Dokumen tersebut membahas tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menyebutkan bahwa: (1) terdapat ratusan ribu kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya di Indonesia, (2) kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat selama masa pandemi Covid-19, dan (3) diperlukan perlindungan hukum dan pendekatan berperspektif gender dalam menangani kasus-kasus terse
3. Dasar Hukum
PERLINDUNGAN PEREMPUAN
3
• UUD RI Tahun 1945. Pasal 20, 21, 28 Ayat 2:
• UU RI Nomor 7 Tahun 1984.
Pengesahan konfensi CEDAW:
Mengenai penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap wanita
• UU RI Nomor 5 Tahun 1998. Tentang Pengesahan
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahakan martabat manusia.
• UU RI Nomor 12 Tahun 2005: ICCPR tentang
Pengesahan Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik
• UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasa Dalam Rumah
Tangga
• UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
• UU RI Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
4. Dasar Hukum Perlindungan Anak
4
• UUD RI Tahun 1945. Pasal 20, 21, 28 Ayat 2:
• UU RI Nomor 5 Tahun 1998. Tentang Pengesahan
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahakan martabat manusia.
• KONVENSI HUKUM ANAK (KHA) 1989 atau
lebih dikenal sebagai UN-CRC (United
Nations Convention on the Rights of the
Child)
• UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
• UU 11 Tahun 2011 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak
• UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
• UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas UU 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
5. 5
Catatan Tahunan Komnas Perempuan
• Ada 431.471 kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan dan
ditangani selama tahun 2019. Angka ini
merupakan fenomena gunung es.
• Setiap 2 Jam ada 3 perempuan Alami
kekerasan seksual di Indonesia
• Angka pelaporan Kekerasan seksual
terus bertambah dan semakin kompleks
6. DATA PENANGANAN KASUS KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN PADA MASA COVID
(16 Maret- 7 Juli 2020)
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
124
Kekerasan
Dalam
Pacaran
44
6
Pelecehan
Seksual
15
Sumber: LBH APIK
Kekerasan
Berbasis
Gender Online
113
7. DATA PENANGANAN KASUS KEKERASAN
TERHADAP ANAK PADA MASA COVID
(16 Maret- 30 Juni 2020)
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
3
Kekerasan
Dalam
Pacaran
6
7
Pelecehan
Seksual
7
Sumber: LBH APIK
Cyber
Grooming
12
Bullying
2
8. Perempuan Berhadapan
Dengan Hukum
(PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perempuan
Berhadapan dengan Hukum)
PEREMPUAN SEBAGAI
KORBAN/ SAKSI
PEREMPUAN SEBAGAI PELAKU
PEREMPUAN SEBAGAI PIHAK
9. PERMASALAHAN PEREMPUAN
BERHADAPAN DENGAN HUKUM
APARAT PENEGAK HUKUM BELUM
MEMILIKI PERSPEKTIF GENDER
Perempuan dianggap sebagai penyebab atau
pemberi peluang terjadinya tindak pidana karena cara
berpakaiannya, status perkawinannya, pekerjaan atau
keberadaan pada waktu dan lokasi tertentu,
disalahkan karena tidak melawan.
PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN
SERINGKALI MENGALAMI BEBAN
GANDA & REVIKTIMISASI
Pertanyaan yang diajukan APH seringkali
menyudutkan, menjerat dan melecehkan perempuan ,
korban dibentak karena keterangannya kurang jelas,
korban diminta menjelaskan kejadian yang dialami
terus menerus, dan lainnya.
NORMA HUKUM ACARA PIDANA YANG MASIH
BERORIENTASI KEPADA HAK-HAK
TERSANGKA & TERDAKWA
Substansi hukum yang ada masih berfokus pada hak
tersangka/terdakwa, walaupun pelaku dihukum penjara
dalam pertimbangan Hakim belum menitikberatkan
dampak fisik dan psikis srta trauma
PEREMPUAN KORBAN DIPERIKSA SECARA
BERSAMAAN DENGAN TERDAKWA
Ketika perempuan korban diperiksa bersamaan di persidangan akan
membuat korban tidak nyaman, dibawah tekanan dan merasa trauma.
PBH TIDAK DIDAMPINGI OLEH
PENDAMPING
Selama proses hukum masih ditemukan PBH
tidak didampingi oleh pendamping/, baik itu
penasehat hukum, paralegal, psikolog,
pekerja sosial, dll.
