Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun Pulau Parang terdiri dari 30 genus yang terbagi ke dalam 15 famili, dengan famili Capitellidae, Spionidae dan Syllidae sebagai jenis yang paling dominan. Kerapatan dan komposisi lamun berbeda di ketiga stasiun penelitian."
Makalah ini membahas tentang konservasi penyu di Indonesia. Terdapat 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau, sisik, lekang, belimbing, pipih, dan tempayan. Penyu memiliki siklus hidup yang panjang dan bertelur di pantai. Ancaman terhadap penyu antara lain perburuan, kerusakan habitat, dan polusi. Upaya konservasi penyu meliputi pengawasan perlindungan, tidak mengkonsumsi dan memburu penyu secara illegal, serta melak
Dokumen tersebut membahas tentang filum Platyhelminthes (cacing pipih) yang memiliki ciri tubuh pipih dan aselomata. Terdiri dari 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing berambut getar seperti Planaria), Trematoda (cacing hisap parasit seperti cacing hati), dan Cestoda (cacing pita parasit seperti Taenia). Setiap kelas memiliki siklus hidup dan morfologi tubuh yang khas.
Filum Arthropoda merupakan hewan invertebrata yang memiliki ciri utama tubuh bersegmen, memiliki eksoskeleton keras, kaki berbuku-buku, dan mengalami metamorfosis. Crustacea adalah salah satu kelas dalam filum ini yang hidup di air, dengan ciri kepala dan dada menyatu dilindungi karapaks. Crustacea memiliki peran penting bagi manusia sebagai sumber protein dan ekologi, meski beberapa juga merusak. Arachnida ad
Makalah ini membahas tentang konservasi penyu di Indonesia. Terdapat 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau, sisik, lekang, belimbing, pipih, dan tempayan. Penyu memiliki siklus hidup yang panjang dan bertelur di pantai. Ancaman terhadap penyu antara lain perburuan, kerusakan habitat, dan polusi. Upaya konservasi penyu meliputi pengawasan perlindungan, tidak mengkonsumsi dan memburu penyu secara illegal, serta melak
Dokumen tersebut membahas tentang filum Platyhelminthes (cacing pipih) yang memiliki ciri tubuh pipih dan aselomata. Terdiri dari 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing berambut getar seperti Planaria), Trematoda (cacing hisap parasit seperti cacing hati), dan Cestoda (cacing pita parasit seperti Taenia). Setiap kelas memiliki siklus hidup dan morfologi tubuh yang khas.
Filum Arthropoda merupakan hewan invertebrata yang memiliki ciri utama tubuh bersegmen, memiliki eksoskeleton keras, kaki berbuku-buku, dan mengalami metamorfosis. Crustacea adalah salah satu kelas dalam filum ini yang hidup di air, dengan ciri kepala dan dada menyatu dilindungi karapaks. Crustacea memiliki peran penting bagi manusia sebagai sumber protein dan ekologi, meski beberapa juga merusak. Arachnida ad
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Laporan ini membahas perkembangan larva ikan nila mulai dari telur yang dibuahi hingga menjadi larva muda. Telur ikan nila akan menetas menjadi larva setelah 4-5 hari kemudian diasuh oleh induk betina selama 11 hari.
Udang memiliki berbagai organ indera termasuk chemoreseptor yang berfungsi untuk mendeteksi makanan. Chemoreseptor utama udang terdapat pada antenula dan memiliki rambut-rambut halus yang peka terhadap zat kimia dalam lingkungan. Chemoreseptor memungkinkan udang menemukan sumber makanan dengan sensitivitas tinggi meskipun dari jarak jauh.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembenihan rajungan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, termasuk sejarah, bidang usaha, dan struktur organisasi BPBAP Takalar.
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Dokumen tersebut membahas tentang kelompok Mollusca. Mollusca merupakan hewan invertebrata bertubuh lunak yang terdiri dari 150.000 spesies hidup dan ribuan fosil. Mereka telah menyebar ke seluruh habitat air dan darat, serta merupakan jenis yang paling sukses secara geologis. Terdapat 3 kelas utama Mollusca yaitu Bivalvia, Gastropoda, dan Cephalopoda.
Euspongia sp. adalah porifera dari filum Porifera, class Demospongiae, ordo Haploselerida, dan famili Acroporidae. Hewan ini memiliki tubuh multiseluler yang terbuat dari spongin atau campuran spongin dan zat kersik, dengan berbagai bentuk dan warna.
Dokumen tersebut memberikan pedoman penulisan daftar pustaka untuk berbagai sumber referensi yang mencakup jurnal, buku, sumber di luar jurnal dan buku, serta sumber dari internet. Pedoman tersebut mencakup cara penulisan nama penulis, judul, penerbitan, dan informasi pendukung lainnya sesuai dengan jenis sumber yang digunakan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai flora dan fauna endemik di Sumatera melalui 3 poin utama:
1. Mengidentifikasi sejumlah spesies flora dan fauna khas Sumatera yang rentan punah seperti badak, harimau, dan gaharu serta status perlindungannya
2. Menguraikan kriteria prioritas konservasi keanekaragaman hayati menurut pemerintah Indonesia
3. Mencantumkan daftar flora dan fauna endemik Sumatera beserta deskri
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Mujiyanto -
Ekosistem lamun sangat berperan dalam kelangsungan hidup juvenil ikan, dimana padang lamun sebagai daerah asuhan (nursery ground) merupakan tempat yang tepat bagi biota-biota laut yang masih muda atau masih dalam tahap juvenil untuk bertahan hidup. Kelimpahan dan struktur komunitas juvenile ikan pada ekosistem lamun dapat berubah-ubah menurut waktu, dan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas juvenil ikan di padang lamun pada kawasan perairan Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Penelitian dilakukan pada bulan Juni, September dan Desember 2012 (Musim Timur, Peralihan dan Barat). Pengambilan sampel juvenil ikan diambil dengan small beam trawl di lima stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling method. Selanjutnya pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek kuadran 1x1 meter. Hasil penelitian menunjukan bahwa juvenil ikan di padang lamun dalam 3 kali sampling berhasil didapat 683 individu, terdiri dari 16 famili dengan 42 spesiesi. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,25-4,74 dimana indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun Pulau Kembar sbesar 4,74 dengan 15 spesies. Hal ini juga didukung oleh persentase penutupan lamun tertinggi di stasiun Pulau Kembar sebesar 99,80 %.
