Morfologi, sifat fisik dan kimia tanah inceptisols dari bahan lakustrin paguy...NurdinUng
The Inceptisols has potential for upland agroculture, but it has problems in the field. Identification and soil characterization was need for mismanagements. Research aimed to indentify the Inceptisols characteristic derived from lakustrine as based of soil managements. Two pedons from Paguyaman of Gorontalo Province were studied both in field and in the laboratory. Twelve soil samples were analyzed for physical and chemical properties. The result of this research showed that the soil morfology of Paguyaman Inceptisols has horizon of arrangement was Ap-Bw and Ap-Bw-Br with different soil depts. Soil matrix color of two pedons dominantly of brown that indicated of B cambic horizon has formed but has not argillic horison. All pedon finded of ocrich epipedons, therefore the soil classify as Typic Eutrudept, fine loamy, smectitic, isohypertermic (PLKS) and Typic Eutrudept, fine, smectitic, isohypertermic (PLKM). Inceptisol was forming way of pedoturbation and lessivage process where done clay and C-organic movements, ground water finded in 100 cm soil depts to half time in a years and base saturation ? 60%. This Inceptisol has loamy of textures, acid until alkalis of soil pH, moderately of nutrient stock and cation exchange capacity moderate until high value. These carracteristics indicated that this soil has potential for food crop cultivations. Therefore, the pedon PLKM more potential than pedon PLKS
Laju infiltrasi dan_permeabilitas_tanah-agustus 2012NurdinUng
Land utility for physic buildings on Gorontalo State University campus I has shown rasing significant trends. Whereas, the land was originally rice field productively and water catchments area. Consequently, its function is reduced due to the infiltration of water hampered. This study aimed to (a) determine the amount of soil infiltration rate, and (b) determine the amount of soil permeability. The study was conducted on six months in the campus 1 Gorontalo State University areas. The equipment consists of Guelph permeameter, rol meter, water bag, stop watch, soil bor and raffia. s, the materials consist of water and soil samples. Infiltration measurements carried out in a transect from the south to the north lines. Measurements will be performed at every five meters with two measurements (0-10 cm and 10-20 cm). On existing lines any building or standing crop, the measurement will be carried out on one side to detect the effect of distance and the soil variability. Parameters observed include water infiltration, and soil permeability. The result of this research shown that infiltration rate (i) and soil permeability (Ks) at campus 1 Gorontalo State University areas classified as very rapid. s, the highest of infiltration rate and soil permeability values was to 140 m distance or point 28 and the lowest was to 170 m distance or point 34.
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011NurdinUng
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Monitoring Sebaran dan Tutupan Komponen Dasar Terumbu Karang Serta Identifikasi Batas Wilayah pada DPL (Daerah Perlindungan Laut) Desa Patikarya di Wilayah Kerja COREMAP II
Kabupaten Selayar
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Luhur Moekti Prayogo
Berdasarkan hasil kajian, wilayah yang berpotensi untuk sebaran habitat dugong di beberapa perairan Pulau Bintan yaitu Desa Berakit, Gunung Kijang, Kawal, dan Malang Temu. Parameter yang paling berpengaruh dalam pemodelan sebaran potensi habitat dugoong ini adalah padang lamun, jarak dari sungai, dan kedalaman laut. Habitat yang sangat mendukung kehidupan duyung ini didominasi oleh vegetasi tutupan rumput laut yang merupakan sumber makanan utama duyung.
Morfologi, sifat fisik dan kimia tanah inceptisols dari bahan lakustrin paguy...NurdinUng
The Inceptisols has potential for upland agroculture, but it has problems in the field. Identification and soil characterization was need for mismanagements. Research aimed to indentify the Inceptisols characteristic derived from lakustrine as based of soil managements. Two pedons from Paguyaman of Gorontalo Province were studied both in field and in the laboratory. Twelve soil samples were analyzed for physical and chemical properties. The result of this research showed that the soil morfology of Paguyaman Inceptisols has horizon of arrangement was Ap-Bw and Ap-Bw-Br with different soil depts. Soil matrix color of two pedons dominantly of brown that indicated of B cambic horizon has formed but has not argillic horison. All pedon finded of ocrich epipedons, therefore the soil classify as Typic Eutrudept, fine loamy, smectitic, isohypertermic (PLKS) and Typic Eutrudept, fine, smectitic, isohypertermic (PLKM). Inceptisol was forming way of pedoturbation and lessivage process where done clay and C-organic movements, ground water finded in 100 cm soil depts to half time in a years and base saturation ? 60%. This Inceptisol has loamy of textures, acid until alkalis of soil pH, moderately of nutrient stock and cation exchange capacity moderate until high value. These carracteristics indicated that this soil has potential for food crop cultivations. Therefore, the pedon PLKM more potential than pedon PLKS
Laju infiltrasi dan_permeabilitas_tanah-agustus 2012NurdinUng
Land utility for physic buildings on Gorontalo State University campus I has shown rasing significant trends. Whereas, the land was originally rice field productively and water catchments area. Consequently, its function is reduced due to the infiltration of water hampered. This study aimed to (a) determine the amount of soil infiltration rate, and (b) determine the amount of soil permeability. The study was conducted on six months in the campus 1 Gorontalo State University areas. The equipment consists of Guelph permeameter, rol meter, water bag, stop watch, soil bor and raffia. s, the materials consist of water and soil samples. Infiltration measurements carried out in a transect from the south to the north lines. Measurements will be performed at every five meters with two measurements (0-10 cm and 10-20 cm). On existing lines any building or standing crop, the measurement will be carried out on one side to detect the effect of distance and the soil variability. Parameters observed include water infiltration, and soil permeability. The result of this research shown that infiltration rate (i) and soil permeability (Ks) at campus 1 Gorontalo State University areas classified as very rapid. s, the highest of infiltration rate and soil permeability values was to 140 m distance or point 28 and the lowest was to 170 m distance or point 34.
