 256.946
28 177.357 98.021 108.057 285.414
31 212.162 104.499 114.535 326.697
34 235.479 108.640 118.676 354.155
37 275.215 112.790 122.827 398.042
40 301.958 116.948 126.985 428.943
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m)
B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut
Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 35.925 47.273 56.677 92.602
10 46.121 52.273 61.364 107.485
12 55.925 57.273 66.070 121.995
14 69.378 62.273 70.795 140.173
16 82.453 67.273 75.537 157.990
18 94.163 72.273 80.294 174.457
20 105.959 77.273 85.065 191.024
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m)
B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut
Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 28.071 43.491 52.143 80.214
10 35.998 48.091 56.455 92.453
12 43.631 52.691 60.785 104.416
14 53.995 57.291 65.132 119.127
16 64.073 61.891 69.494 133.567
18 73.139 66.491 73.871 147.010
20 81.771 71.091 78.260 160.031
Perencanaan Bangunan Bawah
TINJAUAN PEMBEBANAN PADA PILAR
DAN KEPALA JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
PERENCANAAN PONDASI
Dasar Perencanaan
Fungsi : Pendukung Bangunan Bawah Jembatan
Kriteria Perencanaan
Memiliki keawetan yang memadai sesuai dengan umur operasional jembatan;
Kondisi pembebanan ultimate:
 Tanah pendukung memiliki ketahanan yang cukup;
 Pondasi memiliki kekuatan yang memadai;
 Sambungan memiliki kekuatan yang memadai.
Kondisi pembebanan layan:
 Tidak boleh membuat jembatan tidak layak digunakan;
 Tidak boleh menimbulkan kekhawatiran pengguna jalan;
 Tidak boleh mengurangi umur layan jembatan.
Tahap Perencanaan
Tahap 1 Rencanakan panjang tiang dan penampang sehingga tanah memberikan
rencana kapasitas aksial ultimate
Tahap 2 Periksa apakah rencana beban lateral ultimate melebihi rencana
pembebanan lateral ultimate
Tahap 3 Periksa apakah penurunan vertikal (differential settlement) tidak akan
menyebabkan keruntuhan struktural
Tahap 4 Periksa apakah perpindahan lateral tidak menyebabkan keruntuhan
struktural
Tahap 5 Periksa stabilitas keseluruhan untuk pondasi tiang bila kelompok tiang
berada pada lereng tinggi dan terjal
Tahap 6 Rencanakan tiang balok pondasi terhadap keawetan dan kelayakan
struktural
Tipe Pondasi
PONDASI
DANGKAL
D < 5 m
DALAM
D > 5 m
Langsung  D/B < 1
Sumuran  1 < D/B < 5
Sumuran Dalam
Tiang Bor
Tiang Pancang
(kayu, baja, beton)
Pemilihan Tipe Pondasi
 Keadaan tanah pondasi;
 Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure);
 Batasan-batasan kondisi lingkungan;
 Waktu dan biaya pekerjaan.
Kedalaman Tanah Keras
Kedalaman
Tanah Keras
Tipe Pondasi
2 – 3 m Pondasi telapak
Sumuran (kaison tertutup)
10 m Perbaikan tanah
Pondasi tiang kayu
20 m Tiang pancang (beton/baja)
Tiang bor
Kaison terbuka
30 m Tiang pancang baja
Tiang bor
Kaison terbuka
> 40 m Tiang pancang baja
Tiang bor
Perencanaan Pondasi Telapak
Pondasi secara keseluruhan adalah stabil dalam arah vertikal, mendatar, dan terhadap guling;
Pergeseran pondasi (penurunan, slip, dan rotasi) harus lebih kecil daripada yang diizinkan untuk
bangunan atas;
Bagian-bagian pondasi harus memiliki kekuatan yang memadai.
Daya Dukung Izin Pondasi Telapak
Jenis-jenis tanah pondasi
Biasa
(t/m2)
Bila ada
gempa (t/m2)
Harga rata-rata
Keterangan
Harga N
Kekuatan geser
unconfined
Tanah keras
Batu homogen yg
keras
100 150 - > 100
Batu keras mudah
retak
60 90 - > 100
Batu lunak, lumpur 30 45 - > 10
Lapisan
krikil
Tidak lepas 60 90 -
Lepas 30 45 -
Tanah
pondasi
berpasir
Lepas 30 45 30 – 50 Bila harga N akibat
SPT lebih kecil
daripada 15, tanah
pondasi tidak dapat
digunakan konstruksi
Sedang 20 30 15 - 30
Tanah
pondasi
kohesif
Sangat keras 20 30 15 – 30 2.0 – 4.0
Keras 10 15 8 – 15 1.0 – 2.0
sedang 5 7.5 4 - 8 0.5 – 1.0
Perkiraan Awal Dimensi Pondasi Telapak
Perbandingan lebar pondasi dan tinggi abutmen
Perkiraan Awal Dimensi Pondasi Telapak
Perbandingan lebar pondasi dan tinggi kolom
Pondasi Tiang
Merupakan suatu konstruksi bangunan yang mampu menahan beban tegak lurus
arah sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan
Merupakan satu kesatuan (monolit) dengan pangkal tiang pancang yang berada
di bawah konstruksi
Tiang Panjang Tiang Pendek Kaison
Jenis Tiang Berdasarkan Material
Material Nama tiang Cara pembuatan Bentuk
Baja
Tiang pipa baja
Disambung secara elektris
di arah mendatar,
mengeliling
Bulat
Tiang WF (H profile)
Diasah dalam keadaan
panas, dilas
H
Beton
Beton
pracetak
Beton bertulang
Diaduk dengan gaya
sentrifugal
Diaduk dengan penggetar
Bulat
Segitiga
Persegi
dll
Beton pratekan
Sistem penarikan awal
Sistem penarikan akhir
Bulat
Cor di tempat
Tiang alas Sistem pemancangan
Bulat
Dengan menggoyangkan semua tabung
pelindung
Dengan membor tanah
Dengan pemutaran berlawanan arah
Dengan pondasi dalam
Sistem pemboran
Keuntungan Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
 Karena tiang dibuat di pabrik dan
pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih
dapat diandalkan
Kecepatan pemancangan besar,
terutama tiang baja, lapisan antara yang
cukup keras masih dapat ditembus
 Persediaan cukup banyak di pabrik,
sehingga biayanya tetap rendah
 Daya dukung dapat diperkirakan
berdasarkan rumus tiang pancang
 Cara penumbukan sangat cocok untuk
mempertahankan daya dukung vertikal
Karena getaran pada saat melaksanakan
pekerjaan sangat kecil, sesuai untuk
daerah padat penduduk
Karena tanpa sambungan, dapat dibuat
tiang yang lurus dengan diameter besar
 Diameter biasanya lebih besar daripada
tiang pracetak, sehingga daya dukung juga
lebih besar
 Tanah galian dapat diamati secara
langsung dan sifat-sifat tanah pada
lapisan antara atau lapisan pendukung
dapat langsung diketahui
Kerugian Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
 Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan
getaran dan kebisingan, biasanya akan menimbulkan
masalah di daerah padat penduduk
Untuk tiang yang panjang diperlukan persiapan
penyambungan, bila tidak dilaksanakan dengan baik,
akibatnya akan sangat merugikan
 Bila pekerjaan tidak dilaksanakan dengan baik, ada
kemungkinan tiang cepat rusak
 Bila pemancangan tidak dapat dihentikan pada
kedalaman yang ditentukan, diperlukan perbaikan
khusus
 Memerlukan tempat penampunganyang luas
 Untuk tiang dengan diameter besar, penanganannya
lebih sulit dilakukan
 Untuk pipa-pipa baja diperlukan tiang yang tahan
korosi
 Pada banyak kasus, tiang beton yang diletakkan di
bawah air, kualitasnya lebih rendah daripada tiang-
tiang pracetak
 Ketika beton dicor, terdapat kekhawatiran bahwa
adukan beton tersebut akan tercampur dengan
runtuhan tanah
 Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung
pondasi telah dipenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa
tiang pendukung tersebut kurang sempurna karena
adanya lumpur yang tertimbun di dasar
 Karena diameter tiang yang cukup besar dan
memerlukan banyak beton, maka untuk pekerjaan
yang kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak
Daya Dukung Tiang Pancang
Daya Dukung Aksial:
 Tahanan geser, Qs  friction pile (SF = 5)
 Tahanan ujung, Qb  end bearing pile (SF = 3)
Daya Dukung Lateral.
Informasi mengenai sifat-sifat mekanika tanah dilakukan melalui pengambilan
contoh lapisan tanah di bawah, cara yang umum digunakan adalah melalui
pengeboran (SPT atau CPT).
Jumlah pengambilan sampel tersebut harus dapat mewakili sifat-sifat tanah
eksisting, serta lokasi pengambilannya sedekat mungkin dengan posisi tiang
rencana.
Titik Jepit Virtual Tiang Tunggal
Dimana:
L : panjang tiang dalam tanah (cm)
K : tahanan lateral tanah  1.5 N (N/cm3)
D : diameter tiang (cm)
EI : kekakuan lateral tiang (N.cm2)
Deformasi Lateral Tiang Tunggal
Skema Pengambilan Contoh Tanah
SPT CPT
Laporan Hasil Penyelidikan Tanah
SPT CPT
Program Perhitungan Tiang Pondasi
Penggunaan software yang sering dipakai dalam perhitungan interaksi tiang pancang:
 Allpile
 Lpile
 FB Pier
 Plaxis
Asumsi yang digunakan hendaknya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi tanah sebenarnya
Apabila dimungkinkan, verifikasi hasil hitungan software dapat dibandingkan dengan hitungan
manual
Contoh Perhitungan
Daya Dukung Izin
Profil Tiang Akibat Beban Lateral
Pemodelan Pondasi Tiang dan Pilar
Gaya Dalam pada Tiang
Diagram Interaksi Tiang
Kendali Mutu Pekerjaan Tiang
 Kalendering tiang
 Uji Beban Statik atau Dinamik
 PDA test
 PIT test
Pada beberapa kasus tertentu, apabila ingin diketahui daya dukung ultimate suatu tiang,
sementara kapasitas alat yang ada terbatas. Dapat dilakukan melalui pendekatan secara teoritis
(mis: metode Mazurkiewicz).
Prediksi Beban Ultimate (Metode Mazurkiewicz)
Asumsi : Kurva perpindahan vs
beban berbentuk parabola
Uji Beban Statik
Skema Uji Beban Statik pada Tiang
 Lendutan dibaca setiap diawal dan 15 menit setelah penambahan beban
 Beban aman/diijinkan=50% beban selama 48 jam dimana S permanen
<6,5 mm
 Lendutan diukur dari puncak tiang
 Beban uji = 2 x beban rancangan
Skema Uji Beban Statik
Uji Integrasi Tiang – Sonic Logging
PDA (Pile Driving Analyzer) Test
Instrumentasi PDA test
Sambungan Pada Pondasi Tiang
Detailing untuk Tulangan yang Terputus
Rasio Tulangan Pondasi Tiang Beton
BAHAN NON KOHESIF (Kerikil dan pasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lepas
lepas
Padat sedang
Padat
Sangat padat
Hampir tanpa perlawanan
Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang ditekan
dengan tangan
Perlawanan kecil terhadap penyekopan
Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang
dipancang dengan penumbukan 2 kg
Ada perlawanan terhadap penyekopan
Penetrasi sukar dengan batang 12 mm hingga 300 mm
dipancang dengan penumbuk
2 kg. Palu tangan diperlukan untuk penggalian
Penetrasi hanya sampai 75 mm yang dipancang dengan
penumbuk 2 kg. Alat bermesin perlu untuk penggalian
50
50
hingga
100
100
hingga
200
200
hingga
350
350
hingga
600
BAHAN KOHESIF (lanau, lempung, lempung berpasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak
lunak
Tidak kaku
Kaku
Sangat kaku
Keras
Mudah dibentuk dengan jari. Bekas sepatu tampak jelas
pada permukaan. Palu geologi dapat mudah ditekan
masuk sampai tangkainya
Penetrasi mudah oleh ibu jari. Dibentuk dengan meng-
gunakan tekanan. Bekas sepatu agak tempak pada per-
mukaan. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai
30 mm atau 40 mm
Sukar dibentuk dengan jari. Palu geologi dapat ditekan
masuk sampai 10 mm. Penetrasi sedikit dnegan sekop
Penetrasi dengan kuku ibu jari. Tidak dapat dibentuk de-
ngan jari. Perlu cangkul tangan untuk penggalian
Menandai dengan kuku ibu jari. Pukulan palu geologi
hanya dapat menandai sedikit. Perlu alat bermesin un
tuk penggalian
25
25
hingga 50
50
hingga100
100
hingga 200
200
hingga 400
400
BATUAN
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan
Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak
lunak
keras
sangat keras
sangat keras sekali
Bahan hancur dengan pukulan palu geologi yang se-
dang. Dapat dikelupas dengan pisau
Terjadi lekukan 1 mm - 3mm dengan pukulan palu geo-
logi. Dapat dikupas dan digaruk dengan pisau
Contoh yang dipegang dengan tangan dapat dipecah
ujung palu dengan kekuatan sedang. Tidak dapat dike-
rok atau dikupas dengan pisau
Contoh yang sipegang dengan tangan dapat dipecah
dengan ujung palu dengan lebih dari satu kali pukulan
Contoh yang dipegang dengan tangan memerlukan be-
berapa pukulan dengan palu geologi untuk memecah-
kannya
1500
1500 hingga
2500
2500 hingga
3500
3500 hingga
5000
5000

More Related Content

What's hot

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT file
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT fileMetode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT file
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT filetrisna gallaran
 
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja)
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja) Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja)
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja) NitaMewaKameliaSiman
 
Materi kuliah beton sederhana
Materi kuliah beton sederhanaMateri kuliah beton sederhana
Materi kuliah beton sederhanaperkasa45
 
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014WSKT
 
contoh soal menghitung momen ultimate pada balok
contoh soal menghitung momen ultimate pada balokcontoh soal menghitung momen ultimate pada balok
contoh soal menghitung momen ultimate pada balokShaleh Afif Hasibuan
 
Analisa pekerjaan bongkaran
Analisa pekerjaan bongkaranAnalisa pekerjaan bongkaran
Analisa pekerjaan bongkaranSaeful Fajri
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanterbott
 
