SlideShare a Scribd company logo
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




KATA PENGANTAR

        Penelitian ini menyangkut “Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status
Pemanfaatan Terumbu Karang” yang dilakukan di Provinsi Gorontalo, baik di pantai utara
(Laut Sulawesi) maupun yang ada di pantai selatan (Teluk Tomini).                 Untuk
menyelamatkan dan lebih memberdayakan potensi sumberdaya terumbu karang yang
demikian besar secara optimal dan berkesinambungan, dibutuhkan data aktual tentang
potensi dan kondisi sumberdaya ekosistem tersebut. Data tentang potensi dan kondisi
ekosistem terumbu karang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dan
didukung oleh data penginderaan jauh berupa citra satelit. Masih banyaknya daerah di
Indonesia, termasuk Gorontalo, yang belum mengetahui secara lebih detail tentang
kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya terutama disebabkan oleh lemahnya
SDM yang dapat melakukan penelitian bawah laut yang relatif sulit ini.
        Hasil penelitian ini merupakan upaya maksimal yang dilakukan atas kerjasama
Divisi Kelautan Universitas Hasanuddin dengan Badan Penelitian, Pengembangan, dan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BALITBANGPEDALDA) Provinsi Gorontalo. Kami
berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat, terutama bagi pihak-pihak terkait yang
berkompeten agar sumberdaya yang sangat berharga ini dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.
        Akhirnya kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah banyak membantu, terutama Ibu Kepala Balitbangpedalda Provinsi
Gorontalo yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian ini.
Ucapan yang sama kami ucapkan kepada segenap karyawan Balitbangpedalda dan
semua pihak yang telah berperan serta dalam mensukseskan kegiatan penelitian ini.


                                                           Gorontalo, Oktober 2004




                                                           Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.
                                                           Ketua Peneliti




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 1-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




                                      Ucapan Terimakasih

        Provinsi Gorontalo yang memiliki program Etalase Perikanan dan Kelautan, mutlak
membutuhkan informasi yang lebih detail dan komprehensif tentang kondisi dan potensi
ekosistem terumbu karangnya, terutama dalam menyusun program yang lebih strategis
dalam pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan potensi sumberdaya terumbu
karang di daerah ini. Oleh karena itu, Badan Penelitian, Pengembangan, dan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Balitbangpedalda) Provinsi Gorontalo menggalang
kerjasama dengan Divisi Kelautan Universitas Hasanuddin untuk melakukan penelitian
menyangkut “Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang”
yang dilakukan di Provinsi Gorontalo, baik di pantai utara (Laut Sulawesi) maupun yang
ada di pantai selatan (Teluk Tomini).
        Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
kesuksesan kegiatan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah pengelolaan ekosistem terumbu karang,
baik instansi pemerintah maupun pihak-pihak lainnya seperti LSM, pengusaaha, dan lain-
lain.



                                                           Gorontalo, Oktober 2004




                                                     Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS
                                                     Kepala Balitbangpedalda Gorontalo




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 2-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




1     PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

        Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah 12.215,44 km2 merupakan provinsi baru
yang merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara. Konsekuensi dan
sekaligus tantangan dari kebijakan ini terutama di era otonomi daerah adalah bagaimana
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu,
pemerintah daerah Provinsi Gorontalo menetapkan tiga program unggulan yakni
pengembangan SDM, pengembangan Agropolitan dan program Etalase Perikanan dan
Kelautan.
        Berdasarkan Laporan PKSPL-IPB (2000), dan sumber-sumber lain (unpub.), serta
Jompa (2003), Perairan Provinsi Gorontalo, baik yang berbatasan dengan Laut Sulawesi
maupun di Teluk Tomini kemungkinan mempunyai potensi keragaman jenis biota laut
yang tinggi terutama pada ekosistem terumbu karang. Walaupun penelitian secara detail
tentang ekosistem terumbu karang belum tersedia di Provinsi Gorontalo, perlu disadari
bahwa terumbu karang pada umumnya merupakan ekosistem yang kompleks yang
memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi yang terdapat di daerah perairan dangkal
seluruh perairan tropis dimana ekosistem ini mendukung perikanan produktif dan
menyediakan sumber protein penting (English, et al., 1997).
        Tekanan terhadap ekosistem terumbu karang bukan hanya bersumber dari
semakin maraknya penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti pengeboman dan
penggunaan bius, melainkan juga seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan di
wilayah pesisir sebagai daerah industri, pemukiman, pelabuhan, pertanian dan akuakultur
yang menyebabkan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang semakin
meningkat.
        Untuk menyelamatkan dan lebih memberdayakan potensi sumberdaya terumbu
karang yang demikian besar secara optimal dan berkesinambungan, dibutuhkan data
aktual tentang potensi dan kondisi sumberdaya ekosistem tersebut. Data tentang potensi
dan kondisi ekosistem terumbu karang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di
lapangan dan didukung oleh data penginderaan jauh berupa citra satelit. Masih banyaknya
daerah di Indonesia, termasuk Gorontalo, yang belum mengetahui secara lebih detail
tentang kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya terutama disebabkan oleh
lemahnya SDM yang dapat melakukan penelitian bawah laut yang relatif sulit ini.
        Provinsi Gorontalo yang memiliki program Etalase Perikanan dan Kelautan, mutlak
membutuhkan informasi yang lebih detail dan komprehensif tentang kondisi dan potensi
ekosistem terumbu karangnya, terutama dalam menyusun program yang lebih strategis
dalam pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan potensi sumberdaya terumbu
karang di daerah ini.

1.2   Perumusan Masalah

      Adapun yang menjadi masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
   1. Bagaimana gambaran kondisi ekosistem terumbu karang di Provinsi Gorontalo,
      terutama tingkat penutupan jenis karang keras yang masih hidup (live cover)?


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 3-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




      2. Bagaimana tingkat biodiversity dan kelimpahan organisme ekonomis penting
         seperti ikan, moluska, dan krustasea pada ekosistem terumbu karang di
         Gorontalo?
      3. Bagaimana gambaran distribusi spasial (thematik) berbagai kelompok organisme
         bentik pada ekosistem terumbu karang (terutama karang, alga makro, ikan,
         moluska, dll)?
      4. Dari ketersediaan data tersebut, sejauh mana tingkat eksploitasi ekosistem
         terumbu karang yang ada di perairan Provinsi Gorontalo?


1.3     Tujuan Penelitian

        1. Menganalisa kondisi dan potensi ekosistem terumbu karang melalui analisis
           citra satelit dan penelitian di lapangan. Hal ini mencakup tingkat penutupan
           karang hidup/mati, keanekaragaman karang Scleractinia, makro alga, ikan-ikan
           karang, serta biota asosiasi yang bernilai ekonomis penting.
        2. Menghasilkan peta potensi dan kondisi ekosistem terumbu karang yang
           menggambarkan kondisi ekologis terumbu karang secara spatial dengan
           menggunakan SIG.
        3. Menganalisa tingkat pemanfaatan sumberdaya hayati terumbu karang secara
           umum di perairan Provinsi Gorontalo

1.4     Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
    1. Tersedianya informasi mengenai kondisi dan potensi ekosistem terumbu karang
       yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi kebijakan pengelolaan
       ekosistem tersebut, misalnya dasar pembuatan perda pengelolaan terumbu karang
       baik bagi provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota
    2. Tersedianya peta sebaran ekologis pada ekosistem terumbu karang tersebut secara
       lebih komprehensif, yang memuat berbagai aspek penting tentang kondisi, potensi
       dan dinamika ekosistem terumbu karang.
    3. Informasi tentang potensi ekosistem ini juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan
       dan promosi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya dalam
       pemanfaatan sumberdaya terumbu karang, baik untuk sektor perikanan maupun
       untuk sektor lainnya seperti pariwisata, dll.
    4. Sebagai acuan dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan pengelolaan
       wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan agar sumberdaya dapat
       dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

2     METODE PENELITIAN

2.1     Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah dimana ekosistem terumbu karang
berkembang, terutama di sekitar pulau-pulau kecil. Hal ini ditentukan berdasarkan hasil
analisa awal dengan menggunakan data Citra Satelit dan data sekunder yang ada.



Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 4-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan rona awal dan
peruntukannya (mis. untuk perlindungan, pariwisata, atau perikanan demersal)

2.2     Jangka Waktu dan Jenis Kegiatan


       Keseluruhan rangkaian kegiatan ini dilaksanakan dalam kurun waktu sekitar 4
bulan, dari bulan Mei hingga Agustus 2004, dengan tahapan kegiatan dimulai dengan
persiapan, survei awal, pengumpulan dan analisa data, diskusi-diskusi, pemetaan,
lokakarya dan pembuatan laporan akhir.
       Sumber data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder
dikumpulkan melalui studi pustaka tentang penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
di Gorontalo, dan penggunaan analisa dari image Landsat-TM. Data primer dikumpulkan
melalui metode survei seperti teknik Landsat image (Claseen dan Pirazzoli, 1988), RRA
(COREMAP-AMSAT, 2001) dan transek garis (Gomez dan Yap, 1988; English et al.,
1997), serta inventarisasi bebas (free sampling). Foto bawah air juga digunakan untuk
mempermudah dan mengkonfirmasi identifikasi spesies.
         Jenis-jenis data yang dikoleksi dan dianalisa meliputi:
(1)   Tipe umum dan kondisi habitat di terumbu karang (RRA);
(2)   Persen penutupan komunitas bentik terumbu karang (transek garis);
(3)   Spesies dan kelimpahan ikan karang (sensus visual);
(4)   Sebaran dan luasan terumbu karang (analisa citra).

2.3     Jumlah Titik Sampling


       Dari 19 pulau yang dijadikan sebagai lokasi pengamatan, terdapat sejumlah 57 titik
sampling untuk pengamatan dengan menggunakan metode RRA, 20 titik GCP untuk
analisa data citra, serta 22 titik sampel untuk permanen transek dengan menggunakan
metode LIT, sehingga total keseluruhan titik sampel dalam penelitian ini adalah 139 titik.
Rangkuman dari jenis dan jumlah titik sampling adalah sebagai berikut:


                             Tabel 1.Jenis dan Jumlah Titik Sampling

      No.          Sampling                        Jumlah stasiun                Keterangan
       1.   RRA                                         57                        19 pulau
       2.   GCP                                         20                         10 pulau
       3.   LIT                                         22                         11 pulau
                  Total                                 99




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 5-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




2.4     Prosedur Penelitian

2.4.1    Analisis Citra Satelit Landsat ETM


    Analisis citra satelit Landsat ETM dilakukan secara digital dengan melalui tahapan-
tahapan sebagaimana diagram alir berikut :


                 Data Digital Landsat ETM
                                                                             Peta Rupabumi



                     Koreksi Radiometrik



             Data Digital Landsat ETM Terkoreksi                                   Orientasi
                                                                                   Lapangan

                     Perentangan Kontras


                  Citra Komposit Warna Semu


                       Klasifikasi Spektral                                      Pemilihan
                       Maximum Likelihood                                      Lokasi Sampel


                     Perbaikan Klasifikasi                                    Kerja Lapangan

                                                   Peta Potensi dan
                                                   Kondisi Ekosistem



        Sistem peta untuk pemetaan daerah terumbu karang pada pulau-pulau ini adalah
geodetik, dengan datum referensi yang digunakan adalah World Geodetic System 1984
(disingkat WGS 84) dan sistem proyeksi Transverse Mercator. WGS ‟84 adalah sistem
referensi untuk koordinat satelit GPS, merupakan sistem koordinat kartesian terikat bumi
dengan karakteristik sebagai berikut:
      i. pusatnya berimpit dengan pusat massa bumi;
      ii. sumbu Z berimpit dengan sumbu putar bumi yang melalui CTP (conventional
           terrestrial pole);
      iii. sumbu X terletak pada bidang bidang meridian nol (GreenWich);
      iv. sumbu Y tegak lurus sumbu X dan Z, dan membentuk sistem tangan kanan




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 6-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




      Sistem ini digunakan oleh GPS sejak tahun 1987, dan ellipsoid yang digunakan
adalah Geodetic Reference System (GRS) 1980. Datum WGS 1984 pada dasarnya
berbeda dengan datum pemetaan yang digunakan di sebagian besar peta rupa-bumi
Indonesia saat ini yaitu, Indonesian Datum 1974 (ID 74). Tabel 2. memperlihatkan
perbedaan utama untuk kedua parameter datum yaitu nilai besaran sumbu mayor dan
kegepengan ellipsoid.

                                Tabel 2. Parameter Ellipsoid Datum
                                                       Nama Datum
                          Parameter
                                                   ID 74      WGS 84
                       Semimayor (a )         6378 160 m         6378 137 m
                       Flattening ( f )        1/298.247      1/298.257223563


        Prosedur utama untuk keseragaman referensi posisi pada seluruh kegiatan
pemetaan adalah dengan menetapkan satu datum tunggal yaitu WGS 84. Oleh karena
itu, pada pemetaan kepulauan di Gorontalo telah ditetapkan hal-hal sebagai berikut;
1.   Citra satelit Landsat 7 ETM+ harus memiliki referensi posisi dalam WGS 84,
2.   Setiap pengambilan data lapangan dengan GPS navigasi harus menggunakan sistem
     datum WGS 84.

2.4.1.1 Akuisisi Data untuk Pemetaan

Ada dua jenis data yang digunakan pada kegiatan pemetaan ini, yaitu:
1.   Data raster dari citra Landsat 7 ETM+, dan
2.   Data vektor yang diperoleh dari pengukuran lapangan. Data vektor pada akhirnya
     nanti juga akan didapatkan dari proses lanjutan data raster melalui proses vektorisasi
     citra terklasifikasi.

        Citra Landsat ETM+ dibeli pada level 1R, menurut dokumen pengiriman telah
mengalami proses rektifikasi ke sistem referensi geodetik dengan datum WGS 84. Oleh
karena itu, semua data posisi lapangan dan pekerjaan digitasi pada akhirnya telah
diikatkan ke sistem referensi tersebut.
Data vektor yang digunakan terdiri dari dua macam:
1. Data vektor hasil digitasi Peta Rupa Bumi Indonesia, yaitu:
   - poligon garis pantai pulau utama (daratan Gorontalo)
   - poligon rataan terumbu setiap pulau yang menjadi daerah studi
   - poligon daratan pulau
2. Data vektor dari lapangan berupa titik-titik stasiun sampling masing-masing untuk
   stasiun RRA, LIT dan titik ikat.

2.4.1.2 Citra Satelit
      Analisis citra satelit dilakukan dengan menggunakan software yang memiliki
kemampuan Image Analysis. Analisis awal terhadap data citra dilakukan sebelum ke
lapangan dengan melakukan pembatasan wilayah studi (konversi dan pemotongan citra).



Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 7-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




        Untuk memudahkan pengambilan sampel pada citra, penajaman warna dilakukan
dengan membuat citra komposit menggunakan kombinasi band 542, untuk menganalisis
penutupan vegetasi kepulauan, dan band 321, untuk habitat perairan dangkal. Pada
setiap hasil komposit kemudian dibuat sejumlah daerah kajian (training sample) sebagai
sampel untuk penentuan kelas penutupan lahan dan kelas habitat pada perairan dangkal
(rataan terumbu). Dari sejumlah sampel tersebut kemudian diperoleh karakteristik
spektral masing-masing objek sehingga dapat ditentukan jenis penutupan lahan dan
habitat perairan dangkalnya.

2.4.1.3 Sistem Informasi Geografis
       Sistem Informasi Geografis (SIG) tersusun dari komponen-komponen; data
(spasial dan tekstual), perangkat keras, perangkat lunak, brainware (sumberdaya manusia
pengelola) dan organoware (link organisasi pengelola dan penyedia data). Inti dari suatu
SIG adalah basis data. Oleh karena itu, basis data yang dibentuk harus mengacu pada
operasional harian suatu aktifitas yang dispasialkan. Pada pekerjaan ini, operasional
hariannya akan meliputi sejumlah entiti seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.

                         Tabel 3. Entiti Penyusun Basis Data SIG

                                                  Entiti
                         No
                                            Tekstual        Spasial
                          1.   Daratan                      Poligon
                          2.   Reef flat                    Poligon
                          3.   Stasiun RRA Reef Edge         Point
                          4.   Titik Ikat                    Point
                          5.   Penutupan Dasar di Reef Edge  Point
                          6.   Komposisi Alga Reef Edge      Point
                          7.   Kelimpahan lainnya Reef Edge  Point
                          8.   Tutupan Lahan                Poligon
                          9.   Habitat di Rataan Terumbu    Poligon


2.4.2   Penelitian Ekosistem Terumbu Karang

2.4.2.1 Peralatan yang digunakan
       Peralatan yang digunakan dalam survei terumbu karang adalah GPS, perahu, alat
selam, pensil, sabak, roll meter (100 m) dan kantong sampel.

2.4.2.2 Teknik RRA
       Teknik RRA (Rapid Reef Resource Assessment) digunakan untuk mengetahui
luasan jenis dan bentuk habitat (habitat karang, pasir, pecahan karang/rubble) secara
umum dan beberapa jenis biota penting termasuk ikan, kima, bulu babi, dll., di reef edge.
Mengingat kawasan gugusan pulau-pulau yang sangat luas, maka metode ini dinilai cukup
baik untuk dapat mengestimasi persentase penutupan masing-masing jenis habitat
tersebut dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Teknik ini juga digunakan dalam
menentukan titik transek serta penentuan lokasi studi detail (menggunakan GPS).




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 8-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




       Teknik ini melibatkan peneliti yang dilengkapi dengan alat tulis bawah air dan form
yang telah dicetak pada kertas anti air. Form ini dimaksudkan untuk memudahkan
pengisian informasi yang dibutuhkan (contoh form dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2).
Setelah tiba di sekitar tujuan, posisi diambil dengan menggunakan GPS sebagai titik
pertama. Kemudian tim peneliti, terdiri dari 6 orang (tiap orang dengan spesialisasi
masing-masing seperti; komposisi benthos, ikan, dan organisme penting), melakukan
pengamatan (dengan snorkeling) di titik tersebut sekitar 10-15 menit. Setelah pengamatan
pertama selesai, tim peneliti kembali naik ke kapal untuk segera menuju ke titik berikutnya
yang ditentukan berdasarkan perkiraan jarak yang ditempuh dengan kecepatan 5-10
km/jam selama 2 menit.

2.4.2.3    Transek Garis (Line Intercept Transect)
        Metode Line Intercept Transect, digunakan untuk mengestimasi penutupan karang
dan penutupan komunitas bentos yang hidup bersama karang, dan dilakukan setelah
survei RRA. Posisi transek ditentukan dengan menggunakan Global Positioning System
(GPS). Garis transek dibuat dengan cara membentangkan tali atau rol meter sepanjang 30
m sejajar garis pantai. Genera atau spesies dari komunitas bentos utama (seperti karang
dan alga makro) serta kategori-kategori lifeform kemudian dicatat pada data sheet, oleh
penyelam yang bergerak sepanjang garis yang dibentangkan secara paralel dengan reef
crest, pada kedalaman 3 dan 10 m di setiap lokasi pengamatan. Kegiatan tesebut di atas
diulang sebanyak dua kali untuk mewakili daerah terumbu karang yang masih baik dan
kondisi sedang (berdasarkan hasil survei RRA). Semua bentuk pertumbuhan karang dan
biota yang terletak di bawah transek dicatat. Besar persentase tutupan karang mati,
karang hidup, rumput laut, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English et
al., 1997):
                               a
                          C        x 100%
                               A

          dimana:
                C     = besar penutupan (%)
                a     = panjang tipe lifeform (cm)
                A     = panjang total transek (cm)
       LIT tersebut juga didata dengan menggunakan video bawah air (Video transect)
agar dapat dilakukan pengecekan lebih lanjut dan lebih detail di studio multimedia.

2.4.2.4    Inventarisasi Bebas (Free Sampling)
         Free sampling atau inventarisasi bebas dilakukan untuk mengestimasi tingkat
biodiversity maximum daerah yang diamati. Hal ini dilakukan dengan mencatat semua
jenis/genera karang, ikan, dan alga makro yang dapat ditemukan di daerah tersebut pada
setiap penyelaman/pengamatan. Untuk mencapai tingkat ketelitian hingga spesies, tim
peneliti mengambil sampel karang dan spesies alga makro yang tidak diketahui atau
meragukan untuk diverifikasi di laboratorium. Beberapa genera hanya ditulis dalam bentuk
„spp‟ jika pengambilan sampel sulit dilakukan atau sulit ditentukan spesiesnya.