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Laporan ini membahas perkembangan larva ikan nila mulai dari telur yang dibuahi hingga menjadi larva muda. Telur ikan nila akan menetas menjadi larva setelah 4-5 hari kemudian diasuh oleh induk betina selama 11 hari.
Udang memiliki berbagai organ indera termasuk chemoreseptor yang berfungsi untuk mendeteksi makanan. Chemoreseptor utama udang terdapat pada antenula dan memiliki rambut-rambut halus yang peka terhadap zat kimia dalam lingkungan. Chemoreseptor memungkinkan udang menemukan sumber makanan dengan sensitivitas tinggi meskipun dari jarak jauh.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembenihan rajungan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, termasuk sejarah, bidang usaha, dan struktur organisasi BPBAP Takalar.
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Dokumen tersebut membahas tentang kelompok Mollusca. Mollusca merupakan hewan invertebrata bertubuh lunak yang terdiri dari 150.000 spesies hidup dan ribuan fosil. Mereka telah menyebar ke seluruh habitat air dan darat, serta merupakan jenis yang paling sukses secara geologis. Terdapat 3 kelas utama Mollusca yaitu Bivalvia, Gastropoda, dan Cephalopoda.
Euspongia sp. adalah porifera dari filum Porifera, class Demospongiae, ordo Haploselerida, dan famili Acroporidae. Hewan ini memiliki tubuh multiseluler yang terbuat dari spongin atau campuran spongin dan zat kersik, dengan berbagai bentuk dan warna.
Dokumen tersebut memberikan pedoman penulisan daftar pustaka untuk berbagai sumber referensi yang mencakup jurnal, buku, sumber di luar jurnal dan buku, serta sumber dari internet. Pedoman tersebut mencakup cara penulisan nama penulis, judul, penerbitan, dan informasi pendukung lainnya sesuai dengan jenis sumber yang digunakan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai flora dan fauna endemik di Sumatera melalui 3 poin utama:
1. Mengidentifikasi sejumlah spesies flora dan fauna khas Sumatera yang rentan punah seperti badak, harimau, dan gaharu serta status perlindungannya
2. Menguraikan kriteria prioritas konservasi keanekaragaman hayati menurut pemerintah Indonesia
3. Mencantumkan daftar flora dan fauna endemik Sumatera beserta deskri
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Mujiyanto -
Ekosistem lamun sangat berperan dalam kelangsungan hidup juvenil ikan, dimana padang lamun sebagai daerah asuhan (nursery ground) merupakan tempat yang tepat bagi biota-biota laut yang masih muda atau masih dalam tahap juvenil untuk bertahan hidup. Kelimpahan dan struktur komunitas juvenile ikan pada ekosistem lamun dapat berubah-ubah menurut waktu, dan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas juvenil ikan di padang lamun pada kawasan perairan Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Penelitian dilakukan pada bulan Juni, September dan Desember 2012 (Musim Timur, Peralihan dan Barat). Pengambilan sampel juvenil ikan diambil dengan small beam trawl di lima stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling method. Selanjutnya pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek kuadran 1x1 meter. Hasil penelitian menunjukan bahwa juvenil ikan di padang lamun dalam 3 kali sampling berhasil didapat 683 individu, terdiri dari 16 famili dengan 42 spesiesi. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,25-4,74 dimana indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun Pulau Kembar sbesar 4,74 dengan 15 spesies. Hal ini juga didukung oleh persentase penutupan lamun tertinggi di stasiun Pulau Kembar sebesar 99,80 %.
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, rimata, serangga, burung, reptil dan amphibi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian Barat Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni hingga bulan Desember 2012, sampel diperoleh untuk mewakili sampel pada musim Timur, musim Peralihan Timur ke Barat dan pada musim Barat. Juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove, dikoleksi dengan jaring dengan ukuran mata jaring 500 µ, jarring lempar ukuran mata jaring 2 inchi, alat pancing serta serok (seser) ikan. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Parang terdiri dari Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba dan Xylocarpus moluccensis. Komposisi jenis juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove yang dikoleksi selama tiga musim berturut-turut berjumlah 14 jenis, yang tergolong ke dalam 11 famili dan 13 genus. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,056 – 1,557 pada kategori sedang, keseragaman juvenil ikan berkisar antara 0,035 – 0,926 berada dalam kondisi yang stabil dan dominansi berkisar antara 0,236 – 0,985 artinya terdapat beberapa jenis juvenil ikan yang mendominasi di stasiun penelitian.
Praktikum ekologi perairan dilaksanakan untuk mempelajari ekosistem mangrove, lamun, dan bentos di Pulau Pasaran dan Pantai Ketapang. Jenis mangrove yang ditemukan adalah Avicennia marina dan Rhizopora dengan kerapatan tertinggi 6,6. Satu spesies lamun, Enhalus acoroides, ditemukan dengan VMR 176,48. Enam jenis bentos ditemukan dengan dominansi rendah.
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Penelitian ini mengkaji komunitas larva ikan di ekosistem padang lamun di Pulau Parang, Karimunjawa;
(2) Terdapat 14 famili larva ikan yang ditemukan dengan dominasi famili Gerreidae, Gobiidae, dan Labridae;
(3) Kualitas perairan mempengaruhi keberadaan larva ikan, dengan suhu 28,5°C-31,14°C dan salinitas 29,5-34°/oo.