Laporan prancangan struktur
Laporan prancangan strukturLaporan prancangan struktur
Laporan prancangan strukturKomang Satriawan
 
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesiaMira Pemayun
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangMira Pemayun
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
Bab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingBab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingGraham Atmadja
 
Metode pengujian kuat lentur beton
Metode pengujian kuat  lentur beton Metode pengujian kuat  lentur beton
Metode pengujian kuat lentur beton Arnas Aidil
 
Perhitungan ting bor
Perhitungan ting borPerhitungan ting bor
Perhitungan ting borNeng Tea
 
PCM Contoh Paparan Presentasi.ppt
PCM Contoh Paparan Presentasi.pptPCM Contoh Paparan Presentasi.ppt
PCM Contoh Paparan Presentasi.pptAdiIndrayana
 
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan GedungSNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan GedungMira Pemayun
 
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipilgaffarudin
 

What's hot (20)

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT file
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT fileMetode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT file
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi PPT file
 
Tiang Pancang I
Tiang Pancang ITiang Pancang I
Tiang Pancang I
 
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja)
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja) Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja)
Pembebanan jembatan rangka (revisi profil baja)
 
Materi kuliah beton sederhana
Materi kuliah beton sederhanaMateri kuliah beton sederhana
Materi kuliah beton sederhana
 
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
 
perhitungan-atap
perhitungan-atapperhitungan-atap
perhitungan-atap
 
contoh soal menghitung momen ultimate pada balok
contoh soal menghitung momen ultimate pada balokcontoh soal menghitung momen ultimate pada balok
contoh soal menghitung momen ultimate pada balok
 
Analisa pekerjaan bongkaran
Analisa pekerjaan bongkaranAnalisa pekerjaan bongkaran
Analisa pekerjaan bongkaran
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
 
Perhitungan dinding penahan tanah
Perhitungan dinding penahan tanahPerhitungan dinding penahan tanah
Perhitungan dinding penahan tanah
 
Laporan prancangan struktur
Laporan prancangan strukturLaporan prancangan struktur
Laporan prancangan struktur
 
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton Bertulang
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
Bab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingBab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gording
 
Metode pengujian kuat lentur beton
Metode pengujian kuat  lentur beton Metode pengujian kuat  lentur beton
Metode pengujian kuat lentur beton
 
Perhitungan ting bor
Perhitungan ting borPerhitungan ting bor
Perhitungan ting bor
 
PCM Contoh Paparan Presentasi.ppt
PCM Contoh Paparan Presentasi.pptPCM Contoh Paparan Presentasi.ppt
PCM Contoh Paparan Presentasi.ppt
 
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan GedungSNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
 
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil
21173129 power-point-bangunan-jembatan-teknik-sipil
 

Similar to 1556525088perencanaan jembatan

Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdf
Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdfDesain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdf
Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdfNhkHabit
 
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMateri P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMuchamadAbdulKholiq
 
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)Fardi Kalumata
 
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docx
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docxKAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docx
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docxbloeroeghqeedz
 
68-131-1-SM 1 47 20.pdf
68-131-1-SM 1 47 20.pdf68-131-1-SM 1 47 20.pdf
68-131-1-SM 1 47 20.pdfBasirMedany
 
68-131-1-SM 1 47 21.pdf
68-131-1-SM 1 47 21.pdf68-131-1-SM 1 47 21.pdf
68-131-1-SM 1 47 21.pdfBasirMedany
 
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanModul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanPPGHybrid1
 
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANKONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANAgusPratama24
 
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptx
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptxLecture Kriteria Desain Jembatan.pptx
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptxAuliyaNusyuraAlIslam1
 
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdfTediHermawan5
 
05 perencanaan struktur beton
05   perencanaan struktur beton05   perencanaan struktur beton
05 perencanaan struktur betonbudiMekka
 
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...Debora Elluisa Manurung
 
Spek jalan
Spek jalanSpek jalan
Spek jalanTony Svy
 
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaan
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaanModul 3-perencanaan-lantai-kenderaan
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaanSibujang Civil
 
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Fathoni Kudo
 
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdfDwi Ist
 

Similar to 1556525088perencanaan jembatan (20)

Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdf
Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdfDesain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdf
Desain Jembatan (By Anton H.P. ST., MT).pdf
 
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMateri P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
 
xxxx
xxxxxxxx
xxxx
 
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)
Survey pendahuluan dan survey detail (sesi 1)(2 jam)
 
Struktur jembatan
Struktur jembatanStruktur jembatan
Struktur jembatan
 
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docx
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docxKAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docx
KAK Jasa Konsultasi Trase Oprite Jembatan Kabupaten.docx
 
68-131-1-SM 1 47 20.pdf
68-131-1-SM 1 47 20.pdf68-131-1-SM 1 47 20.pdf
68-131-1-SM 1 47 20.pdf
 
68-131-1-SM 1 47 21.pdf
68-131-1-SM 1 47 21.pdf68-131-1-SM 1 47 21.pdf
68-131-1-SM 1 47 21.pdf
 
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanModul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
 
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANKONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
 
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptx
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptxLecture Kriteria Desain Jembatan.pptx
Lecture Kriteria Desain Jembatan.pptx
 
Perkerasan kaku
Perkerasan kakuPerkerasan kaku
Perkerasan kaku
 
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf
02 Kriteria Desain; S Teknik & Desain Geometri J B Rev 1.pdf
 
05 perencanaan struktur beton
05   perencanaan struktur beton05   perencanaan struktur beton
05 perencanaan struktur beton
 
KAKJembt ABT.docx
KAKJembt ABT.docxKAKJembt ABT.docx
KAKJembt ABT.docx
 
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
 
Spek jalan
Spek jalanSpek jalan
Spek jalan
 
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaan
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaanModul 3-perencanaan-lantai-kenderaan
Modul 3-perencanaan-lantai-kenderaan
 
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
 
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf
37. Perkerasan Kaku Pracetak Tanpa Lekatan.pdf
 

