Dokumen tersebut membahas tentang hemostasis dan mekanisme pengendalian darah. Secara singkat, dokumen menjelaskan tiga hal utama: 1) Hemostasis mempertahankan aliran darah yang cair dengan mencegah perdarahan berlebihan melalui pembentukan sumbat darah, 2) Sistem hemostasis melibatkan trombosit, faktor koagulasi, pembuluh darah, dan inhibitor, 3) Kelainan hemostasis dapat menyebabkan perdarahan atau t
Pemeriksaan HIV dan Anti-T. pallidum Metode ImunokromatografiPatriciaGitaNaully
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang HIV dan penyakit sipilis, termasuk prevalensi, gejala, penularan, pemeriksaan laboratorium, dan interpretasi hasilnya.
2. HIV adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sel T dan menurunkan kekebalan tubuh, sementara sipilis disebabkan bakteri Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak seksual.
3. Pemeriksaan laboratorium unt
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Inkompatibilitas golongan darah sistem Rhesus dapat menyebabkan masalah pada kehamilan berikutnya apabila ibu memiliki darah Rhesus negatif dan janin positif. Hal ini dikarenakan ibu akan membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, menghancurkan sel-sel darah merah janin dan menyebabkan kelainan atau kematian janin. Penanganan cepat seperti transfusi darah dan fototerapi dapat menyelamatkan bayi.
Bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat menyebabkan kencing nanah atau gonore melalui kontak seksual. Penyakit ini menginfeksi saluran kelenjar kencing, rahim, rektum, tenggorokan, dan mata. Gejala umumnya nyeri saat kencing, nanah dari saluran kelenjar kencing, dan inflamasi organ reproduksi. Pencegahan melalui monogami, penggunaan kondom, dan pengobatan dengan antibiotik.
Dokumen tersebut membahas tentang hemostasis dan mekanisme pengendalian darah. Secara singkat, dokumen menjelaskan tiga hal utama: 1) Hemostasis mempertahankan aliran darah yang cair dengan mencegah perdarahan berlebihan melalui pembentukan sumbat darah, 2) Sistem hemostasis melibatkan trombosit, faktor koagulasi, pembuluh darah, dan inhibitor, 3) Kelainan hemostasis dapat menyebabkan perdarahan atau t
Pemeriksaan HIV dan Anti-T. pallidum Metode ImunokromatografiPatriciaGitaNaully
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang HIV dan penyakit sipilis, termasuk prevalensi, gejala, penularan, pemeriksaan laboratorium, dan interpretasi hasilnya.
2. HIV adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sel T dan menurunkan kekebalan tubuh, sementara sipilis disebabkan bakteri Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak seksual.
3. Pemeriksaan laboratorium unt
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Inkompatibilitas golongan darah sistem Rhesus dapat menyebabkan masalah pada kehamilan berikutnya apabila ibu memiliki darah Rhesus negatif dan janin positif. Hal ini dikarenakan ibu akan membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, menghancurkan sel-sel darah merah janin dan menyebabkan kelainan atau kematian janin. Penanganan cepat seperti transfusi darah dan fototerapi dapat menyelamatkan bayi.
Bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat menyebabkan kencing nanah atau gonore melalui kontak seksual. Penyakit ini menginfeksi saluran kelenjar kencing, rahim, rektum, tenggorokan, dan mata. Gejala umumnya nyeri saat kencing, nanah dari saluran kelenjar kencing, dan inflamasi organ reproduksi. Pencegahan melalui monogami, penggunaan kondom, dan pengobatan dengan antibiotik.
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletalSyscha Lumempouw
Dokumen tersebut merangkum beberapa materi praktikum mikrobiologi tentang sistem muskuloskeletal, meliputi identifikasi dan uji beberapa jenis bakteri patogen seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Mycobacterium tuberculosis, dan Pseudomonas aeroginosa.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi secara kronis. Faktor reumatoid (RF) adalah antibodi yang bereaksi dengan IgG dan uji RF dilakukan dengan metode aglutinasi lateks. Berdasarkan pemeriksaan, sampel pasien tidak mengandung RF.
Metode kolorimetri untuk mengukur kadar hemoglobin darah meliputi metode hematin asam, hematin alkali, cyanmethemoglobin, oksihemoglobin, dan SLS-hemoglobin. Metode-metode tersebut berbeda dalam prinsip reaksi pembentukan derivat hemoglobin yang berwarna untuk diukur absorbsinya.