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011NurdinUng
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Monitoring Sebaran dan Tutupan Komponen Dasar Terumbu Karang Serta Identifikasi Batas Wilayah pada DPL (Daerah Perlindungan Laut) Desa Patikarya di Wilayah Kerja COREMAP II
Kabupaten Selayar
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Luhur Moekti Prayogo
Berdasarkan hasil kajian, wilayah yang berpotensi untuk sebaran habitat dugong di beberapa perairan Pulau Bintan yaitu Desa Berakit, Gunung Kijang, Kawal, dan Malang Temu. Parameter yang paling berpengaruh dalam pemodelan sebaran potensi habitat dugoong ini adalah padang lamun, jarak dari sungai, dan kedalaman laut. Habitat yang sangat mendukung kehidupan duyung ini didominasi oleh vegetasi tutupan rumput laut yang merupakan sumber makanan utama duyung.
Comparison of Normalized Difference Water Index (NDWI) and Sobel Filter Metho...Luhur Moekti Prayogo
For a country, the existence of a coastline has an important value because it acts as a protection for marine resources and determines maritime boundaries between countries. There are various methods used for coastline analysis, both manual by digitizing and automatic by edge detection. This study compares the Normalized Difference Water Index (NDWI) method with the Sobel filter for coastline extraction in the South Coast of Sampang, Madura using Landsat 8 imagery. The best approach is then applied to the image to determine changes in coastlines from 2015 to 2020. This research shows that visually, the NDWI method produces better edges than the Sobel filter because the resulting lines are close to the original conditions in Landsat 8 or Basemap World Imagery. Sobel filter, the resulting accuracy is not very good. It does not approach field conditions, but this filter has the advantage of a relatively fast processing time because it can use a single band. Then the NDWI value generated in this study has a range of -0.497121 to 0.377046. The first class, which is a non-water body object, has a value of -0.497121 to 0. Then the second class, which is a body of water object, has a value of 0 to 0.377046. The coastline change for five years shows a shift in the coastline with a range of 0.62 to 2.75 meters. The Landsat 8 pixel size is 30 meters, while the shift is only <3 meters. So that this experiment does not show any significant coastline changes. Suggestions for further research: It is necessary to conduct a study using high-resolution imagery to confirm changes in the coastline accurately.
Padang lamun merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem pesisir, selain mangrove
dan karang. Ketiga ekosistem tersebut memiliki peran yang penting dan saling terkait di
wilayah pesisir sehingga kerusakan pada satu ekosistem kemungkinan dapat memberikan
dampak negatif pada ekosistem lainnya. Oleh karena itu, pemantauan ekosistem lamun
cukup penting untuk menunjang keberlanjutan pemantauan kesehatan karang pada program
COREMAP-CTI.
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
Kawasan konservasi laut merupakan areal laut yamg sangat luas yang dikelola dengan sistem zonasi, adapun zonasi tersebut antara lain zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari, zona pemanfaatan komersial terbatas, zona perlindungan ketat habitat dan zona pengembangan kepariwisataan. Tujuan dari makalah ini adalah mengidentifikasi status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi habitat terumbu karang yang merupakan bagian dari zona pemanfaatan zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari di Pulau Rakit dan Pulau Ganteng, Teluk Saleh Kabupaten Subawa Besar. Dengan menggunakan pendekatan survei sosial. Rensponden diambil dari secara purposive sampling dengan jumlah 10 % n+1 dari data total populasi. Alat analisis yang digunakan meliputi alat analisis keuntungan, perimbangan manfaat dan biaya (revenue cost ratio), dan produktifitas kerja. Nilai CPUE masing-masing alat tangkap dominan adalah pancing (650 kg/unit/trip), bubu (1,24 kg/unit/trip), jaring tarik (75 kg/unit/trip), bagan perahu (650 kg/unit/trip), dan rawai (10 kg/unit/trip). Hasil analisis usaha menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan di lokasi penelitian cukup menguntungkan, dimana alat tangkap rawai dasar memiliki tingkat keuntungan yang paling tinggi. Sedangkan alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang memiliki produktifitas kerja paling tinggi.