1556525088perencanaan jembatan

  • 2. PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN 1. PENGANTAR PERENCANAAN JEMBATAN 2. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS 3. PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH 4. PERENCANAAN PONDASI
  • 3. ACUAN NORMATIF Permen PU No 19 PRT M 2011 Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan  Permen PUPR No. 41 PRT M 2015 Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan  SE Menteri PUPR No 07-SE-M-2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan  SNI 1725 – 2016 Pembebanan Untuk Jembatan  SNI 2833 – 2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa  SNI 03-2850-1992 Tata Cara Pemasangan Utilitas di Jalan  SNI 8460 – 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik  RSNI T-03-2005 Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan  RSNI T-12-2004 Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan  BMS 92 Bridge Design Code vol 1 dan 2  BMS 92 Bridge Manual Design vol 1 dan 2  AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2017 Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 4. PENGERTIAN JEMBATAN JEMBATAN adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan massa (lalu-lintas, air) lewat atas suatu penghalang. KONSTRUKSI dibedakan atas Bangunan Atas dan Bangunan Bawah. NOMENKLATUR, Penamaan konstruksi jembatan ditentukan oleh jenis bangunan atas dan material (Gelagar Beton, Komposit, Pelengkung Beton, Prestressed, Rangka Baja, Gantung Baja, Cable-Stayed) Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 5. PEDOMAN UMUM BENTANG EKONOMIS Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan Tipe Main Structure & Jenis Material yang optimum. Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air di bawahnya. Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 6. KONDISI BATAS KONDISI BATAS ULTIMIT KONDISI BATAS LAYAN Aksi-aksi yang menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman disebut aksi-aksi ultimit dan reaksi yang diberikan jembatan terhadap aksi tersebut disebut dengan keadaan batas ultimit. 1. Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh bagian jembatan longsor, 2. terguling atau terangkat ke atas; 3. Kerusakan sebagian jembatan akibat lelah/fatik dan atau korosi hingga suatu keadaan 4. yang memungkinkan terjadi kegagalan; 5. Keadaan paska elastik atau purnatekuk yaitu satu bagian jembatan atau lebih mencapai 6. kondisi runtuh. Pada keadaan plastis atau purna tekuk, aksi dan reaksi jembatan diperbolehkan untuk didistribusikan kembali dalam batas yang ditentukan dalam bagian perencanaan bagi material yang bersangkutan; 7. Kehancuran bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan atau 8. kehancuran bagian utama jembatan. Keadaan batas layan akan tercapai ketika reaksi jembatan sampai pada suatu nilai sehingga: a) mengakibatkan jembatan tidak layak pakai, atau b) menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan, atau c) secara signifikan mengurangi kekuatan atau masa layan jembatan. Keadaan batas layan adalah suatu kondisi pada saat terjadi: a) perubahan bentuk (deformasi) yang permanen pada pondasi atau pada sebuah elemen penyangga utama setempat, b) kerusakan permanen akibat korosi, retak, atau kelelahan/fatik, c) getaran, dan d) banjir pada jaringan jalan dan daerah di sekitar jembatan yang rusak karena penggerusan pada dasar saluran, tepi sungai, dan jalan hasil timbunan. Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 7. UMUR RENCANA JEMBATAN Umur rencana jembatan dibuat untuk masa layan selama 75 tahun, kecuali:  Jembatan sementara atau jembatan yang dapat dibongkar/pasang dibuat dengan umur rencana 20 tahun  Jembatan khusus yang memiliki fungsi strategis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang, dibuat dengan umur rencana 100 tahun  Terdapat peraturan dari instansi yang berwenang yang menetapkan umur rencana yang lain Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 8. POKOK-POKOK PERENCANAAN  Kekuatan dan stabilitas struktur  Keawetan dan kelayakan jangka panjang  Kemudahan pemeriksaan dan pemeliharaan  Kenyamanan bagi pengguna jembatan  Ekonomis  Kemudahan pelaksanaan  Estetika  Dampak lingkungan minimal KRITERIA PERENCANAAN:  Peraturan yang digunakan  Material/bahan yang digunakan  Metode dan asumsi dalam perhitungan  Metode dan asumsi dalam penentuan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi  Pengumpulan data lapangan  Program komputer yang digunakan  Metode pengujian pondasi Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 9. GAMBAR RENCANA 1. Standar pendetailan, khususnya untuk baja dan beton bertulang, harus konsisten untuk seluruh gambar. 2. Komponen jembatan harus digambar sebagaimana tampak sebenarnya, hindari gambar bayangan dan pandangan dari sisi yang berlawanan. 3. Tiap dimensi ukuran ditunjukkan hanya satu kali saja. 4. Tiap komponen jembatan harus digambarkan secara detail sebisa mungkin pada 1 lembar kertas. 5. Seluruh gambar harus memiliki skala dan skala tersebut tercantum dalam gambar (misalnya skala 1:100 untuk potongan melintang dan denah jembatan serta skala 1:20 untuk gambar detail). 6. Prosedur standar (SOP) harus digunakan dalam menggambar jembatan dan membuat dimensi komponen termasuk format ukuran gambar, sampul, daftar isi, petunjuk arah, daftar simbol, rangkuman volume SPESIFIKASI Pengantar Perencanaan Jembatan Spesifikasi dan gambar-gambar harus dapat menjelaskan pekerjaan dengan jelas, menyeluruh, dan tanpa ada interpretasi ganda. Spesifikasi harus menjelaskan metode-metode pelaksanaan, prosedur-prosedur dan toleransi- toleransi agar pembuatan dan pengawasan mutu terjamin.
  • 10. PENYELIDIKAN LINTASAN AIR Penyelidikan lapangan harus dilakukan pada seluruh rencana lokasi jembatan dengan mempertimbangkan : 1. Karakteristik hidraulik dari lintasan penyeberangan, termasuk permasalahan yang terjadi sebelumnya dan yang berpotensi akan terjadi, pada dan dekat dengan penyeberangan; 2. Kinerja hidraulika dari struktur yang ada di lokasi penyeberangan; 3. Hal-hal lain yang berhubungan dengan perencanaan hidraulika struktur. PENEMPATAN PILAR DAN KEPALA PILAR JEMBATAN Pilar harus direncanakan sedemikian sehingga : a. Meminimalkan gangguan terhadap jalannya air; b. Menghindari terperangkapnya benda yang hanyut; c. Mengurangi rintangan terhadap navigasi; dan d. Diletakkan secara paralel terhadap arah aliran sungai selama kondisi banjir rencana. Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 11. PENENTUAN LEBAR, KELAS DAN MUATAN JEMBATAN Penentuan Lebar Jembatan Berdasarkan Muatan/Pembebanan LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajur LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1 2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2 3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2 8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4 LHR > 20.000 > 14,0 > 4 Berdasarkan Lebar lalu-lintas - Kelas A = 1,0 + 7,0 + 1,0 meter - Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter - Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5 meter - BM 100% : untuk semua jalan Nasional & Provinsi - BM 70% : dapat digunakan pada jalan Kabupaten dan daerah Transmigrasi Lebar minimum untuk jembatan pada jalan nasional (SE DBM 21 Maret 2008 ) Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 12. PEMBEBANAN RENCANA BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN MS beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan SH Beban akibat susut/rangkak SE Beban akibat penurunan MA beban mati perkerasan dan utilitas TB Beban akibat rem ET Gaya akibat temperature gradient TA gaya horizontal akibat tekanan tanah TR Gaya sentrifugal EU Gaya akibat temperature seragam PL gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan akibat pelaksanaan TC Gaya akibat tumbukan kendaraan EF Gaya apung PR prategang TV Gaya akibat tumbukan kapal EWS Beban angin pada struktur EQ Gaya gempa EWL Beban angin pada kendaraan BF Gaya friksi EU Beban arus dan hanyutan TD Beban lajur “D” TT Beban lajur “T” TP Beban pejalan kaki Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 13. BERAT JENIS MATERIAL Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 15. KOMBINASI PEMBEBANAN (CONT.) KEADAAN BATAS LAYAN: Keadaan batas layan disyaratkan dalam perencanaan dengan melakukan pembatasan pada tegangan, deformasi, dan lebar retak pada kondisi pembebanan layan agar jembatan mempunyai kinerja yang baik selama umur rencana. KEADAAN BATAS FATIK: Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana. Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan. KEADAAN BATAS KEKUATAN: Keadaan batas kekuata disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai, baik yang sifatnya local maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistic mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan. KEADAAN BATAS EKSTREM: Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan akibat gempa besar. Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 16. PETA GEMPA 2017 UNTUK JEMBATAN: PERIODE ULANG GEMPA YANG DIGUNAKAN ADALAH PERIODE ULANG 1000 TH. (SNI 2833 – 2016) Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 17. SEISMIC HAZARD Respon spektra percepatan dapat ditentukan baik dengan prosedur umum atau berdasarkan prosedur spesifik-situs. Prosedur spesifik-situs dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:  Jembatan berada dalam jarak 10 km dari patahan aktif.  Situs termasuk dalam kategori situs kelas F sesuai tabel di bawah ini. Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 18. TAHAPAN ANALISIS STRUKTUR A. Analisis Statik  Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan)  Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan. B. Analisis Dinamik Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :  Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada computer (Non Linear Time History Analysis & Multi Modal Pushover Analysis).  Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test dilaboratorium uji (BS 6399-2: 1997, Loading for Buildings – Part 2: Code of practice for wind loads). C. Analisis Pada Masa Konstruksi  Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi (Forward & Backward Analysis). Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 19. ALUR PEMBEBANAN (LOADS TRANSFER MECHANISM) BANGUNAN ATAS (pelat lantai, gelagar, cross beam, landasan) BANGUNAN BAWAH (kepala pilar, pilar, pile cap) PONDASI (telapak, sumuran, tiang pancang, bor pile) Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 21. TEORI DASAR PERHITUNGAN STRUKTUR Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perhitungan struktur jembatan:  Kesetimbangan, besarnya aksi yang bekerja sama dengan reaksi yang terjadi.  Kompatibilitas, untuk setiap level regangan, regangan yang terjadi pada baja tulangan nilainya harus sama dengan regangan yang terjadi pada beton.  Hubungan tegangan dan regangan (beton dan baja). Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 22. TINJAUAN GAYA DALAM  AKSIAL  LENTUR  GESER  KOMBINASI GESER + LENTUR (BALOK)  KOMBINASI AKSIAL + LENTUR (KOLOM)  TORSI Pengantar Perencanaan Jembatan
  • 24. STANDAR PERENCANAAN TEKNIS Perencanaan Bangunan Atas Peraturan Perencanaan Jembatan Indonesia  Bertujuan menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih dapat diterima dalam perencanaan struktur  Mencakup perencanaan jembatan jalan raya & pejalan kaki  Jembatan bentang panjang lebih dari 100 m dan penggunaan struktur yang tidak umum atau yang menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus Acuan perencanaan struktur jembatan 1. Bridge Design Code BMS’92, dengan revisi:  Pembebanan jembatan, SNI 1725-2016  Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004)  Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005 2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jbt, SNI 2883-2016 3. Bridge Design Manual BMS’92
  • 25. TIPE BANGUNAN ATAS JEMBATAN Perencanaan Bangunan Atas
  • 26. STANDAR BANGUNAN ATAS JEMBATAN 1. Standar Bangunan Atas  Gelagar beton bertulang tipe T (6 – 25m)  Gelagar beton pratekan tipe I dan T (16 – 40m)  Girder komposit bentang 20 s/d 30m  Voided slab bentang 6 s/d 16m  Rangka baja bentang 40 s/d 60m 2. Standar Bangunan Pelengkap  Standard gorong-gorong persegi beton bertulang (box culvert) Single, Double, & Triple ` Revisi dan pengembangan standar jembatan Bina Marga  Gelagar beton bertulang tipe T (simple & continuous beam)  Gelagar beton pratekan tipe I dan U  Girder komposit bentang 15 s/d 35m (simple & continuous beam)  Voided Slab Bentang 6 s/d 16m Perencanaan Bangunan Atas
  • 27. PENAMAAN JEMBATAN BINA MARGA Perencanaan Bangunan Atas