2.4.3     Survei Ikan Karang dan Biota Asosiasi Lainnya

       Penentuan populasi ikan karang yang hidup di ekosistem terumbu karang, selain
dilakukan pada saat RRA juga didekati dengan metode sensus visual dengan transek


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 9-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




garis (Hutomo, 1993; English et al., 1997). Sensus ikan karang digunakan untuk mendata
ikan-ikan target, indikator dan mayor dengan menghitung kelimpahan dan
keanekaragamannya.
        Kelimpahan jenis ikan indikator dan major diestimasi atau dihitung dalam batasan
jarak 2,5 m ke bagian kiri dan 2,5 m ke bagian kanan sepanjang transek
(2x50 m). Penentuan kelimpahan jenis ikan karang ditentukan dalam satuan unit
individu/m2. Kategori kelimpahan jenis ini dapat dijadikan data base untuk zonasi,
manajemen dan monitoring terumbu karang (English et al., 1997). Sedangkan untuk
penentuan populasi jenis ikan target, daerah perhitungan populasinya lebih luas lagi, yaitu
dengan menggabungkan penghitungan transek pada setiap kedalaman (secara vertikal),
sehingga jarak setiap transek antar kedua kedalaman diketahui, namun tetap dengan unit
kelimpahan yang sama yaitu dalam satuan individu/m2.
        Survei ikan karang pada ekosistem terumbu karang dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
    Pemilihan lokasi dengan kelimpahan ikan yang dianggap mewakili daerah tersebut,
    ditentukan dari hasil RRA;
    Pemasangan transek sepanjang            30 m dilakukan di daerah slope pada dua
    kedalaman, 3 dan 10 m (transek ini juga merupakan transek yang digunakan untuk
    metode LIT);
    Setelah transek terpasang didiamkan dahulu selama 5 – 15 menit agar ikan-ikan
    kembali di daerah semula;
    Sensus di sepanjang transek dilakukan pada siang hari (terang) dengan menggunakan
    SCUBA dengan akses pengamatan berjarak 2,5 meter ke kiri dan ke kanan dari garis
    transek. Pendataan dilakukan pada lembar (sheets) yang sudah disediakan;
    Spesies yang didata adalah yang secara nyata terlihat dan dikelompokkan ke dalam 3
    kelompok ikan: spesies target, major dan indikator. Pengamatan tidak dilakukan pada
    spesies migratori dan spesies kriptik (Gunderson, 1993);
    Pendugaan kuantitatif kepadatan dilakukan untuk ketiga kelompok ikan;
    Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992)
    dan Lieske, dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan
    dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan Randall
    (1993).
         Untuk pengamatan biota laut lainnya dilakukan setelah pengamatan ikan karang,
sekaligus mengikuti daerah transek dari ikan karang. Yang diamati terutama adalah biota
non-ikan yang: (1) hampir punah; (2) mempunyai tekanan penangkapan yang tinggi; (3)
long life cycle; dan (4) dimanfaatkan untuk obat-obatan.
       Adapun jenis biota yang diamati adalah: Porifera (spons), Octocoral (tali arus/akar
bahar, bunga karang), Moluska (kima, lola, kerang-kerangan lainnya, dan cumi-cumi),
Crustacea (lobster), Echinodermata (teripang, bulu babi terutama Tripneusteus sp. dan
Diadema setosum), penyu dan hewan/mamalia laut seperti dugong dan lumba-lumba.

2.5   Analisa Data
      Hasil penelitian ini terutama yang berupa kondisi dan potensi ekosistem akan
dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif analitik, termasuk menggunakan
diagram-diagram.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 10-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




     Deskripsi kondisi ekosistem terumbu karang pada setiap lokasi penelitian juga
dilakukan secara komprehensif dengan menyajikan data-data dari setiap stasiun dalam
bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG).


3       HASIL PENELITIAN

3.1        PULAU LIMBA

Kondisi Terumbu Karang

                           Penutupan Dasar Pulau Limba                  Kelimpahan Ikan Karang Pulau Limba
                                  Others   Seagrass
                        Algae                       Sand
                                    6%        1%              Rubble                      20
                         8%                          6%
                                                                6%
      Soft Coral
          7%                                                                15
                                                                                                       14


                   Hard Coral                    Dead Coral
                      26%                          Algae
                                                    40%




                                                                       ma jo r    indik a to r   ta rge t


                           Gambar 1. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Limba

       Penutupan karang hidup di pulau Limba hanya sebesar 26%, sementara karang
mati yang telah ditumbuhi algae (DCA) lebih mendominasi yakni sekitar 40%. Kondisi ini
kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi perairan yang keruh akibat tingginya tingkat
sedimentasi dari massa daratan. Pulau ini dikelilingi oleh mangrove yang tumbuh cukup
lebat. Algae 8%, umumnya dari genera Turbinaria dan Halimeda. Soft coral atau karang
lunak 7%, merupakan tanda suksesi suatu terumbu karang yang rusak.
        Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun pengamatan, dimana ditemukan ikan
karang rata-rata sekitar 50 ekor/stasiun. Spesies yang dominan pada masing-masing
kelompok antara lain; indikator diwakili ikan kakatua (Scarus sp.), major diwakili ikan kuli
pasir (Acanthurus sp.) dan target diwakili ikan baronang dan belawas (Siganus sp.).
Berdasarkan Gambar menunjukkan bahwa ikan indikator lebih banyak jumlahnya
dibandingkan kelompok major dan target, hal ini menandakan bahwa kondisi terumbu
karang di Pulau Limba termasuk masih bagus karena masih banyak dijumpai ikan
indikator seperti spesies Chaetodon sp., Scarus sp. dan Zanclus cornutus.
        Kondisi avertebrata baik dari jumlah maupun jenis relatif masih bagus. Spesies
Linkia laevigata hampir pada semua stasiun pengamatan dapat dijumpai, kecuali stasiun
yang berdekatan daerah mangrove yang ada di daerah pesisir pulau dan muara sungai.
Akan tetapi di stasiun tersebut ditemukan Diadema setosum dari kelas Echinodermata
yang tidak didapatkan dari stasiun lainnya.
       Jenis kima yaitu Tridacna crassa dan Tridacna squamosa dari kelas Bivalvia juga
dapat dijumpai di pulau ini. Selain itu, ada enam jenis sponge ditemukan baik dengan
menggunakan metode RRA ataupun dengan melakukan free sampling yaitu;
Carteriospongia folianses, Fhillospongia lamellosa, Stella aurantum, Xextospongia
testudinaria, dan beberapa dari genera Haliclona dan Geliodes.


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                             - 11-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




3.2       PULAU DULUPI

Kondisi Terumbu Karang


                         Penutupan Dasar Pulau Dulupi                Kelimpahan Ikan Karang Pulau Dulupi

                                        Sand
                            Others
              Algae                      5%             Rubble
                             10%                                                      22
               5%                                        10%                                       20
 Soft Coral
     5%                                                                  16
                                                        Dead Coral
                                                          Algae
                      Hard Coral                           25%
                         40%




                                                                     majo r     indikato r     target


                        Gambar 2. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Dulupi

       Pulau ini letaknya bersebelahan dengan Pulau Limba, sehingga karakteristik pulau
ini hampir sama. Berdasarkan persen penutupan yang ditampilkan, kondisi terumbu
karang di pulau ini termasuk kategori sedang dengan penutupan karang hidup sebesar
40%, DCA 25%, penutupan pasir dan rubble masing-masing 10%, dan kategori lainnya
5%.
         Hasil transek garis di kedalaman 3m dan 10m menunjukkan bahwa persentase
DCA mendominasi penutupan dasar perairan. Karang lunak (SC) di kedalaman 10m
mencapai 26%, sedangkan untuk karang keras Acropora bentuk cabang (ACB) mendapat
nilai tertinggi (16,17%). Penutupan karang keras di kedalaman 3m lebih tinggi daripada di
kedalaman 10m yang didominasi oleh karang Acropora bercabang 15,33% dan karang api
(CME) sebesar 8,33%. Pecahan karang (R) juga tinggi di kedalaman 3m (27,33%),
kemungkinan bekas pengeboman yang dilakukan untuk menangkap ikan. Karang jamur
(CMR) banyak ditemukan di semua kedalaman, terutama pada kedalaman 3m.
        Berdasarkan potensi ikan karang yang teramati secara visual, ditemukan ikan
indikator antara lain : Zanclus cornutus, Chaetodon sp., Forcipiger sp., dan Heniochus
varius; ikan target tidak dijumpai dalam ukuran besar; dan ikan major umumnya
didominasi ikan-ikan Chromis (famili Pomacentridae).
       Hasil pengamatan avertebrata di sisi Utara Pulau Dulupi diketahui bahwa
Didemnum molle dan Polycarpa aurata merupakan jenis ascidian yang dominan
ditemukan. Jenis sponge yang ditemukan di kedalaman 3m adalah Liscoclinum platella
dan Diplosoma smilis, sedangkan Xestospongia testudinaria dan Phillospongia lamellosa
dan beberapa jenis lain ditemukan pada kedalaman 10m.
        Jenis pemangsa karang dari kelas Asteroidea Achantaster planci ditemukan pada
dua titik pengamatan. Untuk jenis lilia laut tidak berbeda dengan yang ditemukan pada
Pulau Limba yaitu Oxycomanthus benneti dan Oxycomanthus serra, sedangkan genera
Agalaophenia dan Gymnagium (Hidroid) ditemukan pula pada pulau ini.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                           - 12-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




3.3      GUSUNG MOLOPINGGULO

Kondisi Terumbu Karang

                   Penutupan Dasar Gusung Molopinggulo            Kelimpahan Ikan Karang Gusung M olopinggulo

                              Others      Sand
                   Algae                                                               19           19
                                8%         10%
      Soft Coral    4%                                   Rubble
          4%                                              10%


                                                     Dead Coral
                           Hard Coral                  Algae
                              54%                       10%
                                                                         18




                                                                     majo r      indikato r     target


               Gambar 3. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Gusung Molopinggulo

        Gusung ini merupakan hamparan pasir putih yang sangat indah, dengan
penutupan dasar yang termasuk dalam kategori bagus. Karang mendominasi daerah tubir
sampai kedalaman ± 12 meter, lebih dalam dari itu pasir lebih mendominasi. Persentase
pasir, pecahan karang dan DCA msing-masing 10%. Penutupan hewan avertebrata lain
mencapai 7,5%, menunjukkan bahwa terumbu karang di gusung ini merupakan habitat
yang cukup bagus.
       Gusung Molopinggulo memiliki topografi terumbu karang agak landai dan kondisi
perairan tergolong jernih. Spesies umum yang mudah ditemui antara lain Famili Mullidae
(Parupeneus sp.) yang ukurannya cukup besar dan ikan-ikan chromis (famili
Pomacentridae).
        Avertebrata yang dominan ditemukan setelah ascidian adalah sponge. Ada tujuh
genera yang ditemukan. Untuk jenis ascidian yang mendominasi ditemukan lima spesies.
Liscoclinum platela, berdasarkan pengamatan banyak ditemukan pada daerah yang
mempunyai perairan yang jernih dan dimana kondisi terumbu karangnya masih baik.
Tridacna crocea dan Tridacna squamosa banyak ditemukan diperairan sekitar Gusung
Mulopinggulo, meskipun besar rata-rata dari jenis kima (Giant Clam) dibawah 10 cm, ini
berarti eksploitasi jenis ini kurang dilakukan oleh penduduk yang bermukim disekitar
gusung ini. Beberapa cangkang giant clam dengan besar 15 cm mengindikasikan
kematian akibat pemangsaan oleh organisme lain.

3.4      GUSUNG TIDEHUWOO

Kondisi Terumbu Karang

       Letak Gusung ini berdekatan dengan Gusung Molopinggulo. Tingkat penutupan
dasar gusung ini lebih bagus dengan persentase karang keras yang mencapai 63,75%.
Karang yang mendominasi di daerah tubir adalah karang dari genera Acropora yang
berbentuk meja. Karang ini membentuk hamparan yang diameternya bisa mencapai 2
meter atau lebih dan berundak-undak, sehingga merupakan suatu pemandangan yang



Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                                - 13-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




sangat menakjubkan yang dapat terlihat pada saat snorkling. Penutupan DCA yang 10%
merupakan penutupan tertinggi kedua.


                     Penutupan Dasar Gusung Tidehuwoo                Kelimpahan Ikan Karang Gusung Tidehuwoo


                       Algae   Others   Sand                               19
        Soft Coral               5%      8%       Rubble
                        4%                                                              17
            5%                                      5%
                                                                                                     15
                                                        Dead Coral
                                                          Algae
                                                           10%
                        Hard Coral
                           63%




                                                                       majo r     indikato r     target



              Gambar 4. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Gusung Tidehuwoo

        Persentase komposisi hasil transek garis/LIT tertinggi ditemukan pada Coral
Branching (CB), baik di kedalaman 10m ataupun 3m. Di kedalaman 10 m, DCA lebih
tinggi. Pasir juga memiliki persentase yang tinggi di kedalaman 10m. Karang hidup dari
genera Acropora yang berbentuk cabang (ACB) paling sering ditemukan dibanding
dengan bentuk lainnya. Sedangkan di kedalaman 3m Acropora bentuk meja (ACT) dan
karang masif (CM), juga cukup mendominasi. Karang lunak (SC) lebih banyak ditemukan
di kedalaman 3m, sedangkan karang api (CME) hanya ditemukan di kedalaman 3m.
       Topografi dasar perairan umumnya berbentuk slope, dimana kedalaman kurang
dari 10 meter masih ditumbuhi karang dan lebih 10 meter substrat berpasir. Kelompok
ikan target yang ditemukan antara lain Plectorhinchus sp. (6 ekor berukuran besar),
Kyphosus sp. (schooling sekitar 30 ekor), kelompok ikan indikator didominasi ikan
kakatua (Scarus sp.) dan ikan bendera (Zanclus cornutus), dan kelompok major
didominasi ikan kuli pasir dan ikan keling (Acanthurus sp.dan Halichoeres sp.). Ikan hias
yang unik ditemui adalah Ikan Triger kembang (Balistoides conspiculum). Berdasarkan
Gambar, kelimpahan tertinggi yaitu kelompok major (19 ekor/stasiun) dominan terdiri atas
ikan kuli pasir (Acanthuridae) dan ikan keling (Labridae); kemudian indikator (17
ekor/stasiun) dominan terdiri dari ikan kakatua (Scaridae) dan ikan kepe-
kepe(Chaetodonthidae); dan target (15 ekor/stasiun) dominan terdiri dari ikan baronang
(Siganus guttatus) dan ikan kakap (Lutjanus vitta).
       Gusung Tidehuwoo didominasi oleh sponge dari berbagai jenis, Ada delapan jenis
yang ditemukan yaitu; Callispongia mauricina, Callispongia sp, Carteriospongia sp,
Carteriospongia folioscens, Clathria sp, Gelliodes sp, Haliclona sp, placortis nigra dan
xestospongia sp. Pada titik penyelaman sebagian besar jenis sponge ditemukan pada
kedalaman 10 meter dengan kondisi substratnya adalah karang mati. Selain itu, crinoids
dari jenis Comanthia nobila dan Oxycomantus serra terdapat dalam jumlah banyak.
Avertebrata yang juga dominan ditemukan adalah ascidian dengan 5 spesies




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                               - 14-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




3.5      PULAU MOHUPOMBADAA

Kondisi Terumbu Karang


                    Penutupan Dasar Pulau Mohupombadaa       Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohupombadaa

                           Others      Sand                                                   17
                   Algae    8%                 Rubble
                                        5%
      Soft Coral    5%                           5%
          3%


                                                Dead Coral
             Hard Coral                           Algae
                38%                                36%
                                                                    15            15




                                                                majo r      indikato r    target


              Gambar 5. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohupombadaa

        Persentase penutupan karang hidup dengan karang mati di Pulau Mohupombadaa
ini hampir sama, yaitu 38,75% untuk karang hidup dan 36,25% untuk karang mati.
Topografi terumbu karang pada daerah reef edge membentuk dinding (wall) yang tegak.
Walaupun kondisi karang agak rusak, tetapi mulai tampak koloni-koloni kecil karang yang
baru tumbuh terutama yang berbentuk meja. Pada spot-spot tertentu masih dapat dijumpai
penutupan karang yang masih relatif bagus, hal ini menandakan bahwa sebelumnya
kondisi karang di pulau ini bagus, namun telah hancur karena oleh cara penangkapan ikan
yang kurang ramah lingkungan. Hal ini dapat terlihat dari hancuran karang mati yang ada
disekitar pulau ini akibat penggunaan bom.
        Kondisi perairan cukup jernih, substrat dasar perairan umumnya berbatu dan
topografi landai. Spesies yang umum dijumpai antara lain Chaetodon kleinii, ikan keling
(famili Labridae), ikan pakol (Balistapus undulatus), ikan badut (Amphiprion sp.), ikan
platax janggut (Platax teira), dan ikan leter enam (Paracanthurus hepatus). Kelimpahan
iikan karang kelompok target tergolong tinggi dengan jumlah individu sekitar 17
ekor/stasiun, kemudian disusul kelompok indikator dan major dengan jumlah individu
masing-masing 15 ekor/stasiun.
        Asteroidea ditemukan pada daerah pengamatan bagian selatan pulau yang
memiliki terumbu karang. Achantaster planci diketahui sebagai salah satu organisme
pemangsa karang, namun jumlahnya pada daerah ini tidak banyak ditemukan. Jenis
Linkia laevigata dan Protoreaster nodosus ditemukan pada kedalaman 3-4 meter dengan
substrat rubble, pasir maupun karang mati.

3.6      PULAU MOHUMPOMBAKIKI

Kondisi Terumbu Karang

       Pulau ini bersebelahan dengan P. Mohupombadaa, berukuran lebih kecil dengan
kondisi karang yang tidak jauh berbeda. Kondisi penutupan dasar di daerah tubir lebih
didominasi oleh pasir, pecahan karang dan DCA dengan masing-masing persentase 15%,
12.5% dan 23.75%. Tingginya persentase pecahan karang disebabkan bom yang


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                          - 15-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




dilakukan sudah agak lama, karena bekas pecahan mulai ditumbuhi algae. Kondisi karang
hidup hanya 31.25% dan avertebrata lain 8.75%, sedangkan untuk karang lunak dan
algae 5% dan 3.75%.

                  Penutupan Dasar Pulau Mohupombakiki            Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohupombakiki


                              Others         Sand
                Algae           9%
                                                                                       17           17
                                              15%
   Soft Coral    4%
                                                        Rubble
       5%
                                                         13%


                 Hard Coral                                              16
                                         Dead Coral
                    30%
                                           Algae
                                            24%




                                                                    m ajo r     indikat o r    t arget



                Gambar 6. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohupombakiki

        Pulau ini jaraknya berdekatan dengan Pulau Mohupombadaa sehingga spesies
yang dijumpai mirip dengan pulau tersebut. Pada saat penyelaman di kedalaman 10 meter
terlihat ikan Napoleon (Cheillinus undulatus) yang termasuk spesies langka. Spesies
target yang ditemukan yaitu ikan selar (Caranx sp.) dan ikan bibir (Plectorhynchus
orientalis ). Kelompok major dan indikator lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan
pulau Mohupombadaa yaitu masing-masing sekitar 16 dan 17 ekor/stasiun, sedangkan
kelompok target lebih sedikit yaitu sekitar 17 ekor/stasiun.
       Avertebrata didominasi oleh sea urchins dari jenis Diadema setosum, Echinometra
mathei dan Echinothrix calamaris. Kondisi substrat dari ketiga spesies ini adalah pasir dan
karang mati. Tube worm banyak terdapat di pulau ini, dari jenis Spaghetti worm dan
Spirobranchus giganteus, dimana habitat dari organisme ini adalah karang masif yang
telah mati. Untuk organisme yang memiliki nilai ekonomis jenis kima Tridacna derasa dan
Tridacna squamosa masih banyak ditemukan pada pulau ini, meskipun diameternya
dibawah 15 cm, namun jumlah yang ditemukan masih lebih banyak dibanding dengan
gusung yang berada agak jauh dari daratan utama dan pemukiman penduduk.

