1. METODE PENYULUHAN PERTANIAN
DR Syahyuti
Kuliah Minggu ke-14
MK Dasar-Dasar Penyuluhan Universitas JEMBER
21 November 2022
2. Apa sih metode penyuluhan ?
• Adalah teknik berkomunikasi
antara penyuluh dan sasaran
• Cara-cara penyampaian
materi penyuluhan secara
sistematis, sehingga materi
tersebut dapat dimengerti
dan diterima sasaran
(Ibrahim, 2003)
• Tidak ada satu metode
penyuluhan yang dianggap
lebih baik dibanding metode
penyuluhan yang lainnya
• Pada umumnya digunakan
beberapa metode
• Penerapan multi metode
(misal secara visual dan
tertulis) akan lebih efektif
(Pendekatan “multi channel
agricultural extension”)
3. Jenis metode penyuluhan pertanian berdasar jumlah
sasaran:
1. Metode perseorangan,
dilakukan dengan
mengunjungi sasaran di
rumah atau lahannya,
memberi surat, dll
2. Metode kelompok,
pertemuan kelompok,
kursus-kursus, Bimtek,
demonstrasi, dll.
3. Metode lewat media
massa, menggunakan
media massa seperti radio,
tv, surat kabar, majalah, dll.
(Misal Program SABA TANI
Kementan).
Media massa dapat
mempercepat proses
perubahan, tetapi jarang
dapat mewujudkan
perilaku
4. METODE BERDASARKAN
TEKNIK KOMUNIKASI
• Metode yang langsung =
penyuluh berhadapan
langsung dengan sasarannya,
seperti diskusi di rumah,
gubuk kelompok, dll
• Metode yang tidak langsung
= lewat media massa, media
elektronik, dll.
BERDASARKAN INDERA
PENERIMA:
• Metode yang dapat dilihat =
metode publikasi, surat
menyurat, dll
• Metode yang dapat didengar
= siaran lewat radio, tape
recorder, ceramah, dll
• Metode yang dapat dilihat
dan didengar = televisi,
karyawisata, demonstrasi, dll.
7. Several extension approaches (FAO, 1988)
• Extension comes in many sizes and shapes.
• the following classification is not complete and
the distinctions between the types are not
absolute
• It gives an idea of the possibilities and
opportunities that exist for the extension
planner and for the policy- and decision-maker
at the national level.
• The general extension approach.
• Assumes that technology and knowledge that are
appropriate for local people exist but are not being
used by them.
• The approach is usually fairly centralized and
government-controlled.
• Success is measured in the adoption rate of
recommendations and increases in national
production.
• The commodity specialized approach.
• The key characteristic of this approach groups all
the functions for increased production - extension,
research, input supply, marketing and prices -
under one administration.
• Extension is fairly centralized and is oriented
towards one commodity or crop and the agent has
many functions.
• The training and visit approach.
• This fairly centralized approach is based on a
rigorously planned schedule of visits to farmers
and training of agents and subject matter
specialists.
• Close links are maintained between research and
extension.
• Agents are only involved in technology transfer.
• Success is related to increases in the production of
particular crops or commodities.
• The agricultural extension participatory
approach.
• This approach often focuses on the expressed
needs of farmers' groups and its goal is increased
production and an improved quality of rural life.
• Implementation is often decentralized and
flexible.
• Success is measured by the numbers of farmers
actively participating and the sustainability of
local extension organizations.
8. Several extension approaches (FAO, 1988) cont …….. :
• The project approach.
• This approach concentrates efforts on a
particular location, for a specific time
period, often with outside resources.
• Part of its purpose is often to demonstrate
techniques and methods that could be
extended and sustained after the project
period.
• Change in the short term is often a measure
of success.
• The farming systems development
approach.
• A key characteristic of this type of extension
is its systems or holistic approach at the
local level.
• Close ties with research are required and
technology for local needs is developed
locally through an iterative process involving
local people.
• Success is measured by the extent to which
local people adopt and continue to use
technologies developed by the programme.
• The cost-sharing approach.