KEBIASAAN MAKAN TIRAM MUTIARA Pintada maxima DI PERAIRAN TELUK SEKOTONG, LOMBOKRepository Ipb
Tiram mutiara Pintada maxima memakan berbagai jenis fitoplankton yang terdapat di perairan Teluk Sekotong, Lombok tanpa melakukan seleksi terhadap jenisnya. Tiram cenderung memilih ukuran fitoplankton yang lebih kecil. Jenis fitoplankton yang paling banyak ditemukan di lambung tiram adalah kelas Bacillariophyceae, Dinophyceae, Ciliata, Chrisophyta, Cyanophyceae, Chlorophyceae dan moluska.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Tiga kalimat ringkasan artikel jurnal ilmiah tentang komposisi dan distribusi plankton di perairan Teluk Semarang adalah:
Penelitian menemukan 6 kelas dan 37 genera fitoplankton serta 6 kelas dan 32 genera zooplankton, dengan kelimpahan fitoplankton lebih tinggi di perairan lepas pantai. Indeks keragaman fitoplankton dan zooplankton berada pada tingkat rendah hingga sedang.
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Berikut adalah ringkasan dalam 3 kalimat atau kurang dari dokumen tersebut:
Dokumen tersebut menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang barat Kepulauan Karimunjawa. Hasil penelitian menunjukkan dominasi telur ikan dan larva terdiri atas berbagai famili. Bulan September merupakan periode puncak pemijahan dengan kelimpahan telur dan larva tertinggi.
Tiga kalimat:
Studi ini mengkaji afinitas spesies pada komunitas endopsammon di tiga pantai di Taman Nasional Bali Barat dengan tujuan mengetahui adanya tumpang tindih relung dan asosiasi spesies serta pengaruh tingkat kekerabatan spesies. Sampel substrat diambil dari tiga kedalaman dan dianalisis menggunakan indeks Pianka dan Jaccard untuk mengukur tumpang tindih relung dan asosiasi. Hasilnya menunj
Laporan Praktikum Lapangan "Biota Asosiasi Lamun Pulau Pramuka"AzkiyaBanata
Dokumen tersebut membahas mengenai biota asosiasi yang hidup di sekitar lamun di Pulau Pramuka. Jenis biota yang paling banyak ditemukan adalah Meiacanthus ditrema dan moluska. Biota paling banyak ditemukan pada interval 40 meter dari garis pantai. Perbedaan substrat antara Pulau Karya dan Pulau Pramuka menyebabkan perbedaan jumlah kelimpahan biota di sekitar lamun.
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Mujiyanto -
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang analisis kebiasaan makan ikan beronang (Siganus virgatus) di Kepulauan Karimunjawa. Penelitian menunjukkan bahwa ikan beronang termasuk herbivora dengan makanan utama tumbuhan seperti rumput laut sebesar 98,28%, dan makanan tambahan fitoplankton dan detritus.
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Mujiyanto -
Echinodermata memiliki peran penting dalam ekologi laut yang hidup di dasar perairan yang berperan dalam menjaga tingkat kesuburan sedimen dan merupakan deposit feeder. Larva dan biota dewasa dari echinodermata juga merupakan bahan pasokan makanan bagi biota lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji populasi echinodermata di daerah perairan padang lamun pulau Parang, Karimunjawa dimana sampel diidentifikasi secara visual langsung dengan bantuan transek 5x5 meter menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laganum laganum dan Holothuria atra merupakan spesies yang mendominasi di setiap stasiun pengamatan diduga karena cocok dengan kondisi lingkungan. Spesies yang ditemukan pada lokasi Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Legon Boyo, Batu Merah cukup bervariasi dengan jumlah spesies tinggi, sedangkan pada Pulau Nyamuk hanya ditemukan sedikit.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombokEci Oktaviani
Berdasarkan dokumen tersebut, ditemukan 14 spesies makroalga yang terdiri atas 10 ordo dan 11 famili di Pantai Teluk Lombok Sangatta. Spesies-spesies tersebut tergolong ke dalam 3 divisi yaitu Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. Penelitian ini menunjukkan keragaman jenis makroalga di daerah tersebut serta memberikan kontribusi terhadap pengetahuan ekologi habitat makroalga di Pantai Teluk Lombok Sangatta.
Similar to Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimunjawa (20)
Secara fisiologi penyelaman, manusia tidak diciptakan untuk beradaptasi dengan lingkungan bawah perairan baik perairan tawar maupun laut, tetapi manusia dapat menciptakan suatu alat untuk beradptasi dengan lingkungan perairan. Alat tersebut dinamakan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus). Peralatan Scuba merupakan peralatan penyelaman yang disempurnakan oleh Yves Couteau dan Emile Gagnan pada tahun 1943, dan sampai sekarang masih dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan baik berupa tingkat keselamatan dan berbagai aksesoris pendukung lainnya.
Perkembangan penyelaman Scuba di Indonesia sampai saat sekarang boleh dikatakan sangat mengembirakan, terutama untuk penyelaman olah raga dan wisata bahari. Akan tetapi penyelaman di bidang lainnya, seperti halnya penyelaman komersial dan penyelaman ilmiah masih sangat terbatas. Dan tak jarang pekerjaan dan proyek-proyek bawah air di Indonesia masih didominasi oleh penyelam-penyelam asing.
Manfaat lain penyelaman scuba adalah, seseorang penyelam dapat mengembangkan ilmu-ilmu kelautan sesuai dengan bidangnya seperti halnya dalam bidang arsitektur atau teknik sispil, dia dapat mengembangkan untuk membuat konstruksi-konstruksi atau penambangan lepas pantai(off shore). Dibidang kedokteran seorang penyelam dapat mengembagkan Hyperbarik (fisika dan fisiologi penyelaman, serta medical aspek). Sedangkan untuk masyarakat ilmiah, penyelam dapat melakukan kegiatan penelitian-penelitian yang dilakukan dapat mengembangkan dan mengungkapkan potensi sumberdaya hayati laut yang terdapat dalam suatu perairan, terutama ilmu biologi, geologi, arkeologi dan kelautan lainnya.