3.7      PULAU LAHENGO

Kondisi Terumbu Karang


         Pulau Lahengo cukup bagus untuk dijadikan tempat berlibur karena jaraknya
cukup dekat dari daratan dan kondisi pantai dan perairannya masih baik. Penduduknya
belum ada, biasanya nelayan hanya menjadikan tempat peristirahatan sementara.
Aktifitas penangkapan disekitar pulau masih sering dilakukan, karena pulau ini merupakan
pulau terdekat dari perkampungan nelayan.
       Persentase penutupan karang keras di pulau ini 36.67% dan karang mati 26.67%.
Penutupan abiotik lain seperti pasir dan pecahan karang adalah 10% dan 6.67%. Karang
lunak dan algae masing-masing 5% dan avertebrata lainnya 10%.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                               - 16-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




                        Penutupan Dasar Pulau Lahengo                    Kelimpahan Ikan Karang Pulau Lahengo


                           Others              Sand
            Algae           10%                 10%          Rubble           19
  Soft Coral 5%                                                7%
                                                                                            15
      5%

                                                         Dead Coral
                    Hard Coral                             Algae                                          9
                       36%                                  27%




                                                                         majo r      indikato r     target



                    Gambar 7. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Lahengo

        Kelimpahan ikan tidak banyak dimana kelimpahan tertinggi didominasi oleh
spesies major (chromis sp.) dan ikan Labridae. Untuk ikan konsumsi atau target sangat
jarang, ada beberapa yang dijumpai tapi masih berukuran kecil atau juvenil. Ikan indikator
masih ada walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, didominasi ikan kepe-kepe
(Chaetodonthidae) dan ikan kakatua (Scaridae).
       Organisme yang mendominasi pada pulau ini adalah sponge. yang ditemukan
delapan jenis yaitu Callyspongia sp, Carteriospongia foliascens, Clathria sp, Cribohalina
sp, Geliodes sp, Haliclona sp, Stella aurantum dan Xestospongia sp. Beberapa diantara
organisme ini ditemukan pada kedalaman 7-10 meter, dengan substrat karang mati.
Organisme lain yang cukup banyak ditemukan adalah Diadema setosum, Echinometra
mathai, Echinothrix calamaris, dan Echinometrix diadema. Diperairan Pulau Lahengo,
empat jenis bivalvia ditemukan, yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, Tridacna gigas,
dan Tridacna squamosa.

3.8      PULAU BITILA

Kondisi Terumbu Karang

                         Penutupan Dasar Pulau Bitila                     Kelimpahan Ikan Karang Pulau Bitila


                            Others      Sand                                  23
                Algae                                   Rubble
                              9%         4%
                                                         13%
                                                                                                         22
      Soft Coral 3%
          4%

                                                            Dead Coral
                                                              Algae
                         Hard Coral                            16%                          20
                            51%




                                                                         m ajo r     indikat o r    t arget


                        Gambar 8. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Bitila
      Pulau ini merupakan salah satu pulau tujuan wisata Provinsi Gorontalo.
Pemandangan bawah laut yang dimiliki pulau ini bagus, dangan penutupan karang keras
50.83%. Di pulau ini kita dapat melihat daerah yang didominasi karang cabang dari genera



Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                                - 17-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




Porites dan ada pula daerah yang didominasi oleh hamparan luas karang keras dari
genera Acropora dengan berbagai macam bentuk pertumbuhan, baik yang bercabang,
meja, sub masif maupun yang menjari. Karang mati dan pecahan karang menutupi
15.83% dan 12.5% dasar perairan pulau ini.
       Berdasarkan metode RRA yang dilakukan untuk melihat penutupan dasar dengan
cara snorkling mendapatkan hasil yang cukup bagus. Hasil transek garis di kedalaman 3m
dan 10m dengan cara menyelam dan mendata dengan lebih detail, mendapatkan bahwa
penutupan karang mati di kedalaman 3m 45.83% dan 10m 28.83%. Di kedalaman 10m
kategori lain yang dominan adalah sponge (SP) dan hewan avertebrata lain (OT), yaitu
29% dan 21%, sedangkan untuk karang keras hanya sekitar 12%. Penutupan karang
keras dikedalaman 3m sekitar 32%, sedangkan untuk kategori lain, karang lunak 10.5%
dan pecahan karang 11%.
        Kondisi alam bawah laut tergolong indah pada beberapa lokasi dengan arus cukup
kuat, topografi drop off dan kondisi perairan tergolong jernih. Spesies ikan yang umum
ditemukan antara lain : ikan baronang, kakap, trigger, kuli pasir, dan lethrinus sp. Ikan
target pada daerah ini sebenarnya banyak tapi masih dalam ukuran kecil (juvenil)
sehingga sulit untuk dihitung jumlahnya. Pada saat penyelaman, keanekaragaman ikan
karang pada kedalaman 3 meter masih lebih bagus dibandingkan dengan kedalaman 10
meter, terutama ikan major dan indikator karena nelayan jarang melakukan penangkapan
ikan pada perairan dangkal. Ikan yang unik ditemui saat penyelaman adalah ikan
trigger/pakol (Balistidae) dan ikan kuli pasir (Acanthurus thompsoni), uniknya ikan ini
adalah mereka sering bergerombol dan mempunyai pergerakan yang sangat lincah dan
cepat dari perairan dangkal ke perairan yang lebih dalam.
        Avertebrata yang mendominasi di pulau ini adalah ascidian, diwakili oleh famili
Didemnidae, dan Diazonidae. Habitat dari ascidian yang hidup soliter dan berkoloni ini
adalah lebih banyak ditemukan pada rubble dan karang mati, pada kedalaman 3-6 meter.
Linckia laevigata dari kelas asteroidea paling banyak ditemukan pada kedalaman 1 hingga
3 meter, dengan substrat rubble, karang mati dan pasir. Crinoid sebagai organisme yang
berasosiasi dengan terumbu karang banyak ditemukan pada pulau ini, spesies yang
mendominasi adalah Petasometra clarae, Oxycomantus serra dan Oxycomantus benneti.
Untuk jenis sponge ditemukan tujuh spesies, yaitu Callyspongidae, Niphatidae,
Microcionidae, dan Petrosiidae, dengan spesies Callyspongia sp, Carterisiospongia
foiascens, Clathria sp, Geliodes sp, Haliclona sp, Phillospongia lamellosa,         dan
Xestospongia sp. Tiga spesies kima (Giant Clam) yang dijumpai, yaitu Tridacna crocea,
Tridacna derasa, dan Tridacna maxima yang beberapa diantaranya ditemukan pada
karang masif dan lainnya di subrat pasir.

3.9   PULAU MONTULI

Kondisi Terumbu Karang

      Kondisi terumbu karang pulau ini masih cukup bagus, sampai kedalaman sekitar 7
meter pertumbuhan karang masih baik dengan penutupan karang keras 46.67%.
Penutupan unsur abiotik seperti karang mati 26.67%, pasir dan pecahan karang sama-
sama 5%. Karang lunak 5%, algae 1.67% dan hewan avertebrata lainnya 10%.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 18-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




                      Penutupan Dasar Pulau Montuli            Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ontuli


                           Others      Sand
              Algae                     5%
                                               Rubble                             28
                            10%
                                                 5%                 27
    Soft Coral 2%
        5%                                                                                     22
                                                  Dead Coral
                                                    Algae
                                                     27%
                       Hard Coral
                          46%




                                                               m ajo r     indikat o r    t arget


                      Gambar 9. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Montuli

       Berdasarkan hasil transek garis, dikedalaman 10m pasir merupakan penutupan
terbesar, kemudian DCA dan karang lunak dengan penutupan sekitar 20%. Karang mati
dikedalaman 3m 21.17%, sedangkan untuk karang keras didominasi oleh Acropora bentuk
cabang (ACB) dengan 30.83%, Acropora bentuk meja (ACT) 19% dan karang cabang
11.5%.
       Pulau Montuli mempunyai pantai berpasir putih yang indah dan bervegetasi
mangrove. Pada saat naik ke pantai hanya ditemui pondok-pondok yang hanya menjadi
tempat peristirahatan sementara oleh nelayan. Kondisi perairan sangat jernih dan sedikit
berarus. Ikan Indikator yang ditemukan antara lain ikan bendera (Zanclus cornutus)
berukuran besar, ikan major didominasi ikan keling (Labridae) dan Pomacentridae
(Chromis sp.), sedangkan ikan target yaitu ikan kakap dan kerapu (juvenile).
       Avertebrata yang banyak ditemukan pada semua stasiun pengamatan di pulau ini
adalah lilia laut dari kelas Crinoidea pada kedalaman 3-10 meter, biasanya lilia laut ini
melekat pada karang. Beberapa jenis yang ditemukan yaitu Petasometra clarae,
Oxycomantus benneti dan Oxycomantus serra. Tridacna maxima dan Tridacna squamosa
ditemukan di sejumlah titik pengamatan dengan substrat pasir maupun karang masif pada
kedalaman 3 hingga 6 meter, beberapa diantara kima ini berukuran diatas 15 cm.
Anemon ditemukan pula disejumlah titik pengamatan, dengan kedalaman 3 hingga 5
meter, dengan lima spesies yaitu Entacmaea quadricolor, Heteractis magnifica, Heteractis
malu, Tube anemon dan Stichodactyla gigantea. Beberapa gastropoda yang ditemukan di
pulau ini adalah Clipeaster osimensis, Conus textile, Conus triatus, Cyprea tigris, Lambis
scorpius, dan Ovula ovum, beberapa diantaranya sudah merupakan cangkangnya saja.

3.10      PULAU SARONDE

Kondisi Terumbu Karang

       Pulau Saronde terletak di Pantai Utara Gorontalo dekat dengan pelabuhan lama
Kwandang. Penutupan karang keras 35%, DCA 22.5%, pasir 17.5% dan avertebrata lain
10%, merupakan persentase terbesar penutupan dasar di pulau ini. Persentase kategori
lain semua dibawah 10%.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                       - 19-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




                      Penutupan Dasar Pulau Saronde               Kelimpahan Ikan Karang Pulau Saronde

                         Others                                       10
                          10%                     Sand                               9
              Algae
                                                   18%
   Soft Coral  5%
       3%                                                                                        7
                                                         Rubble
                                                           8%
                Hard Coral                  Dead Coral
                   34%                        Algae
                                               22%




                                                                  majo r      indikato r    target


                 Gambar 10. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Saronde

        Warna tubuh ikan-ikan yang ada di pulau Saronde umumnya bercorak gelap atau
hitam. Spesies yang masih ditemukan antara lain :
    Indikator : ikan kakatua (Scarus sp.) dan ikan bendera (Zanclidae)
    Target    : ikan baronang (Siganus sp.) dan ikan kakap (Lutjanidae)
    Major     : ikan kuli pasir (Acanthuridae) dan ikan giru (Chromidae)
       Habitat terumbu karang tergolong rusak berat, banyak pecahan karang dan
kondisi perairan kurang begitu jernih, topografi landai kemudian slope dan substrat
berpasir. Rusaknya habitat disebabkan nelayan menangkap ikan dengan menggunakan
bom dan bius.
       Ascidian hanya ditemukan dua spesies yaitu Didemnunm molle dan Poliycarpa
aurata meskipun organisme ini yang mendominasi daerah ini. Sedangkan untuk sponge
sebanyak tiga spesies yaitu Callyspongia sp, Clathria sp, dan Geliodes sp pada
kedalaman 1 hingga 5 meter dengan substrat karang mati, tetapi untuk kelas
Echinodermata ditemukan lima spesies, Diadema setosum, Echinometra mathaei,
Echinotrix calamaris, Eucidaris metularia dan Hetrocentrotus mammilatus yang hanya
ditemukan pada Pulau Saronde. Kelas Echonodermata ini hidup pada habitat terumbu
karang dengan substrat pasir maupun karang mati. Jumlah kima ditemukan ada tiga jenis
yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, dan Tridacna squamosa, pada kedalaman 3
hingga 7 meter dengan substrat karang mati dan pasir.

3.11     PULAU HULAPA

Kondisi Terumbu Karang

       Pulau ini memiliki pantai berpasir yang cukup cantik di salah satu sisinya, dimana
menjadi tempat bermukim penduduk yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Di sisi
sebelahnya juga memiliki pantai berpasir yang cukup menarik, tetapi apabila kapal ingin
merapat terhalang oleh karang-karang.
      Cantiknya pantai tidak didukung oleh keindahan terumbu karang, karena
penutupan karang keras hanya 25%, lebih sedikit dibanding DCA yang 26.67% dan
pecahan karang 15%.         Pecahan karang tersebut menunjukkan pernah terjadi
pengeboman disekitar pulau ini.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                         - 20-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




                          Penutupan Dasar Pulau Hulapa                   Kelimpahan Ikan Karang Pulau Hulapa


                            Others           Sand
                                              8%
                                                                                            19
               Algae         10%
                                                             Rubble
                5%                                            15%
  Soft Coral
     10%

                                                                              10
                       Hard Coral              Dead Coral                                                  8
                          25%                    Algae
                                                  27%




                                                                        majo r      indikato r      target



                       Gambar 11. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Hulapa
      Penutupan tertinggi diperoleh DCA, di 3m mencapi 35.33% dan 10m 38.5%.
Persentase tertinggi karang keras di kedalaman 10m diperoleh dari karang biru (CHL)
13.5% dan Acropora bercabang 10.83%. Dikedalaman 3m, karang keras yang
penutupannya terbesar adalah CB 15.83%, CHL 9.33% dan karang bentuk masif (CM)
9%.
        Kondisi perairan kurang bagus, substrat berbatu dan kondisi pulau mirip pulau
Saronde. Spesies unik yang ditemukan adalah ikan kakatua kepala benjol (Bolbometopon
muricatum) sekitar 20 ekor berukuran besar. Pada daerah dangkal masih banyak ikan
indikator dan major serta beberapa ikan target yang menjadikan daerah tersebut sebagai
tempat berlindung dan mencari makan.
       Spirobranchus giganteus dan Spaghetti worm merupakan avertebrata yang
mendominasi pulau ini. Hampir pada semua titik pengatan dapat ditemukan Spirobranchus
giganteus yang tumbuh pada karang masif sebagai substratnya. Didemnum molle paling
banyak ditemukan pada substrat karang mati di pulau Hulapa sedangkan Polycarpa
aurata biasanya ditemukan pada substrat karang masif dengan kedalaman 1 hinggga 6
meter. Sama dengan Pulau Saronde jenis sponge yang ditemukan pada pulau ini hanya
berjumlah tiga spesies yaitu Callyspongia sp, Clathria sp, dan Geliodes sp, pada
kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat karang mati dan karang masif.

3.12           PULAU MOHINGGITO

Kondisi Terumbu Karang
                       Penutupan Dasar Pulau Mohinggito               Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohinggito


                        Algae       Others   Sand
                         5%           5%                                     19
          Soft Coral                          10%
                                                             Rubble
              5%                                              15%
                                                                                                          13
                                                                                            12
                 Hard Coral
                    37%                         Dead Coral
                                                  Algae
                                                   23%




                                                                       m a jo r     indik a t o r   t a rge t


                 Gambar 12. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohinggito


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                                 - 21-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




       Kondisi terumbu karang di pulau inipun tidak jauh berbeda dengan P. Saronde dan
P. Hulapa. Persentase penutupan karang keras 37.5%, pasir 10%, rubble 15% dan DCA
22.5%. Selebihnya masing-masing 5% untuk karang lunak, algae dan avertebrata lain.
       Hasil LIT memperlihatkan bahwa dikedalaman 10 dan 3 meter DCA tetap
mendominasi dengan sangat mencolok. Sedangkan penutupan karang keras di kedua
kedalaman tersebut menunjukkan bahwa Acropora bercabang yang paling menonjol
pertumbuhannya, dengan nilai 14.77% di kedalaman 10m dan 39.17% di 3m. Algae yang
dijumpai dari kelompok algae hijau adalah genera Halimeda, merupakan algae yang
cukup banyak ditemukan di sekitar pulau-pulau di provinsi Gorontalo ini.
         Keanekaragaman ikan cukup tinggi pada daerah reef top dibandingkan reef edge
dimana pada saat itu kondisi perairan agak keruh. Spesies unik yang ditemukan antara
lain, ikan letter six (Paracanthurus hepatus) dan ikan badut (amphiprion ocellaris).
       Organisme yang mendominasi adalah ascidian yaitu Didemnum mole dan
Polycarpa aurata dengan substrat rubble, karang mati dan karang masif, beberapa
ditemukan pada kedalaman 1 hingga 10 meter. Untuk kelas Echinodermata ditemukan
empat spesies pada kedalaman 3 hingga 7 meter, beberapa diantara organisme tersebut
nampak biota lain yang berasosiasi dengan Echinodermata, misalnya kepiting dan
crustacea lainnya. Sponge hanya ditemukan tiga jenis pada kedalaman 1 hingga 7 meter.
Untuk kima ditemukan hanya dua jenis yaitu Tridacna crocea dan Tridacna squamosa
dengan diameter dibawah 15 cm, pada kedalaman 3 hingga 6 meter dengan substrat
karang masif. Dari kelas Asteroidea ditemukan enam spesies.

3.13    PULAU RAJA

Kondisi Terumbu Karang
                       Penutupan Dasar Pulau Raja                       Kelimpahan Ikan Karang Pulau Raja

                            Others Seagrass
                    Algae                     Sand                                      15
       Soft Coral             5%      1%                      Rubble
                     2%                        8%
           5%                                                  16%         13

                                                                                                     10
             Hard Coral
                                                     Dead Coral
                43%
                                                       Algae
                                                        20%




                                                                       majo r     indikato r     target



                    Gambar 13. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Raja

       Pulau ini juga dikenal dengan nama Pulau Motuo, merupakan salah satu pulau
yang ditetapkan sebagai daerah pariwisata. Pada salah satu sisi pulau dengan pantai
berbatunya, terumbu membentuk celah-celah dimana disekitarnya tumbuh koloni karang-
karang muda berbentuk meja. Secara keseluruhan rata-rata penutupan dasar di pulau ini
untuk karang keras adalah 43%, DCA 20% dan pasir 16%.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                            - 22-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




         Hasil diatas sangat jauh berbeda dengan hasil LIT di salah satu sisi dari pulau ini
yang pada saat pengamatan lebih tenang dibanding pantai berbatu. Pada kedalaman 10m
ditarik transek sepanjang 30m, hasilnya 90% DCA dan 10% lebihnya adalah karang keras,
karang lunak dan avertabrata lain. Hal yang sama dilakukan di kedalaman 3m dan
hasilnya sangat buruk, yaitu 100% adalah rubble atau pecahan karang. Pulau ini pernah
mengalami proses pemboman yang sangat intensif, terlihat dari hancuran karang yang
tersisa. Banyaknya pecahan karang dan karang-karang mati yang telah ditutupi algae
dengan berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk masif yang besar bahkan kita dapat
menjumpai karang bentuk meja yang cukup besar dengan posisi terbalik.
        Keanekaragaman ikan karang tergolong sedikit dimana kondisi terumbu karang
kurang bagus dan banyak patahan karang akibat penggunaan bahan peledak.
Kelimpahan ikan tidak banyak dimana kelimpahan tertinggi ditemukan pada kelompok
indikator yaitu ikan kepe-kepe dan ikan bendera. Untuk ikan konsumsi atau target sangat
jarang, ada beberapa yang dijumpai tapi masih berukuran kecil atau juvenil.
        Polycarpa aurata, Didemnum molle, Diplosoma smilis, dan Rhopalaea crassa
merupakan avertebrata yang mendominasi Pulau Raja rata-rata ditemukan pada
kedalaman 3 hingga 10 meter dengan substrat karang masif dan karang mati. Selain itu
sponge ditemukan tiga jenis masing-masing Carteriospongia sp, Clathria sp dan Haliclona
sp, pada substrat karang mati di kedalaman 3 hingga 10 meter. Diantara karang hidup
banyak ditemukan lilia laut meskipun hanya dua spesies yaitu Oxycomantus serra dan
Oxycomanthus benneti. Jenis Hidroid yang terdapat pada pulau ini adalah Agalaophenia
cuprisina dan Gymnagium sp. Bivalvia terdapat dua jenis hanya pada satu stasiun
pengamatan yang diwakili oleh Tridacna crocea dan Tridacna squamosa. Organisme ini
ditemukan pada substrat karang masif dan pasir

3.14      PULAU PAPAYA

Kondisi Terumbu Karang


                     Penutupan Dasar Pulau Papaya                Kelimpahan Ikan Karang Pulau Papaya


                           Others
                                            Sand
                                                                                  17           17
             Algae           8%
                                             13%
   Soft Coral 5%                                        Rubble
       5%
                                                                     14
                                                         12%


              Hard Coral
                                           Dead Coral
                 34%
                                             Algae
                                              23%




                                                                 majo r     indikato r     target


                 Gambar 14. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Papaya
       Pulau Papaya terletak berhadapan dengan P. Motuo. Pulau ini memiliki pantai
berpasir yang cukup menarik, sehingga pulau inipun termasuk dalam pulau tujuan wisata.
Setelah dilakukan RRA disekeliling pulau ini, maka didapat rata-rata penutupan dasar
perairan P. Papaya ini adalah, karang keras 33.33%, DCA 23.33%, rubble 11.67%,
sedangkan pasir 13.33%.


