SlideShare a Scribd company logo
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon)
in South Sulawesi waters
MAULI KASMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS
INJEL NAPOLEONPomacanthus xanthometopon
DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Pertanian
Disusun dan diajukan oleh
MAULI KASMI
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mauli Kasmi
Nomor Mahasiswa : P0100307005
Program Studi : Ilmu Pertanian
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini,
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan sebagian atau keseluruhan Disertasi ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 17 April 2012
Yang Menyatakan
Mauli Kasmi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala
Rakhmat, Taufik, dan InayahNya, serta kerendahan hati dan sadar atas
keterbatasan kemampuan yang dimiliki maka Disertasi yang berjudul
“Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan Hias Injel Napoleon
Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan” yang
merupakan syarat untuk menyelesaikan Program Doktor di Pascasarjana
Universitas Hasanuddin (UNHAS) Program Studi Ilmu Pertanian
Konsentrasi Perikanan dapat diselesaikan.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan Disertasi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak,
maka Disertasi ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini
penulis dengan tulus menghaturkan terima kasih yang mendalam
kepada Prof. Dr. Ir. M. Natsir Nessa, MS., sebagai Promotor,
Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa,M.Sc., sebagai Ko-Promotor I dan
Ko-Promotor II Prof. Dr. Ir. Budimawan,DEA., atas semua bimbingan,
saran dan arahan, serta dukungan motivasi kepadapenulis sejak awal
kuliah, penulisan proposal penelitian hingga selesainya penulisan Disertasi.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada tim penguji/tim penilai
Prof. Dr. Ir. Hatta Fattah,MS., selaku penguji eksternal dan
Prof. Dr. Ir. Nadjamuddin,M.Sc., Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali,MS dan
Prof.Dr.Ir. Didi Rukmana,M.Sc., selaku penguji internal, yang telah
memberikan kritik, saran, dan dorongan dalam memperbaiki Disertasi ini.
Para guru besar dan dosen Program Studi Ilmu Pertanian
Pascasarjana UNHAS yangtelah membekali kebenaran ilmu dan
memberikan petunjuk-petunjuk serta bimbinganyang sangat berguna
selama mengikuti Program S3. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan
terima kasih kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
(POLITANI) Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si (periode 2012 – 2016),
Prof.Dr.Ir. Mursalim, M.Sc (periode 2010 s.d 2012), dan
Dr.Ir. Jayadi,MP., (periode tahun 2006 s.d. 2010) yang telah memberikan
izin dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan program Doktor.
Penulis haturkan terima kasih kepada Ketua Jurusan Agribisnis
Perikanan POLITANI Sulkifli,S.Pi, M.Si dan Sekretaris Agribisnis Perikanan
M. Ilcham,SE.,M.Si, serta Ir. Aspari Rahman, Dr.Ir. Faisal Amir,M.Si,
Prof.Dr.Ir. Yusri Karim, Dr. Syarif Iskandar, SE, M.Si, yang telah
memberikan dorongan motivasi untuk segera menyelesaikan program
Doktor.
Untuk rekan-rekan (baik senior maupun yunior) pada Program Studi
Ilmu Pertanian Pascasarjana UNHAS yang telah banyak membantu dan
mendukung studi penulis seperti : Dr. Ir. Dewi Yuniarita, M.Si,
Dr. Nurliah, S.Pi, M.Si, Aidah, Arniaty, Shinta, Sri Wulan, Ismaya,
Dr. Ir. Ida Suryani, M.Si, Dr. Ir. Abd. Rahim, MS, Dr. Ach.Fathoni,SP,M.Si,
Erna, Dr. Achmad Faisal, S.T, M.Si, dan Uni’ serta tidak lupa juga team
lapangan seperti: Wawan, Abeng, Atto, Taufik, Masdar, Ciwing dan yang
lainnya.
Terima kasih pula kepada para pimpinan lembaga/intitusi yang
telahmemberikan data-data penelitian saya, seperti PT. Dinar Darum
Lestari, PT. Agung, CV. Rezky Bahai, Asosiasi Koral, Kerang, Ikan Hias
Indonesia (AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS), Dinas
Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan
(Kabupaten Pangkep dan Selayar).
Terkhusus kepada kedua orang tua penulis yaitu H. Kasmi Musarra
dan Hj. Halimah Daeng Gani (Almarhumah) serta Kekek Musarra Rahman
Almarhum) dan Nenek Rukaiyah yang telah membesarkan dan mendidik
dalam kesederhanaan dan kasih sayang namun penuh kedisiplinan yang
tak kenal lelah, semoga Allah S.W.T dapat membalas seluruh
kebaikannya. Penulis menyadari bahwa sebesar apapun ucapan
terimakasih dan pemberian material tidak akan dapat membalas seluruh
kebaikan yang telah mereka berikan kepada saya. Begitu pula kepada
mertua saya H. Djawaruddin (Almarhum) dan Hj. Hajrah Ma’awi, atas
bantuan dan do’anya. Kemudian terkhusus juga untuk istri tercinta
Hj.Faridah Djawaruddin,SE dan anak tercinta Rezky Meilinda Permatasari
Mauli dan Reizaldy Musarra Mauli yang tidak henti-hentinya memberikan
motivasi do’a dan pengertiannya dalam keikut sertaan merasakan
perjuangan yang penulis jalani. Kemudian adik - adikku Sutami, S.Pd,
Kasma Wati, Hartati, dan Syamsuadi, S.Pi, M.Si., memberi bantuan dan
do’a, ipar-iparku, Hj. Mariama, Hj. Marwah, H. Amran,SH, H. Basri, dan
Hj. Muliyati,SE sebagai pemberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
Akhirnya kepada semuan pihak yang tidak sempat saya sebut
namanya satu persatu pada kesempatan ini, yang telah membantu dan
berpartisipasi penyelesaian pendidikan Doktor, kepadanya saya haturkan
banyak terima kasih, semoga Allah S.W.T. memberi balasan, bimbingan,
Rahmat dan HidayahNya kepada kita sekalian, Amin.
Makassar, 2012
Mauli Kasmi
ABSTRAK
Mauli Kasmi. Bio-Ekologi dan Status Pemanfaaatan Ikan Hias Injel
Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh M. Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa dan Budimawan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kondisi habitat dan
kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan,
2) menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan
Sulawesi Selatan, 3) menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen
unuk keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan, dan 4) mengetahui
tingkat penawaran dan permintaan ikan Injel Napoleon serta kaitannya
dengan tingkat pemanfaatan.
Metode penelitian didasarkan pada : 1) sampel paralel antara
kelimpahan ikan (visual sensus) dan persentase tutupan karang hidup (Point
Intercept Transect) di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga)
lokasi, yaitu Kepulauan Spermonde, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate
(Sulawesi Selatan), 2) uji histologi, otolith, panjang-berat, 3) data primer dan
skunder, dan 4) data time series.
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga
lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini
menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan
tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya
dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang
bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang
tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang
berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang
maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel
napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva
penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply
curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan
meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
.
Kata kunci : Bio-ekologi, pemanfaatan,tutupan karang hidup, kelimpahan,
ikan hias injel napoleon.
ABSTRACT
Mauli Kasmi. Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish,
Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi Waters
(supervised by M.Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa and Budimawan).
The research aimed at: 1) investigating the condition of habitat and
abundance of Angel Napoleon fish (Pomacanthus xanthometopon) in
South Sulawesi Waters, 2) analysing the size structure and age of angel
napoleon fish in South Sulawesi Waters 3) analysing the fish exploitation
status of angel napoleon fish for the stock sustanability in South Sulawesi
Waters, and 4) finding out the level of supply and demand market of angel
napoleon fish, and its relationship with the level of exploitation.
Research method was based on: 1) paralel sampling between the
abundance of fish (visual census) and the percentage of living coral cover
(Point Intercept Transect) in the research location. This research was
conducted in 3 (three) sites, namely Spermonde Archipelago, Liukang
Tangaya and Taka Bonerate (South Sulawesi), 2) histology analysis, otolith
analysis, weight-length analysis, 3) primary and secondary data, and
4) time series data.
The research result indicates that the conditions of the living coral cover
(point intercept transect) in three locations reveal the categories from
moderate to good. The research indicates that the aboundance of angel
napoleon fish does not have positive correlation with the living coral cover
(point intercept transect), however, their existence is influenced by the form
of the coral growth, i.e. between the fissures of the branched corals, sub-
masive and masive. The size structure of the angel napoleon fish cought is
still young. Their gonads have not been developed. The relationship
between the length and weight is allometric, the growth rate is slow with the
maximum length of 41,7 cm on 13 years old. The exploitation status of the
angel napoleon fish is considered to exceed the sustainable catch result
(MSY). The backward bending supply curve of the angel napoleon fish
indicates that the supply is more decreasing although the fish price
increases because it is assumed the stock is more decreasing.
Keywords: Bio-ecology, exploitation, live coral cover, abundance, Angel
Napoleon ornamental fish.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon
1. Biologi dan Taksonomi....................................................... 6
2. Distribusi Geografis............................................................ 8
3. Kebiasaan Makan .............................................................. 11
4. Reproduksi......................................................................... 11
5. Umur Dan Pertumbuhan .................................................... 14
6. Mortalitas dan Pertumbuhan .............................................. 20
B. Status Pemanfaatan
1. ProduksidanFungsiProduksi............................................... 24
2. Produksi Surplus... ............................................................. 26
C. Permintaan dan Penawaran……….......................................... 28
D. Kerangka Konseptual............................................................... 39
E. Hipotesis .................................................................................. 43
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................... 44
B. ProsedurPenelitian................................................................... 44
1. PengamatanHabitat danKelimpahan Ikan .......................... 44
a. Inventarisasi Kondisi Habitat .......................................... 45
b.Estimasi Kelimpahan Ikan .............................................. 49
2. StrukturUkurandanUmurIkan.............................................. 50
a. Fekunditas.......................................................................... 50
b. Uji Histologi......................................................................... 51
c. Struktur Ukuran………………………………….………….......57
d. Penentuan Umur …………………………………….………. 57
3.Status Pemanfaatan Ikan Injel napoleon ............................ 58
4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon................ 59
C. Analisis Data............................................................................ 59
1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel
Napoleon di Perairan Sulawesi selatan............................... 59
2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel
Napoleon ........................................................................... 61
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon ............................. 64
4. Tren Prediksi Penawaran...................................................... 65
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus
xantometopon ....................................................................... 66
1. KondisiTerumbu KarangdanJumlahIkanPerZona............... 66
2. Hubungan Karakteristik Habitat dan Jumlah Ikan Injel
Napoleon Pomacanthus xantometopon ............................. 83
B. Aspek Biolgi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon .............. 92
1. Sex Ratio danFekunditas ................................................... 92
2. Struktur Ukuran .................................................................. 96
3. Pertumbuhan...................................................................... 103
C. Status Pemanfaatan Ikan injel Napoleon............................... 112
D. Permintaan dan Penawaran Ikan Injel Napoleon................... 116
1.Sisi Permintaan................................................................... 116
2. Sisi Penawaran .................................................................. 118
3. Analisis Trend Penawaran Ikan Injel Napoleon................. 123
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................ 125
B. Saran ..................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perbedaan penawaran hasil industry dan hasil perikanan..........32
2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad)………................................53
3. Tahapan pewarnaan Meyers hematoxylin eosin.........................55
4. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tuppabiring ........68
5. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tangaya .............70
6. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Taka Bonerate .................76
7. Hubungan antara luas terumbu karang dan kelimpahan ikan injel
Napoleon......................................................................................90
8. Panjang total dan jenis kelamin ikan injel napoleon....................93
9. Prediksi penawaran ikan injel napoleon....................................123
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Morpologi ikan injel napoleon……………………………………… 7
2. Kurva Produksi Lestari-Upaya ....................................................25
3. Backward Bending Labour Supply Curve ...................................33
4. Kurva optimasi perikanan model Copes......................................35
5. Kurva permintaan dan penawaran..............................................38
6. Kerangka Penelitian....................................................................42
7. Cara pencatatan data dan jenis karang hidup (karakteristik Habitat)
dengan metode PIT ....................................................................45
8. Tipe Karakteristik habitat karang ................................................48
9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona.....66
10. Ikan injel napoleon dicelah karang masive................................73
11. Hubungan tutupan karang dan jumlah ikan injel
napoleon berdasarkan zona......................................................83
12. Kelimpahan ikan bedasarkan kondisi habitat pada zona ..........85
13. Histologi ika injel napoleon .......................................................94
14.Sebaran ukuran panjang sampel bulan Nopember 2010 di
perairan Pangkep......................................................................96
15. Sebaran ukuran Panjang sampel bulan April 2011 di perairan
Pangkep....................................................................................97
16. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan
Pangkep....................................................................................98
17. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan
Selayar......................................................................................99
18. Persentase ukuran ikan berdasarkan pasar..............................100
19. Komposisi produksi ukuran ikan injel napoleon ......................100
20. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep (sampel bulan November 2010) ................104
21. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep (sampel bulan April 2011) .........................104
22. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Pangkep ..................................................................105
23. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari
perairan Selayar......................................................................105
24. Ikan injel napoleon pada fase juvenil ......................................107
25. Cara menghitung lingkaran harian yang terbentuk pada
otolith injel napoleon ...............................................................109
26. Model plot Gulland dan Holt....................................................109
27. Kurva pertumbuhan injel napoleon .........................................111
28. Trend upaya penangkapan dan CPUE ikan injel napoleon.....112
29. Hubungan antara total hasil tangkapan dan upaya
penangkapan...........................................................................114
30. Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan ....................................................................115
31. Penawaran ikan injel napoleon SulSel tahun 2002-2010........120
38. Penawaran ikan injel napoleon Indonesia tahun 2001-2010...122
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar peta penelitian......................................................138
2. Distribusi jumlah ikan tiap transek pada setiap zona di
daerah penelitian................................................................143
3. Hubungan karakteristik habitat dan jumlah ikan.................147
4. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep........148
5. Perbedaan bobot (Rata-Rata S.D) injel napoleon
Berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep ......150
6. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar lokasi penangkapan ............................................151
7. Perbedaan total berat (Rata-Rata S.D) injel napoleon
berdasar lokasi penangkapan ............................................152
8. Hasil Uji-t terhadap nilai b .................................................153
9. Pendugaan parameter pertumbuhan dengan plot Gulland
dan Holt............................................................................154
10. Hubungan panjang umur ikan injel napoleon ....................155
11. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan...............................................................156
12. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Indonesia.........156
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terletak dalam kawasan segitiga terumbu karang (coral
triangle) dunia yang merupakan pusat keragaman biota laut tertinggi
terutama spesies karang dan ikan hias yang sangat tinggi. Tercatat lebih
dari kurang lebih 500 spesies karang dalam area sekitar 51.000 km2
dan
telah teridentifikasi 2.057 spesies ikan dari 113 famili yang diperkirakan
sekitar 4.234 spesies ( Allen dan Adrim, 2003).
Produk perikanan merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia.
Wilayah laut Indonesia yang terdiri atas luas perairan Indonesia kurang
lebih 3,1 juta km2
(perairan laut teritorial 0,3 juta km2
dan perairan nusantara
2,8 juta km2
) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)
seluas lebih kurang 2,7 juta km2
menyimpan banyak jenis ikan dan hasil
perairan lainnya yang memimiliki nilai ekonomis penting termasuk ikan hias.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Indonesia merupakan eksportir
ikan hias laut kedua setelah Philipina (Dufour, 1997; Wabnizt dkk., 2003).
Indonesia mulai melakukan ekspor ikan hias laut pada awal tahun
1970, perdagangan ikan hias laut tersebut dimulai dari daerah Jawa dan
Bali. Selanjutnya diikuti oleh daerah lain seperti Sumatera sekitar tahun
1980 dan daerah Sulawesi sekitar tahun 1990 (WWF, 2001 unpublished).
2
Perkembangan ekspor ikan hias Indonesia mulai tahun 1987 sampai
tahun 2010 cenderung terus meningkat. Menurut AKKII dan AKIS (2008),
data yang diperoleh dari Intemasional Trade Center (ITC) menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan permintaan negara impor mencapai 15% per
tahun. Negara tujuan atau pasar ikan hias dunia antara lain Uni Eropa,
Amerika Serikat, Kanada, Arab, Jepang, dan Taiwan. Konsumen terbesar
berasal dari negara-negara di Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda,
Belgia, dan Perancis. Sementara itu, Amerika Serikat mampu menyerap
sekitar 70% dari total impor ikan hias dunia, sedangkan Indonesia baru
memenuhi 15% ekspor atau permintaan dunia dari keseluruhan eksportir
ikan hias seluruh dunia.
Perdagangan ikan hias di dunia menjadi peluang bisnis yang dapat
mendatangkan keuntungan yang sangat besar, yaitu sekitar US $7 × 109
pertahun (Andrews, 2006). Kegiatan perikanan akuarium laut bukan hanya
menguntungkan bagi pengusaha eksportir, tetapi juga menjadi mata
pencaharian bagi ribuan penangkap ikan di kalangan masyarakat pesisir di
dunia. Menurut data WWF (2001; unpublished), di Sulawesi Selatan
terdapat sekitar 200 sampai 400 nelayan yang pekerjaan utamanya adalah
nelayan ikan hias dan 20 sampai 50 pengumpul ikan hias. Akan tetapi
berbeda dengan ikan hias air tawar yang 90% adalah hasil budidaya, ikan
hias laut hampir semuanya berasal dari hasil penangkapan di alam. Ikan
hias laut termasuk karang, ikan dan invertebrata lainnya diambil dari daerah
terumbu karang dan habitat lain di sekitarnya. Oleh sebab itu, perdagangan
3
ikan hias dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang jika
penangkapannya tidak berwawasan lingkungan.
Berbagai macam model pengelolaan yang dapat dilakukan seperti
pengaturan jumlah tangkapan, ukuran dan jenis alat tangkap, pembentukan
Daerah Perlindungan Laut dan sertifikasi melalui ecolabelling sangat
penting untuk diterapkan. Namun demikian, informasi mengenai aspek
tingkat produksi, ketersediaan stok dan sistem reproduksi ikan hias ini
masih sangat sedikit diketahui.
Salah satu jenis ikan hias laut yang banyak diminati pecinta ikan hias
adalah jenis ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon . Jenis ikan
ini merupakan primadona bagi kolektor pecinta akuarium air laut dan
merupakan salah satu komoditas ekspor disektor perikanan. Sektor kelautan
dan perikanan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang
penting diperhatikan karena kapasitas suplai yang besar dan permintaan
yang terus meningkat. Tingginya permintaan terutama berasal dari negara-
negara berkembang dan maju dengan meningkatnya jumlah penduduk
(Choir, 2007). Oleh sebab itu, upaya penangkapannya semakin digalakkan
seiring dengan meningkatnya permintaan akan ikan injel napoleon.
Perairan Sulawesi Selatan cukup potensial bagi penangkapan ikan
injel napoleon. Hal ini terlihat dengan banyaknya nelayan yang melakukan
penangkapan ikan tersebut secara intensif. Dengan demikian, dikhawatirkan
populasi ikan tersebut mengalami penurunan.
4
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, guna
mendapatkan gambaran tentang bio-ekologi dan status pemanfaatan ikan
hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi
Selatan, maka diperlukan penelitian tentang hal tersebut. Pada penelitian
ini, fokus kepada spesies injel napoleon Phomacanthus xanthometopon.
B. Rumusan Masalah
Ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon adalah salah satu
jenis ikan hias yang bernilai ekonomis paling tinggi yang diperdagangkan.
Produksi ikan ini tergantung dari penangkapan di alam karena budidayanya
belum berhasil dikembangkan.
Masalah yang dihadapi untuk pengelolaan ikan injel napoleon secara
berkelanjutan adalah masalah kurangnya informasi mengenai ekologi,
teknologi tingkat pemanfaatan dan pemasaran, sehingga rumusan
masalahnya adalah:
1. Bagaimana kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana struktur ukuran dan umur ikan injel napoloen di Perairan
Sulawesi Selatan?
3. Bagaimana status pemanfaatan ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan?
4. Bagaimana hubungan antara penawaran dan permintaan terhadap
tingkat pemanfaatan populasi ikan injel napoleon?
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasar uraian rumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini
adalah menganalisis aspek potensi habitat dan kelimpahan, biologi, status
pemanfaatan, dan penawaran terhadap permintaan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan meliputi Pangkep dan Selayar dengan tujuan
khusus (sasaran) adalah :
1. Mengetahui kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di
Perairan Sulawesi Selatan.
2. Menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan
Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen untuk
keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan.
4. Mengetahui tingkat penawaran dan permintaan ikan injel napoleon
serta kaitannya dengan tingkat pemanfaatan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengelolaan sumberdaya ikan injel napoleon Pomacanthus
xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan menguntungkan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon
1. Biologi dan Taksonomi
Allen (2000) mengemukakan bahwa secara taksonomi ikan hias injel
napoleon diklasifikasikan sebagai beriku: Phylum : Chordata, Class:
Pisces,Ordo : Perciformes, Famili : Pomacanthidae, Genus : Pomachantus,
Spesies : Pomachantus xanthometapon. Ikan injel napoleon sangat
menarik dengan kombinasi berbagai warna yang dominan, seluruh
badannya kaya akan warna, itulah sebabnya ikan ini dijuluki bidadari
bercadar.
Ikan injel napoleon dalam bahasa perdagangan, ikan ini dikenal
dengan nama blue face angelfish (Kuiter dan Takana, 2001). Ikan ini
merupakan spesies termahal dari kelompok ikan angel dan mempunyai nilai
tawar dalam memasarkan jenis ikan hias lainnya.
Ikan injel napoleon bernilai ekonomi tinggi, panjang badannya bisa
mencapai 40 cm, sirip punggung, sirip dada, dan sirip ekor berwarna kuning.
Sirip punggung berjari jari lemah dan pada bagian belakang terdapat
sebuah titik hitam, sirip ekor berbentuk bundar atau membundar dengan
tepian warna biru. Sirip perut dan sirip dubur berwarna putih dengan tepi
biru. Sirip punggung mempunyai 13–14 jari-jari keras dan 16–18 jari- jari
7
lemah, sedangkan sirip dubur mempunyai 3 jari-jari keras dan 16–18 jari-jari
lemah (Balai Riset Perikanan Laut, 2006)( Gambar 1).
Gambar 1. Morphologi ikan injel napoleon Pomachantus
xanthometapon
Pomachantidae termasuk ikan yang mempunyai daya tarik bila diamati
secara seksama, badannya bulat, panjang, dan pipih. Sisik berukuran kecil,
keras, stenoid dengan striae longitudinal dan berkerut kerut. Pada bagian
kepala, sisik berukuran lebih kecil dan gurat sisi melengkung sampai dasar
ekor serta pre-orbitalnya berpinggiran halus dan bergerigi atau berduri
(Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
8
2. Distribusi Geografi dan Habitat
Ikan-ikan dari famili Pomacanthidae ditemukan di seluruh laut Tropis,
terutama di pantai karang. Makanannya adalah organisme yang menempel
di karang dan batu. Di Indonesia ikan ini banyak tersebar di Perairan Aceh,
pelabuhan Ratu, Labuan, Ujung Genteng, Sibolga, Lampung, Binungaeun,
Perairan Sulawesi dan Kalimantan (Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
Pomacanthidae ada 8 genus dan 82 spesies di seluruh dunia dan
penyebarannya sangat luas terutama di daerah Perairan Indo-Pasifik Barat,
Laut Merah, Afrika Timur, Samoa, Jepang Selatan, Australia, dan Indonesia
(Nelson, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan injel napoleon
P.xanthometopon, menghabiskan seluruh hidupnya dalam bongkahan dan
lereng luar terumbu karang.
Menurut AKKII (2001), famili Pomancanthidae (Angel Fish) mempunyai
bentuk yang menarik seperti bidadari. Hidup di terumbu karang di Perairan
Tropis,soliter,dan terkadang berpasangan. Hidup pada kedalaman 1-50
meter seperti marga Centropype dan Genicanthus. Penyebaran ikan injel di
Perairan Indo Pasifik adalah Australia (23 jenis), Papua Nugini (22 jenis),
Indonesia (21 jenis), Taiwan (20 jenis) dan Philipina (19 jenis).
Kelompok ikan dari suku Pomacanthidae tersebar di seluruh Perairan
Tropik dengan jumlah terbesar di wilayah Indo Pasifik bagian barat, yaitu
mencapai 80% dari jumlah total jenis suku tersebut di dunia (Allen, 1979).
Sebagai anggota suku Pomacanthidae, anglefish umumnya hidup pada
kedalaman 10–20 m di daerah yang mempunyai tempat berlindung, di
9
dalam bentukan batu-batuan yang besar, di gua-gua atau lubang-lubang
dan celah-celah karang. Jenis ikan ini jarang didapatkan di daerah
bentangan pasir yang luas atau wilayah-wilayah lain yang mempunyai
permukaan yang landai. Menurut Hutomadkk.,(1985), hampir sepanjang
hidupnya Pomacanthidae dilewatkan di dasar perairan untuk mencari
Menurut Allen (1979), ketika masih berusia muda, angelfish banyak
terdapat di daerah yang dangkal (kurang dari 3 m), sedangkan pada masa
dewasa lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih dalam (3–10 m). Jenis
ikan ini kebanyakan mempunyai wilayah-wilayah tertentu dan
menghabiskan waktu di dekat dasar untuk mencari makanan, dan secara
periodik menyembunyikan diri dari lubang-lubang persembunyian di dalam
karang.
Pada saat remaja jenis ikan injel napoleon menetap di gua gua
terumbu karang yang ditumbuhi spong dan alga pada kedalam 5 sampai 25
meter. Warna seperti pelangi, terjadi perubahan warna selama fase
pertumbuhan, hidup soliter dan berpasangan, di bawah tutup insang ada
duri, makanannya adalah alga dan spong (Nelson, 2006).
Pomacanthidae pada saat juvenile biasanya hidup di celah - celah
ganggang yang padat sekitar kedalaman 1 atau 2 m, sedangkan pada saat
dewasa lebih memilih terumbu karang disekitar pantai untuk tempat
persembunyiannya (Sommer dkk., 1996).
10
Distribusi dan jumlah ikan karang sangat dipengaruhi juga oleh
faktor biologi dan fisik di daerah terumbu karang, seperti gelombang, arus,
cuaca, sedimentasi, kedalaman perairan, fisiografi dan kompleksitas
terumbu karang. Oleh sebab itu, tidak ada proses tunggal yang
mempengaruhi struktur komunitas ikan karang (Jennings dan Polunin,
1996). Secara umum dapat dinyatakan bahwa keanekaragaman dan
kepadatan ikan karang sangat berkaitan dengan kompleksitas dan
kesehatan terumbu karang sebagai habitat. Russel dkk. (1978)
menyatakan bahwa distribusi ruang (spatial distribution) berbagai jenis
ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar perairan. Perbedaan habitat
terumbu karang menyebabkan adanya perbedaan kumpulan ikan-ikan.
Dengan kata lain, interaksi intra dan inter jenis berperan penting dalam
penentuan pewilayahan (spacing). Setiap kumpulan ikan mempunyai
kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing
kumpulan ikan menghuni wilayah yang berbeda.
Hampir seluruh ikan yang hidup di terumbu karang mempunyai
ketergantungan yang tinggi, baik dalam hal perlindungan maupun
makanan, terhadap karang. Oleh karenanya jumlah individu, jumlah
spesies dan komposisi jenisnya dipengaruhi oleh kondisi setempat. Telah
banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara
kompleksitas topografi terumbu karang dengan distribusi dan kelimpahan
ikan-ikan karang (Sutton, 1983).
11
3. Kebiasaan Makan
Menurut Allen (1979) pada umumnya kebiasaan makan ikan
Pomacanthus yang berukuran besar adalah memakan spons, ditambah alga
sebagai makanan pelengkap, sedangkan ikan ukuran kecil biasanya
memakanl zoantharia, tunicata,gorgonia, telur ikan, hydroid dan
spermatophyta (termasuk lamun). Allen (1979) mengemukakan bahwa
ikan injel kambing (P. annularis) biasa mengkonsumsi spong dan tunicata.
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Fahmi (1997), ikan injel
Kambing merupakan ikan omnivora (pemakan segala). Ikan injel kambing
yang berukuran kecil dengan panjang total kurang dari 20 cm
memanfaatkan rumput laut (alga) sebagai makanan utama, sedangakan
ikan yang lebih besar dengan panjang total di atas 23 cm memanfaatkan
spons sebagai makanan utamanya. Umumnya Pomacanthidae hidup soliter
atau berpasang pasangan dan biasanya memakan spong, tunicates dan
ganggang (Sommer dkk., 1996).
4. Reproduksi
Pulungan (2004), menyatakan gonad ikan adalah sebagai kelenjar
biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan gonad ikan jantan dinamakan
testes. Ovari dan testes ikan dewasa biasanya terdapat pada individu yang
12