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...Asramid Yasin
Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/view/24994
Abstract: In Southeast Sulawesi rehabilitation of mangrove areas that have been damaged but in reality not all mangrove rehabilitation activities were successful, this was allegedly caused by a mismatch in the type of mangrove and incompatibility of rehabilitation techniques used with environmental conditions or parameters of the local coastal environment. This study is aimed to analyze the condition of coastal environmental parameters in Bungkutoko island, district of Abeli in rehabilitation proposed of mangrove ecosystem and to find a proper rehabilitation strategy for it can be applied in that area. This study was carried on June to July 2009 in the coastal of Bungkutoko island, Abeli district, Kendari Town. Data in this study is analyzed as descriptively for giving common view of that area. The measurement results of several physical-chemical parameters on the coast of Bungkutoko island at stations I, II and III are suitable for mangrove ecosystem rehabilitation activities, which have a slope of the base: flat and sloping, particle size: small substrate, binding capacity of substrate particles: moderate to loose, confinement coastline: protected and semi protected and open, wave: relatively small, sea level deviation: moderate, tidal type: mixture tends to double daily, current speed: weak, sediment suspension: normal and salinity: 25-35 ppt. Also pay attention to the right planting time on the condition of mangrove tree is in having fruits and calm water condition of sea. And for planting technic is propaguls directly planted to the ground and using seeds on the polybags.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
1. ANALISIS PERSEBARAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 DI ESTUARI PERANCAK BALI
1
ANALISIS PERSEBARAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 DI
ESTUARI PERANCAK BALI
ANALYSIS OF THE DISTRIBUTION OF MANGROVE FOREST ECOSYSTEMS USING LANDSAT - 8 IN ESTUARINE
PERANCAK BALI
Afrinda Dara Kartikasari1
, Bangun Muljo Sukojo1
1
Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111
Email: bangunms@gmail.com
Abstrak
Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,
delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001). Kawasan Estuari Perancak memiliki luasan cukup besar
dengan penggunaan lahan berupa tambak dan hutan mangrove. Wilayah perancak memiliki karakteristik yang khas.
Sebagai sebuah estuari yang kondisi badan airnya dipengaruhi oleh asupan air asin dari Selat Bali dan air tawar dari
sungai yang bermuara didalamnya. Dengan mengintegrasikan teknologi penginderaan jauh menggunakan citra satelit
Landsat-8 diharapkan mampu mempermudah dalam mengkaji pemetaan mangrove. Algoritma yang digunakan
adalah NDVI digunakan untuk menggambarkan tingkat kehijauan suatu jenis mangrove. Penentuan jenis mangrove
dilakukan menggunakan metode transek 10x10m dengan kegiatan menghitung jenis mangrove, mengukur diameter
dan tinggi pohon dan mengambil gambar kanopi pohon mangrove. Untuk pengambilan sampel air dilakukan di 13 titik
pada saat kondisi air laut pasang. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan luas hutan mangrove di Estuari perancak
pada tahun 2015 sebesar 651200 m². Korelasi parameter fisik hidrologi (salinitas, TSS) dengan persebaran hutan
mangrove berdasarkan nilai NDVI didapatkan nilai korelasi berturut-turut adalah 0.7658, dan 0.2902 yang artinya
korelasi antara NDVI dengan salinitas kuat, korelasi antara NDVI dengan TSS sangat rendah. Sehingga jika nilai NDVI
tinggi tidak pasti nilai TSS tinggi pula, hal ini dikarenakan letak penelitian yang dikelilingi oleh sungai dan jarak dari
bibir pantai sepanjang 3133.45 m.
Kata Kunci: Mangrove, Penginderaan Jauh, NDVI, Korelasi.
Abstract
Abstract-Mangrove trees are plants or plant communities that live that lives in intertidal zone that is affected by the
tides. Mangrove ecosystems are found on the shores of shallow bays, estuaries, deltas and coastal areas are
protected (Bengen, 2001). Perancak Estuary region has an area large enough to land use in the form of ponds and
mangrove forests. Perancak region has distinctive characteristics. As a condition estuary water bodies affected by the
intake of salty water from Bali Strait and fresh water from a river that flows therein. By integrating remote sensing
technology using satellite images Landsat 8 is expected to ease in reviewing the mangrove mapping. The algorithm
used is NDVI is used to describe a type of mangrove greenness level. psiognomic mangrove measurement was done
by using transect method 10x10m with counting activities mangrove species, measure the diameter and height of
trees and taking pictures canopy of mangrove trees. For water sampling conducted at 13 points at the time of high
tides condition. Based on the research results, obtained extensive mangrove forests in Perancak Estuary in 2015
amounted to 651 200 m². Correlation of the physical parameters of hydrology (salinity, TSS) with a spread of
mangrove forests based NDVI values obtained correlation values are respectively 0.7658, and 0.2902, which means
the correlation between NDVI with strong salinity, the correlation between NDVI with very low TSS. So if high NDVI
values uncertain TSS higher the value, this is due to the location of the research which is surrounded by the river and
the distance from the shoreline along 3133.45 m.
Keywords: Mangrove, Remote Sensing, NDVI, Correlation.
2. GEOID Vol. 11 No. 01 Agustus 2015 (1-8)
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang
kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah
pantai. Selain menyediakan keanekaragaman
hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga
sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan
menunjang keseluruhan sistem kehidupan di
sekitarnya.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang
semakin cepat, maka kebutuhan hidup manusia
akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya
kebutuhan ini akan menimbulkan tekanan
terhadap sumberdaya alam, dimana
pemanfaatan belum banyak memperhitungkan
kerugian yang berdampak ekologis. Demikian
juga dengan pembangunan wilayah pesisir
sekitar kawasan hutan mangrove, pemanfaatan
wilayahnya biasanya tidak dilakukan dengan
bijaksana dan berwawasan lingkungan.