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                       - 23-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




        Keanekaragaman di daerah reef top lebih bagus dibandingkan reef edge dimana
kondisi pulau dan perairan masih lebih bagus dibandingkan dengan Pulau Raja. Spesies
umum yang ditemukan antara lain yaitu : ikan baronang (Siganidae), ikan janggut
(Parupeneus sp), ikan kerapu (Epinephelus sp.)
         Organisme yang mendominasi pulau ini diwakili oleh genera Tridacna yang
ditemukan tiga spesies yaitu Tirdacna crocea, Tridacna derasa, dan Tridacna squamosa,
sebagian besar ditemukan pada kedalaman 3 hingga 7 meter dengan substrat karang
masif dan pasir. Jumlah Tridacna ini melimpah pada satu titik pengamatan. Kelompok
ascidian ditemukan tiga jenis yaitu Didemnum molle, Polycarpa aurata dan Rophlaea
crassa, pada substrat karang mati maupun karang masif dengan kedalaman 1 hingga 6
meter. Sponge ditemukan hanya tiga spesies yaitu, Clathria sp, Depmasapmma sp, dan
Plakortis nigra, pada kedalaman 3 hingga 7 meter dengan substrat karang mati ataupun
karang masif. Heteractis dan Macrodactyla merupakan dua genera anemon yang
ditemukan pada Pulau Papaya. Kelompok Nudibranch ditemukan satu genera yaitu
Phillidia serta Achantaster planci yang merupakan salah satu jenis Asteroidea pemakan
polp karang.

3.15          PULAU MOHA

Kondisi Terumbu Karang
                       Penutupan Dasar Pulau Moha                  Kelimpahan Ikan Karang Pulau M oha

                         Others       Sand                                          25
              Algae       10%          5%           Rubble
               5%                                    10%
 Soft Coral
    10%
                                                     Dead Coral
                                                       Algae
                         Hard Coral                     20%           10                        10
                            40%




                                                                  majo r      indikato r    target



                      Gambar 15. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Moha
        Penutupan karang keras di pulau ini adalah 40%, DCA 20%. 10% masing-masing
untuk rubble, karang lunak dan avertebrata lain. Sedangkan untuk pasir dan algae
penutupannya sama-sama 5%. Lebih dari 50% penutupan dasar di kedalaman 3 dan10
meter adalah DCA. Rubble di 10m 29% dan 3m 13.17%. Sedangkan penutupan karang
keras lebih tinggi di kedalaman 3m daripada 10m.
        Spesies umum yang dijumpai : ikan labridae (Thallasoma sp.) jumlahnya sekitar
10 ekor, ikan ekor kuning (Caesio kuning) jumlahnya sekitar 20 ekor. Terumbu karang
sekitar Pulau Moha banyak yang rusak, menyebabkan keanekaragaman ikan karang
tidak tinggi. Ikan indikator banyak ditemukan di daerah dangkal (reef top) karena pada
daerah tersebut kondisi terumbu karang masih ada yang baik.
       Dua genera yang dominan ditemukan dari kelompok ascidian yaitu Didemnum dan
Polycarpa pada kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat rubble, karang mati dan
karang masif. Selanjutnya genera yang cukup banyak ditemukan diwakili oleh Diadema


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                        - 24-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




pada kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat pasir dan karang mati. Kondisi
lingkungan yang banyak terdapat alga dan detritus disekitar pecahan karang dan
merupakan makanan Diadema sangat memungkinkan organisme ini melimpah.
Spirobranchus banyak ditemukan hidup soliter pada karang masif, pada kedalaman 3
meter. Salah satu jenis Anemon yang tidak bersimbion dengan Amphiprion ditemukan
pada pulau ini yaitu Acthinostephanus haeckeli .

3.16          PULAU LAMPU

Kondisi Terumbu Karang

                           Penutupan Dasar Pulau Lampu             Kelimpahan Ikan Karang Pulau Lampu


                                Others       Sand
               Algae             5%           10%                                   11
                15%
                                                         Rubble
Soft Coral                                                25%
    5%                                                                  7
             Hard Coral                                                                         6
                13%                 Dead Coral
                                      Algae
                                       27%




                                                                   m ajo r    indikato r    target


                          Gambar 16. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Lampu


       Pulau ini tidak berpenghuni, kecuali beberapa orang penjaga lampu mercusuar
untuk Pelabuhan Kwandang yang lama. Pulau ini menunjukkan tanda-tanda bekas
pengeboman di waktu lampau yang sangat parah. Hasil RRA untuk penutupan dasar di
pulau ini memperlihatkan kondisi yang cukup parah. Penutupan karang keras hanya
12.5%, DCA 27.50%, rubble 25%, pasir 10%, Algae 15% dan untuk karang lunak serta
avertebrata lain, masing-masing 5%. Hasil LIT di kedalaman 3 dan 10 meter
memperlihatkan bahwa dari transek sepanjang 30 meter, 99.33% adalah rubble dan
0.67% karang masif (CM) pada kedalaman 10m. Sedangkan di kedalaman 3m, 100%
rubble. Sungguh keadaan yang memprihatinkan untuk sebuah pulau. Pada saat
penyelaman di kedalaman 3 dan 10 meter hanya ditemukan pecahan karang yang sudah
ditumbuhi alga dalam areal yang sangat luas.
        Ikan-ikan yang ditemukan umumnya famili Labridae dan Acanthuridae, serta
beberapa juvenile ikan damsel/chromis.        Kedalaman 3 meter masih lebih bagus
dibandingkan 10 meter. Hal ini disebabkan nelayan hanya menangkap ikan pada
kedalaman sekitar 10 meter atau lebih karena pada kedalaman tersebut banyak ikan
target berukuran besar dan bergerombol. Kelimpahan ikan karang spesies major,
indikator dan target mempunyai rasio perbandingan 7 : 11 : 6, dimana dalam sebuah
komunitas terdapat 7 ekor ikan major, 11 ekor ikan indikator dan 6 ekor ikan target.
       Didemnum dan Polucarpa dari kelompok ascidian masih mendominasi averterbata
pada pulau ini. Kondisi habitat dipulau ini memungkinkan untuk ascidian hidup dalam
kondisi yang melimpah, dengan substrat karang mati, rubble maupun karang masif. Pada
semua stasiun pengamatan di pulau ini dapat ditemukan ascidian pada kedalaman 3
hingga 10 meter. Genera Callyspongia, Cribohalina dan Plakortis dari kelompok sponge


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                        - 25-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




masih dapat ditemukan meskipun kondisi karang pada daerah ini kurang baik, Spesies ini
berada pada kedalaman 3 hingga 10 meter dengan substrat karang mati. Pada salah satu
titik pengamatan masih ada ditemukan Panulirus versicolor (lobster) di daerah terumbu
yang masih baik dengan ukuran relatif dibawah 10 cm.

3.17       PULAU HUHA

Kondisi Terumbu Karang

                            Penutupan Dasar Pulau Huha                Kelimpahan Ikan Karang Pulau Huha

                                  Others
                    Algae                            Sand
                                    5%                                                 12
                     7%                               17%
  Soft Coral
     10%                                                    Rubble
                                                              7%
                                                                                                     8
               Hard Coral                                                  7
                                              Dead Coral
                  25%                           Algae
                                                 29%




                                                                     m a jo r   indik a to r   ta rge t


                     Gambar 17. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Huha
       Kondisi P. Huha sedikit lebih baik, dengan penutupan karang keras 25% walaupun
penutupan DCA masih lebih besar (30%). Persentase karang lunak yang mencapai 10%,
memperlihatkan bahwa di pulau ini mulai terjadi suksesi terumbu karang menuju kondisi
yang lebih baik.
        Topografi dasar perairan bentuknya landai sekitar 3 – 7 meter, setelah itu banyak
pecahan karang dan pasir. Ada beberapa jenis ikan yang masih dapat bertahan misalnya
dari famili Acanthuridae. Keanekaragaman sedikit, ikan berukuran besar yang sempat
ditemui yaitu famili Kyposidae sebanyak 20 ekor dan ikan platax sebanyak 5 ekor. Tapi
masih ada tempat yang ditemukan mulai berkembang dengan ditemukannya beberapa
juvenile ikan meskipun dalam jumlah relatif kecil.
       Ada empat genera yang mendominasi avertebrata dengan dua kelompok yaitu dari
kelompok sponge yang diwakili oleh Clathria dan Haliclona serta kelompok ascidian
Didemnum dan Polycarpa. Hidroid dari genera Agalaophenia serta Oxycomanthus dari
kelompok lilia laut dapat ditemukan pada kedalaman 3 hingga 6 meter pada semua
stasiun pengamatan. Tridacna squamosa merapakan salah satu organisme yang masih
dapat ditemukan.

3.18       PULAU MALU

Kondisi Terumbu Karang

      Letaknya hampir mendekati perbatasan antara Provinsi Gorontalo dengan Provinsi
Sulawesi Utara, perjalanan yang ditempuh sekitar 1jam 30 menit dari pelabuhan lama
Kwandang. Kondisi rata-rata penutupan dasar pulau ini adalah karang keras 35%, DCA



Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                          - 26-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




17.5%, rubble 7.5% dan pasir 12.5%. Penutupan karang lunak juga tinggi (12.5%), gejala
di P. Lampu juga terjadi disini. Algae sebesar 5% dan avertebrata lain 10%.


                        Penutupan Dasar Pulau Malu                          Kelimpahan Ikan Karang Pulau M alu


                          Others             Sand                                                          16
               Algae       10%                13%
                                                                  Rubble                      13
  Soft Coral    5%                                                              12
                                                                    8%
     13%

                                                     Dead Coral
                                                       Algae
                           Hard Coral                   17%
                              34%




                                                                           m ajo r     indikat o r    t arget



                       Gambar 18. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Malu
       Titik penyelaman adalah suatu daerah yang arusnya cukup kencang, dimana
rubble dan DCA sangat mendominasi di kedalaman 10m dengan penutupan 50% dan
38.17%. Untuk 3m penutupan tertinggi adalah DCA dan karang lunak, dengan penutupan
mencapai 38.33% dan 32.5%. Penutupan karang bercabang (CB) dan karang masif di
kedalaman 3 meter lebih tinggi, yaitu 10.17% dan 8.5%.
        Pada saat penyelaman di kedalaman 10 meter di temukan ikan kerapu bebek
/tikus (Cromileptes altivelis) sebanyak 2 ekor, dimana ikan ini agak sulit dijumpai pada
saat menyelam karena biasanya bersembunyi di celah-celah karang. Pada kedalaman 3
meter, keanekaragaman cukup tinggi dan dijumpai beberapa jenis kelompok ikan indikator
dengan jumlah lebih banyak. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut masih memiliki
terumbu karang yang baik. Sedangkan pada kedalaman 10 meter, keanekaragaman ikan
sudah berkurang. Hanya ada beberapa spesies yang soliter, yaitu ikan kerapu
(Epinephelus sp.) dan ikan kakap (Lutjanus gibbus).
       Organisme yang mendominasi pada pulau ini ditemukan pada semua stasiun
pengamatan yaitu dari kelompok ascidian dengan dua genera Didemnum dan Polycarpa,
pada kedalaman 3 hingga 6 meter dengan substrat rubble dan karang mati. Crinoid dari
genera Oxycomanthus nampak banyak terdapat pada semua stasiun pengamatan,
dengan kedalaman 3 hingga 6 meter. Diadema setosum merupakan kelas Echinodermata
yang dapat dijumpai pada kedalaman 1 hingga 6 meter di semua stasiun pengamatan.
Namun untuk kelompok sponge ditemukan empat genera yaitu Clathria, Haliclona,
Lanthella dan Plakortis pada dua stasiun pengamatan di kedalaman 3 hingga 6 meter.

3.19           TANJUNG KERBAU

Kondisi Terumbu Karang
       Untuk melakukan penyelaman yang tenang, mungkin lebih baik dilakukan pada
saat musim barat, karena apabila dilakukan di musim timur, ombak sangat besar, dengan
ketinggian mencapai lebih dari 1 meter. Tetapi keadaan tersebut terlupakan begitu
penyelaman dimulai, karena terumbu karangnya masih bagus, dengan persentase karang
hidup mencapai lebih dari 50%, baik di kedalaman 3m maupun 10m. Karang hidup


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                                 - 27-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




didominasi oleh karang bentuk bercabang. Pertumbuhan karang pun cukup baik, karena
sampai lebih dari 20 meter masih dapat hidup, walaupun penutupannya tidak terlalu rapat,
karena mulai didominasi oleh pasir. Variasi organisme pun tinggi, selain ikan yang
beragam, ditemukan pula penyu sisik dan sponge dalam ukuran diatas rata-rata.


                     Penutupan Dasar Tanjung Kerbau                Kelimpahan Ikan Karang Tanjung Kerbau


                        Others          Sand
             Algae
                                               Rubble                  46
                         10%             5%      5%
   Soft Coral 5%
       5%                                             Dead Coral                                  35
                                                        Algae
                                                         15%
                                 Hard Coral                                          20
                                    55%




                                                                   majo r      indikato r     target



               Gambar 19. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Tanjung Kerbau
        Tanjung kerbau atau Olele terletak pada wilayah pantai selatan provinsi Gorontalo,
dimana keanekaragaman biota lautnya sangat tinggi dibandingkan pulau-pulau lain
disekitarnya. Pengaruh gelombang sangat besar dan arus kencang, dimana substrat
dasar perairan umumnya berbatu. Lokasi ini memliliki tebing karang yang sangat indah
dan ada ditemukan gua-gua sehingga memberi keindahan tersendiri.
        Ikan-ikan yang dijumpai beraneka ragam dan masih banyak yang bergerombol
dalam jumlah besar. Spesies langka yang ditemukan yaitu ikan Napoleon (Cheillinus
undulatus), ikan enjiel (Pomacanthus imperator),ikan belut (Gymnothorax javanicus) dan
ikan trigger kembang (Balistoides conspicillum). Biasanya ikan ini ditemukan di daerah
bertebing (drop off) dan berlindung di dalam celah-celah sekitar terumbu karang.
Kelimpahan kelompok ikan major merupakan kelompok dengan kelimpahan terbesar yaitu
sekitar 46 ekor/250 m2, kemudian disusul ikan target sebesar 35 ekor/250 m2dan indikator
sekitar 20 ekor/250 m2.
        Pada kedalaman 3 hingga 20 meter ditemukan tujuh genera kelompok sponge
yaitu Callyspongia, Carteriospongia, Geliodes, Haliclona, Lanthella, Phillospongia, dan
Xextospongia. Sponge nampak mendominasi pada daerah tanjung kerbau, sedangkan
kelompok hidroid ditemukan tiga genera yaitu Agalaophenia, Gymnagium, dan Plumularia.
Lilia laut dijumpai pada kedalaman 2 hingga 20 meter diwakili oleh tiga genera yaitu
Oxycomanthus, Chomanthia dan Canometra. Biasanya lilia laut berada diatas karang.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                           - 28-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




4    KESIMPULAN

1. Secara umum kondisi terumbu karang di Provinsi Gorontalo bervariasi mulai dari yang
   sangat jelek sampai kondisi yang sangat baik. Namun berdasarkan perhitungan rata-
   rata, tingkat kerusakan umumnya telah mencapai sekitar 40-60% (kondisi sedang).
   Namun pada beberapa titik seperti di Pulau Lampu dapat mencapai sekitar 70%.
2. Daerah yang berdekatan dengan massa daratan utama, kecuali di sekitar Tanjung
   Kerbau, terumbu karangnya relatif kurang baik, hal ini pada umumnya akibat
   sedimentasi dan penambangan batu karang, disamping dengan akitifitas destructive
   fishing lainnya.
3. Beberapa daerah di pulau-pulau dan gusung-gusung kondisi karangnya masih relatif
   baik, namun tidak kurang yang telah rusak utamanya akibat aktifitas penggunaan alat
   yang merusak seperti bom dan sianida.
4. Penyebab kerusakan terumbu karang lainnya kemungkinan adalah akibat pemutihan
   karang (bleaching) oleh pemanasan global, sementara tanda-tanda terjadinya predasi
   akibat bintang laut bermahkota atau penyakit serta overgrowth oleh alga makro relatif
   sedikit.
5. Beberapa pulau yang selama ini di plot sebagai daerah prospek parawisata seperti
   Pulau Lampu justru memiliki karang mati yang sangat tinggi yakni antara 40-70%,
   dengan rata-rata karang mati yang telah berbentuk pecahan karang (ruble) dan karang
   tertutupi algae lebih dari 50%.
6. Tingkat pemanfaatan organisme asosiasi seperti kerang-kerangan dan organisme
   avertebrata lainnya masih relatif baik, dengan tingkat kepadatan dan jumlah jenis yang
   masih tinggi.
7. Walaupun populasi ikan-ikan karang yang menjadi target penangkapan masih relatif
   baik, namun ada indikasi terjadi penangkapan berlebih, terutama untuk jenis-jenis ikan
   kerapu yang saat ini jumlah jenis dan kepadatan serta ukurannya relatif kecil.
8. Harapan terjadinya pemulihan secara alami di beberapa lokasi terutama di daerah
   pulau-pulau dan gusung kelihatannya masih besar, hal ini ditandai dengan cukup
   banyaknya dijumpai karang baru (recruits).



5    REKOMENDASI / IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

1. Mengingat tingginya tingkat kerusakan terumbu karang yang ada di Provinsi
   Gorontalo, maka perlu segera menadapat perhatian dari semua pihak terkait untuk
   menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam upaya menyelematkan
   terumbu karang yang masih tersisa
2. Agar upaya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang bisa lebih berjalan secara
   efektif, diperlukan adanya peraturan daerah (perda) pengelolaan terumbu karang baik
   di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten untuk secara khusus mengatur
   penyelamatan dan perbaikan ekosistem terumbu karang secara komprehensif
3. Program-program yang ada selama ini yang berhubungan dengan pengelolaan dan
   rehabilitasi terumbu karang (mis. MCRM dan program DKP Provinsi Gorontalo) perlu
   disingkrongkan satu sama lain agar tidak mubassir dan cenderung tidak di follow-up
4. Upaya mendesak yang perlu segera dilakukan adalah menyetop atau mengurangi
   sumber-sumber pengrusakan terumbu karang tersebut seperti penggunaan alat


Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                               - 29-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang




   merusak , penambangan, dan mengupayakan pengurangan tingkat sedimentasi dari
   lahan atas. Upaya rehabilitasi hanya dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang memang
   secara ekologis tidak dapat lagi atau sangat sulit untuk pulih secara alami.
5. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang berasosiasi dengan terumbu karang
   (ikan dan avertebrata) perlu disusun secara detail dan komprehensif agar
   pemanfaatannya dapat lebih optimal dan berkelanjutan
6. Untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ini (termasuk
   pariwisata bahari), maka berdasarkan hasil kajian ini perlu segera disusun zonasi
   pengelolaan yang disingkrongkan dengan rencana tata ruang wilayah pesisir dan laut
   Provinsi Gorontalo.


REFERENSI
English, S.C.; Wilkinson and Baker, V., 1997. Survey Manual for Tropical Marine
       Resources. Asean. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal
       Resources. p. 68-80.

Gomez, E.D. and Halen, T.Y., 1988. Monitoring Reef Condition.                                  In:    Eds.:
      R.A. Kenchington and B.E.T., Hudson. p.187-195. UNESCO. Jakarta.

Gunderson, D. R.,1993. Surveys of Fisheries Resources. John Wiley & Sons Inc., New
      York – Singapore. p. 183-214.

Hutomo, M., 1993. Pengantar Studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode
      Pengkajiannya. Puslitbang Oseanologi. LIPI. Jakarta. p. 35.

Jompa, J. Thana, D, Sudirman 2003. Bahan Kuliah Wawasan Sosial Budaya Bahari,
      Aspek Bio-Ekologis. MKDU, Universitas Hasanuddin Press.

Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore.
       400p.

Mannual – CRITC, 2001. Project Management Office (PMO). COREMAP. Jakarta.

Randall, J.E and Heemstra, P.C., 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific
      Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New
      Species.




Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas                                                     - 30-
RINGKASAN EKSEKUTIF
      LAPORAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


  KAJIAN TENTANG POTENSI, KONDISI, DAN
 STATUS PEMANFAATAN TERUMBU KARANG




                   KERJASAMA:

    DIVISI KELAUTAN, PUSAT KEGIATAN PENELITIAN
              UNIVERSITAS HASANUDDIN

                     DENGAN

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENGENDALIAN
           DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH
     (BALITBANGPEDALDA) PROVINSI GORONTALO


                   GORONTALO
                      2004

More Related Content

What's hot

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
bramantiyo marjuki
 
Tentang BROK SeaCORM
Tentang BROK SeaCORMTentang BROK SeaCORM
Tentang BROK SeaCORM
MAPIN ISRS
 
Tugas mk. konservasi pak indra l.
Tugas mk. konservasi pak indra l.Tugas mk. konservasi pak indra l.
Tugas mk. konservasi pak indra l.
JenLy Hau
 
6.isnaini
6.isnaini6.isnaini
6.isnaini
dewijhasiru
 
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIGKelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
Luhur Moekti Prayogo
 
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Mujiyanto -
 
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
suningterusberkarya
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpsepthayuda
 
Nugroho, galih adi
Nugroho, galih adiNugroho, galih adi
Nugroho, galih adi
Galih Adi Nugroho
 
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamunLaporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
muhammad halim
 
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli KasmiDisertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Dr. Mauli Kasmi
 
Proposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi NusantaraProposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi Nusantara
visionsaga
 
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsatAnalisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
mataraga nay
 
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPBPeta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
 
Daftar judul makalah
Daftar judul makalahDaftar judul makalah
Daftar judul makalah
semnas himateklink
 
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
Luhur Moekti Prayogo
 
Andrew hidayat 233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
 Andrew hidayat   233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e Andrew hidayat   233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
Andrew hidayat 233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
Andrew Hidayat
 
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan  kemaritiman daerah pesisirModul pengembangan  kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
Ismail Ahmad
 

What's hot (20)

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
 
Merkuri Di Teluk Kao
Merkuri Di Teluk KaoMerkuri Di Teluk Kao
Merkuri Di Teluk Kao
 
Tentang BROK SeaCORM
Tentang BROK SeaCORMTentang BROK SeaCORM
Tentang BROK SeaCORM
 
Tugas mk. konservasi pak indra l.
Tugas mk. konservasi pak indra l.Tugas mk. konservasi pak indra l.
Tugas mk. konservasi pak indra l.
 