• This approach assumes that cost-sharing
with local people (who do not have the
means to pay the full cost) will promote a
programme that is more likely to meet local
situations and where extension agents are
more accountable to local interests.
• Its purpose is to provide advice and
information to facilitate farmers' self-
improvement.
• Success is often measured by the
willingness to pay.
• The educational institution approach.
• This approach uses educational
institutions which have technical
knowledge and some research ability to
provide extension services for rural people.
• Implementation and planning are often
controlled by those who determine school
curricula.
• The emphasis is often on the transfer of
technical knowledge.
10. Training-and-visit system (T&V)
• Under the transfer-of-
technology approach
• Introduced to transfer the latest
technologies and practices from
research to farmers
• used to address a lack of
professionalism and improve the
accountability of extension
agents.
• Advantages =
• include regular farm visits,
• continuous training for agents,
• more professional approach to
extension.
• Disadvantages =
• it is top-down,
• rigid,
• financially unsustainable.
• large numbers of personnel
• continuous training and
management.
11.
12. Farmer field schools (FFS):
• adult education, participatory, group-
based approach.
• especially good for teaching complex
practices that must be experienced to
be understood, and experiential learning
and discovery learning are critical
elements of this method.
• also be used for empowerment, and for
building social capital.
• Farmer field schools do require a different
mindset than most extension agents have
– facilitation rather than lecturing.
• They have been shown to be effective at
reaching women and those with less
education.
• The intensive training offered over a long
period is costly in terms of human and
financial resources, and FFS have been
criticised for being financially expensive.
• self-financed and semi-self-financed
models can help to deal with sustainability
issues and the costs of an external
facilitator, transport, and setting up and
maintaining demonstration plots – for
example
• farmers may pay back the costs of the
facilitator using proceeds from sales from
their plot
13. FFS:
• Sekolah lapang petani (Farmer Field School) merupakan pendekatan
yang sudah sangat dikenal di Indonesia. Pertama, pendekatan ini
digunakan dalam bentuk SL-PHT (Pengendalian Hama Terpadu).
• SLPHT merupakan temuan peneliti Indonesia yang dapat dikatakan
sangat mendunia, terutama konsep “sekolah lapang” nya ini.
Pendekatan ini telah diadopsi oleh banyak negara, dan sebagian di
antara mereka mengakui secara terbuka ide awal sekolah lapang
ini. Pada website wikipedia misalnya
(https://en.wikipedia.org/wiki/Farmer_Field_School)
• Terbaca : “The Farmer Field School (FFS) is a group-based learning
process that has been used by a number of governments, NGOs and
international agencies to promote Integrated Pest Management (IPM). The
first FFS were designed and managed by the UN Food and Agriculture
Organisation in Indonesia in 1989 since then more than two million
farmers across Asia have participated in this type of learning”.
• SL menggabungkan konsep dan metode agroekologi, experiential
education dan pemberdayaan komunitas (community
development). SLPHT merupakan langkah penting kepada
tercapainya suatu pengendalian hama secara terpadu (Integrated Pest
Management) (Barlett, 2005).
• SLPHT = memadukan teori dan pengalaman petani dalam
melakukan kegiatan usaha tani.
• Konsep ini dilandasi oleh kesadaran petani akan arti
pentingnya tuntutan ekologis dan pemanfaatan
sumberdaya manusia dalam pengendalian hama.
• Hasilnya jutaan petani terutama di China, India, Indonesia,
Filipina dan Vietnam telah mampu mengurangi
penggunaan pestisida dan memberikan hasil panen yang
berkelanjutan (Dilts, 2001).
• SLPHT dilahirkan akhir tahun 1980-an
• Metode Sekolah Lapangan lahir berdasarkan atas dua
tantangan pokok, yaitu keanekaragaman ekologi dan
peran petani sebagai manager (ahli PHT) di lahannya
sendiri.
14. • Pendekatan ini diterapkan agar diperoleh
pemahaman yang lebih mendalam terhadap
permasalahan hama dan pengendaliannya, tidak
hanya sekedar terampil memilih obat dan
menyemprotnya saja.