Sebagian ahli penyelaman mengatakan bahwa penyelaman Scuba merupakan salah satu aktivitas atau olah raga yang beresiko tinggi baik bagi kesehatan maupun bagi keselamatan pribadi pelakunya. Tentunya bila kegiatan tersebut tidak dilakukan melalui prosedur yang benar. Karena itu pendidikan dan pelatihan penyelaman Scuba harus dikelola sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar dengan sistem yang jelas dengan program-programnya, terukur dan terorganisir pelaksanaannya. Dengan demikian akan dimungkinkan diadakannya monitoring, evaluasi guna mencapai hasil yang optimal.
Scientific Diving Club bertujuan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan lebih dengan mengorientasikan kegiatannya pada selam ilmiah yang mendukung, memperlancar dan menerapkan selam ilmiah secara bertanggung jawab.
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Dokumen tersebut membahas pentingnya Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) untuk melindungi sumber daya laut dan pantai Indonesia. MCPAs dapat digunakan untuk mengurangi eksploitasi berlebihan dan kerusakan lingkungan, serta melindungi keanekaragaman hayati. Dokumen tersebut juga menjelaskan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan lokasi MCPAs seperti dukungan masyarakat, kondis
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan ...Mujiyanto -
1. Tulisan ini membahas pentingnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap rencana pembangunan di wilayah pesisir, khususnya eksploitasi minyak.
2. Eksploitasi minyak di wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu kegiatan yang mewajibkan AMDAL karena dapat memberikan dampak lingkungan.
3. Karakteristik fisik dan kimia minyak mempengaruhi tingkah lakunya di l
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
Ringkasan singkat dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas status usaha perikanan tangkap di zona rehabilitasi terumbu karang Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Teluk Saleh, Sumbawa Besar.
2. Jenis alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan lokal adalah bagan perahu, bubu, pancing, rawai dan jaring tarik.
3. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan di
Analisis bio ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di pera...Mujiyanto -
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas analisis bio-ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa. Analisis menunjukkan bahwa produksi ikan pelagis fluktuatif antara tahun 1976-1983 akibat interaksi antara upaya penangkapan dan ketersediaan stok. Produksi maksimum lestari diperkirakan 101,151 ton/tahun pada upaya 4,176 kapal. Strategi pengelolaan diperlukan untuk menjaga keberlanjut
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...Mujiyanto -
PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya.
PCA dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component.
Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi.
Principal Component Analysis (PCA) dapat mengatasi masalah pelanggaran asumsi klasik multikolinearitas tanpa perlu membuang variabel bebas yang berkolinear tinggi. Sehingga setelah diperoleh variabel bebas baru dari hasil reduksi, dapat meramalkan pengaruh dari variabel bebas (contoh : pendapatan) terhadap variabel tak bebas (contoh : konsumsi) melalui analisis regresi linier.
Dengan metode PCA, kita akan mendapatkan variabel bebas baru yang tidak berkorelasi, bebas satu sama lainnya, lebih sedikit jumlahnya daripada variabel asli, akan tetapi bisa menyerap sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli atau yang bisa memberikan kontribusi terhadap varian seluruh variabel.
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...Mujiyanto -
Buku ini menjelaskan tentang analisis korelasi dan regresi linear dengan program Microsoft Excel dan secara manual. Pembahasan meliputi pengertian korelasi dan regresi linear, cara menghitung korelasi dan regresi secara manual, serta cara menganalisis korelasi dan regresi linear menggunakan Microsoft Excel.
Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan industri halal untuk meningkatkan ekspor dan pariwisata. Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain mempromosikan produk halal ke pasar global, meningkatkan sertifikasi produk halal, serta melatih SDM agar mampu bersaing di industri halal.
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Mujiyanto -
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Studi ini mengevaluasi peremajaan ikan mas dan nila yang terlepas dari budidaya dalam keramba jaring di Waduk Ir. H. Djuanda. Hasilnya menunjukkan rata-rata 4,9% ikan mas dan 2,4% ikan nila terlepas. Persentase ikan yang terlepas bervariasi antar daerah asal benih ikan.
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...Mujiyanto -
Ikan napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan salah satu jenis ikan yang dilindungi dan termasuk kedalam spesies terancampunah (endangered species). Perairan Kepulauan Sembilan merupakan salah satu perairan yang memiliki kondisi terumbu karang yang cukup baik dan disekitarnya terdapat jarring apung tempat pembesaran dan penampungan ikan napoleon hasil tangkapan nelayan disekitar Kepulauan Sembilan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan keberadaan ikan napoleon di Perairan Kepulauan Sembilan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013, dengan menggunakan metode survey lapangan. Penentuan lokasi penelitian sesuai dengan tempat nelayan melakukan penangkapan ikan napoleon yaitu daerah Marempu, Latoiya, Bungimpare dan Makodang yang berada di sekitar Pulau Sembilan. Luasan terumbu karang disekitar lokasi penelitian dihitung berdasarkan hasil interpretasi citra satellite Landsat 8 OLI yang diakuisisi pada bulan April 2013. Hasil sensus visual di wilayah Marempu dengan luas sapuan area 1,7 ha diperoleh kepadatan ikan napoleon 6,3 individu/ha dengan kondisi terumbu karang berdasarkan persen tutupan karang hidup berkisar antara 15-60%. Di sekitar lokasi Bungimpare dengan luas sapuan 0,9 ha diperoleh kepadatan ikan napoleon 5,5 individu/ha dengan luas tutupan karang hidup 30-60%. Wilayah Makodang dengan luas sapuan 1,3 ha diperoleh kepadatan ikan napoleon 0,8 individu/ha dengan luas tutupan karang hidup 60%. Sementara itu hasil sensus visual di wilayah Latoiya tidak ditemukan ikan napoleon.
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas bioekologi ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus) di Kepulauan Karimunjawa, termasuk hubungan panjang berat, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, fekunditas, dan nisbah kelamin ikan tersebut. Penelitian dilakukan di ekosistem mangrove di bagian barat kepulauan tersebut.
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Komunitas ikan di terumbu karang pulau semak daun kepulauan seribuMujiyanto -
Pemerintah Indonesia berencana memperluas program vaksinasi COVID-19 ke seluruh provinsi. Target vaksinasi akan dicapai dengan melibatkan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit di seluruh Indonesia untuk membantu proses vaksinasi. Program vaksinasi diperluas untuk mencapai herd immunity sehingga dapat memperlambat dan menghentikan pandemi COVID-19 di Indonesia.