6.isnaini
6.isnaini6.isnaini
6.isnaini
 
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIGKelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
Kelebihan, Kelemahan serta Peranan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG
 
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
 
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 9 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
 
Nugroho, galih adi
Nugroho, galih adiNugroho, galih adi
Nugroho, galih adi
 
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamunLaporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun
 
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli KasmiDisertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
 
Proposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi NusantaraProposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi Nusantara
 
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsatAnalisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
 
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPBPeta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
Peta Kompetensi Sarjana PS MSP IPB
 
Daftar judul makalah
Daftar judul makalahDaftar judul makalah
Daftar judul makalah
 
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...
 
Andrew hidayat 233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
 Andrew hidayat   233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e Andrew hidayat   233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
Andrew hidayat 233988-perilaku-menggaram-gajah-sumatera-elepha-49d8176e
 
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan  kemaritiman daerah pesisirModul pengembangan  kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
 
1 pendahuluan
1 pendahuluan1 pendahuluan
1 pendahuluan
 

Viewers also liked

Makalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalMakalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalTri Ajeng
 
Contoh Bisnis Plan
Contoh Bisnis PlanContoh Bisnis Plan
Contoh Bisnis Plan
Grapadi
 
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
Youone Lumbanraja
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiMuhamad Riadi
 
Penulisan gaya ukm
Penulisan gaya ukmPenulisan gaya ukm
Penulisan gaya ukm
Syikin Yakub
 
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhir
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhirPanduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhir
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhirHuzaifah Zai
 
Kertas kerja karnival bestari
Kertas kerja karnival bestari Kertas kerja karnival bestari
Kertas kerja karnival bestari
Azlan Azmi
 
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasiKertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
PASSION BEAUTY TRAINING CONSULTANCY
 
Laporan Projek Akhir
Laporan Projek AkhirLaporan Projek Akhir
Laporan Projek Akhir
wanamateur_48
 
Kajian literatur
Kajian literaturKajian literatur
Kajian literatur
Dwi Karyani
 
Tesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
Tesis Diploma Vokasional Malaysia LandskapTesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
Tesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
Abdul Waqash Marzuki
 
Kolej vokasional
Kolej vokasionalKolej vokasional
Kolej vokasional
Anas Redzuan Shariff
 
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
Rizalshah Zulkifli
 
Panduan ringkas menulis kertas kerja
Panduan ringkas menulis kertas kerjaPanduan ringkas menulis kertas kerja
Panduan ringkas menulis kertas kerjaAbdullah Mokhti
 
Contoh kertas kerja program
Contoh kertas kerja programContoh kertas kerja program
Contoh kertas kerja program
mkazree
 

Viewers also liked (19)

Ringkasan dari cerita quantum ikhlas
Ringkasan dari cerita quantum ikhlasRingkasan dari cerita quantum ikhlas
Ringkasan dari cerita quantum ikhlas
 
Makalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalMakalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasional
 
Contoh Bisnis Plan
Contoh Bisnis PlanContoh Bisnis Plan
Contoh Bisnis Plan
 
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
Contoh Makalah ( Makalah anggrek)
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
 
Penulisan gaya ukm
Penulisan gaya ukmPenulisan gaya ukm
Penulisan gaya ukm
 
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhir
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhirPanduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhir
Panduan penulisan tesis projek ilmiah tahun akhir
 
rancangan perniagaan
rancangan perniagaan rancangan perniagaan
rancangan perniagaan
 
Kertas kerja karnival bestari
Kertas kerja karnival bestari Kertas kerja karnival bestari
Kertas kerja karnival bestari
 
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasiKertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
Kertas cadangan program pembangunan usahawan telekomunikasi
 
Laporan Projek Akhir
Laporan Projek AkhirLaporan Projek Akhir
Laporan Projek Akhir
 
Kajian literatur
Kajian literaturKajian literatur
Kajian literatur
 
Tesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
Tesis Diploma Vokasional Malaysia LandskapTesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
Tesis Diploma Vokasional Malaysia Landskap
 
Kolej vokasional
Kolej vokasionalKolej vokasional
Kolej vokasional
 
Format, ciri kertas kertas kerja
Format, ciri kertas kertas kerjaFormat, ciri kertas kertas kerja
Format, ciri kertas kertas kerja
 
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
Contoh Laporan Latihan Industri (FULL)
 
Contoh kertas kerja
Contoh kertas kerjaContoh kertas kerja
Contoh kertas kerja
 
Panduan ringkas menulis kertas kerja
Panduan ringkas menulis kertas kerjaPanduan ringkas menulis kertas kerja
Panduan ringkas menulis kertas kerja
 
Contoh kertas kerja program
Contoh kertas kerja programContoh kertas kerja program
Contoh kertas kerja program
 

Similar to Ringkasan eksekutif karang unhas

Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Nurma Putri Tanadoang
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Mujiyanto -
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
widodopranowo
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Mujiyanto -
 
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptxmikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
MuhammadSumsanto1
 
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
Nina909058
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
Asramid Yasin
 
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
KasimMansyur1
 
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docxBAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
AbdullahFaqih26
 
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
VinnaYasin
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
nelvameyriani1
 
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Dr. Mauli Kasmi
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
Mustain Adinugroho
 
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdfOrasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Yanto67
 
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
Umar Tangke
 
sistem zonasi kawasan konservasi dalam be
sistem zonasi kawasan konservasi dalam besistem zonasi kawasan konservasi dalam be
sistem zonasi kawasan konservasi dalam be
NuraniPriseptiarimi
 
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
adetriputra3
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
Repository Ipb
 

Similar to Ringkasan eksekutif karang unhas (20)

Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
 
12106728.ppt
12106728.ppt12106728.ppt
12106728.ppt
 
36 sebatik
36 sebatik36 sebatik
36 sebatik
 
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptxmikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
mikroplastik pada perairan dan organ pencernaan ikan.pptx
 
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
 
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docxBAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
BAB I & II KUALITAS AIR Kel 9 (1).docx
 
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
 
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdfOrasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
 
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
Agrikan volume 9 edisi 1 1 13-ahmad talib_
 
sistem zonasi kawasan konservasi dalam be
sistem zonasi kawasan konservasi dalam besistem zonasi kawasan konservasi dalam be
sistem zonasi kawasan konservasi dalam be
 
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
 

More from Yuga Rahmat S (20)

2.powert point
2.powert point2.powert point
2.powert point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
Echinodermata
EchinodermataEchinodermata
Echinodermata
 
2010 pengamatan invertebratadibama
2010 pengamatan invertebratadibama2010 pengamatan invertebratadibama
2010 pengamatan invertebratadibama
 
3. silabus
3. silabus3. silabus
3. silabus
 
1.bahan ajar
1.bahan ajar1.bahan ajar
1.bahan ajar
 
Artikel kel. 8
Artikel kel. 8Artikel kel. 8
Artikel kel. 8
 
Rayap
RayapRayap
Rayap
 
3. silabus
3. silabus3. silabus
3. silabus
 
1.bahan ajar
1.bahan ajar1.bahan ajar
1.bahan ajar
 
Artikel fhylum mollusca
Artikel fhylum molluscaArtikel fhylum mollusca
Artikel fhylum mollusca
 
Artikel fhylum mollusca
Artikel fhylum molluscaArtikel fhylum mollusca
Artikel fhylum mollusca
 

