STATUS PEMANFAATAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN IKAN HIAS ANGEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI SULAWESI SELATAN
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
Bee Jay Bakau Resort merupakan kawasan mangrove yang menjadi habitat ikan gelodok. Ikan gelodok (Mudskipper) merupakan salah satu jenis biota lokal yang mendiami kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi Mudskipper berdasarkan karakter morfologi dan peranannya di Bee Jay Bakau Resort. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui evaluasi karakter morfologi, morfometrik, dan meristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu spesies ikan gelodok, yaitu Periopthalmus modestus. Jumlah ikan yang ditemukan sedikit yaitu 4 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gelodok di Bee Jay Bakau Resort tidak melimpah. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekologi mangrove yang kurang sesuai dengan habitat Mudskipper. Peran ikan gelodok sebagai filter feeder diketahui dari kemampuan memompa air melalui rongga mantel sehingga dapat menyaring bahan organik yang ada di dasar pantai berlumpur yang ada di hutan mangrove.
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
Laporan hasil PKL mahasiswa Agrobisnis Perikanan, Universitas Brawijaya, sebagai wawasan, pengetahuan dan terapan hasil dari bangku kuliah pada keadaan lapang
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
Bee Jay Bakau Resort merupakan kawasan mangrove yang menjadi habitat ikan gelodok. Ikan gelodok (Mudskipper) merupakan salah satu jenis biota lokal yang mendiami kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi Mudskipper berdasarkan karakter morfologi dan peranannya di Bee Jay Bakau Resort. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui evaluasi karakter morfologi, morfometrik, dan meristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu spesies ikan gelodok, yaitu Periopthalmus modestus. Jumlah ikan yang ditemukan sedikit yaitu 4 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gelodok di Bee Jay Bakau Resort tidak melimpah. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekologi mangrove yang kurang sesuai dengan habitat Mudskipper. Peran ikan gelodok sebagai filter feeder diketahui dari kemampuan memompa air melalui rongga mantel sehingga dapat menyaring bahan organik yang ada di dasar pantai berlumpur yang ada di hutan mangrove.
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
Laporan hasil PKL mahasiswa Agrobisnis Perikanan, Universitas Brawijaya, sebagai wawasan, pengetahuan dan terapan hasil dari bangku kuliah pada keadaan lapang
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Mujiyanto -
Taman Nasional Karimunjawa tersusun atas 3 komponen ekosistem utama, yaitu; ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove. Ketiganya merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme, sebagai tempat untuk mencari makan (feeding ground), tempat pembesaran (nursery ground), ataupun tempat memijah (spawning ground). Di antara ketiga ekosistem tersebut, padang lamun merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup biota-biota laut. Cacing laut (kelas Polychaeta) merupakan salah satu biota yang berasosiasi dengan padang lamun. Polychaeta berperan penting sebagai makanan hewan perairan dasar seperti ikan dan udang, pemakan hasil dekomposisi serasah lamun, pemakan bangkai, atau sebagai pemakan bahan organik partikulat, dan sangat baik sebagai indikator perairan karena memiliki jenis dan cara hidup yang sangat beragam. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga Juni 2013 pada 3 lokasi di Pulau Parang (P. Kembar, Batu Merah, dan P. Kumbang). Metode yang digunakan dalam pengamatan lamun adalah metode visual menggunakan transek kuadran 1x1 m, sedangkan pengambilan sampel Polychaeta dilakukan menggunakan PVC corer (d = 6 cm, t = 50 cm). Sampel yang diperoleh disaring menggunakan saringan berukuran 0,5 mm kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi formalin (10%) yang dicampur dengan Rose Bengal (1 gram/20 liter) untuk memberikan warna pada sitoplasma sehingga memudahkan pemilahan di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 30 jenis Polychaeta dari 15 famili dan 967 individu. Indeks Keanekaragaman (H') termasuk dalam kategori sedang dengan kisaran 2.22 – 2.86. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0.69 – 0.88,yang termasuk kategori sedang dan tinggi. Sedangkan Indeks Dominansi (C) berkisar antara 0.08 – 0.15 yang menunjukkan bahwa komunitas Polychaeta pada ekosistem padang lamun Pulau Parang cenderung stabil, dan tidak ada jenis yang mendominasi.
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah Dikultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Komawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Mujiyanto -
Analisa dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan beronang (Siganus virgatus) yang tertangkap oleh nelayan di kepulauan Karimunjawa pada bulan April, Juli, Oktober, dan November 2011. Jumlah total contoh ikan sebanyak 81 ekor, dengan kisaran ukuran panjang 13,5 – 21 cm dan berat 33 – 170 gram. Hasil menunjukkan bahwa ikan beronang termasuk herbivora. Makanan utamanya tumbuhan (98,28 %), makanan tambahan adalah fitoplankton (0,22 %) dan detritus (1,50%).
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, rimata, serangga, burung, reptil dan amphibi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian Barat Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni hingga bulan Desember 2012, sampel diperoleh untuk mewakili sampel pada musim Timur, musim Peralihan Timur ke Barat dan pada musim Barat. Juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove, dikoleksi dengan jaring dengan ukuran mata jaring 500 µ, jarring lempar ukuran mata jaring 2 inchi, alat pancing serta serok (seser) ikan. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Parang terdiri dari Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba dan Xylocarpus moluccensis. Komposisi jenis juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove yang dikoleksi selama tiga musim berturut-turut berjumlah 14 jenis, yang tergolong ke dalam 11 famili dan 13 genus. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,056 – 1,557 pada kategori sedang, keseragaman juvenil ikan berkisar antara 0,035 – 0,926 berada dalam kondisi yang stabil dan dominansi berkisar antara 0,236 – 0,985 artinya terdapat beberapa jenis juvenil ikan yang mendominasi di stasiun penelitian.
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixmuthiauthe
Pada praktikum kali ini kita menggunakan sampling ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam mengetahui perkembangan yang dialami ikan melalui analisis parameter panjang, berat, dan morfologinya. Selain itu juga untuk memprediksi bagaimana pola pertumbuhan dan perkembangan pada ikan, menentukan faktor kondisi ikan, juga mengetahui kesiapan reproduksi pada ikan lewat pemeriksaan TKG (Tingkat Matang Gonad).
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Dr. Mauli Kasmi
Pemanfaatan jenis ikan Injel Napoleon sudah melampaui produksi lestari karena merupakan hewan target oleh nelayan sehingga semua ukuran dimanfaatkan untuk kebutuhan akuraium laut
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan JuniDesember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan eksperiment gill net ukuran 11/4 inchi. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Bolo-bolo (2.142) jantan dan (3.552) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Bolobolo bersifat isometri dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Bolo-bolo adalah 0.926 dan 0.481. TKG ikan Bolo-bolo diperoleh II-IV, 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV, kisaran panjang antara 7.99cm, berat 4-8gram pada TKG III dan 7.2-10.5cm, 2-12gram pada TKG IV. Fekunditas ikan berkisar antara 233-424 butir pada TKG III dan 220-2530 butir pada TKG IV, telur rata-rata 1256 TKG III serta 17131 TKG IV, dengan diameter telur menunjukan pemijahan yang berbeda antara 1 individu dan individu yang lain yaitu ada yang terjadi hanya satu kali dan ada yang terjadi tiga kali (3 puncak). Sex rasio ikan jantan dan betina adalah 1:1 menunjukan kondisi dalam keadaan seimbang. Ikan Bolo-bolo termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan Kepulauan Karimunjawa masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Bolo-bolo.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...Dr. Mauli Kasmi
Ikan Napoleon (Pomachantus xanthometopon) merupakan spesies termahal dari kelompok ikan Napoleon dan mempunyai nilai tawar yang lebih tinggi dibanding jenis ikan hias lainnya, sehingga menjadi ikan target oleh nelayan ikan hias. Produksi ikan ini masih tergantung dari penangkapan di alam karena budidaya belum berhasil dikembangkan, sehingga ada kemungkinan spesies ini mengalami overfishing. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi rekruitmen, struktur ukuran, pertumbuhan dan rasio seksual ikan Napoleon di perairan Sulawesi Selatan. Metode penelitian didasarkan pada sampling paralel di perairan Kepulauan Pangkep dan Selayar. Selanjutnya, fekunditas dihitung dengan menggunakan metode volimetrik. Umur mutlak dan pertumbuhan ikan Napoleon ditentukan dengan analisis plot Gulland dan Holt. Hasil kajian menunjukkan bahwa modus panjang total ikan Napoleon di Kabupaten Pangkep (9,5-11,5 cm) relatif lebih besar dibandingkan ikan Napoleon di Kabupaten Selayar (4,5-5,5 cm). Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan sebesar 0,4934 cm/ tahun dengan panjang maksimun 41,7 cm pada umur 13 tahun. Ikan Napoleon yang tertangkap merupakan ikan muda (53%) yang belum berkembang gonadnya. Rasio seksual adalah 26 % betina, 14% jantan dan 7% hermafrodit.
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Mujiyanto -
Taman Nasional Karimunjawa tersusun atas 3 komponen ekosistem utama, yaitu; ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove. Ketiganya merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme, sebagai tempat untuk mencari makan (feeding ground), tempat pembesaran (nursery ground), ataupun tempat memijah (spawning ground). Di antara ketiga ekosistem tersebut, padang lamun merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup biota-biota laut. Cacing laut (kelas Polychaeta) merupakan salah satu biota yang berasosiasi dengan padang lamun. Polychaeta berperan penting sebagai makanan hewan perairan dasar seperti ikan dan udang, pemakan hasil dekomposisi serasah lamun, pemakan bangkai, atau sebagai pemakan bahan organik partikulat, dan sangat baik sebagai indikator perairan karena memiliki jenis dan cara hidup yang sangat beragam. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga Juni 2013 pada 3 lokasi di Pulau Parang (P. Kembar, Batu Merah, dan P. Kumbang). Metode yang digunakan dalam pengamatan lamun adalah metode visual menggunakan transek kuadran 1x1 m, sedangkan pengambilan sampel Polychaeta dilakukan menggunakan PVC corer (d = 6 cm, t = 50 cm). Sampel yang diperoleh disaring menggunakan saringan berukuran 0,5 mm kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi formalin (10%) yang dicampur dengan Rose Bengal (1 gram/20 liter) untuk memberikan warna pada sitoplasma sehingga memudahkan pemilahan di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 30 jenis Polychaeta dari 15 famili dan 967 individu. Indeks Keanekaragaman (H') termasuk dalam kategori sedang dengan kisaran 2.22 – 2.86. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0.69 – 0.88,yang termasuk kategori sedang dan tinggi. Sedangkan Indeks Dominansi (C) berkisar antara 0.08 – 0.15 yang menunjukkan bahwa komunitas Polychaeta pada ekosistem padang lamun Pulau Parang cenderung stabil, dan tidak ada jenis yang mendominasi.
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah Dikultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Komawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Mujiyanto -
Analisa dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan beronang (Siganus virgatus) yang tertangkap oleh nelayan di kepulauan Karimunjawa pada bulan April, Juli, Oktober, dan November 2011. Jumlah total contoh ikan sebanyak 81 ekor, dengan kisaran ukuran panjang 13,5 – 21 cm dan berat 33 – 170 gram. Hasil menunjukkan bahwa ikan beronang termasuk herbivora. Makanan utamanya tumbuhan (98,28 %), makanan tambahan adalah fitoplankton (0,22 %) dan detritus (1,50%).
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, rimata, serangga, burung, reptil dan amphibi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian Barat Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni hingga bulan Desember 2012, sampel diperoleh untuk mewakili sampel pada musim Timur, musim Peralihan Timur ke Barat dan pada musim Barat. Juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove, dikoleksi dengan jaring dengan ukuran mata jaring 500 µ, jarring lempar ukuran mata jaring 2 inchi, alat pancing serta serok (seser) ikan. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Parang terdiri dari Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba dan Xylocarpus moluccensis. Komposisi jenis juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove yang dikoleksi selama tiga musim berturut-turut berjumlah 14 jenis, yang tergolong ke dalam 11 famili dan 13 genus. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,056 – 1,557 pada kategori sedang, keseragaman juvenil ikan berkisar antara 0,035 – 0,926 berada dalam kondisi yang stabil dan dominansi berkisar antara 0,236 – 0,985 artinya terdapat beberapa jenis juvenil ikan yang mendominasi di stasiun penelitian.
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixmuthiauthe
Pada praktikum kali ini kita menggunakan sampling ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam mengetahui perkembangan yang dialami ikan melalui analisis parameter panjang, berat, dan morfologinya. Selain itu juga untuk memprediksi bagaimana pola pertumbuhan dan perkembangan pada ikan, menentukan faktor kondisi ikan, juga mengetahui kesiapan reproduksi pada ikan lewat pemeriksaan TKG (Tingkat Matang Gonad).