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik kongenital yang disebabkan oleh mutasi gen yang mengakibatkan kekurangan produksi rantai globin hemoglobin. Terdapat berbagai jenis thalasemia seperti thalasemia beta, alfa, dan intermedia yang memiliki gejala klinis bervariasi dari ringan hingga berat yang membutuhkan transfusi darah secara teratur. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan darah lengkap, elektroforesis hemoglobin, dan analisis
Tes darah lengkap merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis dan memantau penyakit. Pemeriksaan ini meliputi hitung sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit yang memberikan informasi mengenai kondisi sel darah dan produksi sumsum tulang. Hasil tes darah lengkap dapat membantu diagnosis penyakit seperti anemia dan infeksi.
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis leukosit beserta penjelasan mengenai hitungan dan penyebab peningkatan atau penurunan jumlah masing-masing jenis leukosit."
Teks tersebut memberikan informasi tentang pemeriksaan hemoglobin fetus (Hb F) dengan 3 metode utama, yaitu:
1) Metode Betke yang mengukur Hb F berdasarkan resistensinya terhadap alkali, 2) Metode Jonxis dan Visser yang mengukur Hb F dengan menambahkan ammonium hidroksida, 3) Metode acid elution test untuk mengukur distribusi Hb F di dalam sel darah merah. Teks tersebut juga menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan Hb
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip dan metode pemeriksaan parameter hematologi seperti hemoglobin, hitung jumlah sel darah, laju endap darah, dan hematokrit menggunakan berbagai alat dan reagen. Dokumen ini juga menjelaskan rujukan nilai normal hasil pemeriksaan parameter hematologi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
[Ringkasan]
1. Dokumen ini membahas tentang C-Reactive Protein sebagai petanda inflamasi dan hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler.
2. CRP merupakan protein fase akut yang diproduksi hati dan berperan sebagai mediator inflamasi.
3. Kadar CRP dapat digunakan untuk memprediksi risiko penyakit kardiovaskuler pada orang sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan feses sebagai salah satu parameter penting untuk membantu diagnosis penyakit sistem pencernaan dan menyelidiki penyakit secara mendalam. Ia menjelaskan pengertian feses, komposisi feses normal maupun patologis, teknik pengumpulan dan pengawetan sampel feses, jenis-jenis pemeriksaan feses, serta manfaat dan keterbatasan hasil pemeriksaan feses.
1. Sistem komplemen adalah kumpulan protein plasma yang berperan melengkapi sistem pertahanan tubuh dengan mengikat, mengaktifkan, dan membentuk kompleks pada permukaan patogen untuk difagositosis atau dilisisi.
2. Terdiri dari 9 komponen utama (C1-C9) yang dapat diaktifkan lewat jalur klasik, alternatif, atau lektin untuk memicu respons inflamasi dan membentuk kompleks serangan membran.
3. Berperan dalam op
Pemeriksaan Lab sebagia indikator sepsis dan syok septikMuhamadFandi
Dokumen tersebut membahas mengenai berbagai pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk sepsis dan syok septik. Beberapa biomarker yang dijelaskan meliputi produk bakteri seperti hasil kultur darah dan deteksi patogen dengan metode PCR atau MALDI-TOF MS, protein fase akut seperti CRP dan prokalsitonin, serta hipoperfusi jaringan, mediator koagulasi, permukaan sel, dan sitokin. Dokumen ini menjel
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletalSyscha Lumempouw
Dokumen tersebut merangkum beberapa materi praktikum mikrobiologi tentang sistem muskuloskeletal, meliputi identifikasi dan uji beberapa jenis bakteri patogen seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Mycobacterium tuberculosis, dan Pseudomonas aeroginosa.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi secara kronis. Faktor reumatoid (RF) adalah antibodi yang bereaksi dengan IgG dan uji RF dilakukan dengan metode aglutinasi lateks. Berdasarkan pemeriksaan, sampel pasien tidak mengandung RF.
Metode kolorimetri untuk mengukur kadar hemoglobin darah meliputi metode hematin asam, hematin alkali, cyanmethemoglobin, oksihemoglobin, dan SLS-hemoglobin. Metode-metode tersebut berbeda dalam prinsip reaksi pembentukan derivat hemoglobin yang berwarna untuk diukur absorbsinya.
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik kongenital yang disebabkan oleh mutasi gen yang mengakibatkan kekurangan produksi rantai globin hemoglobin. Terdapat berbagai jenis thalasemia seperti thalasemia beta, alfa, dan intermedia yang memiliki gejala klinis bervariasi dari ringan hingga berat yang membutuhkan transfusi darah secara teratur. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan darah lengkap, elektroforesis hemoglobin, dan analisis
Tes darah lengkap merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis dan memantau penyakit. Pemeriksaan ini meliputi hitung sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit yang memberikan informasi mengenai kondisi sel darah dan produksi sumsum tulang. Hasil tes darah lengkap dapat membantu diagnosis penyakit seperti anemia dan infeksi.