Ringkasan eksekutif karang unhas

  • 1. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang KATA PENGANTAR Penelitian ini menyangkut “Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang” yang dilakukan di Provinsi Gorontalo, baik di pantai utara (Laut Sulawesi) maupun yang ada di pantai selatan (Teluk Tomini). Untuk menyelamatkan dan lebih memberdayakan potensi sumberdaya terumbu karang yang demikian besar secara optimal dan berkesinambungan, dibutuhkan data aktual tentang potensi dan kondisi sumberdaya ekosistem tersebut. Data tentang potensi dan kondisi ekosistem terumbu karang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dan didukung oleh data penginderaan jauh berupa citra satelit. Masih banyaknya daerah di Indonesia, termasuk Gorontalo, yang belum mengetahui secara lebih detail tentang kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya terutama disebabkan oleh lemahnya SDM yang dapat melakukan penelitian bawah laut yang relatif sulit ini. Hasil penelitian ini merupakan upaya maksimal yang dilakukan atas kerjasama Divisi Kelautan Universitas Hasanuddin dengan Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan (BALITBANGPEDALDA) Provinsi Gorontalo. Kami berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat, terutama bagi pihak-pihak terkait yang berkompeten agar sumberdaya yang sangat berharga ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat secara umum. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu, terutama Ibu Kepala Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian ini. Ucapan yang sama kami ucapkan kepada segenap karyawan Balitbangpedalda dan semua pihak yang telah berperan serta dalam mensukseskan kegiatan penelitian ini. Gorontalo, Oktober 2004 Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ketua Peneliti Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 1-
  • 2. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Ucapan Terimakasih Provinsi Gorontalo yang memiliki program Etalase Perikanan dan Kelautan, mutlak membutuhkan informasi yang lebih detail dan komprehensif tentang kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya, terutama dalam menyusun program yang lebih strategis dalam pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan potensi sumberdaya terumbu karang di daerah ini. Oleh karena itu, Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan (Balitbangpedalda) Provinsi Gorontalo menggalang kerjasama dengan Divisi Kelautan Universitas Hasanuddin untuk melakukan penelitian menyangkut “Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang” yang dilakukan di Provinsi Gorontalo, baik di pantai utara (Laut Sulawesi) maupun yang ada di pantai selatan (Teluk Tomini). Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kesuksesan kegiatan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah pengelolaan ekosistem terumbu karang, baik instansi pemerintah maupun pihak-pihak lainnya seperti LSM, pengusaaha, dan lain- lain. Gorontalo, Oktober 2004 Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS Kepala Balitbangpedalda Gorontalo Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 2-
  • 3. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah 12.215,44 km2 merupakan provinsi baru yang merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara. Konsekuensi dan sekaligus tantangan dari kebijakan ini terutama di era otonomi daerah adalah bagaimana memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo menetapkan tiga program unggulan yakni pengembangan SDM, pengembangan Agropolitan dan program Etalase Perikanan dan Kelautan. Berdasarkan Laporan PKSPL-IPB (2000), dan sumber-sumber lain (unpub.), serta Jompa (2003), Perairan Provinsi Gorontalo, baik yang berbatasan dengan Laut Sulawesi maupun di Teluk Tomini kemungkinan mempunyai potensi keragaman jenis biota laut yang tinggi terutama pada ekosistem terumbu karang. Walaupun penelitian secara detail tentang ekosistem terumbu karang belum tersedia di Provinsi Gorontalo, perlu disadari bahwa terumbu karang pada umumnya merupakan ekosistem yang kompleks yang memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi yang terdapat di daerah perairan dangkal seluruh perairan tropis dimana ekosistem ini mendukung perikanan produktif dan menyediakan sumber protein penting (English, et al., 1997). Tekanan terhadap ekosistem terumbu karang bukan hanya bersumber dari semakin maraknya penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti pengeboman dan penggunaan bius, melainkan juga seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan di wilayah pesisir sebagai daerah industri, pemukiman, pelabuhan, pertanian dan akuakultur yang menyebabkan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang semakin meningkat. Untuk menyelamatkan dan lebih memberdayakan potensi sumberdaya terumbu karang yang demikian besar secara optimal dan berkesinambungan, dibutuhkan data aktual tentang potensi dan kondisi sumberdaya ekosistem tersebut. Data tentang potensi dan kondisi ekosistem terumbu karang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dan didukung oleh data penginderaan jauh berupa citra satelit. Masih banyaknya daerah di Indonesia, termasuk Gorontalo, yang belum mengetahui secara lebih detail tentang kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya terutama disebabkan oleh lemahnya SDM yang dapat melakukan penelitian bawah laut yang relatif sulit ini. Provinsi Gorontalo yang memiliki program Etalase Perikanan dan Kelautan, mutlak membutuhkan informasi yang lebih detail dan komprehensif tentang kondisi dan potensi ekosistem terumbu karangnya, terutama dalam menyusun program yang lebih strategis dalam pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan potensi sumberdaya terumbu karang di daerah ini. 1.2 Perumusan Masalah Adapun yang menjadi masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran kondisi ekosistem terumbu karang di Provinsi Gorontalo, terutama tingkat penutupan jenis karang keras yang masih hidup (live cover)? Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 3-
  • 4. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 2. Bagaimana tingkat biodiversity dan kelimpahan organisme ekonomis penting seperti ikan, moluska, dan krustasea pada ekosistem terumbu karang di Gorontalo? 3. Bagaimana gambaran distribusi spasial (thematik) berbagai kelompok organisme bentik pada ekosistem terumbu karang (terutama karang, alga makro, ikan, moluska, dll)? 4. Dari ketersediaan data tersebut, sejauh mana tingkat eksploitasi ekosistem terumbu karang yang ada di perairan Provinsi Gorontalo? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisa kondisi dan potensi ekosistem terumbu karang melalui analisis citra satelit dan penelitian di lapangan. Hal ini mencakup tingkat penutupan karang hidup/mati, keanekaragaman karang Scleractinia, makro alga, ikan-ikan karang, serta biota asosiasi yang bernilai ekonomis penting. 2. Menghasilkan peta potensi dan kondisi ekosistem terumbu karang yang menggambarkan kondisi ekologis terumbu karang secara spatial dengan menggunakan SIG. 3. Menganalisa tingkat pemanfaatan sumberdaya hayati terumbu karang secara umum di perairan Provinsi Gorontalo 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Tersedianya informasi mengenai kondisi dan potensi ekosistem terumbu karang yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi kebijakan pengelolaan ekosistem tersebut, misalnya dasar pembuatan perda pengelolaan terumbu karang baik bagi provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota 2. Tersedianya peta sebaran ekologis pada ekosistem terumbu karang tersebut secara lebih komprehensif, yang memuat berbagai aspek penting tentang kondisi, potensi dan dinamika ekosistem terumbu karang. 3. Informasi tentang potensi ekosistem ini juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan promosi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang, baik untuk sektor perikanan maupun untuk sektor lainnya seperti pariwisata, dll. 4. Sebagai acuan dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari. 2 METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah dimana ekosistem terumbu karang berkembang, terutama di sekitar pulau-pulau kecil. Hal ini ditentukan berdasarkan hasil analisa awal dengan menggunakan data Citra Satelit dan data sekunder yang ada. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 4-
  • 5. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan rona awal dan peruntukannya (mis. untuk perlindungan, pariwisata, atau perikanan demersal) 2.2 Jangka Waktu dan Jenis Kegiatan Keseluruhan rangkaian kegiatan ini dilaksanakan dalam kurun waktu sekitar 4 bulan, dari bulan Mei hingga Agustus 2004, dengan tahapan kegiatan dimulai dengan persiapan, survei awal, pengumpulan dan analisa data, diskusi-diskusi, pemetaan, lokakarya dan pembuatan laporan akhir. Sumber data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka tentang penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di Gorontalo, dan penggunaan analisa dari image Landsat-TM. Data primer dikumpulkan melalui metode survei seperti teknik Landsat image (Claseen dan Pirazzoli, 1988), RRA (COREMAP-AMSAT, 2001) dan transek garis (Gomez dan Yap, 1988; English et al., 1997), serta inventarisasi bebas (free sampling). Foto bawah air juga digunakan untuk mempermudah dan mengkonfirmasi identifikasi spesies. Jenis-jenis data yang dikoleksi dan dianalisa meliputi: (1) Tipe umum dan kondisi habitat di terumbu karang (RRA); (2) Persen penutupan komunitas bentik terumbu karang (transek garis); (3) Spesies dan kelimpahan ikan karang (sensus visual); (4) Sebaran dan luasan terumbu karang (analisa citra). 2.3 Jumlah Titik Sampling Dari 19 pulau yang dijadikan sebagai lokasi pengamatan, terdapat sejumlah 57 titik sampling untuk pengamatan dengan menggunakan metode RRA, 20 titik GCP untuk analisa data citra, serta 22 titik sampel untuk permanen transek dengan menggunakan metode LIT, sehingga total keseluruhan titik sampel dalam penelitian ini adalah 139 titik. Rangkuman dari jenis dan jumlah titik sampling adalah sebagai berikut: Tabel 1.Jenis dan Jumlah Titik Sampling No. Sampling Jumlah stasiun Keterangan 1. RRA 57 19 pulau 2. GCP 20 10 pulau 3. LIT 22 11 pulau Total 99 Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 5-
  • 6. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 2.4 Prosedur Penelitian 2.4.1 Analisis Citra Satelit Landsat ETM Analisis citra satelit Landsat ETM dilakukan secara digital dengan melalui tahapan- tahapan sebagaimana diagram alir berikut : Data Digital Landsat ETM Peta Rupabumi Koreksi Radiometrik Data Digital Landsat ETM Terkoreksi Orientasi Lapangan Perentangan Kontras Citra Komposit Warna Semu Klasifikasi Spektral Pemilihan Maximum Likelihood Lokasi Sampel Perbaikan Klasifikasi Kerja Lapangan Peta Potensi dan Kondisi Ekosistem Sistem peta untuk pemetaan daerah terumbu karang pada pulau-pulau ini adalah geodetik, dengan datum referensi yang digunakan adalah World Geodetic System 1984 (disingkat WGS 84) dan sistem proyeksi Transverse Mercator. WGS ‟84 adalah sistem referensi untuk koordinat satelit GPS, merupakan sistem koordinat kartesian terikat bumi dengan karakteristik sebagai berikut: i. pusatnya berimpit dengan pusat massa bumi; ii. sumbu Z berimpit dengan sumbu putar bumi yang melalui CTP (conventional terrestrial pole); iii. sumbu X terletak pada bidang bidang meridian nol (GreenWich); iv. sumbu Y tegak lurus sumbu X dan Z, dan membentuk sistem tangan kanan Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 6-
  • 7. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Sistem ini digunakan oleh GPS sejak tahun 1987, dan ellipsoid yang digunakan adalah Geodetic Reference System (GRS) 1980. Datum WGS 1984 pada dasarnya berbeda dengan datum pemetaan yang digunakan di sebagian besar peta rupa-bumi Indonesia saat ini yaitu, Indonesian Datum 1974 (ID 74). Tabel 2. memperlihatkan perbedaan utama untuk kedua parameter datum yaitu nilai besaran sumbu mayor dan kegepengan ellipsoid. Tabel 2. Parameter Ellipsoid Datum Nama Datum Parameter ID 74 WGS 84 Semimayor (a ) 6378 160 m 6378 137 m Flattening ( f ) 1/298.247 1/298.257223563 Prosedur utama untuk keseragaman referensi posisi pada seluruh kegiatan pemetaan adalah dengan menetapkan satu datum tunggal yaitu WGS 84. Oleh karena itu, pada pemetaan kepulauan di Gorontalo telah ditetapkan hal-hal sebagai berikut; 1. Citra satelit Landsat 7 ETM+ harus memiliki referensi posisi dalam WGS 84, 2. Setiap pengambilan data lapangan dengan GPS navigasi harus menggunakan sistem datum WGS 84. 2.4.1.1 Akuisisi Data untuk Pemetaan Ada dua jenis data yang digunakan pada kegiatan pemetaan ini, yaitu: 1. Data raster dari citra Landsat 7 ETM+, dan 2. Data vektor yang diperoleh dari pengukuran lapangan. Data vektor pada akhirnya nanti juga akan didapatkan dari proses lanjutan data raster melalui proses vektorisasi citra terklasifikasi. Citra Landsat ETM+ dibeli pada level 1R, menurut dokumen pengiriman telah mengalami proses rektifikasi ke sistem referensi geodetik dengan datum WGS 84. Oleh karena itu, semua data posisi lapangan dan pekerjaan digitasi pada akhirnya telah diikatkan ke sistem referensi tersebut. Data vektor yang digunakan terdiri dari dua macam: 1. Data vektor hasil digitasi Peta Rupa Bumi Indonesia, yaitu: - poligon garis pantai pulau utama (daratan Gorontalo) - poligon rataan terumbu setiap pulau yang menjadi daerah studi - poligon daratan pulau 2. Data vektor dari lapangan berupa titik-titik stasiun sampling masing-masing untuk stasiun RRA, LIT dan titik ikat. 2.4.1.2 Citra Satelit Analisis citra satelit dilakukan dengan menggunakan software yang memiliki kemampuan Image Analysis. Analisis awal terhadap data citra dilakukan sebelum ke lapangan dengan melakukan pembatasan wilayah studi (konversi dan pemotongan citra). Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 7-
  • 8. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Untuk memudahkan pengambilan sampel pada citra, penajaman warna dilakukan dengan membuat citra komposit menggunakan kombinasi band 542, untuk menganalisis penutupan vegetasi kepulauan, dan band 321, untuk habitat perairan dangkal. Pada setiap hasil komposit kemudian dibuat sejumlah daerah kajian (training sample) sebagai sampel untuk penentuan kelas penutupan lahan dan kelas habitat pada perairan dangkal (rataan terumbu). Dari sejumlah sampel tersebut kemudian diperoleh karakteristik spektral masing-masing objek sehingga dapat ditentukan jenis penutupan lahan dan habitat perairan dangkalnya. 2.4.1.3 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) tersusun dari komponen-komponen; data (spasial dan tekstual), perangkat keras, perangkat lunak, brainware (sumberdaya manusia pengelola) dan organoware (link organisasi pengelola dan penyedia data). Inti dari suatu SIG adalah basis data. Oleh karena itu, basis data yang dibentuk harus mengacu pada operasional harian suatu aktifitas yang dispasialkan. Pada pekerjaan ini, operasional hariannya akan meliputi sejumlah entiti seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Entiti Penyusun Basis Data SIG Entiti No Tekstual Spasial 1. Daratan Poligon 2. Reef flat Poligon 3. Stasiun RRA Reef Edge Point 4. Titik Ikat Point 5. Penutupan Dasar di Reef Edge Point 6. Komposisi Alga Reef Edge Point 7. Kelimpahan lainnya Reef Edge Point 8. Tutupan Lahan Poligon 9. Habitat di Rataan Terumbu Poligon 2.4.2 Penelitian Ekosistem Terumbu Karang 2.4.2.1 Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan dalam survei terumbu karang adalah GPS, perahu, alat selam, pensil, sabak, roll meter (100 m) dan kantong sampel. 2.4.2.2 Teknik RRA Teknik RRA (Rapid Reef Resource Assessment) digunakan untuk mengetahui luasan jenis dan bentuk habitat (habitat karang, pasir, pecahan karang/rubble) secara umum dan beberapa jenis biota penting termasuk ikan, kima, bulu babi, dll., di reef edge. Mengingat kawasan gugusan pulau-pulau yang sangat luas, maka metode ini dinilai cukup baik untuk dapat mengestimasi persentase penutupan masing-masing jenis habitat tersebut dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Teknik ini juga digunakan dalam menentukan titik transek serta penentuan lokasi studi detail (menggunakan GPS). Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 8-
  • 9. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Teknik ini melibatkan peneliti yang dilengkapi dengan alat tulis bawah air dan form yang telah dicetak pada kertas anti air. Form ini dimaksudkan untuk memudahkan pengisian informasi yang dibutuhkan (contoh form dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2). Setelah tiba di sekitar tujuan, posisi diambil dengan menggunakan GPS sebagai titik pertama. Kemudian tim peneliti, terdiri dari 6 orang (tiap orang dengan spesialisasi masing-masing seperti; komposisi benthos, ikan, dan organisme penting), melakukan pengamatan (dengan snorkeling) di titik tersebut sekitar 10-15 menit. Setelah pengamatan pertama selesai, tim peneliti kembali naik ke kapal untuk segera menuju ke titik berikutnya yang ditentukan berdasarkan perkiraan jarak yang ditempuh dengan kecepatan 5-10 km/jam selama 2 menit. 2.4.2.3 Transek Garis (Line Intercept Transect) Metode Line Intercept Transect, digunakan untuk mengestimasi penutupan karang dan penutupan komunitas bentos yang hidup bersama karang, dan dilakukan setelah survei RRA. Posisi transek ditentukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Garis transek dibuat dengan cara membentangkan tali atau rol meter sepanjang 30 m sejajar garis pantai. Genera atau spesies dari komunitas bentos utama (seperti karang dan alga makro) serta kategori-kategori lifeform kemudian dicatat pada data sheet, oleh penyelam yang bergerak sepanjang garis yang dibentangkan secara paralel dengan reef crest, pada kedalaman 3 dan 10 m di setiap lokasi pengamatan. Kegiatan tesebut di atas diulang sebanyak dua kali untuk mewakili daerah terumbu karang yang masih baik dan kondisi sedang (berdasarkan hasil survei RRA). Semua bentuk pertumbuhan karang dan biota yang terletak di bawah transek dicatat. Besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, rumput laut, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English et al., 1997): a C x 100% A dimana: C = besar penutupan (%) a = panjang tipe lifeform (cm) A = panjang total transek (cm) LIT tersebut juga didata dengan menggunakan video bawah air (Video transect) agar dapat dilakukan pengecekan lebih lanjut dan lebih detail di studio multimedia. 2.4.2.4 Inventarisasi Bebas (Free Sampling) Free sampling atau inventarisasi bebas dilakukan untuk mengestimasi tingkat biodiversity maximum daerah yang diamati. Hal ini dilakukan dengan mencatat semua jenis/genera karang, ikan, dan alga makro yang dapat ditemukan di daerah tersebut pada setiap penyelaman/pengamatan. Untuk mencapai tingkat ketelitian hingga spesies, tim peneliti mengambil sampel karang dan spesies alga makro yang tidak diketahui atau meragukan untuk diverifikasi di laboratorium. Beberapa genera hanya ditulis dalam bentuk „spp‟ jika pengambilan sampel sulit dilakukan atau sulit ditentukan spesiesnya. 2.4.3 Survei Ikan Karang dan Biota Asosiasi Lainnya Penentuan populasi ikan karang yang hidup di ekosistem terumbu karang, selain dilakukan pada saat RRA juga didekati dengan metode sensus visual dengan transek Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 9-
  • 10. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang garis (Hutomo, 1993; English et al., 1997). Sensus ikan karang digunakan untuk mendata ikan-ikan target, indikator dan mayor dengan menghitung kelimpahan dan keanekaragamannya. Kelimpahan jenis ikan indikator dan major diestimasi atau dihitung dalam batasan jarak 2,5 m ke bagian kiri dan 2,5 m ke bagian kanan sepanjang transek (2x50 m). Penentuan kelimpahan jenis ikan karang ditentukan dalam satuan unit individu/m2. Kategori kelimpahan jenis ini dapat dijadikan data base untuk zonasi, manajemen dan monitoring terumbu karang (English et al., 1997). Sedangkan untuk penentuan populasi jenis ikan target, daerah perhitungan populasinya lebih luas lagi, yaitu dengan menggabungkan penghitungan transek pada setiap kedalaman (secara vertikal), sehingga jarak setiap transek antar kedua kedalaman diketahui, namun tetap dengan unit kelimpahan yang sama yaitu dalam satuan individu/m2. Survei ikan karang pada ekosistem terumbu karang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Pemilihan lokasi dengan kelimpahan ikan yang dianggap mewakili daerah tersebut, ditentukan dari hasil RRA; Pemasangan transek sepanjang 30 m dilakukan di daerah slope pada dua kedalaman, 3 dan 10 m (transek ini juga merupakan transek yang digunakan untuk metode LIT); Setelah transek terpasang didiamkan dahulu selama 5 – 15 menit agar ikan-ikan kembali di daerah semula; Sensus di sepanjang transek dilakukan pada siang hari (terang) dengan menggunakan SCUBA dengan akses pengamatan berjarak 2,5 meter ke kiri dan ke kanan dari garis transek. Pendataan dilakukan pada lembar (sheets) yang sudah disediakan; Spesies yang didata adalah yang secara nyata terlihat dan dikelompokkan ke dalam 3 kelompok ikan: spesies target, major dan indikator. Pengamatan tidak dilakukan pada spesies migratori dan spesies kriptik (Gunderson, 1993); Pendugaan kuantitatif kepadatan dilakukan untuk ketiga kelompok ikan; Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske, dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan Randall (1993). Untuk pengamatan biota laut lainnya dilakukan setelah pengamatan ikan karang, sekaligus mengikuti daerah transek dari ikan karang. Yang diamati terutama adalah biota non-ikan yang: (1) hampir punah; (2) mempunyai tekanan penangkapan yang tinggi; (3) long life cycle; dan (4) dimanfaatkan untuk obat-obatan. Adapun jenis biota yang diamati adalah: Porifera (spons), Octocoral (tali arus/akar bahar, bunga karang), Moluska (kima, lola, kerang-kerangan lainnya, dan cumi-cumi), Crustacea (lobster), Echinodermata (teripang, bulu babi terutama Tripneusteus sp. dan Diadema setosum), penyu dan hewan/mamalia laut seperti dugong dan lumba-lumba. 2.5 Analisa Data Hasil penelitian ini terutama yang berupa kondisi dan potensi ekosistem akan dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif analitik, termasuk menggunakan diagram-diagram. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 10-
  • 11. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Deskripsi kondisi ekosistem terumbu karang pada setiap lokasi penelitian juga dilakukan secara komprehensif dengan menyajikan data-data dari setiap stasiun dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG). 3 HASIL PENELITIAN 3.1 PULAU LIMBA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Limba Kelimpahan Ikan Karang Pulau Limba Others Seagrass Algae Sand 6% 1% Rubble 20 8% 6% 6% Soft Coral 7% 15 14 Hard Coral Dead Coral 26% Algae 40% ma jo r indik a to r ta rge t Gambar 1. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Limba Penutupan karang hidup di pulau Limba hanya sebesar 26%, sementara karang mati yang telah ditumbuhi algae (DCA) lebih mendominasi yakni sekitar 40%. Kondisi ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi perairan yang keruh akibat tingginya tingkat sedimentasi dari massa daratan. Pulau ini dikelilingi oleh mangrove yang tumbuh cukup lebat. Algae 8%, umumnya dari genera Turbinaria dan Halimeda. Soft coral atau karang lunak 7%, merupakan tanda suksesi suatu terumbu karang yang rusak. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun pengamatan, dimana ditemukan ikan karang rata-rata sekitar 50 ekor/stasiun. Spesies yang dominan pada masing-masing kelompok antara lain; indikator diwakili ikan kakatua (Scarus sp.), major diwakili ikan kuli pasir (Acanthurus sp.) dan target diwakili ikan baronang dan belawas (Siganus sp.). Berdasarkan Gambar menunjukkan bahwa ikan indikator lebih banyak jumlahnya dibandingkan kelompok major dan target, hal ini menandakan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Limba termasuk masih bagus karena masih banyak dijumpai ikan indikator seperti spesies Chaetodon sp., Scarus sp. dan Zanclus cornutus. Kondisi avertebrata baik dari jumlah maupun jenis relatif masih bagus. Spesies Linkia laevigata hampir pada semua stasiun pengamatan dapat dijumpai, kecuali stasiun yang berdekatan daerah mangrove yang ada di daerah pesisir pulau dan muara sungai. Akan tetapi di stasiun tersebut ditemukan Diadema setosum dari kelas Echinodermata yang tidak didapatkan dari stasiun lainnya. Jenis kima yaitu Tridacna crassa dan Tridacna squamosa dari kelas Bivalvia juga dapat dijumpai di pulau ini. Selain itu, ada enam jenis sponge ditemukan baik dengan menggunakan metode RRA ataupun dengan melakukan free sampling yaitu; Carteriospongia folianses, Fhillospongia lamellosa, Stella aurantum, Xextospongia testudinaria, dan beberapa dari genera Haliclona dan Geliodes. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 11-