Komunitas perifiton pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau parang kepul...Mujiyanto -
Pemerintah mengumumkan paket stimulus ekonomi baru untuk menyelamatkan bisnis dan pekerjaan. Paket ini memberi insentif pajak dan bantuan langsung untuk UMKM. Tujuannya menstabilkan ekonomi selama pandemi Covid-19.
Hubungan antara persentase tutupan karang dengan komunitas ikan karang di kep...Mujiyanto -
Perubahan kondisi terumbu karang yang terjadi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap lingkungan pada umumnya dapat menyebabkan kondisi sumberdaya ikan dan biota lainnya berubah pula. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara komunitas ikan karang dengan persentase tingkat kehidupan karang di perairan Kepulauan Seribu pada 10 stasiun pengamatan. Pengamatan kesehatan terumbu karang melalui identifikasi tutupan karang dengan metode transek garis atau Line Intercept Transect (LIT). Analisa keragaman hayati ikan karang menggunakan indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Hasil pengamatan tentang kondisi karang hidup dan komunitas ikan karang pada 10 stasiun berkisar antara 15.00 persen sampai dengan 81.00 persen, dengan nilai persentase karang hidup tertinggi pada stasiun IX dengan lokasi DPL Utara Pulau Tidung dengan nilai 81.00 persen yang berarti daerah tersebut berada pada kategori persentase karang hidup sangat tinggi, sedangkan nilai persentase tutupan karang terendah terlihat pada stasiun VII tepatnya didaerah Pulau Semak Daun (15.00 persen). Analisis berdasarkan hasil pengamatan sensus visual terhadap komunitas ikan target, indikator dan mayor menunjukkan adanya hubungan yang sangat rendah diantara komunitas ikan-ikan karang terhadap tingkat keberadaan terumbu karang yang ada. Akan tetapi hubungan antara persentasse tutupan karang dengan komunitas ikan karang menunjukkan hasil bahwa peningkatan nilai persentase tutupan karang seiring dengan peningkatan jumlah komunitas ikan yang ada.
Hubungan antara persentase tutupan karang dengan komunitas ikan karang di kep...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimunjawa
1. Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17) 1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
STRUKTUR KOMUNITAS POLYCHAETA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN
PULAU PARANG KARIMUNJAWA
Ibadur Rahman
1*
, Muhammad Zainuri
2
, Jusup Suprijanto
3
dan Mujiyanto
4
1
Mahasiswa Magister Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
2
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
3
Staff Pengajar Magister Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
4
Peneliti Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (BP2KSI) Purwakarta
Abstrak
Taman Nasional Karimunjawa tersusun atas 3 komponen ekosistem utama, yaitu; ekosistem terumbu
karang, lamun dan mangrove. Ketiganya merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme, sebagai
tempat untuk mencari makan (feeding ground), tempat pembesaran (nursery ground), ataupun tempat
memijah (spawning ground). Di antara ketiga ekosistem tersebut, padang lamun merupakan ekosistem
yang memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup biota-biota laut. Cacing laut (kelas
Polychaeta) merupakan salah satu biota yang berasosiasi dengan padang lamun. Polychaeta berperan
penting sebagai makanan hewan perairan dasar seperti ikan dan udang, pemakan hasil dekomposisi
serasah lamun, pemakan bangkai, atau sebagai pemakan bahan organik partikulat, dan sangat baik
sebagai indikator perairan karena memiliki jenis dan cara hidup yang sangat beragam. Penelitian ini
dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga Juni 2013 pada 3 lokasi di Pulau Parang (P. Kembar,
Batu Merah, dan P. Kumbang). Metode yang digunakan dalam pengamatan lamun adalah metode
visual menggunakan transek kuadran 1x1 m, sedangkan pengambilan sampel Polychaeta dilakukan
menggunakan PVC corer (d = 6 cm, t = 50 cm). Sampel yang diperoleh disaring menggunakan
saringan berukuran 0,5 mm kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi formalin (10%)
yang dicampur dengan Rose Bengal (1 gram/20 liter) untuk memberikan warna pada sitoplasma
sehingga memudahkan pemilahan di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 30
jenis Polychaeta dari 15 famili dan 967 individu. Indeks Keanekaragaman (H') termasuk dalam
kategori sedang dengan kisaran 2.22 – 2.86. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0.69 – 0.88,
yang termasuk kategori sedang dan tinggi. Sedangkan Indeks Dominansi (C) berkisar antara 0.08 –
0.15 yang menunjukkan bahwa komunitas Polychaeta pada ekosistem padang lamun Pulau Parang
cenderung stabil, dan tidak ada jenis yang mendominasi.
Kata kunci: padang lamun, polychaeta, Pulau Parang, struktur komunitas
Pengantar
Ekosistem padang lamun disusun oleh tumbuhan lamun dan menjadi tempat yang cocok untuk
beragam jenis hewan. Tingginya produktivitas primer tumbuhan lamun ditambah dengan alga epifit
dan bentik, menjamin ketersediaan bahan organik tetap melimpah yang menjadi sumber energi utama
untuk jaring-jaring makanan di padang lamun. Stuktur tiga dimensi tumbuhan lamun yang terdiri dari
rimpang, akar dan kanopi adalah tempat yang paling baik untuk berlindung dari pemangsa sekaligus
berperan sebagai penjebak sedimen. Struktur tersebut menciptakan kondisi fisika dan kimia yang
dapat menarik beragam jenis hewan (Hemminga dan Duarte, 2000).
Salah satu kelompok hewan yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun adalah cacing laut
(kelas Polychaeta). Polychaeta merupakan salah satu organisme pengurai yang menguraikan serasah
lamun yang telah didekomposisi oleh detritus menjadi partikel-partikel organik (Gray dan Elliot, 2009;
Mahfud dkk., 2013) yang sangat penting bagi kelangsungan hidup lamun. Polychaeta juga merupakan
makanan yang penting bagi berbagai biota asosiasi lainnya seperti ikan, udang dan hewan
invertebrata lainnya (Bruno et al., 1998; Hadiyanto, 2011).