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis leukosit beserta penjelasan mengenai hitungan dan penyebab peningkatan atau penurunan jumlah masing-masing jenis leukosit."
Teks tersebut memberikan informasi tentang pemeriksaan hemoglobin fetus (Hb F) dengan 3 metode utama, yaitu:
1) Metode Betke yang mengukur Hb F berdasarkan resistensinya terhadap alkali, 2) Metode Jonxis dan Visser yang mengukur Hb F dengan menambahkan ammonium hidroksida, 3) Metode acid elution test untuk mengukur distribusi Hb F di dalam sel darah merah. Teks tersebut juga menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan Hb
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip dan metode pemeriksaan parameter hematologi seperti hemoglobin, hitung jumlah sel darah, laju endap darah, dan hematokrit menggunakan berbagai alat dan reagen. Dokumen ini juga menjelaskan rujukan nilai normal hasil pemeriksaan parameter hematologi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
[Ringkasan]
1. Dokumen ini membahas tentang C-Reactive Protein sebagai petanda inflamasi dan hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler.
2. CRP merupakan protein fase akut yang diproduksi hati dan berperan sebagai mediator inflamasi.
3. Kadar CRP dapat digunakan untuk memprediksi risiko penyakit kardiovaskuler pada orang sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan feses sebagai salah satu parameter penting untuk membantu diagnosis penyakit sistem pencernaan dan menyelidiki penyakit secara mendalam. Ia menjelaskan pengertian feses, komposisi feses normal maupun patologis, teknik pengumpulan dan pengawetan sampel feses, jenis-jenis pemeriksaan feses, serta manfaat dan keterbatasan hasil pemeriksaan feses.
1. Sistem komplemen adalah kumpulan protein plasma yang berperan melengkapi sistem pertahanan tubuh dengan mengikat, mengaktifkan, dan membentuk kompleks pada permukaan patogen untuk difagositosis atau dilisisi.
2. Terdiri dari 9 komponen utama (C1-C9) yang dapat diaktifkan lewat jalur klasik, alternatif, atau lektin untuk memicu respons inflamasi dan membentuk kompleks serangan membran.
3. Berperan dalam op
Pemeriksaan Lab sebagia indikator sepsis dan syok septikMuhamadFandi
Dokumen tersebut membahas mengenai berbagai pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk sepsis dan syok septik. Beberapa biomarker yang dijelaskan meliputi produk bakteri seperti hasil kultur darah dan deteksi patogen dengan metode PCR atau MALDI-TOF MS, protein fase akut seperti CRP dan prokalsitonin, serta hipoperfusi jaringan, mediator koagulasi, permukaan sel, dan sitokin. Dokumen ini menjel
Pasien laki-laki berusia 54 tahun dirawat karena sepsis pneumokokus yang menyebabkan cedera tubular akut. Dopamin dosis rendah telah terbukti meningkatkan outcome terkait dengan cedera tubular akut.
C-Reactive Protein (CRP) merupakan indikator yang sensitif terhadap infeksi, peradangan dan kerusakan jaringan. Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar CRP meningkat pada kasus appendisitis akut dan semakin tinggi sesuai dengan keparahan penyakit. CRP memiliki sensitivitas 61% dan spesifitas 100% untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut.
Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan pada gusi berdasarkan peningkatan neutrofil segmented dan trombosit, serta keluhan perdarahan saat menyikat gigi. PT memanjang mengindikasikan gangguan faktor pembekuan darah atau defisiensi vitamin K. Diagnosa lebih lanjut diperlukan untuk menentukan penyebab pasti dan pengobatan yang tepat.
Assalamualaikum, Pada kali ini saya akan menshare materi mengenai mata pelajaran yang diperlajari dibidang kesehatan TLM salah satunya ialah Kimia Klinik II. Materi berupa Enzim pada organ Hati. Dijelaskan tidak hanya mengenai macam-macam enzim pada organ hati tapi juga bagian dan letak dari organ tersebut.
Jikalau informasi ini penting, boleh dilike, comment dan share ke teman teman lainnya. Terima kasih...
Sistemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistemik kronik yang ditandai dengan terbentuknya berbagai antibodi yang menimbulkan kerusakan organ melalui reaksi inflamasi. Gejala SLE sangat bervariasi mulai dari ringan hingga berat yang menyerang organ vital seperti ginjal, otak, dan paru. Diagnosis SLE mengacu pada kriteria ACR 1997 dengan keharusan memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria klinis dan labor
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronik di mana antibodi badan menyerang jaringan seseorang. Gejalanya termasuk sakit sendi, kelesuan, dan ruam kulit. Ia boleh melibatkan organ seperti jantung, paru-paru, dan buah pinggang. Diagnosis bergantung pada kriteria American College of Rheumatology.