Kawasan Estuari Perancak memiliki luasan cukup
besar dengan penggunaan lahan berupa tambak
dan hutan mangrove. Total luas di estuari ini
sekitar 876 ha dengan lebih dari 390 ha
merupakan lahan tambak, baik yang masih aktif
maupun yang sudah tidak aktif, serta 78,6 ha
merupakan hutan mangrove (Balai Riset dan
Observasi Kelautan, 2004).
Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Landsat 8 tahun 2015. Landsat 8 memiliki
kemampuan untuk merekam citra dengan resolusi
3 meter, serta dilengkapi oleh 11 kanal yang dapat
mempermudah proses interpretasi persebaran
mangrove di wilayah Estuari Perancak. Hutan
mangrove hidup diwilayah pesisir laut dan sungai
sehingga indeks vegetasi yang digunakan adalah
NDVI yang menggambarkan tingkat kehijauan
suatu jenis mangrove.
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini
adalah mampu mengetahui penyebaran
mangrove di wilayah Estuari Perancak,
mengetahui hidrologi Estuari Perancak yang
dilihat dari parameter fisik (pasang surut, salinitas
dan sedimentasi), dan hubungan antara
persebaran hutan mangrove dengan parameter
hidrologi. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
pengambilan kebijakan dalam pengembangan
mangrove di Estuari Perancak, Bali.
METODOLOGI PENELITIAN
Data Dan Peralatan
- Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Citra satelit Landsat-8
2. Peta rupa bumi Delodbaleagung dan
Munduk skala 1:25000.
3. Data Pasang Surut tahun 2015
4. Data lapangan hasil ground control dan
ground truth
- Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Laptop
2. Kamera Digital
3. GPS Handheld
4. Perangkat lunak pengolah citra
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Estuari
Perancak yang terletak antara 8° 22’ 30” LS
sampai 8° 24’ 18” LS dan 114° 36’ 18” BT sampai
114° 38’ 31,2” BT. Berikut merupakan gambar dari
lokasi penelitian:
Gambar. 1. Lokasi Penelitian Estuari Perancak
(sumber: Nandi, 2011)
Secara garis besar tahapan dari penelitian yang
dilakukan terdiri dari 5 tahapan yaitu tahap
persiapan yaitu identifikasi masalah, studi
literatur dan pengumpulan data, tahap
pengolahan data, tahap analisa dan tahap akhir
berupa penyusunan laporan.
Proses pengolahan data yang dilakukan tertuang
pada diagram alir pengolahan data berikut:
3. ANALISIS PERSEBARAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 DI ESTUARI PERANCAK BALI
3
Koreksi Geometrik
Penentuan Tiik Sampel
dan Ground Control Point
Survei Lapangan
Data Pengamatan
Parameter
Persebaran Mangrove
Data Koordinat
GCP
Citra Landsat 8
Tahun 2015
Hubungan Persebaran Hutan
Mangrove dengan Parameter
Hidrologi
Nilai Spektral
Mangrove
Analisa Persebaran
Mangrove Berdasarkan
Parameter Hidrologi
RMS Error < 1 piksel
dan SOF < 1piksel
Citra Terkoreksi
Ya
Koreksi Radiometrik
Pemotongan Citra
Perhitungan Indeks
Vegetasi (NDVI)
Peta RBI Negara,
Delodbaleagung
dan Munduk skala
1:25.00
Citra bernilai
Indeks Vegetasi
Peta Persebaran Hutan
Mangrove di Estuari
Perancak tahun 2015
dengan skala 1:25.000
Perhitungan Nilai
Penting dan Identifikasi
Hidrologi
Tidak
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data
Penjelasan dari diagram alir pengolahan data
adalah sebagai berikut:
a. Pembetulan citra secara geometrik sehingga
proyeksi peta dan sistem koordinat yang
digunakan sesuai dengan dunia nyata.
Koreksi Geometrik pada citra dengan
bantuan pengambilan titik Ground Control
Point (GCP) dilapangan menggunakan GPS
handheld untuk citra Landsat 8. Titik – titik
GCP lebih dari 4 buah agar nilai RMS Error
yang di dapatkan kurang dari 1 piksel.
Apabila nilai RMS Error masih melebihi nilai 1
piksel maka harus dilakukan koreksi
geometrik ulang, sehingga akan didapatkan
citra yang bergeoreferensi. Dalam melakukan
koreksi geometrik citra tersebut hasil dari
perhitungan SOF (Strenght of Figure) harus
mendekati nol (SOF ≈ 0) dan Root Mean
Square Errors (RMSE) harus lebih kecil dari 1
pixel (RMSE < 1 pixel).