  • 29. RUANG BEBAS HORISONTAL & VERTIKAL Horizontal Clearance  Ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal  US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah  2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau  2 kali lebih besar dari lebar channel Ruang bebas horisontal dan vertikal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas kapal dengan mengambil free-board minimal 1,0 meter dari muka air banjir. Ruang bebas vertikal jembatan di atas jalan minimal 5,1 meter. Vertical Clearance Ditentukan berdasarkan tinggi kapal yang lewat dalam kondisi balast dan permukaan air tinggi Tinggi kapal memperhitungkan kondisi kapal yang ada & proyeksi ke depan Perencanaan Bangunan Atas
  • 30. KERUSAKAN JEMBATAN AKIBAT CLEARANCE Perencanaan Bangunan Atas
  • 31. PEMBEBANAN RENCANA Perencanaan Bangunan Atas Perhitungan pembebanan rencana mengacu SNI 1725-2106, meliputi Beban rencana permanen, Lalu lintas, Beban akibat lingkungan, dan Beban pengaruh aksi-aksi lainnya. 1) Aksi dan Beban Tetap  Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)  Beban mati tambahan (aspal)  Pengaruh penyusutan dan rangkak  Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah (kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dan lainnya)
  • 32. Perencanaan Bangunan Atas 2) Beban Lalu-lintas a) Beban Lajur "D" ( UDL dan KEL)  Beban merata (UDL) L < 30m q = 9 kPa L > 30m q = 9 x ( 0,5+15/L ) kPa  Beban garis (KEL) P = 49 kN/m  DLA (KEL) = 0.4 untuk L < 50 meter b) Beban Truk "T“ (semi trailer)  T = 500 kN  DLA (T) = 0.3 Beban Lajur D Beban Truk T Beban lalu-lintas terpilih adalah yang memberikan total gaya dalam yang maksimum pada elemen elemen struktur jembatan.
  • 33. c) Beban Rem Nilai terbesar dari: 1. 25% berat gandar truk desain 2. 5% berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata Bekerja setinggi 1800 mm di atas permukaan perkerasan. c) Beban Pejalan Kaki Intensitas beban pejalan kaki 5 kPa. e) Beban Tumbuk pada Fender Jembatan Pengaruh tumbukan kapal yang ditentukan oleh pihak yang berwenang/relevan Perencanaan Bangunan Atas
  • 34. Perencanaan Bangunan Atas 3) Aksi Lingkungan Aksi lingkungan termasuk pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa, dan penyebab- penyebab alamiah lainnya.  Beban Perbedaan Temperatur Perbedaan temperatur diambil sebesar 250C (temperature rata-rata minimum adalah 150C dan temperature rata-rata maksimum adalah 400C).  Beban Angin  Beban Gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pemodelan beban gempa menggunakan analisa pendekatan statik ekivalen beban gempa: Teq = (C . I . WT)/R  Gaya aliran sungai  Hanyutan  Tekanan Hidrostatik dan Gaya Apung
  • 35. Perencanaan Bangunan Atas 4) Aksi-Aksi Lainnya  Gesekan pada perletakan Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer.  Pengaruh getaran  Beban pelaksanaan Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan.
  • 37. DAFTAR BERAT BANGUNAN ATAS Perencanaan Bangunan Atas Panjang Berat Baja Permanen Semi Permanen Transpanel A B (m) (ton) (ton) (ton) (ton) 10 20 30 35 40 45 50 55 60 80 100 - - - - 95 110 122 145 165 - - - - - - 75 85 97 112 129 - - - - 30 34 38 43 50 58 65 - - 8 15 32 - 49 61 - - - - - Panjang Berat Baja A B C (m) (ton) (ton) (ton) 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5 35.0 37.5 40.0 15 19 23 28 35 42 50 63 71 80 89 13 17 20 24 30 35 41 53 60 67 75 11 13 16 19 24 28 33 43 48 54 60 1. Rangka baja 2. Girder baja
  • 38. Perencanaan Bangunan Atas Pelengkung baja Type Bentang (m) Lokasi Berat (ton) Sket Jembatan B 120 Rumbai Arch Floor Hanger : : : 293 180 26 Total Rata-rata : : 500 4,16 ton/m A 150 Kahayan Arch Truss : : 382 398 Total Rata-rata : : 780 5,2 ton/m A 200 Martadipura Arch Floor Hanger : : : 680 399 57 Total Rata-rata : : 1136 5,7 ton/m
  • 39. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS  APLIKASI SOFTWARE
  • 40. PEMODELAN STRUKTUR JEMBATAN Metode Pendekatan (Aproksimasi) Akurasi model tergantung pada asumsi awal yang digunakan Selalu mulai dari model-model sederhana agar perilaku model dapat diuji keakuratannya Perencanaan Bangunan Atas
  • 41. PROGRAM ANALISIS STRUKTUR Struktur • RM Bridge • Midas Civil • CSI Bridge • SAP 2000 • Lusas Bridge • GT Strudl Analisis Penampang • Midas GSD • Section Builder • PCA Col • Response 2000 Soil Structure Interaction • Plaxis • Midas GTS • LPile • All Pile • FB Pier • MS Excel Perencanaan Bangunan Atas
  • 42. TIPE PERHITUNGAN STATIK ◦ LINEAR STATIK ◦ NON LINEAR STATIK DINAMIK ◦ MODAL ANALYSIS ◦ NON LINEAR TIME HISTORY ◦ WIND LOAD STRUKTUR KABEL BEBAN TEMPERATUR LARGE DEFORMATION ◦ P  ANALYSIS ◦ BUCKLING • SERVICE/CONSTRUCTION CONDITION – STRESS – DEFORMATION – CRACK WIDTH • ULTIMATE CONDITION – SECTION CAPACITY – NEED OF REINFORCEMENT – PERFORMANCE Perencanaan Bangunan Atas
  • 43. CONTOH DESAIN JEMBATAN Desain jembatan beton dengan bentang 10 m dan potongan melintang seperti pada gambar di bawah ini. Jembatan berada di lingkungan yang korosif. Mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 35 Mpa. 200 1000 7000 1000 9000 800 1850 1850 1850 1850 800 500 600 1000 Balok Gelagar Satuan dalam mm
  • 45.  Latar belakang dan konsep dasar;  Philosophi dasar dari Analisis dan Desain;  Material: Beton dan Baja Prategang;  Sistem Penegangan  Syarat-syarat perencanaan Beton Pratekan
  • 46. Konsep Dasar Beton lebih kuat dalam kondisi tekan, namun lemah dalam kondisi Tarik, diberi tegangan tekan untuk mengimbangi/mengurangi tegangan tarik yang timbul
  • 47. Keuntungan Beton Prategang  Tak ada retak terbuka, sehingga lebih tahan korosi.  Permukaan jembatan Lebih kedap air.  Ada chamber untuk mengurangi lendutan.  Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh luas penampang dapat digunakan secara efektif.  Bisa digunakan untuk bentang lebih panjang dibandingkan beton bertulang.  berat baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah berat besi beton.
  • 48. Material  Beton: mutu normal (35-60MPa) dan mutu tinggi (>60 MPa).  Tulangan prategang: sesuai dengan ASTM A421 (Kawat, strand, dan batang tulangan).
  • 49. Penampang Balok Prategang Penampang I dan T-bulb Penampang Box Span A I Yb Sb St Penampang ft / (m) in2 / (cm2) in4 / (cm4) in / (cm) in3 / (cm3) in3 / (cm3) AASHTO 1 30 - 45 276.00 22,744.13 12.59 1,806.61 1,475.87 (9.1) - (13.7) (1780.64) (946,682.12) (31.98) (29,605.09) (24,185.22) AASHTO 2 40 - 60 369.00 50,978.74 15.83 3,220.54 2,527.36 (12.2) - (18.3) (2380.64) (2,121,895.52) (40.21) (52,775.15) (41,416.05) AASHTO 3 55 - 80 559.50 125,390.35 20.27 6,184.95 5,071.08 (16.8) - (24.4) (3609.67) (5,219,140.35) (51.49) (101,353.19) (83,100.16) AASHTO 4 70 - 100 789.00 260,740.61 24.73 10,541.86 8,909.29 (21.3) - (30.5) (5090.31) (10,852,843.43) (62.82) (172,750.08) (145,997.05) AASHTO 5 90 - 120 1,013.00 521,162.59 31.96 16,308.47 16,788.17 (27.4) - (36.6) (6535.47) (21,692,424.73) (81.17) (267,247.90) (275,108.88) AASHTO 6 110 - 140 1,085.00 733,320.29 36.38 20,156.88 20,587.69 (33.5) - (42.7) (6999.99) (30,523,095.12) (92.41) (330,312.08) (337,371.82)
  • 50. Tulangan Prategang dan Angkur (a) strand (7-wires strand) (b) kawat tunggal (c) high-strength bar Strand, Baji dan Kepala Angkur
  • 51. Tegangan Tarik minimum, fpu Nominal diameter Luas Gaya Putus minimum Tegangan tarik minimum, fpu Jenis material mm mm2 kN MPa Kawat (wire) 5 19.6 30.4 1550 5 19.6 33.3 1700 7 38.5 65.5 1700 7-wire strand 9.3 54.7 102 1860 super grade 12.7 100 184 1840 15.2 143 250 1750 7-wire strand 12.7 94.3 165 1750 Regular grade Bar 23 415 450 1080 26 530 570 1080 29 660 710 1080 32 804 870 1080 38 1140 1230 1080
  • 52. Sistem Penegangan Pra-tarik (Pretensioning) Pasca-tarik (post-tensioning) a. Tendon ditegangkan diantara abutment b. beton dicor dan dilakukan curing. c. tendon dilepas dan tegangan ditransfer kepada beton Sistem Pra-tarik b. Tendon ditegangkan dan prategang ditransfer a. beton dicor dan dilakukan curing. c. Tendon diangkur dan digrout Selongsong hollow Sistem Pasca-tarik
  • 53. Post-Tension Bonded – terlekat dengan grout Unbonded – tak ada lekatan Selongsong tendon Grout inlet
  • 54. Kehilangan Prategang Friksi (pasca-tarik saja) Anchorage-seating Elastic-shortening Rangkak susut Relaxation Dudukan selip Pemendekan beton saat gaya prategang bekerja Penguluran pada kabel Deformasi akibat beban tetap
  • 55. Friksi (pasca-tarik saja) SOAL : Jembatan dua bentang box-girder yang ditarik di satu sisi. DIBERIKAN : Jumlah titik Analisis np 7  Jumlah bentang nb 2  Panjang Bentang Sb0 48m  Sb1 42m  (bentang pertama) (bentang kedua) Tendon Material Kabel Prategang Jenis prategang Post "Ya"  (Post-tension) Jenis baja Low_relax "Ya"  Tegangan putu s fpu 1860 Mpa   Tegangan saat jack fpj 0.75 fpu   fpj 1.395 10 3  Mpa  (maks.) Tegangan leleh fpy 0.85 fpu   fpy 1581Mpa  Modulus elastisitas Eps 195000Mpa   KEHILANGAN AKIBAT FRIKSI Koefisien friksi  0.15  (panjang frame < 180 m) Koefisien wobble K 0.00066 1 m   Layout kabel Lx 0 0  yp 0 1.05  Lx1 19.2  yp1 0.305  Lx2 43.2  yp2 1.32  Lx 3 48  yp 3 1.52  Lx4 52.2  yp4 1.32  Lx 5 73.2  yp 5 0.305  Lx 6 90  yp 6 1.05  Keterangan : Lx = jarak dari ujung penarikan kabel terhadap titik yang dittinjau. yp = elevasi kabel terhadap serat terbawah penampang.
  • 56. Penyelesaian Langkah 3:Menghitung rasio tegangan setelah friksi terhadap fo (= fpj) Langkah 1:Menentukan beda tinggi y dan beda jarak L Array spasi i 0 np 2  ( )   {bilangan 0,1,..,s/d 5} yi yp i 1  yp i   Li Lx i 1  Lx i   Langkah 2:Menghitung perbedaan sudut vertikal (radian)  Segmen y (m) L (m) α = 2(y/L) AB 0.745 19.200 0.078 BC 1.015 24.000 0.085 CD 0.200 4.800 0.083 DE 0.200 4.200 0.095 EF 1.015 21.000 0.097 FG 0.745 16.800 0.089 y L ( ) = Segmen μ α = 2(y/L) Σα Wobble, K L ΣL μΣα + KΣL e -(μΣα + KΣL) AB 0.150 0.078 0.078 0.00066 19.20 19.200 0.024 0.976 BC 0.150 0.085 0.162 0.00066 24.00 43.200 0.053 0.949 CD 0.150 0.083 0.246 0.00066 4.80 48.000 0.069 0.934 DE 0.150 0.095 0.341 0.00066 4.20 52.200 0.086 0.918 EF 0.150 0.097 0.437 0.00066 21.00 73.200 0.114 0.892 FG 0.150 0.089 0.526 0.00066 16.80 90.000 0.138 0.871 Langkah 4: Menghitung kehilangan tegangan akibat friksi ff fo fx  fo 1 e  KL  ( )       (Rumus) ff fo 1 Rf    j 0 np 1  ( )   {bilangan 0,1,..,s/d 6} ff j 0 j 0 if fpj 1 Rf j 1      otherwise  ff 0 33.507 71.798 92.369 114.4 150.208 180.203                       MPa  fptj fpj ffj   j fptasal ff fpt MPa MPa MPa 0 1395.000 0.000 1395.000 1 1395.000 33.507 1361.493 2 1395.000 71.798 1323.202 3 1395.000 92.369 1302.631 4 1395.000 114.400 1280.600 5 1395.000 150.208 1244.792 6 1395.000 180.203 1214.797 fpj MPa ( ) ff MPa ( )       0 20 40 60 80 100 1200 1300 1400 f pt MPa ( ) Lx
  • 57. Kehilangan Akibat Slip Angkur SOAL : Hitung kehilangan akibat slip angkur pada contoh 2.1. Modulus elastisitas kabel Eps 195000 MPa  Besarnya selip pada angkur L 0.0095  m Jarak ke titik yang diketahui L L0 L1   L 43.2  m Kehilangan akibat friksi sejarak L d ff2  d 71.798MPa  Langkah 1: Jarak yang terpengaruh oleh slip angkur, x x Eps L  L  d  x 33.386  m Langkah 2:Kehilangan tegangan akibat anchor set fa 2 d  x  L  fa 110.975 MPa  Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip (tegangan harus kurang dari 0.7fpu) fa 2 d  x  L  Langkah 3:Check tegangan pada posisi angkur setelah slip (tegangan harus kurang dari 0.7fpu) fp fpj fa   fp 1284.025 MPa  < 0.7fpu 1.302 10 3  MPa  OK! Langkah 4: Tegangan prategang setelah slip angkur Tegangan di ujung fpuj fpj fa   fpuj 1.284 10 3  MPa  fpt2j fpuj j 0 if min fptj fpuj ffj     otherwise  Redefinisi kehilangan akibat slip angku r fa fpt fpt2   j fptasal fa fpt MPa MPa MPa 0 1395.000 110.975 1284.025 1 1361.493 43.961 1317.532 2 1323.202 0.000 1323.202 3 1302.631 0.000 1302.631 4 1280.600 0.000 1280.600 5 1244.792 0.000 1244.792 6 1214.797 0.000 1214.797 fpt M Pa ( ) fa M Pa ( )       0 20 40 60 80 100 1200 1250 1300 1350 1400 f pt MPa ( ) f pt2 MPa ( ) Lx
  • 58. Diberikan Kehilangan Akibat Pemendekan Beton Mutu beton silinder fc 60MPa  Modulus elastisitas beton (28hari)Ec 4700 fc MPa    Ec 3.641 10 4  MPa  Mutu beton saat transfer fci 0.65 fc   fci 39MPa  Modulus elastisitas beton initial Eci 4700 fci MPa    Eci 2.935 10 4  MPa  Luas penampang Acj 6m 2  Momen inersia Icj 3.764 m 4  Garis berat bawah yb j 1.05m  Radius girasi r Ic Ac  Berat isi beton c 24kN m 3    Jumlah tendon ntd 4  Luas total kabel Aps 7200mm 2  SOAL : Hitung kehilangan akibat pemendekan beton pasca-tarik pada contoh 2.1. a. Jika 2 tendon sekaligus dalam sekali penarikan b. Jika 1 tendon dalam sekali penarikan c. Jika semua ditarik bersamaan Langkah 1: Menentukaneksentrisitas kabel exj ybj ypj m    j Lx ex m m 0 0.00 0.000 1 19.20 0.745 2 43.20 -0.270 3 48.00 -0.470 4 52.20 -0.270 5 73.20 0.745 6 90.00 0.000 Lx ex m       Catatan: tanda (+) dibawah cgc Langkah 2: Hitung Momen akibat berat sendi ri Qd 144 m -1 kN  MD x ( ) 1 2 Qd  Lb  x  Qd 2 x 2   j Lj MD m kN m 0 0.00 0.00 1 19.20 39,813.12 2 43.20 14,929.92 3 48.00 0.00 4 52.20 11,430.72 5 73.20 30,481.92 6 90.00 0.00