Sindroma antifosfolipid adalah penyakit otoimun yang ditandai adanya antibodi antifosfolipid dan sedikitnya 1 manifestasi klinis seperti trombosis atau abortus berulang. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis meliputi tes antibodi anticardiolipin, antibodi anti-β2 glycoprotein 1, lupus antikoagulan, dan tes koagulasi seperti aPTT, DRVVT, dan PT."
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat gangguan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. Diagnosis dan pengobatan yang tepat seperti pemberian antibiotik dini dan resusitasi cairan dapat menurunkan angka kematian pasien sepsis.
Teks ini membahas tentang pengujian antibodi antinuklir (ANA) pada penyakit sistemik lupus eritematosus (SLE). Metode pengujian ANA meliputi pemeriksaan imunofluoresensi pada sel Hep-2, tes ELISA, dan tes strip Euroline. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis dan memantau SLE karena keberadaan ANA dapat menunjukkan aktivitas penyakit.
The document discusses flow cytometry and its clinical application in monitoring CD4 T lymphocyte counts. Flow cytometry works by passing fluorescent-labeled cells in a fluid stream through a laser which causes fluorescence. Detectors then measure the cells' light scattering and fluorescence properties to characterize the cells and identify subsets. The document provides details on using the BD FACSCalibur flow cytometer to measure CD4 counts via two-color staining and gating on T lymphocyte populations. Normal CD4 values in adults and children are listed.
The document discusses viral load testing using NASBA (Nucleic Acid Sequence-Based Amplification) technology. It describes the NASBA process which uses 3 enzymes to amplify viral RNA or DNA in one temperature. The document provides examples of using NASBA to test viral load in HIV samples and discusses the benefits of NASBA including its high throughput, minimal hands-on time, and ability to detect down to 10-10^7 copies/ml.
This document summarizes methods for quantitatively determining serum immunoglobulin A (IgA) concentration, including radial immunodiffusion (RID), nephelometry, and enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). RID involves measuring the diameter of precipitation rings formed between serum IgA and antibody-containing agar. Nephelometry measures light scatter from immune complexes formed between serum IgA and anti-IgA antiserum. ELISA uses a capture antibody to bind serum IgA and a labeled secondary antibody for detection. ELISA provides the best sensitivity while nephelometry is most commonly used in clinical labs due to its rapid automation capabilities. Normal IgA levels, deficiencies, and causes of high values are also
Teks ini membahas tentang elektroforesis kapiler menggunakan alat Minicap untuk memisahkan molekul seperti protein, lipoprotein, isoenzim, dan hemoglobin. Metode ini bekerja dengan memisahkan molekul berdasarkan kecepatan elektroforesisnya dalam tabung kapiler dengan diameter 100 μm yang dipengaruhi pH elektrolit dan aliran elektroosmosis. Teks ini juga menjelaskan prosedur dan komponen elektroforesis protein, hemoglobin, dan immunotyping
This document discusses thyroid hormone tests (T3, T4, TSH, fT4) and their principles, procedures, and clinical significance. It describes the hormones T3 and T4, how they are regulated by the hypothalamus-pituitary-thyroid axis, and common thyroid disorders like hypothyroidism and hyperthyroidism. It provides details on specific assays for the hormones, including radioimmunoassay, immunoradiometric assay, enzyme immunoassay, and electrochemiluminescent assay. Reference ranges and clinical implications of test results are also covered.
1. Western Blot dan RIBA merupakan tes konfirmasi untuk infeksi HIV yang mendeteksi antibodi terhadap protein inti, polimerase, dan envelope virus HIV.
2. Terdapat perbedaan antara Western Blot dan RIBA dalam hal protein yang digunakan sebagai antigen.
3. Hasil tes dapat negatif palsu, indeterminate, atau positif tergantung pola protein HIV yang terdeteksi.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan kadar antigen CA 125 dengan metode ELISA untuk skrining, diagnosis, pemantauan terapi, dan prognosis kanker ovarium. Metode ELISA digunakan karena ekonomis dan sensitivitas yang tinggi. Kadar CA 125 yang meningkat dapat menandakan adanya kanker ovarium.
Tinjauan pustaka mengenai trombositopenia pada demam berdarah dengue membahas mekanisme penyebabnya yaitu supresi sumsum tulang, aktivasi dan destruksi trombosit oleh virus, serta disfungsi trombosit. Pemeriksaan jumlah trombosit penting untuk diagnosis dan pemantauan, dapat dilakukan secara manual maupun otomatis. Terapi trombositopenia meliputi transfusi trombosit dalam kondisi tertentu.