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Dr. Mauli Kasmi
Pemanfaatan jenis ikan Injel Napoleon sudah melampaui produksi lestari karena merupakan hewan target oleh nelayan sehingga semua ukuran dimanfaatkan untuk kebutuhan akuraium laut
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan JuniDesember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan eksperiment gill net ukuran 11/4 inchi. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Bolo-bolo (2.142) jantan dan (3.552) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Bolobolo bersifat isometri dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Bolo-bolo adalah 0.926 dan 0.481. TKG ikan Bolo-bolo diperoleh II-IV, 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV, kisaran panjang antara 7.99cm, berat 4-8gram pada TKG III dan 7.2-10.5cm, 2-12gram pada TKG IV. Fekunditas ikan berkisar antara 233-424 butir pada TKG III dan 220-2530 butir pada TKG IV, telur rata-rata 1256 TKG III serta 17131 TKG IV, dengan diameter telur menunjukan pemijahan yang berbeda antara 1 individu dan individu yang lain yaitu ada yang terjadi hanya satu kali dan ada yang terjadi tiga kali (3 puncak). Sex rasio ikan jantan dan betina adalah 1:1 menunjukan kondisi dalam keadaan seimbang. Ikan Bolo-bolo termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan Kepulauan Karimunjawa masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Bolo-bolo.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...Dr. Mauli Kasmi
Ikan Napoleon (Pomachantus xanthometopon) merupakan spesies termahal dari kelompok ikan Napoleon dan mempunyai nilai tawar yang lebih tinggi dibanding jenis ikan hias lainnya, sehingga menjadi ikan target oleh nelayan ikan hias. Produksi ikan ini masih tergantung dari penangkapan di alam karena budidaya belum berhasil dikembangkan, sehingga ada kemungkinan spesies ini mengalami overfishing. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi rekruitmen, struktur ukuran, pertumbuhan dan rasio seksual ikan Napoleon di perairan Sulawesi Selatan. Metode penelitian didasarkan pada sampling paralel di perairan Kepulauan Pangkep dan Selayar. Selanjutnya, fekunditas dihitung dengan menggunakan metode volimetrik. Umur mutlak dan pertumbuhan ikan Napoleon ditentukan dengan analisis plot Gulland dan Holt. Hasil kajian menunjukkan bahwa modus panjang total ikan Napoleon di Kabupaten Pangkep (9,5-11,5 cm) relatif lebih besar dibandingkan ikan Napoleon di Kabupaten Selayar (4,5-5,5 cm). Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan sebesar 0,4934 cm/ tahun dengan panjang maksimun 41,7 cm pada umur 13 tahun. Ikan Napoleon yang tertangkap merupakan ikan muda (53%) yang belum berkembang gonadnya. Rasio seksual adalah 26 % betina, 14% jantan dan 7% hermafrodit.
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan pada kegiatan revitalisasi perikanan yang prospektif. Rumput laut K. alvarezii merupakan rumput laut yang mempunyai potensi penting untuk budidaya komersil. Budidaya rumput laut ini menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang dibudidayakan dengan metode longline. Praktek kerja lapang (PKL). Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai.. PKL ini dimulai dari tahap asistensi praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari tanaman pengganggu seperti epifit jenis Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) K. alvarezii yang diperoleh selama praktek yaitu 3.92%/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 28-31ºC sedangkan salinitas berkisar antara 31-33 ppt, di perairan Bungin Permai. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp. 9.000/kg.
Ikan karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal.
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodohendrakkp
Pari Manta merupakan salah satu spesies kharismatik yang menjadi komponen ekosistem laut. Di KKP Nusa Penida Bali dan TN Komodo Labuan Bajo merupakan sedikit lokasi mereka berada. Dengan status sebagai spesies yang dilindungi di Indonesia, maka keberadaannya pun selalu dimonitoring dan dilakukan konservasi.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
1. BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
2. BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEONPomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Pertanian
Disusun dan diajukan oleh
MAULI KASMI
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
3.
4. PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mauli Kasmi
Nomor Mahasiswa : P0100307005
Program Studi : Ilmu Pertanian
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini,
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan sebagian atau keseluruhan Disertasi ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 17 April 2012
Yang Menyatakan
Mauli Kasmi
5. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala
Rakhmat, Taufik, dan InayahNya, serta kerendahan hati dan sadar atas
keterbatasan kemampuan yang dimiliki maka Disertasi yang berjudul
“Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan Hias Injel Napoleon
Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan” yang
merupakan syarat untuk menyelesaikan Program Doktor di Pascasarjana
Universitas Hasanuddin (UNHAS) Program Studi Ilmu Pertanian
Konsentrasi Perikanan dapat diselesaikan.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan Disertasi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak,
maka Disertasi ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini
penulis dengan tulus menghaturkan terima kasih yang mendalam
kepada Prof. Dr. Ir. M. Natsir Nessa, MS., sebagai Promotor,
Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa,M.Sc., sebagai Ko-Promotor I dan
Ko-Promotor II Prof. Dr. Ir. Budimawan,DEA., atas semua bimbingan,
saran dan arahan, serta dukungan motivasi kepadapenulis sejak awal
kuliah, penulisan proposal penelitian hingga selesainya penulisan Disertasi.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada tim penguji/tim penilai
Prof. Dr. Ir. Hatta Fattah,MS., selaku penguji eksternal dan
Prof. Dr. Ir. Nadjamuddin,M.Sc., Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali,MS dan
6. Prof.Dr.Ir. Didi Rukmana,M.Sc., selaku penguji internal, yang telah
memberikan kritik, saran, dan dorongan dalam memperbaiki Disertasi ini.
Para guru besar dan dosen Program Studi Ilmu Pertanian
Pascasarjana UNHAS yangtelah membekali kebenaran ilmu dan
memberikan petunjuk-petunjuk serta bimbinganyang sangat berguna
selama mengikuti Program S3. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan
terima kasih kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
(POLITANI) Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si (periode 2012 – 2016),
Prof.Dr.Ir. Mursalim, M.Sc (periode 2010 s.d 2012), dan
Dr.Ir. Jayadi,MP., (periode tahun 2006 s.d. 2010) yang telah memberikan
izin dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan program Doktor.
Penulis haturkan terima kasih kepada Ketua Jurusan Agribisnis
Perikanan POLITANI Sulkifli,S.Pi, M.Si dan Sekretaris Agribisnis Perikanan
M. Ilcham,SE.,M.Si, serta Ir. Aspari Rahman, Dr.Ir. Faisal Amir,M.Si,
Prof.Dr.Ir. Yusri Karim, Dr. Syarif Iskandar, SE, M.Si, yang telah
memberikan dorongan motivasi untuk segera menyelesaikan program
Doktor.
Untuk rekan-rekan (baik senior maupun yunior) pada Program Studi
Ilmu Pertanian Pascasarjana UNHAS yang telah banyak membantu dan
mendukung studi penulis seperti : Dr. Ir. Dewi Yuniarita, M.Si,
Dr. Nurliah, S.Pi, M.Si, Aidah, Arniaty, Shinta, Sri Wulan, Ismaya,
Dr. Ir. Ida Suryani, M.Si, Dr. Ir. Abd. Rahim, MS, Dr. Ach.Fathoni,SP,M.Si,
Erna, Dr. Achmad Faisal, S.T, M.Si, dan Uni’ serta tidak lupa juga team
7. lapangan seperti: Wawan, Abeng, Atto, Taufik, Masdar, Ciwing dan yang
lainnya.
Terima kasih pula kepada para pimpinan lembaga/intitusi yang
telahmemberikan data-data penelitian saya, seperti PT. Dinar Darum
Lestari, PT. Agung, CV. Rezky Bahai, Asosiasi Koral, Kerang, Ikan Hias
Indonesia (AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS), Dinas
Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan
(Kabupaten Pangkep dan Selayar).
Terkhusus kepada kedua orang tua penulis yaitu H. Kasmi Musarra
dan Hj. Halimah Daeng Gani (Almarhumah) serta Kekek Musarra Rahman
Almarhum) dan Nenek Rukaiyah yang telah membesarkan dan mendidik
dalam kesederhanaan dan kasih sayang namun penuh kedisiplinan yang
tak kenal lelah, semoga Allah S.W.T dapat membalas seluruh
kebaikannya. Penulis menyadari bahwa sebesar apapun ucapan
terimakasih dan pemberian material tidak akan dapat membalas seluruh
kebaikan yang telah mereka berikan kepada saya. Begitu pula kepada
mertua saya H. Djawaruddin (Almarhum) dan Hj. Hajrah Ma’awi, atas
bantuan dan do’anya. Kemudian terkhusus juga untuk istri tercinta
Hj.Faridah Djawaruddin,SE dan anak tercinta Rezky Meilinda Permatasari
Mauli dan Reizaldy Musarra Mauli yang tidak henti-hentinya memberikan
motivasi do’a dan pengertiannya dalam keikut sertaan merasakan
perjuangan yang penulis jalani. Kemudian adik - adikku Sutami, S.Pd,
Kasma Wati, Hartati, dan Syamsuadi, S.Pi, M.Si., memberi bantuan dan
8. do’a, ipar-iparku, Hj. Mariama, Hj. Marwah, H. Amran,SH, H. Basri, dan
Hj. Muliyati,SE sebagai pemberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
Akhirnya kepada semuan pihak yang tidak sempat saya sebut
namanya satu persatu pada kesempatan ini, yang telah membantu dan
berpartisipasi penyelesaian pendidikan Doktor, kepadanya saya haturkan
banyak terima kasih, semoga Allah S.W.T. memberi balasan, bimbingan,
Rahmat dan HidayahNya kepada kita sekalian, Amin.
Makassar, 2012
Mauli Kasmi
9. ABSTRAK
Mauli Kasmi. Bio-Ekologi dan Status Pemanfaaatan Ikan Hias Injel
Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh M. Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa dan Budimawan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kondisi habitat dan
kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan,
2) menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan
Sulawesi Selatan, 3) menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen
unuk keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan, dan 4) mengetahui
tingkat penawaran dan permintaan ikan Injel Napoleon serta kaitannya
dengan tingkat pemanfaatan.
Metode penelitian didasarkan pada : 1) sampel paralel antara
kelimpahan ikan (visual sensus) dan persentase tutupan karang hidup (Point
Intercept Transect) di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga)
lokasi, yaitu Kepulauan Spermonde, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate
(Sulawesi Selatan), 2) uji histologi, otolith, panjang-berat, 3) data primer dan
skunder, dan 4) data time series.
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga
lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini
menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan
tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya
dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang
bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang
tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang
berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang
maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel
napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva
penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply
curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan
meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
.
Kata kunci : Bio-ekologi, pemanfaatan,tutupan karang hidup, kelimpahan,
ikan hias injel napoleon.
10. ABSTRACT
Mauli Kasmi. Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish,
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi Waters
(supervised by M.Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa and Budimawan).
The research aimed at: 1) investigating the condition of habitat and
abundance of Angel Napoleon fish (Pomacanthus xanthometopon) in
South Sulawesi Waters, 2) analysing the size structure and age of angel
napoleon fish in South Sulawesi Waters 3) analysing the fish exploitation
status of angel napoleon fish for the stock sustanability in South Sulawesi
Waters, and 4) finding out the level of supply and demand market of angel
napoleon fish, and its relationship with the level of exploitation.
Research method was based on: 1) paralel sampling between the
abundance of fish (visual census) and the percentage of living coral cover
(Point Intercept Transect) in the research location. This research was
conducted in 3 (three) sites, namely Spermonde Archipelago, Liukang
Tangaya and Taka Bonerate (South Sulawesi), 2) histology analysis, otolith
analysis, weight-length analysis, 3) primary and secondary data, and
4) time series data.
The research result indicates that the conditions of the living coral cover
(point intercept transect) in three locations reveal the categories from
moderate to good. The research indicates that the aboundance of angel
napoleon fish does not have positive correlation with the living coral cover
(point intercept transect), however, their existence is influenced by the form
of the coral growth, i.e. between the fissures of the branched corals, sub-
masive and masive. The size structure of the angel napoleon fish cought is
still young. Their gonads have not been developed. The relationship
between the length and weight is allometric, the growth rate is slow with the
maximum length of 41,7 cm on 13 years old. The exploitation status of the
angel napoleon fish is considered to exceed the sustainable catch result
(MSY). The backward bending supply curve of the angel napoleon fish
indicates that the supply is more decreasing although the fish price
increases because it is assumed the stock is more decreasing.
Keywords: Bio-ecology, exploitation, live coral cover, abundance, Angel
Napoleon ornamental fish.
11. DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon
1. Biologi dan Taksonomi....................................................... 6
2. Distribusi Geografis............................................................ 8
3. Kebiasaan Makan .............................................................. 11
4. Reproduksi......................................................................... 11
5. Umur Dan Pertumbuhan .................................................... 14
6. Mortalitas dan Pertumbuhan .............................................. 20
B. Status Pemanfaatan
1. ProduksidanFungsiProduksi............................................... 24
2. Produksi Surplus... ............................................................. 26
C. Permintaan dan Penawaran……….......................................... 28
12. D. Kerangka Konseptual............................................................... 39
E. Hipotesis .................................................................................. 43
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................... 44
B. ProsedurPenelitian................................................................... 44
1. PengamatanHabitat danKelimpahan Ikan .......................... 44
a. Inventarisasi Kondisi Habitat .......................................... 45
b.Estimasi Kelimpahan Ikan .............................................. 49
2. StrukturUkurandanUmurIkan.............................................. 50
a. Fekunditas.......................................................................... 50
b. Uji Histologi......................................................................... 51
c. Struktur Ukuran………………………………….………….......57
d. Penentuan Umur …………………………………….………. 57
3.Status Pemanfaatan Ikan Injel napoleon ............................ 58
4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon................ 59
C. Analisis Data............................................................................ 59
1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel
Napoleon di Perairan Sulawesi selatan............................... 59
2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel
Napoleon ........................................................................... 61
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon ............................. 64
4. Tren Prediksi Penawaran...................................................... 65
13. V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus
xantometopon ....................................................................... 66
1. KondisiTerumbu KarangdanJumlahIkanPerZona............... 66
2. Hubungan Karakteristik Habitat dan Jumlah Ikan Injel
Napoleon Pomacanthus xantometopon ............................. 83
B. Aspek Biolgi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon .............. 92
1. Sex Ratio danFekunditas ................................................... 92
2. Struktur Ukuran .................................................................. 96
3. Pertumbuhan...................................................................... 103
C. Status Pemanfaatan Ikan injel Napoleon............................... 112
D. Permintaan dan Penawaran Ikan Injel Napoleon................... 116
1.Sisi Permintaan................................................................... 116
2. Sisi Penawaran .................................................................. 118
3. Analisis Trend Penawaran Ikan Injel Napoleon................. 123
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................ 125
B. Saran ..................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA
14. DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perbedaan penawaran hasil industry dan hasil perikanan..........32
2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad)………................................53
3. Tahapan pewarnaan Meyers hematoxylin eosin.........................55
4. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tuppabiring ........68
5. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tangaya .............70
6. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Taka Bonerate .................76
7. Hubungan antara luas terumbu karang dan kelimpahan ikan injel
Napoleon......................................................................................90
8. Panjang total dan jenis kelamin ikan injel napoleon....................93
9. Prediksi penawaran ikan injel napoleon....................................123
15. DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Morpologi ikan injel napoleon……………………………………… 7
2. Kurva Produksi Lestari-Upaya ....................................................25
3. Backward Bending Labour Supply Curve ...................................33
4. Kurva optimasi perikanan model Copes......................................35
5. Kurva permintaan dan penawaran..............................................38
6. Kerangka Penelitian....................................................................42
7. Cara pencatatan data dan jenis karang hidup (karakteristik Habitat)
dengan metode PIT ....................................................................45
8. Tipe Karakteristik habitat karang ................................................48
9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona.....66
10. Ikan injel napoleon dicelah karang masive................................73
11. Hubungan tutupan karang dan jumlah ikan injel
napoleon berdasarkan zona......................................................83
12. Kelimpahan ikan bedasarkan kondisi habitat pada zona ..........85
13. Histologi ika injel napoleon .......................................................94
14.Sebaran ukuran panjang sampel bulan Nopember 2010 di
perairan Pangkep......................................................................96
15. Sebaran ukuran Panjang sampel bulan April 2011 di perairan
Pangkep....................................................................................97
16. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan
Pangkep....................................................................................98
17. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan
Selayar......................................................................................99
18. Persentase ukuran ikan berdasarkan pasar..............................100
19. Komposisi produksi ukuran ikan injel napoleon ......................100
16. 20. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep (sampel bulan November 2010) ................104
21. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep (sampel bulan April 2011) .........................104
22. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep ..................................................................105
23. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Selayar......................................................................105
24. Ikan injel napoleon pada fase juvenil ......................................107
25. Cara menghitung lingkaran harian yang terbentuk pada
otolith injel napoleon ...............................................................109
26. Model plot Gulland dan Holt....................................................109
27. Kurva pertumbuhan injel napoleon .........................................111
28. Trend upaya penangkapan dan CPUE ikan injel napoleon.....112
29. Hubungan antara total hasil tangkapan dan upaya
penangkapan...........................................................................114
30. Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan ....................................................................115
31. Penawaran ikan injel napoleon SulSel tahun 2002-2010........120
38. Penawaran ikan injel napoleon Indonesia tahun 2001-2010...122
17. DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar peta penelitian......................................................138
2. Distribusi jumlah ikan tiap transek pada setiap zona di
daerah penelitian................................................................143
3. Hubungan karakteristik habitat dan jumlah ikan.................147
4. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep........148
5. Perbedaan bobot (Rata-Rata S.D) injel napoleon
Berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep ......150
6. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar lokasi penangkapan ............................................151
7. Perbedaan total berat (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar lokasi penangkapan ............................................152
8. Hasil Uji-t terhadap nilai b .................................................153
9. Pendugaan parameter pertumbuhan dengan plot Gulland
dan Holt............................................................................154
10. Hubungan panjang umur ikan injel napoleon ....................155
11. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan...............................................................156
12. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Indonesia.........156
18. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terletak dalam kawasan segitiga terumbu karang (coral
triangle) dunia yang merupakan pusat keragaman biota laut tertinggi
terutama spesies karang dan ikan hias yang sangat tinggi. Tercatat lebih
dari kurang lebih 500 spesies karang dalam area sekitar 51.000 km2
dan
telah teridentifikasi 2.057 spesies ikan dari 113 famili yang diperkirakan
sekitar 4.234 spesies ( Allen dan Adrim, 2003).
Produk perikanan merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia.
Wilayah laut Indonesia yang terdiri atas luas perairan Indonesia kurang
lebih 3,1 juta km2
(perairan laut teritorial 0,3 juta km2
dan perairan nusantara
2,8 juta km2
) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)
seluas lebih kurang 2,7 juta km2
menyimpan banyak jenis ikan dan hasil
perairan lainnya yang memimiliki nilai ekonomis penting termasuk ikan hias.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Indonesia merupakan eksportir
ikan hias laut kedua setelah Philipina (Dufour, 1997; Wabnizt dkk., 2003).
Indonesia mulai melakukan ekspor ikan hias laut pada awal tahun
1970, perdagangan ikan hias laut tersebut dimulai dari daerah Jawa dan
Bali. Selanjutnya diikuti oleh daerah lain seperti Sumatera sekitar tahun
1980 dan daerah Sulawesi sekitar tahun 1990 (WWF, 2001 unpublished).
19. 2
Perkembangan ekspor ikan hias Indonesia mulai tahun 1987 sampai
tahun 2010 cenderung terus meningkat. Menurut AKKII dan AKIS (2008),
data yang diperoleh dari Intemasional Trade Center (ITC) menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan permintaan negara impor mencapai 15% per
tahun. Negara tujuan atau pasar ikan hias dunia antara lain Uni Eropa,
Amerika Serikat, Kanada, Arab, Jepang, dan Taiwan. Konsumen terbesar
berasal dari negara-negara di Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda,
Belgia, dan Perancis. Sementara itu, Amerika Serikat mampu menyerap
sekitar 70% dari total impor ikan hias dunia, sedangkan Indonesia baru
memenuhi 15% ekspor atau permintaan dunia dari keseluruhan eksportir
ikan hias seluruh dunia.
Perdagangan ikan hias di dunia menjadi peluang bisnis yang dapat
mendatangkan keuntungan yang sangat besar, yaitu sekitar US $7 × 109
pertahun (Andrews, 2006). Kegiatan perikanan akuarium laut bukan hanya
menguntungkan bagi pengusaha eksportir, tetapi juga menjadi mata
pencaharian bagi ribuan penangkap ikan di kalangan masyarakat pesisir di
dunia. Menurut data WWF (2001; unpublished), di Sulawesi Selatan
terdapat sekitar 200 sampai 400 nelayan yang pekerjaan utamanya adalah
nelayan ikan hias dan 20 sampai 50 pengumpul ikan hias. Akan tetapi
berbeda dengan ikan hias air tawar yang 90% adalah hasil budidaya, ikan
hias laut hampir semuanya berasal dari hasil penangkapan di alam. Ikan
hias laut termasuk karang, ikan dan invertebrata lainnya diambil dari daerah
terumbu karang dan habitat lain di sekitarnya. Oleh sebab itu, perdagangan
20. 3
ikan hias dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang jika
penangkapannya tidak berwawasan lingkungan.
Berbagai macam model pengelolaan yang dapat dilakukan seperti
pengaturan jumlah tangkapan, ukuran dan jenis alat tangkap, pembentukan
Daerah Perlindungan Laut dan sertifikasi melalui ecolabelling sangat
penting untuk diterapkan. Namun demikian, informasi mengenai aspek
tingkat produksi, ketersediaan stok dan sistem reproduksi ikan hias ini
masih sangat sedikit diketahui.
Salah satu jenis ikan hias laut yang banyak diminati pecinta ikan hias
adalah jenis ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon . Jenis ikan
ini merupakan primadona bagi kolektor pecinta akuarium air laut dan
merupakan salah satu komoditas ekspor disektor perikanan. Sektor kelautan
dan perikanan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang
penting diperhatikan karena kapasitas suplai yang besar dan permintaan
yang terus meningkat. Tingginya permintaan terutama berasal dari negara-
negara berkembang dan maju dengan meningkatnya jumlah penduduk
(Choir, 2007). Oleh sebab itu, upaya penangkapannya semakin digalakkan
seiring dengan meningkatnya permintaan akan ikan injel napoleon.
Perairan Sulawesi Selatan cukup potensial bagi penangkapan ikan
injel napoleon. Hal ini terlihat dengan banyaknya nelayan yang melakukan
penangkapan ikan tersebut secara intensif. Dengan demikian, dikhawatirkan
populasi ikan tersebut mengalami penurunan.
21. 4
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, guna
mendapatkan gambaran tentang bio-ekologi dan status pemanfaatan ikan
hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi
Selatan, maka diperlukan penelitian tentang hal tersebut. Pada penelitian
ini, fokus kepada spesies injel napoleon Phomacanthus xanthometopon.
B. Rumusan Masalah
Ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon adalah salah satu
jenis ikan hias yang bernilai ekonomis paling tinggi yang diperdagangkan.
Produksi ikan ini tergantung dari penangkapan di alam karena budidayanya
belum berhasil dikembangkan.
Masalah yang dihadapi untuk pengelolaan ikan injel napoleon secara
berkelanjutan adalah masalah kurangnya informasi mengenai ekologi,
teknologi tingkat pemanfaatan dan pemasaran, sehingga rumusan
masalahnya adalah:
1. Bagaimana kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana struktur ukuran dan umur ikan injel napoloen di Perairan
Sulawesi Selatan?
3. Bagaimana status pemanfaatan ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan?
4. Bagaimana hubungan antara penawaran dan permintaan terhadap
tingkat pemanfaatan populasi ikan injel napoleon?
22. 5
C. Tujuan Penelitian
Berdasar uraian rumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini
adalah menganalisis aspek potensi habitat dan kelimpahan, biologi, status
pemanfaatan, dan penawaran terhadap permintaan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan meliputi Pangkep dan Selayar dengan tujuan
khusus (sasaran) adalah :
1. Mengetahui kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan.
2. Menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan
Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen untuk
keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan.
4. Mengetahui tingkat penawaran dan permintaan ikan injel napoleon
serta kaitannya dengan tingkat pemanfaatan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengelolaan sumberdaya ikan injel napoleon Pomacanthus
xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan menguntungkan.
23. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon
1. Biologi dan Taksonomi
Allen (2000) mengemukakan bahwa secara taksonomi ikan hias injel
napoleon diklasifikasikan sebagai beriku: Phylum : Chordata, Class:
Pisces,Ordo : Perciformes, Famili : Pomacanthidae, Genus : Pomachantus,
Spesies : Pomachantus xanthometapon. Ikan injel napoleon sangat
menarik dengan kombinasi berbagai warna yang dominan, seluruh
badannya kaya akan warna, itulah sebabnya ikan ini dijuluki bidadari
bercadar.
Ikan injel napoleon dalam bahasa perdagangan, ikan ini dikenal
dengan nama blue face angelfish (Kuiter dan Takana, 2001). Ikan ini
merupakan spesies termahal dari kelompok ikan angel dan mempunyai nilai
tawar dalam memasarkan jenis ikan hias lainnya.
Ikan injel napoleon bernilai ekonomi tinggi, panjang badannya bisa
mencapai 40 cm, sirip punggung, sirip dada, dan sirip ekor berwarna kuning.
Sirip punggung berjari jari lemah dan pada bagian belakang terdapat
sebuah titik hitam, sirip ekor berbentuk bundar atau membundar dengan
tepian warna biru. Sirip perut dan sirip dubur berwarna putih dengan tepi
biru. Sirip punggung mempunyai 13–14 jari-jari keras dan 16–18 jari- jari
24. 7
lemah, sedangkan sirip dubur mempunyai 3 jari-jari keras dan 16–18 jari-jari
lemah (Balai Riset Perikanan Laut, 2006)( Gambar 1).
Gambar 1. Morphologi ikan injel napoleon Pomachantus
xanthometapon
Pomachantidae termasuk ikan yang mempunyai daya tarik bila diamati
secara seksama, badannya bulat, panjang, dan pipih. Sisik berukuran kecil,
keras, stenoid dengan striae longitudinal dan berkerut kerut. Pada bagian
kepala, sisik berukuran lebih kecil dan gurat sisi melengkung sampai dasar
ekor serta pre-orbitalnya berpinggiran halus dan bergerigi atau berduri
(Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
25. 8
2. Distribusi Geografi dan Habitat
Ikan-ikan dari famili Pomacanthidae ditemukan di seluruh laut Tropis,
terutama di pantai karang. Makanannya adalah organisme yang menempel
di karang dan batu. Di Indonesia ikan ini banyak tersebar di Perairan Aceh,
pelabuhan Ratu, Labuan, Ujung Genteng, Sibolga, Lampung, Binungaeun,
Perairan Sulawesi dan Kalimantan (Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
Pomacanthidae ada 8 genus dan 82 spesies di seluruh dunia dan
penyebarannya sangat luas terutama di daerah Perairan Indo-Pasifik Barat,
Laut Merah, Afrika Timur, Samoa, Jepang Selatan, Australia, dan Indonesia
(Nelson, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan injel napoleon
P.xanthometopon, menghabiskan seluruh hidupnya dalam bongkahan dan
lereng luar terumbu karang.
Menurut AKKII (2001), famili Pomancanthidae (Angel Fish) mempunyai
bentuk yang menarik seperti bidadari. Hidup di terumbu karang di Perairan
Tropis,soliter,dan terkadang berpasangan. Hidup pada kedalaman 1-50
meter seperti marga Centropype dan Genicanthus. Penyebaran ikan injel di
Perairan Indo Pasifik adalah Australia (23 jenis), Papua Nugini (22 jenis),
Indonesia (21 jenis), Taiwan (20 jenis) dan Philipina (19 jenis).
Kelompok ikan dari suku Pomacanthidae tersebar di seluruh Perairan
Tropik dengan jumlah terbesar di wilayah Indo Pasifik bagian barat, yaitu
mencapai 80% dari jumlah total jenis suku tersebut di dunia (Allen, 1979).
Sebagai anggota suku Pomacanthidae, anglefish umumnya hidup pada
kedalaman 10–20 m di daerah yang mempunyai tempat berlindung, di
26. 9
dalam bentukan batu-batuan yang besar, di gua-gua atau lubang-lubang
dan celah-celah karang. Jenis ikan ini jarang didapatkan di daerah
bentangan pasir yang luas atau wilayah-wilayah lain yang mempunyai
permukaan yang landai. Menurut Hutomadkk.,(1985), hampir sepanjang
hidupnya Pomacanthidae dilewatkan di dasar perairan untuk mencari
Menurut Allen (1979), ketika masih berusia muda, angelfish banyak
terdapat di daerah yang dangkal (kurang dari 3 m), sedangkan pada masa
dewasa lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih dalam (3–10 m). Jenis
ikan ini kebanyakan mempunyai wilayah-wilayah tertentu dan
menghabiskan waktu di dekat dasar untuk mencari makanan, dan secara
periodik menyembunyikan diri dari lubang-lubang persembunyian di dalam
karang.
Pada saat remaja jenis ikan injel napoleon menetap di gua gua
terumbu karang yang ditumbuhi spong dan alga pada kedalam 5 sampai 25
meter. Warna seperti pelangi, terjadi perubahan warna selama fase
pertumbuhan, hidup soliter dan berpasangan, di bawah tutup insang ada
duri, makanannya adalah alga dan spong (Nelson, 2006).
Pomacanthidae pada saat juvenile biasanya hidup di celah - celah
ganggang yang padat sekitar kedalaman 1 atau 2 m, sedangkan pada saat
dewasa lebih memilih terumbu karang disekitar pantai untuk tempat
persembunyiannya (Sommer dkk., 1996).
27. 10
Distribusi dan jumlah ikan karang sangat dipengaruhi juga oleh
faktor biologi dan fisik di daerah terumbu karang, seperti gelombang, arus,
cuaca, sedimentasi, kedalaman perairan, fisiografi dan kompleksitas
terumbu karang. Oleh sebab itu, tidak ada proses tunggal yang
mempengaruhi struktur komunitas ikan karang (Jennings dan Polunin,
1996). Secara umum dapat dinyatakan bahwa keanekaragaman dan
kepadatan ikan karang sangat berkaitan dengan kompleksitas dan
kesehatan terumbu karang sebagai habitat. Russel dkk. (1978)
menyatakan bahwa distribusi ruang (spatial distribution) berbagai jenis
ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar perairan. Perbedaan habitat
terumbu karang menyebabkan adanya perbedaan kumpulan ikan-ikan.
Dengan kata lain, interaksi intra dan inter jenis berperan penting dalam
penentuan pewilayahan (spacing). Setiap kumpulan ikan mempunyai
kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing
kumpulan ikan menghuni wilayah yang berbeda.
Hampir seluruh ikan yang hidup di terumbu karang mempunyai
ketergantungan yang tinggi, baik dalam hal perlindungan maupun
makanan, terhadap karang. Oleh karenanya jumlah individu, jumlah
spesies dan komposisi jenisnya dipengaruhi oleh kondisi setempat. Telah
banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara
kompleksitas topografi terumbu karang dengan distribusi dan kelimpahan
ikan-ikan karang (Sutton, 1983).
28. 11
3. Kebiasaan Makan
Menurut Allen (1979) pada umumnya kebiasaan makan ikan
Pomacanthus yang berukuran besar adalah memakan spons, ditambah alga
sebagai makanan pelengkap, sedangkan ikan ukuran kecil biasanya
memakanl zoantharia, tunicata,gorgonia, telur ikan, hydroid dan
spermatophyta (termasuk lamun). Allen (1979) mengemukakan bahwa
ikan injel kambing (P. annularis) biasa mengkonsumsi spong dan tunicata.
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Fahmi (1997), ikan injel
Kambing merupakan ikan omnivora (pemakan segala). Ikan injel kambing
yang berukuran kecil dengan panjang total kurang dari 20 cm
memanfaatkan rumput laut (alga) sebagai makanan utama, sedangakan
ikan yang lebih besar dengan panjang total di atas 23 cm memanfaatkan
spons sebagai makanan utamanya. Umumnya Pomacanthidae hidup soliter
atau berpasang pasangan dan biasanya memakan spong, tunicates dan
ganggang (Sommer dkk., 1996).
4. Reproduksi
Pulungan (2004), menyatakan gonad ikan adalah sebagai kelenjar
biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan gonad ikan jantan dinamakan
testes. Ovari dan testes ikan dewasa biasanya terdapat pada individu yang
29. 12
terpisah, kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan
betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes).
Effendie (1997), tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu
gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Tahapan perubahan
perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat penting. Data
perkembangan gonad dapat dibandingkan antara ikan yang belum dan yang
sudah dewasa, antara ikan yang sudah matang gonad dan yang belum,
antara yang akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta
dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama
kali mengalami matang gonad dan memijah.Kematangan gonad dari suatu
spesies ikan ada kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor
lingkungan.
Berdasarakan aspek reproduksi, jenis ikan injel kambing (P. annularis)
bersifat hermaprodit protogini, yaitu ikan yang dalam daur hidupnya
mengalami perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (Burhanuddin,
1997). Menurut Sommer dkk. (1993), umumnya ikan-ikan angelfish bersifat
hermaprodit protogini dan hidupnya selalu berpasangan. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti pada umur dan ukuran berapa kelompok ikan
ini mengalami pembalikan seksual atau pergantian sel kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian studi injel kambing yang dilakukan
30. 13
Burhanuddin (1997), pada umumnya ikan betina menjadi jantan setelah
mencapai ukuran di atas 28 cm dan bobot di atas 948 g.
Berdasarkan hasil penelitian Moyer dan Nakazono dalam Allen (1979),
waktu pemijahan ikan tersebut berlangsung antara bulan Mei sampai
Oktober dengan kisaran suhu optimal 25–28O
C. Pemijahan sebagian besar
terjadi 10 menit sebelum matahari terbenam sampai 5 menit setelah
matahari terbenam. Pada keadaan cuaca yang mendung dan berawan,
aktivitas pemijahannya berlangsung lebih dari waktu tersebut.
Menurut Moe dalam Allen (1979), waktu penetasan telur menjadi larva
ikan antara 18 sampai 30 jam. Selanjutnya Olivotto, dkk (2006), juga
mengemukakan bahwa ikan angelfish mengeluarkan sel telurnya di
permukaan perairan dan mengambang dengan bentuk seperti rakit,
sementara larva ikan ini bersifat planktonik sewaktu berumur antara 3
sampai 5 minggu.
Hasil penelitian Leu dkk, (2009) menunjukkan bahwa
P. semicirculatus sudah dapat memijah dengan ukuran 40,2 cm panjang
total (TL) untuk jantan dan 36,0 cm panjang total (TL) untuk betina.
Sedangkan ciri-ciri betina dewasa perut bengkak, warna normal sedangkan
jantan warna agak pucat, tubuh ramping atau lebih memanjang. Jenis ikan
ini memijah secara alami sekitar bulan September sampai oktober,
Fekunditas harian untuk 22 hari dan memijah berkisar antara 2.500 dan
20.100 telur per ekor (rata - rata 10.455 butir).Secara alami dalam
pemeliharaan larva P. Semicirculatus masih mempunyai beberapa kendala
31. 14
diantaranya adalah kelangsungan hidup pada larva sering gagal hidup dan
hanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu.
5. Umur dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi pada
suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon
terhadap perubahan makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme
perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan di mana organisme
tersebut berada serta ketersediaan pakan yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Nikolsky, 1969).
Menurut Fahmi, (1997),P. annularis mengalami pertumbuhan di alam
dengan perubahan warna yang mencolok dari stadia juvenile sampai
dewasa. Pada stadia juvenile, ikan ini mempunyai warna agak putih dengan
garis biru kehitaman yang melingkar sepanjang sisi tubuhnya dan ukuran
panjang sekitar 2,75 inci (± 7 cm). Pada stadia dewasa, ikan ini mengalami
perubahan corak dan warna tubuh, yaitu tubuh berwarna orange kecoklatan
dengan garis-garis melintang berwarna biru sepanjang tubuhnya dengan
panjang tubuh dapat mencapai 12 inci (± 30,5 cm).
Bedasarakan hasil penelitian Burhanuddin (1997) dan Fahmi (1997),
pada bulan September sampai Oktober 1996 di perairan Cilamaya,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menunjukkan pola pertumbuhan ikan
injel kambing di perairan tersebut bersifat allometrik yaitu kondisi di mana
pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan panjang tubuh.
32. 15
Pertumbuhan sering didefinisikan dalam dinamika populasi sebagai
perubahan panjang atau berat dari suatu organisme selama waktu
tertentu.Pertumbuhan juga didefinisikan sebagai peningkatan biomas suatu
populasi yang dihasilkan oleh asimilasi bahan-bahan dari dalam
lingkungannya (Beverton dan Holt, 1957). Selanjutnya dikatakan bahwa
pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks yang
melibatkan banyak faktor yang berbeda, termasuk di dalamnya: (i)
temperatur dan kualitas air, (ii) ukuran, kualitas, dan ketersediaan
organisme makanan, (iii) ukuran, umur, dan jenis kelamin ikan itu sendiri,
dan (iv) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber-sumber yang
sama.
Jones (1992), meneliti otoliths sagital dari 398 ekor ikan angelfish
abu-abu (P. arcuatus) yang dikumpulkan dari Florida Keys antara bulan
September 2000 dan September 2003 didapatkan ikan berukuran panjang
total (TL) 78 - 442 mm. Ikan jantan memiliki panjang total rata-rata 329 mm
(n = 192) dan betina rata-rata 308 mm (n = 166). Hubungan antara TL dan
usia digambarkan oleh pertumbuhan von Bertalanffy equation Lt = 325,1 [1 -
exp (-0,0601 (t + 0,828))] untuk betina dan Lt = 388,5 [1 - exp (-0,383 (t +
0,923))] untuk jantan. Ikan betina dan jantan tumbuh pesat selama 5 tahun
pertama hidup dan akhirnya mencapai panjang asimtotik 325 dan 388 mm
dengan usia diperkirakan mencapai 24 tahun. Parameter morfometrik
digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan model angelfish termasuk
panjang ikan dan bobot tubuh dan panjang otolith, lebar, ketebalan, dan
33. 16
berat. Seperti halnya dengan panjang ikan, berat badan seiring dengan
otolith meningkat sepanjang kehidupan ikan, namun tingkat kenaikan lambat
dengan bertambahnya usia. Hanya ketebalan otolith yang linier dengan usia
ikan. Regresi stepwise maju menghasilkan persamaan berikut: ln (usia + 1)
= 1,157 + 2,542 × ln (otolith ketebalan) yang menunjukkan bahwa ketebalan
otolith, yang menjelaskan 89% dari variasi, adalah prediktor terbaik dari
umur.
Variabel tambahan tidak meningkatkan regresi, juga tidak membagi
data menjadi himpunan bagian berdasarkan tingkat pertumbuhan. Setelah
hubungan ketebalan usia otolith terbentuk, proses sederhana untuk
mengukur ketebalan otolith adalah efektif untuk menentukan usia angelfish
abu-abu. Penggunaan model serupa pada spesies lain, bersama validasi
periodik untuk memastikan bahwa terdapat hubungan parameter usia otolith
yang belum berubah dari waktu ke waktu, dapat menyederhanakan lama
pengumpulan data untuk model populasi. Hal ini, memungkinkan perikanan
dikelola lebih baik dengan biaya yang jauh berkurang.
Untuk menentukan laju pertumbuhan ikan dapat digunakan tiga cara
yaitu: (i) interpretasi penyebaran frekuensi panjang ikan contoh yang
diperoleh secara periodik, dimana dibuat kurva frekuensi panjang untuk
mencari jejak modus kelas tahun melalui populasi, (ii) interpretasi data
“tagging and release” yaitu menandai dan melepaskan individu-individu
yang sebelumnya ditentukan umur dan ukurannya untuk penangkapan
berikutnya, dan (iii) analisis tanda umur pada bagian yang keras yaitu
34. 17
menghitung pertumbuhan sebelumnya dengan menganalisis laju
pertumbuhan skala-skala annuli atau struktur tulang lainnya. Dasar pokok
penentuan umur ada dua cara yaitu: 1) Metode tidak langsung, didasarkan
pada analisis data frekuensi panjang musiman, dimana penerapannya akan
baik digunakan pada spesies-spesies yang mempunyai siklus pemijahan
pendek dan struktur populasi tidak mengalami perubahan selama proses
pemijahan. Mempelajari umur dengan menggunakan metode frekuensi
panjang bergantung pada sifat-sifat reproduksi dan pertumbuhan. Ikan-ikan
perairan tropis umumnya mengadakan pemijahan setahun sekali dalam
jangka waktu yang relatif pendek sehingga mempunyai pertumbuhan yang
hampir seragam. Oleh sebab itu, penekanan metode ini adalah mencari
distribusi normalnya karena terdapat individu yang berumur tua namun
pertumbuhannya lambat bila dibanding dengan individu muda, dan
2) Metode langsung didasarkan pada pencatatan lingkaran pertumbuhan
pada bagian tubuh yang keras seperti pada otolith (Effendie, 1997).
Bentuk otolith biasanya oval yang merupakan hasil pengendapan atau
konkresi bahan kapur yang terbentuk menjadi lapisan-lapisan konsentris
dan prosesnya terjadi sepanjang waktu sejalan dengan pertumbuhannya.
Akibat faktor-faktor yang tidak diketahui yang kemungkinan berhubungan
dengan ketersediaan pakan atau musim menghasilkan lapisan-lapisan
tertentu pada beberapa spesies (Jones, 1992). Selanjutnya dikatakan
bentuk otolith mengalami perubahan dan pertambahan ukuran sejalan
dengan pertumbuhannya. Juvenile bentuknya relatif lebih ramping dan oval
35. 18
kemudian menjadi besar dan tebal selama tumbuh,pada individu dewasa
tidak mengalami perubahan lebih lanjut.
Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan ikan merupakan
parameter populasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam
pengkajian stok perikanan. Pengetahuan meliputi aspek umur dan
pertumbuhan dari stok yang sedang dieksploitasi mutlak perlu diteliti, agar
dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan utama dalam
tindakan pengelolaan stok yang bijaksana (FAO, 1998).
Tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan pertumbuhan ikan
adalah: 1). Mengetahui sebaran kelompok umur yang menunjang
produksi sektor perikanan yang bersangkutan, 2). Menduga laju mortalitas
(alami dan penangkapan) yang mempengaruhi stok serta menduga tingkat
pengusahaannya, 3). Menilai tingkat “potensial yield” stok tersebut. Oleh
sebab itu, semua metode-metode pengkajian stok pada intinya bekerja
dengan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data
komposisi umur diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran-
lingkaran tahunan pada bagian-bagian yang keras seperti sisik dan otolith
pada ikan. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk oleh karena adanya fluktuasi
yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim
dingin dan sebaliknya. Di daerah tropis, perubahan drastis seperti itu tidak
terjadi sehingga penghitungan didasarkan kepada lingkaran yang
terbentuk secara harian (Sparre dkk., 1987).
36. 19
Pertumbuhan ikan didefinisikan sebagai perubahan massa tubuh
(berat tubuh) berdasarkan satuan waktu yang merupakan hasil akhir dari
dua proses yang mempunyai cara kerja berlawanan, yang pertama
membentuk massa tubuh (anabolisme) dan satu lagi memecahkan massa
tubuh yang terbentuk tadi (katabolisme) (Von Bertalanffy, 1957):
dW/dT = H. Wd
– k. We
(1)
dimana:
dW/dT: perubahan berat tubuh ikan per satuan waktu
H : koefisien anabolisme, dan
k: koefisien katabolisme
Prosesanabolisme berbanding lurus (proportional) dengan nilai
perpangkatan ”d” dari bobot tubuh (W), sedangkan katabolisme sendiri
berbanding lurus dengan berat tubuh (W) (Pauly, 1981).
Ikan tropis biasanya memijah secara bertahap sepanjang musim yang
sangat lama. Hal ini, menimbulkan kesukaran dalam interpretasi sebaran
frekuensi panjang yang sifatnya ”multinormal”, sebagai akibat dari pulsa
penambahan baru (recruitment) lebih dari satu kali sepanjang tahun hasil
pemijahan tadi. Pemisahan sebaran ”multinormal” dapat diatasi dengan
baik melalui pendekatan komputer maupun pendekatan grafik (Tanaka,
1960) akan tetapi hasil yang diperoleh belum memuaskan dikarenakan
teknik ”Model Class Progression Analysis” masih subyektif sehingga dapat
menimbulkan kesulitan dan keraguan dalam menghubungkan modus
frekuensi panjang antar sampel tadi.
37. 20
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pauly danCaddy (1985),
mengajukan suatu metode yang sifatnya lebih obyektif, yaitu dengan
mencocokkan (fitting) satu deretan kombinasi kurva pertumbuhan VBGF
yang mungkin dari hasil pergeseran ukuran sampel ikan tersedia, kemudian
dipilih kurva VBGF yang dapat melewati modus ukuran terbanyak dari
sampel yang tersedia. Kombinasi parameter VBGF yang diperoleh
diharapkan dapat menggambarkan pola pertumbuhan umum dari ikan yang
diteliti tadi.
6. Mortalitas dan Rekruitmen
Informasi mengenai laju mortalitas dari stok ikan yang dieksploitasi,
mempunyai peranan yang penting dalam tindakan pengelolaan stok
perikanan yang rasional. Dengan diketahuinya laju mortalitas (alami dan
penangkapan) stok ikan tersebut, maka dapat diduga tingkat
pengusahaan stok ikan yang sedang dieksploitasi dan selanjutnya
menduga ”potential yield” stok tersebut berdasarkan penerapan berbagai
model pengelolaan yang tersedia saat ini (Beverton dan Holt, 1957).
Sebagaimana kebanyakan organisme laut, siklus hidup ikan karang
dibagi atas 2 fase, yaitu fase sedentari (menetap) yang berasosiasi
dengan pasang surut, dan fase pelagis yang bergerak dan menyebar
(Cushing, 1968). Ada 2 konsekuensi langsung yang berkenaan dengan
siklus hidup yang kompleks tersebut, yaitu 1) individu harus mampu
beradaptasi dengan segala resiko dari dua lingkungan yang sangat
38. 21
berbeda, dimana bertambah sejumlah faktor potensil membatasi ukuran
populasi. 2) populasi organisme laut umumnya terorganisir dalam
metapopulasi dimana populasi sedentari dewasa berhubungan dengan
fluktuasi larva.
Rekruitmen dianggap sebagai settlement yaitu saat dimana larva
ikan telah berasosiasi dengan substrat atau suatu periode biologis yang
sudah terdefinisikan dengan jelas (Fraschetti dkk, 2003).
Geografis asal dari ikan rekruit dapat menentukan skala kapan bisa
dikatakan berdekatan secara demografis (self-replenishing). Keterkaitan
antara daerah geografis merupakan persoalan besar dalam pengelolaan
perikanan, begitu pula dalam program-program konservasi, dan karena
penyebaran populasi ikan menjadi issu sentral dalam ekologi terumbu
karang. Penyebaran ikan karang diketahui terbatas, dimana komposisi
spesies tidak sama disemua tempat dan sering spesies khas atau luas
batasan geografisnya dapat diamati (Cappo danKelley, 2001).
Terumbu-terumbu karang yang tidak dipisahkan oleh perairan
terbuka yang luas dianggap saling berhubungan melalui larva dengan
frekuensi yang tinggi. Paradigma ini diragukan dalam tulisan Roberts
(1997), yang mengemukaan bahwa hanya dengan aliran arus dan durasi
larva saja sudah dapat mendeteksi laju perubahan larva dari terumbu hulu
ke terumbu hilir.
39. 22
Mortalitas total stok ikan di alam didefinisikan sebagai laju
penurunan kepadatan individual ikan dengan berdasarkan waktu secara
eksponensial. Mortalitas total ikan dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan hubungan yakni Z = M + F dimana F = Fishing Mortality dan M
= Natural Mortality (Beverton and Holt, 1957).
Mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan strategi daur hidup
(life history strategy), yang dikenal sebagai ”r and k selection” yang sangat
beragam antar kelompok ikan baik secara interspesifik maupun
intraspesifik (Gunderson dan Dygert, 1988). Para ahli biologi perikanan
menunjukkan bahwa mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan
parameter pertumbuhan K (Model VBGF) dan umur maksimum (longevity
atau life span) (Cushing, 1968).
Pauly (1981) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara mortalitas alami ikan (M) parameter pertumbuhan VBGF dan suhu
lingkungan perairan dimana stok ikan tersebut berada sepanjang tahun.
Rumus empiris mengenai hubungan antara laju mortalitas alami (M)
dengan parameter tersebut di atas yang ditentukan berdasarkan data
yang berasal dari 175 stok ikan mewakili 75 famili.
Rikhter dan Efanov (1976) mengemukakan bahwa laju mortalitas
alami (M) ikan mempunyai hubungan negatif dengan umur pertama kali
matang gonad (age at first maturity: tm). Laju mortalitas total (Z) ikan
umumnya ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang umur dan
pertumbuhan dari stok yang diteliti. Pendugaan mortalitas total ikan tropis
40. 23
umumnya sukar ditentukan berhubung umur individu ikan tidak dapat
ditentukan secara langsung. Walaupun demikian, masalah tersebut dapat
diatasi dengan pendekatan hasil analisis data frekuensi panjang ikan
contoh. Berbagai metode analisis yang dikemukakan, salah satunya
khusus untuk pendugaan laju mortalitas total ikan adalah dengan Metode
”Length-Converted Catch Curve” (Pauly, 1983).
Rekruitmen secara khusus didefinisikan sebagai penambahan
anggota-anggota baru pada suatu kelompok populasi. Bagi eksploitor,
rekruitmen adalah pemasukan ikan yang masih muda ke dalam suatu
populasi yang terbuka untuk dieksploitasi.Ada tiga macam rekrutmen yang
dapat dibedakan yaitu: (i) rekrutmen ke suatu stok, (ii) rekrutmen ke suatu
stok yang dapat ditangkap, dan (iii) rekrutmen ke suatu stok matang yang
menghasilkan telur. Banyaknya sudut pandang terhadap rekrutmen yang
ke (iii) sering memerlukan bagi manajemen yang efektif, terutama untuk
menghindari eksploitasi berlebihan terhadap ikan yang belum matang dan
penurunan hasil akibat proteksi yang tidak perlu terhadap stok-stok yang
matang. Rekruitmen berhubungan dengan besarnya stok dan kondisi
lingkungan, dimana merupakan hal yang sulit tetapi penting bagi
pengelola perikanan. Sebagai penambahan tahunan ke suatu stok,
rekrutmen merupakan dasar untuk kesinambungan suatu populasi
(Nikolsky, 1969).
41. 24
B. Status Pemanfaatan
1. Produksi dan Fungsi Produksi
Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu perairan dibutuhkan
berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang merupakan
sebagai upaya atau effort. Sedangkan definisi umum yang dipakai
mengenai upaya adalah indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja,
kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya, yang dibutuhkan untuk suatu
aktivitas penangkapan. Dengan pengertian mengenai upaya ini, produksi (h)
atau aktivitas penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari
upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional
tersebut ditulis sebagai berikut:
h = f(x,E) (2)
Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas ikan
(stok), dan semakin banyak faktor input (upaya), produksi semakin
meningkat. Dengan kata lain, keturunan parsial dari kedua variabel input
terhadap produksi (h) adalah positif, atau ∂h / ∂x > 0 dan ∂h / ∂E > 0.
Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam
pengelolaan sumberdaya ikan adalah:
h = qxE (3)
dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan tangkap atau
cathability coefficient yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang
dapat ditangkap oleh satu unit upaya. Secara teoritis fungsi tersebut tidak
42. 25
realistis karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return”
(kenaikan hasil yang semakin berkuang) dari upaya yang merupakan sifat
dari fungsi produksi (Fauzi, 2006).
Dari tampilan Gambar 2. Menunjukkan bahwa jika tidak ada aktivitas
perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan,
pada titik EMSY akan diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik
ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Karena sifat dari kurva
Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan upaya yang terus
menerus setelah melewati titik EMSY tidak dibarengi dengan peningkatan
produksi lestari maka sudah terjadi overexploitasi (penangkapan berlebihan)
(Fauzi, 2006).
Gambar 2. Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve)
MSY
Effort (E)Emsy
h (E)
Hmsy
Produksilestari
43. 26
Apabila suatu ketika disuatu perairan terjadi gejala penurunan produksi
perikanan tangkap, dengan asumsi input digunakan sama atau lebih tinggi
dari periode sebelumnya, maka biasanya kita menduga bahwa telah terjadi
overfishing, namun tidak jelas overfishig apa yang terjadi, apakah
Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment overfishing, atau
economical overfishing (Indra, 2007).
2. Produksi Surplus
Tujuan penggunaan produksi surplus adalah untuk menentukan
tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu
hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok
secara jangka panjang (Maximum Sustainable Yield/ MSY). Oleh karena
model-model holistik sangat sederhana bila dibandingkan dengan model
analitik, maka data yang diperlukan juga menjadi sedikit. Sebagai contoh,
model-model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan
demikian tidak perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa model produksi surplus banyak digunakan di dalam estimasi stok
ikan di perairan Tropis. Model ini dapat diterapkan bila dapat diperkirakan
dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan hasil
tangkapan per unit upaya (CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan
spesies dan upaya penangkapan dalam beberapa tahun (FAO, 1998).
44. 27
Dalam surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan sebagai
selisih antara produksi dan mortalitas alami (Biomas pada t + 1 = biomas
pada t + produksi–ortalitas alami) artinya, jika produksi melebihi mortalitas
alami, maka biomas akan meningkat.Sebaliknya jika mortalitas alami lebih
tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus
produksi sendiri menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi
dan mortalitas alami di atas. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Hilborn dan Walter (1992 dalam Anna 2003) bahwa surplus produksi
menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada
aktivitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah yang bisa ditangkap,
jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap.
Pengelolaan sumberdaya perikanan banyak dipergunakan dengan
pendekatan pencegahan. Menurut Charles(2001) dalam rangka
mendukungimplementasipendekatan pencegahan dalam manajemen
perikanan, maka kegiatan penelitian perlu mengadopsi pada kebutuhan
baru dan harus memenuhi kriteria. Kekurangan informasi penelitian jangan
dijadikan alasan untuk menunda pengukuran biayaefektif untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan informasi
minimum dalam memulai dan melanjutkan kegiatan usaha perikanan dan
perluasan kisaran penggunaan model-model perikanan (seperti model
bioekonomi, multi spesis, ekosistim dan tingkah laku, dan pertimbangan-
pertimbangan antara lain: (a) dampak lingkungan, (b) interaksi spesies dan
teknologi, dan (c) tingkah laku sosial masyarakat nelayan.
45. 28
C. Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardjadan
Manurung, 2002). Untuk lebih akurat maka dalam pengertian tersebut
perlu ditambahkan dimensi geografis, misalnya kita berbicara tentang
berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga
dalam satu periode waktu tertentu yakni per bulan atau per tahun di
Jakarta. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara
jumlah permintaan dan harga (Sukirno, 2003). Teori permintaan ini juga
menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu
barang.
Permintaan mempunyai dua pengertian, yaitu permintaan efektif
(permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli) dan permintaan
absolut atau potensial (permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan
saja). Lebih jauh, Sudarsono (1995) mengemukakan bahwa tenaga beli
seseorang tergantung atas dua unsur pokok, yaitu pendapatan yang dapat
dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah
pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka
jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian pula halnya
harga barang yang dikehendaki juga berubah.
46. 29
Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, yaitu kalau harga suatu
barang naik justru permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Paling
tidak ada tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku,
yaitu:
1) Barang yang memiliki unsur spekulasi
Produksi hasil perikanan sering terjadi upaya untuk melakukan unsur
spekulasi, misalnya ikan hias, sebelum musim barat tiba biasanya nelayan
melakukan penangkapan besar-besaran dan selanjutnya ditampung
karena ada unsur spekulasi., pada saat di pasaran sudah mulai
berkurang,mereka mengharapkan harga akan naik, dengan demikian
mereka mengharapkan akan memperoleh keuntungan.
2) Barang prestise
Barang-barang yang dapat menambah prestise seseorang yang
umumnya memilikiharga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik
harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan terhadap barang itu
meningkat, karena bagi orang yang membeli berarti gengsinya naik.
Misalnya adalah ikan injel napoleon, ikan ini merupakan ikan yang paling
mahal di kelasnya disamping karena cantik dan indah, juga
keberadaannya di alam sudah mulai berkurang.
3) Barang given
Untuk barang given (given goods), apabila harganya turun
menyebabkan jumlah barang yang diminta akan berkurang. Hal ini
disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang given lebih besar
47. 30
dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek
substitusi yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu barang harganya
turun, ceteris paribus, maka pendapatan nyata (real income) konsumen
bertambah. Untuk kasus barang given, kenaikan pendapatan nyata
konsumen justru mengakibatkan permintaan terhadap barang tersebut
menjadi berkurang (pendapatan nyata adalah pendapatan yang
berdasarkan daya beli, artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan
atau penurunan harga. Pendapatan yang belum memperhatikan faktor
perubahan harga dinamakan pendapatan nominal atau money income).
Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang diinginkan
dan dapat ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga. Penawaran
mencerminkan hubungan langsung antara harga dan kuantitas (jumlah
barang fisik), dimana hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga
naik, produsen menawarkan lebih banyak barang (output) ke pasar
(Downey dan Erickson, 1992).
Menurut Soekartawi (1993), fungsi penawaran adalah suatu fungsi
yang menyatakan hubungan antara produksi atau jumlah produksi yang
ditawarkan dengan harga, menganggap faktor lain sebagai teknologi dan
harga input yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah
penawaran yang disediakan oleh individu produsen, diperoleh dari
produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah produksi yang ditawarkan ini
akan sama dengan jumlah permintaan, sedangkan penawaran agregat
merupakan penjumlahan dari penawaran individu.
48. 31
Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan
kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan
menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-
faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000).
Penawaran perikanan adalah banyaknya komoditas perikanan yang
ditawarkan oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran
pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin
banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen
atau penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit
jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual, dengan
anggapan factor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986), penawaran hasil perikanan
bersumber dari produksi, kelebihan stok tahun yang lalu dan impor.
Dalam kaitannya dengan produksi, perubahan produksi perikanan
dipengaruhi oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan
mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan
kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk alternatif yang
harganya lebih mantap, dan subsidi dan dorongan pemerintah. Adanya
perubahan produksi perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam
areal (penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil rata-
rata per unit luas.
49. 32
Salah satu sifat penawaran hasil-hasil perikanan adalah produksi
sangat tergantung dari alam yaitu keberadaan dan musim penangkapan,
seperti ikan hias laut. Ikan hias laut pada musim barat produksi ikan hias
umumnya sedikit karena nelayan tidak bisa mencari disebabkan cuaca
yang ekstrim sehingga penawaran akan menurun. Umumnya bila stok ikan
hias kurang biasanya diiringi kenaikan harga di pasar, akan tetapi tidak
dapat diikuti dengan naiknya penawaran yang berarti tingkat elastisitas
adalah inelastis dalam jangka pendek (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Selanjutnya Hanafiah dan Saefuddin (1986) menambahkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup besar antara penawaran hasil industri
dengan penawaran hasil perikanan, dimana penawaran hasil perikanan
sangat tergantung dengan alam. Banyak atau sedikitnya jumlah
penawaran produsen juga ditentukan oleh produksi di alam.
Tabel 1. Perbedaan penawaran hasil industri dan hasil perikanan
Penawaran hasil industry Penawaran hasil perikanan
Penawaran biasanya dapat
diperbesar atau diperkecil dengan
cepat. Jika terjadi kelebihan
penawaran akan dapat ditahan di
pasar sampai kondisi membaik
Penawaran tidak dapat
ditambahkan atau dikurangi dengan
cepat. Karena sifatnya yang
“perishable” maka tidak dapat
ditahan lebih lama di pasar
Peningkatan produksi sering
memperkecil biaya per-unit
Perluasan atau peningkatan
produksi sering mengarah kepada
kenaikan ongkos per-unit
Output dari industry dapat
disesuaikan dengan harga. Apabila
harga rendah, output dapat
diperkecil dan apabila harga naik
output dapat diperbesar
Output sukar disesuaikan dengan
harga. Apabila produksi tinggi,
harga relative rendah dan apabila
produksi rendah, harga relative
tinggi
Produksi dapat dikatakan tidak
tergantung kepada alam
Produksi sangat tergantung dari
alam
Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (2006).
50. 33
Faktor di luar harga yang mempengaruhi kurva penawaran meliputi
faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan. Nelayan dalam mencari produksi
hasil-hasil perikanan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dalam
keputusan produksi hasil perikanan sehari-hari. Suatu kenaikan produksi
dapat disebabkan oleh salah satu dari dua faktor yaitu jauhnya daerah
penangkapan ikan sehingga penting dalam menentukan daerah
penangkapan ikan dan hasil yang dicapaiyang dapat mengurangi biaya
produksi (Mubyarto, 1995).
Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran yang mempunyai
slope negatif. Misalnya yang sering kita jumpai adalah backward bending
supply curve (Friedman, 2000). Seperti terlihat pada Gambar 3. fenomena
18
16
14
12
10
2
0 4 8 12 16 20
24 28
SL
Gaji
Produksi
Gambar 3. Backward Bending Supply Curve ( Friedman, 2000).
51. 34
ini juga terjadi pada hasil-hasil perikanan, yaitu awalnya terjadi
peningkatan supply kemudian terjadi penurunan supply walaupun
permintaan meningkat, hal ini diduga disebabkan keberadaan stok di alam
sudah mengalami penurunan.
Pendekatan model Copes berdasarkan optimalisasi kesejahteraan
(welfare optimization) dengan menggunkan analisis surplus konsumen,
surplus produsen, dan rente sumberdaya. Dalam model Copes yakni
harga per unit output mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan
yang negatif sehingga pengukuran surplus konsumen dimungkinkan. Pada
penampilan (Gambar 4). Axis horizontal menunjukkan tingkat produksi
ikan yang merupakan unit output, sedangkan pada axis vertical
menggambarkan beberapa parameter ekonomi seperti harga dan biaya.
Pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan
perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply
side). Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva supplai yang
melengkung ke belakang pada tingkat output h MSY. Dalam kondisi akses
terbuka, keseimbangan penawaran dan permintaan ditentukan pada titik N
dengan tingkat panen atau output sebesar M, dimana kurva permintaan
yang menggambarkan penerimaan rata-rata bersinggungan dengan kurva
biaya rata-rata. Secara grafik penawaran akan terlihat mengalami
pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter
clockwise) atau dengan kata lain slope atau kemiringan yang makin tajam
disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan.
52. 35
Gambar 4. Kurva optimasi perikanan model Copes (Fauzi, 2006)
Dari Gambar 4. terlihat bahwa optimasi perikanan dalam keadaan
akses terbuka (N) akan menghasilkan surplus konsumen sebesar daerah
DNP dan surplus produsen sebesar AND. Titik optimal secara social akan
dihasilkan output sebesar OL dan dengan manfaat bersih yang
maksimum, dimana akan menghasilkan surplus konsumen sebesar EHP,
dan rente ekonomi (yang di dalamnya tercakup surplus produsen sebesar
ICEH).
Model ini terdiri dari sebuah backward-bending supply function
dan sebuah fungsi permintaan tradisional. Mengikuti Clark (1990), fungsi
suplai keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka
dapat disimpulkan berdasarkan pada model Schaefer dalam Rumus (4).
qES
S
S
rS
dt
dS
K
−
−= 1 (4)
53. 36
Dimana S menandakan stok, t adalah waktu, r adalah tingkat
perkembangan intrinsik dari stok, SK adalah carrying capacity dari stok, E
usaha dan q koefisien daya tangkap. Bagian pertama dari sisi kanan
adalah perkembangan stok alami absolut dan yang ke dua adalah
panenan. Kondisi-kondisi untuk bionomic equilibrium sekarang adalah
bahwa Persamaan (4) sama dengan nol, yaitu bahwa pertumbuhan sama
dengan panenan, dan bahwa sewa sumberdaya adalah nol karena
perikanan dikarakterkan dengan akses terbuka, yaitu bahwa R = (pqs-c)E
=0 dengan R yang mewakili sewa sumberdaya, p harga dan c biaya.
Dengan menggunakan kondisi-kondisi ini dan pengaturan ulang
memberikan fungsi suplai dalam keseimbangan, dimana hasil yang
dipertahankan diekspresikan dalam hal harga.
Y =
−
KpqS
c
pq
rc
1 (5)
Dimana Y adalah hasil yang dipertahankan dalam jangka panjang
(long-run sustainable yield). Dapat ditunjukan lebih lanjut bahwa fungsi
suplai adalah meningkat sampai p = 2c/qSk dan kemudian menurun ke
arah nol jika p meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah
backward-bending. Puncak diketahui sebagai hasil maksimum yang dapat
dipertahankan (maximum sustainable yield/MSY) yang diatasnya
penangkapan pada suatu tingkat usaha melebihi tingkat usaha yang
dihubungkan dengan MSY dikarakterkan sebagai kelebihan penangkapan
secara biologis.
54. 37
Kurva suplai dalam akses terbuka yang diatur dan akses terbatas
yang diatur mengikuti backward-bending supply function(biaya rata-
rata) kurva dalam akses terbuka untuk usaha-usaha penangkapan kecil.
Bagaimanapun juga, pada usaha-usaha penangkapan yang ada di atas
MSY, sebuah kuota memberikan sebuah kurva suplai yang vertikal,
karena kuota-kuota tradisional diperkenalkan hanya setelah stok telah
menjadi terlalu banyak dieksploitasi. Oleh karena itu, untuk p>2c/qSK,
suplai-suplai yang telah ditentukan dengan Y = Y , dimana Y mewakili
kuota.
Fungsi permintaan dari sebuah produk ikan dapat disimpulkan
sebagai agregat dari apa yang mau dibayarkan oleh seorang konsumen
untuk produk ikan. Yaitu, dimana kepuasan konsumen dimaksimalkan
dengan kendala anggaran. Untuk sebuah fungsi kepuasan Cobb-Douglas
dengan dua barang, Y sebagai produk ikan dan Q sebagai produk lain
(sebuah barang numeraire), kepuasan (u) ditentukan oleh u(Y,Q) = Ya
Q1-a
.
Memaksimalkan hal ini , dengan kendala PYY+PQQ = X, dimana X adalah
pendapatan dan 0< a < 1, menghasilkan fungsi permintaan untuk produk
ikan dalam rumus berikut ini :
ln(Y) = α1 + αY ln(Y) + αQ ln(Q) (6)
Berlawanan dengan fungsi penawaran, fungsi permintaan untuk satu
produk ikan tidak berbeda dari fungsi permintaan untuk sebuah barang
konvensional. Fungsi permintaan menurung seiring dengan hasil.
55. 38
Kurva-kurva permintaan dan penawaran dari sebuah stok ikan
ditunjukkan dalam (Gambar 5) untuk sebuah perikanan dengan akses
terbuka.
Gambar 5. Kurva permintaan dan penawaran terhadap keberadaan stok
ikan (Nielsen, 2008)
Bio-economic equilibrium ditunjukkan dimana kurva-kurva suplai
(biaya rata-rata) dan permintaan berpotongan pada E dalam gambar
tersebut, dan meskipun biaya sumberdaya adalah nol dalam
keseimbangan akses terbuka, keberadaan perikanan masih memberikan
hasil dalam keuntungan-keuntungan ekonomi yang positif. Keuntungan ini
terdiri dari surplus konsumen (yang ditunjukkan sebagai segitiga terarsir
dalam Ganbar 6 dan surplus produsen (yang ditunjukkan sebagai segi
empat yang terarsir). Surplus konsumen ditentukan secara tradisi sebagai
perbedaan antara jumlah yang mau dikeluarkan oleh konsumen dan
jumlah yang benar-benar dikeluarkan oleh konsumen.
Quantity
56. 39
Mengikuti Copes (1970), sebuah kurva rata-rata biaya sosial (ASC)
diukur dalam hal biaya-biaya kesempatan modal (opportunity costs of
capital) dan tenaga kerja. Kurva ini ditunjukkan dalam Gambar 6 dan
adalah lebih rendah daripada kurva rata-rata biaya (average cost curve).
Surplus produsen sekarang mewakili perbedaan antara kurva average
cost curve dan average social cost curve, yang diwakili oleh daerah
berarsir bagian bawah dalam (Gambar 5).
Surplus produsen ditentukan sebagai ‘pendapatan yang ditinggalkan
untuk menutup biaya modal dan tenaga kerja diatas tingkat dalam
penggunaan-penggunaan alternatif.” Yaitu, jika penutupan modal dan
tenaga kerja ada dalam tingkat yang sama seperti dalam penggunaan
alternatifnya, surplus produsen adalah nol. Jika ini adalah positif, maka
surplus ini lebih tinggi daripada penggunaan alternatif. Oleh karena itu,
penutupan biaya modal dan tenaga kerja adalah positif dalam akses
terbuka, tapi tidak lebih tinggi daripada penggunaan alternatif, yaitu tidak
lebih tinggi daripada di industri-industri lain.