  • 59. Langkah 3: Tegangan pada beton di level prategang Gaya prategang saat transfer (nawymembolehkan reduksi 10% , Pi = 0.9Pj) Pi fpj Aps   Pi 10044kN  fcs j Pi Acj 1 exj  2 rj  2             MDj exj  Icj   fcs 1.674 4.725  2.939 2.263 2.688 2.878  1.674                       MPa  Catatan: untuklosses tegangan tekan yang menyebabkan losses) Langkah 4: Kehilangan tegangan pada beton pra-tarik n Eps Eci  n 6.644  fES_pre n fcs   (kehilangan pemendekan total bila terjadi pada pra-tarik) Langkah 5: Kehilangan tegangan pada beton pasca-tarik Untuk pasca tarik yang ditarik tidak bersamaan, dengan kondisi penarikan sebagai berikut: a. Masing-masing penarikan per 2 tendon. ntj 2  jumlah penarikan nj ntd ntj  nj 2  fES_post 1 nj i i 1  nj 1    nj fES_pre   fES_post 5.561 15.696  9.764 7.519 8.931 9.561  5.561                       MPa  b. Masing-masing penarikan per 1 tendon. ntj 1  jumlah penarikan nj ntd ntj  nj 4  fES_post 1 nj i i 1  nj 1    nj fES_pre   fES_post 5.561 15.696  9.764 7.519 8.931 9.561  5.561                       MPa 
  • 60. c. Penarikan semua tendon sekaligus ntj ntd  ntj 4  jumlah penarikan nj ntd ntj  nj 1  fES_post 1 nj i i 1  nj 1    nj fES_pre   fES_post 0 0 0 0 0 0 0                       MPa  Kehilangan akibat pemendekan fES fES_post Post "Ya" if fES_pre otherwise  Tegangan prategang setelah pemendekan fpt3j fpt2j fESj   j fptasal fES fpt MPa MPa MPa 0 1284.025 0.000 1284.025 1 1317.532 0.000 1317.532 2 1323.202 0.000 1323.202 3 1302.631 0.000 1302.631 4 1280.600 0.000 1280.600 5 1244.792 0.000 1244.792 6 1214.797 0.000 1214.797 fpt2 MPa fES MPa       0 20 40 60 80 100 1.210 9 1.25 10 9 1.310 9 1.35 10 9 fpt2 fpt3 Lx
  • 61. Kehilangan Akibat Susut Beton SOAL : Hitung kehilangan akibat susut beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan : a. Metoda PCI b. Metoda AASHTO Jenis prategang Post "Ya"  (Post-tension) Jeniscuring Moist "Ya"  (moist curing) Waktu setelah curing t 14  (hari) Kelembaban relatif Rh 70  % ( ) Asumsi : S 1  (Luas permukaan yang terekspos) V 2 S   V 2  (Volume beton) Langkah 1: Hitung Kehilangan akibat Susut Beton a. Rumus PCI (Metoda Ksh), Ksh bernilai 1 untuk pratarik, adapun untuk Pasca-tarik lihat tabel dibawah Ksh t (hari) 1 3 5 7 10 20 30 60 Ksh 0.92 0.85 0.8 0.77 0.73 0.64 0.58 0.45 t = Ksh 0.694  fsh_1 8.2 10 6   Ksh  Eps  1 0.006 V S          100 Rh      fsh_1 32.892MPa  b. Rumus AASHTO fsh_2 117 1.03Rh   MPa Post "Ya"  if 93 0.85 Rh     MPa  otherwise  fsh_2 33.5MPa  fsh j max fsh_1 fsh_2     max fsh_1 fsh_2    33.5MPa 
  • 62. Langkah 2: Tegangan prategang setelah susut fpt4j fpt3j fsh j   j fptasal fsh fpt MPa MPa MPa 0 1284.025 33.500 1250.525 1 1317.532 33.500 1284.032 2 1323.202 33.500 1289.702 3 1302.631 33.500 1269.131 4 1280.600 33.500 1247.100 5 1244.792 33.500 1211.292 6 1214.797 33.500 1181.297 fpt3 MPa ( ) fsh MPa ( )       0 20 40 60 80 100 1150 1200 1250 1300 1350 fpt3 MPa ( ) fpt4 MPa ( ) Lx
  • 63. Kehilangan Akibat Rangkak Beton SOAL : Hitung kehilangan akibat rangkak beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan : a. Metoda AASHTO b. Metoda ACI-ASCE Diberikan Jenis prategang Post "Ya"  (Post-tension) Beban mati superimposed Qsd 5.5 kN m  Langkah 1: Momen akibat superimposed Beban mati superimposed Qsd 5.5 kN m  MSD x ( ) 1 2 Qsd  Lb  x  Qsd 2 x 2   j Lx MSD m kN m 0 0.00 0.00 1 19.20 1,520.64 2 43.20 570.24 3 48.00 0.00 4 52.20 436.59 5 73.20 1,164.24 6 90.00 0.00 L x M SD kN m        MSD (x) adalah momen akibat beban mati superimposed yang didefinisikan sebagai fungsi terhadap jarak x dari ujung penarikan. Langkah 2: Tegangan akibat superimposed fcsd j MSDj Icj ex j   fcdpj fcsj fcsdj   j fcs fcsd fcdp MPa MPa MPa 0 1.674 0.000 1.674 1 -4.725 0.301 -5.026 2 2.939 -0.041 2.980 3 2.263 0.000 2.263 4 2.688 -0.031 2.720 5 -2.878 0.230 -3.109 6 1.674 0.000 1.674 f cs MPa f csd MPa       fcsd = tegangan akibat beban mati superim-posed di level tendon prategang. fcs = tegangan akibat beban mati berat sendiri balok di level tendon prategang.
  • 64. Langkah 3: Menghitung kehilangan tegangan akibat rangkak Rumus AASHTO fcrj 12 fcsj  7 fcdpj    fcr 8.37 21.519  14.411 11.317 13.223 12.778  8.37                       MPa  Rumus ACI-ASCE Kcr 2 Post "Ya"  if 1.6 otherwise  Kcr 1.6  fcr Kcr Eps Ec  fcs fcsd      fcr 14.346 43.073  25.542 19.398 23.309 26.641  14.346                       MPa  Langkah 4: Tegangan prategang setelah rangkak fpt5j fpt4j fcr j   j fptasal fCR fpt MPa MPa MPa 0 1250.525 14.346 1236.179 1 1284.032 -43.073 1327.106 2 1289.702 25.542 1264.160 3 1269.131 19.398 1249.733 4 1247.100 23.309 1223.791 5 1211.292 -26.641 1237.933 6 1181.297 14.346 1166.951 fpt4 MPa fcr MPa       0 20 40 60 80 100 1.110 9 1.210 9 1.310 9 1.410 9 fpt4 fpt5 Lx
  • 65. Kehilangan Akibat Relaksasi SOAL : Hitung kehilangan akibat relaksasi pada contoh 2.1 dengan kondisi sebagai berikut : a. tahap I, saat transfer gaya prategang b. tahap II, saat beban superimposed diletakan c. tahap III, setelah 2 tahun beban superimposed diletakan. Diberikan : Jenis baja prategang: Low_relax "Ya"  Tahap I, saat transfer Lama hari sebelum transfer t1 18  hari ( ) t0 1  Kehilangan akibat relaksasi saat transfer fr1 fpj log t1 24    log t0    10        fpj fpy 0.55         Low_relax "Ya"  if fpj log t1 24    log t0    40        fpj fpy 0.55         otherwise  fr1 30.547MPa  Tahap II, saat superimposed diletakan Kehilangan setelah umur 30 hari t2 30  hari ( ) t1 18  Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari fr2 fpj log t2 24    log t1 24     10        fpj fpy 0.55         Low_relax "Ya"  if fpj log t2 24    log t1 24     40        fpj fpy 0.55         otherwise  fr2 2.571MPa  Tahap III, setelah 2 tahun superimposed diletakan Kehilangan setelah umur 2 tahun t2 365 2   hari ( ) t1 30  Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari fr3 fpj log t2 24    log t1 24     10        fpj fpy 0.55         Low_relax "Ya"  if fpj log t2 24    log t1 24     40        fpj fpy 0.55         otherwise  fr3 16.067MPa  fr fr1 fr2  fr3   fr 49.186MPa 
  • 66. Tegangan akhir prategang setelah relaksasi fr fr1 fr2  fr3   fr 49.186MPa  fpt6j fpt5j fr   j fptasal fCR fpt MPa MPa MPa 0 1236.179 49.186 1186.993 1 1327.106 49.186 1277.920 2 1264.160 49.186 1214.974 3 1249.733 49.186 1200.547 4 1223.791 49.186 1174.605 5 1237.933 49.186 1188.747 6 1166.951 49.186 1117.765 fpt5 MPa fr MPa       0 20 40 60 80 100 1.110 9 1.210 9 1.310 9 1.410 9 fpt5 fpt6 fpt4 Lx
  • 67. Kehilangan Total SOAL : Hitung kehilangan total pada contoh 2.1: Berdasarkan perhitungan pada contoh 2.1 s.d contoh 2.5 dapat dihitung kehilangan total sebagai berikut ; ftot j ff j fa j  fES j  fr  fcr j  fsh j  Post "Ya" if fESj fr  fcrj  fshj  otherwise  ftot 0 0 1 2 3 4 5 6 208.007 117.08 180.026 194.453 220.395 206.253 277.235 MPa  Persentase kehilangan total terhadap fpj ftot fpj 0 0 1 2 3 4 5 6 14.911 8.393 12.905 13.939 15.799 14.785 19.873 % 
  • 68. Metoda Perencanaan Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL) ◦ Check tegangan ◦ check lendutan. Perencanaan berdasarkan Batas Kekuatan Terfaktor (PBKT) ◦ Kapasitas nominal lentur, geser dan puntir ◦ Daerah pengangkuran.
  • 69. Langkah-langkah Investigasi Analisis atau investigasi Properti penampang, P dan eo, dan properti material Periksa persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua tahapan pembebanan Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana ultimate Periksa persyaratan jumlah dan spasi tulangan sengkang Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan long term Periksa persyaratan untuk kondisi khusus Periksa biaya dan usulan perbaikan bila diperlukan
  • 70. Langkah-langkah Desain Asumsikan dimensi penampang, dan properti material Periksa kembali persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua tahapan pembebanan bila diperlukan Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana ultimate Periksa persyaratan geser vertikal dan menentukan tulangan sengkang Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan long term Periksa persyaratan untuk kondisi khusus; tegangan end-block; prosedur pelaksanaan; opening; tolerances; spasi kabel; kebakaran; retakan; dsb Periksa biaya dan bila memungkinkan lakukan perubahan untuk mengurangi biaya (bentuk dan dimensi penampang, properti material, prosedur pelaksanaan, dsb) Hitung kehilangan prategang; atau asumsi yang setara η = P/Pi Menentukan P dan eo yang mungkin Menentukan steel envelope atau batas aman kabel Menentukan nilai eo di ujung balok atau di perletakan Menentukan layout kabel yang memenuhi batas aman kabel Periksa persyaratan momen nominal terhadap momen retak Periksa persyaratan geser horizontal dan menentukan tulangan ties
  • 71. Persamaan tegangan Pengaruh dari Serat atas/bawah Persamaan tegangan atas b c c t t t a k A M r A y M S M I y M             2  Momen Positif, M bawah t c c b b b b k A M r A y M S M I y M          2  atas                  2 1 r y e A P I y e P A P t o c t o c a                         t c o c b o c S A e A P k e A P 1 1   o b t e k S P    Gaya prategang, P dengan eksentrisitas eo ke arah serat bawah. bawah                  2 1 r y e A P I y e P A P t o c t o c b                         b c o c t o c S A e A P k e A P 1 1   t o b k e S P    I = momen inersia penampang yt = jarak dari pusat penampang (cgc) ke serat atas terluar yb = jarak dari pusat penampang (cgc) ke serat bawah terluar  = tegangan dalam beton secara umum St = I/yt = modulus penampang pada serat atas Sb = I/yt = modulus penampang pada serat bawah c A I   b c b b c y r A S y A I 2        t c t t c y r A S y A I 2   r = = modulus penampang pada serat bawah = jarak dari cgc ke batas atas kern. = jarak dari cgc ke batas bawah kern. kt = kb = Dimana notasi-notasi itu adalah sebagai berikut:
  • 72. Rumus Umum Tegangan (PBL) ti t t o i c i a I y M I y e P A P           min ci t b o i c i b I y M I y e P A P           min cs t t o c a I y M I y e P A P           max ts t b o c b I y M I y e P A P           max Kondisi awal atau transfer: Kondisi layan: cs  c f = 0,45 Dimana : Tegangan ijin tekan (kondisi layan) ci  ci f = 0,60 ’ (kondisi transfer /sementara) ts  c f = 0,5 Tegangan ijin tarik = 0,25 ci f ti  = 0,5 ci f ti  (kondisi transfer /sementara selain diperletakan) (kondisi layan) (kondisi transfer /sementara diperletakan)
  • 73. Contoh 3.1: Balok di atas perletakan sederhana e0 P e0 MDL qDL  b Diketahui : P 525kN  (gaya prategang setelah semua losses) L 12m  eo 200mm  b 300mm  h 600mm  Mutu beton fc 50MPa  1. HItung tegangan ijin Tegangan ijin layan ts 0.5 fc MPa    ts 3.536MPa  (tarik) cs 0.45  fc   cs 22.5  MPa  (tekan) Tegangan ijin initial ti 0.25 fc MPa    ti 1.768MPa  (tarik) ci 0.6  fc   ci 30  MPa  (tekan) 2. Hitung Momen lentur Beban mati sendiri qDL b h  25  kN m 3  qDL 4.5 kN m  MDL 1 8 qDL  L 2   MDL 81kN m   Beban hidup qL 4 kN m  ML 1 8 qL  L 2   ML 72kN m   Momen total Mmax MDL ML   Mmax 153kN m   3. Hitung Properti Penampang I b h 3  12  I 5.4 10 9  mm 4  Ac b h   Ac 1.8 10 5  mm 2  yt h 2  yt 300mm  yb h 2  yb 300mm  St I yt  St 1.8 10 7  mm 3 
  • 74. yb h 2  St I yt  St 1.8 10 7  mm 3  Sb I yb  Sb 1.8 10 7  mm 3  kt Sb Ac   kt 100  mm  kb St Ac  kb 100mm  4. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi transfer di midspan e eo  e 200mm  asumsi :  0.83  Pi P   a Pi  Ac Pi e  St  MDL St   a 0.986  MPa   ti 1.768MPa  (tarik) b Pi  Ac Pi e  Sb  MDL Sb   b 6.042  MPa   ci 30  MPa  (tekan) 5. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi layan di midspan e eo  e 200mm  a P  Ac P e  St  Mmax St   a 5.583  MPa   cs 22.5  MPa  (tekan) b P  Ac P e  Sb  Mmax Sb   b 0.25  MPa   ts 3.536MPa  (tarik)
  • 75. Balok pada contoh 3.1 akan digunakan untuk memeriksa lendutan fc 50 MPa  fci 0.65 fc   fci 32.5MPa  Ec 4700 fc MPa ( )    Ec 33234.019 MPa  Eci 4700 fci MPa ( )    Eci 26794.122 MPa  qDL 4.5 kN m  qL 2.5 kN m  Modulus elastisitas beton Beban layan beban hidup beban mati e 0.2 m  bs 5 384 qDL   L 4  Ec I    bs 6.77mm  a. Lendutan awal (initial) - Chamber akibat prestress saja - Defleksi akibat berat sendiri - Defleksi jangka panjang oleh PCI Multipliers pi 5  Pi  e  L 2  48 Eci  I   pi 13.115  mm  (ke atas) (ke bawah) 1 1.85 bs  1.8 pi    1 11.082  mm  (ke atas) a. Lendutan akhir - Defleksi akibat beban hidup merata, qLL L 5 384 qL   L 4  Ec I    L 3.761mm  (ke bawah) kontrol defleksi, DL < L 800 15mm  OK ! - Defleksi jangka panjang total 2 2.45 pi  2.7 bs    2 13.852  mm  (ke atas ) tot 2 1  L   tot 0.991mm  (ke bawah) - Defleksi total