Kondisi ekosistem padang lamun dewasa ini semakin mendapat tekanan (Bengen, 2004), baik karena
faktor manusia seperti alih fungsi lahan, lalu lintas kapal, pencemaran ataupun karena faktor alami
seperti perubahan musim dan iklim global, adanya interaksi populasi dan komunitas (pemangsaan
dan persaingan). Tekanan yang terjadi pada ekosistem lamun diduga akan berpengaruh terhadap
komunitas Polychaeta yang merupakan salah satu biota asosiasi lamun. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengkaji struktur komunitas Polychaeta di ekosisem padang lamun Pulau Parang,
Karimunjawa.
MA-17
2. 2 Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Bahan dan Metode
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel Polychaeta yang diambil dari ekosistem
padang lamun Pulau Parang, Karimunjawa. Parameter lingkungan yang diambil sebagai data
pendukung meliputi ukuran butir sedimen, suhu, salinitas, pH, dan kandungan bahan organik
sedimen. Penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu survey pendahuluan, penentuan lokasi penelitian,
pengambilan sampel, pensortiran sampel, identifikasi sampel dan analisis data. Survey lokasi
penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012. Pengambilan sampel, pensortiran, dan identifikasi
sampel dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga Juni 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan dengan metode purposive, yaitu penentuan tempat yang didasarkan
pertimbangan tertentu (Arikunto, 1998). Lokasi penelitian ini terbagi menjadi 3 stasiun, yaitu
P.Kembar, P.Kumbang dan Batu Merah. Stasiun P.Kembar merupakan pulau yang dipengaruhi
langsung oleh dinamika arus dari Laut Jawa dari arah utara perairan, karena letaknya di ujung barat
laut Kepulauan Karimunjawa. Pulau ini tidak berpenghuni dan diyakini oleh masyarakat sebagai pulau
yang keramat. Sedikitnya aktivitas masyarakat di Pulau ini, mengakibatkan kondisi ekosistem lamun
masih alami dengan persentase penutupan lamun tinggi. Di stasiun P.Kembar ini ditemukan 6 spesies
lamun dengan kerapatan yang cukup tinggi. Stasiun P.Kumbang merupakan pulau tak berpenghuni
yang termasuk dalam zona inti Taman Nasional Karimunjawa. Karena termasuk dalam zona inti, pada
stasiun ini dijumpai beberapa jenis biota langka seperti kima dan bintang laut. Perairan di Pulau
Kumbang sangat jernih, dan ditemukan 6 jenis lamun di pulau ini dengan kerapatan yang rendah.
Sedangkan stasiun Batu Merah merupakan pesisir bagian timur Pulau Parang yang menjadi kawasan
penangkapan ikan nelayan. Pada stasiun ini ditemukan 6 jenis lamun dengan kerapatan yang tinggi.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Pulau Parang, Karimunjawa)
Pengambilan sampel Polychaeta dilakukan secara kuantitatif menggunakan kuadran transek dengan
ukuran 1 x 1 m. Sedimen diambil sedalam 10 cm karena diperkirakan pada kedalaman tersebut bahan
organik yang menjadi sumber makanan dari Polychaeta sangat melimpah (Mahfud dkk., 2013).
Sampel sedimen yang telah diambil kemudian disaring menggunakan ayakan berukuran mata saring
0,5 mm. Polychaeta yang terlihat pada saat penyaringan, langsung dimasukkan ke dalam botol
sampel yang berisi formalin 10% yang sebelumnya telah dicampur dengan Rose Bengal dan telah
diberi label dengan informasi tanggal dan lokasi pengambilan sampel. Sampel kemudian dicuci
dengan ayakan berdiameter 0,1 mm untuk menghilangkan kandungan formalin di dalam sampel.
Kemudian sampel dikelompokkan menurut kemiripannya, dimasukkan dalam botol sampel berisi
alkohol 70%. Selanjutnya sampel tersebut diidentifikasi menggunakan mikroskop binokuler dengan
berpedoman pada buku identifikasi Day (1967) dan Beesley et al., (2000).
3. Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17) 3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Analisa struktur komunitas Polychaeta yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; analisa kelimpahan
(ind/m
2
) (Odum, 1993), Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaner, Indeks Keseragaman (Krebs,
1985), Indeks Dominasi Simpson (Odum, 1993), dan Indeks Kesamaan Komunitas (Odum, 1993).
Hasil dan Pembahasan
Ekosistem padang lamun di Pulau Parang, Karimunjawa relatif dalam kondisi yang baik. Dari 12
spesies lamun yang telah ditemukan di Indonesia (Nontji, 1987), 7 spesies lamun ditemukan di Pulau
Parang dengan kerapatan yang cukup baik dan membentuk pola campuran (mixed community). 7
spesies lamun tersebut yaitu; Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodoceae rotundata,
Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Thalassia hempricii.
Gambar 2. Persentase penutupan lamun di Pulau Parang, Karimunjawa
Stasiun P.Kembar memiliki kerapatan lamun yang cukup tinggi dengan persentase penutupan
sebesar 55%. Spesies lamun yang paling banyak ditemukan di stasiun P.Kembar adalah Thalassia
hempricii (28%). Stasiun P. Kumbang yang merupakan zona inti Taman Nasional Karimunjawa
memiliki kerapatan lamun yang cukup rendah dengan persentase penutupan sebesar 25% dimana
spesies yang paling banyak ditemukan adalah Thalassia hempricii (13%). Sedangkan stasiun Batu
Merah, juga memiliki kerapatan lamun yang cukup tinggi dengan persentase penutupan sebesar 55%,
dimana spesies Enhalus acoroides merupakan jenis yang paling sering ditemukan (33%).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap sampel Polychaeta pada ekosistem padang lamun di Pulau
Parang, ditemukan 30 genus dan 15 famili dari total 967 individu. Jenis Polychaeta yang paling
banyak ditemukan adalah dari famili Capitellidae 199 ind/m
2
, Spionidae 198 ind/m
2
dan Syllidae 176
ind/m
2
.