• SL merupakan sebuah proses belajar secara
kelompok (group-based learning process).
• Dalam kegiatan SL petani mengalami experiential
learning yang membuat mereka paham tentang
permasalahan ekologi dan kondisi persawahan
mereka secara lengkap.
• Petani melakukan penelitian sederhana (simple
experiments) di lahan mereka sendiri, dan
menganalisisnya dalam pertemuan kelompok
secara reguler (biasanya sekali seminggu).
• Ciri khas pendekatan SLPHT = kegiatan
dilakukan dalam satu musim pertanaman secara
penuh mulai dari tanam sampai panen,
pertemuan dilakukan sekali seminggu (10 - 16
kali pertemuan), menggunakan
metode “experiential, participatory, and learner
centred”
• Jumlah petani dalam satu kegiatan 25 - 30 orang
• Diakhiri dengan Field Day dimana petani
mempresentasikan hasilnya.
• Di Indonesia, program ini dicanangkan tahun
1986 berdasarkan Inpres No. 3 tahun 1986.
FFS:
15. Farmer Business School (FBS):
• Ini adalah penerapan metode SL untuk materi
pengembangan pemasaran hasil pertanian.
• Farm Business School menggunakan
pendekatan FFS dalam kegiatannya yaitu “…to
strengthen the entrepreneurial capacities of farmers
and farmer organizations” (FAO, 2011).
• Latar belakang = perubahan lingkungan,
terutama perdagangan internasional
mendesak petani untuk bisa menjadi
pengambil keputusan yang cerdik dan mampu
berkompetisi lebih baik di lingkungan baru,
dan juga akan terus berubah.
• Perlu kemampuan lebih dari petani dalam
manajemen usahatani.
• FBS membantu petani memilih secara
tepat apa komoditas yang mau ditanam,
mengelola modal dan tenaga kerja, dan
menangani resiko berusaha
• Contoh FBS =
• program the Participatory Market Chain
Approach (PMCA) yang dijalankan para
petani kentang di Jawa Barat.
• Kegiatan CARE’s Pathways (didanai dari Bill
and Melinda Gates Foundation di enam
negara yakni Ghana, Malawi, Bangladesh,
India, Mali, dan Tanzania.
16. FBS:
• Materi pelatihan dalam FBS =
• memahami apa itu FBS,
• memahami dasar-dasar bisnis dan konsep pemasaran,
• analisa situasi eksisting,
• identifikasi keuntungan,
• menyiapkan rencana bisnis,
• membuat farm records.
• Pada tahap diagnosis dan menyusun perencanaan
dijelaskan mengapa FBS penting, membangun
komitmen dan jadwal pertemuan, memahami
mengapa usahatani dipandang sebagai bisnis dan
petani adalah seorang usahahawan, keuntungan usaha,
dan mengenali kondisi dan permasalahan pertanian.
• Materi lain =
• memahami keuntungan usaha
• pemasaran dan pasar
• survey pasar
• membuat laporan pasar
• membangun visi dan tujuan bisnis
• memilih badan usaha
• mengenali komponen rencana bisnis
• menyusun rencana bisnis
• menyiapkan Tindakan
• pencatatan.
• Dalam tahap implementasi = menyepakati sesi dan
skedul kegiatan, memobilisasi modal, penjualan secara
kelompok, dan memasarkan produk.
• Juga dipelajari tentang:
• pembelian dan penyimpanan
• memahami kontrak kerjasama
• cara menilai resiko
• melakukan benchmarking
• mengenal bagaimana ciri usahawan yang efektif
• memahami konsep nilai tambah.
17. • LANGKAH-LANGKAH DALAM FBS =
1. mendiagnosis atau menemukan peluang
2. menyusun rencana usaha
3. mengorganisasikan dan memproduksi
4. memasarkan
5. melakukan monitoring dan evaluasi.
• HAL YANG HARUS DIJAWAB:
• apa yang mau diproduksi?
• bagaimana memproduksinya?
• apakah itu mungkin diproduksi di lahan yang
dimiliki?