Thrombelastography (TEG) adalah tes koagulasi yang dilakukan di samping pasien untuk mengukur berbagai parameter koagulasi dalam 30 menit. TEG dapat digunakan untuk memantau koagulasi pada operasi jantung dan transplantasi hati serta mendeteksi gangguan koagulasi pada pasien trauma.
Tinjauan pustaka ini membahas patogenesis, diagnosis, dan klasifikasi paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH). PNH disebabkan oleh mutasi gen PIG-A yang mengakibatkan defisiensi protein yang terikat pada permukaan sel seperti DAF dan CD59. Ini menyebabkan aktivasi komplemen yang berlebihan dan hemolisis. Diagnosis didasarkan pada tes komplemen seperti sucrose lysis test dan flow sitometri untuk mengukur defisiensi CD55 dan CD59. PNH dik
Dokumen tersebut membahas sindrom mielodisplastik yang merupakan kelompok penyakit neoplastik pada sel induk hemopoietik yang ditandai oleh kegagalan sumsum tulang dan kelainan sel darah. Dibahas pula patogenesis, diagnosis, klasifikasi, dan prognosis sindrom mielodisplastik menurut WHO dan terapi yang diberikan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prosedur hitung jenis lekosit secara manual dan otomatis. Secara manual melibatkan pembuatan hapusan darah, pewarnaan, dan perhitungan secara visual di bawah mikroskop. Secara otomatis menggunakan berbagai metode seperti impedansi, scatter cahaya, dan fluoresensi untuk menghitung dan membedakan jenis lekosit dengan lebih cepat dan akurat. Kedua metode memiliki kelebi
Dokumen tersebut memberikan ringkasan singkat tentang pemeriksaan Prothrombin Time (PTT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) secara otomatis. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi koagulasi melalui jalur ekstrinsik, intrinsik, dan bersama dengan mengukur waktu pembekuan plasma menggunakan metode cahaya tersebar.
1. Tinjauan Pustaka Imunologi
HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN
ASPEK LABORATORIS DAN KLINIS
Oleh:
dr.I Nyoman Wande
Pembimbing:
dr. Endang Retnowati, MS., SpPK(K)
1
2. PENDAHULUAN
• Inflamasi akut dicetuskan oleh infeksi,
alergen dan trauma
• Inflamasi kronik berasal dari hasil
perkembangan respon inflamasi akut
atau primer.
• Inflamasi kronis berperan utama
terjadinya aterosklerosis
2
3. C- reactive protein (CRP):
• Reaktan fase akut yang konsentrasinya
meningkat dalam respon berbagai
stimulasi radang.
• Ditemukan dalam semua cairan tubuh
(kadar di bawah atau sama dengan 1
mg/L).
3
4. • CRP dan hs-CRP keduanya adalah uji untuk
mengukur molekul yang sama di dalam darah.
• High sensitive C-Reactive Protein (hs-CRP):
uji untuk menentukan risiko penyakit
kardiovaskuler pada orang sehat dengan kadar <
10 mg/L.
• CRP untuk pasien dengan infeksi/
peradangan disebabkan virus, bakteri atau
pasien dengan penyakit inflamasi dengan kadar
CRP > 10 mg/L.
4
5. Hs-CRP
• Hs-CRP CRP ditemukan tahun 1930
oleh Tillet dan Francis.
• Nama tersebut berdasarkan pada
observasi serum dari pasien yang baru
sembuh dari infeksi pneumococcal
• C-presipitin C-reactive protein
5
6. Struktur CRP
• Keluarga pentraksin
• protein pengikat berbagai molekul fosforilkolin
dengan bantuan kalsium.
• BM 118-144 kD
• lima subunit polipeptida (masing-masing ± 23
kD terdiri dari 206 residu asam amino)
• Gen yang bertanggung jawab terdapat pada
kromosom 1.
6
8. Fisiologi dan biokimia CRP
• CRP disintesis t.u. oleh hepatosit dan
sebagian kecil di ekstra hepatik
• Sintesis ekstrahepatik: neuron, otot polos
arteri, tubulus ginjal, jaringan adipose,
makrofag alveolar, monosit dan limfosit.
• Rangsangan sitokin: interleukin-6 (IL-6), IL-
1β dan Tumor necrosing factor-α (TNF-α).
Kecepatan normal sintesis: 1-10 mg/hari.
8
9. • Respon fase akut produksi CRP > 100 kali
lipat dalam sirkulasi sebanyak 1000 kali
lipat dari kadar base line
• Kembali ke konsentrasi awal dalam waktu 7
sampai 12 hari.