  • 12. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 3.2 PULAU DULUPI Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Dulupi Kelimpahan Ikan Karang Pulau Dulupi Sand Others Algae 5% Rubble 10% 22 5% 10% 20 Soft Coral 5% 16 Dead Coral Algae Hard Coral 25% 40% majo r indikato r target Gambar 2. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Dulupi Pulau ini letaknya bersebelahan dengan Pulau Limba, sehingga karakteristik pulau ini hampir sama. Berdasarkan persen penutupan yang ditampilkan, kondisi terumbu karang di pulau ini termasuk kategori sedang dengan penutupan karang hidup sebesar 40%, DCA 25%, penutupan pasir dan rubble masing-masing 10%, dan kategori lainnya 5%. Hasil transek garis di kedalaman 3m dan 10m menunjukkan bahwa persentase DCA mendominasi penutupan dasar perairan. Karang lunak (SC) di kedalaman 10m mencapai 26%, sedangkan untuk karang keras Acropora bentuk cabang (ACB) mendapat nilai tertinggi (16,17%). Penutupan karang keras di kedalaman 3m lebih tinggi daripada di kedalaman 10m yang didominasi oleh karang Acropora bercabang 15,33% dan karang api (CME) sebesar 8,33%. Pecahan karang (R) juga tinggi di kedalaman 3m (27,33%), kemungkinan bekas pengeboman yang dilakukan untuk menangkap ikan. Karang jamur (CMR) banyak ditemukan di semua kedalaman, terutama pada kedalaman 3m. Berdasarkan potensi ikan karang yang teramati secara visual, ditemukan ikan indikator antara lain : Zanclus cornutus, Chaetodon sp., Forcipiger sp., dan Heniochus varius; ikan target tidak dijumpai dalam ukuran besar; dan ikan major umumnya didominasi ikan-ikan Chromis (famili Pomacentridae). Hasil pengamatan avertebrata di sisi Utara Pulau Dulupi diketahui bahwa Didemnum molle dan Polycarpa aurata merupakan jenis ascidian yang dominan ditemukan. Jenis sponge yang ditemukan di kedalaman 3m adalah Liscoclinum platella dan Diplosoma smilis, sedangkan Xestospongia testudinaria dan Phillospongia lamellosa dan beberapa jenis lain ditemukan pada kedalaman 10m. Jenis pemangsa karang dari kelas Asteroidea Achantaster planci ditemukan pada dua titik pengamatan. Untuk jenis lilia laut tidak berbeda dengan yang ditemukan pada Pulau Limba yaitu Oxycomanthus benneti dan Oxycomanthus serra, sedangkan genera Agalaophenia dan Gymnagium (Hidroid) ditemukan pula pada pulau ini. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 12-
  • 13. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 3.3 GUSUNG MOLOPINGGULO Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Gusung Molopinggulo Kelimpahan Ikan Karang Gusung M olopinggulo Others Sand Algae 19 19 8% 10% Soft Coral 4% Rubble 4% 10% Dead Coral Hard Coral Algae 54% 10% 18 majo r indikato r target Gambar 3. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Gusung Molopinggulo Gusung ini merupakan hamparan pasir putih yang sangat indah, dengan penutupan dasar yang termasuk dalam kategori bagus. Karang mendominasi daerah tubir sampai kedalaman ± 12 meter, lebih dalam dari itu pasir lebih mendominasi. Persentase pasir, pecahan karang dan DCA msing-masing 10%. Penutupan hewan avertebrata lain mencapai 7,5%, menunjukkan bahwa terumbu karang di gusung ini merupakan habitat yang cukup bagus. Gusung Molopinggulo memiliki topografi terumbu karang agak landai dan kondisi perairan tergolong jernih. Spesies umum yang mudah ditemui antara lain Famili Mullidae (Parupeneus sp.) yang ukurannya cukup besar dan ikan-ikan chromis (famili Pomacentridae). Avertebrata yang dominan ditemukan setelah ascidian adalah sponge. Ada tujuh genera yang ditemukan. Untuk jenis ascidian yang mendominasi ditemukan lima spesies. Liscoclinum platela, berdasarkan pengamatan banyak ditemukan pada daerah yang mempunyai perairan yang jernih dan dimana kondisi terumbu karangnya masih baik. Tridacna crocea dan Tridacna squamosa banyak ditemukan diperairan sekitar Gusung Mulopinggulo, meskipun besar rata-rata dari jenis kima (Giant Clam) dibawah 10 cm, ini berarti eksploitasi jenis ini kurang dilakukan oleh penduduk yang bermukim disekitar gusung ini. Beberapa cangkang giant clam dengan besar 15 cm mengindikasikan kematian akibat pemangsaan oleh organisme lain. 3.4 GUSUNG TIDEHUWOO Kondisi Terumbu Karang Letak Gusung ini berdekatan dengan Gusung Molopinggulo. Tingkat penutupan dasar gusung ini lebih bagus dengan persentase karang keras yang mencapai 63,75%. Karang yang mendominasi di daerah tubir adalah karang dari genera Acropora yang berbentuk meja. Karang ini membentuk hamparan yang diameternya bisa mencapai 2 meter atau lebih dan berundak-undak, sehingga merupakan suatu pemandangan yang Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 13-
  • 14. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang sangat menakjubkan yang dapat terlihat pada saat snorkling. Penutupan DCA yang 10% merupakan penutupan tertinggi kedua. Penutupan Dasar Gusung Tidehuwoo Kelimpahan Ikan Karang Gusung Tidehuwoo Algae Others Sand 19 Soft Coral 5% 8% Rubble 4% 17 5% 5% 15 Dead Coral Algae 10% Hard Coral 63% majo r indikato r target Gambar 4. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Gusung Tidehuwoo Persentase komposisi hasil transek garis/LIT tertinggi ditemukan pada Coral Branching (CB), baik di kedalaman 10m ataupun 3m. Di kedalaman 10 m, DCA lebih tinggi. Pasir juga memiliki persentase yang tinggi di kedalaman 10m. Karang hidup dari genera Acropora yang berbentuk cabang (ACB) paling sering ditemukan dibanding dengan bentuk lainnya. Sedangkan di kedalaman 3m Acropora bentuk meja (ACT) dan karang masif (CM), juga cukup mendominasi. Karang lunak (SC) lebih banyak ditemukan di kedalaman 3m, sedangkan karang api (CME) hanya ditemukan di kedalaman 3m. Topografi dasar perairan umumnya berbentuk slope, dimana kedalaman kurang dari 10 meter masih ditumbuhi karang dan lebih 10 meter substrat berpasir. Kelompok ikan target yang ditemukan antara lain Plectorhinchus sp. (6 ekor berukuran besar), Kyphosus sp. (schooling sekitar 30 ekor), kelompok ikan indikator didominasi ikan kakatua (Scarus sp.) dan ikan bendera (Zanclus cornutus), dan kelompok major didominasi ikan kuli pasir dan ikan keling (Acanthurus sp.dan Halichoeres sp.). Ikan hias yang unik ditemui adalah Ikan Triger kembang (Balistoides conspiculum). Berdasarkan Gambar, kelimpahan tertinggi yaitu kelompok major (19 ekor/stasiun) dominan terdiri atas ikan kuli pasir (Acanthuridae) dan ikan keling (Labridae); kemudian indikator (17 ekor/stasiun) dominan terdiri dari ikan kakatua (Scaridae) dan ikan kepe- kepe(Chaetodonthidae); dan target (15 ekor/stasiun) dominan terdiri dari ikan baronang (Siganus guttatus) dan ikan kakap (Lutjanus vitta). Gusung Tidehuwoo didominasi oleh sponge dari berbagai jenis, Ada delapan jenis yang ditemukan yaitu; Callispongia mauricina, Callispongia sp, Carteriospongia sp, Carteriospongia folioscens, Clathria sp, Gelliodes sp, Haliclona sp, placortis nigra dan xestospongia sp. Pada titik penyelaman sebagian besar jenis sponge ditemukan pada kedalaman 10 meter dengan kondisi substratnya adalah karang mati. Selain itu, crinoids dari jenis Comanthia nobila dan Oxycomantus serra terdapat dalam jumlah banyak. Avertebrata yang juga dominan ditemukan adalah ascidian dengan 5 spesies Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 14-
  • 15. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 3.5 PULAU MOHUPOMBADAA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Mohupombadaa Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohupombadaa Others Sand 17 Algae 8% Rubble 5% Soft Coral 5% 5% 3% Dead Coral Hard Coral Algae 38% 36% 15 15 majo r indikato r target Gambar 5. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohupombadaa Persentase penutupan karang hidup dengan karang mati di Pulau Mohupombadaa ini hampir sama, yaitu 38,75% untuk karang hidup dan 36,25% untuk karang mati. Topografi terumbu karang pada daerah reef edge membentuk dinding (wall) yang tegak. Walaupun kondisi karang agak rusak, tetapi mulai tampak koloni-koloni kecil karang yang baru tumbuh terutama yang berbentuk meja. Pada spot-spot tertentu masih dapat dijumpai penutupan karang yang masih relatif bagus, hal ini menandakan bahwa sebelumnya kondisi karang di pulau ini bagus, namun telah hancur karena oleh cara penangkapan ikan yang kurang ramah lingkungan. Hal ini dapat terlihat dari hancuran karang mati yang ada disekitar pulau ini akibat penggunaan bom. Kondisi perairan cukup jernih, substrat dasar perairan umumnya berbatu dan topografi landai. Spesies yang umum dijumpai antara lain Chaetodon kleinii, ikan keling (famili Labridae), ikan pakol (Balistapus undulatus), ikan badut (Amphiprion sp.), ikan platax janggut (Platax teira), dan ikan leter enam (Paracanthurus hepatus). Kelimpahan iikan karang kelompok target tergolong tinggi dengan jumlah individu sekitar 17 ekor/stasiun, kemudian disusul kelompok indikator dan major dengan jumlah individu masing-masing 15 ekor/stasiun. Asteroidea ditemukan pada daerah pengamatan bagian selatan pulau yang memiliki terumbu karang. Achantaster planci diketahui sebagai salah satu organisme pemangsa karang, namun jumlahnya pada daerah ini tidak banyak ditemukan. Jenis Linkia laevigata dan Protoreaster nodosus ditemukan pada kedalaman 3-4 meter dengan substrat rubble, pasir maupun karang mati. 3.6 PULAU MOHUMPOMBAKIKI Kondisi Terumbu Karang Pulau ini bersebelahan dengan P. Mohupombadaa, berukuran lebih kecil dengan kondisi karang yang tidak jauh berbeda. Kondisi penutupan dasar di daerah tubir lebih didominasi oleh pasir, pecahan karang dan DCA dengan masing-masing persentase 15%, 12.5% dan 23.75%. Tingginya persentase pecahan karang disebabkan bom yang Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 15-
  • 16. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang dilakukan sudah agak lama, karena bekas pecahan mulai ditumbuhi algae. Kondisi karang hidup hanya 31.25% dan avertebrata lain 8.75%, sedangkan untuk karang lunak dan algae 5% dan 3.75%. Penutupan Dasar Pulau Mohupombakiki Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohupombakiki Others Sand Algae 9% 17 17 15% Soft Coral 4% Rubble 5% 13% Hard Coral 16 Dead Coral 30% Algae 24% m ajo r indikat o r t arget Gambar 6. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohupombakiki Pulau ini jaraknya berdekatan dengan Pulau Mohupombadaa sehingga spesies yang dijumpai mirip dengan pulau tersebut. Pada saat penyelaman di kedalaman 10 meter terlihat ikan Napoleon (Cheillinus undulatus) yang termasuk spesies langka. Spesies target yang ditemukan yaitu ikan selar (Caranx sp.) dan ikan bibir (Plectorhynchus orientalis ). Kelompok major dan indikator lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pulau Mohupombadaa yaitu masing-masing sekitar 16 dan 17 ekor/stasiun, sedangkan kelompok target lebih sedikit yaitu sekitar 17 ekor/stasiun. Avertebrata didominasi oleh sea urchins dari jenis Diadema setosum, Echinometra mathei dan Echinothrix calamaris. Kondisi substrat dari ketiga spesies ini adalah pasir dan karang mati. Tube worm banyak terdapat di pulau ini, dari jenis Spaghetti worm dan Spirobranchus giganteus, dimana habitat dari organisme ini adalah karang masif yang telah mati. Untuk organisme yang memiliki nilai ekonomis jenis kima Tridacna derasa dan Tridacna squamosa masih banyak ditemukan pada pulau ini, meskipun diameternya dibawah 15 cm, namun jumlah yang ditemukan masih lebih banyak dibanding dengan gusung yang berada agak jauh dari daratan utama dan pemukiman penduduk. 3.7 PULAU LAHENGO Kondisi Terumbu Karang Pulau Lahengo cukup bagus untuk dijadikan tempat berlibur karena jaraknya cukup dekat dari daratan dan kondisi pantai dan perairannya masih baik. Penduduknya belum ada, biasanya nelayan hanya menjadikan tempat peristirahatan sementara. Aktifitas penangkapan disekitar pulau masih sering dilakukan, karena pulau ini merupakan pulau terdekat dari perkampungan nelayan. Persentase penutupan karang keras di pulau ini 36.67% dan karang mati 26.67%. Penutupan abiotik lain seperti pasir dan pecahan karang adalah 10% dan 6.67%. Karang lunak dan algae masing-masing 5% dan avertebrata lainnya 10%. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 16-
  • 17. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Lahengo Kelimpahan Ikan Karang Pulau Lahengo Others Sand Algae 10% 10% Rubble 19 Soft Coral 5% 7% 15 5% Dead Coral Hard Coral Algae 9 36% 27% majo r indikato r target Gambar 7. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Lahengo Kelimpahan ikan tidak banyak dimana kelimpahan tertinggi didominasi oleh spesies major (chromis sp.) dan ikan Labridae. Untuk ikan konsumsi atau target sangat jarang, ada beberapa yang dijumpai tapi masih berukuran kecil atau juvenil. Ikan indikator masih ada walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, didominasi ikan kepe-kepe (Chaetodonthidae) dan ikan kakatua (Scaridae). Organisme yang mendominasi pada pulau ini adalah sponge. yang ditemukan delapan jenis yaitu Callyspongia sp, Carteriospongia foliascens, Clathria sp, Cribohalina sp, Geliodes sp, Haliclona sp, Stella aurantum dan Xestospongia sp. Beberapa diantara organisme ini ditemukan pada kedalaman 7-10 meter, dengan substrat karang mati. Organisme lain yang cukup banyak ditemukan adalah Diadema setosum, Echinometra mathai, Echinothrix calamaris, dan Echinometrix diadema. Diperairan Pulau Lahengo, empat jenis bivalvia ditemukan, yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, Tridacna gigas, dan Tridacna squamosa. 3.8 PULAU BITILA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Bitila Kelimpahan Ikan Karang Pulau Bitila Others Sand 23 Algae Rubble 9% 4% 13% 22 Soft Coral 3% 4% Dead Coral Algae Hard Coral 16% 20 51% m ajo r indikat o r t arget Gambar 8. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Bitila Pulau ini merupakan salah satu pulau tujuan wisata Provinsi Gorontalo. Pemandangan bawah laut yang dimiliki pulau ini bagus, dangan penutupan karang keras 50.83%. Di pulau ini kita dapat melihat daerah yang didominasi karang cabang dari genera Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 17-
  • 18. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Porites dan ada pula daerah yang didominasi oleh hamparan luas karang keras dari genera Acropora dengan berbagai macam bentuk pertumbuhan, baik yang bercabang, meja, sub masif maupun yang menjari. Karang mati dan pecahan karang menutupi 15.83% dan 12.5% dasar perairan pulau ini. Berdasarkan metode RRA yang dilakukan untuk melihat penutupan dasar dengan cara snorkling mendapatkan hasil yang cukup bagus. Hasil transek garis di kedalaman 3m dan 10m dengan cara menyelam dan mendata dengan lebih detail, mendapatkan bahwa penutupan karang mati di kedalaman 3m 45.83% dan 10m 28.83%. Di kedalaman 10m kategori lain yang dominan adalah sponge (SP) dan hewan avertebrata lain (OT), yaitu 29% dan 21%, sedangkan untuk karang keras hanya sekitar 12%. Penutupan karang keras dikedalaman 3m sekitar 32%, sedangkan untuk kategori lain, karang lunak 10.5% dan pecahan karang 11%. Kondisi alam bawah laut tergolong indah pada beberapa lokasi dengan arus cukup kuat, topografi drop off dan kondisi perairan tergolong jernih. Spesies ikan yang umum ditemukan antara lain : ikan baronang, kakap, trigger, kuli pasir, dan lethrinus sp. Ikan target pada daerah ini sebenarnya banyak tapi masih dalam ukuran kecil (juvenil) sehingga sulit untuk dihitung jumlahnya. Pada saat penyelaman, keanekaragaman ikan karang pada kedalaman 3 meter masih lebih bagus dibandingkan dengan kedalaman 10 meter, terutama ikan major dan indikator karena nelayan jarang melakukan penangkapan ikan pada perairan dangkal. Ikan yang unik ditemui saat penyelaman adalah ikan trigger/pakol (Balistidae) dan ikan kuli pasir (Acanthurus thompsoni), uniknya ikan ini adalah mereka sering bergerombol dan mempunyai pergerakan yang sangat lincah dan cepat dari perairan dangkal ke perairan yang lebih dalam. Avertebrata yang mendominasi di pulau ini adalah ascidian, diwakili oleh famili Didemnidae, dan Diazonidae. Habitat dari ascidian yang hidup soliter dan berkoloni ini adalah lebih banyak ditemukan pada rubble dan karang mati, pada kedalaman 3-6 meter. Linckia laevigata dari kelas asteroidea paling banyak ditemukan pada kedalaman 1 hingga 3 meter, dengan substrat rubble, karang mati dan pasir. Crinoid sebagai organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang banyak ditemukan pada pulau ini, spesies yang mendominasi adalah Petasometra clarae, Oxycomantus serra dan Oxycomantus benneti. Untuk jenis sponge ditemukan tujuh spesies, yaitu Callyspongidae, Niphatidae, Microcionidae, dan Petrosiidae, dengan spesies Callyspongia sp, Carterisiospongia foiascens, Clathria sp, Geliodes sp, Haliclona sp, Phillospongia lamellosa, dan Xestospongia sp. Tiga spesies kima (Giant Clam) yang dijumpai, yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, dan Tridacna maxima yang beberapa diantaranya ditemukan pada karang masif dan lainnya di subrat pasir. 3.9 PULAU MONTULI Kondisi Terumbu Karang Kondisi terumbu karang pulau ini masih cukup bagus, sampai kedalaman sekitar 7 meter pertumbuhan karang masih baik dengan penutupan karang keras 46.67%. Penutupan unsur abiotik seperti karang mati 26.67%, pasir dan pecahan karang sama- sama 5%. Karang lunak 5%, algae 1.67% dan hewan avertebrata lainnya 10%. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 18-
  • 19. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Montuli Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ontuli Others Sand Algae 5% Rubble 28 10% 5% 27 Soft Coral 2% 5% 22 Dead Coral Algae 27% Hard Coral 46% m ajo r indikat o r t arget Gambar 9. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Montuli Berdasarkan hasil transek garis, dikedalaman 10m pasir merupakan penutupan terbesar, kemudian DCA dan karang lunak dengan penutupan sekitar 20%. Karang mati dikedalaman 3m 21.17%, sedangkan untuk karang keras didominasi oleh Acropora bentuk cabang (ACB) dengan 30.83%, Acropora bentuk meja (ACT) 19% dan karang cabang 11.5%. Pulau Montuli mempunyai pantai berpasir putih yang indah dan bervegetasi mangrove. Pada saat naik ke pantai hanya ditemui pondok-pondok yang hanya menjadi tempat peristirahatan sementara oleh nelayan. Kondisi perairan sangat jernih dan sedikit berarus. Ikan Indikator yang ditemukan antara lain ikan bendera (Zanclus cornutus) berukuran besar, ikan major didominasi ikan keling (Labridae) dan Pomacentridae (Chromis sp.), sedangkan ikan target yaitu ikan kakap dan kerapu (juvenile). Avertebrata yang banyak ditemukan pada semua stasiun pengamatan di pulau ini adalah lilia laut dari kelas Crinoidea pada kedalaman 3-10 meter, biasanya lilia laut ini melekat pada karang. Beberapa jenis yang ditemukan yaitu Petasometra clarae, Oxycomantus benneti dan Oxycomantus serra. Tridacna maxima dan Tridacna squamosa ditemukan di sejumlah titik pengamatan dengan substrat pasir maupun karang masif pada kedalaman 3 hingga 6 meter, beberapa diantara kima ini berukuran diatas 15 cm. Anemon ditemukan pula disejumlah titik pengamatan, dengan kedalaman 3 hingga 5 meter, dengan lima spesies yaitu Entacmaea quadricolor, Heteractis magnifica, Heteractis malu, Tube anemon dan Stichodactyla gigantea. Beberapa gastropoda yang ditemukan di pulau ini adalah Clipeaster osimensis, Conus textile, Conus triatus, Cyprea tigris, Lambis scorpius, dan Ovula ovum, beberapa diantaranya sudah merupakan cangkangnya saja. 3.10 PULAU SARONDE Kondisi Terumbu Karang Pulau Saronde terletak di Pantai Utara Gorontalo dekat dengan pelabuhan lama Kwandang. Penutupan karang keras 35%, DCA 22.5%, pasir 17.5% dan avertebrata lain 10%, merupakan persentase terbesar penutupan dasar di pulau ini. Persentase kategori lain semua dibawah 10%. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 19-
  • 20. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Saronde Kelimpahan Ikan Karang Pulau Saronde Others 10 10% Sand 9 Algae 18% Soft Coral 5% 3% 7 Rubble 8% Hard Coral Dead Coral 34% Algae 22% majo r indikato r target Gambar 10. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Saronde Warna tubuh ikan-ikan yang ada di pulau Saronde umumnya bercorak gelap atau hitam. Spesies yang masih ditemukan antara lain : Indikator : ikan kakatua (Scarus sp.) dan ikan bendera (Zanclidae) Target : ikan baronang (Siganus sp.) dan ikan kakap (Lutjanidae) Major : ikan kuli pasir (Acanthuridae) dan ikan giru (Chromidae) Habitat terumbu karang tergolong rusak berat, banyak pecahan karang dan kondisi perairan kurang begitu jernih, topografi landai kemudian slope dan substrat berpasir. Rusaknya habitat disebabkan nelayan menangkap ikan dengan menggunakan bom dan bius. Ascidian hanya ditemukan dua spesies yaitu Didemnunm molle dan Poliycarpa aurata meskipun organisme ini yang mendominasi daerah ini. Sedangkan untuk sponge sebanyak tiga spesies yaitu Callyspongia sp, Clathria sp, dan Geliodes sp pada kedalaman 1 hingga 5 meter dengan substrat karang mati, tetapi untuk kelas Echinodermata ditemukan lima spesies, Diadema setosum, Echinometra mathaei, Echinotrix calamaris, Eucidaris metularia dan Hetrocentrotus mammilatus yang hanya ditemukan pada Pulau Saronde. Kelas Echonodermata ini hidup pada habitat terumbu karang dengan substrat pasir maupun karang mati. Jumlah kima ditemukan ada tiga jenis yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, dan Tridacna squamosa, pada kedalaman 3 hingga 7 meter dengan substrat karang mati dan pasir. 3.11 PULAU HULAPA Kondisi Terumbu Karang Pulau ini memiliki pantai berpasir yang cukup cantik di salah satu sisinya, dimana menjadi tempat bermukim penduduk yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Di sisi sebelahnya juga memiliki pantai berpasir yang cukup menarik, tetapi apabila kapal ingin merapat terhalang oleh karang-karang. Cantiknya pantai tidak didukung oleh keindahan terumbu karang, karena penutupan karang keras hanya 25%, lebih sedikit dibanding DCA yang 26.67% dan pecahan karang 15%. Pecahan karang tersebut menunjukkan pernah terjadi pengeboman disekitar pulau ini. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 20-