• apa sumber dan input yang dibutuhkan?
• bagaimana memenuhi tenaga kerja?
• dimana peluang pasar?
• berapa harga yang sesuai?
• apakah ini menguntungkan?
• apakah cukup modal tunai?
• apa resiko yang akan dihadapi?
FBS:
18. Kesamaan FFS dan FBS:
1. Sama-sama menggunakan metode sekolah lapang
2. Pengalaman langsung di lapangan dengan pendekatan "learning by doing"
3. Dijalankan di desa pertanian (village level), utamanya untuk petani di negara
berkembang
4. Menggunakan dan mengandalkan relasi farmer to farmer
5. Alumni diupayakan tetap menjalin hubungan setelah selesai pelatihan.
19. Farmer Field School Vs Farmer Business School
Farm Field School (FFS) Farm Business school (FBS)
Mulai 1989, ditemukan di Indonesia Mulai marak tahun 2000-an
Tujuan = mempromosikan teknik dan manajemen pengendalian hama
secara terpadu, agar petani bisa belajar sendiri, serta mampu melakukan
penelitian secara sederhana dan mendapatkan solusi atas
permasalahannya.
Untuk memperkuat kemampuan dan kapasitas petani dan organisasi petani dalam menjalankan usaha
pertanian, untuk memasarkan hasil, agar petani mampu berkompetisi, meningkatkan kemampuan petani
dalam wirausaha dan manajemen, meningkatkan pengetahuan, sikap, dan meningkatkan keterampilannya
dalam mengkomersilkan hasil pertanian.
Fokus = subsistem produksi subsistem pengolahan dan pemasaran hasil
Menggunakan konsep dan metode agroekologi, experiential
education dan community development.
Berupaya memahami keuntungan usaha, pemasaran dan pasar, survey pasar, membuat laporan pasar,
membangun visi dan tujuan bisnis, memilih badan usaha, mengenali komponen rencana bisnis, menyusun
rencana bisnis, menyiapkan tindakan, dan pencatatan.
Dasarnya adalah agar komunikasi lebih efektif, dimana petani belajar dengan
mengalami langsung
Agar petani pandai, cerdik mensiasati pasar, dan kuat sebagai pelaku pasar
Lingkungan pembentuknya dulu adalah karena tingginya serangan hama dan
penyakit pada tanaman
Kenyataan bahwa petani tidak bisa lepas dari tekanan globalisasi dan komersialisasi, maka petani
harus berbisnis.
Tujuannya untuk
Berlangsung peningkatan pengetahuan, belajar bersama, dan mencari solusi
bersama.
Meningkatkan efisiensi, pendapatan dan keuntungan. Agar petani mampu memilih secara tepat apa komoditas
yang mau ditanam, mengelola modal dan tenaga kerja, dan menangani resiko.
Jam pertemuan berkala, misalnya sekali seminggu, karena ada beberapa
periode perkembangan tanaman yang tidak boleh dilewatkan untuk diamati.
Jam pelajaran tergantung kebutuhan, karena tidak bergantung kepada musim dan siklus pertumbuhan
tanaman. Bersifat responsive and interactive.
Materi = biologi hama, aspek kesisteman, musuh alami, membuat pestisida
nabati, dst
Tentang visi dan perencanaan, pertanian berkelanjutan, market engagement, nutrisi, gender, dan monitoring.
Pelatih = penyuluh dan ahli tentang hama tanaman. Pelatih beragam mulai dari teknis sampai dengan fasilitator pengembangan komunitas, konsultan pemasaran,
dan lain-lain.
20. Bacaan yang disarankan:
• Extension methods https://www.fao.org/3/t0060e/T0060E07.htm
• Farmer Field School Vs Farmer Business School http://mauiniapaitusyahyuti.blogspot.com/2017/01/farmer-field-school-vs-farmer-
business.html
• Global developments shaping extension https://www.fao.org/
21. 21
Blog: “Data dan Fakta PENYULUHAN PERTANIAN”
http://syahyutipenyuluhan.blogspot.com/