  • 76. Flow Chart Desain Ultimate Input: Bentuk Penampang (T, I, Rectagular, Box), b,d,bf,hf ,dp,fc,fps,fpu,fpy,fps,Es,Eps MULAI fps diketahui? fpe = 0.5fpu? Hitung fps dari kompatibilitas regangan Bonded? Rasio bentang- terhadap-tinggi = 35? fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p Hitung fps : Ya Tdk Ya Ya Tdk Tdk Ya Tdk Penampang flens?                      ) ( ` c t p c pu p p pu ps d d f f f f      1 1 w c y s y s ps ps b f f A f A f A a ` . ` 85 0    RSNI T12-2004 RSNI T12-2004 Tdk Ya A
  • 77. Flow Chart Desain Lentur (PBKT) fpe = 0.5fpu? Bonded? Rasio bentang- terhadap-tinggi = 35? fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p Hitung fps : Tdk Ya Ya Tdk Tdk Ya Tdk Penampang flens? a = hf ?                      ) ( ` c t p c pu p p pu ps d d f f f f      1 1 w c y s y s ps ps b f f A f A f A a ` . ` 85 0    Penampang persegi Penampang flens f w f c y s ps ps ps pw h b b f f A f A f A ) ( ` .     85 0 w c ps pw b f f A a ` .85 0  Over reinforce :     ) . . ( ` 2 2 1 08 0 1 36 0   p w c n d b f M ) / ( ) ( ` . 2 85 0 f p f w f c h d h b b f    Over reinforce : ) . . ( ` 2 2 1 08 0 1 36 0      p c n bd f M 1 36 0     . `) ( /     p p d d p  atau Momen nominal :        ) ( ) / ( p y s p ps pw n d d f A a d f A M 2 ) / ( ) ( ` . 2 85 0 f p f w f c h d h b b f    1 36 0     . ) ` ( /     w w p pw d d Momen nominal :        ) / ( ) / ( 2 2 a d f A a d f A M y s p ps ps n `) / ( ` d a f A y s   2 RSNI T12-2004 RSNI T12-2004 Tdk Ya Ya Tdk Tdk Ya Tdk Ya A
  • 78. Contoh 4.1 : DESAIN BALOK PRATEGANG SOAL : Desain jembatan bentang 36 m dengan balok girder T-Bulb AASHTO. DIBERIKAN : Panjang benta ng jembatan Lsl 36 m   Jarak antar balok (as ke as) Lc 2.10 m  Material a. Beton : Girder Pracetak fc 45.65 Mpa  fc 45.65Mpa  Ec 4700 fc Mpa    Ec 31755.448 Mpa  fy 400 Mpa   Pelat : fcp 29 Mpa   Ecp 4700 fcp Mpa    Ecp 25310.275 Mpa  b. Kabel Prategang (Jenis Relaksasi Rendah) fpu 1860Mpa   fpy 0.9fpu  fpy 1.674 10 3  Mpa  fpj 0.75 fpu   fpj 1.395 10 3  Mpa  (maks.) fpi 0.7 fpu   fpi 1302Mpa  fpeff 0.8 fpi   fpeff 1041.6Mpa  (asumsi losses 20%) Eps 195000Mpa   Diameter T endon s 12.7 mm   Luas efektif per tendon Ap1 98mm 2 
  • 79. LANGKAH 1: M ene ntukan Dime nsi Penam pang Penampang : AASHTO Tipe VI h 1828.8mm   bf 1066.8mm   x1 127 mm  x2 177.8 mm  b2 711.2 mm  x3 254 mm  x4 203.2 mm  bw 203.2 mm  Momen inersia Ic 3.052 10 11  mm 4  Luas Penampang Ac 6.999986 10 5  mm 2  Garis Berat Bawah Cb 924.068 mm  Garis Berat Atas Ct h Cb   Ct 904.732 mm  Sec. Modulus T op St Ic Ct  St 3.374 10 8  mm 3  Sec. Modulus Bottom Sb Ic Cb  Sb 3.303 10 8  mm 3  Radius Girasi r Ic Ac  r 660.337 mm  kb r 2 Ct  kb 481.961 mm  kt r 2 Cb  kt 471.876 mm  tebal pelat total (asumsi - trial) hslb 220mm  LANGKAH 2: Gaya Dalam Faktor reduksi lentur  0.8  Faktor reduksi geser v 0.75  Berat jenis beton c 24 kN  m 3    Berat jenis beton prategang pt 25 kN  m 3    Berat jenis baja s 78.5 kN  m 3   
  • 80. Resume gaya dalam M + V dalam girder Msdl 2.629 10 3  kNm  Vsdl 292.068 kN  Mdl 2.835 10 3  kNm  Vdl 314.999 kN  ML 1.418 10 3  kNm  VL 157.584 kN  Mu 1.3 Msdl Mdl     2.2 ML      Mu 1.022 10 4  kN m   Mt 1.0 Msdl Mdl     1.0 ML      Mt 6.882 10 3  kN m   Vu 1.3 Vsdl Vdl     2.2 VL      Vu 1.136 10 3  kN  Vt 1.0 Vsdl Vdl     1.0 VL      Vt 764.651 kN  Keterangan : Msdl = Momen akibat beban mati superimposed, seperti pelat lantai dan aspal Mdl = Momen akibat berat sendiri girder ML = Momen akibat beban hidup Vsdl = Geser akibat beban mati superimposed, seperti pelat lantai dan aspal Vdl = Geser akibat berat sendiri girder VL = Geser akibat beban hidup LANGKAH 3: Penentuan Tebal Pelat Lantai Je mbatan Tinggi perlu flens untuk menahan momen Mu Ac' Mu  0.68  h  fc   Ac' 2.251 10 5  mm 2  bila lebar pelat efektif di atas girder, bpl Lc  bpl 2100mm  maka tebal flens minimum, hf Ac' bpl  hf 107.188 mm  < hslb 220mm  Ket "hslb > hf, OK"  Lebar effektif pelat, terkecil dari : bpl min bw 16 hslb   Lc Lsl 4              bpl 2100mm  Tebal minimum flens menurut AASHT O tmin 1.2 Lc 3m  ( )  30  tmin 204mm  < hslb 220mm  OK ! Ket "hslb > tmin, OK" 
  • 81. LANGKAH 4: M enghitung Sifat Penampang Kom posit Modulus Elastisi tas Girder Ec 3.176 10 4  Mpa  Modulus Elastisi tas Pelat Ecp 2.531 10 4  Mpa  Rasio modulus nc Ecp Ec  nc 0.797  Lebar sayap efektif bpl 2100mm  Lebar sayap tranform. be nc bpl   be 1673.78 mm  Luas Penampang Komposit Ack Ac be hslb    Ack 1.068 10 6  mm 2  Garis Berat Bawah Komposit Cbk be hslb ( )  h hslb 2         Ac Cb   Ack  Cbk 1.274 10 3  mm  Garis Berat Atas Komposit Ctk h hslb  Cbk   Ctk 774.942 mm  Momen inersia Komposit Ick Ic Ac Cbk Cb  ( ) 2   be hslb 3  12  be hslb  Ctk hslb 2        2    Ick 5.552 10 11  mm 4  Sec. Modulus T op Stk Ick Ctk  Stk 7.164 10 8  mm 3  Sec. Modulus Bottom Sbk Ick Cbk  Sbk 4.358 10 8  mm 3  LANGKAH 5: Es tim asi Luas Prategang Eksesntrisitas Tendon em h 200mm  Ct   em 724.068 mm  Estimasi berdasarkan kondisi tegangan akhir pada serat bawah e em  e 724.068 mm  Ft 0MPa  Nilai awal Peff 1 kN   Given Peff  Ac Peff e  Sb  Mdl Msdl  Sb  ML Sbk  Ft Pf2 Find Peff ( )  Pf2 5467.24 kN  Estimasi berdasarkan kekuatan batas penampang  Aps  0.95  fpu 0.9 h hplt  ( )  Mu  Aps Mu  0.8 h hslb  ( ) [ ]  0.9 fpu   Aps 4.657 10 3  mm 2  Pf3 Aps fpeff   Pf3 4.851 10 3  kN 
  • 82. Gaya prategang efektif yang dibutuhkan Pf max Pf2 Pf3 ( ) ( )  Pf 5.467 10 3  kN  Aps Pf fpeff  Aps 5248.886 mm 2  Menentukan jumlah strand n_strand ceil Aps Ap1        n_strand 54  Aps n_strand Ap1   Aps 5292mm 2  LANGKAH 6: M enghitung Kapasitas Mome n Diameter tulangan Ds 16 mm    0.8  Luas per tulangan As1 0.25   Ds 2   As1 201.062 mm 2  Lebar tekan balok bt be  bt 1.674 10 3  mm  Luas penampang dari center ke sisi tarik (Pendekatan At= 50% Ac) At 50% Ac   At 3.5 10 5  mm 2  Pasang tulangan minimum Asmin 0.4% At   Asmin 1.4 10 3  mm 2  Jadi banyaknya tul. tarik ns ceil Asmin As1        ns 7  Luas T otal tul. tarik Ast ns As1   Ast 1407.434 mm 2  Cover beton dc 40 mm   Leng. momen prategang komposit Ct 904.732 mm  dp Ct hslb  em   dp 1848.8mm 
  • 83. Leng. momen tul. komposit d h hslb  dc  Ds 2  13mm   d 1987.8mm  Pe fpeffAps   Pe 5512.147 kN  fpeff 1041.6Mpa   0.5 fpu  930Mpa  .. OK! maka : Nilaiuntuk p : 0.55 untuk fpy/fpu ³ 0.8 0.4 untuk fpy/fpu ³ 0.85 0.28 untuk fpy/fpu ³ 0.9 fpy fpu 0.9  p 0.28  1 0.85 fc 30 Mpa   if 0.65 fc 55 Mpa   if 0.85 0.008 fc Mpa 30          30 Mpa  fc  55 Mpa   if  1 0.725  p Aps Ack  p 0.495%  c 0  c 0  t Ast Ack  t 0.132%  t t fy fc   t 0.012  fps fpu 1 p 1 p fpu fc  d dp t c  ( )                   fps 1706.044 Mpa  p p fps fc   p 0.185  Lebar stress blok pada beton Tps fps Aps   Tps 9.028 10 3  kN  Ts Ast fy   Ts 562.973 kN  a Tps Ts  0.85 fc  bt   a 147.68mm  < hslb 220mm  ( OK ) Periksa Tulangan Maksimum Berdasarkan ACI / NAWY (untuk balok segi-4) p p fps fc   p 0.185  < 0.36 1  0.261  OK (jika prestressed only) p d dp t c  ( )   0.198  < 0.36 1  0.261  OK (jika besi tulangan diperhitungkan) Notes : jika rasio tulangan < 0.3 6 1 maka under-reinforced, jika tidak maka over-reinforced. OVER "Y" p d dp t c  ( )   0.36 1   if "N" otherwise  OVER "N" 
  • 84. Berdasarkan AASHTO 3rd Edition 2004, Sec. 5.7.3.3 Kedalaman tulangan efektif pada penampang de Aps fps  dp  Ast fy  d   Aps fps  Ast fy    de 1.857 m  c a 1  c 203.753 mm  c de 0.11  < 0.42 OK. OVER "Y" c de 0.42 1   if "N" otherwise  OVER "N"  Mn Tps dp a 2         Ast fy  d a 2           Mn 17102.525 kN m   OVER "Y" c de 0.42 1   if "N" otherwise  OVER "N"  Mn Tps dp a 2         Ast fy  d a 2           Mn 17102.525 kN m   LANGKAH 7: Periksa Momen Desain Ultimate Momen Nominal Mn 17102.525 kN m   Periksa :  Mn  13682.02 kN m   > Mu 10222.851 kN m   check apakah Mn > Mu jika ya --> OK LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu Ac 699998.6 mm 2  Ic 3.052 10 11  mm 4  Pe 5.512 10 3  kN  Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa    fr 4.73Mpa  Menghitung momen retak penam pang Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt fakt Pe  Ac Pe e  Sb  Mdl Msdl  Sb  ML Sbk   fakt 0.163  Mpa  Momen untuk meretakan penampang adalah Mcr fr fakt  ( ) Sbk  Mt   Mcr 9013.961 kN m   Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak  Mn  Mcr 1.52  > 1.2 ...OK! LANGKAH 8: Periksa M om en Des ain Minimum Perlu Ac 699998.6 mm 2  Ic 3.052 10 11  mm 4  Pe 5.512 10 3  kN  Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa    fr 4.73Mpa  Menghitung momen retak penam pang Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt fakt Pe  Ac Pe e  Sb  Mdl Msdl  Sb  ML Sbk   fakt 0.163  Mpa  Momen untuk meretakan penampang adalah Mcr fr fakt  ( ) Sbk  Mt   Mcr 9013.961 kN m   Periksa rasio momen kapasitas terhadap momen retak  Mn  Mcr 1.52  > 1.2 ...OK!
  • 85. Merencanakan kapasitas geser balok T pada contoh 4.1. Bentang L 36 m  Penampang Tinggi penampang h 1.829m  Lebar badan bw 0.203m  Ac 7 10 5  mm 2  Yt 904.732 mm  Sb 3.303 10 8  mm 3  Pe 5512.147 kN  Aps 5292mm 2  dp 1.849m  fpe Pe Aps  fpe 1041.6MPa  > 0.4fpu 744MPa  layout kabel mengikuti persamaan parabolik sebagai berikut: ex x ( ) 1 x 2  1 x   1   1 0.0022  m -1  1 0.0805  1 0 m  check ex 0.5L ( ) 0.724m  = em Material ex 0.5L ( ) 0.724m  = em Material Faktor reduksi  0.75  Kuat tekan beton fc 45.65Mpa  Tegangan leleh tul.fy 400Mpa  Beban Qgir 17.5 kN m  Qsdl 16.226 kN m  Qll 8.755 kN m  QuDL 1.3 Qgir   QuDL 22.75 kN m  QuSDL 1.3 Qsdl   QuSDL 21.094 kN m  QuLL 2.2 Qll   QuLL 19.261 kN m  Qu QuDL QuSDL  QuLL   Qu 63.105 kN m  Qu QuSDL QuLL   Qu 40.355 kN m 
  • 86. Diagram momen 0 10 20 30 0 5000 1 10 4 1.510 4 MuDL x ( ) kN m  ( ) Mu x ( ) kN m  ( ) Mu x ( ) kN m  ( ) x Diagram Geser 0 10 20 30 2000 1000 0 1000 2000 VuDL x ( ) kN Vu x ( ) kN Vu x ( ) kN x Gaya-gaya dalam : Saat beban layan belum bekerja (geser hanya ditahan oleh girder saja) beban konstruksi yang bekerja = 1 kN/m2 MuDL x ( ) QuDL L 2 x  x ( ) 2 2          VuDL x ( ) QuDL L 2 x ( )          Mu x ( ) Qu L 2 x  x 2 2          Vu x ( ) Qu L 2 x ( )          Mu x ( ) Qu L 2 x  x ( ) 2 2          Vu x ( ) Qu L 2 x ( )         
  • 87. x1 h 2  x2 0.25L  x2 9 m  x3 0.5L  x3 18 m  Momen Mu1 Mu x1 ( )  Mu1 1012.272 kN m   Mu2 Mu x2 ( )  Mu2 7667.228 kN m   Mu3 Mu x3 ( )  Mu3 10222.97 kN m   Geser Vu1 Vu x1 ( )  Vu1 1078.183 kN  Vu2 Vu x2 ( )  Vu2 567.943 kN  Vu3 Vu x3 ( )  Vu3 0kN  Jarak serat atas ke pusat prategang, dp dp1 Yt ex x1 ( )   dp1 0.976m  dp2 Yt ex x2 ( )   dp2 1.448m  dp3 Yt ex x3 ( )   dp3 1.629m  Persyaratan Geser menurut ACI : 0.4 fpu  744Mpa  < fpe 1041.6Mpa  dapat menggunakan metoda sederhana sebagai berikut : Vc 1 20 fc MPa ( )  4.8 Vu dp  Mu   Vu dp  Mu 1  Vu1 dp1  Mu1 1.04  Vu2 dp2  Mu2 0.107  Vu3 dp3  Mu3 0  vc1 1 20 fc Mpa  4.8 1         Mpa   vc1 5.138MPa  vc2 1 20 fc Mpa  4.8 0.107         Mpa   vc2 0.851MPa  vc3 1 20 fc Mpa  4.8 0         Mpa   vc3 0.338MPa   1  (untuk beton norm al) vc1 0.4   fc Mpa ( )   vc1 0.4   fc Mpa    if  6 fc MPa ( )         vc1  6 fc MPa ( )    if vc1 otherwise  vc1 2.703Mpa  vc2 0.4   fc Mpa ( )   vc2 0.4   fc Mpa    if  6 fc MPa ( )   vc2  6 fc MPa ( )    if vc2 otherwise  vc2 1.126Mpa  vc3 0.4   fc Mpa ( )   vc3 0.4   fc Mpa    if  6 fc MPa ( )   vc3  6 fc MPa ( )    if vc3 otherwise  vc3 1.126Mpa 
  • 88. Saat beban layan bekerj a Pada titik 1: x1 0.914m  Vu1 1078.183 kN  >  vc1  bw  dp1  402.167 kN  maka diperlukan tulangan geser tidak minimum Menentukan spasi, s sact 250mm  (praktis) s min 0.75 h  600mm sact                      s 250mm  Luas tul. minimum Avmin bw s  3 fy  Mpa   Avmin 42.333mm 2  Menentukan luas tulangan geser, Av Av1 Vu1  vc1 bw  dp1         s fy d    Av1 283.402 mm 2  Luas tul. geser dia 13 mm   Av1act 0.25   dia 2  2   Av1act 265.465 mm 2  > Av min atau Av 1..OK! Pada titik 2: x2 9 m  Vu2 567.943 kN  <  vc2  bw  dp2  248.461 kN  maka diperlukan tulangan geser minimum Menentukan spasi, s sact 400mm  (praktis) s min 0.75 h  600mm sact                      s 400mm  Luas tul. minimum Avmin bw s  3 fy  Mpa   Avmin 67.733mm 2  Menentukan luas tulangan geser, Av Av2 Vu2  vc2 bw  dp2         s fy d    Av2 214.295 mm 2  Luas tul. geser dia 13 mm   Av2act 0.25   dia 2  2   Av2act 265.465 mm 2  > Av minatau Av2..OK!
  • 89. Pada titik 3: x3 18 m  Vu3 0kN  <  0.5  vc3 bw  dp3  139.763 kN  maka tidak diperlukan tulangan geser, namun praktisnya dipasang tulangan minimum. Menentukan spasi, s sact 400mm  (praktis) s min 0.75 h  600mm sact                      s 400mm  Luas tul. minimum Avmin bw s  3 fy  Mpa   Avmin 67.733mm 2  Luas tul. geser dia 10 mm   Av2act 0.25   dia 2  2   Av2act 157.08mm 2  > Av minatau Av2..OK!
  • 90. Analisis Struktur Statis Tertentu: ◦ Struktur sederhana ◦ Struktur kantilever Statis Tak Tentu/Menerus ◦ Tumpuan sendi ◦ Tumpuan kolom
  • 91. Analisa Struktur Balok Sederhana (Simple-Beam) h b Diketahui : P 525kN  (setelah semua losses) q 7 kN m  L 12m  eo 200mm  b 300mm  h 600mm  Modulus elastisitas beton Ec 25000 MPa  Momen inersia Ic 1 12 b  h 3   Ic 5.4 10 3   m 4  1. Mencari kebutuhan gaya prategang, P (optimum) Besarnya P dapat diperoleh dari 2 buah persamaan lendutan pada tabel 3.3a sub bab 3.6 EI w 4 384 5    Simple span dengan beban merata: w q   EI P e e e e c e 8 6 5 2            Simple span dengan bentuk parabolik: Dengan memasukan nilai ee 0  ec eo  maka diperoleh Popt 1 8 q L 2  ec   Popt 630kN 