]
b. Koreksi Radiometrik untuk memperbaiki nilai
piksel agar sesuai dengan yang seharusnya
yang biasanya mempertimbangkan faktor
gangguan atmosfer sebagai sumber
kesalahan utama (Soenarmo, 2009). Koreksi
radiometrik pada kedua citra dengan
bantuan nilai digital number mangrove yang
diambil di lapangan menggunakan kamera.
c. Data citra Landsat 8 tahun 2015 dilakukan
cropping sesuai dengan batasan administrasi
Estuari Perancak.
d. Melakukan pengolahan indeks vegetasi NDVI
dengan cara memasukkan algoritma indeks
vegetasi. Kemudian melakukan
pengelompokan indeks vegetasi sesuai
dengan nilai NDVI titik – titik di lapangan.
e. Ground truth ini dilakukan untuk
pengambilan koordinat GCP dilapangan,
pengambilan sampel untuk mengetahui nilai
parameter hidrologi dan unsur ekosistem
mangrove dan pengambilan gambar hutan
mangrove untuk mengetahui nilai digital
number hutan mangrove dan kemudian
dicocokkan dengan nilai pada citra.
f. Perhitungan nilai penting data transek 10 x
10 m dan identifikasi parameter hidrologi.
g. Membuat korelasi persebaran hutan
mangrove dengan parameter hidrologi
menggunakan regresi linier kuadratik antara
nilai penting dengan NDVI dan NDVI dengan
salinitas dan TSS.
h. Membuatan layout peta sesuai dengan
kaidah kartografi. Kemudian didapatkan peta
persebaran hutan mangrove tahun 2015
dengan skala 1:25000.
i. Analisa persebaran mangrove dilihat dari
hidrologi berdasarkan parameter fisik
(pasang surut, salinitas dan sedimentasi).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koreksi
Transverse Mercator (UTM) zona 50 S, dengan
datum World Geodetic System (WGS) 1984.
Ground Control Point (GCP) dipilih pada daerah
persimpangan jalan dan pecabangan sungai. Hal
ini dilakukan karena daerah tersebut lebih
mudah untuk diidentifikasi. Dari hasil
pelaksanaan koreksi geometrik citra satelit tahun
Landsat 8 tahun 2015 menggunakan 13 titik GCP,
nilai kesalahan Root Mean Square (RMS) adalah
0.304967 piksel. Sehingga hal ini telah masuk
toleransi yang disyaratkan yaitu kurang dari 1
piksel (Purwadhi, 2001).
4. GEOID Vol. 11 No. 01 Agustus 2015 (1-8)
4
Gambar 3. Desain Jaring Titik Kontrol Citra
Desain jaring titik-titik GCP diatas kemudian
dilakukan perhitungan Srenght of Figure (SoF)
sebagai berikut:
Jumlah baseline : 30
Jumlah titik : 13
N_ukuran : Jumlah baseline x 3 = 900
N_parameter : Jumlah titik x 3 = 39
U : N_ukuran – N_parameter =51
Strength of Figure = [Trace(AᵀA)ˉᴵ ]/U
= 0.0641
Dari hasil perhitungan nilai kekuatan jaring adalah
0,0641. Dimana semakin kecil bilangan faktor
kekuatan jaringan tersebut di atas, maka akan
semakin baik konfigurasi jaringan dan sebaliknya
(Abidin, 2002).
Nilai SoF yang dihasilkan jaring diatas telah masuk
toleransi yang disyaratkan yaitu kurang dari 1,
sehingga desain jaring SoF dianggap kuat.
Koreksi Radiometrik
Tujuan utama dari kalibrasi radiometrik ini adalah
untuk mengubah data pada citra yang pada
umumnya) disimpan dalam bentuk Digital
Number (DN) menjadi reflectance. Adapun rumus
konversi DN ke reflektan adalah sebagai berikut
(USGS, 2013):
ρλ' = MρQcal + Aρ ...................................(1)
dimana:
ρλ' = Nilai reflektan, tanpa koreksi sudut matahari
Mρ = Faktor multiplicative rescaling setiap
band dari metadata
(REFLECTANCE_MULT_BAND_x,
dimana x adalah nomer band)
Aρ = Faktor additive rescaling setiap band
dari metadata
(REFLECTANCE_ADD_BAND_x, dimana
x adalah nomer band)
Qcal = Nilai Digital Number band
(a) (b)
Gambar 4. (a) Citra sebelum dikonversi, terlihat
masih dalam nilai digital number (b) Citra setelah
dikonversi, telah berubah dalam nilai reflektan
Penentuan Jenis Mangrove
Penelitian ini menggunakan transek yang
berukuran 10 x 10 m sebanyak 13 buah yang
dilakukan pada tanggal 27-28 Februari 2015,
pada bulan ini musim penghujan. Transek ini
digunakan untuk menentukan jenis mangrove
yang dominan dalam satu area.
Dalam satu transek dihitung jumlah pohon per
spesies, diameter pohon setinggi orang dewasa
dan tinggi pohon. Dari data transek kemudian
dihitung nilai basal area tiap jenis, kerapatan
relatif, penutup relatif, frekuensi relatif, dan nilai
penting dalam satu area transek 10 x 10 m
tersebut.
Semakin tinggi nilai penting suatu spesies, maka
semakin besar tingkat penguasaan spesies
tersebut pada daerah tertentu. Besar kecilnya
nilai penting dipengaruhi oleh jumlah individu
yang ditemukan, besar pohon dan ketebalan
hutan mangrove.