• Waktu paruh biologis CRP dalam plasma
kira-kira 19 jam.
• Peningkatan sintesis CRP akan
meningkatkan viskositas plasma laju endap
darah meningkat.
9
10. Fungsi biologis CRP:
• Mengikat bahan eksogen dan endogen
membuang dari darah dan jaringan dengan
opsonisasi,
• Mengaktivasi jalur komplemen klasik,
• Mengaktivasi makrofag limpa, mengikat limfosit
T, limfosit B dan null, membran sel neutrofil,
• peran penting dalam opsonisasi, fagositosis dan
sitotoksisitas yang diperantarai sel.
10
11. Inflamasi kronik dan aterosklerosis
• Inflamasi kronis berperan utama peristiwa
aterosklerosis berhubungan dengan seluruh
tahapan aterosklerosis dan kejadian penyakit
kardiovaskuler
• Awal aterogenesis adalah aktivasi endotel
yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko.
• Dasar proses aterosklerosis: inflamasi
proliferatif kerusakan jaringan.
11
12. Tahap paling awal aterosklerosis:
• Monosit menempel pada sel endotel
• Sel inflamasi memproduksi sitokin: IL-1, TNF-α,
IFN-γ, IL-2, IL-4, IL-6, IL-10, M-CSF. CRP.
• Monosit berdiferensiasi menjadi makrofag
menangkap fosfolipid sel foam (busa).
• Adanya sitokin, matrix metalloproteinase,
reactive oxigen dan faktor jaringan
melemahkan kerja lapisan fibrous kolagen
ruptur plak trombus aterosklerosis.
12
13. CRP sebagai mediator aterosklerosis
• Penurunan stabilitas CRP pentamer CRP
pentamer menjadi CRP monomer.
• CRP monomer berikatan dengan membran sel
pembuluh darah meningkatkan aktivasi sel
endotel endotelin-1 dan IL-6 meningkatkan
regulasi molekul adesi seperti intracellular
adhesion molecule-1, vascular cell adhesion
molecule-1 dan E-selectin, monocyte
chemotactic protein-1.
• CRP memfasilitasi apoptosis sel endotel dan
menghambat angiogenesis.
13
14. Gambar 2. Peran monomer CRP sebagai mediator aterosklerosis.
14
15. Gambar 3. CRP pada konsentrasi yang diketahui dapat memprediksi penyakit kardiovaskuler,
secara langsung berinteraksi dengan sel otot polos pembuluh darah yang meningkatkan
angiotensin type 1 receptors (AT1-Rs)
15
16. Hubungan antara hs-CRP dan sindroma metabolik
• CRP > 3 mg/L: risiko diabetes melitus 4-6 kali
lebih tinggi.
• Sindroma metabolik peningkatan leptin,
insulin, PAI-I dan penurunan adiponectin
• Hiperleptinemia asam lemak bebas (FFA)
glukoneogenesis dan peningkatan
fibrinogen, LDL, Apo B, trigliserida dan CRP.
16
17. Protein fase akut sebagai petanda inflamasi
• Kadarnya meningkat: CRP, Glikoprotein,
alpha 1 antitripsin, amiloid serum A,
haptoglobin, fibrinogen dan MBL (Mannan
Binding Lectin).
• Protein fase akut yang kadarnya menurun:
properdin dan albumin.
• CRP lebih sensitif sebagai petanda inflamasi
karena protein fase akut lain dibentuk jauh
lebih lambat.
17
18. Gambar 4. Protein fase akut yang diproduksi di hepar (Anonim, 2003)
18
19. ASPEK LABORATORIUM hs-CRP
Spesimen pemeriksaan:
• Darah vena serum, plasma heparin atau
EDTA.
• Pengambilan sampel darah tidak perlu
puasa.
• Hs-CRP mempunyai variasi biologis karena
berhubungan dengan inflamasi.
19
20. Tabel 1. Karakteristik dan kondisi pasien dihubungkan dengan peningkatan atau
penurunan kadar hs-CRP. (Pearson et al, 2003)
Increased levels Decreased levels
Elevated blood pressure Moderate alcohol consumption
Elevated body mass index Increased activity/ endurance
Cigarette smoking exercise
Metabolic syndrome/ diabetes mellitus Weight loss
Low HDL/ high triglycerides Medications:
Estrogen/progestogen hormone use Statins
Chronic infections (gingivitis, Fibrates
bronchitis) Niacin
Chronic inflammation (rheumatoid
arthritis)
20
21. Stabilitas penyimpanan
• Suhu 20-250C stabil selama 3 hari
• suhu 2-80C 8 hari
• suhu –200C 3 tahun
• jangka waktu lebih lama disimpan pada
suhu –700C
21
22. Pemeriksaan hs-CRP
• Metode awal yang dipakai adalah ELISA
• Uji metode kuantitatif hs-CRP:
• imunonefelometri
• imunoturbidimetri
• luminescent immunoassay
22
23. Imunonefelometri:
• Partikel polystyrene yang dilapisi antibodi
monoklonal terhadap CRP
• sampel diencerkan 20 kali lipat secara otomatis
• Dicampur dengan sampel yang mengandung
CRP teraglutinasi.