  • 92. Diagram momen 0 5 10 200  100  100 200 Mq x ( ) kN m  Mqp x ( ) kN m  x Diagram Geser 0 5 10 60  40  20  20 40 60 Vq x ( ) kN Vqp x ( ) kN x 4. Menghitung lendutan  x ( ) q x  24 Ec  Ic  L 3 2 L  x 2   x 3       0.5L ( ) 14mm   p x ( ) qp x  24 Ec  Ic  L 3 2 L  x 2   x 3       p 0.5L ( ) 11.667  mm  2, Mencari beban merata ekivalen dengan gaya P aktual qp 8  P ec  L 2   qp 5.833  kN m  3. Menghitung Gaya Dalam Akibat q Momen : Mq x ( ) q L  2 x  1 2 q  x 2    Geser: Vq x ( ) q L  2 q x    Akibat q p Momen : Mqp x ( ) qp L  2 x  1 2 qp  x 2    Geser: Vqp x ( ) qp L  2 qp x    0 5 10 0.02  0.01  0.01 0.02  x ( )  p x ( ) x
  • 94. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS  GELAGAR BOX BETON
  • 95. Komponen Gelagar Box Beton PotonganMelintang Foundation Substructure Superstructure Plate (1) Pile plate (2) Bored pile (3) Driven pile (4) Box abutment (5) Spill through abutment (6) Columns, piers (with 2 or more bearings) (7) Breast wall (8) Wing wall (9) Back wall (10) Edge beam (11) End diaphragm (12) Bridge seat (13) Support walls (14) Bridge seat beam (15) Access chamber (16) Bearing (can be fixed or allow movement) (17) Expansion joint (18) Transverse diaphragm (19) Box girder web (20) Top slab (area between the webs) (21) Top slab (cantilever section) (22) Bottom slab (23) Fascia beam (24) Guard rail (25) Railing (26) Sealing membrane (27) Wearing surface (28) Drain inlet (29) Cross drain (30) Longitudinal drain (31)
  • 98. Metode Konstruksi Segmental side by side Incremental launching Progressive cantilever Balance cantilever Cable stayed
  • 102. Keuntungan Box Girder Beton Kekakuannya yang cukup tinggi dikombinasikan dengan beban mati yang cukup kecil, menghasilkan nilai perbandingan beban mati dengan beban hidup yang memadai. Kekakuan torsional yang tinggi yang dapat memberikan kebebasan dalam melakukan pemilihan mengenai perletakan dan alinyemen jembatan. Kemungkinan penggunaan ruang di dalam gelagar box tersebut.
  • 103.  1 Konsep Desain keputusan mendasar mengenai tipe konstruksi, panjang bentang dan perbandingan, dan tipe-tipe penampang melintang yang digunakan  2 Desain Pendahul uan pemilihan mengenai dimensi dasar untuk elemen-elemen penampang melintang, bentuk dan jumlah dari tendon dan penulangan, tebal pelat dan web, dan studi optimasi mengenai bentang dan bentuk penampang melintang  3 Desain Rinci bentuk atau ukuran tertentu mengenai penampang melintang sementara dengan mempertimbangkan baik beban-beban selama konstruksi dan beban rencana normal pada struktur yang sudah selesai, ukuran tendon, penulangan, dimensi komponen struktural, serta rencana urutan pemasangan dan penyambungan. Analisis relatif detail untuk mempertimbangkan keseluruhan beban-beban utama dan kondisi yang mana akan mempengaruhi perilaku dari struktur  4 Verifikasi studi yang dilakukan setelah keseluruhan elemen terpasang untuk memeriksa tegangan dan deformasi struktur dan perilakunya di bawah semua kondisi pembebanan yang kritis  5 Dukungan lapangan pemeriksaan mengenai gambar kerja, tegangan selama pemasangan oleh kontraktor, urutan penarikan secara rinci, dan pengembangan dari defleksi yang terjadi dan informasi penyambungan untuk panduan dari tenaga kerja di lapangan  6 Perubahan menyediakan informasi yang cepat pada tenaga lapangan dan kontraktor mengenai kelayakan teknis dari perubahan-perubahan yang diajukan dalam disain yang membutuhkan tanggapan secepatnya mengenai keputusan teknis
  • 104. Parameter Desain  Ketinggian konstan vs bervariasi;  Perbandingan bentang terhadap tinggi jembatan;  Jumlah gelagar box yang sejajar;  Bentuk dan ukuran dari masing-masing gelagar box, meliputi jumlah web, kemiringan web, ketebalan web serta flens bawah;  Aksesibilitas/pemeriksaan dari struktur atas.
  • 105. Pemilihan Tinggi Gelagar Ketinggian balok gelagar yang konstan merupakan suatu pilihan yang termudah dan memberikan solusi terbaik untuk bentang pendek dan moderat sekitar 260 ft (80 m). Jembatan dengan ketinggian konstan tersebut juga digunakan sebagai alasan estetika untuk bentang hingga 450 ft (137 m). Apabila bentang meningkat, besarnya momen lentur akibat beban mati di dekat pilar memerlukan suatu variasi dari ketinggian struktural; sehingga akan lebih ekonomis untuk membuatkan variasi pada penampang.
  • 110. Pertimbangan Desain Arah Melintang Design of Box Girder Cross Section Possible Cross Sections Supports Constructio n Method Bridge Finishes + Form Proportion Use  Possible Cross Section Single Cell Multiple Cell Constant or Varying With or without Diaphragma  Supports Pier wall with multiple Bridge Bearings Several Individual Piers Single Middle Piers Suspended from Bridge Centerline Suspended from both sides of cross section  Construct ion Method Stationery falsework Incremental launching Formwork girder Free cantilever Launching girder Precast elements  Use Pedestrian Automobile Utilities Widening  Proportio ns Length of cantilever Web inclination Dimensions Longitudinal/transverse stiffness  Bridge Finishes + Form Guard rail Railing Web inclination View from below
  • 112. Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever)  Terdapat porsi kecil dari struktur atas pada pilar yang dibuat melalui perancah (cetakan) dan biasanya didisain sebagai ‘pier table’ (meja pilar). Pada kasus cor di tempat untuk jembatan menggunakan konstruksi segmental, pier table tersebut harus cukup panjang untuk meletakkan dua traveler yang saling membelakangi (biasanya 30 ft (10 m) – 40 ft (12 m) panjang). Pier table tersebut biasanya dibuat dengan panjang ½ segmen keluar untuk meminimalkan pengaruh ketidak-seimbangan selama konstruksi segmen.  Perencana harus melakukan perhitungan awal mengenai konstruksi kantilever dengan penempatan segmen terakhir untuk mendapatkan kisaran awal mengenai n kebutuhan luasan kabel pratekan dan pemeriksaan beban-beban pada penampang pilar.  Untuk struktur yang lebih besar, penggunaan pilar ganda bisa menguntungkan untuk mengurangi kekakuan lateral untuk temperatur dan beban gempa dan akan efisien untuk menahan momen konstruksi segmental yang besar.
  • 113. Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever) – cont.  Untuk struktur yang lebih kecil dengan kantilever lantai jembatan yang pendek yang digunakan untuk sistem drainase dapat menyulitkan pemasangan sebagai akibat dari adanya konflik antara tendon kantilever dan kotak drainase atau perpipaan.  Minimalkan variasi (khususnya panjang segmen). Standardisasi merupakan kunci untuk mengefektifkan biaya disain segmen. Batasi ukuran dari tendon kantilever menjadi satu ukuran untuk keseluruhan proyek.  Untuk mengurangi perawatan di masa mendatang, maksimalkan panjang dari kesinambungan struktur atas untuk meminimalkan jumlah exspansion joints dan penggunaan bearing. Apabila bearing digunakan, rencanakan untuk penggantian bearing tersebut di masa mendatang.  Pada konstruksi kantilever seimbang, ujung bentang biasanya memiliki bentang sebesar 0.6L sampai 0.8L dari bentang sebelumnya dan seringkali nilai perbandingan yang digunakan adalah 0.5L sampai 0.6L.  Ketika menggunakan nilai perbandingan untuk ujung bentang sebesar 0.5L, mungkin diperlukan adanya pemberat (counter weight) untuk mencegah adanya gaya angkat dan apabila ujung bentang tersebut memiliki nilai perbandingan lebih dari 0.5L, ujung bentang tersebut biasanya dikonstruksi secara cor di tempat menggunakan perancah dan dihubungkan dengan bagian kantilever melalui ‘closure’.  Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan fabrikasi dan pencetakan segmen biasanya adalah antara 3 – 6 hari dengan diikuti penarikan kabel setelah pencetakan selesai pada hari berikutnya.
  • 115. KONSEP PERANCANGAN Perencanaan Bangunan Bawah 1. Memiliki dimensi yang ekonomis 2. Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat Kikisan Arus air, penurunan tanah, longsoran global dan gempa 3. Kuat menahan beban berat struktur atas, beban lalu lintas, beban angin dan beban gempa. 4. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan
  • 116. LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN 1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah. 2. Menetukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai. 3. Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan. 5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam. 6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut. Perencanaan Bangunan Bawah
  • 118. PENENTUAN LETAK JEMBATAN Peletakan jembatan didasarkan kepada: Aliran air dan alur sungai yang stabil ( tidak berpindah-pindah) Tegak lurus terhadap sungai Bentang terpendek ( lebar sungai terkecil) Bentuk Jembatan: Tergantung bentang dan jenis sungai Material yang digunakan Bentang lebih pendek Bentang lebih panjang Perencanaan Bangunan Bawah
  • 119. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM Bidang Datar : min. 5 m Tanjakan / Turunan: 1:30 untuk V > 100 km/jam 1:20 untuk V 60 s/d 100 km/jam 1:10 untuk V< 60 km/jam Clearence / jagaan Untuk banjir 50 tahunan: 0,5 m ; Sungai pengairan 1,0 m ; Sungai alam yang tidak membawa hanyutan 1,5 m ; Sungai alam yang membawa hanyutan 2,5 m ; sungai alam yang tidak diketahui kondisinya 5,0 m ; Bersilangan dengan jalan raya 5.1 m ; Bersilangan dengan jalan tol ≥15m ; Bersilangan dengan laut atau sungai yang dilewati kapal Perencanaan Bangunan Bawah
  • 120. Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan. Penentuan Letak Kepala Jembatan Kepala jembatan sedapat mungkin diletakkan pada : a. Pada lereng/dinding sungai yang stabil b. Pada alur sungai yang lurus c. Pada bentang yang pendek Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis sungainya. L MAB MAN Kepala Jembatan Kepala Jembatan a b Untuk Kondisi: • Bukan sungai limpasan banjir • Air banjir tidak membawa hanyutan 2 a b l   Untuk Kondisi: • sungai limpasan banjir • Air banjir membawa hanyutan l b  Perencanaan Bangunan Bawah
  • 121. KRITERIA DESAIN KEPALA JEMBATAN  Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai  Tidak ditempatkan pada aliran air sungai  Tidak ditempatkan diatas bidang gelincir lereng sungai.  Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan pondasi dangkal  Pondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai kedalaman pengaruh penggerusan aliran air sungai Perencanaan Bangunan Bawah
  • 122. DIMENSI KEPALA JEMBATAN Bahan Kepala Jembatan Pasangan batu kali :  Type Gravitasi Beton bertulang : Type T dan Type T dengan penopang Perencanaan Bangunan Bawah
  • 123. DETAIL KEPALA JEMBATAN Struktur kepala jembatan yang diperkuat dengan penopang Perencanaan Bangunan Bawah
  • 124. BEBAN PADA KEPALA JEMBATAN Perencanaan Bangunan Bawah
  • 125. PERMASALAHAN PADA KEPALA JEMBATAN Perencanaan Bangunan Bawah Fungsi : - Penahan beban struktur atas - Struktur pembatas antara jalan dengan sungai Penempatan: diusahakan untuk tidak ditempatkan pada belokan sungai untuk menghindari scouring Jika terpaksa harus dilakukan perbaikan dinding sungai dan Dasar sungai pada bagian yang akan terkena scouring
  • 127. METODE PERBAIKAN Perencanaan Bangunan Bawah Perbaikan dinding sungai: - Turap baja - bronjong ( Pas. Batu kosong dengan ikatan kawat ) - dinding penahan ( pas. batu kali, beton ) - dinding pelindung ( pas. batu kali, lempengan plat beton) Perbaikan Dasar sungai: - Pasangan batu kali - Beton - Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk
  • 128. KRITERIA DESAIN PILAR JEMBATAN Perencanaan Bangunan Bawah  Tidak ditempatkan ditengah aliran air sungai.  Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih mungkin dan sejajar dengan arah aliran air.  Bentuk disarankan bulat atau lancip (streamline).  Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar tunggal.  Jika menggunakan pondasi dangkal, pondasi ditanam dibawah dasar sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.
  • 129. PILAR JEMBATAN Jenis :  Pilar tunggal  Pilar masif  Pilar Perancah Bahan : Pasangan batu kali, Beton dan Baja Pilar tunggal Pilar Perancah / Portal Pilar masif Fungsi :  Penopang struktur atas  Menyalurkan berat struktur atas ke tanah Pemakaian h : 5 ~ 15m h : 5 s/d 25 m h : 5 s/d 15 m h : 15 s/d 25 m Perencanaan Bangunan Bawah
  • 130. PILAR JEMBATAN PASANGAN BATU KALI d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w ) d = tebal dinding bagian atas pilar Dinding semakin kebawah semakin tebal dengan kemiringan 1:20 h = tinggi pilar dari dasar sungai sampai tumpuan girder. w = jarak dua tumpuan antara pilar dengan kepal jembatan atau antara pilar dengan pilar. Permukaan air banjir Lebar Jembatan d 0,5m Perencanaan Bangunan Bawah