Pengambilan sampel air dilakukan pada tanggal 2
Maret 2015 pukul 10.00 – 11.45 WITA pada saat
air laut pasang dengan tujuan sampel yang
diambil benar-benar di lokasi transek.
Pengambilan sampel air untuk mengetahui nilai
salinitas dan TSS. Semua parameter diukur,
dihitung dan dianalisa di Laboratorium Kualitas
Perairan, Bali
Peta Persebaran Hutan Mangrove
Mangrove yang tumbuh diwilayah estuari sangat
berbeda dengan mangrove yang tumbuh didekat
pantai, mangrove estuari memiliki keunikan
tersendiri, terbukti di wilayah Estuari Perancak ini
mangrove tumbuh secara bercampur yang mana
5. ANALISIS PERSEBARAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 DI ESTUARI PERANCAK BALI
5
dalam satu lokasi terdapat 2 sampai 4 jenis yang
berbeda. Jenis mangrove yang paling banyak
ditemukan adalah Rhizophora sp dan spesies
yang paling sedikit adalah Avicennia sp.
Hutan mangrove di wilayah Estuari Perancak
menyebar secara rata dan jenis mangrove yang
mendominasi adalah spesies Rhizophora.
Gambar 5. Persebaran Hutan Mangrove tahun 2015
Luas Hutan Mangrove
Dari hasil klasifikasi hutan mangrove dan hasil
perhitungan jenis mangrove dominan di wilayah
Estuari perancak tahun 2015 diperoleh luasan
sebagai berikut:
Tabel 2. Luas Hutan Mangrove tahun 2015
Jenis Mangrove Luas 2015
Rhizophora apiculata 257400
Avicennia alba 18000
Sonneratia alba 70200
Bruguiera sp 38700
Acrostichum sp 4100
Campuran 262800
Total 651200
Analisa Vegetasi
Dari hasil transek 10 x 10 m di Estuari Perancak
terdapat 7 jenis mangrove, yaitu Avicennia,
Sonneratia, Bruguiera, Rhizophora, Nypa,
Acrostichum aureum, Acanthus dengan luas hutan
mangrove sebesar 110.500 m².
Analisa Pola Hidrologi
Wilayah perancak memiliki karakteristik yang
khas. Sebagai sebuah estuari yang kondisi badan
airnya dipengaruhi oleh asupan air asin dari Selat
Titik
Jenis
mangrove
dominan
Jenis
mangrove
yang
ditemukan
Kerapatan
Relatif
Spesies (%)
Penutup
Relatif
Spesies
(%)
Frekuensi
Relatif
Area per
Spesies
(%)
Nilai
Penting
Speies
(%)
1 Rhizophora Rhizophora 94 67.744 93.506 254.757
Avicennia 6 32.256 6.494 45.243
2 Avicennia Avicennia 64 99.519 63.636 227
Rhizophora 36 0.48 36.364 73.208
3 Sonneratia Bruguiera 49 2.071 48.979 100.031
Rhizophora 4 0.012 3.947 8
Avicennia 26 33.576 26.316 86
Sonneratia 5 63.019 5.263 74
Xylocarpus 1 0.091 1.316 3
4 Rhizophora Rhizophora 88 12.254 88.095 188
Sonneratia 5 52.606 4.762 62
Avicennia 7 35.139 7.143 49
5 Rhizophora Rhizophora 7 52.309 7.143 67
Avicennia 23 47.691 23.077 94
6 Rhizophora Rhizophora 100 100 100 300
7 Bruguiera Bruguiera 45 99.235 45.455 190
Acanthus 55 0.765 54.545 110
8 Acrostichum Acrostichum 100 100 100 300
9 Nypa Nypa 100 100 100 300
10 Bruguiera Avicennia 2 73.159 1.852 77
Bruguiera 67 18.149 66.667 151
Rhizophora 31 8.691 31.481 72
11 Rhizophora Rhizophora 100 100 100 300
12 Rhizophora Rhizophora 100 100 100 300
13 Rhizophora Rhizophora 100 100 100 300
Tabel 1. Hasil Perhitungan untuk Menentukan Jenis Mangrove Dominan
6. GEOID Vol. 11 No. 01 Agustus 2015 (1-8)
6
Bali dan air tawar dari sungai yang bermuara
didalamnya, Estuari Perancak berfluktuasi sesuai
dengan kondisi kedua sumber asupan tersebut.
Sumber asupan air tawar utama berasal dari 3
sungai utama yaitu Sungai Ijo Gading, Sungai
Samblong, dan Sungai Yeh Kuning.
Hutan bakau di wilayah Estuari Perancak tumbuh
di atas lumpur tanah liat bercampur dengan
bahan organik. Pada wilayh ini tidak ada substrat
lumpur yang mengandung pasir atau pecahan
karang karena lokasi penelitian bukan di dekat
pantai-pantai tetapi di wilayah estuari yang
dikelilingi oleh sungai – sungai.
Wilayah Estuari perancak bertipe pasang surut
campuran condong ke harian ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal) yang artinya dalam satu
hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara
waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
Pasang surut jenis ini juga terjadi di Selat
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Tinggi muka air laut (MSL) di Pelabuhan Perikanan
Pengambengan, Bali sebesar 141,8 cm (Latifah,
2008). Mangrove tergenang dua kali dalam 1 hari
dengan lama genangan 1 sampai 2 jam dilihat dari
data pasang surut pengambengan.