terpisah, kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan
betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes).
Effendie (1997), tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu
gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Tahapan perubahan
perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat penting. Data
perkembangan gonad dapat dibandingkan antara ikan yang belum dan yang
sudah dewasa, antara ikan yang sudah matang gonad dan yang belum,
antara yang akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta
dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama
kali mengalami matang gonad dan memijah.Kematangan gonad dari suatu
spesies ikan ada kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor
lingkungan.
Berdasarakan aspek reproduksi, jenis ikan injel kambing (P. annularis)
bersifat hermaprodit protogini, yaitu ikan yang dalam daur hidupnya
mengalami perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (Burhanuddin,
1997). Menurut Sommer dkk. (1993), umumnya ikan-ikan angelfish bersifat
hermaprodit protogini dan hidupnya selalu berpasangan. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti pada umur dan ukuran berapa kelompok ikan
ini mengalami pembalikan seksual atau pergantian sel kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian studi injel kambing yang dilakukan
13
Burhanuddin (1997), pada umumnya ikan betina menjadi jantan setelah
mencapai ukuran di atas 28 cm dan bobot di atas 948 g.
Berdasarkan hasil penelitian Moyer dan Nakazono dalam Allen (1979),
waktu pemijahan ikan tersebut berlangsung antara bulan Mei sampai
Oktober dengan kisaran suhu optimal 25–28O
C. Pemijahan sebagian besar
terjadi 10 menit sebelum matahari terbenam sampai 5 menit setelah
matahari terbenam. Pada keadaan cuaca yang mendung dan berawan,
aktivitas pemijahannya berlangsung lebih dari waktu tersebut.
Menurut Moe dalam Allen (1979), waktu penetasan telur menjadi larva
ikan antara 18 sampai 30 jam. Selanjutnya Olivotto, dkk (2006), juga
mengemukakan bahwa ikan angelfish mengeluarkan sel telurnya di
permukaan perairan dan mengambang dengan bentuk seperti rakit,
sementara larva ikan ini bersifat planktonik sewaktu berumur antara 3
sampai 5 minggu.
Hasil penelitian Leu dkk, (2009) menunjukkan bahwa
P. semicirculatus sudah dapat memijah dengan ukuran 40,2 cm panjang
total (TL) untuk jantan dan 36,0 cm panjang total (TL) untuk betina.
Sedangkan ciri-ciri betina dewasa perut bengkak, warna normal sedangkan
jantan warna agak pucat, tubuh ramping atau lebih memanjang. Jenis ikan
ini memijah secara alami sekitar bulan September sampai oktober,
Fekunditas harian untuk 22 hari dan memijah berkisar antara 2.500 dan
20.100 telur per ekor (rata - rata 10.455 butir).Secara alami dalam
pemeliharaan larva P. Semicirculatus masih mempunyai beberapa kendala
14
diantaranya adalah kelangsungan hidup pada larva sering gagal hidup dan
hanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu.
5. Umur dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi pada
suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon
terhadap perubahan makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme
perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan di mana organisme
tersebut berada serta ketersediaan pakan yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Nikolsky, 1969).
Menurut Fahmi, (1997),P. annularis mengalami pertumbuhan di alam
dengan perubahan warna yang mencolok dari stadia juvenile sampai
dewasa. Pada stadia juvenile, ikan ini mempunyai warna agak putih dengan
garis biru kehitaman yang melingkar sepanjang sisi tubuhnya dan ukuran
panjang sekitar 2,75 inci (± 7 cm). Pada stadia dewasa, ikan ini mengalami
perubahan corak dan warna tubuh, yaitu tubuh berwarna orange kecoklatan
dengan garis-garis melintang berwarna biru sepanjang tubuhnya dengan
panjang tubuh dapat mencapai 12 inci (± 30,5 cm).
Bedasarakan hasil penelitian Burhanuddin (1997) dan Fahmi (1997),
pada bulan September sampai Oktober 1996 di perairan Cilamaya,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menunjukkan pola pertumbuhan ikan
injel kambing di perairan tersebut bersifat allometrik yaitu kondisi di mana
pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan panjang tubuh.
15
Pertumbuhan sering didefinisikan dalam dinamika populasi sebagai
perubahan panjang atau berat dari suatu organisme selama waktu
tertentu.Pertumbuhan juga didefinisikan sebagai peningkatan biomas suatu
populasi yang dihasilkan oleh asimilasi bahan-bahan dari dalam
lingkungannya (Beverton dan Holt, 1957). Selanjutnya dikatakan bahwa
pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks yang
melibatkan banyak faktor yang berbeda, termasuk di dalamnya: (i)
temperatur dan kualitas air, (ii) ukuran, kualitas, dan ketersediaan
organisme makanan, (iii) ukuran, umur, dan jenis kelamin ikan itu sendiri,
dan (iv) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber-sumber yang
sama.
Jones (1992), meneliti otoliths sagital dari 398 ekor ikan angelfish
abu-abu (P. arcuatus) yang dikumpulkan dari Florida Keys antara bulan
September 2000 dan September 2003 didapatkan ikan berukuran panjang
total (TL) 78 - 442 mm. Ikan jantan memiliki panjang total rata-rata 329 mm
(n = 192) dan betina rata-rata 308 mm (n = 166). Hubungan antara TL dan
usia digambarkan oleh pertumbuhan von Bertalanffy equation Lt = 325,1 [1 -
exp (-0,0601 (t + 0,828))] untuk betina dan Lt = 388,5 [1 - exp (-0,383 (t +
0,923))] untuk jantan. Ikan betina dan jantan tumbuh pesat selama 5 tahun
pertama hidup dan akhirnya mencapai panjang asimtotik 325 dan 388 mm
dengan usia diperkirakan mencapai 24 tahun. Parameter morfometrik
digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan model angelfish termasuk
panjang ikan dan bobot tubuh dan panjang otolith, lebar, ketebalan, dan
16
berat. Seperti halnya dengan panjang ikan, berat badan seiring dengan
otolith meningkat sepanjang kehidupan ikan, namun tingkat kenaikan lambat
dengan bertambahnya usia. Hanya ketebalan otolith yang linier dengan usia
ikan. Regresi stepwise maju menghasilkan persamaan berikut: ln (usia + 1)
= 1,157 + 2,542 × ln (otolith ketebalan) yang menunjukkan bahwa ketebalan
otolith, yang menjelaskan 89% dari variasi, adalah prediktor terbaik dari
umur.
Variabel tambahan tidak meningkatkan regresi, juga tidak membagi
data menjadi himpunan bagian berdasarkan tingkat pertumbuhan. Setelah
hubungan ketebalan usia otolith terbentuk, proses sederhana untuk
mengukur ketebalan otolith adalah efektif untuk menentukan usia angelfish
abu-abu. Penggunaan model serupa pada spesies lain, bersama validasi
periodik untuk memastikan bahwa terdapat hubungan parameter usia otolith
yang belum berubah dari waktu ke waktu, dapat menyederhanakan lama
pengumpulan data untuk model populasi. Hal ini, memungkinkan perikanan
dikelola lebih baik dengan biaya yang jauh berkurang.
Untuk menentukan laju pertumbuhan ikan dapat digunakan tiga cara
yaitu: (i) interpretasi penyebaran frekuensi panjang ikan contoh yang
diperoleh secara periodik, dimana dibuat kurva frekuensi panjang untuk
mencari jejak modus kelas tahun melalui populasi, (ii) interpretasi data
“tagging and release” yaitu menandai dan melepaskan individu-individu
yang sebelumnya ditentukan umur dan ukurannya untuk penangkapan
berikutnya, dan (iii) analisis tanda umur pada bagian yang keras yaitu
17
menghitung pertumbuhan sebelumnya dengan menganalisis laju
pertumbuhan skala-skala annuli atau struktur tulang lainnya. Dasar pokok
penentuan umur ada dua cara yaitu: 1) Metode tidak langsung, didasarkan
pada analisis data frekuensi panjang musiman, dimana penerapannya akan
baik digunakan pada spesies-spesies yang mempunyai siklus pemijahan
pendek dan struktur populasi tidak mengalami perubahan selama proses
pemijahan. Mempelajari umur dengan menggunakan metode frekuensi
panjang bergantung pada sifat-sifat reproduksi dan pertumbuhan. Ikan-ikan
perairan tropis umumnya mengadakan pemijahan setahun sekali dalam
jangka waktu yang relatif pendek sehingga mempunyai pertumbuhan yang
hampir seragam. Oleh sebab itu, penekanan metode ini adalah mencari
distribusi normalnya karena terdapat individu yang berumur tua namun
pertumbuhannya lambat bila dibanding dengan individu muda, dan
2) Metode langsung didasarkan pada pencatatan lingkaran pertumbuhan
pada bagian tubuh yang keras seperti pada otolith (Effendie, 1997).
Bentuk otolith biasanya oval yang merupakan hasil pengendapan atau
konkresi bahan kapur yang terbentuk menjadi lapisan-lapisan konsentris
dan prosesnya terjadi sepanjang waktu sejalan dengan pertumbuhannya.
Akibat faktor-faktor yang tidak diketahui yang kemungkinan berhubungan
dengan ketersediaan pakan atau musim menghasilkan lapisan-lapisan
tertentu pada beberapa spesies (Jones, 1992). Selanjutnya dikatakan
bentuk otolith mengalami perubahan dan pertambahan ukuran sejalan
dengan pertumbuhannya. Juvenile bentuknya relatif lebih ramping dan oval
18
kemudian menjadi besar dan tebal selama tumbuh,pada individu dewasa
tidak mengalami perubahan lebih lanjut.
Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan ikan merupakan
parameter populasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam
pengkajian stok perikanan. Pengetahuan meliputi aspek umur dan
pertumbuhan dari stok yang sedang dieksploitasi mutlak perlu diteliti, agar
dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan utama dalam
tindakan pengelolaan stok yang bijaksana (FAO, 1998).
Tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan pertumbuhan ikan
adalah: 1). Mengetahui sebaran kelompok umur yang menunjang
produksi sektor perikanan yang bersangkutan, 2). Menduga laju mortalitas
(alami dan penangkapan) yang mempengaruhi stok serta menduga tingkat
pengusahaannya, 3). Menilai tingkat “potensial yield” stok tersebut. Oleh
sebab itu, semua metode-metode pengkajian stok pada intinya bekerja
dengan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data
komposisi umur diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran-
lingkaran tahunan pada bagian-bagian yang keras seperti sisik dan otolith
pada ikan. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk oleh karena adanya fluktuasi
yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim
dingin dan sebaliknya. Di daerah tropis, perubahan drastis seperti itu tidak
terjadi sehingga penghitungan didasarkan kepada lingkaran yang
terbentuk secara harian (Sparre dkk., 1987).
19
Pertumbuhan ikan didefinisikan sebagai perubahan massa tubuh
(berat tubuh) berdasarkan satuan waktu yang merupakan hasil akhir dari
dua proses yang mempunyai cara kerja berlawanan, yang pertama
membentuk massa tubuh (anabolisme) dan satu lagi memecahkan massa
tubuh yang terbentuk tadi (katabolisme) (Von Bertalanffy, 1957):
dW/dT = H. Wd
– k. We
(1)
dimana:
dW/dT: perubahan berat tubuh ikan per satuan waktu
H : koefisien anabolisme, dan
k: koefisien katabolisme
Prosesanabolisme berbanding lurus (proportional) dengan nilai
perpangkatan ”d” dari bobot tubuh (W), sedangkan katabolisme sendiri
berbanding lurus dengan berat tubuh (W) (Pauly, 1981).
Ikan tropis biasanya memijah secara bertahap sepanjang musim yang
sangat lama. Hal ini, menimbulkan kesukaran dalam interpretasi sebaran
frekuensi panjang yang sifatnya ”multinormal”, sebagai akibat dari pulsa
penambahan baru (recruitment) lebih dari satu kali sepanjang tahun hasil
pemijahan tadi. Pemisahan sebaran ”multinormal” dapat diatasi dengan
baik melalui pendekatan komputer maupun pendekatan grafik (Tanaka,
1960) akan tetapi hasil yang diperoleh belum memuaskan dikarenakan
teknik ”Model Class Progression Analysis” masih subyektif sehingga dapat
menimbulkan kesulitan dan keraguan dalam menghubungkan modus
frekuensi panjang antar sampel tadi.
20
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pauly danCaddy (1985),
mengajukan suatu metode yang sifatnya lebih obyektif, yaitu dengan
mencocokkan (fitting) satu deretan kombinasi kurva pertumbuhan VBGF
yang mungkin dari hasil pergeseran ukuran sampel ikan tersedia, kemudian
dipilih kurva VBGF yang dapat melewati modus ukuran terbanyak dari
sampel yang tersedia. Kombinasi parameter VBGF yang diperoleh
diharapkan dapat menggambarkan pola pertumbuhan umum dari ikan yang
diteliti tadi.
6. Mortalitas dan Rekruitmen
Informasi mengenai laju mortalitas dari stok ikan yang dieksploitasi,
mempunyai peranan yang penting dalam tindakan pengelolaan stok
perikanan yang rasional. Dengan diketahuinya laju mortalitas (alami dan
penangkapan) stok ikan tersebut, maka dapat diduga tingkat
pengusahaan stok ikan yang sedang dieksploitasi dan selanjutnya
menduga ”potential yield” stok tersebut berdasarkan penerapan berbagai
model pengelolaan yang tersedia saat ini (Beverton dan Holt, 1957).
Sebagaimana kebanyakan organisme laut, siklus hidup ikan karang
dibagi atas 2 fase, yaitu fase sedentari (menetap) yang berasosiasi
dengan pasang surut, dan fase pelagis yang bergerak dan menyebar
(Cushing, 1968). Ada 2 konsekuensi langsung yang berkenaan dengan
siklus hidup yang kompleks tersebut, yaitu 1) individu harus mampu
beradaptasi dengan segala resiko dari dua lingkungan yang sangat
21
berbeda, dimana bertambah sejumlah faktor potensil membatasi ukuran
populasi. 2) populasi organisme laut umumnya terorganisir dalam
metapopulasi dimana populasi sedentari dewasa berhubungan dengan
fluktuasi larva.
Rekruitmen dianggap sebagai settlement yaitu saat dimana larva
ikan telah berasosiasi dengan substrat atau suatu periode biologis yang
sudah terdefinisikan dengan jelas (Fraschetti dkk, 2003).
Geografis asal dari ikan rekruit dapat menentukan skala kapan bisa
dikatakan berdekatan secara demografis (self-replenishing). Keterkaitan
antara daerah geografis merupakan persoalan besar dalam pengelolaan
perikanan, begitu pula dalam program-program konservasi, dan karena
penyebaran populasi ikan menjadi issu sentral dalam ekologi terumbu
karang. Penyebaran ikan karang diketahui terbatas, dimana komposisi
spesies tidak sama disemua tempat dan sering spesies khas atau luas
batasan geografisnya dapat diamati (Cappo danKelley, 2001).
Terumbu-terumbu karang yang tidak dipisahkan oleh perairan
terbuka yang luas dianggap saling berhubungan melalui larva dengan
frekuensi yang tinggi. Paradigma ini diragukan dalam tulisan Roberts
(1997), yang mengemukaan bahwa hanya dengan aliran arus dan durasi
larva saja sudah dapat mendeteksi laju perubahan larva dari terumbu hulu
ke terumbu hilir.
22
Mortalitas total stok ikan di alam didefinisikan sebagai laju
penurunan kepadatan individual ikan dengan berdasarkan waktu secara
eksponensial. Mortalitas total ikan dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan hubungan yakni Z = M + F dimana F = Fishing Mortality dan M
= Natural Mortality (Beverton and Holt, 1957).
Mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan strategi daur hidup
(life history strategy), yang dikenal sebagai ”r and k selection” yang sangat
beragam antar kelompok ikan baik secara interspesifik maupun
intraspesifik (Gunderson dan Dygert, 1988). Para ahli biologi perikanan
menunjukkan bahwa mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan
parameter pertumbuhan K (Model VBGF) dan umur maksimum (longevity
atau life span) (Cushing, 1968).
Pauly (1981) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara mortalitas alami ikan (M) parameter pertumbuhan VBGF dan suhu
lingkungan perairan dimana stok ikan tersebut berada sepanjang tahun.
Rumus empiris mengenai hubungan antara laju mortalitas alami (M)
dengan parameter tersebut di atas yang ditentukan berdasarkan data
yang berasal dari 175 stok ikan mewakili 75 famili.
Rikhter dan Efanov (1976) mengemukakan bahwa laju mortalitas
alami (M) ikan mempunyai hubungan negatif dengan umur pertama kali
matang gonad (age at first maturity: tm). Laju mortalitas total (Z) ikan
umumnya ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang umur dan
pertumbuhan dari stok yang diteliti. Pendugaan mortalitas total ikan tropis
23
umumnya sukar ditentukan berhubung umur individu ikan tidak dapat
ditentukan secara langsung. Walaupun demikian, masalah tersebut dapat
diatasi dengan pendekatan hasil analisis data frekuensi panjang ikan
contoh. Berbagai metode analisis yang dikemukakan, salah satunya
khusus untuk pendugaan laju mortalitas total ikan adalah dengan Metode
”Length-Converted Catch Curve” (Pauly, 1983).
Rekruitmen secara khusus didefinisikan sebagai penambahan
anggota-anggota baru pada suatu kelompok populasi. Bagi eksploitor,
rekruitmen adalah pemasukan ikan yang masih muda ke dalam suatu
populasi yang terbuka untuk dieksploitasi.Ada tiga macam rekrutmen yang
dapat dibedakan yaitu: (i) rekrutmen ke suatu stok, (ii) rekrutmen ke suatu
stok yang dapat ditangkap, dan (iii) rekrutmen ke suatu stok matang yang
menghasilkan telur. Banyaknya sudut pandang terhadap rekrutmen yang
ke (iii) sering memerlukan bagi manajemen yang efektif, terutama untuk
menghindari eksploitasi berlebihan terhadap ikan yang belum matang dan
penurunan hasil akibat proteksi yang tidak perlu terhadap stok-stok yang
matang. Rekruitmen berhubungan dengan besarnya stok dan kondisi
lingkungan, dimana merupakan hal yang sulit tetapi penting bagi
pengelola perikanan. Sebagai penambahan tahunan ke suatu stok,
rekrutmen merupakan dasar untuk kesinambungan suatu populasi
(Nikolsky, 1969).
24
B. Status Pemanfaatan
1. Produksi dan Fungsi Produksi
Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu perairan dibutuhkan
berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang merupakan
sebagai upaya atau effort. Sedangkan definisi umum yang dipakai
mengenai upaya adalah indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja,
kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya, yang dibutuhkan untuk suatu
aktivitas penangkapan. Dengan pengertian mengenai upaya ini, produksi (h)
atau aktivitas penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari
upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional
tersebut ditulis sebagai berikut:
h = f(x,E) (2)
Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas ikan
(stok), dan semakin banyak faktor input (upaya), produksi semakin
meningkat. Dengan kata lain, keturunan parsial dari kedua variabel input
terhadap produksi (h) adalah positif, atau ∂h / ∂x > 0 dan ∂h / ∂E > 0.
Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam
pengelolaan sumberdaya ikan adalah:
h = qxE (3)
dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan tangkap atau
cathability coefficient yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang
dapat ditangkap oleh satu unit upaya. Secara teoritis fungsi tersebut tidak
25
realistis karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return”
(kenaikan hasil yang semakin berkuang) dari upaya yang merupakan sifat
dari fungsi produksi (Fauzi, 2006).
Dari tampilan Gambar 2. Menunjukkan bahwa jika tidak ada aktivitas
perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan,
pada titik EMSY akan diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik
ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Karena sifat dari kurva
Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan upaya yang terus
menerus setelah melewati titik EMSY tidak dibarengi dengan peningkatan
produksi lestari maka sudah terjadi overexploitasi (penangkapan berlebihan)
(Fauzi, 2006).
Gambar 2. Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve)
MSY
Effort (E)Emsy
h (E)
Hmsy
Produksilestari
26
Apabila suatu ketika disuatu perairan terjadi gejala penurunan produksi
perikanan tangkap, dengan asumsi input digunakan sama atau lebih tinggi
dari periode sebelumnya, maka biasanya kita menduga bahwa telah terjadi
overfishing, namun tidak jelas overfishig apa yang terjadi, apakah
Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment overfishing, atau
economical overfishing (Indra, 2007).
2. Produksi Surplus
Tujuan penggunaan produksi surplus adalah untuk menentukan
tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu
hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok
secara jangka panjang (Maximum Sustainable Yield/ MSY). Oleh karena
model-model holistik sangat sederhana bila dibandingkan dengan model
analitik, maka data yang diperlukan juga menjadi sedikit. Sebagai contoh,
model-model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan
demikian tidak perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa model produksi surplus banyak digunakan di dalam estimasi stok
ikan di perairan Tropis. Model ini dapat diterapkan bila dapat diperkirakan
dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan hasil
tangkapan per unit upaya (CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan
spesies dan upaya penangkapan dalam beberapa tahun (FAO, 1998).
27
Dalam surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan sebagai
selisih antara produksi dan mortalitas alami (Biomas pada t + 1 = biomas
pada t + produksi–ortalitas alami) artinya, jika produksi melebihi mortalitas
alami, maka biomas akan meningkat.Sebaliknya jika mortalitas alami lebih
tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus
produksi sendiri menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi
dan mortalitas alami di atas. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Hilborn dan Walter (1992 dalam Anna 2003) bahwa surplus produksi
menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada
aktivitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah yang bisa ditangkap,
jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap.
Pengelolaan sumberdaya perikanan banyak dipergunakan dengan
pendekatan pencegahan. Menurut Charles(2001) dalam rangka
mendukungimplementasipendekatan pencegahan dalam manajemen
perikanan, maka kegiatan penelitian perlu mengadopsi pada kebutuhan
baru dan harus memenuhi kriteria. Kekurangan informasi penelitian jangan
dijadikan alasan untuk menunda pengukuran biayaefektif untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan informasi
minimum dalam memulai dan melanjutkan kegiatan usaha perikanan dan
perluasan kisaran penggunaan model-model perikanan (seperti model
bioekonomi, multi spesis, ekosistim dan tingkah laku, dan pertimbangan-
pertimbangan antara lain: (a) dampak lingkungan, (b) interaksi spesies dan
teknologi, dan (c) tingkah laku sosial masyarakat nelayan.
28
C. Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardjadan
Manurung, 2002). Untuk lebih akurat maka dalam pengertian tersebut
perlu ditambahkan dimensi geografis, misalnya kita berbicara tentang
berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga
dalam satu periode waktu tertentu yakni per bulan atau per tahun di
Jakarta. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara
jumlah permintaan dan harga (Sukirno, 2003). Teori permintaan ini juga
menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu
barang.
Permintaan mempunyai dua pengertian, yaitu permintaan efektif
(permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli) dan permintaan
absolut atau potensial (permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan
saja). Lebih jauh, Sudarsono (1995) mengemukakan bahwa tenaga beli
seseorang tergantung atas dua unsur pokok, yaitu pendapatan yang dapat
dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah
pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka
jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian pula halnya
harga barang yang dikehendaki juga berubah.
29
Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, yaitu kalau harga suatu
barang naik justru permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Paling
tidak ada tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku,
yaitu:
1) Barang yang memiliki unsur spekulasi
Produksi hasil perikanan sering terjadi upaya untuk melakukan unsur
spekulasi, misalnya ikan hias, sebelum musim barat tiba biasanya nelayan
melakukan penangkapan besar-besaran dan selanjutnya ditampung
karena ada unsur spekulasi., pada saat di pasaran sudah mulai
berkurang,mereka mengharapkan harga akan naik, dengan demikian
mereka mengharapkan akan memperoleh keuntungan.
2) Barang prestise
Barang-barang yang dapat menambah prestise seseorang yang
umumnya memilikiharga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik
harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan terhadap barang itu
meningkat, karena bagi orang yang membeli berarti gengsinya naik.
Misalnya adalah ikan injel napoleon, ikan ini merupakan ikan yang paling
mahal di kelasnya disamping karena cantik dan indah, juga
keberadaannya di alam sudah mulai berkurang.
3) Barang given
Untuk barang given (given goods), apabila harganya turun
menyebabkan jumlah barang yang diminta akan berkurang. Hal ini
disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang given lebih besar
30
dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek
substitusi yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu barang harganya
turun, ceteris paribus, maka pendapatan nyata (real income) konsumen
bertambah. Untuk kasus barang given, kenaikan pendapatan nyata
konsumen justru mengakibatkan permintaan terhadap barang tersebut
menjadi berkurang (pendapatan nyata adalah pendapatan yang
berdasarkan daya beli, artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan
atau penurunan harga. Pendapatan yang belum memperhatikan faktor
perubahan harga dinamakan pendapatan nominal atau money income).
Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang diinginkan
dan dapat ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga. Penawaran
mencerminkan hubungan langsung antara harga dan kuantitas (jumlah
barang fisik), dimana hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga
naik, produsen menawarkan lebih banyak barang (output) ke pasar
(Downey dan Erickson, 1992).
Menurut Soekartawi (1993), fungsi penawaran adalah suatu fungsi
yang menyatakan hubungan antara produksi atau jumlah produksi yang
ditawarkan dengan harga, menganggap faktor lain sebagai teknologi dan
harga input yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah
penawaran yang disediakan oleh individu produsen, diperoleh dari
produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah produksi yang ditawarkan ini
akan sama dengan jumlah permintaan, sedangkan penawaran agregat
merupakan penjumlahan dari penawaran individu.
31
Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan
kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan
menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-
faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000).
Penawaran perikanan adalah banyaknya komoditas perikanan yang
ditawarkan oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran
pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin
banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen
atau penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit
jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual, dengan
anggapan factor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986), penawaran hasil perikanan
bersumber dari produksi, kelebihan stok tahun yang lalu dan impor.
Dalam kaitannya dengan produksi, perubahan produksi perikanan
dipengaruhi oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan
mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan
kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk alternatif yang
harganya lebih mantap, dan subsidi dan dorongan pemerintah. Adanya
perubahan produksi perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam
areal (penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil rata-
rata per unit luas.
32
Salah satu sifat penawaran hasil-hasil perikanan adalah produksi
sangat tergantung dari alam yaitu keberadaan dan musim penangkapan,
seperti ikan hias laut. Ikan hias laut pada musim barat produksi ikan hias
umumnya sedikit karena nelayan tidak bisa mencari disebabkan cuaca
yang ekstrim sehingga penawaran akan menurun. Umumnya bila stok ikan
hias kurang biasanya diiringi kenaikan harga di pasar, akan tetapi tidak
dapat diikuti dengan naiknya penawaran yang berarti tingkat elastisitas
adalah inelastis dalam jangka pendek (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Selanjutnya Hanafiah dan Saefuddin (1986) menambahkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup besar antara penawaran hasil industri
dengan penawaran hasil perikanan, dimana penawaran hasil perikanan
sangat tergantung dengan alam. Banyak atau sedikitnya jumlah
penawaran produsen juga ditentukan oleh produksi di alam.
Tabel 1. Perbedaan penawaran hasil industri dan hasil perikanan
Penawaran hasil industry Penawaran hasil perikanan
Penawaran biasanya dapat
diperbesar atau diperkecil dengan
cepat. Jika terjadi kelebihan
penawaran akan dapat ditahan di
pasar sampai kondisi membaik
Penawaran tidak dapat
ditambahkan atau dikurangi dengan
cepat. Karena sifatnya yang
“perishable” maka tidak dapat
ditahan lebih lama di pasar
Peningkatan produksi sering
memperkecil biaya per-unit
Perluasan atau peningkatan
produksi sering mengarah kepada
kenaikan ongkos per-unit
Output dari industry dapat
disesuaikan dengan harga. Apabila
harga rendah, output dapat
diperkecil dan apabila harga naik
output dapat diperbesar
Output sukar disesuaikan dengan
harga. Apabila produksi tinggi,
harga relative rendah dan apabila
produksi rendah, harga relative
tinggi
Produksi dapat dikatakan tidak
tergantung kepada alam
Produksi sangat tergantung dari
alam
Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (2006).
33
Faktor di luar harga yang mempengaruhi kurva penawaran meliputi
faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan. Nelayan dalam mencari produksi
hasil-hasil perikanan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dalam
keputusan produksi hasil perikanan sehari-hari. Suatu kenaikan produksi
dapat disebabkan oleh salah satu dari dua faktor yaitu jauhnya daerah
penangkapan ikan sehingga penting dalam menentukan daerah
penangkapan ikan dan hasil yang dicapaiyang dapat mengurangi biaya
produksi (Mubyarto, 1995).
Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran yang mempunyai
slope negatif. Misalnya yang sering kita jumpai adalah backward bending
supply curve (Friedman, 2000). Seperti terlihat pada Gambar 3. fenomena
18
16
14
12
10
2
0 4 8 12 16 20
24 28
SL
Gaji
Produksi
Gambar 3. Backward Bending Supply Curve ( Friedman, 2000).
34
ini juga terjadi pada hasil-hasil perikanan, yaitu awalnya terjadi
peningkatan supply kemudian terjadi penurunan supply walaupun
permintaan meningkat, hal ini diduga disebabkan keberadaan stok di alam
sudah mengalami penurunan.
Pendekatan model Copes berdasarkan optimalisasi kesejahteraan
(welfare optimization) dengan menggunkan analisis surplus konsumen,
surplus produsen, dan rente sumberdaya. Dalam model Copes yakni
harga per unit output mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan
yang negatif sehingga pengukuran surplus konsumen dimungkinkan. Pada
penampilan (Gambar 4). Axis horizontal menunjukkan tingkat produksi
ikan yang merupakan unit output, sedangkan pada axis vertical
menggambarkan beberapa parameter ekonomi seperti harga dan biaya.
Pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan
perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply
side). Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva supplai yang
melengkung ke belakang pada tingkat output h MSY. Dalam kondisi akses
terbuka, keseimbangan penawaran dan permintaan ditentukan pada titik N
dengan tingkat panen atau output sebesar M, dimana kurva permintaan
yang menggambarkan penerimaan rata-rata bersinggungan dengan kurva
biaya rata-rata. Secara grafik penawaran akan terlihat mengalami
pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter
clockwise) atau dengan kata lain slope atau kemiringan yang makin tajam
disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan.
35
Gambar 4. Kurva optimasi perikanan model Copes (Fauzi, 2006)
Dari Gambar 4. terlihat bahwa optimasi perikanan dalam keadaan
akses terbuka (N) akan menghasilkan surplus konsumen sebesar daerah
DNP dan surplus produsen sebesar AND. Titik optimal secara social akan
dihasilkan output sebesar OL dan dengan manfaat bersih yang
maksimum, dimana akan menghasilkan surplus konsumen sebesar EHP,
dan rente ekonomi (yang di dalamnya tercakup surplus produsen sebesar
ICEH).
Model ini terdiri dari sebuah backward-bending supply function
dan sebuah fungsi permintaan tradisional. Mengikuti Clark (1990), fungsi
suplai keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka
dapat disimpulkan berdasarkan pada model Schaefer dalam Rumus (4).
qES
S
S
rS
dt
dS
K
−