D. Kerangka Konseptual
Pemanfaatan sumberdaya perikanan bertanggung jawab atau ramah
lingkungan atau penangkapan berkelanjutan merupakan isu pokok dalam
pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap dimasa mendatang.
Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan usaha yang dilakukan
untuk meningkatkan eksploitasi sumberdaya perikanan dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya
57. 40
perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme, akan tetapi lebih
cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan upaya
perbaikan kondisi lingkungan (Charles, 1994; FAO, 1995; Charles, 2001).
Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi
sumberdaya sudah diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi
sumberdaya perikanan yang digunakan selama ini meliputi pendekatan
biologi dan pendekatan ekonomi. Pada pendekatan biologi akan
menghasilkan hasil tangkapan maksimum lestari. Apabila nilai potensi
sumberdaya optimum dan kapasitas tangkap suatu unit penangkap
diketahui, maka dalam wilayah tersebut usaha perikanan tangkap dapat
dikembangkan sampai pada taraf optimal. Jenis usaha penangkapan yang
dapat dikembangkan haruslah dipilih dari jenis alat tangkap ramah
lingkungan dan sesuai dengan kondisi perairan, sumberdaya perikanan,
mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tidak
menimbulkan dampak sosial, dapat dijangkau masyarakat, serta
mempunyai efisiensi teknis dan ekonomis yang tinggi.
Pendekatan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan secara
berkelanjutan untuk usaha ikan hias di perusahaan ikan hias, setidaknya
merupakan salah satu alternatif pendekatan efektif dan efisien bagi masing-
masing pelaku kegiatan. Hal ini tentunya akan sangat menunjang industri
ikan hias untuk semua jenis ikan hias yang sampai saat ini masih
kekurangan pasokan.
58. 41
Diharapkan dengan diketahuinya potensi optimum lestari dan produksi
saat ini dari sumberdaya ikan hias melalui kajian bio-ekologi dan status
pemanfaatan ikan hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon
di Perairan Sulawesi Selatan. Maka dengan demikian, diperoleh informasi
dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk kesinambungan dan
keberlanjutan usaha antara nelayan penangkap dengan supplier dan
bahkan ke tingkat eksportir perusahaan ikan hias.
Terjalinnya mekanisme interaksi kemitraan yang mampu mewujudkan
sinergi positip antara nelayan penangkap ikan hias dengan supplier di
perusahaan ikan hias, merupakan sasaran pembinaan dan kepastian
ekonomi segenap pelaku usaha khususnya terhadap penguatan “posisi
tawar” bagi perolehan nilai tambah ,peningkatan pendapatan nelayan kecil ,
pendapatan bagi pengelola perusahaan ikan hias, membuka peluang
kesempatan kerja, keberlanjutan usaha dan akan menciptakan pendapatan
bagi para pelaku usaha yang terlibat. Melihat fenomena pemanfaatan dan
pengelolaan ikan injel napoleon untuk mendapatkan stok ideal ada lima
aspek yang harus dikaji (Gambar 6).
Berdasarkan alur pemikiran tersebut di atas, secara skematis maka di
susun kerangka pikir Kajian ”Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan
Hias Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan
Sulawesi Selatan” seperti yang terlihat sebagai berikut :
60. 43
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka disusunlah hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Kelimpahan ikan injel napoleon dipengaruhi oleh kondisi habitat
(persentase tutupan karang hidup, zona dan struktur pertumbuhan
karang hidup).
2. Struktur umur ikan injel napoleon yang tertangkap relatif muda dan
pertumbuhannya lambat.
3. Tingkat eksploitasi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan
sudah mengalami kelebihan tangkap
4. Peningkatan permintaan dan kenaikan harga injel napoleon tidak
diikuti oleh penawaran akibat terbatasnya stok ikan karena
terjadinya kelebihan tangkap.
61. 44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai Juli 2011 di tiga
wilayah perairan. Ke tiga wilayah tersebut adalah (1) Kepulauan Liukang
Tuppabiring Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Gondong Bali,
Pamanggangan, dan Sarappo Keke. (2) Kepulauan Liukang Tangaya
Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko, dan
Tinggalungandan (3) Kepulauan Taka Bonerate Kabupaten Selayar
meliputi Pulau Rajuni, Tinabo, dan Latondu.
B. Prosedur Penelitian
1. Pengamatan Habitat dan Kelimpahan Ikan
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Tahapan
orientasi lokasi penelitian yang dilakukan di tiga wilayah perairan seperti
yang disebutkan di atas. (2) Tahapan penentuan stasiun sampling
diarahkan pada lokasi koleksi nelayan dan ditentukan secara acak dari
beberapa pulau dan (3) Penentuan zona terumbu karang (reef flat, reef
crest, reef slope) dari hasil pengacakan lokasi penelitian. Lokasi sampling
pada setiap stasiun ditentukan berdasarkan kriteria tutupan karang hidup,
62. 45
bentuk karang atau topografi perairan atau zona (reef flat, reef crest,
slope)dan struktur bentuk pertumbuhan karang.
a. Inventarisasi Kondisi Habitat
Metode yang digunakan untuk penelitian kondisi habitat adalahPoint
Intercept Transect(PIT) menurut petunjuk (English dll. 1997), digunakan
untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi tutupan karang dan
struktur bentuk pertumbuhan karang dengan panjang transek 100 m untuk
setiap zona (reef flat, reef crest, reef slope) yang dimulai dari zona reef
slope, kemudian pindah ke reef crest dan terakhir reef flat sebagai zona
yang paling dangkal, jarak antara setiap zona ke zona lainnya sekitar 30 –
50 m atau sesuai dengan kondisi lapangan (Gambar 7dan 8).
Gambar 7. Cara pencacatan data jenis karang hidup (karakterisitik habitat)
dengan metode PIT (Foto: 26 Juli 2010, Tinggalungan)
100 m
50 cm
Point Intercept Transect
Sc Cm Sc Cs Sc
63. 46
Komponen tutupan karang (life form) dalam penelitian ini keterkaitan
hubungannya dengan ikan injel napoleon terdapat 19 yaitu :
1. ACB (acropora bercabang)
2. ACT (acropora tabulate)
3. ACS (acropora sub masive)
4. ACD (acropora mati)
5. ACE (acropora encrusting)
6. CB (karang bercabang)
7. CS (karang sub masive)
8. CE (karang encrusting)
9. CF (karang foliose)
10. CM (karang masive)
11. CMR (karang masrum)
12. SC (karang lunak)
13. SP (spong)
14. S (pasir)
15. DCA (karang mati ditumbuhi
alga halus)
16. DC (karang mati)
17. FS (makro alga)
18. OT(biota lain)
19. R (patahan karang bercabang).
Oleh karena itu, pengamatan ikan karang ini senantiasa dilakukan
bersamaan dengan pendataan life form terumbu karang dan struktur
bentuk pertumbuhan.
Kelompok bentuk struktur pertumbuhan karang (bentuk jenis karang)
dalam penelitian ini diadopsi dari English dkk,(1997), disesuaikan dengan
kebutuhan atau keterkaitan hubungannya dengan ikan injel napoleon
terdapat 11yaitu :
1. cbCM (celah bawah karang
masive)
2. csCM (celah samping
karang masive)
7. bACT (bawah acropora
tabulate)
8. cACT(celah acropora
tabulate)
64. 47
3. aCS (antara karang
submasive)
4. acCB (antara celah karang
cabang)
5. CBA (karang bercabang
ditumbuhi alga)
6. CSCMA (karang submasive
dan masive ditumbuhi alga)
9. cCF(celah karang foliose)
10.SAO (pasir ditumbuhi alga
dan lainnya)
11.RAO (patahan karang
ditumbuhi alga dan lainnya)
Pengamatan karakteristik habitat beriringan dengan pengamatan
visual sensus ikan (Gambar 8), pada saat menemukan jenis ikan
injel napoleon dicatat keberadaan di jenis karang dan struktur bentuk
pertumbuhan yaitu 19 komponen tutupan karang hidup dan 11 struktur
bentuk pertumbuhan karang seperti disebut di atas serta tingkah laku ikan
injel napoleon.
Untuk menggambarkan kelimpahan ikaninjel napoleon di Sulawesi
Selatan, maka survei dilakukan di 3 lokasi yaitu : 1) Kepulauan Liukang
Tuppabiring; 2) Kepulauan Liukang Tangaya; dan 3) Kepulauan Taka
Bonerate. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada konsentrasi sebaran
terumbu karang terbesar di Perairan Sulawesi Selatan (PPTK, 2006) dan
lokasi fishing ground ikan injel napoleon berdasarkan data AKKII dan AKIS
(2009).
65. 48
Gambar 8. Tipe karakteristik habitat ikan
Kepulauan Spermonde merupakan lokasi fishing ground yang paling
dekat dari daratan utama Sulawesi Selatan, sehingga cenderung lebih
mudah dan sering dieksploitasi oleh nelayan.Kondisi terumbu karang
dalam kategori baik sampai baik sekali berada pada pulau-pulau yang
jauh dari daratan utama seperti Pulau Kapoposang dan sekitarnya. Oleh
sebab itu, sebagai substasiun dari Kepulauan Spermonde dipilih Pulau
Pamanggangan, Gondong Bali dan Sarappo Keke (Lampiran 1).
Kepulauan Liukang Tangaya merupakan fishing ground utama ikan
injel napoleon berdasarkan data dari AKKII dan AKIS (2009). Kepulauan
ini terdiri atas beberapa gugusan pulau yang berpenghuni dan tidak
berpenghuni. Lokasi yang dijadikan sebagai substasiun lokasi
penangkapan ikaninjel napolen terbesar berdasarkan data dari AKKII dan
AKIS (2009). Pulau yang dipilih sebagai substasiun adalah
Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko dan Tinggalungan (Lampiran 1).
Sulawesi Selatan bahkan mempunyai atol terbesar ketiga dunia
(PPTK, 2006). Kepulauan ini menyuplai sekitar 25% dari total produksi
ikan injel napoleon (AKKII dan AKIS, 2009). Namun ada kemungkinan
66. 49
potensi ikaninjel napoleon di lokasi ini jauh lebih besar dari produksi
sekarang karena ikan hias bukan target utama dari nelayan di lokasi ini.
Pulau yang dipilih sebagai sub stasiun adalah Pulau Latondu Besar,
Tinabo dan Rajuni Besar(Lampiran 1).
Dari presentase tutupan lifeform yang didapat, selanjutnya dapat
ditentukan kualitas tutupan karang hidup di area tersebut. Kriteria tutupan
karang hidup yang umum dipergunakanuntuk menentukan kondisi
terumbu karang dibagi dalam 4 (empat) kategori (English dkk., 1997),
yaitu:
1. hancur/rusak : 0-24,9%
2. sedang : 25-49,9%
3. baik : 50-74,9%, dan
4. sangat baik : 75-100%.
b. Estimasi Kelimpahan Ikan
Untuk menduga kelimpahan ikan injel napoleon digunakan metode
visual sensus seiring dengan garis transek pengamatan bentuk tutupan
karang pada masing-masing zona. Pengamatan dilakukan dengan
panjanggaris transek 100 m pada jarak pandang sejauh 2,5 m ke sebelah
kiri dan 2,5 m ke sebelah kanan garis transek (pengamatan berada di
tengah), selanjutnya jenis ikan injel napoleon dicatat jumlah kehadirannya
beserta ukurannya. Adapun ukuran ikan injel napoleon untuk kebutuhan
67. 50
pasar yang didapat dari Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia
(AKKII, 2010), adalah sebagai berikut:
1. Ukuran 3 – 5 cm : TT
2. Ukuran 5,1 – 8 cm : T
3. Ukuran 8,1 – 11 cm : S
4. Ukuran 11,1 – 15 cm : M
5. Ukuran 15,1 – 30 cm : L
2. Struktur Ukuran dan Umur Ikan
Inventarisasi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan ikan hias.
Terlebih dahulu terliibat langsung dalam pembuatan jaring kleopatra dan
perlengkapan lainnya untuk menunjang kegiatan penangkapan ikan.
Selanjutnya terlibat langsung dengan nelayan untuk menangkap ikan serta
membadingkan tata cara dari berbagai model penangkapan ikan. Untuk uji
coba penggunaan minyak cengkeh dan sianida dilakukan saat
pengambilan sampel ikan injel napoleon dengan melibatkan nelayan ikan
hias setempat.
a. Fekunditas
Sampel ikan injel napoleon sebanyak 30 ekor dengan panjang ≥ 19
cm dibedah, sehingga diperoleh jumlah ikan dan jumlah telur. Perhitungan
fekunditas dilakukan pada ikan injel napoleon betina yang mempunyai
TKG fase akhir. Telur yang akan dihitung terlebih dahulu diawetkan
68. 51
dengan menggunakan larutan Gilson. Jumlah telur dihitung dengan
menggunakan metode volumetrik yaitu dengan pengenceran butiran telur
mengikuti petunjuk Effendie (1992). Diameter telur diukur dengan
menggunakan miksroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler
berketelitian 0,1 mm.
Dari hasil bedah ikan keseluruhan tidak didapat telur karena sampel
ikan relatif masih muda, sehingga keperluan estimasi jumlah telur
digunakan data fekunditas diambil dari hasil penelitian Setiawati dkk,
(2008), dimana ukuran induk betina panjang 20,1 – 30,0 cm dengan berat
395 – 869 g diperoleh jumlah telur 29.536 – 610.461 butir.
b. Uji Histologi
Sampel ikan injel napoleon ditangkap dengan menggunakan sianida
dan minyak cengkeh sebanyak 30 ekor mulai dari ukuran 5,1 sampai ≥ 19
cm dan dibedah untuk diambil gonadnya.
Prosedur Uji Histologi
1. Fiksasi
Sampel jaringan difiksasi dengan Buffered Neutral Formalin (BNF),
volume Buffered Neutral Formalin (BNF) minimal 10 kali volume jaringan.