• Intensitas cahaya diukur dengan nefelometer
• Distandarisasi dengan CRM 470.
• Uji hs-CRP yang disetujui oleh FDA adalah
metode imunonefelometri dari Dade Behring
(kepekaan tinggi yaitu 0,15 mg/dL)
23
24. Interpretasi pemeriksaan hs-CRP
• CDC (Centers for Disease Control and
Prevention): nilai rujukan untuk orang sehat
adalah 0,08-3,1 mg/L
• Rifai dan Ridker mengajukan interpretasi hasil
pemeriksaan hs-CRP berdasarkan pada kuintil
risiko menggunakan algoritma penilaian risiko
berdasarkan pada serial lima titik potong klinis
untuk hs-CRP.
24
26. Octene dan kawan-kawan mempergunakan
kuartil:
• Kuartil 1: dengan nilai ≤ 0,5 mg/L
• Kuartil 2: dengan nilai 0,51-0,99 mg/L
• Kuartil 3: dengan nilai 1,00-1,99 mg/L
• Kuartil 4: dengan nilai 2,0-15,0 mg/L.
26
27. • Maret 2002 workshop American Heart Association
(AHA) dan Centers for Disease Control (CDC) hs-
CRP sebagai petanda inflamasi
Tabel 2. Classification of Recommendation and levels of Evidence. (Beibly, 2003)
Classification of Recommendation Levels of Evidence
Class I Levels of Evidence A
The procedure should be performed The data is derived from multiple
randomized clinical trials
Class IIa Levels of Evidence B
There is conflicting evidence and or The data is derived from single
Opinion: weight in favor of usefulness randomized trial or non-randomized
studies
Class IIb Levels of Evidence C
There is conflicting evidence and or The data derived from consensus
Opinion: usefulness is less well estabished Opinion of experts
Class III
The procedure should not be performed
27
28. Ada 3 rekomendasi yang dihasilkan pada
pertemuan tersebut, yaitu:
A.Rekomendasi untuk Population
Science
B.Rekomendasi untuk praktek klinisi
C.Rekomendasi untuk pemeriksaan
laboratorium
28
29. Rekomendasi untuk pemeriksaan laboratorium:
1. Hs-CRP mempunyai karakteristik analit dan
pemeriksaan yang baik
2. pengukuran hs-CRP harus dilakukan 2 kali.
Jika kadar hs-CRP > 10 mg/L, pemeriksaan
harus diulang
3. kadar hs-CRP, dikategorikan:
hs-CRP (mg/L) Kategori risiko relatif
< 1,0 rendah
1,0-3,0 rata-rata/sedang
3,1-10,0 tinggi
> 10,0 keradangan non-kardiovaskuler
4. hasil hs-CRP harus dinyatakan dalam mg/L
29
30. ASPEK KLINIS hs-CRP
Nilai hs-CRP pada laki-laki dan perempuan
sehat untuk memprediksi:
• risiko serangan jantung,
• stroke,
• kematian jantung mendadak,
• penyakit pembuluh darah perifer
• meramalkan serangan jantung ulang
• meramalkan pasien pada tahap akut dari suatu
serangan jantung.
30
31. Studi yang mendukung hs-CRP indikator
prognostik sindroma koroner akut:
• Liuzzo et al: Angina berat tipe unstable tanpa
nekrosis miokard, hs-CRP > 3 mg/L
peningkatan angka kejadian angina berulang,
revaskularisasi koroner, infark miokard dan
kematian kardiovaskuler, rawat inap ulang akibat
unstable angina dan infark miokard.
• Winter: hs-CRP > 5 mg/L + elevasi non-ST pada
sindroma koroner akut (SKA) peningkatan
kejadian penyakit jantung dalam waktu 6 bulan.
31
32. Studi yang mendukung hs-CRP prediktor penyakit
koroner pada penderita yang sebelumnya
terdiagnosis penyakit koroner:
• ECAT (European Concerted Action on Throbosis
and Disabilities): pasien stable angina dan
unstable angina kenaikan hs-CRP dikaitkan
dengan kenaikan risiko relatif sebesar 45% pada
infark miokard dan kematian akibat penyakit
jantung mendadak 95%.