1
2
3
4
5
10. HAMBATAN PBH DALAM MENDAPATKAN KEADILAN
Keterbatasan pengetahuan
tentang hak- Hak hukum
(kurangnya akses informasi,
banyaknya perempuan yang buta
hukum)
Keterbatasan keuangan;
(banyak PBH yang bergantung
secara finansial kepada laki-laki
sehingga tidak memiliki sumber
daya keuangan untuk membawa
perkara ke pengadilan, membayar
penasehat hukum, biaya perkara,
transportasi)
Adanya ancaman, tekanan,
stigma terhadap perempuan,
Serta adanya kekerasan berulang
dari pelaku maupun masyarakat
sehingga PBH takut memberikan
kesaksian
Keterbatasaan akses ke
penasehat hukum,
(dalam penerapan hukum belum
mengakui hak korban untuk
mendapatkan penasehat hukum
dan hanya membatasi penasehat
hukum bagi tersangka)
11. HAMBATAN PBH DALAM MENDAPATKAN KEADILAN
Akuntabilitas dan transparansi
Prosedur peradilan yang seringkali
tidak akuntabel dan transparan
mempersulit PBH mengakses
keadilan
Jarak dan transportasi
PBH yang domisilinya di pelosok
yang jauh dari kota/kabupaten
sehingga membutuhkan waktu
berjam-jam untuk menuju ke
pengadilan
Hambatan bahasa/komunikasi
Bagi PBH yang tidak dapat berbahasa
indonesia akan sulit untuk memahami
dan menyampaikan keterangan dalam
proses peradilan
Diskriminasi
Praktik-praktik lain yang
menghalangi akses keadilan
terhadap PBH yang berasal dari
kelompok minoritas dan etnis
tertentu
12. HAK ATAS RESTITUSI
Hakim agar menanyakan kepada perempuan
sebagai korban tentang kerugian, dampak kasus
dan kebutuhan untuk pemulihan;
Hakim agar memberitahukan kepada korban
tentang haknya untuk melakukan penggabungan
perkara sesuai dengan Pasal 98 KUHAP
Jika PBH merupakan anak, maka mekanisme
pengajuan restitusi berdasarkan PP No. 43
Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi
Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana
PASAL 8 DALAM PERMA NO. 3 TAHUN
2017:
MENGAPA KORBAN MEMBUTUHKAN RESTITUSI?
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau Keluarganya oleh pelaku atau
pihak ketiga.” (Pasal 1 Angka 11 UU 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban)
Korban telah mengalami penderitaan baik fisik,
psikis, serta kerugian lainnya, baik materil
maupun immateril, sehingga membutuhkan biaya
untuk memulihkan kondisi korban
13. Mengidentifikasikan fakta persidangan sesuai pasal 4
Ketidaksetaraan
status sosial dan
ketidaksetaraan
perlindungan
hukum
Diskriminasi; Dampak psikis
yang dialami
korban;
Ketidaksetaraan
fisik dan psikis
korban;
Relasi kuasa
yang
mengakibatkan
korban/saksi
berdaya;
Riwayat kekerasan
dari pelaku
terhadap
korban/saksi
SYARAT PUTUSAN BERPERSPEKTIF GENDER:
14. Sebuah perjanjian hak asasi manusia yang menjamin
hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial,
kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun
1989 oleh PBB. Indonesia meratifikasi KHA ini pada
1990. 12 tahun setelahnya, Indonesia mengadaptasi
konvensi ini ke dalam UU No 23/2002 tentang
Perlindungan Anak yang kemudian direvisi pada
tahun 2014 pada UU No.35/2014.
-
17. UU No. 11/2012
tentang SPPA
PP 65/2015
tentang
Pedoman Diversi
PP 8/2017 tentang
Tata Cara Koordinasi
Evaluasi dan
Pelaporan SPPA
PP 9/2017 tentang
Pedoman Register
Perkara Anak
Regulasi Internal Kementerian, Lembaga dan Pemda:
PERMA – PERMENKUMHAM – PERJA – PERKAPOLRI – PERMENSOS, PERDA, dsb.
Sedang dalam penyusunan: PP tentang Pelaksanaan Putusan Pidana &
Tindakan
18. Diversi:
1. Ancaman < 7th
2. Bukan pengulangan
Penanganan Anak belum berumur 12
tahun
Penanganan Anak melalui proses
peradilan pidana
Penanganan Anak Saksi dan
Anak Korban
21. Jabatan: Hakim Tinggi PT Tanjungkarang
Email : dsdewihaz@gmail.com / dewihaz@yahoo.com
HP : 081288156666
IG / FB : dewihazuardi / dewihaz
Riwayat Pekerjaan :
•Cakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
•Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat
•Ketua Pengadilan Negeri Stabat
•Ketua Pengadilan Negeri Cibinong
•Wakil Ketua PN Bale Bandung
•Wakil Ketua PN Kelas IA Khusus Bandung
•Hakim Tinggi PT Tanjungkarang
Dr. Diah Sulastri Dewi, S.H.,M.H
22. Pengalaman :
•Ketua Tim Pembaharuan dan Pengembangan
Teknologi Informasi Dilan PT Tanjungkarang
•Anggota Pokja ADR Mahkamah Agung
•Anggota Pokja Perempuan dan Anak MARI
•Dosen Pascasarjana S3 dan S2 Universitas
Jayabaya Jakarta
•Dosen Pascasarjana S2 Universitas Pasundan
•Pengajar di Pusdiklat Mahkamah Agung RI,
Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Kemenkumham
Dr. Diah Sulastri Dewi, S.H.,M.H