−= 1 (4)
36
Dimana S menandakan stok, t adalah waktu, r adalah tingkat
perkembangan intrinsik dari stok, SK adalah carrying capacity dari stok, E
usaha dan q koefisien daya tangkap. Bagian pertama dari sisi kanan
adalah perkembangan stok alami absolut dan yang ke dua adalah
panenan. Kondisi-kondisi untuk bionomic equilibrium sekarang adalah
bahwa Persamaan (4) sama dengan nol, yaitu bahwa pertumbuhan sama
dengan panenan, dan bahwa sewa sumberdaya adalah nol karena
perikanan dikarakterkan dengan akses terbuka, yaitu bahwa R = (pqs-c)E
=0 dengan R yang mewakili sewa sumberdaya, p harga dan c biaya.
Dengan menggunakan kondisi-kondisi ini dan pengaturan ulang
memberikan fungsi suplai dalam keseimbangan, dimana hasil yang
dipertahankan diekspresikan dalam hal harga.
Y = 





−
KpqS
c
pq
rc
1 (5)
Dimana Y adalah hasil yang dipertahankan dalam jangka panjang
(long-run sustainable yield). Dapat ditunjukan lebih lanjut bahwa fungsi
suplai adalah meningkat sampai p = 2c/qSk dan kemudian menurun ke
arah nol jika p meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah
backward-bending. Puncak diketahui sebagai hasil maksimum yang dapat
dipertahankan (maximum sustainable yield/MSY) yang diatasnya
penangkapan pada suatu tingkat usaha melebihi tingkat usaha yang
dihubungkan dengan MSY dikarakterkan sebagai kelebihan penangkapan
secara biologis.
37
Kurva suplai dalam akses terbuka yang diatur dan akses terbatas
yang diatur mengikuti backward-bending supply function(biaya rata-
rata) kurva dalam akses terbuka untuk usaha-usaha penangkapan kecil.
Bagaimanapun juga, pada usaha-usaha penangkapan yang ada di atas
MSY, sebuah kuota memberikan sebuah kurva suplai yang vertikal,
karena kuota-kuota tradisional diperkenalkan hanya setelah stok telah
menjadi terlalu banyak dieksploitasi. Oleh karena itu, untuk p>2c/qSK,
suplai-suplai yang telah ditentukan dengan Y = Y , dimana Y mewakili
kuota.
Fungsi permintaan dari sebuah produk ikan dapat disimpulkan
sebagai agregat dari apa yang mau dibayarkan oleh seorang konsumen
untuk produk ikan. Yaitu, dimana kepuasan konsumen dimaksimalkan
dengan kendala anggaran. Untuk sebuah fungsi kepuasan Cobb-Douglas
dengan dua barang, Y sebagai produk ikan dan Q sebagai produk lain
(sebuah barang numeraire), kepuasan (u) ditentukan oleh u(Y,Q) = Ya
Q1-a
.
Memaksimalkan hal ini , dengan kendala PYY+PQQ = X, dimana X adalah
pendapatan dan 0< a < 1, menghasilkan fungsi permintaan untuk produk
ikan dalam rumus berikut ini :
ln(Y) = α1 + αY ln(Y) + αQ ln(Q) (6)
Berlawanan dengan fungsi penawaran, fungsi permintaan untuk satu
produk ikan tidak berbeda dari fungsi permintaan untuk sebuah barang
konvensional. Fungsi permintaan menurung seiring dengan hasil.
38
Kurva-kurva permintaan dan penawaran dari sebuah stok ikan
ditunjukkan dalam (Gambar 5) untuk sebuah perikanan dengan akses
terbuka.
Gambar 5. Kurva permintaan dan penawaran terhadap keberadaan stok
ikan (Nielsen, 2008)
Bio-economic equilibrium ditunjukkan dimana kurva-kurva suplai
(biaya rata-rata) dan permintaan berpotongan pada E dalam gambar
tersebut, dan meskipun biaya sumberdaya adalah nol dalam
keseimbangan akses terbuka, keberadaan perikanan masih memberikan
hasil dalam keuntungan-keuntungan ekonomi yang positif. Keuntungan ini
terdiri dari surplus konsumen (yang ditunjukkan sebagai segitiga terarsir
dalam Ganbar 6 dan surplus produsen (yang ditunjukkan sebagai segi
empat yang terarsir). Surplus konsumen ditentukan secara tradisi sebagai
perbedaan antara jumlah yang mau dikeluarkan oleh konsumen dan
jumlah yang benar-benar dikeluarkan oleh konsumen.
Quantity
39
Mengikuti Copes (1970), sebuah kurva rata-rata biaya sosial (ASC)
diukur dalam hal biaya-biaya kesempatan modal (opportunity costs of
capital) dan tenaga kerja. Kurva ini ditunjukkan dalam Gambar 6 dan
adalah lebih rendah daripada kurva rata-rata biaya (average cost curve).
Surplus produsen sekarang mewakili perbedaan antara kurva average
cost curve dan average social cost curve, yang diwakili oleh daerah
berarsir bagian bawah dalam (Gambar 5).
Surplus produsen ditentukan sebagai ‘pendapatan yang ditinggalkan
untuk menutup biaya modal dan tenaga kerja diatas tingkat dalam
penggunaan-penggunaan alternatif.” Yaitu, jika penutupan modal dan
tenaga kerja ada dalam tingkat yang sama seperti dalam penggunaan
alternatifnya, surplus produsen adalah nol. Jika ini adalah positif, maka
surplus ini lebih tinggi daripada penggunaan alternatif. Oleh karena itu,
penutupan biaya modal dan tenaga kerja adalah positif dalam akses
terbuka, tapi tidak lebih tinggi daripada penggunaan alternatif, yaitu tidak
lebih tinggi daripada di industri-industri lain.
D. Kerangka Konseptual
Pemanfaatan sumberdaya perikanan bertanggung jawab atau ramah
lingkungan atau penangkapan berkelanjutan merupakan isu pokok dalam
pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap dimasa mendatang.
Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan usaha yang dilakukan
untuk meningkatkan eksploitasi sumberdaya perikanan dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya
40
perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme, akan tetapi lebih
cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan upaya
perbaikan kondisi lingkungan (Charles, 1994; FAO, 1995; Charles, 2001).
Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi
sumberdaya sudah diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi
sumberdaya perikanan yang digunakan selama ini meliputi pendekatan
biologi dan pendekatan ekonomi. Pada pendekatan biologi akan
menghasilkan hasil tangkapan maksimum lestari. Apabila nilai potensi
sumberdaya optimum dan kapasitas tangkap suatu unit penangkap
diketahui, maka dalam wilayah tersebut usaha perikanan tangkap dapat
dikembangkan sampai pada taraf optimal. Jenis usaha penangkapan yang
dapat dikembangkan haruslah dipilih dari jenis alat tangkap ramah
lingkungan dan sesuai dengan kondisi perairan, sumberdaya perikanan,
mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tidak
menimbulkan dampak sosial, dapat dijangkau masyarakat, serta
mempunyai efisiensi teknis dan ekonomis yang tinggi.
Pendekatan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan secara
berkelanjutan untuk usaha ikan hias di perusahaan ikan hias, setidaknya
merupakan salah satu alternatif pendekatan efektif dan efisien bagi masing-
masing pelaku kegiatan. Hal ini tentunya akan sangat menunjang industri
ikan hias untuk semua jenis ikan hias yang sampai saat ini masih
kekurangan pasokan.
41
Diharapkan dengan diketahuinya potensi optimum lestari dan produksi
saat ini dari sumberdaya ikan hias melalui kajian bio-ekologi dan status
pemanfaatan ikan hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon
di Perairan Sulawesi Selatan. Maka dengan demikian, diperoleh informasi
dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk kesinambungan dan
keberlanjutan usaha antara nelayan penangkap dengan supplier dan
bahkan ke tingkat eksportir perusahaan ikan hias.
Terjalinnya mekanisme interaksi kemitraan yang mampu mewujudkan
sinergi positip antara nelayan penangkap ikan hias dengan supplier di
perusahaan ikan hias, merupakan sasaran pembinaan dan kepastian
ekonomi segenap pelaku usaha khususnya terhadap penguatan “posisi
tawar” bagi perolehan nilai tambah ,peningkatan pendapatan nelayan kecil ,
pendapatan bagi pengelola perusahaan ikan hias, membuka peluang
kesempatan kerja, keberlanjutan usaha dan akan menciptakan pendapatan
bagi para pelaku usaha yang terlibat. Melihat fenomena pemanfaatan dan
pengelolaan ikan injel napoleon untuk mendapatkan stok ideal ada lima
aspek yang harus dikaji (Gambar 6).
Berdasarkan alur pemikiran tersebut di atas, secara skematis maka di
susun kerangka pikir Kajian ”Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan
Hias Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan
Sulawesi Selatan” seperti yang terlihat sebagai berikut :
42
PERIKANAN
BERKELANJUTAN
DEGRADASISTOKDEGRADASI
HABITAT
OVER FISHING
Penangkapan
tdkramah
lingkungan
Penangkapan
intensif
Bagaimankondisi
Stok&habitat?
DATADANINFORMASI
REKOMENDASIPENGELOLAAN
Permintaan&
hargatinggi
Root-causeanalysis
Recovery&Resilience
(asumsi)
Bagaimana
status
pemanfaatan?
Bagaimana
aspekbiologi
ikanhiasInjel
Napoleon?
Baiagaimana
permintaan
dan
penawaran?
Gambar 6. Kerangka Pikir
43
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka disusunlah hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Kelimpahan ikan injel napoleon dipengaruhi oleh kondisi habitat
(persentase tutupan karang hidup, zona dan struktur pertumbuhan
karang hidup).
2. Struktur umur ikan injel napoleon yang tertangkap relatif muda dan
pertumbuhannya lambat.
3. Tingkat eksploitasi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan
sudah mengalami kelebihan tangkap
4. Peningkatan permintaan dan kenaikan harga injel napoleon tidak
diikuti oleh penawaran akibat terbatasnya stok ikan karena
terjadinya kelebihan tangkap.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai Juli 2011 di tiga
wilayah perairan. Ke tiga wilayah tersebut adalah (1) Kepulauan Liukang
Tuppabiring Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Gondong Bali,
Pamanggangan, dan Sarappo Keke. (2) Kepulauan Liukang Tangaya
Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko, dan
Tinggalungandan (3) Kepulauan Taka Bonerate Kabupaten Selayar
meliputi Pulau Rajuni, Tinabo, dan Latondu.
B. Prosedur Penelitian
1. Pengamatan Habitat dan Kelimpahan Ikan
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Tahapan
orientasi lokasi penelitian yang dilakukan di tiga wilayah perairan seperti
yang disebutkan di atas. (2) Tahapan penentuan stasiun sampling
diarahkan pada lokasi koleksi nelayan dan ditentukan secara acak dari
beberapa pulau dan (3) Penentuan zona terumbu karang (reef flat, reef
crest, reef slope) dari hasil pengacakan lokasi penelitian. Lokasi sampling
pada setiap stasiun ditentukan berdasarkan kriteria tutupan karang hidup,
45
bentuk karang atau topografi perairan atau zona (reef flat, reef crest,
slope)dan struktur bentuk pertumbuhan karang.
a. Inventarisasi Kondisi Habitat
Metode yang digunakan untuk penelitian kondisi habitat adalahPoint
Intercept Transect(PIT) menurut petunjuk (English dll. 1997), digunakan
untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi tutupan karang dan
struktur bentuk pertumbuhan karang dengan panjang transek 100 m untuk
setiap zona (reef flat, reef crest, reef slope) yang dimulai dari zona reef
slope, kemudian pindah ke reef crest dan terakhir reef flat sebagai zona
yang paling dangkal, jarak antara setiap zona ke zona lainnya sekitar 30 –
50 m atau sesuai dengan kondisi lapangan (Gambar 7dan 8).
Gambar 7. Cara pencacatan data jenis karang hidup (karakterisitik habitat)
dengan metode PIT (Foto: 26 Juli 2010, Tinggalungan)
100 m
50 cm
Point Intercept Transect
Sc Cm Sc Cs Sc
46
Komponen tutupan karang (life form) dalam penelitian ini keterkaitan
hubungannya dengan ikan injel napoleon terdapat 19 yaitu :
1. ACB (acropora bercabang)
2. ACT (acropora tabulate)
3. ACS (acropora sub masive)
4. ACD (acropora mati)
5. ACE (acropora encrusting)
6. CB (karang bercabang)
7. CS (karang sub masive)
8. CE (karang encrusting)
9. CF (karang foliose)
10. CM (karang masive)
11. CMR (karang masrum)
12. SC (karang lunak)
13. SP (spong)
14. S (pasir)
15. DCA (karang mati ditumbuhi
alga halus)
16. DC (karang mati)
17. FS (makro alga)
18. OT(biota lain)
19. R (patahan karang bercabang).
Oleh karena itu, pengamatan ikan karang ini senantiasa dilakukan
bersamaan dengan pendataan life form terumbu karang dan struktur
bentuk pertumbuhan.
Kelompok bentuk struktur pertumbuhan karang (bentuk jenis karang)
dalam penelitian ini diadopsi dari English dkk,(1997), disesuaikan dengan
kebutuhan atau keterkaitan hubungannya dengan ikan injel napoleon
terdapat 11yaitu :
1. cbCM (celah bawah karang
masive)
2. csCM (celah samping
karang masive)
7. bACT (bawah acropora
tabulate)
8. cACT(celah acropora
tabulate)
47
3. aCS (antara karang
submasive)
4. acCB (antara celah karang
cabang)
5. CBA (karang bercabang
ditumbuhi alga)
6. CSCMA (karang submasive
dan masive ditumbuhi alga)
9. cCF(celah karang foliose)
10.SAO (pasir ditumbuhi alga
dan lainnya)
11.RAO (patahan karang
ditumbuhi alga dan lainnya)
Pengamatan karakteristik habitat beriringan dengan pengamatan
visual sensus ikan (Gambar 8), pada saat menemukan jenis ikan
injel napoleon dicatat keberadaan di jenis karang dan struktur bentuk
pertumbuhan yaitu 19 komponen tutupan karang hidup dan 11 struktur
bentuk pertumbuhan karang seperti disebut di atas serta tingkah laku ikan
injel napoleon.
Untuk menggambarkan kelimpahan ikaninjel napoleon di Sulawesi
Selatan, maka survei dilakukan di 3 lokasi yaitu : 1) Kepulauan Liukang
Tuppabiring; 2) Kepulauan Liukang Tangaya; dan 3) Kepulauan Taka
Bonerate. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada konsentrasi sebaran
terumbu karang terbesar di Perairan Sulawesi Selatan (PPTK, 2006) dan
lokasi fishing ground ikan injel napoleon berdasarkan data AKKII dan AKIS
(2009).
48
Gambar 8. Tipe karakteristik habitat ikan
Kepulauan Spermonde merupakan lokasi fishing ground yang paling
dekat dari daratan utama Sulawesi Selatan, sehingga cenderung lebih
mudah dan sering dieksploitasi oleh nelayan.Kondisi terumbu karang
dalam kategori baik sampai baik sekali berada pada pulau-pulau yang
jauh dari daratan utama seperti Pulau Kapoposang dan sekitarnya. Oleh
sebab itu, sebagai substasiun dari Kepulauan Spermonde dipilih Pulau
Pamanggangan, Gondong Bali dan Sarappo Keke (Lampiran 1).
Kepulauan Liukang Tangaya merupakan fishing ground utama ikan
injel napoleon berdasarkan data dari AKKII dan AKIS (2009). Kepulauan
ini terdiri atas beberapa gugusan pulau yang berpenghuni dan tidak
berpenghuni. Lokasi yang dijadikan sebagai substasiun lokasi
penangkapan ikaninjel napolen terbesar berdasarkan data dari AKKII dan
AKIS (2009). Pulau yang dipilih sebagai substasiun adalah
Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko dan Tinggalungan (Lampiran 1).
Sulawesi Selatan bahkan mempunyai atol terbesar ketiga dunia
(PPTK, 2006). Kepulauan ini menyuplai sekitar 25% dari total produksi
ikan injel napoleon (AKKII dan AKIS, 2009). Namun ada kemungkinan
49
potensi ikaninjel napoleon di lokasi ini jauh lebih besar dari produksi
sekarang karena ikan hias bukan target utama dari nelayan di lokasi ini.
Pulau yang dipilih sebagai sub stasiun adalah Pulau Latondu Besar,
Tinabo dan Rajuni Besar(Lampiran 1).
Dari presentase tutupan lifeform yang didapat, selanjutnya dapat
ditentukan kualitas tutupan karang hidup di area tersebut. Kriteria tutupan
karang hidup yang umum dipergunakanuntuk menentukan kondisi
terumbu karang dibagi dalam 4 (empat) kategori (English dkk., 1997),
yaitu:
1. hancur/rusak : 0-24,9%
2. sedang : 25-49,9%
3. baik : 50-74,9%, dan
4. sangat baik : 75-100%.
b. Estimasi Kelimpahan Ikan
Untuk menduga kelimpahan ikan injel napoleon digunakan metode
visual sensus seiring dengan garis transek pengamatan bentuk tutupan
karang pada masing-masing zona. Pengamatan dilakukan dengan
panjanggaris transek 100 m pada jarak pandang sejauh 2,5 m ke sebelah
kiri dan 2,5 m ke sebelah kanan garis transek (pengamatan berada di
tengah), selanjutnya jenis ikan injel napoleon dicatat jumlah kehadirannya
beserta ukurannya. Adapun ukuran ikan injel napoleon untuk kebutuhan
50
pasar yang didapat dari Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia
(AKKII, 2010), adalah sebagai berikut:
1. Ukuran 3 – 5 cm : TT
2. Ukuran 5,1 – 8 cm : T
3. Ukuran 8,1 – 11 cm : S
4. Ukuran 11,1 – 15 cm : M
5. Ukuran 15,1 – 30 cm : L
2. Struktur Ukuran dan Umur Ikan
Inventarisasi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan ikan hias.
Terlebih dahulu terliibat langsung dalam pembuatan jaring kleopatra dan
perlengkapan lainnya untuk menunjang kegiatan penangkapan ikan.
Selanjutnya terlibat langsung dengan nelayan untuk menangkap ikan serta
membadingkan tata cara dari berbagai model penangkapan ikan. Untuk uji
coba penggunaan minyak cengkeh dan sianida dilakukan saat
pengambilan sampel ikan injel napoleon dengan melibatkan nelayan ikan
hias setempat.
a. Fekunditas
Sampel ikan injel napoleon sebanyak 30 ekor dengan panjang ≥ 19
cm dibedah, sehingga diperoleh jumlah ikan dan jumlah telur. Perhitungan
fekunditas dilakukan pada ikan injel napoleon betina yang mempunyai
TKG fase akhir. Telur yang akan dihitung terlebih dahulu diawetkan
51
dengan menggunakan larutan Gilson. Jumlah telur dihitung dengan
menggunakan metode volumetrik yaitu dengan pengenceran butiran telur
mengikuti petunjuk Effendie (1992). Diameter telur diukur dengan
menggunakan miksroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler
berketelitian 0,1 mm.
Dari hasil bedah ikan keseluruhan tidak didapat telur karena sampel
ikan relatif masih muda, sehingga keperluan estimasi jumlah telur
digunakan data fekunditas diambil dari hasil penelitian Setiawati dkk,
(2008), dimana ukuran induk betina panjang 20,1 – 30,0 cm dengan berat
395 – 869 g diperoleh jumlah telur 29.536 – 610.461 butir.
b. Uji Histologi
Sampel ikan injel napoleon ditangkap dengan menggunakan sianida
dan minyak cengkeh sebanyak 30 ekor mulai dari ukuran 5,1 sampai ≥ 19
cm dan dibedah untuk diambil gonadnya.
Prosedur Uji Histologi
1. Fiksasi
Sampel jaringan difiksasi dengan Buffered Neutral Formalin (BNF),
volume Buffered Neutral Formalin (BNF) minimal 10 kali volume jaringan.
Pada umumnya waktu yang diperlukan untuk fiksasi sempurna adalah 48
jam.
52
2. Pemotongan Spesimen
a. Spesimen yang dipilih untuk pemeriksaan, dipotong setebal
0,5-1 cm.
b. Potongan spesimen dimasukkan dalam keranjang dengan
disertai dengan label nomor spesimen yang ditulis dengan
pensil.
c. Sisa spesimen dengan Buffered Neutral Formalin disimpan
dalam botol yang tertutup rapat. Selanjutnya botol ini disimpan
berurutan dan dibuang apabila telah melebihi 3 bulan dan
ditulis dalam formulir pemusnahan sampel.
3. Tahapan Dehidrasi
Embedding cassete yang telah diisi spesimen jaringan dimasukkan
kedalam tissue processor dengan pengaturan waktu sebagai diuraikan
pada Table 2 .Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan
masukkan ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding
center. Selanjtnya contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue
untuk diblok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar nomor contoh
specimen). Cetakkan dan keranjang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri
dispenser paraffin.
53
Tabel 2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad)
No Proses Reagensia waktu
1 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam
2 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam
3 Dehidrasi Alkohol 70% 1 jam
4 Dehidrasi Alkohol 90% 1 jam
5 Dehidrasi Alkohol 100% 1 jam
6 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam
7 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam
8 Clearing Toluen 1 jam
9 Clearing Toluen 1.5 jam
10 Clearing Toluen 1,5 jam
11 Impregnasi Paraffin 2 jam
12 Impregnasi Paraffin 3 jam
Total waktu 20 jam
Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan masukkan
ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding center,
kemudian contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue untuk di blok
oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar no. contoh specimen).
Tempatkan cetakkan dan keranjang pada sisi kanan dan kiri dispenser
paraffin dan selanjutnya contoh spesimen diletakkan diatas cetakkan lalu
diisi dengan paraffin dengan menekan tombol hitam yang telah tersedia
pada alat embedding center. Cetakkan yang diberi nomer sesuai nomer
contoh spesimen yang letakkan diatas keranjang yang berisi contoh
spesimen. Setelah beku (mengeras paraffinnya) pisahkan cetakan
54
dengan keranjang. setelah terpisah pindahkan keranjang,dan siap untuk
dilakukan pemotongan dengan mikrotom knife.
4. Pemotongan
a. Hasil pemotongan jaringan dilakukan fiksasi pada microtome. Blok
jaringan dipotong dengan microtome kasar sehingga didapatkan
permukaan yang rata.
b. Pemotongan jaringan menggunakan pisau mikrotom yang masih tajam,
ketebalan potongan 5-6 mikron. Pilih potongan jaringan terbaik dari
pita yang terbentuk.
c. Hasil pemotongan jaringan yang terpilih direntangkan pada floating out
yang bersuhu sekitar 400
C yang terlebih. Suhu yang ideal akan
mengakibatkan potongan jaringan direntangkan secara sempurna,
sehingga tidak berkerut.
d. Taburkan gelatin powder sebanyak 5 gram untuk 100 cc aquadest dan
biarkan larut sempurna.
e. Hasil pemotongan jaringan yang bagus, tidak tergores, tidak
mengkerut dipilih dan diambil dengan gelas slide yang sudah bernomer
sesuai dengan nomer epi/patologi.
f. Slide yang berisi tempelan potongan jaringan ditempatkan diatas pelat
pemanas slide, minimal dua jam.
55
5. Pewarnaan
a. Sebelum pewarnaan dilakukan, semua bahan pewarna harus diperiksa
kejernihannya dan disesuaikan dengan jadwal penggantian yang
tersedia (3 kali penggunaan setiap pemakaian).
b. Tahapan pewarnaan:
Setelah selesai pewarnaan dilakukan coverslipping, siapkan
coverslips secukupnya sesuai dengan jumlah preparat yang baru saja
diwarnai lalu teteskan 1-2 tetes “entellan” pada tiap coverslip. balik dan
tutupkan pada slide preparat yang baru saja diwarnai dan jangan sampai
terbentuk gelembung udara, selanjutnya preparat yang sudah tertutup
dengan coverslip dibiarkan sampai mengering sempurna. Bersihkan slide
glass dengan xylol lalu berilah nomor sesuai dengan nomor yang ada
dislide glass tersebut untuk diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Untuk
tahapan pewarnaan mayers hematoxylin eosin prosedur yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 3.
56
Tabel 3. Tahap pewarnaan mayers hematoxylin eosin
No Reagensia Waktu
1 Xylol I 2 menit
2 Xylol II 2 menit
3 Alkohol 100% I 1 menit
4 Alkohol 100% II 1 menit
5 Alkohol 95% I 1 menit
6 Alkohol 95% II 1 menit
7 Mayer’s Haematoxylin 15 menit
8 Rendam dalam Tap Water 20 menit
9 Masukkan dalam Eosin 15 detik -2 menit
10 Alkohol 95 % III 2 menit
11 Alkohol 95 % IV 2 menit
12 Alkohol 100% III 2 menit
13 Alkohol 100% IV 2 menit
14 Akohol 100%V 2 menit
15 Xylol III 2 menit
16 Xylol IV 2 menit
17 Xylol V 2 menit
57
6. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan di bawah mikroskop untuk
melihat perubahan organel jaringan gonad, kemudian dicatat perubahan-
perubahannya. Setelah selesai diperiksa, slide preparat disimpan dalam
almari penyimpan slide, diurut sesuai nomer epidemiologi dan dicatat
didalam buku slide.
c. Struktur Ukuran
Dalam penentuan struktur ukuran (panjang dan berat) jumlah specimen
digunakan sebanyak 163 ekor yang diperoleh dari perairan Sulawesi
Selatan. Ikan injel napoleon didapat dengan menggunakan sianida dan
minyak cengkeh. Pengukuran dan penimbangan sebagian dilakukan di
PT. Dinar Darum Lestari Bali dan CV. Rezky Bahari Makassar. Kemudian
diukur panjang total dan ditimbang masing-masing ikan dan selanjutnya
dicatat. Timbangan yang di pakai adalah timbangan elektronik,
sedangkan alat ukur adalah mistar.
d. Penentuan Umur
Penentuan umur mutlak injel napoleon digunakan dalam analisis plot
Gulland dan Holt untuk menentukan parameter pertumbuhannya,
sebanyak 30 sampel diangkat batu otolithnya dan diberi apoxi resin dan
58
dikeringkan. Otolith dihaluskan dengan kertas amplas halus no.
1500 dan 2000 sampai muncul pusat inti otolith. Selanjutnya otolith
dihaluskan dengan menggunakan pasta berlian ukuran 3 mikrometer atau
amplas no. 3000 sampai inti otolith terlihat jelas. Pengamatan akhir
dilakukan dengan menggunakanmikroskop seri BX-50 merk Olympus
dengan pembesaran hingga 1000 kali, otolith dibersihkan dengan aquades
dan diberi larutan 5 % EDTA (ethylenediamine tetraacetate) selama 45
detik (Budimawan, 1997).
Analisis umur ikan injel napoleon didasarkan pada pembacaan foto
pembesaran 1000 kali. Lingkaran harian yang berhasil direkam foto dan
nampak jelas dihitung satu persatu hingga mencapai 20 lingkaran
pertumbuhan, diukur radiusnya dengan jangka yang kemudian
diekstrapolasi secara keseluruhan untuk menentukan umur mutlaknya dari
mulai menetas sampai umur tertangkap dari hasil print out.
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon di Perairan Sulawesi
Selatan
Pada pengamatan status pemanfaatan ada 2 data yaitu :
1). Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan
dengan cara observasi dan wawancara terhadap responden,
seperti unit usaha.
2). Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor atau
perusahaan dan Asosiasi Koral,Kerang, dan Ikan Hias Indonesia
59
(AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS) yang
erat kaitannya dengan data yang diperlukan untuk melengkapi data
primer, seperti data time series peroduksi ikan injel napoleon.
4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon untuk Ekspor
Metode dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan eksplanatori. Macam data dalam penelitian ini berdasarkan
dimensiwaktu, yaitu data time series (runtut waktu) dan cross section
(silang tempat) yang diperoleh dari perusahaan ekspotir ikan hias.
Penggunaan data time-series yaitu tujuan pertama menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan ikan injel
napoleon untuk ekspor.
C. Analisis Data
1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel Napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan.
a. Pengelompokan Karakteristik Habitat
Untuk melihat pengelompokan karakteristik habitat antara stasiun
pengamatan dilakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk
mempresentasikan hasil dalam bentuk grafik dan gambar, informasi
maksimum yang didapat di lapangan.
60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
60
Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan
jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997)
menggunakan rumus sebagai berikut :
(7)
Dimana:
C = Presentase penutupan lifeform i
a = Frekuensi kemunculan lifeform i
A = Total lifeform i
b. Kelimpahan Ikan Hias
Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut:
(8)
Dimana:
Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2
/ha)
∑ni = Jumlah individu dari Jenis i
A = Luas daerah pengambilan contoh (m2
/ha)
Kelimpahan =Ni x Lt (9)
Dimana :
Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2
/ha)
Lt = Luas karang produktif (ha)
=
∑
61
2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon
a. Fekunditas
Fekunditas dihitung dengan menggunakan metode gabungan
beberapa metode yang ada (Effendie, 1997).Metode volumetrik yaitu
dengan pengenceran butir telur dengan rumus sebagai berikut :
= (10)
Dimana :
F : Fekunditas (butir)
G: Berat gonad (g)
V : Isipengeceran (mL)
Q: Telurcontoh (g)
X : Jumlahtelur tiap mL
W = a. Lb
(11)
Dimana :
W=berat ikan (g)
L = panjang ikan (cm)
a dan b = konstanta
b. Struktur Ukuran
Komposisi ukuran panjang dan panjang berat ikan injel napoleon
dianalisis secara deskriptif dalam tabel dan atau grafik dengan satuan
prosentase. Untuk membedakan ukuran panjang dan panjang berat
62
diantara lokasi penangkapan dilakukan uji-t dengan menggunakan alat
bantu paket program SPSS versi 17.0.
c. Penentuan Hubungan Panjang Berat
Peningkatan panjang berat ikan (W) pada setiap stadia hidupnya
merupakan fungsi dari pertambahan panjangnya (L). Oleh sebab itu,
didalam mencari hubungan panjang berat ikan injel napoleon ini
dipergunakan rumus umum, yaitu Persamaan di atas dapat
ditransformasikan ke persamaan linier dalam bentuk logaritma menjadi:
Log W = log a + b log L (12)
Persamaan ini digunakan untuk menentukan pertumbuhan relatif. Bila
nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat isometric,
yaitu pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang. Tetapi
jika nilai b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat
allometric, yaitu pertambahan berat tidak sebanding dengan pertambahan
panjangnya (Ricker, 1975). Untuk mempertegas nilai b sama atau tidak
sama dengan 3, maka dilakukan pengujian nilai b dengan uji-t.
Thit= ( ) (13)
dimana, Sb = simpangan baku dari nilai b. Kriteria dari pengujian ini
adalah jika : t hit< t0,05; b = 3, dan t hit> t0,05 ; b ≠ 3. Parameter a dan
63
b diduga menggunakan regresi dan koefisien determinasi (R2
)
menunjukkan hubungan panjang total dengan berat tubuh.
Pertumbuhan ikan injel napoleon diasumsikan mengikuti rumus
pertumbuhan Von Bertalanffy seperti dinyatakan dalam rumus (Beverton
and Holt, 1957) sebagai berikut:
Lt = L∞ ( 1 – exp -K (t - to)
) (14)
dimana : Lt = panjang ikan (cm) pada waktu berumur t (waktu relatif)
L∞ = panjang asimptot ikan (cm)
K = koefisien pertumbuhan (per waktu relatif)
to = umur teoritis pada saat panjangnya nol (waktu relatif)
Untuk memperoleh nilai dugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan K),
hasil pendugaan umur mutlak dari analisis otolimetri disubtitusi ke dalam
metode plot Gulland dan Holt dalam Sparre dkk. (1987) sebagai berikut :
∆L/∆t = K L∞ - K L (t) (15)
Menggunakan L(t) sebagai variable bebas dan ∆L/∆t sebagai
variable tidak bebas, persamaan di atas menjadi regresi linier yaitu :
∆L/∆t = a + b . L(t) (16)
64
Parameter K dan L∞ ditentukan dari:
K = - b dan L∞ = - a/b
Nilai pendugaan “to” dianggap nol.
3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon
Catch per unit effort (C/f) merupakan indeks kepadatan relatif.
Kepadatan ikan injel napoleon dapat diduga dengan menggunakan data
hasil tangkapan dan upaya dari suatu seri penangkapan. Metode ini dapat
digunakan untuk menduga besarnya populasi dimana situasinya tidak
praktis untuk mendapat jumlah yang pasti dari individu ikan tersebut dalam
satu unit area (Ricker, 1975; Effendie, 1979).
Untuk mengetahui upaya tangkapan optimum (Eopt), dihitung
menggunakan model FOX. Beberapa persamaan yang diperlukan dalam
model ini (Sparre and Venema, 1999) :
Hubungan antara CPUE dengan upaya tangkapan (E) :
Ln CPUE = a + bE (17)
Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (E) :
(18)
65
4. Tren Prediksi Penawaran
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data-data dalam
penelitian ini berdasarkan dimensi waktu, yaitu data time series (runtut
waktu) yang diperoleh dari data primer maupun sekunder dari perusahaan
ekspotir ikan hias dan asosiasi pengusaha ikan hias.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan
prediksi terhadap penawaran injel napoleon adalah dengan menggunakan
Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method) Yudiaroso (2009), Secara
umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X.
Keterangan : Y : variabel yang dicari trendnya
X : adalah variabel waktu (tahun).
Untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah :
=
( )( ) ( )( )
( )
(19)
= ( )
(20)
66
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus
xanthometopon
1. Kondisi Terumbu Karang dan Jumlah Ikan Per Zona
a. Kondisi Terumbu Karang Per Zona
Kondisi tutupan karang hidup di tiga lokasi yaitu Pulau Liukang
Tuppabiring, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate masing-masing pada
zona terumbu karang disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
flat crest slope flat crest slope flat crest slope
Tuppabiring Tangaya Taka Bonerate
Rata-ratakaranghidup(%)
Wilayah Perairan Penelitian
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi

More Related Content

What's hot

Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Mujiyanto -
 
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Mujiyanto -
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
kumala11
 
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
robert peranginangin
 
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
Mujiyanto -
 
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Mujiyanto -
 
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixLaporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
muthiauthe
 
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Dr. Mauli Kasmi
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
Mustain Adinugroho
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
sukmawati024
 
Jenis rumput laut rhodopyceae komersil
Jenis rumput laut rhodopyceae komersilJenis rumput laut rhodopyceae komersil
Jenis rumput laut rhodopyceae komersilKang Fuad
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpsepthayuda
 
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
Mustain Adinugroho
 
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
Repository Ipb
 
Jurnal Ikan dan Pemancingan Limnologi
Jurnal Ikan dan Pemancingan LimnologiJurnal Ikan dan Pemancingan Limnologi
Jurnal Ikan dan Pemancingan LimnologiNesTi Nafi'ah
 
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Mujiyanto -
 
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
Muhammad Ardianto
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
Mustain Adinugroho
 

What's hot (19)

Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
 
Skripsi lengkap
Skripsi lengkapSkripsi lengkap
Skripsi lengkap
 
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
 
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...
 
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
 
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixLaporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fix
 
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...Status Pemanfaatan  Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
Status Pemanfaatan Berdasarkan ukuran ikan hias injel napoleon (Pomacanthus ...
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Jenis rumput laut rhodopyceae komersil
Jenis rumput laut rhodopyceae komersilJenis rumput laut rhodopyceae komersil
Jenis rumput laut rhodopyceae komersil
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
 
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
 
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
 
Jurnal Ikan dan Pemancingan Limnologi
Jurnal Ikan dan Pemancingan LimnologiJurnal Ikan dan Pemancingan Limnologi
Jurnal Ikan dan Pemancingan Limnologi
 
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
 
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 

Similar to Disertasi Mauli Kasmi

STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
Dr. Mauli Kasmi
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
nelvameyriani1
 
10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf
AbuZiyad12
 
Jurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogorJurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogor
Asep Walandra
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Jeslin Jes
 
INVENTARISASI JENIS- JENIS IKAN KARANG
INVENTARISASI  JENIS- JENIS IKAN KARANGINVENTARISASI  JENIS- JENIS IKAN KARANG
INVENTARISASI JENIS- JENIS IKAN KARANG
Amos Pangkatana
 
Sinopsis vera ardelia
Sinopsis vera ardeliaSinopsis vera ardelia
Sinopsis vera ardelia
ardelia2508
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasYuga Rahmat S
 
Uswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanahUswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanah
yogisaka1
 
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN KomodoPari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
hendrakkp
 
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdfEkosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
hendrakkp
 
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdfOrasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Yanto67
 
PPT 123-12.pptx
PPT 123-12.pptxPPT 123-12.pptx
PPT 123-12.pptx
MirandaYusuf
 
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buoltapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
AisyahInarah1
 
Proposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixProposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixAlbab Ulil
 
Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014
Merlia Donna
 
Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014
Merlia Donna
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
restii_sulaida
 

Similar to Disertasi Mauli Kasmi (20)

STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
 
10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf
 
Jurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogorJurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogor
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
INVENTARISASI JENIS- JENIS IKAN KARANG
INVENTARISASI  JENIS- JENIS IKAN KARANGINVENTARISASI  JENIS- JENIS IKAN KARANG
INVENTARISASI JENIS- JENIS IKAN KARANG
 
Sinopsis vera ardelia
Sinopsis vera ardeliaSinopsis vera ardelia
Sinopsis vera ardelia
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
 
Uswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanahUswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanah
 
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN KomodoPari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
Pari Manta di KKP Nusa Penida dan TN Komodo
 
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdfEkosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
Ekosistem Padang Lamun di TWP Anambas.pdf
 
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdfOrasi Ilmiah_DOkumen.pdf
Orasi Ilmiah_DOkumen.pdf
 
PPT 123-12.pptx
PPT 123-12.pptxPPT 123-12.pptx
PPT 123-12.pptx
 
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buoltapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
tapal kuda hewan konservasi kabupaten buol
 
Proposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixProposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fix
 
Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014
 
Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014Ekoper Ketapang 2014
Ekoper Ketapang 2014
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
 
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
 

Recently uploaded

LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffffLAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
acehirfan
 
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera PendidikanTransformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
deamardiana1
 
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdfPulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
MRoyanzainuddin9A
 
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
mtsarridho
 
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITASSURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
Pemdes Wonoyoso
 
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan - Fase B.pdf
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan  - Fase B.pdfModul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan  - Fase B.pdf
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan - Fase B.pdf
MiliaSumendap
 
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIPPERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
Pemdes Wonoyoso
 
Contoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
Contoh Presentasi Akreditasi pada PuskesmasContoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
Contoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
puskesmaswarsa50
 
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis JurnalA.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
Ekhwan2
 
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasiAnalisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
afaturooo
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
WagKuza
 
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
MhdFadliansyah1
 
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
renprogarksd3
 
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gatewaybahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
subbidtekinfo813
 
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
idoer11
 

Recently uploaded (15)

LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffffLAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
 
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera PendidikanTransformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
Transformasi Desa Vokasi Tata Kelola dan Penguatan Pera Pendidikan
 
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdfPulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
Pulupugbglueysoyaoyatiaitstisitatjsigsktstj.pdf
 
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
 
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITASSURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
 
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan - Fase B.pdf
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan  - Fase B.pdfModul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan  - Fase B.pdf
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan - Fase B.pdf
 
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIPPERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
 
Contoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
Contoh Presentasi Akreditasi pada PuskesmasContoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
Contoh Presentasi Akreditasi pada Puskesmas
 
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis JurnalA.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
 
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasiAnalisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
 
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
manajer lapangan pelaksana gedung SKK JENJANG 6
 
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
 
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gatewaybahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
 
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
Pertemuan 9 - PERT CPM.pdfPertemuan 9 - PERT CPM.pdf
 

Disertasi Mauli Kasmi

  • 1. BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi waters MAULI KASMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi waters MAULI KASMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi waters MAULI KASMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
  • 2. BIO-EKOLOGI DAN STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEONPomacanthus xanthometopon DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor Program Studi Ilmu Pertanian Disusun dan diajukan oleh MAULI KASMI Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
  • 3.
  • 4. PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Mauli Kasmi Nomor Mahasiswa : P0100307005 Program Studi : Ilmu Pertanian Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini, benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan sebagian atau keseluruhan Disertasi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 17 April 2012 Yang Menyatakan Mauli Kasmi
  • 5. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala Rakhmat, Taufik, dan InayahNya, serta kerendahan hati dan sadar atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki maka Disertasi yang berjudul “Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan Hias Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan” yang merupakan syarat untuk menyelesaikan Program Doktor di Pascasarjana Universitas Hasanuddin (UNHAS) Program Studi Ilmu Pertanian Konsentrasi Perikanan dapat diselesaikan. Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan Disertasi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka Disertasi ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menghaturkan terima kasih yang mendalam kepada Prof. Dr. Ir. M. Natsir Nessa, MS., sebagai Promotor, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa,M.Sc., sebagai Ko-Promotor I dan Ko-Promotor II Prof. Dr. Ir. Budimawan,DEA., atas semua bimbingan, saran dan arahan, serta dukungan motivasi kepadapenulis sejak awal kuliah, penulisan proposal penelitian hingga selesainya penulisan Disertasi. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada tim penguji/tim penilai Prof. Dr. Ir. Hatta Fattah,MS., selaku penguji eksternal dan Prof. Dr. Ir. Nadjamuddin,M.Sc., Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali,MS dan
  • 6. Prof.Dr.Ir. Didi Rukmana,M.Sc., selaku penguji internal, yang telah memberikan kritik, saran, dan dorongan dalam memperbaiki Disertasi ini. Para guru besar dan dosen Program Studi Ilmu Pertanian Pascasarjana UNHAS yangtelah membekali kebenaran ilmu dan memberikan petunjuk-petunjuk serta bimbinganyang sangat berguna selama mengikuti Program S3. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan terima kasih kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si (periode 2012 – 2016), Prof.Dr.Ir. Mursalim, M.Sc (periode 2010 s.d 2012), dan Dr.Ir. Jayadi,MP., (periode tahun 2006 s.d. 2010) yang telah memberikan izin dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan program Doktor. Penulis haturkan terima kasih kepada Ketua Jurusan Agribisnis Perikanan POLITANI Sulkifli,S.Pi, M.Si dan Sekretaris Agribisnis Perikanan M. Ilcham,SE.,M.Si, serta Ir. Aspari Rahman, Dr.Ir. Faisal Amir,M.Si, Prof.Dr.Ir. Yusri Karim, Dr. Syarif Iskandar, SE, M.Si, yang telah memberikan dorongan motivasi untuk segera menyelesaikan program Doktor. Untuk rekan-rekan (baik senior maupun yunior) pada Program Studi Ilmu Pertanian Pascasarjana UNHAS yang telah banyak membantu dan mendukung studi penulis seperti : Dr. Ir. Dewi Yuniarita, M.Si, Dr. Nurliah, S.Pi, M.Si, Aidah, Arniaty, Shinta, Sri Wulan, Ismaya, Dr. Ir. Ida Suryani, M.Si, Dr. Ir. Abd. Rahim, MS, Dr. Ach.Fathoni,SP,M.Si, Erna, Dr. Achmad Faisal, S.T, M.Si, dan Uni’ serta tidak lupa juga team
  • 7. lapangan seperti: Wawan, Abeng, Atto, Taufik, Masdar, Ciwing dan yang lainnya. Terima kasih pula kepada para pimpinan lembaga/intitusi yang telahmemberikan data-data penelitian saya, seperti PT. Dinar Darum Lestari, PT. Agung, CV. Rezky Bahai, Asosiasi Koral, Kerang, Ikan Hias Indonesia (AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS), Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan (Kabupaten Pangkep dan Selayar). Terkhusus kepada kedua orang tua penulis yaitu H. Kasmi Musarra dan Hj. Halimah Daeng Gani (Almarhumah) serta Kekek Musarra Rahman Almarhum) dan Nenek Rukaiyah yang telah membesarkan dan mendidik dalam kesederhanaan dan kasih sayang namun penuh kedisiplinan yang tak kenal lelah, semoga Allah S.W.T dapat membalas seluruh kebaikannya. Penulis menyadari bahwa sebesar apapun ucapan terimakasih dan pemberian material tidak akan dapat membalas seluruh kebaikan yang telah mereka berikan kepada saya. Begitu pula kepada mertua saya H. Djawaruddin (Almarhum) dan Hj. Hajrah Ma’awi, atas bantuan dan do’anya. Kemudian terkhusus juga untuk istri tercinta Hj.Faridah Djawaruddin,SE dan anak tercinta Rezky Meilinda Permatasari Mauli dan Reizaldy Musarra Mauli yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi do’a dan pengertiannya dalam keikut sertaan merasakan perjuangan yang penulis jalani. Kemudian adik - adikku Sutami, S.Pd, Kasma Wati, Hartati, dan Syamsuadi, S.Pi, M.Si., memberi bantuan dan
  • 8. do’a, ipar-iparku, Hj. Mariama, Hj. Marwah, H. Amran,SH, H. Basri, dan Hj. Muliyati,SE sebagai pemberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini. Akhirnya kepada semuan pihak yang tidak sempat saya sebut namanya satu persatu pada kesempatan ini, yang telah membantu dan berpartisipasi penyelesaian pendidikan Doktor, kepadanya saya haturkan banyak terima kasih, semoga Allah S.W.T. memberi balasan, bimbingan, Rahmat dan HidayahNya kepada kita sekalian, Amin. Makassar, 2012 Mauli Kasmi
  • 9. ABSTRAK Mauli Kasmi. Bio-Ekologi dan Status Pemanfaaatan Ikan Hias Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh M. Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa dan Budimawan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan, 2) menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan Sulawesi Selatan, 3) menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen unuk keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan, dan 4) mengetahui tingkat penawaran dan permintaan ikan Injel Napoleon serta kaitannya dengan tingkat pemanfaatan. Metode penelitian didasarkan pada : 1) sampel paralel antara kelimpahan ikan (visual sensus) dan persentase tutupan karang hidup (Point Intercept Transect) di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga) lokasi, yaitu Kepulauan Spermonde, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate (Sulawesi Selatan), 2) uji histologi, otolith, panjang-berat, 3) data primer dan skunder, dan 4) data time series. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang. . Kata kunci : Bio-ekologi, pemanfaatan,tutupan karang hidup, kelimpahan, ikan hias injel napoleon.
  • 10. ABSTRACT Mauli Kasmi. Bio-ecology and Exploitation Status of Ornamental fish, Angel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi Waters (supervised by M.Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa and Budimawan). The research aimed at: 1) investigating the condition of habitat and abundance of Angel Napoleon fish (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi Waters, 2) analysing the size structure and age of angel napoleon fish in South Sulawesi Waters 3) analysing the fish exploitation status of angel napoleon fish for the stock sustanability in South Sulawesi Waters, and 4) finding out the level of supply and demand market of angel napoleon fish, and its relationship with the level of exploitation. Research method was based on: 1) paralel sampling between the abundance of fish (visual census) and the percentage of living coral cover (Point Intercept Transect) in the research location. This research was conducted in 3 (three) sites, namely Spermonde Archipelago, Liukang Tangaya and Taka Bonerate (South Sulawesi), 2) histology analysis, otolith analysis, weight-length analysis, 3) primary and secondary data, and 4) time series data. The research result indicates that the conditions of the living coral cover (point intercept transect) in three locations reveal the categories from moderate to good. The research indicates that the aboundance of angel napoleon fish does not have positive correlation with the living coral cover (point intercept transect), however, their existence is influenced by the form of the coral growth, i.e. between the fissures of the branched corals, sub- masive and masive. The size structure of the angel napoleon fish cought is still young. Their gonads have not been developed. The relationship between the length and weight is allometric, the growth rate is slow with the maximum length of 41,7 cm on 13 years old. The exploitation status of the angel napoleon fish is considered to exceed the sustainable catch result (MSY). The backward bending supply curve of the angel napoleon fish indicates that the supply is more decreasing although the fish price increases because it is assumed the stock is more decreasing. Keywords: Bio-ecology, exploitation, live coral cover, abundance, Angel Napoleon ornamental fish.
  • 11. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian................................................................ 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon 1. Biologi dan Taksonomi....................................................... 6 2. Distribusi Geografis............................................................ 8 3. Kebiasaan Makan .............................................................. 11 4. Reproduksi......................................................................... 11 5. Umur Dan Pertumbuhan .................................................... 14 6. Mortalitas dan Pertumbuhan .............................................. 20 B. Status Pemanfaatan 1. ProduksidanFungsiProduksi............................................... 24 2. Produksi Surplus... ............................................................. 26 C. Permintaan dan Penawaran……….......................................... 28
  • 12. D. Kerangka Konseptual............................................................... 39 E. Hipotesis .................................................................................. 43 IV. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................... 44 B. ProsedurPenelitian................................................................... 44 1. PengamatanHabitat danKelimpahan Ikan .......................... 44 a. Inventarisasi Kondisi Habitat .......................................... 45 b.Estimasi Kelimpahan Ikan .............................................. 49 2. StrukturUkurandanUmurIkan.............................................. 50 a. Fekunditas.......................................................................... 50 b. Uji Histologi......................................................................... 51 c. Struktur Ukuran………………………………….………….......57 d. Penentuan Umur …………………………………….………. 57 3.Status Pemanfaatan Ikan Injel napoleon ............................ 58 4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon................ 59 C. Analisis Data............................................................................ 59 1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel Napoleon di Perairan Sulawesi selatan............................... 59 2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon ........................................................................... 61 3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon ............................. 64 4. Tren Prediksi Penawaran...................................................... 65
  • 13. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus xantometopon ....................................................................... 66 1. KondisiTerumbu KarangdanJumlahIkanPerZona............... 66 2. Hubungan Karakteristik Habitat dan Jumlah Ikan Injel Napoleon Pomacanthus xantometopon ............................. 83 B. Aspek Biolgi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon .............. 92 1. Sex Ratio danFekunditas ................................................... 92 2. Struktur Ukuran .................................................................. 96 3. Pertumbuhan...................................................................... 103 C. Status Pemanfaatan Ikan injel Napoleon............................... 112 D. Permintaan dan Penawaran Ikan Injel Napoleon................... 116 1.Sisi Permintaan................................................................... 116 2. Sisi Penawaran .................................................................. 118 3. Analisis Trend Penawaran Ikan Injel Napoleon................. 123 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan................................................................................ 125 B. Saran ..................................................................................... 126 DAFTAR PUSTAKA
  • 14. DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbedaan penawaran hasil industry dan hasil perikanan..........32 2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad)………................................53 3. Tahapan pewarnaan Meyers hematoxylin eosin.........................55 4. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tuppabiring ........68 5. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Liukang Tangaya .............70 6. Jumlah ikan injel napoleon di stasiun Taka Bonerate .................76 7. Hubungan antara luas terumbu karang dan kelimpahan ikan injel Napoleon......................................................................................90 8. Panjang total dan jenis kelamin ikan injel napoleon....................93 9. Prediksi penawaran ikan injel napoleon....................................123
  • 15. DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Morpologi ikan injel napoleon……………………………………… 7 2. Kurva Produksi Lestari-Upaya ....................................................25 3. Backward Bending Labour Supply Curve ...................................33 4. Kurva optimasi perikanan model Copes......................................35 5. Kurva permintaan dan penawaran..............................................38 6. Kerangka Penelitian....................................................................42 7. Cara pencatatan data dan jenis karang hidup (karakteristik Habitat) dengan metode PIT ....................................................................45 8. Tipe Karakteristik habitat karang ................................................48 9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona.....66 10. Ikan injel napoleon dicelah karang masive................................73 11. Hubungan tutupan karang dan jumlah ikan injel napoleon berdasarkan zona......................................................83 12. Kelimpahan ikan bedasarkan kondisi habitat pada zona ..........85 13. Histologi ika injel napoleon .......................................................94 14.Sebaran ukuran panjang sampel bulan Nopember 2010 di perairan Pangkep......................................................................96 15. Sebaran ukuran Panjang sampel bulan April 2011 di perairan Pangkep....................................................................................97 16. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan Pangkep....................................................................................98 17. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap di perairan Selayar......................................................................................99 18. Persentase ukuran ikan berdasarkan pasar..............................100 19. Komposisi produksi ukuran ikan injel napoleon ......................100
  • 16. 20. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari perairan Pangkep (sampel bulan November 2010) ................104 21. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari perairan Pangkep (sampel bulan April 2011) .........................104 22. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari perairan Pangkep ..................................................................105 23. Hubungan panjang berat injel napoleon yang tertangkap dari perairan Selayar......................................................................105 24. Ikan injel napoleon pada fase juvenil ......................................107 25. Cara menghitung lingkaran harian yang terbentuk pada otolith injel napoleon ...............................................................109 26. Model plot Gulland dan Holt....................................................109 27. Kurva pertumbuhan injel napoleon .........................................111 28. Trend upaya penangkapan dan CPUE ikan injel napoleon.....112 29. Hubungan antara total hasil tangkapan dan upaya penangkapan...........................................................................114 30. Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan ....................................................................115 31. Penawaran ikan injel napoleon SulSel tahun 2002-2010........120 38. Penawaran ikan injel napoleon Indonesia tahun 2001-2010...122
  • 17. DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Gambar peta penelitian......................................................138 2. Distribusi jumlah ikan tiap transek pada setiap zona di daerah penelitian................................................................143 3. Hubungan karakteristik habitat dan jumlah ikan.................147 4. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep........148 5. Perbedaan bobot (Rata-Rata S.D) injel napoleon Berdasar waktu penangkapan dari perairan Pangkep ......150 6. Perbedaan total panjang (Rata-Rata S.D) injel napoleon berdasar lokasi penangkapan ............................................151 7. Perbedaan total berat (Rata-Rata S.D) injel napoleon berdasar lokasi penangkapan ............................................152 8. Hasil Uji-t terhadap nilai b .................................................153 9. Pendugaan parameter pertumbuhan dengan plot Gulland dan Holt............................................................................154 10. Hubungan panjang umur ikan injel napoleon ....................155 11. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan...............................................................156 12. Realisasi penjualan ikan injel napoleon di Indonesia.........156
  • 18. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak dalam kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle) dunia yang merupakan pusat keragaman biota laut tertinggi terutama spesies karang dan ikan hias yang sangat tinggi. Tercatat lebih dari kurang lebih 500 spesies karang dalam area sekitar 51.000 km2 dan telah teridentifikasi 2.057 spesies ikan dari 113 famili yang diperkirakan sekitar 4.234 spesies ( Allen dan Adrim, 2003). Produk perikanan merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia. Wilayah laut Indonesia yang terdiri atas luas perairan Indonesia kurang lebih 3,1 juta km2 (perairan laut teritorial 0,3 juta km2 dan perairan nusantara 2,8 juta km2 ) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas lebih kurang 2,7 juta km2 menyimpan banyak jenis ikan dan hasil perairan lainnya yang memimiliki nilai ekonomis penting termasuk ikan hias. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Indonesia merupakan eksportir ikan hias laut kedua setelah Philipina (Dufour, 1997; Wabnizt dkk., 2003). Indonesia mulai melakukan ekspor ikan hias laut pada awal tahun 1970, perdagangan ikan hias laut tersebut dimulai dari daerah Jawa dan Bali. Selanjutnya diikuti oleh daerah lain seperti Sumatera sekitar tahun 1980 dan daerah Sulawesi sekitar tahun 1990 (WWF, 2001 unpublished).
  • 19. 2 Perkembangan ekspor ikan hias Indonesia mulai tahun 1987 sampai tahun 2010 cenderung terus meningkat. Menurut AKKII dan AKIS (2008), data yang diperoleh dari Intemasional Trade Center (ITC) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan permintaan negara impor mencapai 15% per tahun. Negara tujuan atau pasar ikan hias dunia antara lain Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Arab, Jepang, dan Taiwan. Konsumen terbesar berasal dari negara-negara di Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda, Belgia, dan Perancis. Sementara itu, Amerika Serikat mampu menyerap sekitar 70% dari total impor ikan hias dunia, sedangkan Indonesia baru memenuhi 15% ekspor atau permintaan dunia dari keseluruhan eksportir ikan hias seluruh dunia. Perdagangan ikan hias di dunia menjadi peluang bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan yang sangat besar, yaitu sekitar US $7 × 109 pertahun (Andrews, 2006). Kegiatan perikanan akuarium laut bukan hanya menguntungkan bagi pengusaha eksportir, tetapi juga menjadi mata pencaharian bagi ribuan penangkap ikan di kalangan masyarakat pesisir di dunia. Menurut data WWF (2001; unpublished), di Sulawesi Selatan terdapat sekitar 200 sampai 400 nelayan yang pekerjaan utamanya adalah nelayan ikan hias dan 20 sampai 50 pengumpul ikan hias. Akan tetapi berbeda dengan ikan hias air tawar yang 90% adalah hasil budidaya, ikan hias laut hampir semuanya berasal dari hasil penangkapan di alam. Ikan hias laut termasuk karang, ikan dan invertebrata lainnya diambil dari daerah terumbu karang dan habitat lain di sekitarnya. Oleh sebab itu, perdagangan
  • 20. 3 ikan hias dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang jika penangkapannya tidak berwawasan lingkungan. Berbagai macam model pengelolaan yang dapat dilakukan seperti pengaturan jumlah tangkapan, ukuran dan jenis alat tangkap, pembentukan Daerah Perlindungan Laut dan sertifikasi melalui ecolabelling sangat penting untuk diterapkan. Namun demikian, informasi mengenai aspek tingkat produksi, ketersediaan stok dan sistem reproduksi ikan hias ini masih sangat sedikit diketahui. Salah satu jenis ikan hias laut yang banyak diminati pecinta ikan hias adalah jenis ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon . Jenis ikan ini merupakan primadona bagi kolektor pecinta akuarium air laut dan merupakan salah satu komoditas ekspor disektor perikanan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang penting diperhatikan karena kapasitas suplai yang besar dan permintaan yang terus meningkat. Tingginya permintaan terutama berasal dari negara- negara berkembang dan maju dengan meningkatnya jumlah penduduk (Choir, 2007). Oleh sebab itu, upaya penangkapannya semakin digalakkan seiring dengan meningkatnya permintaan akan ikan injel napoleon. Perairan Sulawesi Selatan cukup potensial bagi penangkapan ikan injel napoleon. Hal ini terlihat dengan banyaknya nelayan yang melakukan penangkapan ikan tersebut secara intensif. Dengan demikian, dikhawatirkan populasi ikan tersebut mengalami penurunan.
  • 21. 4 Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, guna mendapatkan gambaran tentang bio-ekologi dan status pemanfaatan ikan hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan, maka diperlukan penelitian tentang hal tersebut. Pada penelitian ini, fokus kepada spesies injel napoleon Phomacanthus xanthometopon. B. Rumusan Masalah Ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon adalah salah satu jenis ikan hias yang bernilai ekonomis paling tinggi yang diperdagangkan. Produksi ikan ini tergantung dari penangkapan di alam karena budidayanya belum berhasil dikembangkan. Masalah yang dihadapi untuk pengelolaan ikan injel napoleon secara berkelanjutan adalah masalah kurangnya informasi mengenai ekologi, teknologi tingkat pemanfaatan dan pemasaran, sehingga rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan? 2. Bagaimana struktur ukuran dan umur ikan injel napoloen di Perairan Sulawesi Selatan? 3. Bagaimana status pemanfaatan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan? 4. Bagaimana hubungan antara penawaran dan permintaan terhadap tingkat pemanfaatan populasi ikan injel napoleon?
  • 22. 5 C. Tujuan Penelitian Berdasar uraian rumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis aspek potensi habitat dan kelimpahan, biologi, status pemanfaatan, dan penawaran terhadap permintaan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan meliputi Pangkep dan Selayar dengan tujuan khusus (sasaran) adalah : 1. Mengetahui kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis struktur ukuran dan umur ikan injel napolen di Perairan Sulawesi Selatan. 3. Menganalisis status pemanfaatan ikan injel napolen untuk keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan. 4. Mengetahui tingkat penawaran dan permintaan ikan injel napoleon serta kaitannya dengan tingkat pemanfaatan. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengelolaan sumberdaya ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan menguntungkan.
  • 23. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Bio-ekologi Ikan Hias Injel Napoleon 1. Biologi dan Taksonomi Allen (2000) mengemukakan bahwa secara taksonomi ikan hias injel napoleon diklasifikasikan sebagai beriku: Phylum : Chordata, Class: Pisces,Ordo : Perciformes, Famili : Pomacanthidae, Genus : Pomachantus, Spesies : Pomachantus xanthometapon. Ikan injel napoleon sangat menarik dengan kombinasi berbagai warna yang dominan, seluruh badannya kaya akan warna, itulah sebabnya ikan ini dijuluki bidadari bercadar. Ikan injel napoleon dalam bahasa perdagangan, ikan ini dikenal dengan nama blue face angelfish (Kuiter dan Takana, 2001). Ikan ini merupakan spesies termahal dari kelompok ikan angel dan mempunyai nilai tawar dalam memasarkan jenis ikan hias lainnya. Ikan injel napoleon bernilai ekonomi tinggi, panjang badannya bisa mencapai 40 cm, sirip punggung, sirip dada, dan sirip ekor berwarna kuning. Sirip punggung berjari jari lemah dan pada bagian belakang terdapat sebuah titik hitam, sirip ekor berbentuk bundar atau membundar dengan tepian warna biru. Sirip perut dan sirip dubur berwarna putih dengan tepi biru. Sirip punggung mempunyai 13–14 jari-jari keras dan 16–18 jari- jari
  • 24. 7 lemah, sedangkan sirip dubur mempunyai 3 jari-jari keras dan 16–18 jari-jari lemah (Balai Riset Perikanan Laut, 2006)( Gambar 1). Gambar 1. Morphologi ikan injel napoleon Pomachantus xanthometapon Pomachantidae termasuk ikan yang mempunyai daya tarik bila diamati secara seksama, badannya bulat, panjang, dan pipih. Sisik berukuran kecil, keras, stenoid dengan striae longitudinal dan berkerut kerut. Pada bagian kepala, sisik berukuran lebih kecil dan gurat sisi melengkung sampai dasar ekor serta pre-orbitalnya berpinggiran halus dan bergerigi atau berduri (Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
  • 25. 8 2. Distribusi Geografi dan Habitat Ikan-ikan dari famili Pomacanthidae ditemukan di seluruh laut Tropis, terutama di pantai karang. Makanannya adalah organisme yang menempel di karang dan batu. Di Indonesia ikan ini banyak tersebar di Perairan Aceh, pelabuhan Ratu, Labuan, Ujung Genteng, Sibolga, Lampung, Binungaeun, Perairan Sulawesi dan Kalimantan (Balai Riset Perikanan Laut, 2006). Pomacanthidae ada 8 genus dan 82 spesies di seluruh dunia dan penyebarannya sangat luas terutama di daerah Perairan Indo-Pasifik Barat, Laut Merah, Afrika Timur, Samoa, Jepang Selatan, Australia, dan Indonesia (Nelson, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan injel napoleon P.xanthometopon, menghabiskan seluruh hidupnya dalam bongkahan dan lereng luar terumbu karang. Menurut AKKII (2001), famili Pomancanthidae (Angel Fish) mempunyai bentuk yang menarik seperti bidadari. Hidup di terumbu karang di Perairan Tropis,soliter,dan terkadang berpasangan. Hidup pada kedalaman 1-50 meter seperti marga Centropype dan Genicanthus. Penyebaran ikan injel di Perairan Indo Pasifik adalah Australia (23 jenis), Papua Nugini (22 jenis), Indonesia (21 jenis), Taiwan (20 jenis) dan Philipina (19 jenis). Kelompok ikan dari suku Pomacanthidae tersebar di seluruh Perairan Tropik dengan jumlah terbesar di wilayah Indo Pasifik bagian barat, yaitu mencapai 80% dari jumlah total jenis suku tersebut di dunia (Allen, 1979). Sebagai anggota suku Pomacanthidae, anglefish umumnya hidup pada kedalaman 10–20 m di daerah yang mempunyai tempat berlindung, di
  • 26. 9 dalam bentukan batu-batuan yang besar, di gua-gua atau lubang-lubang dan celah-celah karang. Jenis ikan ini jarang didapatkan di daerah bentangan pasir yang luas atau wilayah-wilayah lain yang mempunyai permukaan yang landai. Menurut Hutomadkk.,(1985), hampir sepanjang hidupnya Pomacanthidae dilewatkan di dasar perairan untuk mencari Menurut Allen (1979), ketika masih berusia muda, angelfish banyak terdapat di daerah yang dangkal (kurang dari 3 m), sedangkan pada masa dewasa lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih dalam (3–10 m). Jenis ikan ini kebanyakan mempunyai wilayah-wilayah tertentu dan menghabiskan waktu di dekat dasar untuk mencari makanan, dan secara periodik menyembunyikan diri dari lubang-lubang persembunyian di dalam karang. Pada saat remaja jenis ikan injel napoleon menetap di gua gua terumbu karang yang ditumbuhi spong dan alga pada kedalam 5 sampai 25 meter. Warna seperti pelangi, terjadi perubahan warna selama fase pertumbuhan, hidup soliter dan berpasangan, di bawah tutup insang ada duri, makanannya adalah alga dan spong (Nelson, 2006). Pomacanthidae pada saat juvenile biasanya hidup di celah - celah ganggang yang padat sekitar kedalaman 1 atau 2 m, sedangkan pada saat dewasa lebih memilih terumbu karang disekitar pantai untuk tempat persembunyiannya (Sommer dkk., 1996).
  • 27. 10 Distribusi dan jumlah ikan karang sangat dipengaruhi juga oleh faktor biologi dan fisik di daerah terumbu karang, seperti gelombang, arus, cuaca, sedimentasi, kedalaman perairan, fisiografi dan kompleksitas terumbu karang. Oleh sebab itu, tidak ada proses tunggal yang mempengaruhi struktur komunitas ikan karang (Jennings dan Polunin, 1996). Secara umum dapat dinyatakan bahwa keanekaragaman dan kepadatan ikan karang sangat berkaitan dengan kompleksitas dan kesehatan terumbu karang sebagai habitat. Russel dkk. (1978) menyatakan bahwa distribusi ruang (spatial distribution) berbagai jenis ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar perairan. Perbedaan habitat terumbu karang menyebabkan adanya perbedaan kumpulan ikan-ikan. Dengan kata lain, interaksi intra dan inter jenis berperan penting dalam penentuan pewilayahan (spacing). Setiap kumpulan ikan mempunyai kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing kumpulan ikan menghuni wilayah yang berbeda. Hampir seluruh ikan yang hidup di terumbu karang mempunyai ketergantungan yang tinggi, baik dalam hal perlindungan maupun makanan, terhadap karang. Oleh karenanya jumlah individu, jumlah spesies dan komposisi jenisnya dipengaruhi oleh kondisi setempat. Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara kompleksitas topografi terumbu karang dengan distribusi dan kelimpahan ikan-ikan karang (Sutton, 1983).
  • 28. 11 3. Kebiasaan Makan Menurut Allen (1979) pada umumnya kebiasaan makan ikan Pomacanthus yang berukuran besar adalah memakan spons, ditambah alga sebagai makanan pelengkap, sedangkan ikan ukuran kecil biasanya memakanl zoantharia, tunicata,gorgonia, telur ikan, hydroid dan spermatophyta (termasuk lamun). Allen (1979) mengemukakan bahwa ikan injel kambing (P. annularis) biasa mengkonsumsi spong dan tunicata. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Fahmi (1997), ikan injel Kambing merupakan ikan omnivora (pemakan segala). Ikan injel kambing yang berukuran kecil dengan panjang total kurang dari 20 cm memanfaatkan rumput laut (alga) sebagai makanan utama, sedangakan ikan yang lebih besar dengan panjang total di atas 23 cm memanfaatkan spons sebagai makanan utamanya. Umumnya Pomacanthidae hidup soliter atau berpasang pasangan dan biasanya memakan spong, tunicates dan ganggang (Sommer dkk., 1996). 4. Reproduksi Pulungan (2004), menyatakan gonad ikan adalah sebagai kelenjar biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan gonad ikan jantan dinamakan testes. Ovari dan testes ikan dewasa biasanya terdapat pada individu yang
  • 29. 12 terpisah, kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes). Effendie (1997), tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Tahapan perubahan perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat penting. Data perkembangan gonad dapat dibandingkan antara ikan yang belum dan yang sudah dewasa, antara ikan yang sudah matang gonad dan yang belum, antara yang akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama kali mengalami matang gonad dan memijah.Kematangan gonad dari suatu spesies ikan ada kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor lingkungan. Berdasarakan aspek reproduksi, jenis ikan injel kambing (P. annularis) bersifat hermaprodit protogini, yaitu ikan yang dalam daur hidupnya mengalami perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (Burhanuddin, 1997). Menurut Sommer dkk. (1993), umumnya ikan-ikan angelfish bersifat hermaprodit protogini dan hidupnya selalu berpasangan. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti pada umur dan ukuran berapa kelompok ikan ini mengalami pembalikan seksual atau pergantian sel kelamin. Berdasarkan hasil penelitian studi injel kambing yang dilakukan
  • 30. 13 Burhanuddin (1997), pada umumnya ikan betina menjadi jantan setelah mencapai ukuran di atas 28 cm dan bobot di atas 948 g. Berdasarkan hasil penelitian Moyer dan Nakazono dalam Allen (1979), waktu pemijahan ikan tersebut berlangsung antara bulan Mei sampai Oktober dengan kisaran suhu optimal 25–28O C. Pemijahan sebagian besar terjadi 10 menit sebelum matahari terbenam sampai 5 menit setelah matahari terbenam. Pada keadaan cuaca yang mendung dan berawan, aktivitas pemijahannya berlangsung lebih dari waktu tersebut. Menurut Moe dalam Allen (1979), waktu penetasan telur menjadi larva ikan antara 18 sampai 30 jam. Selanjutnya Olivotto, dkk (2006), juga mengemukakan bahwa ikan angelfish mengeluarkan sel telurnya di permukaan perairan dan mengambang dengan bentuk seperti rakit, sementara larva ikan ini bersifat planktonik sewaktu berumur antara 3 sampai 5 minggu. Hasil penelitian Leu dkk, (2009) menunjukkan bahwa P. semicirculatus sudah dapat memijah dengan ukuran 40,2 cm panjang total (TL) untuk jantan dan 36,0 cm panjang total (TL) untuk betina. Sedangkan ciri-ciri betina dewasa perut bengkak, warna normal sedangkan jantan warna agak pucat, tubuh ramping atau lebih memanjang. Jenis ikan ini memijah secara alami sekitar bulan September sampai oktober, Fekunditas harian untuk 22 hari dan memijah berkisar antara 2.500 dan 20.100 telur per ekor (rata - rata 10.455 butir).Secara alami dalam pemeliharaan larva P. Semicirculatus masih mempunyai beberapa kendala
  • 31. 14 diantaranya adalah kelangsungan hidup pada larva sering gagal hidup dan hanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu. 5. Umur dan Pertumbuhan Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan di mana organisme tersebut berada serta ketersediaan pakan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Nikolsky, 1969). Menurut Fahmi, (1997),P. annularis mengalami pertumbuhan di alam dengan perubahan warna yang mencolok dari stadia juvenile sampai dewasa. Pada stadia juvenile, ikan ini mempunyai warna agak putih dengan garis biru kehitaman yang melingkar sepanjang sisi tubuhnya dan ukuran panjang sekitar 2,75 inci (± 7 cm). Pada stadia dewasa, ikan ini mengalami perubahan corak dan warna tubuh, yaitu tubuh berwarna orange kecoklatan dengan garis-garis melintang berwarna biru sepanjang tubuhnya dengan panjang tubuh dapat mencapai 12 inci (± 30,5 cm). Bedasarakan hasil penelitian Burhanuddin (1997) dan Fahmi (1997), pada bulan September sampai Oktober 1996 di perairan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menunjukkan pola pertumbuhan ikan injel kambing di perairan tersebut bersifat allometrik yaitu kondisi di mana pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan panjang tubuh.
  • 32. 15 Pertumbuhan sering didefinisikan dalam dinamika populasi sebagai perubahan panjang atau berat dari suatu organisme selama waktu tertentu.Pertumbuhan juga didefinisikan sebagai peningkatan biomas suatu populasi yang dihasilkan oleh asimilasi bahan-bahan dari dalam lingkungannya (Beverton dan Holt, 1957). Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks yang melibatkan banyak faktor yang berbeda, termasuk di dalamnya: (i) temperatur dan kualitas air, (ii) ukuran, kualitas, dan ketersediaan organisme makanan, (iii) ukuran, umur, dan jenis kelamin ikan itu sendiri, dan (iv) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber-sumber yang sama. Jones (1992), meneliti otoliths sagital dari 398 ekor ikan angelfish abu-abu (P. arcuatus) yang dikumpulkan dari Florida Keys antara bulan September 2000 dan September 2003 didapatkan ikan berukuran panjang total (TL) 78 - 442 mm. Ikan jantan memiliki panjang total rata-rata 329 mm (n = 192) dan betina rata-rata 308 mm (n = 166). Hubungan antara TL dan usia digambarkan oleh pertumbuhan von Bertalanffy equation Lt = 325,1 [1 - exp (-0,0601 (t + 0,828))] untuk betina dan Lt = 388,5 [1 - exp (-0,383 (t + 0,923))] untuk jantan. Ikan betina dan jantan tumbuh pesat selama 5 tahun pertama hidup dan akhirnya mencapai panjang asimtotik 325 dan 388 mm dengan usia diperkirakan mencapai 24 tahun. Parameter morfometrik digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan model angelfish termasuk panjang ikan dan bobot tubuh dan panjang otolith, lebar, ketebalan, dan
  • 33. 16 berat. Seperti halnya dengan panjang ikan, berat badan seiring dengan otolith meningkat sepanjang kehidupan ikan, namun tingkat kenaikan lambat dengan bertambahnya usia. Hanya ketebalan otolith yang linier dengan usia ikan. Regresi stepwise maju menghasilkan persamaan berikut: ln (usia + 1) = 1,157 + 2,542 × ln (otolith ketebalan) yang menunjukkan bahwa ketebalan otolith, yang menjelaskan 89% dari variasi, adalah prediktor terbaik dari umur. Variabel tambahan tidak meningkatkan regresi, juga tidak membagi data menjadi himpunan bagian berdasarkan tingkat pertumbuhan. Setelah hubungan ketebalan usia otolith terbentuk, proses sederhana untuk mengukur ketebalan otolith adalah efektif untuk menentukan usia angelfish abu-abu. Penggunaan model serupa pada spesies lain, bersama validasi periodik untuk memastikan bahwa terdapat hubungan parameter usia otolith yang belum berubah dari waktu ke waktu, dapat menyederhanakan lama pengumpulan data untuk model populasi. Hal ini, memungkinkan perikanan dikelola lebih baik dengan biaya yang jauh berkurang. Untuk menentukan laju pertumbuhan ikan dapat digunakan tiga cara yaitu: (i) interpretasi penyebaran frekuensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara periodik, dimana dibuat kurva frekuensi panjang untuk mencari jejak modus kelas tahun melalui populasi, (ii) interpretasi data “tagging and release” yaitu menandai dan melepaskan individu-individu yang sebelumnya ditentukan umur dan ukurannya untuk penangkapan berikutnya, dan (iii) analisis tanda umur pada bagian yang keras yaitu
  • 34. 17 menghitung pertumbuhan sebelumnya dengan menganalisis laju pertumbuhan skala-skala annuli atau struktur tulang lainnya. Dasar pokok penentuan umur ada dua cara yaitu: 1) Metode tidak langsung, didasarkan pada analisis data frekuensi panjang musiman, dimana penerapannya akan baik digunakan pada spesies-spesies yang mempunyai siklus pemijahan pendek dan struktur populasi tidak mengalami perubahan selama proses pemijahan. Mempelajari umur dengan menggunakan metode frekuensi panjang bergantung pada sifat-sifat reproduksi dan pertumbuhan. Ikan-ikan perairan tropis umumnya mengadakan pemijahan setahun sekali dalam jangka waktu yang relatif pendek sehingga mempunyai pertumbuhan yang hampir seragam. Oleh sebab itu, penekanan metode ini adalah mencari distribusi normalnya karena terdapat individu yang berumur tua namun pertumbuhannya lambat bila dibanding dengan individu muda, dan 2) Metode langsung didasarkan pada pencatatan lingkaran pertumbuhan pada bagian tubuh yang keras seperti pada otolith (Effendie, 1997). Bentuk otolith biasanya oval yang merupakan hasil pengendapan atau konkresi bahan kapur yang terbentuk menjadi lapisan-lapisan konsentris dan prosesnya terjadi sepanjang waktu sejalan dengan pertumbuhannya. Akibat faktor-faktor yang tidak diketahui yang kemungkinan berhubungan dengan ketersediaan pakan atau musim menghasilkan lapisan-lapisan tertentu pada beberapa spesies (Jones, 1992). Selanjutnya dikatakan bentuk otolith mengalami perubahan dan pertambahan ukuran sejalan dengan pertumbuhannya. Juvenile bentuknya relatif lebih ramping dan oval
  • 35. 18 kemudian menjadi besar dan tebal selama tumbuh,pada individu dewasa tidak mengalami perubahan lebih lanjut. Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan ikan merupakan parameter populasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam pengkajian stok perikanan. Pengetahuan meliputi aspek umur dan pertumbuhan dari stok yang sedang dieksploitasi mutlak perlu diteliti, agar dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan utama dalam tindakan pengelolaan stok yang bijaksana (FAO, 1998). Tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan pertumbuhan ikan adalah: 1). Mengetahui sebaran kelompok umur yang menunjang produksi sektor perikanan yang bersangkutan, 2). Menduga laju mortalitas (alami dan penangkapan) yang mempengaruhi stok serta menduga tingkat pengusahaannya, 3). Menilai tingkat “potensial yield” stok tersebut. Oleh sebab itu, semua metode-metode pengkajian stok pada intinya bekerja dengan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi umur diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran- lingkaran tahunan pada bagian-bagian yang keras seperti sisik dan otolith pada ikan. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk oleh karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim dingin dan sebaliknya. Di daerah tropis, perubahan drastis seperti itu tidak terjadi sehingga penghitungan didasarkan kepada lingkaran yang terbentuk secara harian (Sparre dkk., 1987).
  • 36. 19 Pertumbuhan ikan didefinisikan sebagai perubahan massa tubuh (berat tubuh) berdasarkan satuan waktu yang merupakan hasil akhir dari dua proses yang mempunyai cara kerja berlawanan, yang pertama membentuk massa tubuh (anabolisme) dan satu lagi memecahkan massa tubuh yang terbentuk tadi (katabolisme) (Von Bertalanffy, 1957): dW/dT = H. Wd – k. We (1) dimana: dW/dT: perubahan berat tubuh ikan per satuan waktu H : koefisien anabolisme, dan k: koefisien katabolisme Prosesanabolisme berbanding lurus (proportional) dengan nilai perpangkatan ”d” dari bobot tubuh (W), sedangkan katabolisme sendiri berbanding lurus dengan berat tubuh (W) (Pauly, 1981). Ikan tropis biasanya memijah secara bertahap sepanjang musim yang sangat lama. Hal ini, menimbulkan kesukaran dalam interpretasi sebaran frekuensi panjang yang sifatnya ”multinormal”, sebagai akibat dari pulsa penambahan baru (recruitment) lebih dari satu kali sepanjang tahun hasil pemijahan tadi. Pemisahan sebaran ”multinormal” dapat diatasi dengan baik melalui pendekatan komputer maupun pendekatan grafik (Tanaka, 1960) akan tetapi hasil yang diperoleh belum memuaskan dikarenakan teknik ”Model Class Progression Analysis” masih subyektif sehingga dapat menimbulkan kesulitan dan keraguan dalam menghubungkan modus frekuensi panjang antar sampel tadi.
  • 37. 20 Untuk mengatasi masalah tersebut, Pauly danCaddy (1985), mengajukan suatu metode yang sifatnya lebih obyektif, yaitu dengan mencocokkan (fitting) satu deretan kombinasi kurva pertumbuhan VBGF yang mungkin dari hasil pergeseran ukuran sampel ikan tersedia, kemudian dipilih kurva VBGF yang dapat melewati modus ukuran terbanyak dari sampel yang tersedia. Kombinasi parameter VBGF yang diperoleh diharapkan dapat menggambarkan pola pertumbuhan umum dari ikan yang diteliti tadi. 6. Mortalitas dan Rekruitmen Informasi mengenai laju mortalitas dari stok ikan yang dieksploitasi, mempunyai peranan yang penting dalam tindakan pengelolaan stok perikanan yang rasional. Dengan diketahuinya laju mortalitas (alami dan penangkapan) stok ikan tersebut, maka dapat diduga tingkat pengusahaan stok ikan yang sedang dieksploitasi dan selanjutnya menduga ”potential yield” stok tersebut berdasarkan penerapan berbagai model pengelolaan yang tersedia saat ini (Beverton dan Holt, 1957). Sebagaimana kebanyakan organisme laut, siklus hidup ikan karang dibagi atas 2 fase, yaitu fase sedentari (menetap) yang berasosiasi dengan pasang surut, dan fase pelagis yang bergerak dan menyebar (Cushing, 1968). Ada 2 konsekuensi langsung yang berkenaan dengan siklus hidup yang kompleks tersebut, yaitu 1) individu harus mampu beradaptasi dengan segala resiko dari dua lingkungan yang sangat
  • 38. 21 berbeda, dimana bertambah sejumlah faktor potensil membatasi ukuran populasi. 2) populasi organisme laut umumnya terorganisir dalam metapopulasi dimana populasi sedentari dewasa berhubungan dengan fluktuasi larva. Rekruitmen dianggap sebagai settlement yaitu saat dimana larva ikan telah berasosiasi dengan substrat atau suatu periode biologis yang sudah terdefinisikan dengan jelas (Fraschetti dkk, 2003). Geografis asal dari ikan rekruit dapat menentukan skala kapan bisa dikatakan berdekatan secara demografis (self-replenishing). Keterkaitan antara daerah geografis merupakan persoalan besar dalam pengelolaan perikanan, begitu pula dalam program-program konservasi, dan karena penyebaran populasi ikan menjadi issu sentral dalam ekologi terumbu karang. Penyebaran ikan karang diketahui terbatas, dimana komposisi spesies tidak sama disemua tempat dan sering spesies khas atau luas batasan geografisnya dapat diamati (Cappo danKelley, 2001). Terumbu-terumbu karang yang tidak dipisahkan oleh perairan terbuka yang luas dianggap saling berhubungan melalui larva dengan frekuensi yang tinggi. Paradigma ini diragukan dalam tulisan Roberts (1997), yang mengemukaan bahwa hanya dengan aliran arus dan durasi larva saja sudah dapat mendeteksi laju perubahan larva dari terumbu hulu ke terumbu hilir.
  • 39. 22 Mortalitas total stok ikan di alam didefinisikan sebagai laju penurunan kepadatan individual ikan dengan berdasarkan waktu secara eksponensial. Mortalitas total ikan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan hubungan yakni Z = M + F dimana F = Fishing Mortality dan M = Natural Mortality (Beverton and Holt, 1957). Mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan strategi daur hidup (life history strategy), yang dikenal sebagai ”r and k selection” yang sangat beragam antar kelompok ikan baik secara interspesifik maupun intraspesifik (Gunderson dan Dygert, 1988). Para ahli biologi perikanan menunjukkan bahwa mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan parameter pertumbuhan K (Model VBGF) dan umur maksimum (longevity atau life span) (Cushing, 1968). Pauly (1981) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara mortalitas alami ikan (M) parameter pertumbuhan VBGF dan suhu lingkungan perairan dimana stok ikan tersebut berada sepanjang tahun. Rumus empiris mengenai hubungan antara laju mortalitas alami (M) dengan parameter tersebut di atas yang ditentukan berdasarkan data yang berasal dari 175 stok ikan mewakili 75 famili. Rikhter dan Efanov (1976) mengemukakan bahwa laju mortalitas alami (M) ikan mempunyai hubungan negatif dengan umur pertama kali matang gonad (age at first maturity: tm). Laju mortalitas total (Z) ikan umumnya ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan dari stok yang diteliti. Pendugaan mortalitas total ikan tropis
  • 40. 23 umumnya sukar ditentukan berhubung umur individu ikan tidak dapat ditentukan secara langsung. Walaupun demikian, masalah tersebut dapat diatasi dengan pendekatan hasil analisis data frekuensi panjang ikan contoh. Berbagai metode analisis yang dikemukakan, salah satunya khusus untuk pendugaan laju mortalitas total ikan adalah dengan Metode ”Length-Converted Catch Curve” (Pauly, 1983). Rekruitmen secara khusus didefinisikan sebagai penambahan anggota-anggota baru pada suatu kelompok populasi. Bagi eksploitor, rekruitmen adalah pemasukan ikan yang masih muda ke dalam suatu populasi yang terbuka untuk dieksploitasi.Ada tiga macam rekrutmen yang dapat dibedakan yaitu: (i) rekrutmen ke suatu stok, (ii) rekrutmen ke suatu stok yang dapat ditangkap, dan (iii) rekrutmen ke suatu stok matang yang menghasilkan telur. Banyaknya sudut pandang terhadap rekrutmen yang ke (iii) sering memerlukan bagi manajemen yang efektif, terutama untuk menghindari eksploitasi berlebihan terhadap ikan yang belum matang dan penurunan hasil akibat proteksi yang tidak perlu terhadap stok-stok yang matang. Rekruitmen berhubungan dengan besarnya stok dan kondisi lingkungan, dimana merupakan hal yang sulit tetapi penting bagi pengelola perikanan. Sebagai penambahan tahunan ke suatu stok, rekrutmen merupakan dasar untuk kesinambungan suatu populasi (Nikolsky, 1969).
  • 41. 24 B. Status Pemanfaatan 1. Produksi dan Fungsi Produksi Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu perairan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang merupakan sebagai upaya atau effort. Sedangkan definisi umum yang dipakai mengenai upaya adalah indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya, yang dibutuhkan untuk suatu aktivitas penangkapan. Dengan pengertian mengenai upaya ini, produksi (h) atau aktivitas penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional tersebut ditulis sebagai berikut: h = f(x,E) (2) Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas ikan (stok), dan semakin banyak faktor input (upaya), produksi semakin meningkat. Dengan kata lain, keturunan parsial dari kedua variabel input terhadap produksi (h) adalah positif, atau ∂h / ∂x > 0 dan ∂h / ∂E > 0. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah: h = qxE (3) dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan tangkap atau cathability coefficient yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu unit upaya. Secara teoritis fungsi tersebut tidak
  • 42. 25 realistis karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return” (kenaikan hasil yang semakin berkuang) dari upaya yang merupakan sifat dari fungsi produksi (Fauzi, 2006). Dari tampilan Gambar 2. Menunjukkan bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Karena sifat dari kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan upaya yang terus menerus setelah melewati titik EMSY tidak dibarengi dengan peningkatan produksi lestari maka sudah terjadi overexploitasi (penangkapan berlebihan) (Fauzi, 2006). Gambar 2. Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve) MSY Effort (E)Emsy h (E) Hmsy Produksilestari
  • 43. 26 Apabila suatu ketika disuatu perairan terjadi gejala penurunan produksi perikanan tangkap, dengan asumsi input digunakan sama atau lebih tinggi dari periode sebelumnya, maka biasanya kita menduga bahwa telah terjadi overfishing, namun tidak jelas overfishig apa yang terjadi, apakah Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment overfishing, atau economical overfishing (Indra, 2007). 2. Produksi Surplus Tujuan penggunaan produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang (Maximum Sustainable Yield/ MSY). Oleh karena model-model holistik sangat sederhana bila dibandingkan dengan model analitik, maka data yang diperlukan juga menjadi sedikit. Sebagai contoh, model-model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan demikian tidak perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model produksi surplus banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan Tropis. Model ini dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapan dalam beberapa tahun (FAO, 1998).
  • 44. 27 Dalam surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan sebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami (Biomas pada t + 1 = biomas pada t + produksi–ortalitas alami) artinya, jika produksi melebihi mortalitas alami, maka biomas akan meningkat.Sebaliknya jika mortalitas alami lebih tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus produksi sendiri menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di atas. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hilborn dan Walter (1992 dalam Anna 2003) bahwa surplus produksi menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah yang bisa ditangkap, jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap. Pengelolaan sumberdaya perikanan banyak dipergunakan dengan pendekatan pencegahan. Menurut Charles(2001) dalam rangka mendukungimplementasipendekatan pencegahan dalam manajemen perikanan, maka kegiatan penelitian perlu mengadopsi pada kebutuhan baru dan harus memenuhi kriteria. Kekurangan informasi penelitian jangan dijadikan alasan untuk menunda pengukuran biayaefektif untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan informasi minimum dalam memulai dan melanjutkan kegiatan usaha perikanan dan perluasan kisaran penggunaan model-model perikanan (seperti model bioekonomi, multi spesis, ekosistim dan tingkah laku, dan pertimbangan- pertimbangan antara lain: (a) dampak lingkungan, (b) interaksi spesies dan teknologi, dan (c) tingkah laku sosial masyarakat nelayan.
  • 45. 28 C. Permintaan dan Penawaran Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardjadan Manurung, 2002). Untuk lebih akurat maka dalam pengertian tersebut perlu ditambahkan dimensi geografis, misalnya kita berbicara tentang berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga dalam satu periode waktu tertentu yakni per bulan atau per tahun di Jakarta. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga (Sukirno, 2003). Teori permintaan ini juga menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Permintaan mempunyai dua pengertian, yaitu permintaan efektif (permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli) dan permintaan absolut atau potensial (permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja). Lebih jauh, Sudarsono (1995) mengemukakan bahwa tenaga beli seseorang tergantung atas dua unsur pokok, yaitu pendapatan yang dapat dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian pula halnya harga barang yang dikehendaki juga berubah.
  • 46. 29 Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, yaitu kalau harga suatu barang naik justru permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Paling tidak ada tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku, yaitu: 1) Barang yang memiliki unsur spekulasi Produksi hasil perikanan sering terjadi upaya untuk melakukan unsur spekulasi, misalnya ikan hias, sebelum musim barat tiba biasanya nelayan melakukan penangkapan besar-besaran dan selanjutnya ditampung karena ada unsur spekulasi., pada saat di pasaran sudah mulai berkurang,mereka mengharapkan harga akan naik, dengan demikian mereka mengharapkan akan memperoleh keuntungan. 2) Barang prestise Barang-barang yang dapat menambah prestise seseorang yang umumnya memilikiharga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan terhadap barang itu meningkat, karena bagi orang yang membeli berarti gengsinya naik. Misalnya adalah ikan injel napoleon, ikan ini merupakan ikan yang paling mahal di kelasnya disamping karena cantik dan indah, juga keberadaannya di alam sudah mulai berkurang. 3) Barang given Untuk barang given (given goods), apabila harganya turun menyebabkan jumlah barang yang diminta akan berkurang. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang given lebih besar
  • 47. 30 dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek substitusi yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu barang harganya turun, ceteris paribus, maka pendapatan nyata (real income) konsumen bertambah. Untuk kasus barang given, kenaikan pendapatan nyata konsumen justru mengakibatkan permintaan terhadap barang tersebut menjadi berkurang (pendapatan nyata adalah pendapatan yang berdasarkan daya beli, artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan atau penurunan harga. Pendapatan yang belum memperhatikan faktor perubahan harga dinamakan pendapatan nominal atau money income). Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang diinginkan dan dapat ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga. Penawaran mencerminkan hubungan langsung antara harga dan kuantitas (jumlah barang fisik), dimana hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga naik, produsen menawarkan lebih banyak barang (output) ke pasar (Downey dan Erickson, 1992). Menurut Soekartawi (1993), fungsi penawaran adalah suatu fungsi yang menyatakan hubungan antara produksi atau jumlah produksi yang ditawarkan dengan harga, menganggap faktor lain sebagai teknologi dan harga input yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah penawaran yang disediakan oleh individu produsen, diperoleh dari produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah produksi yang ditawarkan ini akan sama dengan jumlah permintaan, sedangkan penawaran agregat merupakan penjumlahan dari penawaran individu.
  • 48. 31 Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor- faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000). Penawaran perikanan adalah banyaknya komoditas perikanan yang ditawarkan oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen atau penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual, dengan anggapan factor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986), penawaran hasil perikanan bersumber dari produksi, kelebihan stok tahun yang lalu dan impor. Dalam kaitannya dengan produksi, perubahan produksi perikanan dipengaruhi oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk alternatif yang harganya lebih mantap, dan subsidi dan dorongan pemerintah. Adanya perubahan produksi perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam areal (penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil rata- rata per unit luas.
  • 49. 32 Salah satu sifat penawaran hasil-hasil perikanan adalah produksi sangat tergantung dari alam yaitu keberadaan dan musim penangkapan, seperti ikan hias laut. Ikan hias laut pada musim barat produksi ikan hias umumnya sedikit karena nelayan tidak bisa mencari disebabkan cuaca yang ekstrim sehingga penawaran akan menurun. Umumnya bila stok ikan hias kurang biasanya diiringi kenaikan harga di pasar, akan tetapi tidak dapat diikuti dengan naiknya penawaran yang berarti tingkat elastisitas adalah inelastis dalam jangka pendek (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Selanjutnya Hanafiah dan Saefuddin (1986) menambahkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara penawaran hasil industri dengan penawaran hasil perikanan, dimana penawaran hasil perikanan sangat tergantung dengan alam. Banyak atau sedikitnya jumlah penawaran produsen juga ditentukan oleh produksi di alam. Tabel 1. Perbedaan penawaran hasil industri dan hasil perikanan Penawaran hasil industry Penawaran hasil perikanan Penawaran biasanya dapat diperbesar atau diperkecil dengan cepat. Jika terjadi kelebihan penawaran akan dapat ditahan di pasar sampai kondisi membaik Penawaran tidak dapat ditambahkan atau dikurangi dengan cepat. Karena sifatnya yang “perishable” maka tidak dapat ditahan lebih lama di pasar Peningkatan produksi sering memperkecil biaya per-unit Perluasan atau peningkatan produksi sering mengarah kepada kenaikan ongkos per-unit Output dari industry dapat disesuaikan dengan harga. Apabila harga rendah, output dapat diperkecil dan apabila harga naik output dapat diperbesar Output sukar disesuaikan dengan harga. Apabila produksi tinggi, harga relative rendah dan apabila produksi rendah, harga relative tinggi Produksi dapat dikatakan tidak tergantung kepada alam Produksi sangat tergantung dari alam Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (2006).
  • 50. 33 Faktor di luar harga yang mempengaruhi kurva penawaran meliputi faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan. Nelayan dalam mencari produksi hasil-hasil perikanan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dalam keputusan produksi hasil perikanan sehari-hari. Suatu kenaikan produksi dapat disebabkan oleh salah satu dari dua faktor yaitu jauhnya daerah penangkapan ikan sehingga penting dalam menentukan daerah penangkapan ikan dan hasil yang dicapaiyang dapat mengurangi biaya produksi (Mubyarto, 1995). Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran yang mempunyai slope negatif. Misalnya yang sering kita jumpai adalah backward bending supply curve (Friedman, 2000). Seperti terlihat pada Gambar 3. fenomena 18 16 14 12 10 2 0 4 8 12 16 20 24 28 SL Gaji Produksi Gambar 3. Backward Bending Supply Curve ( Friedman, 2000).
  • 51. 34 ini juga terjadi pada hasil-hasil perikanan, yaitu awalnya terjadi peningkatan supply kemudian terjadi penurunan supply walaupun permintaan meningkat, hal ini diduga disebabkan keberadaan stok di alam sudah mengalami penurunan. Pendekatan model Copes berdasarkan optimalisasi kesejahteraan (welfare optimization) dengan menggunkan analisis surplus konsumen, surplus produsen, dan rente sumberdaya. Dalam model Copes yakni harga per unit output mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan yang negatif sehingga pengukuran surplus konsumen dimungkinkan. Pada penampilan (Gambar 4). Axis horizontal menunjukkan tingkat produksi ikan yang merupakan unit output, sedangkan pada axis vertical menggambarkan beberapa parameter ekonomi seperti harga dan biaya. Pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva supplai yang melengkung ke belakang pada tingkat output h MSY. Dalam kondisi akses terbuka, keseimbangan penawaran dan permintaan ditentukan pada titik N dengan tingkat panen atau output sebesar M, dimana kurva permintaan yang menggambarkan penerimaan rata-rata bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata. Secara grafik penawaran akan terlihat mengalami pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter clockwise) atau dengan kata lain slope atau kemiringan yang makin tajam disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan.
  • 52. 35 Gambar 4. Kurva optimasi perikanan model Copes (Fauzi, 2006) Dari Gambar 4. terlihat bahwa optimasi perikanan dalam keadaan akses terbuka (N) akan menghasilkan surplus konsumen sebesar daerah DNP dan surplus produsen sebesar AND. Titik optimal secara social akan dihasilkan output sebesar OL dan dengan manfaat bersih yang maksimum, dimana akan menghasilkan surplus konsumen sebesar EHP, dan rente ekonomi (yang di dalamnya tercakup surplus produsen sebesar ICEH). Model ini terdiri dari sebuah backward-bending supply function dan sebuah fungsi permintaan tradisional. Mengikuti Clark (1990), fungsi suplai keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka dapat disimpulkan berdasarkan pada model Schaefer dalam Rumus (4). qES S S rS dt dS K −      −= 1 (4)
  • 53. 36 Dimana S menandakan stok, t adalah waktu, r adalah tingkat perkembangan intrinsik dari stok, SK adalah carrying capacity dari stok, E usaha dan q koefisien daya tangkap. Bagian pertama dari sisi kanan adalah perkembangan stok alami absolut dan yang ke dua adalah panenan. Kondisi-kondisi untuk bionomic equilibrium sekarang adalah bahwa Persamaan (4) sama dengan nol, yaitu bahwa pertumbuhan sama dengan panenan, dan bahwa sewa sumberdaya adalah nol karena perikanan dikarakterkan dengan akses terbuka, yaitu bahwa R = (pqs-c)E =0 dengan R yang mewakili sewa sumberdaya, p harga dan c biaya. Dengan menggunakan kondisi-kondisi ini dan pengaturan ulang memberikan fungsi suplai dalam keseimbangan, dimana hasil yang dipertahankan diekspresikan dalam hal harga. Y =       − KpqS c pq rc 1 (5) Dimana Y adalah hasil yang dipertahankan dalam jangka panjang (long-run sustainable yield). Dapat ditunjukan lebih lanjut bahwa fungsi suplai adalah meningkat sampai p = 2c/qSk dan kemudian menurun ke arah nol jika p meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah backward-bending. Puncak diketahui sebagai hasil maksimum yang dapat dipertahankan (maximum sustainable yield/MSY) yang diatasnya penangkapan pada suatu tingkat usaha melebihi tingkat usaha yang dihubungkan dengan MSY dikarakterkan sebagai kelebihan penangkapan secara biologis.
  • 54. 37 Kurva suplai dalam akses terbuka yang diatur dan akses terbatas yang diatur mengikuti backward-bending supply function(biaya rata- rata) kurva dalam akses terbuka untuk usaha-usaha penangkapan kecil. Bagaimanapun juga, pada usaha-usaha penangkapan yang ada di atas MSY, sebuah kuota memberikan sebuah kurva suplai yang vertikal, karena kuota-kuota tradisional diperkenalkan hanya setelah stok telah menjadi terlalu banyak dieksploitasi. Oleh karena itu, untuk p>2c/qSK, suplai-suplai yang telah ditentukan dengan Y = Y , dimana Y mewakili kuota. Fungsi permintaan dari sebuah produk ikan dapat disimpulkan sebagai agregat dari apa yang mau dibayarkan oleh seorang konsumen untuk produk ikan. Yaitu, dimana kepuasan konsumen dimaksimalkan dengan kendala anggaran. Untuk sebuah fungsi kepuasan Cobb-Douglas dengan dua barang, Y sebagai produk ikan dan Q sebagai produk lain (sebuah barang numeraire), kepuasan (u) ditentukan oleh u(Y,Q) = Ya Q1-a . Memaksimalkan hal ini , dengan kendala PYY+PQQ = X, dimana X adalah pendapatan dan 0< a < 1, menghasilkan fungsi permintaan untuk produk ikan dalam rumus berikut ini : ln(Y) = α1 + αY ln(Y) + αQ ln(Q) (6) Berlawanan dengan fungsi penawaran, fungsi permintaan untuk satu produk ikan tidak berbeda dari fungsi permintaan untuk sebuah barang konvensional. Fungsi permintaan menurung seiring dengan hasil.
  • 55. 38 Kurva-kurva permintaan dan penawaran dari sebuah stok ikan ditunjukkan dalam (Gambar 5) untuk sebuah perikanan dengan akses terbuka. Gambar 5. Kurva permintaan dan penawaran terhadap keberadaan stok ikan (Nielsen, 2008) Bio-economic equilibrium ditunjukkan dimana kurva-kurva suplai (biaya rata-rata) dan permintaan berpotongan pada E dalam gambar tersebut, dan meskipun biaya sumberdaya adalah nol dalam keseimbangan akses terbuka, keberadaan perikanan masih memberikan hasil dalam keuntungan-keuntungan ekonomi yang positif. Keuntungan ini terdiri dari surplus konsumen (yang ditunjukkan sebagai segitiga terarsir dalam Ganbar 6 dan surplus produsen (yang ditunjukkan sebagai segi empat yang terarsir). Surplus konsumen ditentukan secara tradisi sebagai perbedaan antara jumlah yang mau dikeluarkan oleh konsumen dan jumlah yang benar-benar dikeluarkan oleh konsumen. Quantity
  • 56. 39 Mengikuti Copes (1970), sebuah kurva rata-rata biaya sosial (ASC) diukur dalam hal biaya-biaya kesempatan modal (opportunity costs of capital) dan tenaga kerja. Kurva ini ditunjukkan dalam Gambar 6 dan adalah lebih rendah daripada kurva rata-rata biaya (average cost curve). Surplus produsen sekarang mewakili perbedaan antara kurva average cost curve dan average social cost curve, yang diwakili oleh daerah berarsir bagian bawah dalam (Gambar 5). Surplus produsen ditentukan sebagai ‘pendapatan yang ditinggalkan untuk menutup biaya modal dan tenaga kerja diatas tingkat dalam penggunaan-penggunaan alternatif.” Yaitu, jika penutupan modal dan tenaga kerja ada dalam tingkat yang sama seperti dalam penggunaan alternatifnya, surplus produsen adalah nol. Jika ini adalah positif, maka surplus ini lebih tinggi daripada penggunaan alternatif. Oleh karena itu, penutupan biaya modal dan tenaga kerja adalah positif dalam akses terbuka, tapi tidak lebih tinggi daripada penggunaan alternatif, yaitu tidak lebih tinggi daripada di industri-industri lain. D. Kerangka Konseptual Pemanfaatan sumberdaya perikanan bertanggung jawab atau ramah lingkungan atau penangkapan berkelanjutan merupakan isu pokok dalam pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap dimasa mendatang. Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan eksploitasi sumberdaya perikanan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya
  • 57. 40 perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme, akan tetapi lebih cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan upaya perbaikan kondisi lingkungan (Charles, 1994; FAO, 1995; Charles, 2001). Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi sumberdaya sudah diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi sumberdaya perikanan yang digunakan selama ini meliputi pendekatan biologi dan pendekatan ekonomi. Pada pendekatan biologi akan menghasilkan hasil tangkapan maksimum lestari. Apabila nilai potensi sumberdaya optimum dan kapasitas tangkap suatu unit penangkap diketahui, maka dalam wilayah tersebut usaha perikanan tangkap dapat dikembangkan sampai pada taraf optimal. Jenis usaha penangkapan yang dapat dikembangkan haruslah dipilih dari jenis alat tangkap ramah lingkungan dan sesuai dengan kondisi perairan, sumberdaya perikanan, mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tidak menimbulkan dampak sosial, dapat dijangkau masyarakat, serta mempunyai efisiensi teknis dan ekonomis yang tinggi. Pendekatan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan untuk usaha ikan hias di perusahaan ikan hias, setidaknya merupakan salah satu alternatif pendekatan efektif dan efisien bagi masing- masing pelaku kegiatan. Hal ini tentunya akan sangat menunjang industri ikan hias untuk semua jenis ikan hias yang sampai saat ini masih kekurangan pasokan.
  • 58. 41 Diharapkan dengan diketahuinya potensi optimum lestari dan produksi saat ini dari sumberdaya ikan hias melalui kajian bio-ekologi dan status pemanfaatan ikan hias injel napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan. Maka dengan demikian, diperoleh informasi dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk kesinambungan dan keberlanjutan usaha antara nelayan penangkap dengan supplier dan bahkan ke tingkat eksportir perusahaan ikan hias. Terjalinnya mekanisme interaksi kemitraan yang mampu mewujudkan sinergi positip antara nelayan penangkap ikan hias dengan supplier di perusahaan ikan hias, merupakan sasaran pembinaan dan kepastian ekonomi segenap pelaku usaha khususnya terhadap penguatan “posisi tawar” bagi perolehan nilai tambah ,peningkatan pendapatan nelayan kecil , pendapatan bagi pengelola perusahaan ikan hias, membuka peluang kesempatan kerja, keberlanjutan usaha dan akan menciptakan pendapatan bagi para pelaku usaha yang terlibat. Melihat fenomena pemanfaatan dan pengelolaan ikan injel napoleon untuk mendapatkan stok ideal ada lima aspek yang harus dikaji (Gambar 6). Berdasarkan alur pemikiran tersebut di atas, secara skematis maka di susun kerangka pikir Kajian ”Bio-Ekologi dan Status Pemanfaatan Ikan Hias Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon di Perairan Sulawesi Selatan” seperti yang terlihat sebagai berikut :
  • 60. 43 E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka disusunlah hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Kelimpahan ikan injel napoleon dipengaruhi oleh kondisi habitat (persentase tutupan karang hidup, zona dan struktur pertumbuhan karang hidup). 2. Struktur umur ikan injel napoleon yang tertangkap relatif muda dan pertumbuhannya lambat. 3. Tingkat eksploitasi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan sudah mengalami kelebihan tangkap 4. Peningkatan permintaan dan kenaikan harga injel napoleon tidak diikuti oleh penawaran akibat terbatasnya stok ikan karena terjadinya kelebihan tangkap.
  • 61. 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai Juli 2011 di tiga wilayah perairan. Ke tiga wilayah tersebut adalah (1) Kepulauan Liukang Tuppabiring Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Gondong Bali, Pamanggangan, dan Sarappo Keke. (2) Kepulauan Liukang Tangaya Kabupaten Pangkajene meliputi Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko, dan Tinggalungandan (3) Kepulauan Taka Bonerate Kabupaten Selayar meliputi Pulau Rajuni, Tinabo, dan Latondu. B. Prosedur Penelitian 1. Pengamatan Habitat dan Kelimpahan Ikan Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Tahapan orientasi lokasi penelitian yang dilakukan di tiga wilayah perairan seperti yang disebutkan di atas. (2) Tahapan penentuan stasiun sampling diarahkan pada lokasi koleksi nelayan dan ditentukan secara acak dari beberapa pulau dan (3) Penentuan zona terumbu karang (reef flat, reef crest, reef slope) dari hasil pengacakan lokasi penelitian. Lokasi sampling pada setiap stasiun ditentukan berdasarkan kriteria tutupan karang hidup,
  • 62. 45 bentuk karang atau topografi perairan atau zona (reef flat, reef crest, slope)dan struktur bentuk pertumbuhan karang. a. Inventarisasi Kondisi Habitat Metode yang digunakan untuk penelitian kondisi habitat adalahPoint Intercept Transect(PIT) menurut petunjuk (English dll. 1997), digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi tutupan karang dan struktur bentuk pertumbuhan karang dengan panjang transek 100 m untuk setiap zona (reef flat, reef crest, reef slope) yang dimulai dari zona reef slope, kemudian pindah ke reef crest dan terakhir reef flat sebagai zona yang paling dangkal, jarak antara setiap zona ke zona lainnya sekitar 30 – 50 m atau sesuai dengan kondisi lapangan (Gambar 7dan 8). Gambar 7. Cara pencacatan data jenis karang hidup (karakterisitik habitat) dengan metode PIT (Foto: 26 Juli 2010, Tinggalungan) 100 m 50 cm Point Intercept Transect Sc Cm Sc Cs Sc
  • 63. 46 Komponen tutupan karang (life form) dalam penelitian ini keterkaitan hubungannya dengan ikan injel napoleon terdapat 19 yaitu : 1. ACB (acropora bercabang) 2. ACT (acropora tabulate) 3. ACS (acropora sub masive) 4. ACD (acropora mati) 5. ACE (acropora encrusting) 6. CB (karang bercabang) 7. CS (karang sub masive) 8. CE (karang encrusting) 9. CF (karang foliose) 10. CM (karang masive) 11. CMR (karang masrum) 12. SC (karang lunak) 13. SP (spong) 14. S (pasir) 15. DCA (karang mati ditumbuhi alga halus) 16. DC (karang mati) 17. FS (makro alga) 18. OT(biota lain) 19. R (patahan karang bercabang). Oleh karena itu, pengamatan ikan karang ini senantiasa dilakukan bersamaan dengan pendataan life form terumbu karang dan struktur bentuk pertumbuhan. Kelompok bentuk struktur pertumbuhan karang (bentuk jenis karang) dalam penelitian ini diadopsi dari English dkk,(1997), disesuaikan dengan kebutuhan atau keterkaitan hubungannya dengan ikan injel napoleon terdapat 11yaitu : 1. cbCM (celah bawah karang masive) 2. csCM (celah samping karang masive) 7. bACT (bawah acropora tabulate) 8. cACT(celah acropora tabulate)
  • 64. 47 3. aCS (antara karang submasive) 4. acCB (antara celah karang cabang) 5. CBA (karang bercabang ditumbuhi alga) 6. CSCMA (karang submasive dan masive ditumbuhi alga) 9. cCF(celah karang foliose) 10.SAO (pasir ditumbuhi alga dan lainnya) 11.RAO (patahan karang ditumbuhi alga dan lainnya) Pengamatan karakteristik habitat beriringan dengan pengamatan visual sensus ikan (Gambar 8), pada saat menemukan jenis ikan injel napoleon dicatat keberadaan di jenis karang dan struktur bentuk pertumbuhan yaitu 19 komponen tutupan karang hidup dan 11 struktur bentuk pertumbuhan karang seperti disebut di atas serta tingkah laku ikan injel napoleon. Untuk menggambarkan kelimpahan ikaninjel napoleon di Sulawesi Selatan, maka survei dilakukan di 3 lokasi yaitu : 1) Kepulauan Liukang Tuppabiring; 2) Kepulauan Liukang Tangaya; dan 3) Kepulauan Taka Bonerate. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada konsentrasi sebaran terumbu karang terbesar di Perairan Sulawesi Selatan (PPTK, 2006) dan lokasi fishing ground ikan injel napoleon berdasarkan data AKKII dan AKIS (2009).
  • 65. 48 Gambar 8. Tipe karakteristik habitat ikan Kepulauan Spermonde merupakan lokasi fishing ground yang paling dekat dari daratan utama Sulawesi Selatan, sehingga cenderung lebih mudah dan sering dieksploitasi oleh nelayan.Kondisi terumbu karang dalam kategori baik sampai baik sekali berada pada pulau-pulau yang jauh dari daratan utama seperti Pulau Kapoposang dan sekitarnya. Oleh sebab itu, sebagai substasiun dari Kepulauan Spermonde dipilih Pulau Pamanggangan, Gondong Bali dan Sarappo Keke (Lampiran 1). Kepulauan Liukang Tangaya merupakan fishing ground utama ikan injel napoleon berdasarkan data dari AKKII dan AKIS (2009). Kepulauan ini terdiri atas beberapa gugusan pulau yang berpenghuni dan tidak berpenghuni. Lokasi yang dijadikan sebagai substasiun lokasi penangkapan ikaninjel napolen terbesar berdasarkan data dari AKKII dan AKIS (2009). Pulau yang dipilih sebagai substasiun adalah Pulau Sapuka Kecil, Karang Koko dan Tinggalungan (Lampiran 1). Sulawesi Selatan bahkan mempunyai atol terbesar ketiga dunia (PPTK, 2006). Kepulauan ini menyuplai sekitar 25% dari total produksi ikan injel napoleon (AKKII dan AKIS, 2009). Namun ada kemungkinan
  • 66. 49 potensi ikaninjel napoleon di lokasi ini jauh lebih besar dari produksi sekarang karena ikan hias bukan target utama dari nelayan di lokasi ini. Pulau yang dipilih sebagai sub stasiun adalah Pulau Latondu Besar, Tinabo dan Rajuni Besar(Lampiran 1). Dari presentase tutupan lifeform yang didapat, selanjutnya dapat ditentukan kualitas tutupan karang hidup di area tersebut. Kriteria tutupan karang hidup yang umum dipergunakanuntuk menentukan kondisi terumbu karang dibagi dalam 4 (empat) kategori (English dkk., 1997), yaitu: 1. hancur/rusak : 0-24,9% 2. sedang : 25-49,9% 3. baik : 50-74,9%, dan 4. sangat baik : 75-100%. b. Estimasi Kelimpahan Ikan Untuk menduga kelimpahan ikan injel napoleon digunakan metode visual sensus seiring dengan garis transek pengamatan bentuk tutupan karang pada masing-masing zona. Pengamatan dilakukan dengan panjanggaris transek 100 m pada jarak pandang sejauh 2,5 m ke sebelah kiri dan 2,5 m ke sebelah kanan garis transek (pengamatan berada di tengah), selanjutnya jenis ikan injel napoleon dicatat jumlah kehadirannya beserta ukurannya. Adapun ukuran ikan injel napoleon untuk kebutuhan
  • 67. 50 pasar yang didapat dari Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII, 2010), adalah sebagai berikut: 1. Ukuran 3 – 5 cm : TT 2. Ukuran 5,1 – 8 cm : T 3. Ukuran 8,1 – 11 cm : S 4. Ukuran 11,1 – 15 cm : M 5. Ukuran 15,1 – 30 cm : L 2. Struktur Ukuran dan Umur Ikan Inventarisasi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan ikan hias. Terlebih dahulu terliibat langsung dalam pembuatan jaring kleopatra dan perlengkapan lainnya untuk menunjang kegiatan penangkapan ikan. Selanjutnya terlibat langsung dengan nelayan untuk menangkap ikan serta membadingkan tata cara dari berbagai model penangkapan ikan. Untuk uji coba penggunaan minyak cengkeh dan sianida dilakukan saat pengambilan sampel ikan injel napoleon dengan melibatkan nelayan ikan hias setempat. a. Fekunditas Sampel ikan injel napoleon sebanyak 30 ekor dengan panjang ≥ 19 cm dibedah, sehingga diperoleh jumlah ikan dan jumlah telur. Perhitungan fekunditas dilakukan pada ikan injel napoleon betina yang mempunyai TKG fase akhir. Telur yang akan dihitung terlebih dahulu diawetkan
  • 68. 51 dengan menggunakan larutan Gilson. Jumlah telur dihitung dengan menggunakan metode volumetrik yaitu dengan pengenceran butiran telur mengikuti petunjuk Effendie (1992). Diameter telur diukur dengan menggunakan miksroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler berketelitian 0,1 mm. Dari hasil bedah ikan keseluruhan tidak didapat telur karena sampel ikan relatif masih muda, sehingga keperluan estimasi jumlah telur digunakan data fekunditas diambil dari hasil penelitian Setiawati dkk, (2008), dimana ukuran induk betina panjang 20,1 – 30,0 cm dengan berat 395 – 869 g diperoleh jumlah telur 29.536 – 610.461 butir. b. Uji Histologi Sampel ikan injel napoleon ditangkap dengan menggunakan sianida dan minyak cengkeh sebanyak 30 ekor mulai dari ukuran 5,1 sampai ≥ 19 cm dan dibedah untuk diambil gonadnya. Prosedur Uji Histologi 1. Fiksasi Sampel jaringan difiksasi dengan Buffered Neutral Formalin (BNF), volume Buffered Neutral Formalin (BNF) minimal 10 kali volume jaringan. Pada umumnya waktu yang diperlukan untuk fiksasi sempurna adalah 48 jam.
  • 69. 52 2. Pemotongan Spesimen a. Spesimen yang dipilih untuk pemeriksaan, dipotong setebal 0,5-1 cm. b. Potongan spesimen dimasukkan dalam keranjang dengan disertai dengan label nomor spesimen yang ditulis dengan pensil. c. Sisa spesimen dengan Buffered Neutral Formalin disimpan dalam botol yang tertutup rapat. Selanjutnya botol ini disimpan berurutan dan dibuang apabila telah melebihi 3 bulan dan ditulis dalam formulir pemusnahan sampel. 3. Tahapan Dehidrasi Embedding cassete yang telah diisi spesimen jaringan dimasukkan kedalam tissue processor dengan pengaturan waktu sebagai diuraikan pada Table 2 .Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan masukkan ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding center. Selanjtnya contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue untuk diblok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar nomor contoh specimen). Cetakkan dan keranjang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri dispenser paraffin.
  • 70. 53 Tabel 2. Prosedur dehidrasi preparat (gonad) No Proses Reagensia waktu 1 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam 2 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam 3 Dehidrasi Alkohol 70% 1 jam 4 Dehidrasi Alkohol 90% 1 jam 5 Dehidrasi Alkohol 100% 1 jam 6 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam 7 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam 8 Clearing Toluen 1 jam 9 Clearing Toluen 1.5 jam 10 Clearing Toluen 1,5 jam 11 Impregnasi Paraffin 2 jam 12 Impregnasi Paraffin 3 jam Total waktu 20 jam Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan masukkan ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding center, kemudian contoh specimen dikeluarkan dari keranjang tissue untuk di blok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar no. contoh specimen). Tempatkan cetakkan dan keranjang pada sisi kanan dan kiri dispenser paraffin dan selanjutnya contoh spesimen diletakkan diatas cetakkan lalu diisi dengan paraffin dengan menekan tombol hitam yang telah tersedia pada alat embedding center. Cetakkan yang diberi nomer sesuai nomer contoh spesimen yang letakkan diatas keranjang yang berisi contoh spesimen. Setelah beku (mengeras paraffinnya) pisahkan cetakan
  • 71. 54 dengan keranjang. setelah terpisah pindahkan keranjang,dan siap untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom knife. 4. Pemotongan a. Hasil pemotongan jaringan dilakukan fiksasi pada microtome. Blok jaringan dipotong dengan microtome kasar sehingga didapatkan permukaan yang rata. b. Pemotongan jaringan menggunakan pisau mikrotom yang masih tajam, ketebalan potongan 5-6 mikron. Pilih potongan jaringan terbaik dari pita yang terbentuk. c. Hasil pemotongan jaringan yang terpilih direntangkan pada floating out yang bersuhu sekitar 400 C yang terlebih. Suhu yang ideal akan mengakibatkan potongan jaringan direntangkan secara sempurna, sehingga tidak berkerut. d. Taburkan gelatin powder sebanyak 5 gram untuk 100 cc aquadest dan biarkan larut sempurna. e. Hasil pemotongan jaringan yang bagus, tidak tergores, tidak mengkerut dipilih dan diambil dengan gelas slide yang sudah bernomer sesuai dengan nomer epi/patologi. f. Slide yang berisi tempelan potongan jaringan ditempatkan diatas pelat pemanas slide, minimal dua jam.
  • 72. 55 5. Pewarnaan a. Sebelum pewarnaan dilakukan, semua bahan pewarna harus diperiksa kejernihannya dan disesuaikan dengan jadwal penggantian yang tersedia (3 kali penggunaan setiap pemakaian). b. Tahapan pewarnaan: Setelah selesai pewarnaan dilakukan coverslipping, siapkan coverslips secukupnya sesuai dengan jumlah preparat yang baru saja diwarnai lalu teteskan 1-2 tetes “entellan” pada tiap coverslip. balik dan tutupkan pada slide preparat yang baru saja diwarnai dan jangan sampai terbentuk gelembung udara, selanjutnya preparat yang sudah tertutup dengan coverslip dibiarkan sampai mengering sempurna. Bersihkan slide glass dengan xylol lalu berilah nomor sesuai dengan nomor yang ada dislide glass tersebut untuk diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Untuk tahapan pewarnaan mayers hematoxylin eosin prosedur yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.
  • 73. 56 Tabel 3. Tahap pewarnaan mayers hematoxylin eosin No Reagensia Waktu 1 Xylol I 2 menit 2 Xylol II 2 menit 3 Alkohol 100% I 1 menit 4 Alkohol 100% II 1 menit 5 Alkohol 95% I 1 menit 6 Alkohol 95% II 1 menit 7 Mayer’s Haematoxylin 15 menit 8 Rendam dalam Tap Water 20 menit 9 Masukkan dalam Eosin 15 detik -2 menit 10 Alkohol 95 % III 2 menit 11 Alkohol 95 % IV 2 menit 12 Alkohol 100% III 2 menit 13 Alkohol 100% IV 2 menit 14 Akohol 100%V 2 menit 15 Xylol III 2 menit 16 Xylol IV 2 menit 17 Xylol V 2 menit
  • 74. 57 6. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan di bawah mikroskop untuk melihat perubahan organel jaringan gonad, kemudian dicatat perubahan- perubahannya. Setelah selesai diperiksa, slide preparat disimpan dalam almari penyimpan slide, diurut sesuai nomer epidemiologi dan dicatat didalam buku slide. c. Struktur Ukuran Dalam penentuan struktur ukuran (panjang dan berat) jumlah specimen digunakan sebanyak 163 ekor yang diperoleh dari perairan Sulawesi Selatan. Ikan injel napoleon didapat dengan menggunakan sianida dan minyak cengkeh. Pengukuran dan penimbangan sebagian dilakukan di PT. Dinar Darum Lestari Bali dan CV. Rezky Bahari Makassar. Kemudian diukur panjang total dan ditimbang masing-masing ikan dan selanjutnya dicatat. Timbangan yang di pakai adalah timbangan elektronik, sedangkan alat ukur adalah mistar. d. Penentuan Umur Penentuan umur mutlak injel napoleon digunakan dalam analisis plot Gulland dan Holt untuk menentukan parameter pertumbuhannya, sebanyak 30 sampel diangkat batu otolithnya dan diberi apoxi resin dan
  • 75. 58 dikeringkan. Otolith dihaluskan dengan kertas amplas halus no. 1500 dan 2000 sampai muncul pusat inti otolith. Selanjutnya otolith dihaluskan dengan menggunakan pasta berlian ukuran 3 mikrometer atau amplas no. 3000 sampai inti otolith terlihat jelas. Pengamatan akhir dilakukan dengan menggunakanmikroskop seri BX-50 merk Olympus dengan pembesaran hingga 1000 kali, otolith dibersihkan dengan aquades dan diberi larutan 5 % EDTA (ethylenediamine tetraacetate) selama 45 detik (Budimawan, 1997). Analisis umur ikan injel napoleon didasarkan pada pembacaan foto pembesaran 1000 kali. Lingkaran harian yang berhasil direkam foto dan nampak jelas dihitung satu persatu hingga mencapai 20 lingkaran pertumbuhan, diukur radiusnya dengan jangka yang kemudian diekstrapolasi secara keseluruhan untuk menentukan umur mutlaknya dari mulai menetas sampai umur tertangkap dari hasil print out. 3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon di Perairan Sulawesi Selatan Pada pengamatan status pemanfaatan ada 2 data yaitu : 1). Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan cara observasi dan wawancara terhadap responden, seperti unit usaha. 2). Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor atau perusahaan dan Asosiasi Koral,Kerang, dan Ikan Hias Indonesia
  • 76. 59 (AKKII) dan Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS) yang erat kaitannya dengan data yang diperlukan untuk melengkapi data primer, seperti data time series peroduksi ikan injel napoleon. 4. Penawaran dan Permintaan Ikan Injel Napoleon untuk Ekspor Metode dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan eksplanatori. Macam data dalam penelitian ini berdasarkan dimensiwaktu, yaitu data time series (runtut waktu) dan cross section (silang tempat) yang diperoleh dari perusahaan ekspotir ikan hias. Penggunaan data time-series yaitu tujuan pertama menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan ikan injel napoleon untuk ekspor. C. Analisis Data 1. Kondisi Habitat dan Ketersediaan Ikan Injel Napoleon di Perairan Sulawesi Selatan. a. Pengelompokan Karakteristik Habitat Untuk melihat pengelompokan karakteristik habitat antara stasiun pengamatan dilakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan hasil dalam bentuk grafik dan gambar, informasi maksimum yang didapat di lapangan.
  • 77. 60 Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997) menggunakan rumus sebagai berikut : (7) Dimana: C = Presentase penutupan lifeform i a = Frekuensi kemunculan lifeform i A = Total lifeform i b. Kelimpahan Ikan Hias Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut: (8) Dimana: Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2 /ha) ∑ni = Jumlah individu dari Jenis i A = Luas daerah pengambilan contoh (m2 /ha) Kelimpahan =Ni x Lt (9) Dimana : Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2 /ha) Lt = Luas karang produktif (ha) = ∑ 60 Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997) menggunakan rumus sebagai berikut : (7) Dimana: C = Presentase penutupan lifeform i a = Frekuensi kemunculan lifeform i A = Total lifeform i b. Kelimpahan Ikan Hias Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut: (8) Dimana: Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2 /ha) ∑ni = Jumlah individu dari Jenis i A = Luas daerah pengambilan contoh (m2 /ha) Kelimpahan =Ni x Lt (9) Dimana : Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2 /ha) Lt = Luas karang produktif (ha) = ∑ 60 Karakteristik habitat atau presentase tutupan karang hidup, mati, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English dkk, 1997) menggunakan rumus sebagai berikut : (7) Dimana: C = Presentase penutupan lifeform i a = Frekuensi kemunculan lifeform i A = Total lifeform i b. Kelimpahan Ikan Hias Kelimpahan ikan injel napoleon dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan English dkk (1997) sebagai berikut: (8) Dimana: Ni = Kepadatan jenis ikan Ke-i (ekor/m2 /ha) ∑ni = Jumlah individu dari Jenis i A = Luas daerah pengambilan contoh (m2 /ha) Kelimpahan =Ni x Lt (9) Dimana : Ni = Kepadatan jenis ikan ke-i (ekor/m2 /ha) Lt = Luas karang produktif (ha) = ∑
  • 78. 61 2. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Injel Napoleon a. Fekunditas Fekunditas dihitung dengan menggunakan metode gabungan beberapa metode yang ada (Effendie, 1997).Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran butir telur dengan rumus sebagai berikut : = (10) Dimana : F : Fekunditas (butir) G: Berat gonad (g) V : Isipengeceran (mL) Q: Telurcontoh (g) X : Jumlahtelur tiap mL W = a. Lb (11) Dimana : W=berat ikan (g) L = panjang ikan (cm) a dan b = konstanta b. Struktur Ukuran Komposisi ukuran panjang dan panjang berat ikan injel napoleon dianalisis secara deskriptif dalam tabel dan atau grafik dengan satuan prosentase. Untuk membedakan ukuran panjang dan panjang berat
  • 79. 62 diantara lokasi penangkapan dilakukan uji-t dengan menggunakan alat bantu paket program SPSS versi 17.0. c. Penentuan Hubungan Panjang Berat Peningkatan panjang berat ikan (W) pada setiap stadia hidupnya merupakan fungsi dari pertambahan panjangnya (L). Oleh sebab itu, didalam mencari hubungan panjang berat ikan injel napoleon ini dipergunakan rumus umum, yaitu Persamaan di atas dapat ditransformasikan ke persamaan linier dalam bentuk logaritma menjadi: Log W = log a + b log L (12) Persamaan ini digunakan untuk menentukan pertumbuhan relatif. Bila nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat isometric, yaitu pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang. Tetapi jika nilai b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat allometric, yaitu pertambahan berat tidak sebanding dengan pertambahan panjangnya (Ricker, 1975). Untuk mempertegas nilai b sama atau tidak sama dengan 3, maka dilakukan pengujian nilai b dengan uji-t. Thit= ( ) (13) dimana, Sb = simpangan baku dari nilai b. Kriteria dari pengujian ini adalah jika : t hit< t0,05; b = 3, dan t hit> t0,05 ; b ≠ 3. Parameter a dan
  • 80. 63 b diduga menggunakan regresi dan koefisien determinasi (R2 ) menunjukkan hubungan panjang total dengan berat tubuh. Pertumbuhan ikan injel napoleon diasumsikan mengikuti rumus pertumbuhan Von Bertalanffy seperti dinyatakan dalam rumus (Beverton and Holt, 1957) sebagai berikut: Lt = L∞ ( 1 – exp -K (t - to) ) (14) dimana : Lt = panjang ikan (cm) pada waktu berumur t (waktu relatif) L∞ = panjang asimptot ikan (cm) K = koefisien pertumbuhan (per waktu relatif) to = umur teoritis pada saat panjangnya nol (waktu relatif) Untuk memperoleh nilai dugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan K), hasil pendugaan umur mutlak dari analisis otolimetri disubtitusi ke dalam metode plot Gulland dan Holt dalam Sparre dkk. (1987) sebagai berikut : ∆L/∆t = K L∞ - K L (t) (15) Menggunakan L(t) sebagai variable bebas dan ∆L/∆t sebagai variable tidak bebas, persamaan di atas menjadi regresi linier yaitu : ∆L/∆t = a + b . L(t) (16)
  • 81. 64 Parameter K dan L∞ ditentukan dari: K = - b dan L∞ = - a/b Nilai pendugaan “to” dianggap nol. 3. Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon Catch per unit effort (C/f) merupakan indeks kepadatan relatif. Kepadatan ikan injel napoleon dapat diduga dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya dari suatu seri penangkapan. Metode ini dapat digunakan untuk menduga besarnya populasi dimana situasinya tidak praktis untuk mendapat jumlah yang pasti dari individu ikan tersebut dalam satu unit area (Ricker, 1975; Effendie, 1979). Untuk mengetahui upaya tangkapan optimum (Eopt), dihitung menggunakan model FOX. Beberapa persamaan yang diperlukan dalam model ini (Sparre and Venema, 1999) : Hubungan antara CPUE dengan upaya tangkapan (E) : Ln CPUE = a + bE (17) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (E) : (18)
  • 82. 65 4. Tren Prediksi Penawaran Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data-data dalam penelitian ini berdasarkan dimensi waktu, yaitu data time series (runtut waktu) yang diperoleh dari data primer maupun sekunder dari perusahaan ekspotir ikan hias dan asosiasi pengusaha ikan hias. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan prediksi terhadap penawaran injel napoleon adalah dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method) Yudiaroso (2009), Secara umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X. Keterangan : Y : variabel yang dicari trendnya X : adalah variabel waktu (tahun). Untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah : = ( )( ) ( )( ) ( ) (19) = ( ) (20)
  • 83. 66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat dan Kelimpahan Ikan Injel Napoleon Pomacanthus xanthometopon 1. Kondisi Terumbu Karang dan Jumlah Ikan Per Zona a. Kondisi Terumbu Karang Per Zona Kondisi tutupan karang hidup di tiga lokasi yaitu Pulau Liukang Tuppabiring, Liukang Tangaya dan Taka Bonerate masing-masing pada zona terumbu karang disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Rata-rata tutupan karang hidup di wilayah stasiun dan zona 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 flat crest slope flat crest slope flat crest slope Tuppabiring Tangaya Taka Bonerate Rata-ratakaranghidup(%) Wilayah Perairan Penelitian