• CARE (Cholesterol and Recurrent Events):
Konsentrasi hs-CRP pada kuintil tertinggi 80%
kemungkinan untuk terkena penyakit koroner
kurun waktu 5 tahun.
32
33. Studi yang mendukung hs-CRP prediktor penyakit
koroner akut untuk pertama kali:
• MRFIT (Multiple Risk Factors Intervention Trial):
hubungan positif antara CRP dan kematian akibat PJK.
• PHS (Physicians’ Health Study): hs-CRP kuartil tertinggi
memiliki 2x risiko stroke, 3x risiko infark miokard, 4x risiko
PVD.
• CHS (Cardiovascular Health Study) dan RHPP (Rural
Health Promotion Project): hubungan positif antara hs-
CRP dengan kematian penyakit jantung koroner
• WHS (Women Health Study): hs-CRP adalah prediktor
terkuat penyakit kardiovaskuler wanita.
• Helsinki Heart Study: kuartil tertinggi hs-CRP risiko 3x
lebih tinggi akan serangan infark miokard
33
34. Hs-CRP dan petanda penyakit
kardiovaskuler lain
Gambar 5. Hs- CRP meningkatkan prediksi risiko pada semua level kadar LDL-C.
34
35. Gambar 6. Event-Free Survival Cardiovascular yang didasarkan pada hs-CRP
dikombinasikan dengan LDL-C
35
36. RINGKASAN
• Hs-CRP merupakan indikator inflamasi yang
berperan dalam terjadinya aterogenesis.
• Beberapa studi telah memberikan bukti:
peningkatan hs-CRP dalam kisaran normal
adalah berkaitan dengan risiko penyakit
kardiovaskuler
• AHA dan CDC pemeriksaan hs-CRP
dimasukkan dalam 3 kelompok: risiko rendah
(< 1,0 mg/L) risiko sedang (1,0-3,0 mg/L) dan
risiko tinggi (>3,0 mg/L).
36
37. • Metode pemeriksaan hs-CRP yang disetujui
oleh FDA adalah metode imunonefelometri
dari Dade Behring.
• Pemeriksaan hs-CRP tidak menggantikan
melainkan harus ditambahkan pada evaluasi
terhadap profil lipid
37
39. • Inflamasi: mekanisme proteksi yang
terbatas terhadap trauma atau invasi
mikroba
• Diperlukan tubuh untuk mempertahankan
diri dari berbagai bahaya
• ditandai oleh perpindahan cairan, protein
plasma dan lekosit dari sirkulasi ke jaringan
sebagai respon terhadap bahaya
39
40. Inflamasi akut
• Dicetuskan oleh trauma, infeksi, alergen
dan otoimun.
• Ditandai oleh penglepasan mediator sel
mast setempat, aktivasi komplemen, sistem
koagulasi, sel-sel inflamasi dan sel endotel
efek sistemik seperti panas, netrofilia
dan protein fase akut seperti CRP
40
41. • Tracy dan Campbell menyebutkan bahwa banyak
individu yang akan dikelompokkan dalam kuintil risiko
berbeda jika hs-CRP diukur beberapa kali
Gambar 4. Rentang observasi masing-masing pasien pada skala
konsentrasi yang sama dengan cutoffs kuantil
41
57. Immunoturbidity assay
• Merupakan cara penentuan CRP secara
kuantitatif
• Prinsip:
antibodi anti CRP bereaksi dengan
antigen pada sampel membentuk komplek
Ag-Ab. Setelah terjadi aglutinasi
(kekeruhan/turbidity) sampel diukur secara
turbidometrik
57
58. Luminescent Immunoassay
• Ab atau Ag diikatkan atau dikonjugasikan pada
bahan luminescent
• Konjugat tersebut kemudian direaksikan
dengan lawan imunnya yang tidak diketahui
• Hasil reaksi tersebut selanjutnya diukur
dengan luminometer.
58
59. • Pada fluorescens energi
pembangkitnya adalah cahaya
• Pada luminesens energi tersebut
dibangkitkan oleh suatu reaksi kimiawi.
• Dibagi menjadi 2 kelompok;
• BIOLUMINESENS
• KEMILUMINESENS
• Prinsip dasar LIA maupun
Immunoluminometric assay (ILMA)
hampir sama dengan uji IFA atau RIA
dan IRMA.
59
60. • Matrik metaloprotein yaitu:
protein yang memiliki satu atau lebih ion
logam yang terikat erat membentuk
bagian strukturnya.
60