Pada umumnya waktu yang diperlukan untuk fiksasi sempurna adalah 48
jam.
69. 52
2. Pemotongan Spesimen
a. Spesimen yang dipilih untuk pemeriksaan, dipotong setebal
0,5-1 cm.
b. Potongan spesimen dimasukkan dalam keranjang dengan
disertai dengan label nomor spesimen yang ditulis dengan
pensil.
c. Sisa spesimen dengan Buffered Neutral Formalin disimpan
dalam botol yang tertutup rapat. Selanjutnya botol ini disimpan
berurutan dan dibuang apabila telah melebihi 3 bulan dan
ditulis dalam formulir pemusnahan sampel.
3. Tahapan Dehidrasi
Embedding cassete yang telah diisi spesimen jaringan dimasukkan
kedalam tissue processor dengan pengaturan waktu sebagai diuraikan
pada Table 2 .Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan
masukkan ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding
center. Selanjtnya contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue
untuk diblok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar nomor contoh
specimen). Cetakkan dan keranjang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri
dispenser paraffin.
70. 53
Tabel 2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad)
No Proses Reagensia waktu
1 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam
2 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam
3 Dehidrasi Alkohol 70% 1 jam
4 Dehidrasi Alkohol 90% 1 jam
5 Dehidrasi Alkohol 100% 1 jam
6 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam
7 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam
8 Clearing Toluen 1 jam
9 Clearing Toluen 1.5 jam
10 Clearing Toluen 1,5 jam
11 Impregnasi Paraffin 2 jam
12 Impregnasi Paraffin 3 jam
Total waktu 20 jam
Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan masukkan
ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding center,
kemudian contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue untuk di blok
oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar no. contoh specimen).
Tempatkan cetakkan dan keranjang pada sisi kanan dan kiri dispenser
paraffin dan selanjutnya contoh spesimen diletakkan diatas cetakkan lalu
diisi dengan paraffin dengan menekan tombol hitam yang telah tersedia
pada alat embedding center. Cetakkan yang diberi nomer sesuai nomer
contoh spesimen yang letakkan diatas keranjang yang berisi contoh
spesimen. Setelah beku (mengeras paraffinnya) pisahkan cetakan
71. 54
dengan keranjang. setelah terpisah pindahkan keranjang,dan siap untuk
dilakukan pemotongan dengan mikrotom knife.
4. Pemotongan
a. Hasil pemotongan jaringan dilakukan fiksasi pada microtome. Blok
jaringan dipotong dengan microtome kasar sehingga didapatkan
permukaan yang rata.
b. Pemotongan jaringan menggunakan pisau mikrotom yang masih tajam,
ketebalan potongan 5-6 mikron. Pilih potongan jaringan terbaik dari
pita yang terbentuk.
c. Hasil pemotongan jaringan yang terpilih direntangkan pada floating out
yang bersuhu sekitar 400
C yang terlebih. Suhu yang ideal akan
mengakibatkan potongan jaringan direntangkan secara sempurna,
sehingga tidak berkerut.
d. Taburkan gelatin powder sebanyak 5 gram untuk 100 cc aquadest dan
biarkan larut sempurna.
e. Hasil pemotongan jaringan yang bagus, tidak tergores, tidak
mengkerut dipilih dan diambil dengan gelas slide yang sudah bernomer
sesuai dengan nomer epi/patologi.
f. Slide yang berisi tempelan potongan jaringan ditempatkan diatas pelat
pemanas slide, minimal dua jam.
72. 55
5. Pewarnaan
a. Sebelum pewarnaan dilakukan, semua bahan pewarna harus diperiksa
kejernihannya dan disesuaikan dengan jadwal penggantian yang
tersedia (3 kali penggunaan setiap pemakaian).
b. Tahapan pewarnaan:
Setelah selesai pewarnaan dilakukan coverslipping, siapkan
coverslips secukupnya sesuai dengan jumlah preparat yang baru saja
diwarnai lalu teteskan 1-2 tetes “entellan” pada tiap coverslip. balik dan
tutupkan pada slide preparat yang baru saja diwarnai dan jangan sampai
terbentuk gelembung udara, selanjutnya preparat yang sudah tertutup
dengan coverslip dibiarkan sampai mengering sempurna. Bersihkan slide
glass dengan xylol lalu berilah nomor sesuai dengan nomor yang ada
dislide glass tersebut untuk diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Untuk
tahapan pewarnaan mayers hematoxylin eosin prosedur yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 3.
73. 56
Tabel 3. Tahap pewarnaan mayers hematoxylin eosin
No Reagensia Waktu
1 Xylol I 2 menit
2 Xylol II 2 menit
3 Alkohol 100% I 1 menit
4 Alkohol 100% II 1 menit
5 Alkohol 95% I 1 menit
6 Alkohol 95% II 1 menit
7 Mayer’s Haematoxylin 15 menit
8 Rendam dalam Tap Water 20 menit
9 Masukkan dalam Eosin 15 detik -2 menit
10 Alkohol 95 % III 2 menit
11 Alkohol 95 % IV 2 menit
12 Alkohol 100% III 2 menit
13 Alkohol 100% IV 2 menit
14 Akohol 100%V 2 menit
15 Xylol III 2 menit
16 Xylol IV 2 menit
17 Xylol V 2 menit
74. 57
6. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan di bawah mikroskop untuk
melihat perubahan organel jaringan gonad, kemudian dicatat perubahan-
perubahannya. Setelah selesai diperiksa, slide preparat disimpan dalam
almari penyimpan slide, diurut sesuai nomer epidemiologi dan dicatat
didalam buku slide.
c. Struktur Ukuran
Dalam penentuan struktur ukuran (panjang dan berat) jumlah specimen
digunakan sebanyak 163 ekor yang diperoleh dari perairan Sulawesi
Selatan. Ikan injel napoleon didapat dengan menggunakan sianida dan
minyak cengkeh. Pengukuran dan penimbangan sebagian dilakukan di
PT. Dinar Darum Lestari Bali dan CV. Rezky Bahari Makassar. Kemudian
diukur panjang total dan ditimbang masing-masing ikan dan selanjutnya
dicatat. Timbangan yang di pakai adalah timbangan elektronik,
sedangkan alat ukur adalah mistar.
d. Penentuan Umur
Penentuan umur mutlak injel napoleon digunakan dalam analisis plot
Gulland dan Holt untuk menentukan parameter pertumbuhannya,
sebanyak 30 sampel diangkat batu otolithnya dan diberi apoxi resin dan
75. 58
dikeringkan. Otolith dihaluskan dengan kertas amplas halus no.
1500 dan 2000 sampai muncul pusat inti otolith. Selanjutnya otolith
dihaluskan dengan menggunakan pasta berlian ukuran 3 mikrometer atau
amplas no. 3000 sampai inti otolith terlihat jelas. Pengamatan akhir
dilakukan dengan menggunakanmikroskop seri BX-50 merk Olympus
dengan pembesaran hingga 1000 kali, otolith dibersihkan dengan aquades
dan diberi larutan 5 % EDTA (ethylenediamine tetraacetate) selama 45
detik (Budimawan, 1997).
Analisis umur ikan injel napoleon didasarkan pada pembacaan foto
pembesaran 1000 kali. Lingkaran harian yang berhasil direkam foto dan
nampak jelas dihitung satu persatu hingga mencapai 20 lingkaran
pertumbuhan, diukur radiusnya dengan jangka yang kemudian
diekstrapolasi secara keseluruhan untuk menentukan umur mutlaknya dari
mulai menetas sampai umur tertangkap dari hasil print out.
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon di Perairan Sulawesi
Selatan
Pada pengamatan status pemanfaatan ada 2 data yaitu :
1). Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan
dengan cara observasi dan wawancara terhadap responden,
seperti unit usaha.
2). Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor atau
perusahaan dan Asosiasi Koral,Kerang, dan Ikan Hias Indonesia
76. 59
(AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS) yang
erat kaitannya dengan data yang diperlukan untuk melengkapi data
primer, seperti data time series peroduksi ikan injel napoleon.
4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon untuk Ekspor
Metode dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan eksplanatori. Macam data dalam penelitian ini berdasarkan
dimensiwaktu, yaitu data time series (runtut waktu) dan cross section
(silang tempat) yang diperoleh dari perusahaan ekspotir ikan hias.
Penggunaan data time-series yaitu tujuan pertama menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan ikan injel
napoleon untuk ekspor.
C. Analisis Data
1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel Napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan.
a. Pengelompokan Karakteristik Habitat
Untuk melihat pengelompokan karakteristik habitat antara stasiun
pengamatan dilakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk
mempresentasikan hasil dalam bentuk grafik dan gambar, informasi
maksimum yang didapat di lapangan.
77. 60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
78. 61
2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon
a. Fekunditas
Fekunditas dihitung dengan menggunakan metode gabungan
beberapa metode yang ada (Effendie, 1997).Metode volumetrik yaitu
dengan pengenceran butir telur dengan rumus sebagai berikut :
= (10)
Dimana :
F : Fekunditas (butir)
G: Berat gonad (g)
V : Isipengeceran (mL)
Q: Telurcontoh (g)
X : Jumlahtelur tiap mL
W = a. Lb
(11)
Dimana :
W=berat ikan (g)
L = panjang ikan (cm)
a dan b = konstanta
b. Struktur Ukuran
Komposisi ukuran panjang dan panjang berat ikan injel napoleon
dianalisis secara deskriptif dalam tabel dan atau grafik dengan satuan
prosentase. Untuk membedakan ukuran panjang dan panjang berat
79. 62
diantara lokasi penangkapan dilakukan uji-t dengan menggunakan alat
bantu paket program SPSS versi 17.0.
c. Penentuan Hubungan Panjang Berat
Peningkatan panjang berat ikan (W) pada setiap stadia hidupnya
merupakan fungsi dari pertambahan panjangnya (L). Oleh sebab itu,
didalam mencari hubungan panjang berat ikan injel napoleon ini
dipergunakan rumus umum, yaitu Persamaan di atas dapat
ditransformasikan ke persamaan linier dalam bentuk logaritma menjadi:
Log W = log a + b log L (12)
Persamaan ini digunakan untuk menentukan pertumbuhan relatif. Bila
nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat isometric,
yaitu pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang. Tetapi
jika nilai b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat
allometric, yaitu pertambahan berat tidak sebanding dengan pertambahan
panjangnya (Ricker, 1975). Untuk mempertegas nilai b sama atau tidak
sama dengan 3, maka dilakukan pengujian nilai b dengan uji-t.
Thit= ( ) (13)
dimana, Sb = simpangan baku dari nilai b. Kriteria dari pengujian ini
adalah jika : t hit< t0,05; b = 3, dan t hit> t0,05 ; b ≠ 3. Parameter a dan
80. 63
b diduga menggunakan regresi dan koefisien determinasi (R2
)
menunjukkan hubungan panjang total dengan berat tubuh.
Pertumbuhan ikan injel napoleon diasumsikan mengikuti rumus
pertumbuhan Von Bertalanffy seperti dinyatakan dalam rumus (Beverton
and Holt, 1957) sebagai berikut:
Lt = L∞ ( 1 – exp -K (t - to)
) (14)
dimana : Lt = panjang ikan (cm) pada waktu berumur t (waktu relatif)
L∞ = panjang asimptot ikan (cm)
K = koefisien pertumbuhan (per waktu relatif)
to = umur teoritis pada saat panjangnya nol (waktu relatif)
Untuk memperoleh nilai dugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan K),
hasil pendugaan umur mutlak dari analisis otolimetri disubtitusi ke dalam
metode plot Gulland dan Holt dalam Sparre dkk. (1987) sebagai berikut :
∆L/∆t = K L∞ - K L (t) (15)
Menggunakan L(t) sebagai variable bebas dan ∆L/∆t sebagai
variable tidak bebas, persamaan di atas menjadi regresi linier yaitu :
∆L/∆t = a + b . L(t) (16)
81. 64
Parameter K dan L∞ ditentukan dari:
K = - b dan L∞ = - a/b
Nilai pendugaan “to” dianggap nol.
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon
Catch per unit effort (C/f) merupakan indeks kepadatan relatif.
Kepadatan ikan injel napoleon dapat diduga dengan menggunakan data
hasil tangkapan dan upaya dari suatu seri penangkapan. Metode ini dapat
digunakan untuk menduga besarnya populasi dimana situasinya tidak
praktis untuk mendapat jumlah yang pasti dari individu ikan tersebut dalam
satu unit area (Ricker, 1975; Effendie, 1979).
Untuk mengetahui upaya tangkapan optimum (Eopt), dihitung
menggunakan model FOX. Beberapa persamaan yang diperlukan dalam
model ini (Sparre and Venema, 1999) :
Hubungan antara CPUE dengan upaya tangkapan (E) :
Ln CPUE = a + bE (17)
Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (E) :
(18)
82. 65
4. Tren Prediksi Penawaran
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data-data dalam
penelitian ini berdasarkan dimensi waktu, yaitu data time series (runtut
waktu) yang diperoleh dari data primer maupun sekunder dari perusahaan
ekspotir ikan hias dan asosiasi pengusaha ikan hias.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan
prediksi terhadap penawaran injel napoleon adalah dengan menggunakan
Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method) Yudiaroso (2009), Secara
umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X.
Keterangan : Y : variabel yang dicari trendnya
X : adalah variabel waktu (tahun).
Untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah :
=
( )( ) ( )( )
( )
(19)
= ( )
(20)
83. 66
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus
xanthometopon
1. Kondisi Terumbu Karang dan Jumlah Ikan Per Zona
a. Kondisi Terumbu Karang Per Zona
Kondisi tutupan karang hidup di tiga lokasi yaitu Pulau Liukang
Tuppabiring, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate masing-masing pada
zona terumbu karang disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
flat crest slope flat crest slope flat crest slope
Tuppabiring Tangaya Taka Bonerate
Rata-ratakaranghidup(%)
Wilayah Perairan Penelitian