Tabel 1. Kelimpahan (ind/m
2
) Polychaeta yang ditemukan pada masing-masing stasiun di Pulau
Parang, Karimunjawa.
10%
13%
28%
33%
10%
4%
2%
2%
2%
3%
2%
5%
9%
4%
3%
3%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Batu Merah
Kumbang
Kembar
Halophila ovalis Halodule uninervis Halodule pinifolia
Cymodocea serrulata Cymodocea rotundata Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
total
55%
25%
55%
No.
Nama Famili,
Genus
Kembar Kumbang Batu Merah
St. 1 St. 2 St. 3 St. 1 St. 2 St. 3 St. 1 St. 2 St. 3
1 Spionidae
Spio sp. 3 2 2 - 3 4 9 1 2
Prionospio sp. 3 - 6 - - - 34 16 19
Spiophanes sp. 5 4 - - - - 18 3 2
5. Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17) 5
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
pada substrat berlumpur, berpasir dan daerah estuarine. Substrat yang terdapat di stasiun P.Kembar
ini didominasi oleh pasir dan sedikit lumpur. Sedangkan melimpahnya populasi Syllidae di stasiun P.
Kembar ini dikarenakan famili Syllidae dapat hidup di laut dangkal hingga laut dalam, pada substrat
lunak seperti lumpur pasiran dan pasir lumpuran, pada substrat kasar seperti pecahan karang, dan
kerikil, bersifat epibion pada alga, lamun (seagrass) dan invertebrata lainnya (Glasby et al., 2000).
Beberapa studi telah mengungkapkan bahwa Syllidae merupakan spesies yang dominan di sedimen
dan padang lamun. Tetapi beberapa spesies memiliki adaptasi habitat yang berbeda-beda tergantung
faktor habitat yang ditempatinya seperti: kepadatan lamun, tipe sedimen dan lain-lain (Somaschini dan
Gravina, 1994).
Gambar 3. Ukuran butir sedimen/substrat ekosistem padang lamun Pulau Parang, Karimunjawa
Famili Syllidae juga paling banyak ditemukan di stasiun P.Kumbang dengan kelimpahan sebesar 47
ind/m
2
. Sedangkan pada stasiun Batu Merah, jenis yang paling banyak ditemukan adalah dari famili
Spionidae dengan kelimpahan 141 ind/m
2
. Substrat pada stasiun Batu Merah terdiri dari pasir
(69.56%), kerikil (15.11%) dan lumpur (13.82%). Kondisi substrat yang demikian merupakan habitat
yang sesuai karena famili Spionidae menyukai habitat berpasir, baik pasir berlumpur maupun lumpur
berpasir karena substrat tersebut lebih stabil dan memudahkan kehidupan Spionidae yang bersifat
menggali (burrowing).
Bahan organik substrat juga memiliki peranan yang tinggi dalam persebaran Polychaeta. Hal ini
dikarenakan bahan organik secara tidak langsung merupakan makanan bagi Polychaeta (Mahfud
dkk., 2013). Kennish (1990) menambahkan bahwa Polychaeta menyukai tempat dengan kandungan
bahan organik yang tinggi. Kandungan bahan organik substrat di stasiun P.Kembar, P.Kumbang dan
Batu Merah secara berturut-turut adalah sebesar 4.38%; 4.54%; 7.88%. Hasil analisis korelasi antara
kandungan bahan organik dengan jumlah Polychaeta adalah sebesar 0,96 atau memiliki hubungan
yang sangat kuat.
Gambar 4. Kandungan bahan organik substrat padang lamun Pulau Parang, Karimunjawa
Nilai Indeks Keanekaragaman pada ketiga stasiun termasuk dalam kategori sedang, dengan besaran
nilai masing-masing adalah P.Kembar (2.22); P.Kumbang (2.86) dan Batu Merah (2.79). Nilai Indeks
15.11%
4.69%
3.35%
69.56%
87.94%
88.76%
13.82%
6.75%
6.99%
1.51%
0.62%
0.90%
Batu Merah
Kumbang
Kembar
kerikil/gravel pasir/sand lanau/lumpur/silt lempung/clay
4.38% 4.54%
7.88%
Pulau Kembar Pulau Kumbang Watu Merah
6. 6 Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Keanekaragaman yang cenderung sama pada ketiga stasiun tersebut menandakan bahwasanya tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah tutupan lamun dengan nilai keanekaragaman
Polychaeta. Nilai indeks keanekaragaman yang masuk dalam kategori sedang menandakan bahwa
penyebaran genus dalam sebuah komunitas cukup merata dan tidak ada jenis tertentu yang
jumlahnya melimpah sedangkan genus yang lain hanya sedikit (Krebs, 1985).
Tabel 2. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) yang
ditemukan pada setiap stasiun penelitian.
Stasiun
Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
H' Kategori* E Kategori** C Kategori***
Kembar 2.22 Sedang 0.69 Sedang 0.15 Tidak ada dominansi
Kumbang 2.86 Sedang 0.87 Tinggi 0.08 Tidak ada dominansi
Batu Merah 2.79 Sedang 0.88 Tinggi 0.08 Tidak ada dominansi
Indeks keseragaman menunjukkan kisaran yang bervariasi mulai dari kategori sedang sampai
kategori tinggi. Brower et al., (1998) menjelaskan bahwa keseimbangan penyebaran suatu spesies
dalam komunitas dapat diketahui dari Indeks keseragaman. Jenis Polychaeta dari berbagai kelompok
famili umumnya dapat ditemukan di seluruh stasiun penelitian di Pulau Parang, Karimunjawa. Dengan
demikian, penyebaran kelompok famili Polychaeta tidak secara eksklusif hanya berpusat di satu atau
dua stasiun tertentu. Hasil pengukuran data parameter lingkungan juga tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang mencolok di antara masing-masing stasiun penelitian. Adanya kondisi lingkungan
yang relatif seragam ini memungkinkan seimbangnya penyebaran Polychaeta (Priosambodo, 2011).
Tabel 3. Hasil pengukuran data parameter lingkungan
Parameter P Kembar P Kumbang Watu Merah
Suhu (
0
C) 30.18 30.63 30.47
Kedalaman (m) 0.41 0.68 0.90
Salinitas (
0
/00) 33.17 32.44 32.33
pH Air 7.97 8.00 8.00
DO / Oksigen Terlarut (mg/L) 6.214 5.072 4.000
Priasambodo (2011) menjelaskan bahwa dominansi suatu spesies Polychaeta terhadap spesies
lainnya, akan memberikan pengaruh terhadap kestabilan komunitas Polychaeta secara keseluruhan.
Selain itu, dominansi suatu spesies juga mengindikasikan adanya gangguan terhadap lingkungan di
sekitar komunitas Polychaeta karena hanya spesies tertentu saja yang mampu menyesuaikan diri dan
bertahan hidup.
Nilai indeks dominansi Polychaeta di stasiun P.Kembar, P.Kumbang dan Batu Merah menunjukkan
kisaran 0.08 – 0.15. Hal ini menandakan bahwa kondisi komunitas Polychaeta di Pulau Parang cukup
stabil, dan tidak ada yang mendominasi. Adanya jenis Polychaeta yang mendominasi akan
mengakibatkan tertekannya komunitas.Tekanan tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan
ataupun karena aktifitas manusia. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Krebs (1985) bahwa
penghilangan satu spesies dominan dalam suatu komunitas sering kali terjadi karena pengaruh
manusia sehingga lamun yang merupakan tempat memijah, berlindung dan mencari makan bagi
Polychaeta berkurang bahkan tidak ada sehingga menyebabkan spesies yang lain menjadi lebih
dominan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 15 famili, 30 genus dari total 967 individu yang
ditemukan di ekosistem padang lamun Pulau Parang, Karimunjawa. Jenis yang paling banyak adalah
famili Capitellidae dengan kelimpahan 199 ind/m
2
. Tidak ada jenis Polychaeta yang mendominasi di
semua stasiun, dikarenakan penyebarannya yang cukup merata di seluruh stasiun padang lamun.
7. Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17) 7
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pembimbing, juga kepada
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (BP2KSI), dan kepada Biro
Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kemdiknas yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis, serta semua pihak yang telah membantu terciptanya tulisan ini.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. PT. Pemuda Cipta: Jakarta.
Beesley, P.L., Ross and Glasby (eds). 2000. Polychaeta dan Allies The Southern Synthesis, Fauna of
Australia. Vol. 4A Polychaeta, Myzostomida, Pogonophora, Echiura, Sipunculata. CSIRO
Publishing: Melbourne. xii 465 p.
Bengen. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya.
Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Brower J.E, Zar J.H, von Ende C.N. 1998. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Mc
Graw-Hill Company.
Bruno C, M.B. Cousseau, and C. Bremec. 1998. Contribution of Polychaetous Annelid to the Diet of
Cheilodactylus berghi (Pisces, Cheilodactilidae). Abstract of 6
th
International Polychaete
Conference. Brazil, 2-7 Agustus 1998. International Polychaetes Association.
Day, J.H. 1967. A monograph on the Polychaeta of Southern Africa. Part 1. Errantia. Trust. Brit. Mus.
(Nat. Hist.) 656: (i--viii) + (1--458).
Glasby, C.J., P.A. Hutching., K. Fauchald., H. Paxton., G.W. Rouse., C.W. Russel., R.S. Wilson. 2000.
Class Polychaetes. In: Polychaetes and Allies: The Southern Synthesis. Fauna of Australia.
Polychaeta, Myzostomida, Pogonophora, Echiura, Sipuncula. CSIRO Publishing: Melbourne.
467 p.
Gray, J.S and Elliot, M. 2009. Ecology of Marine Sediments: From Science to Management. Oxford
University Press. 225 p.
Hemminga M.A, Duarte C.M. 2000. Seagrass Ecology. London-United Kingdom (UK): Cambridge
University Press.
Hadiyanto. 2011. Cacing Laut di Padang Lamun. Oseana, Volume XXXVI, Nomor 1, Tahun 2011: 57-
67.
Kennish, M. J. 1990. Ecology of Estuary. Biological Aspects. Vol : 2. CRC Press, Boston. 391 pp.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition.
Harper and Row, New York. 800 p.
Mahfud, Widianingsih, Retno H. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobenthos Polychaeta di
Pantai Maron dan Sungai Tapak Kel. Tugurejo, Kec. Tugu, Kota semarang. Journal of Marine
Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013: 134-142.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-III. Diterjemahkan oleh Tjahjono, S. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta: 201-250.
Priosambodo, Dody. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Daerah Padang Lamun Pulau
Bone Batang, Sulawesi Selatan. Sekolah Pascasarjana IPB: Bogor.
8. 8 Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perairan A (MA-17)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Somaschini A, Gravina MF. 1994. Ecological Analysis of Some Syllidae (Annelida,Polychaeta) from
the Central Tyrrhenian Sea (Ponza Island), Memories du Museum National d’Histoire
Naturelle., 162: 1-642.
Tanya Jawab
Penanya : Wawan Kuswara
Pertanyaan : Bagaimanakah korelasi antara lamun lebat,lamun jarang dan polichaeta?
Jawaban : Lamun terkadang punya pengaruh yang sangat kuat. Hubungan lamun dengan
policaheta lebih rendah daripada hubungan polichaeta dengan bahan-bahan
organic dan inorganic.
Penanya : -
Pertanyaan : Penelitian dilakukan 3 musim,dari hasil konsentrasi. Apakah ada perbedaan
signifikan dari musim-musim itu dan apa parameter yang mempengaruhinya?
Jawaban : Tidak ditunjukan adanya perbedaan yang siginifikan karena jumlah polichaeta
tetap dan tidak ada jenis yang mendominasi dan persebarannya merata pada
masing-masing pulau tersebut.