Tingkat sedimentasi di Estuari Perancak cukup
tinggi, hal ini terlihat dari banyaknya komunitas
mangrove yang mulai tumbuh di daerah hasil
sedimen sehingga terlihat seperti ada pulau baru
di wilayah tersebut, hal ini dapat diperjelas
dengan hasil laboratoriun TSS di Estuari Perancak
tabel 3.
Tabel 3. Data TSS Hasil Penelitian di Estuari Perancak
pada saat pasang dibandingkan terhadap Baku Mutu
untuk Biota Laut
Nama
Titik
Koordinat
Jenis
mangrove
dominan
TSS
(mg/L)
Baku
Mutu Ket
X Y
1 239135.65 9071372.67 Rhizophora 29 80 Ya
2 238975.57 9071498.66 Avicennia 8 80 Ya
3 238808.59 9071165.75 Sonneratia 15 80 Ya
4 238761.58 9071640.29 Rhizophora 18 80 Ya
5 238650.19 9071927.58 Rhizophora 20 80 Ya
6 238510.37 9071864.08 Rhizophora 195 80 Tidak
7 238678.34 9073170.63 Bruguiera 11 80 Ya
8
238664.67 9073045.41
Acrostichum
Aureum 19 80 Ya
9 238609.17 9072513.79 Nypa 91 80 Tidak
10 238705.97 9072090.86 Bruguiera 28 80 Ya
11 238384.92 9071109.35 Rhizophora 14 80 Ya
12 238362.97 9070921.99 Rhizophora 516 80 Tidak
13 238133.95 9070861.09 Rhizophora 97 80 Tidak
Keterangan: Baku Mutu untuk Biota Laut (Mangrove) berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.51
Tahun 2004
Menurut Onrizal (2005) vegetasi mangrove
merupakan tumbuhan resisten terhadap garam
(salt-resistant plants) mampu memelihara
pertumbuhannya dalam kondisi cekaman
osmotik. Salinitas mempengaruhi penzonasian
mangrove melalui perbedaan perakaran setiap
spesiesnya. Walupun kondisi salinitas di lokasi
penelitian antara 1-22 ppt, mangrove dapat
tumbuh baik dilokasi tersebut terutama jenis
Rhizophora yang mendominasi.
Salinitas akan terus meningkat nilainya dari muara
ke arah laut. Wilayah perairan estuaria daerah
tropis dikenal tinggi produktivitasnya karena
mempunyai kandungan zat hara yang tinggi dalam
air pori (Patriquin, 1992). Hasil pengamatan
salinitas pada 13 titik pengamatan yang diambil
pada saat pasang menujukkan nilai salinitas
mempunyai nilai berkisar antara 1-2 ppt.
Rendahnya nilai salinitas diduga dipengaruhi
adanya musim penghujan yang mana lebih banyak
mendapat asupan dari air hujan daripada air laut.
Nilai salinitas dilokasi penelitian sesuai dengan
baku mutu air laut menurut kepmen LH No.51
tahun 2004 yaitu nilai salinitas ideal untuk
mangrove sampai dengan 34 ppt dan
diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan
<5 ppt salinitas rata-rata musiman
Tabel 4. Data Salinitas Hasil Penelitian di Estuari
Perancak pada saat pasang dibandingkan terhadap
Baku Mutu untuk Biota Laut
Nama
Titik
Koordinat
Jenis
mangrove
dominan
Salinitas
(ppt)
Baku
Mutu
Ket
X Y
1 239135.65 9071372.67 Rhizophora 11 s/d34 Ya
2 238975.57 9071498.66 Avicennia 9 s/d34 Ya
3 238808.59 9071165.75 Sonneratia 21 s/d34 Ya
4 238761.58 9071640.29 Rhizophora 20 s/d34 Ya
5 238650.19 9071927.58 Rhizophora 14 s/d34 Ya
6 238510.37 9071864.08 Rhizophora 22 s/d34 Ya
7 238678.34 9073170.63 Bruguiera 1 s/d34 Ya
8
238664.67 9073045.41
Acrostichum
Aureum
1
s/d34 Ya
9 238609.17 9072513.79 Nypa 12 s/d34 Ya
10 238705.97 9072090.86 Bruguiera 10 s/d34 Ya
11 238384.92 9071109.35 Rhizophora 18 s/d34 Ya
12 238362.97 9070921.99 Rhizophora 21 s/d34 Ya
13 238133.95 9070861.09 Rhizophora 16 s/d34 Ya
Keterangan: Baku Mutu untuk Biota Laut (Mangrove) berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.51
Tahun 2004
7. ANALISIS PERSEBARAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 DI ESTUARI PERANCAK BALI
7
Hubungan Nilai NDVI dengan Parameter
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur
kekuatan asosiasi (hubungan) linear antara dua
variabel. Untuk menentukan korelasi antar
variabel menggunakan metode regresi linier
kuadratik. Metode regresi linier kuadratik ini
digunakan untuk mengetahui hubungan antar
variabel yang memiliki banyak parameter.