  • 21. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Hulapa Kelimpahan Ikan Karang Pulau Hulapa Others Sand 8% 19 Algae 10% Rubble 5% 15% Soft Coral 10% 10 Hard Coral Dead Coral 8 25% Algae 27% majo r indikato r target Gambar 11. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Hulapa Penutupan tertinggi diperoleh DCA, di 3m mencapi 35.33% dan 10m 38.5%. Persentase tertinggi karang keras di kedalaman 10m diperoleh dari karang biru (CHL) 13.5% dan Acropora bercabang 10.83%. Dikedalaman 3m, karang keras yang penutupannya terbesar adalah CB 15.83%, CHL 9.33% dan karang bentuk masif (CM) 9%. Kondisi perairan kurang bagus, substrat berbatu dan kondisi pulau mirip pulau Saronde. Spesies unik yang ditemukan adalah ikan kakatua kepala benjol (Bolbometopon muricatum) sekitar 20 ekor berukuran besar. Pada daerah dangkal masih banyak ikan indikator dan major serta beberapa ikan target yang menjadikan daerah tersebut sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Spirobranchus giganteus dan Spaghetti worm merupakan avertebrata yang mendominasi pulau ini. Hampir pada semua titik pengatan dapat ditemukan Spirobranchus giganteus yang tumbuh pada karang masif sebagai substratnya. Didemnum molle paling banyak ditemukan pada substrat karang mati di pulau Hulapa sedangkan Polycarpa aurata biasanya ditemukan pada substrat karang masif dengan kedalaman 1 hinggga 6 meter. Sama dengan Pulau Saronde jenis sponge yang ditemukan pada pulau ini hanya berjumlah tiga spesies yaitu Callyspongia sp, Clathria sp, dan Geliodes sp, pada kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat karang mati dan karang masif. 3.12 PULAU MOHINGGITO Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Mohinggito Kelimpahan Ikan Karang Pulau M ohinggito Algae Others Sand 5% 5% 19 Soft Coral 10% Rubble 5% 15% 13 12 Hard Coral 37% Dead Coral Algae 23% m a jo r indik a t o r t a rge t Gambar 12. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Mohinggito Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 21-
  • 22. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Kondisi terumbu karang di pulau inipun tidak jauh berbeda dengan P. Saronde dan P. Hulapa. Persentase penutupan karang keras 37.5%, pasir 10%, rubble 15% dan DCA 22.5%. Selebihnya masing-masing 5% untuk karang lunak, algae dan avertebrata lain. Hasil LIT memperlihatkan bahwa dikedalaman 10 dan 3 meter DCA tetap mendominasi dengan sangat mencolok. Sedangkan penutupan karang keras di kedua kedalaman tersebut menunjukkan bahwa Acropora bercabang yang paling menonjol pertumbuhannya, dengan nilai 14.77% di kedalaman 10m dan 39.17% di 3m. Algae yang dijumpai dari kelompok algae hijau adalah genera Halimeda, merupakan algae yang cukup banyak ditemukan di sekitar pulau-pulau di provinsi Gorontalo ini. Keanekaragaman ikan cukup tinggi pada daerah reef top dibandingkan reef edge dimana pada saat itu kondisi perairan agak keruh. Spesies unik yang ditemukan antara lain, ikan letter six (Paracanthurus hepatus) dan ikan badut (amphiprion ocellaris). Organisme yang mendominasi adalah ascidian yaitu Didemnum mole dan Polycarpa aurata dengan substrat rubble, karang mati dan karang masif, beberapa ditemukan pada kedalaman 1 hingga 10 meter. Untuk kelas Echinodermata ditemukan empat spesies pada kedalaman 3 hingga 7 meter, beberapa diantara organisme tersebut nampak biota lain yang berasosiasi dengan Echinodermata, misalnya kepiting dan crustacea lainnya. Sponge hanya ditemukan tiga jenis pada kedalaman 1 hingga 7 meter. Untuk kima ditemukan hanya dua jenis yaitu Tridacna crocea dan Tridacna squamosa dengan diameter dibawah 15 cm, pada kedalaman 3 hingga 6 meter dengan substrat karang masif. Dari kelas Asteroidea ditemukan enam spesies. 3.13 PULAU RAJA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Raja Kelimpahan Ikan Karang Pulau Raja Others Seagrass Algae Sand 15 Soft Coral 5% 1% Rubble 2% 8% 5% 16% 13 10 Hard Coral Dead Coral 43% Algae 20% majo r indikato r target Gambar 13. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Raja Pulau ini juga dikenal dengan nama Pulau Motuo, merupakan salah satu pulau yang ditetapkan sebagai daerah pariwisata. Pada salah satu sisi pulau dengan pantai berbatunya, terumbu membentuk celah-celah dimana disekitarnya tumbuh koloni karang- karang muda berbentuk meja. Secara keseluruhan rata-rata penutupan dasar di pulau ini untuk karang keras adalah 43%, DCA 20% dan pasir 16%. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 22-
  • 23. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Hasil diatas sangat jauh berbeda dengan hasil LIT di salah satu sisi dari pulau ini yang pada saat pengamatan lebih tenang dibanding pantai berbatu. Pada kedalaman 10m ditarik transek sepanjang 30m, hasilnya 90% DCA dan 10% lebihnya adalah karang keras, karang lunak dan avertabrata lain. Hal yang sama dilakukan di kedalaman 3m dan hasilnya sangat buruk, yaitu 100% adalah rubble atau pecahan karang. Pulau ini pernah mengalami proses pemboman yang sangat intensif, terlihat dari hancuran karang yang tersisa. Banyaknya pecahan karang dan karang-karang mati yang telah ditutupi algae dengan berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk masif yang besar bahkan kita dapat menjumpai karang bentuk meja yang cukup besar dengan posisi terbalik. Keanekaragaman ikan karang tergolong sedikit dimana kondisi terumbu karang kurang bagus dan banyak patahan karang akibat penggunaan bahan peledak. Kelimpahan ikan tidak banyak dimana kelimpahan tertinggi ditemukan pada kelompok indikator yaitu ikan kepe-kepe dan ikan bendera. Untuk ikan konsumsi atau target sangat jarang, ada beberapa yang dijumpai tapi masih berukuran kecil atau juvenil. Polycarpa aurata, Didemnum molle, Diplosoma smilis, dan Rhopalaea crassa merupakan avertebrata yang mendominasi Pulau Raja rata-rata ditemukan pada kedalaman 3 hingga 10 meter dengan substrat karang masif dan karang mati. Selain itu sponge ditemukan tiga jenis masing-masing Carteriospongia sp, Clathria sp dan Haliclona sp, pada substrat karang mati di kedalaman 3 hingga 10 meter. Diantara karang hidup banyak ditemukan lilia laut meskipun hanya dua spesies yaitu Oxycomantus serra dan Oxycomanthus benneti. Jenis Hidroid yang terdapat pada pulau ini adalah Agalaophenia cuprisina dan Gymnagium sp. Bivalvia terdapat dua jenis hanya pada satu stasiun pengamatan yang diwakili oleh Tridacna crocea dan Tridacna squamosa. Organisme ini ditemukan pada substrat karang masif dan pasir 3.14 PULAU PAPAYA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Papaya Kelimpahan Ikan Karang Pulau Papaya Others Sand 17 17 Algae 8% 13% Soft Coral 5% Rubble 5% 14 12% Hard Coral Dead Coral 34% Algae 23% majo r indikato r target Gambar 14. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Papaya Pulau Papaya terletak berhadapan dengan P. Motuo. Pulau ini memiliki pantai berpasir yang cukup menarik, sehingga pulau inipun termasuk dalam pulau tujuan wisata. Setelah dilakukan RRA disekeliling pulau ini, maka didapat rata-rata penutupan dasar perairan P. Papaya ini adalah, karang keras 33.33%, DCA 23.33%, rubble 11.67%, sedangkan pasir 13.33%. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 23-
  • 24. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang Keanekaragaman di daerah reef top lebih bagus dibandingkan reef edge dimana kondisi pulau dan perairan masih lebih bagus dibandingkan dengan Pulau Raja. Spesies umum yang ditemukan antara lain yaitu : ikan baronang (Siganidae), ikan janggut (Parupeneus sp), ikan kerapu (Epinephelus sp.) Organisme yang mendominasi pulau ini diwakili oleh genera Tridacna yang ditemukan tiga spesies yaitu Tirdacna crocea, Tridacna derasa, dan Tridacna squamosa, sebagian besar ditemukan pada kedalaman 3 hingga 7 meter dengan substrat karang masif dan pasir. Jumlah Tridacna ini melimpah pada satu titik pengamatan. Kelompok ascidian ditemukan tiga jenis yaitu Didemnum molle, Polycarpa aurata dan Rophlaea crassa, pada substrat karang mati maupun karang masif dengan kedalaman 1 hingga 6 meter. Sponge ditemukan hanya tiga spesies yaitu, Clathria sp, Depmasapmma sp, dan Plakortis nigra, pada kedalaman 3 hingga 7 meter dengan substrat karang mati ataupun karang masif. Heteractis dan Macrodactyla merupakan dua genera anemon yang ditemukan pada Pulau Papaya. Kelompok Nudibranch ditemukan satu genera yaitu Phillidia serta Achantaster planci yang merupakan salah satu jenis Asteroidea pemakan polp karang. 3.15 PULAU MOHA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Moha Kelimpahan Ikan Karang Pulau M oha Others Sand 25 Algae 10% 5% Rubble 5% 10% Soft Coral 10% Dead Coral Algae Hard Coral 20% 10 10 40% majo r indikato r target Gambar 15. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Moha Penutupan karang keras di pulau ini adalah 40%, DCA 20%. 10% masing-masing untuk rubble, karang lunak dan avertebrata lain. Sedangkan untuk pasir dan algae penutupannya sama-sama 5%. Lebih dari 50% penutupan dasar di kedalaman 3 dan10 meter adalah DCA. Rubble di 10m 29% dan 3m 13.17%. Sedangkan penutupan karang keras lebih tinggi di kedalaman 3m daripada 10m. Spesies umum yang dijumpai : ikan labridae (Thallasoma sp.) jumlahnya sekitar 10 ekor, ikan ekor kuning (Caesio kuning) jumlahnya sekitar 20 ekor. Terumbu karang sekitar Pulau Moha banyak yang rusak, menyebabkan keanekaragaman ikan karang tidak tinggi. Ikan indikator banyak ditemukan di daerah dangkal (reef top) karena pada daerah tersebut kondisi terumbu karang masih ada yang baik. Dua genera yang dominan ditemukan dari kelompok ascidian yaitu Didemnum dan Polycarpa pada kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat rubble, karang mati dan karang masif. Selanjutnya genera yang cukup banyak ditemukan diwakili oleh Diadema Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 24-
  • 25. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang pada kedalaman 1 hingga 6 meter dengan substrat pasir dan karang mati. Kondisi lingkungan yang banyak terdapat alga dan detritus disekitar pecahan karang dan merupakan makanan Diadema sangat memungkinkan organisme ini melimpah. Spirobranchus banyak ditemukan hidup soliter pada karang masif, pada kedalaman 3 meter. Salah satu jenis Anemon yang tidak bersimbion dengan Amphiprion ditemukan pada pulau ini yaitu Acthinostephanus haeckeli . 3.16 PULAU LAMPU Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Lampu Kelimpahan Ikan Karang Pulau Lampu Others Sand Algae 5% 10% 11 15% Rubble Soft Coral 25% 5% 7 Hard Coral 6 13% Dead Coral Algae 27% m ajo r indikato r target Gambar 16. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Lampu Pulau ini tidak berpenghuni, kecuali beberapa orang penjaga lampu mercusuar untuk Pelabuhan Kwandang yang lama. Pulau ini menunjukkan tanda-tanda bekas pengeboman di waktu lampau yang sangat parah. Hasil RRA untuk penutupan dasar di pulau ini memperlihatkan kondisi yang cukup parah. Penutupan karang keras hanya 12.5%, DCA 27.50%, rubble 25%, pasir 10%, Algae 15% dan untuk karang lunak serta avertebrata lain, masing-masing 5%. Hasil LIT di kedalaman 3 dan 10 meter memperlihatkan bahwa dari transek sepanjang 30 meter, 99.33% adalah rubble dan 0.67% karang masif (CM) pada kedalaman 10m. Sedangkan di kedalaman 3m, 100% rubble. Sungguh keadaan yang memprihatinkan untuk sebuah pulau. Pada saat penyelaman di kedalaman 3 dan 10 meter hanya ditemukan pecahan karang yang sudah ditumbuhi alga dalam areal yang sangat luas. Ikan-ikan yang ditemukan umumnya famili Labridae dan Acanthuridae, serta beberapa juvenile ikan damsel/chromis. Kedalaman 3 meter masih lebih bagus dibandingkan 10 meter. Hal ini disebabkan nelayan hanya menangkap ikan pada kedalaman sekitar 10 meter atau lebih karena pada kedalaman tersebut banyak ikan target berukuran besar dan bergerombol. Kelimpahan ikan karang spesies major, indikator dan target mempunyai rasio perbandingan 7 : 11 : 6, dimana dalam sebuah komunitas terdapat 7 ekor ikan major, 11 ekor ikan indikator dan 6 ekor ikan target. Didemnum dan Polucarpa dari kelompok ascidian masih mendominasi averterbata pada pulau ini. Kondisi habitat dipulau ini memungkinkan untuk ascidian hidup dalam kondisi yang melimpah, dengan substrat karang mati, rubble maupun karang masif. Pada semua stasiun pengamatan di pulau ini dapat ditemukan ascidian pada kedalaman 3 hingga 10 meter. Genera Callyspongia, Cribohalina dan Plakortis dari kelompok sponge Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 25-
  • 26. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang masih dapat ditemukan meskipun kondisi karang pada daerah ini kurang baik, Spesies ini berada pada kedalaman 3 hingga 10 meter dengan substrat karang mati. Pada salah satu titik pengamatan masih ada ditemukan Panulirus versicolor (lobster) di daerah terumbu yang masih baik dengan ukuran relatif dibawah 10 cm. 3.17 PULAU HUHA Kondisi Terumbu Karang Penutupan Dasar Pulau Huha Kelimpahan Ikan Karang Pulau Huha Others Algae Sand 5% 12 7% 17% Soft Coral 10% Rubble 7% 8 Hard Coral 7 Dead Coral 25% Algae 29% m a jo r indik a to r ta rge t Gambar 17. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Huha Kondisi P. Huha sedikit lebih baik, dengan penutupan karang keras 25% walaupun penutupan DCA masih lebih besar (30%). Persentase karang lunak yang mencapai 10%, memperlihatkan bahwa di pulau ini mulai terjadi suksesi terumbu karang menuju kondisi yang lebih baik. Topografi dasar perairan bentuknya landai sekitar 3 – 7 meter, setelah itu banyak pecahan karang dan pasir. Ada beberapa jenis ikan yang masih dapat bertahan misalnya dari famili Acanthuridae. Keanekaragaman sedikit, ikan berukuran besar yang sempat ditemui yaitu famili Kyposidae sebanyak 20 ekor dan ikan platax sebanyak 5 ekor. Tapi masih ada tempat yang ditemukan mulai berkembang dengan ditemukannya beberapa juvenile ikan meskipun dalam jumlah relatif kecil. Ada empat genera yang mendominasi avertebrata dengan dua kelompok yaitu dari kelompok sponge yang diwakili oleh Clathria dan Haliclona serta kelompok ascidian Didemnum dan Polycarpa. Hidroid dari genera Agalaophenia serta Oxycomanthus dari kelompok lilia laut dapat ditemukan pada kedalaman 3 hingga 6 meter pada semua stasiun pengamatan. Tridacna squamosa merapakan salah satu organisme yang masih dapat ditemukan. 3.18 PULAU MALU Kondisi Terumbu Karang Letaknya hampir mendekati perbatasan antara Provinsi Gorontalo dengan Provinsi Sulawesi Utara, perjalanan yang ditempuh sekitar 1jam 30 menit dari pelabuhan lama Kwandang. Kondisi rata-rata penutupan dasar pulau ini adalah karang keras 35%, DCA Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 26-
  • 27. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 17.5%, rubble 7.5% dan pasir 12.5%. Penutupan karang lunak juga tinggi (12.5%), gejala di P. Lampu juga terjadi disini. Algae sebesar 5% dan avertebrata lain 10%. Penutupan Dasar Pulau Malu Kelimpahan Ikan Karang Pulau M alu Others Sand 16 Algae 10% 13% Rubble 13 Soft Coral 5% 12 8% 13% Dead Coral Algae Hard Coral 17% 34% m ajo r indikat o r t arget Gambar 18. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Pulau Malu Titik penyelaman adalah suatu daerah yang arusnya cukup kencang, dimana rubble dan DCA sangat mendominasi di kedalaman 10m dengan penutupan 50% dan 38.17%. Untuk 3m penutupan tertinggi adalah DCA dan karang lunak, dengan penutupan mencapai 38.33% dan 32.5%. Penutupan karang bercabang (CB) dan karang masif di kedalaman 3 meter lebih tinggi, yaitu 10.17% dan 8.5%. Pada saat penyelaman di kedalaman 10 meter di temukan ikan kerapu bebek /tikus (Cromileptes altivelis) sebanyak 2 ekor, dimana ikan ini agak sulit dijumpai pada saat menyelam karena biasanya bersembunyi di celah-celah karang. Pada kedalaman 3 meter, keanekaragaman cukup tinggi dan dijumpai beberapa jenis kelompok ikan indikator dengan jumlah lebih banyak. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut masih memiliki terumbu karang yang baik. Sedangkan pada kedalaman 10 meter, keanekaragaman ikan sudah berkurang. Hanya ada beberapa spesies yang soliter, yaitu ikan kerapu (Epinephelus sp.) dan ikan kakap (Lutjanus gibbus). Organisme yang mendominasi pada pulau ini ditemukan pada semua stasiun pengamatan yaitu dari kelompok ascidian dengan dua genera Didemnum dan Polycarpa, pada kedalaman 3 hingga 6 meter dengan substrat rubble dan karang mati. Crinoid dari genera Oxycomanthus nampak banyak terdapat pada semua stasiun pengamatan, dengan kedalaman 3 hingga 6 meter. Diadema setosum merupakan kelas Echinodermata yang dapat dijumpai pada kedalaman 1 hingga 6 meter di semua stasiun pengamatan. Namun untuk kelompok sponge ditemukan empat genera yaitu Clathria, Haliclona, Lanthella dan Plakortis pada dua stasiun pengamatan di kedalaman 3 hingga 6 meter. 3.19 TANJUNG KERBAU Kondisi Terumbu Karang Untuk melakukan penyelaman yang tenang, mungkin lebih baik dilakukan pada saat musim barat, karena apabila dilakukan di musim timur, ombak sangat besar, dengan ketinggian mencapai lebih dari 1 meter. Tetapi keadaan tersebut terlupakan begitu penyelaman dimulai, karena terumbu karangnya masih bagus, dengan persentase karang hidup mencapai lebih dari 50%, baik di kedalaman 3m maupun 10m. Karang hidup Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 27-
  • 28. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang didominasi oleh karang bentuk bercabang. Pertumbuhan karang pun cukup baik, karena sampai lebih dari 20 meter masih dapat hidup, walaupun penutupannya tidak terlalu rapat, karena mulai didominasi oleh pasir. Variasi organisme pun tinggi, selain ikan yang beragam, ditemukan pula penyu sisik dan sponge dalam ukuran diatas rata-rata. Penutupan Dasar Tanjung Kerbau Kelimpahan Ikan Karang Tanjung Kerbau Others Sand Algae Rubble 46 10% 5% 5% Soft Coral 5% 5% Dead Coral 35 Algae 15% Hard Coral 20 55% majo r indikato r target Gambar 19. Komposisi Penutupan Dasar dan Ikan Karang Tanjung Kerbau Tanjung kerbau atau Olele terletak pada wilayah pantai selatan provinsi Gorontalo, dimana keanekaragaman biota lautnya sangat tinggi dibandingkan pulau-pulau lain disekitarnya. Pengaruh gelombang sangat besar dan arus kencang, dimana substrat dasar perairan umumnya berbatu. Lokasi ini memliliki tebing karang yang sangat indah dan ada ditemukan gua-gua sehingga memberi keindahan tersendiri. Ikan-ikan yang dijumpai beraneka ragam dan masih banyak yang bergerombol dalam jumlah besar. Spesies langka yang ditemukan yaitu ikan Napoleon (Cheillinus undulatus), ikan enjiel (Pomacanthus imperator),ikan belut (Gymnothorax javanicus) dan ikan trigger kembang (Balistoides conspicillum). Biasanya ikan ini ditemukan di daerah bertebing (drop off) dan berlindung di dalam celah-celah sekitar terumbu karang. Kelimpahan kelompok ikan major merupakan kelompok dengan kelimpahan terbesar yaitu sekitar 46 ekor/250 m2, kemudian disusul ikan target sebesar 35 ekor/250 m2dan indikator sekitar 20 ekor/250 m2. Pada kedalaman 3 hingga 20 meter ditemukan tujuh genera kelompok sponge yaitu Callyspongia, Carteriospongia, Geliodes, Haliclona, Lanthella, Phillospongia, dan Xextospongia. Sponge nampak mendominasi pada daerah tanjung kerbau, sedangkan kelompok hidroid ditemukan tiga genera yaitu Agalaophenia, Gymnagium, dan Plumularia. Lilia laut dijumpai pada kedalaman 2 hingga 20 meter diwakili oleh tiga genera yaitu Oxycomanthus, Chomanthia dan Canometra. Biasanya lilia laut berada diatas karang. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 28-
  • 29. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang 4 KESIMPULAN 1. Secara umum kondisi terumbu karang di Provinsi Gorontalo bervariasi mulai dari yang sangat jelek sampai kondisi yang sangat baik. Namun berdasarkan perhitungan rata- rata, tingkat kerusakan umumnya telah mencapai sekitar 40-60% (kondisi sedang). Namun pada beberapa titik seperti di Pulau Lampu dapat mencapai sekitar 70%. 2. Daerah yang berdekatan dengan massa daratan utama, kecuali di sekitar Tanjung Kerbau, terumbu karangnya relatif kurang baik, hal ini pada umumnya akibat sedimentasi dan penambangan batu karang, disamping dengan akitifitas destructive fishing lainnya. 3. Beberapa daerah di pulau-pulau dan gusung-gusung kondisi karangnya masih relatif baik, namun tidak kurang yang telah rusak utamanya akibat aktifitas penggunaan alat yang merusak seperti bom dan sianida. 4. Penyebab kerusakan terumbu karang lainnya kemungkinan adalah akibat pemutihan karang (bleaching) oleh pemanasan global, sementara tanda-tanda terjadinya predasi akibat bintang laut bermahkota atau penyakit serta overgrowth oleh alga makro relatif sedikit. 5. Beberapa pulau yang selama ini di plot sebagai daerah prospek parawisata seperti Pulau Lampu justru memiliki karang mati yang sangat tinggi yakni antara 40-70%, dengan rata-rata karang mati yang telah berbentuk pecahan karang (ruble) dan karang tertutupi algae lebih dari 50%. 6. Tingkat pemanfaatan organisme asosiasi seperti kerang-kerangan dan organisme avertebrata lainnya masih relatif baik, dengan tingkat kepadatan dan jumlah jenis yang masih tinggi. 7. Walaupun populasi ikan-ikan karang yang menjadi target penangkapan masih relatif baik, namun ada indikasi terjadi penangkapan berlebih, terutama untuk jenis-jenis ikan kerapu yang saat ini jumlah jenis dan kepadatan serta ukurannya relatif kecil. 8. Harapan terjadinya pemulihan secara alami di beberapa lokasi terutama di daerah pulau-pulau dan gusung kelihatannya masih besar, hal ini ditandai dengan cukup banyaknya dijumpai karang baru (recruits). 5 REKOMENDASI / IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 1. Mengingat tingginya tingkat kerusakan terumbu karang yang ada di Provinsi Gorontalo, maka perlu segera menadapat perhatian dari semua pihak terkait untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam upaya menyelematkan terumbu karang yang masih tersisa 2. Agar upaya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang bisa lebih berjalan secara efektif, diperlukan adanya peraturan daerah (perda) pengelolaan terumbu karang baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten untuk secara khusus mengatur penyelamatan dan perbaikan ekosistem terumbu karang secara komprehensif 3. Program-program yang ada selama ini yang berhubungan dengan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang (mis. MCRM dan program DKP Provinsi Gorontalo) perlu disingkrongkan satu sama lain agar tidak mubassir dan cenderung tidak di follow-up 4. Upaya mendesak yang perlu segera dilakukan adalah menyetop atau mengurangi sumber-sumber pengrusakan terumbu karang tersebut seperti penggunaan alat Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 29-
  • 30. Ringkasan Eksekutif : Kajian Tentang Potensi, Kondisi, dan Status Pemanfaatan Terumbu Karang merusak , penambangan, dan mengupayakan pengurangan tingkat sedimentasi dari lahan atas. Upaya rehabilitasi hanya dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang memang secara ekologis tidak dapat lagi atau sangat sulit untuk pulih secara alami. 5. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang berasosiasi dengan terumbu karang (ikan dan avertebrata) perlu disusun secara detail dan komprehensif agar pemanfaatannya dapat lebih optimal dan berkelanjutan 6. Untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ini (termasuk pariwisata bahari), maka berdasarkan hasil kajian ini perlu segera disusun zonasi pengelolaan yang disingkrongkan dengan rencana tata ruang wilayah pesisir dan laut Provinsi Gorontalo. REFERENSI English, S.C.; Wilkinson and Baker, V., 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Asean. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. p. 68-80. Gomez, E.D. and Halen, T.Y., 1988. Monitoring Reef Condition. In: Eds.: R.A. Kenchington and B.E.T., Hudson. p.187-195. UNESCO. Jakarta. Gunderson, D. R.,1993. Surveys of Fisheries Resources. John Wiley & Sons Inc., New York – Singapore. p. 183-214. Hutomo, M., 1993. Pengantar Studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode Pengkajiannya. Puslitbang Oseanologi. LIPI. Jakarta. p. 35. Jompa, J. Thana, D, Sudirman 2003. Bahan Kuliah Wawasan Sosial Budaya Bahari, Aspek Bio-Ekologis. MKDU, Universitas Hasanuddin Press. Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p. Mannual – CRITC, 2001. Project Management Office (PMO). COREMAP. Jakarta. Randall, J.E and Heemstra, P.C., 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species. Divisi Kelautan, Pusat Kegiatan Penelitian Unhas - 30-
  • 31. RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KAJIAN TENTANG POTENSI, KONDISI, DAN STATUS PEMANFAATAN TERUMBU KARANG KERJASAMA: DIVISI KELAUTAN, PUSAT KEGIATAN PENELITIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BALITBANGPEDALDA) PROVINSI GORONTALO GORONTALO 2004