  • 131. PILAR JEMBATAN BETON Pilar Perancah Pilar Tunggal Perencanaan Bangunan Bawah
  • 132. PILAR JEMBATAN BAJA Perencanaan Bangunan Bawah Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan: - Aliran air sungai cukup deras - Mengurangi hambatan aliran air - Mudah dikerjakan
  • 133. Masalah Pada pilar Jembatan Gaya aliran air pada pilar Pilar tidak sejajar dengan arah aliran air, menyebabkan local scouring Kerusakan akibat scouring Perencanaan Bangunan Bawah
  • 135. Perencanaan Bangunan Bawah Pilar tunggal pada jembatan jalan raya Pilar tunggal pada jembatan KA Pilar Masif Pilar Perancah
  • 137. Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. A) Bentang (m) B. Mati (ton) B. Hidup (tanpa kejut) (ton) B. Hidup (dengan kejut) (ton) B. Hidup + B. Mati (ton) 22 164.647 92.073 105.982 270.629 25 189.114 104.073 114.982 304.096 28 214.338 113.073 123.982 338.320 31 257.102 120.799 131.708 388.810 34 285.453 125.984 136.894 422.347 37 334.353 131.181 142.090 476.443 40 366.987 136.385 147.294 514.281 Perencanaan Bangunan Bawah
  • 138. Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. B) Bentang (m) B. Mati (ton) B. Hidup (tanpa kejut) (ton) B. Hidup (dengan kejut) (ton) B. Hidup + B. Mati (ton) 22 136.328 82.721 92.757 229.085 25 256.538 90.371 100.407 256.946 28 177.357 98.021 108.057 285.414 31 212.162 104.499 114.535 326.697 34 235.479 108.640 118.676 354.155 37 275.215 112.790 122.827 398.042 40 301.958 116.948 126.985 428.943 Perencanaan Bangunan Bawah
  • 139. Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A) L (m) B. Mati B. Hidup B. Hidup + Kejut Total (M) (H) (K) M + H + K 8 35.925 47.273 56.677 92.602 10 46.121 52.273 61.364 107.485 12 55.925 57.273 66.070 121.995 14 69.378 62.273 70.795 140.173 16 82.453 67.273 75.537 157.990 18 94.163 72.273 80.294 174.457 20 105.959 77.273 85.065 191.024 Perencanaan Bangunan Bawah
  • 140. Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A) L (m) B. Mati B. Hidup B. Hidup + Kejut Total (M) (H) (K) M + H + K 8 28.071 43.491 52.143 80.214 10 35.998 48.091 56.455 92.453 12 43.631 52.691 60.785 104.416 14 53.995 57.291 65.132 119.127 16 64.073 61.891 69.494 133.567 18 73.139 66.491 73.871 147.010 20 81.771 71.091 78.260 160.031 Perencanaan Bangunan Bawah
  • 141. TINJAUAN PEMBEBANAN PADA PILAR DAN KEPALA JEMBATAN Perencanaan Bangunan Bawah
  • 143. Dasar Perencanaan Fungsi : Pendukung Bangunan Bawah Jembatan Kriteria Perencanaan Memiliki keawetan yang memadai sesuai dengan umur operasional jembatan; Kondisi pembebanan ultimate:  Tanah pendukung memiliki ketahanan yang cukup;  Pondasi memiliki kekuatan yang memadai;  Sambungan memiliki kekuatan yang memadai. Kondisi pembebanan layan:  Tidak boleh membuat jembatan tidak layak digunakan;  Tidak boleh menimbulkan kekhawatiran pengguna jalan;  Tidak boleh mengurangi umur layan jembatan.
  • 144. Tahap Perencanaan Tahap 1 Rencanakan panjang tiang dan penampang sehingga tanah memberikan rencana kapasitas aksial ultimate Tahap 2 Periksa apakah rencana beban lateral ultimate melebihi rencana pembebanan lateral ultimate Tahap 3 Periksa apakah penurunan vertikal (differential settlement) tidak akan menyebabkan keruntuhan struktural Tahap 4 Periksa apakah perpindahan lateral tidak menyebabkan keruntuhan struktural Tahap 5 Periksa stabilitas keseluruhan untuk pondasi tiang bila kelompok tiang berada pada lereng tinggi dan terjal Tahap 6 Rencanakan tiang balok pondasi terhadap keawetan dan kelayakan struktural
  • 145. Tipe Pondasi PONDASI DANGKAL D < 5 m DALAM D > 5 m Langsung  D/B < 1 Sumuran  1 < D/B < 5 Sumuran Dalam Tiang Bor Tiang Pancang (kayu, baja, beton)
  • 146. Pemilihan Tipe Pondasi  Keadaan tanah pondasi;  Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure);  Batasan-batasan kondisi lingkungan;  Waktu dan biaya pekerjaan.
  • 147. Kedalaman Tanah Keras Kedalaman Tanah Keras Tipe Pondasi 2 – 3 m Pondasi telapak Sumuran (kaison tertutup) 10 m Perbaikan tanah Pondasi tiang kayu 20 m Tiang pancang (beton/baja) Tiang bor Kaison terbuka 30 m Tiang pancang baja Tiang bor Kaison terbuka > 40 m Tiang pancang baja Tiang bor
  • 148. Perencanaan Pondasi Telapak Pondasi secara keseluruhan adalah stabil dalam arah vertikal, mendatar, dan terhadap guling; Pergeseran pondasi (penurunan, slip, dan rotasi) harus lebih kecil daripada yang diizinkan untuk bangunan atas; Bagian-bagian pondasi harus memiliki kekuatan yang memadai.
  • 149. Daya Dukung Izin Pondasi Telapak Jenis-jenis tanah pondasi Biasa (t/m2) Bila ada gempa (t/m2) Harga rata-rata Keterangan Harga N Kekuatan geser unconfined Tanah keras Batu homogen yg keras 100 150 - > 100 Batu keras mudah retak 60 90 - > 100 Batu lunak, lumpur 30 45 - > 10 Lapisan krikil Tidak lepas 60 90 - Lepas 30 45 - Tanah pondasi berpasir Lepas 30 45 30 – 50 Bila harga N akibat SPT lebih kecil daripada 15, tanah pondasi tidak dapat digunakan konstruksi Sedang 20 30 15 - 30 Tanah pondasi kohesif Sangat keras 20 30 15 – 30 2.0 – 4.0 Keras 10 15 8 – 15 1.0 – 2.0 sedang 5 7.5 4 - 8 0.5 – 1.0
  • 150. Perkiraan Awal Dimensi Pondasi Telapak Perbandingan lebar pondasi dan tinggi abutmen
  • 151. Perkiraan Awal Dimensi Pondasi Telapak Perbandingan lebar pondasi dan tinggi kolom
  • 152. Pondasi Tiang Merupakan suatu konstruksi bangunan yang mampu menahan beban tegak lurus arah sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan Merupakan satu kesatuan (monolit) dengan pangkal tiang pancang yang berada di bawah konstruksi Tiang Panjang Tiang Pendek Kaison
  • 153. Jenis Tiang Berdasarkan Material Material Nama tiang Cara pembuatan Bentuk Baja Tiang pipa baja Disambung secara elektris di arah mendatar, mengeliling Bulat Tiang WF (H profile) Diasah dalam keadaan panas, dilas H Beton Beton pracetak Beton bertulang Diaduk dengan gaya sentrifugal Diaduk dengan penggetar Bulat Segitiga Persegi dll Beton pratekan Sistem penarikan awal Sistem penarikan akhir Bulat Cor di tempat Tiang alas Sistem pemancangan Bulat Dengan menggoyangkan semua tabung pelindung Dengan membor tanah Dengan pemutaran berlawanan arah Dengan pondasi dalam Sistem pemboran
  • 154. Keuntungan Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan Tiang Pancang Cor di Tempat  Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih dapat diandalkan Kecepatan pemancangan besar, terutama tiang baja, lapisan antara yang cukup keras masih dapat ditembus  Persediaan cukup banyak di pabrik, sehingga biayanya tetap rendah  Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang  Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal Karena getaran pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil, sesuai untuk daerah padat penduduk Karena tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar  Diameter biasanya lebih besar daripada tiang pracetak, sehingga daya dukung juga lebih besar  Tanah galian dapat diamati secara langsung dan sifat-sifat tanah pada lapisan antara atau lapisan pendukung dapat langsung diketahui
  • 155. Kerugian Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan Tiang Pancang Cor di Tempat  Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kebisingan, biasanya akan menimbulkan masalah di daerah padat penduduk Untuk tiang yang panjang diperlukan persiapan penyambungan, bila tidak dilaksanakan dengan baik, akibatnya akan sangat merugikan  Bila pekerjaan tidak dilaksanakan dengan baik, ada kemungkinan tiang cepat rusak  Bila pemancangan tidak dapat dihentikan pada kedalaman yang ditentukan, diperlukan perbaikan khusus  Memerlukan tempat penampunganyang luas  Untuk tiang dengan diameter besar, penanganannya lebih sulit dilakukan  Untuk pipa-pipa baja diperlukan tiang yang tahan korosi  Pada banyak kasus, tiang beton yang diletakkan di bawah air, kualitasnya lebih rendah daripada tiang- tiang pracetak  Ketika beton dicor, terdapat kekhawatiran bahwa adukan beton tersebut akan tercampur dengan runtuhan tanah  Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi telah dipenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung tersebut kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar  Karena diameter tiang yang cukup besar dan memerlukan banyak beton, maka untuk pekerjaan yang kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak
  • 156. Daya Dukung Tiang Pancang Daya Dukung Aksial:  Tahanan geser, Qs  friction pile (SF = 5)  Tahanan ujung, Qb  end bearing pile (SF = 3) Daya Dukung Lateral. Informasi mengenai sifat-sifat mekanika tanah dilakukan melalui pengambilan contoh lapisan tanah di bawah, cara yang umum digunakan adalah melalui pengeboran (SPT atau CPT). Jumlah pengambilan sampel tersebut harus dapat mewakili sifat-sifat tanah eksisting, serta lokasi pengambilannya sedekat mungkin dengan posisi tiang rencana.
  • 157. Titik Jepit Virtual Tiang Tunggal Dimana: L : panjang tiang dalam tanah (cm) K : tahanan lateral tanah  1.5 N (N/cm3) D : diameter tiang (cm) EI : kekakuan lateral tiang (N.cm2)
  • 159. Skema Pengambilan Contoh Tanah SPT CPT
  • 160. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah SPT CPT
  • 161. Program Perhitungan Tiang Pondasi Penggunaan software yang sering dipakai dalam perhitungan interaksi tiang pancang:  Allpile  Lpile  FB Pier  Plaxis Asumsi yang digunakan hendaknya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi tanah sebenarnya Apabila dimungkinkan, verifikasi hasil hitungan software dapat dibandingkan dengan hitungan manual
  • 164. Profil Tiang Akibat Beban Lateral
  • 166. Gaya Dalam pada Tiang
  • 168. Kendali Mutu Pekerjaan Tiang  Kalendering tiang  Uji Beban Statik atau Dinamik  PDA test  PIT test Pada beberapa kasus tertentu, apabila ingin diketahui daya dukung ultimate suatu tiang, sementara kapasitas alat yang ada terbatas. Dapat dilakukan melalui pendekatan secara teoritis (mis: metode Mazurkiewicz).
  • 169. Prediksi Beban Ultimate (Metode Mazurkiewicz) Asumsi : Kurva perpindahan vs beban berbentuk parabola
  • 170. Uji Beban Statik Skema Uji Beban Statik pada Tiang
  • 171.  Lendutan dibaca setiap diawal dan 15 menit setelah penambahan beban  Beban aman/diijinkan=50% beban selama 48 jam dimana S permanen <6,5 mm  Lendutan diukur dari puncak tiang  Beban uji = 2 x beban rancangan Skema Uji Beban Statik
  • 172. Uji Integrasi Tiang – Sonic Logging
  • 173. PDA (Pile Driving Analyzer) Test Instrumentasi PDA test
  • 175. Detailing untuk Tulangan yang Terputus
  • 176. Rasio Tulangan Pondasi Tiang Beton
  • 177. BAHAN NON KOHESIF (Kerikil dan pasir) Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung (kPa) Sangat lepas lepas Padat sedang Padat Sangat padat Hampir tanpa perlawanan Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang ditekan dengan tangan Perlawanan kecil terhadap penyekopan Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang dipancang dengan penumbukan 2 kg Ada perlawanan terhadap penyekopan Penetrasi sukar dengan batang 12 mm hingga 300 mm dipancang dengan penumbuk 2 kg. Palu tangan diperlukan untuk penggalian Penetrasi hanya sampai 75 mm yang dipancang dengan penumbuk 2 kg. Alat bermesin perlu untuk penggalian 50 50 hingga 100 100 hingga 200 200 hingga 350 350 hingga 600
  • 178. BAHAN KOHESIF (lanau, lempung, lempung berpasir) Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung (kPa) Sangat lunak lunak Tidak kaku Kaku Sangat kaku Keras Mudah dibentuk dengan jari. Bekas sepatu tampak jelas pada permukaan. Palu geologi dapat mudah ditekan masuk sampai tangkainya Penetrasi mudah oleh ibu jari. Dibentuk dengan meng- gunakan tekanan. Bekas sepatu agak tempak pada per- mukaan. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai 30 mm atau 40 mm Sukar dibentuk dengan jari. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai 10 mm. Penetrasi sedikit dnegan sekop Penetrasi dengan kuku ibu jari. Tidak dapat dibentuk de- ngan jari. Perlu cangkul tangan untuk penggalian Menandai dengan kuku ibu jari. Pukulan palu geologi hanya dapat menandai sedikit. Perlu alat bermesin un tuk penggalian 25 25 hingga 50 50 hingga100 100 hingga 200 200 hingga 400 400
  • 179. BATUAN Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung (kPa) Sangat lunak lunak keras sangat keras sangat keras sekali Bahan hancur dengan pukulan palu geologi yang se- dang. Dapat dikelupas dengan pisau Terjadi lekukan 1 mm - 3mm dengan pukulan palu geo- logi. Dapat dikupas dan digaruk dengan pisau Contoh yang dipegang dengan tangan dapat dipecah ujung palu dengan kekuatan sedang. Tidak dapat dike- rok atau dikupas dengan pisau Contoh yang sipegang dengan tangan dapat dipecah dengan ujung palu dengan lebih dari satu kali pukulan Contoh yang dipegang dengan tangan memerlukan be- berapa pukulan dengan palu geologi untuk memecah- kannya 1500 1500 hingga 2500 2500 hingga 3500 3500 hingga 5000 5000