Tabel 5. Nilai indeks vegetasi dan parameter tahun
2015
Nama
Titik
Jenis
mangrove
dominan
NDVI
Parameter
Salinitas
(ppt)
TSS
(mg/L)
1 Rhizophora 0.641874 11 29
2 Avicennia 0.260178 9 8
3 Sonneratia 0.759335 21 15
4 Rhizophora 0.770907 20 18
5 Rhizophora 0.831185 14 20
6 Rhizophora 0.805049 22 195
7 Bruguiera 0.460387 1 11
8
Acrostichum
Aureum
0.407634 1 19
9 Nypa 0.617120 12 91
10 Bruguiera 0.686399 10 28
11 Rhizophora 0.833129 18 14
12 Rhizophora 0.687272 21 516
13 Rhizophora 0.613140 16 97
Korelasi hidrologi yang dilihat dari parameter fisik
(salinitas dan TSS) dengan persebaran hutan
mangrove (NDVI) didapatkan nilai korelasi
berturut-turut adalah 0.7658 dan 0.2902 yang
artinya korelasi antara NDVI dengan salinitas kuat
sedangkan korelasi ndvi dengan nitrat sangat
rendah. Jadi jika nilai NDVI tinggi, maka nilai
salinitas juga semakin tinggi. Akan tetapi jika nilai
NDVI tinggi belum tentu nilai TSS tinggi pula.
Hasil perhitungan dijelaskan dalam bentuk grafik
dan dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.
Gambar 6. Grafik hubungan NDVI dengan
Salinitas
Gambar 7 Grafik hubungan NDVI dengan TSS
Nilai hubungan antara NDVI dengan TSS yang
rendah ini dipengaruhi oleh bentuk morfologi
hutan mangrove yang dikelilingi oleh sungai tidak
berhadapan langsung dengan laut yang mana
mendapat hutan mangrove mendapat asupan
nutrisi tidak hanya dari air laut tetapi oleh air
sungai juga, terlebih lagi pengambilan sampel
dilakukan pada saat musim hujan dan pada saat
kondisi air laut pasang dipastikan akan
mempengaruhi hasil parameter nitrat.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
bahwa Persebaran hutan di Estuari perancak dari
tahun 2007 sampai tahun 2015 meningkat. Pola
hidrologi di wilayah Estuari Perancak dari tahun
2007 sampai tahun 2015 mengalami perubahan
yang tinggi dengan ditemukannya bentukan
sedimen-sedimen baru hasil dari sedimentasi
yang ditumbuhi vegetasi mangrove. Korelasi
hidrologi berdasarkan parameter fisik (salinitas
dan TSS) dengan persebaran hutan mangrove
berdasarkan nilai NDVI didapatkan nilai R²
berturut-turut adalah 0.5864 dan 0.0842 yang
artinya korelasi antara NDVI dengan salinitas
sedang, korelasi antara NDVI dengan TSS sangat
rendah. Sehingga jika nilai NDVI tinggi tidak pasti
nilai parameter hidrologi tinggi, dikarenakan letak
penelitian yang dikelilingi oleh sungai dan jarak
dari bibir pantai sepanjang 3133.45 m. Parameter
yang berhubungan erat dengan ndvi yaitu
salinitas.
8. GEOID Vol. 11 No. 01 Agustus 2015 (1-8)
8
Saran
Sebagai saran guna penelitian selanjutnya, untuk
perolehan luas hutan mangrove yang lebih baik,
pemilihan citra hendaknya yang bebas atau minim
dari tutupan awan dan menggunakan citra dengan
resolusi spasial lebih tinggi dikarenak akan sangat
mempengaruhi terhadap hasil perhitungan.
Pengambilan data lapangan sebaiknya memiliki
waktu yang tidak terlalu jauh dengan data citra
sehingga diperoleh ketelitian hasil yang lebih baik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Balai
penelitian dan observasi Laut (BPOL) selaku
instansi pebimbing dan pengambilan data
lapangan, serta Center of Remote Sensing and
Ocean Science (CRESOS) yang telah memberikan
data citra satelit guna mendukung keberhasilan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2004.
Pengembangan Teknologi Struktur Lunak
(Greenbelt) untuk Perlindungan Pantai.
Laporan Antara. DKP: Pusat Riset
Teknologi Kelautan. Balai Riset dan
Observasi Kelautan.
Soenarmo, S.H., (2009), Penginderaan Jauh Dan
Pengenalan Sistem Informasi Geografi
Untuk Bidang Ilmu Kebumian, Institut
Teknologi Bandung (ITB).
Purwadhi, F. dan Hardiyati, S. 2001. Interpretasi Citra
Digital. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Abidin, H. Z. 2002. Penentuan Posisi dengan GPS dan
Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramitha.
USGS. 2013. <URL:
http://Landsat.usgs.gov/band_designatio
ns_ Landsat_satellites.php>. Dikunjungi
tanggal 22 April 2015, jam 12:02.
Latifah N., M. Yusuf, I. B. prasetyawan. 2008. Studi
Hidrodinamika dan Kualitas Perairan di
Pelabuhan Perikanan Pengambengan –
Bali. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang