2. Prospek Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasca PP
Nomor 38 dan 41 Tahun 2007
(123) + viii halaman, 2007
1. Organisasi Perangkat Daerah 2. Urusan Pemerintahan
Editor :
Koordinator : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Anggota : Dr. Meiliana, SE.,MM
Siti Zakiyah, S.Si.
Said Fadhil, S.IP
Diterbitkan Oleh :
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 7 TAHUN 1987
Pasal 44
(1) Barangsiapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratusjutarupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (limapuluhjutarupiah)
3. Kata Pengantar
Buku ini merupakan proceeding dari hasil Rakor Kajian "Prospek
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasca PP 38 dan 41 Tahun 2007" yang
diselenggarakan oleh PKP2A III LAN Samarinda. Rakor ini didasari oleh
pemikiran bahwa dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan diharapkan
pemerintah daerah baik pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota mampu
mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas,
serta meningkatkan partisipasimasyarakat agar tujuan otonomidapat tercapai.
Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun
2004 maka pemerintahan daerah mendapatkan peluang sekaligus tantangan
untuk menjalankan fungsi pemerintahannya. Dalam rangka melaksanakan
restructuring dan repositioning organisasi pemerintah daerah maka berbagai
pertimbangan harus dipikirkan secara matang mengacu pada kewenangan yang
dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Realisasi pelaksanaan
otonomi daerah itu salah satunya adalah dengan melakukan pemetaan terhadap
urusan yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari peta
urusan yang dirumuskan diharapkan akan menghasilkan sebuah penataan
susunan organisasi pemerintahan daerah yang lebih efisien dan efektif meliputi
semuaperangkat daerah.
Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini
ialah birokrasi yang secara fisik organisasional kecil tetapi secara kualitatif
kapasitasnya besar atau yang selama ini dikenal dengan "ramping struktur kaya
fungsi". Disamping itu terdapat konsep baru yang diperkenalkan yaitu "money
follows function" dimana anggaran yang dialokasi dipatokan dengan fungsi yang
dimiliki oleh lembaga tersebut. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi
hukum Parkinson Effect yang menyebutkan bahwa organisasi dari waktu ke waktu
cenderungmenggemukkan dirinyasendiri.
Dengan pola pikir diatas, maka lahirnya PP No. 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah memegang peran yang sangat penting dalam kerangka untuk
mewujudkan good local governance. Sehubungan dengan hal itu salah satu upaya
yang dilakukan oleh pemerintah pusat adalah menetapkan pembagian urusan
-Iii-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
4. Pusat - Daerah serta pedoman organisasi perangkat daerah yang diharapkan
mampumemberdayakan masyarakat.
PP No. 41/2007 telah memberi pedoman terinci mengenai penataan
organisasi perangkat daerah, PP No. 38/2007 relatif masih bersifat umum dalam
mengatur aspek kewenangan atau urusan pemerintahan. Padahal, secara logika
penataan urusan selalu mendahului proses penataan kelembagaan. Faktanya,
saat ini banyak daerah yang lebih berkonsentrasi dalam rencana implementasi PP
No. 41/2007. Jika format kelembagaan ditetapkan tanpa memperhitungkan
dimensi urusan, maka akan terjadi kemungkinan lembaga yang baru tadi tidak
mampu secara efektif menjalankan urusan yang ada. Kemungkinan lain, ada
beberapa urusan yang mungkin tidak terwadahi dalam struktur kelembagaan
perangkat daerah. Dengan kata lain, kondisi tadi menggambarkan adanya
diskoneksiantara dimensiurusandengan dimensikelembagaan.
Dalam hal mendesain organisasi perangkat daerah, struktur organisasi
perlu didesain secara benar. Hal tersebut menjadi krusial karena di dalam struktur
organisasi terdapat peraturan-peraturan, tugas dan hubungan kewenangan yang
bersifat formal yang mengatur bagaimana orang bekerjasama dan menggunakan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi (Mintzberg, 1993).
Pendapat lain mengatakan bahwa struktur merupakan pembagian,
pengelompokkan, danpengkoordinasiantugas secaraformal(Robbins, 1995).
Substansi PPNo. 41/2007 secara umum disambut baik oleh daerah karena
tidak berimplikasi pada perampingan organisasi perangkat daerah. Bahkan
untuk daerah-daerah yang masuk dalam tipologi "A", mendapat peluang untuk
membentuk dan/atau menambah perangkat daerah baru, baik berupa Dinas
maupun Lembaga Teknis Daerah (LTD). Konsekuensi logis dari penambahan
perangkat daerah baru (jika dilakukan) tentu saja membengkaknya belanja
aparatur disatu pihak, dan berkurangnya belanja pembangunan atau belanja
publik di pihak lain. Jika hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa PP No. 41
Tahun 2007 tidak pro-publik. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal itu,
perlu dikembangkan mekanisme konvensi atau konsensus antara pemerintah
Pusat dan Daerah, bahwa untuk daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) yang
jumlah / besaran perangkat daerahnya saat ini (existing condition) berada dibawah
standar maksimal yang diatur dalam PPNo. 41/2007, maka tidak perlu menambah
lagi jumlah / besaran organisasinya. Namun untuk daerah yang jumlah perangkat
-Iv-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
5. daerahnya lebih besar atau lebih banyak dari standar yang diatur dalam PP No.
41/2007, maka harus menyesuaikan dengan ketentuan.
Reformasi birokrasi tidak dipungkiri, penataan organisasi agar terus
berlanjut permasalahannya. Berkaitan dengan Perda kewenangan idealnya Perda
urusan dulu baru kelembagaan tapi kenyataannya dilapangan perlu dingat
bahwa pembentukan Perda hal ini memerlukan waktu pemikiran yang panjang
sedangkan pemantauan organisasi berdasarkan PP No.41/2007 sangat terbatas,
bisa disosialisasi dengan Perda antara penyusunan Perda urusan dengan Perda
kewenangan asal terjalinnya komunikasi. Pola kerjasama dalam penyelenggaraan
urusan daerah akan lebih sangat efisien terutama jika dilihat manfaatnya kepada
masyarakat. Penempatan organisasi dalam jabatan di dasarkan pada kepentingan
politik terutama saat terjadi pergantian pimpinan daerah. Permasalahan yang
muncul adanya ego - ego lokal di daerah, sehingga sulit menggabungkan
kebutuhan padahal setiap daerah sudah mempunyai kebutuhan PP atau UU
jangan hanya sekedar proyek yang tidak berumur panjang. Dengan pola
kerjasama maka akan efisien namun ada kepentingan politik/birokrasi
mengalahkan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 dapat memberikan
gambaran dan proyeksi mengenai penyelenggaraan kepemerintahan baik
provinsi maupun kota dan kabupaten. Untuk menghasilkan deskripsi tentang
prospek dan proyeksi pemerintah daerah masa depan maka PKP2A III LAN
Samarinda menggelar Rapat Koordinasi Bidang Pemerintahan dan Organisasi
untuk memprediksi penyelenggaraan pemerintahan di daerah pasca penetapan
PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007. Dalam tahap implementasinya dari Rakor ini
juga diharapkan nantinya dapat mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi
olehdaerah.
Selain itu, sepanjang memungkinkan, mekanisme Rakor juga akan
diarahkan untuk dapat mengidentifikasikan kebutuhan awal terhadap model
penataan organisasi perangkat daerah yang dapat diaplikasikan secara umum
oleh organisasi perangkat daerah, baik Provinsi, Kabupaten, maupun Kota di
Indonesia. Berbagai pemikiran dan konsep yang dapat dihasilkan dari Rakor ini
selanjutnya akan disistematisasi menjadi agenda program kajian dan
pengembangan (research and development) pada lingkup administrasi negara dan
-V-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
6. manajemen pemerintahan.Agenda ini dapat berupa kegiatan penelitian, asistensi
/ pendampingan, advokasi / konsultansi, bimbingan teknis, dan sebagainya.
Mengingat berbagai pertimbangan diatas, maka kebijakan mengenai PP No.
38/2007 dan PP No. 41/2007 merupakan acuan untuk pemerintah provinsi, kota
dan kabupaten untuk mengembangkan mekanisme kepemerintahan menuju good
localgovernance.
Akhir kata, kami menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih sangat
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat
kami nantikan dengan tangan dan hati terbuka lebar. Walaupun kami sadar
bahwa buku ini masih sangat dangkal, kami tetap berharap bahwa karya
sederhanaini dapat menghasilkan manfaat yang optimalbagi bangsa dannegara.
Samarinda, Agustus 2007
Tim Penyusun
-Vi-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
7. DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................... Iii
Daftar Isi ............................................................................................................... vii
Daftar Tabel .......................................................................................................... ix
Daftar Gambar ..................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................ 3
C. Peserta dan Nara Sumber ............................................................ 4
D. Materi / Pokok Bahasan ............................................................... 5
BAB II Dr. Meiliana, SE.,MM: "IMPLIKASI DAN DAMPAK
PENERAPAN PP NO. 38 dan 41 TAHUN 2007" .......................... 6
BAB III Drs. Haris Faozan, M.Si: "KONSEP DASAR DESAIN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH" .................................... 13
A. Alasan Mendesain Organisasi Perangkat Daerah ................... 13
B. Memahami Konsep Desain Organisasi ..................................... 16
C. Memahami Unsur-Unsur Organisasi dan Dimensi-Dimensi
Struktur Organisasi ...................................................................... 17
D. Fase-Fase Mendesain Organisasi ............................................... 24
BAB IV Drs. Haris Faozan, M.Si: "PERSPEKTIF HISTORIS
KEBIJAKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH" ........... 29
A. PP No. 84 Tahun 2000 .................................................................. 29
B. PP No.8 Tahun 2003 ..................................................................... 31
C. Muatan Penting Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 ... 33
D. Organisasi Perangkat Daerah Menurut Kebijakan Negara .... 42
E. Kebijakan Pemerintah Yang Perlu Dipertimbangkan ............. 48
F. Merumuskan Tugas dan Fungsi Organisasi Perangkat
Daerah ............................................................................................ 54
-Vii-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
8. BAB V Tim Penataan OPD Provinsi Kaltim: "NASKAH AKADEMIS
(ACADEMIC PAPER) PENATAAN KELEMBAGAAN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR" ................................................................. 59
DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 113
LAMPIRAN
1. Formulir Potensi Permasalahan dan Kebutuhan Program
Pengembangan Kapasitas di Daerah Pasca Pemberlakuan PP
No. 38 tahun 2007 dan PP No. 41 Tahun 2007 ........................................... 115
2. Slide Presentasi Drs. Joni Dawud, DEA: "Prospek Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Pasca PP 38 dan PP 41 Tahun 2007" ..................... 119
-Viii-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
9. Daftar Tabel
Tabel 2.1. Penetapan Variabel BesaranOrganisasi Perangkat
Daerah Provinsi.......................................................................... 10
Tabel 2.2. Penetapan Variabel BesaranOrganisasi Perangkat
Daerah Kabupaten ..................................................................... 11
Tabel 2.3. Penetapan Variabel BesaranOrganisasi Perangkat
Daerah Kota ................................................................................ 11
Tabel 3.1. DimensiOrganisasi, Sub Dimensi,danIndikator
Evaluasinya................................................................................ 23
Tabel 4.1. SusunanOrganisasiPerangkat Daerah DalamPPNo.8
Tahun 2003.................................................................................. 33
Tabel 4.2. Perhitungan ScoringdanBesaranOrganisasi
Perangkat Daerah Provinsi danPerangkat Daerah
Kabupaten/Kota ......................................................................... 34
Tabel 4.3. SusunanOrganisasiPerangkat Daerah Provinsi ................... 35
Tabel 4.4. SusunanOrganisasiPerangkat Daerah Kabupaten / Kota .... 36
Tabel 4.5. Perbandinga EselonPerangkat DaerahProvinsiAntara
RPPdanPPNo.8Tahun 2003 .................................................... 38
Tabel 4.6. Perbandingan EselonPerangkat DaerahKabupaten /
KotaAntara RPPdanPPNo.8 Tahun 2003.............................. 39
Tabel 5.1 JenisBarang danTingkat IntervensiPemerintah ................... 76
Tabel 5.2. PerbandinganAlternatif Kelembagaan UrusanOlahraga .... 80
-Ix-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
10. Daftar Gambar
Gambar 3.1. LimaUnsurOrganisasi........................................................ 18
Gambar 3.2. OrganizationDesign Phases ................................................... 25
Gambar 3.3. Design Decision-MakingFramework.................................... 27
Gambar 4.1. AlurPenyusunan Tujuan,Tugas, Fungsi dan
DeskripsiTugas .................................................................... 58
Gambar 5.1. SixBasicParts ofThe Organization........................................ 63
Gambar 5.2. McKinsey7-SFramework.................................................... 65
Gambar 5.3. AlurPenalaran Strategis Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan danKebutuhan Kelembagaan
(PriorOptionReview) ............................................................. 73
Gambar 5.4. Klasifikasibarang Publik danBarang Priva...................... 74
-X-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
11. Bab I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun
2004 maka pemerintahan daerah mendapatkan peluang sekaligus tantangan
untuk menjalankan fungsi pemerintahannya. Dalam situasi tersebut pemerintah
daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota diamanatkan untuk mampu
mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
serta meningkatkan partisipasi masyarakat agar tujuan otonomi dapat tercapai.
Dalam konteks manajemen pemerintahan daerah, rincian urusan yang jelas serta
format organisasi perangkat daerah yang efektif merupakan 2 (dua) hal krusial
yang tidak bisa diabaikan keberadaannya dalam rangka mengemban amanah
dimaksud.
Dengan pola pikir diatas, maka lahirnya PP No. 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah memegang peran yang sangat penting dalam kerangka untuk
mewujudkan good local governance. Sehubungan dengan hal itu salah satu upaya
yang dilakukan oleh pemerintah pusat adalah menetapkan pembagian urusan
Pusat - Daerah serta pedoman organisasi perangkat daerah yang diharapkan
mampumemberdayakan masyarakat.
Dalam rangka melaksanakan restructuring dan repositioning organisasi
pemerintah daerah maka berbagai pertimbangan harus dipikirkan secara matang
mengacu pada kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Realisasi pelaksanaan otonomi daerah itu salah satunya
adalah dengan melakukan pemetaan terhadap urusan yang dimiliki oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari peta urusan yang dirumuskan
diharapkan akan menghasilkan sebuah penataan susunan organisasi
pemerintahan daerah yang lebih efisien dan efektif meliputi semua perangkat
daerah.
Ditinjau dari sejarah perkembangan kelembagaan pemerintah,
kemungkinan dinamisasi bentuk-bentuk organisasi pemerintah sangat
-1-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
12. dipengaruhi oleh peta urusan yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Selain itu bisa juga dipengaruhi oleh perkembangan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Hal-hal demikian tentunya telah menimbulkan keanekaragaman
baik dari sisi jumlah, bentuk, besaran unit dibawahnya maupun nomenklatur
organisasi yang berada dalam naungan perangkat daerah sesuai dengan peta
urusanyang dimiliki.
Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini
ialah birokrasi yang secara fisik organisasional kecil tetapi secara kualitatif
kapasitasnya besar atau yang selama ini dikenal dengan "ramping struktur kaya
fungsi". Disamping itu terdapat konsep baru yang diperkenalkan yaitu "money
follows function" dimana anggaran yang dialokasi dipatokan dengan fungsi yang
dimiliki oleh lembaga tersebut. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi
hukum Parkinson Effect yang menyebutkan bahwa organisasi dari waktu ke
waktu cenderungmenggemukkan dirinyasendiri.
Dalam mana mendesain organisasi perangkat daerah, struktur organisasi
perlu didesain secara benar. Hal tersebut menjadi krusial karena di dalam
struktur organisasi terdapat peraturan-peraturan, tugas dan hubungan
kewenangan yang bersifat formal yang mengatur bagaimana orang bekerjasama
dan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi
(Mintzberg, 1993). Pendapat lain mengatakan bahwa struktur merupakan
pembagian, pengelompokkan, dan pengkoordinasian tugas secara formal
(Robbins, 1995).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur
organisasi merupakan peta formal yang menunjukkan pembagian dan
pengelompokan tugas, serta pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan dalam
suatu organisasi. Semakin kompleks struktur organisasi semakin dibutuhkan
koordinasi, kontrol dan komunikasi yang intensif diantara organisasi yang ada
sehingga para pimpinan bisa memastikan bahwa setiap unit dapat bekerja dengan
baik. Oleh karena itu, dalam mendesain organisasi pemerintahan daerah hal-hal
seperti pembagian dan pengelompokan tugas, serta pengkoordinasian kegiatan
perlu diperhatikan denganbaik.
Selain beberapa hal di atas, dalam mendesain organisasi perangkat
daerah perlu memperhatikan munculnya berbagai perubahan paradigma dalam
-2-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
13. penyelenggaraan pemerintahan daerah, misalnya dalam hal pembagian urusan
pemerintahan. Oleh karenanya skenario desentralisasi apapun yang akan dipilih
pemerintah, akan membawa konsekuensi terhadap perubahan organisasi
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pemerintah pusat akan lebih
banyak berfungsi sebagai steering yang akan meliputi kegiatan-kegiatan
perumusan kebijakan nasional, perencanaan nasional dan pengendalian.
Sedangkan pemerintahan daerah akan memiliki fungsi rowing atau fungsi
operasionaldanpelayanan kepada masyarakat.
Seiring dengan hal tersebut, organisasi pusat akan semakin ramping dan
organisasi daerah otonom akan berkembang seirama dengan kebutuhan daerah
masing-masing. Desain organisasi pemerintahan daerah ke depan akan lebih
efektif apabila penataannya didesentralisasikan sesuai dengan kewenangan yang
didelegasikan kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Namun
demikian perlu adanya koridor yang jelas dari pemerintah pusat terkait dengan
penataan kelembagaan pemerintahan daerah. Dengan demikian, maka
pemerintahan daerah dapat menerjemahkan dalam bentuk penataan
kelembagaannyasecaralebih baik.
Dengan diterbitkannya PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, maka pemerintah daerah
memiliki kembali acuan dalam penataan organisasi perangkat daerahnya yang
sempat kosong beberapa lama. Tetapi meskipun demikian, penataan organisasi
perangkat daerah tetaplah bukan hal yang gampang dan sederhana. Banyak hal
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan agar penataan organisasi
perangkat daerah mampu menghasilkan kinerja optimal. Sehubungan dengan hal
tersebut, Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur (PKP2A III-LAN)
Samarinda memandang perlu untuk menyelenggarakan Rakor Kajian bidang
Pemerintahan danOrganisasi.
B. TUJUAN
Rakor Kajian bidang Pemerintahan dan Organisasi ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang prospek dan proyeksi penyelenggaraan
pemerintahan di daerah pasca penetapan PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007.
Untuk dapat menghasilkan deskripsi tentang prospek dan proyeksi pemerintah
-3-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
14. daerah masa depan tadi, maka Rakor ini juga diharapkan dapat
mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi daerah dalam tahap
implementasi PPNo. 38 dan 41 Tahun 2007, langkah-langkah kebijakan yang telah
dan akan dilaksanakan, serta kebutuhan program pengembangan kapasitas
dalam mewujudkan mewujudkan sosok pemerintahan daerah yang benar-benar
efektif, efisien,akuntabel, danberkinerja tinggi.
Selain itu, sepanjang memungkinkan, mekanisme Rakor juga akan
diarahkan untuk dapat mengidentifikasikan kebutuhan awal terhadap model
penataan organisasi perangkat daerah yang dapat diaplikasikan secara umum
oleh organisasi perangkat daerah, baik Provinsi, Kabupaten, maupun Kota di
Indonesia.
Berbagai pemikiran dan konsep yang dapat dihasilkan dari Rakor ini
selanjutnya akan disistematisisasi menjadi agenda program kajian dan
pengembangan (research and development) pada lingkup administrasi negara dan
manajemen pemerintahan.Agenda ini dapat berupa kegiatan penelitian, asistensi
/ pendampingan,advokasi/ konsultansi,bimbingan teknis, dansebagainya.
Meskipun dapat dijadikan sebagai media penyamaan persepsi antar
aktor pemerintahan di tingkat daerah, namun Rakor ini tidak dimaksudkan
sebagai kegiatan sosialisasi terhadap substansi dan rencana penerapan PP No.
38/2007 dan PP No. 41/2007. Rakor ini lebih diarahkan untuk menganalisis
dan/atau mengelaborasi tingkat kesiapan daerah dalam penerapan kedua PP
tersebut, kemungkinan kesulitan dan permasalahan yang timbul, pilihan-pilihan
strategi yang dapat dipilih Daerah untuk mengantisipasi permasalahan, dan
sebagainya.
C. PESERTADANNARASUMBER
Rakor Kajian bidang Pemerintahan dan Organisasi ini diharapkan dapat
diikuti oleh jajaran instansi pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di
wilayah Kalimantan, khususnya yang membidangi urusan pemerintahan (Bagian
Tata Prajaatau Pemerintahan, danBagian OrganisasidanTata Laksana).
Sedangkan Nara sumber dalam Rakor Kajian bidang Pemerintahan dan
Organisasi ini berasal dari Biro Organisasi Pemprov Kalimantan Timur, Biro
Pemerintahan Pemprov Kalimantan Timur, GTZ Pro-Bangkit Kalimantan Timur,
serta pakar administrasinegara dariUniversitasMulawarman.
-4-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
15. D. MATERI/POKOKBAHASAN
Materi dan/atau pokok-pokok bahasan dalam Rakor Kajian bidang
Pemerintahan danOrganisasiini adalahsebagai berikut:
1. Dr. Joni Dawud, DEA (Kepala Bidang Kajian Kinerja Kelembagaan dan
Sumber Daya Aparatur PKP2A I LAN Bandung): "Proyeksi dan Prospek
Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah (Khususnya Kalimantan Timur) Pasca
Penetapan PPNo.38/2007 dan PPNo.41/2007".
2. Ade Cahyat (Province Coordinator / Senior Advisor GTZ Pro-Bangkit):
"Konsep Terpadu Penataan Kelembagaan dan Manajemen Pemerintahan Daerah
D a l a m M e w u j u d k a n E f e k t i v i t a s d a n E f i s i e n s i O p t i m a l
Penyelenggaraan Pemda".
3. Biro Pemerintahan: "Implikasi Penerapan PP No. 38/2007 dan
K e b u t u h a n P e n g e m b a n g a n K a p a s i t a s D a e r a h d i b i d a n g
Pemerintahan".
4. Biro Organisasi: "Implikasi Penerapan PP No. 41/2007 dan Kebutuhan
Pengembangan KapasitasDaerahdibidangKelembagaan".
-5-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
16. Bab II
IMPLIKASI DAN DAMPAK
PENERAPAN PP NO. 38 & 41
TAHUN 2007
Berbeda halnya dengan PP No. 41/2007 yang telah memberi pedoman
terinci mengenai penataan organisasi perangkat daerah, PP No. 38/2007 relatif
masih bersifat umum dalam mengatur aspek kewenangan atau urusan
pemerintahan. Padahal, secara logika penataan urusan selalu mendahului proses
penataan kelembagaan. Faktanya, saat ini banyak daerah yang lebih
berkonsentrasi dalam rencana implementasi PP No. 41/2007. Jika format
kelembagaan ditetapkan tanpa memperhitungkan dimensi urusan, maka akan
terjadi kemungkinan lembaga yang baru tadi tidak mampu secara efektif
menjalankan urusan yang ada. Kemungkinan lain, ada beberapa urusan yang
mungkin tidak terwadahi dalam struktur kelembagaan perangkat daerah.
Dengan kata lain, kondisi tadi menggambarkan adanya diskoneksi antara
dimensiurusandengan dimensikelembagaan.
Substansi PPNo. 41 secara umum disambut baik oleh daerah karena tidak
berimplikasi pada perampingan organisasi perangkat daerah. Bahkan untuk
daerah-daerah yang masuk dalam tipologi "A", mendapat peluang untuk
membentuk dan/atau menambah perangkat daerah baru, baik berupa Dinas
maupun Lembaga Teknis Daerah (LTD). Di wilayah Kaltim, sebanyak 10 daerah
masuk kategori "A", masing-masing adalah Kota Samarinda (skor 100), Kota
Balikpapan (skor 100), Kota Tarakan (skor 85), Kota Bontang (skor 84), Kutai
Kartanegara (skor 92), Bulungan (skor 76), Berau (skor 76), Pasir (skor 76), Kutai
Barat (skor 76), Kutai Timur (skor 76). Sedangkan daerah dengan Tipe "B" di
Kaltim adalah Penajam (skor 61), Nunukan (skor 68), dan Malinau (skor 68).
Khusus untuk Bulungan, perhitungan diatas masih didasarkan pada data lama
sebelum terjadinya pemekaran wilayah, yakni terbentuknya Kabupaten Tana
Tidung. Dengan berdirinya KTT, maka variabel jumlah penduduk, luas wilayah,
dan APBD Kab. Bulungan dipastikan akan mengalami perubahan atau
-6-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
17. penurunan, yang sangat mungkin berdampak terhadap tipologi daerah
Bulungan. ProvinsiKaltim sendirimasuktipologi "A" dengan skor76.
Konsekuensi logis dari penambahan perangkat daerah baru (jika
dilakukan) tentu saja membengkaknya belanja aparatur disatu pihak, dan
berkurangnya belanja pembangunan atau belanja publik di pihak lain. Jika hal ini
terjadi, maka dapat dikatakan bahwa PP No. 41 Tahun 2007 tidak pro-publik.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal itu, perlu dikembangkan
mekanisme konvensi atau konsensus antara pemerintah Pusat dan Daerah,
bahwa untuk daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) yang jumlah / besaran
perangkat daerahnya saat ini (existing condition) berada dibawah standar
maksimal yang diatur dalam PP No. 41/2007, maka tidak perlu menambah lagi
jumlah / besaran organisasinya. Namun untuk daerah yang jumlah perangkat
daerahnya lebih besar atau lebih banyak dari standar yang diatur dalam PP No.
41/2007, maka harus menyesuaikan dengan ketentuan tersebut (baca:
merampingkan).
Sebagai ilustrasi, Prov. Kaltim, saat ini memiliki 16 Dinas. Sebagai daerah
dengan tipologi "A", Kaltim dapat membentuk lagi 2 Dinas baru. Dengan kata
lain, ketentuan PP No. 41/2007 yang memberi peluang untuk membentuk paling
banyak 18 Dinas, tidak diterjemahkan sebagai kewajiban, namun semata-mata
hak daerah yang masih harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
obyektif Prov. Kaltim. Argumen yang dapat digunakan adalah bahwa format
kelembagaan yang ada saat ini sudah cukup efektif dalam menjalankan urusan-
urusan pemerintahan tertentu. Justru penambahan perangkat daerah tidak
menjamin sedikitpun peningkatan efisiensi sumber daya aparatur dan kinerja
daerahsecarakeseluruhan.
Proses penataan kelembagaan di daerah terinterupsi oleh kebijakan
Pusat yang tidak terintegrasi. Sebagai penjabaran UU No. 32/2004, PP No. 41
Tahun 2007 yang diharapkan dapat menjadi "payung" dalam rangkaian proses
institutional building atau institutional arrangement di daerah, sering tidak berdaya
ketika berhadapan dengan peraturan perundang-undangan lain yang memuat
pengaturan - atau bahkan mengandung amanat - tentang pembentukan lembaga-
lembaga tententu di tingkat daerah. Peraturan-peraturan yang "mengganggu"
proses penataan kelembagaan di daerah dengan memerintahkan pembentukan
-7-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
18. lembaga baru ini antara lain adalah UU Keolahragaan, UU KPI, UU Penyuluhan,
UU BNN, UU Ketahanan Pangan, dan sebagainya. Disisi lain, ada juga peraturan
perundangan yang memerintahkan pembentukan lembaga tertentu seperti UU
Kepegawaian, UU Keuangan, PP tentang Satpol PP, dan PP tentang Pengawasan.
Namun ketentuan dalam peraturan ini relatif tidak mengandung permasalahan
karena kelembagaan yang diamanatkan sudah terakomodir, seperti BKD, Satpol
BPKD,PP,danBawasda/ Inspektorat.
Kondisi diatas menggambarkan tidak adanya konvergensi dan
konsistensi dalam penyusunan produk hukum di tingkat nasional, yang
berdampak langsung pada kesulitan atau bahkan kegagalan pada tahapan
implementasinya di daerah. Selain itu, adanya interupsi kebijakan tersebut juga
menyebabkan mekanisme konvensi sebagaimana dikemukakan diatas, menjadi
tidak berjalan. Akibatnya, terjadilah Parkinson Effect, yakni suatu kondisi dimana
organisasi pemerintah dari waktu ke waktu cenderung menggemukkan dirinya
sendiri.
Kerangka waktu penataan organisasi perangkat daerah merupakan salah
satu crucial point yang harus mendapat perhatian serius. Sebab, PP No. 41/2007
memberi batas waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak PP ini diundangkan pada
tanggal 23 Juli 2007, penataan kelembagaan pemerintah daerah harus sudah
selesai. Sementara hingga saat ini belum nampak langkah-langkah konkrit
pemerintah daerah untuk menata kembali kelembagaannya sesuai amanat PPNo.
41/2007. Padahal jika dilaksanakan secara ideal, penataan kelembagaan daerah
dapat memakan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, dimulai dari penetapan (atau
peninjauan kembali) visi misi daerah dan visi misi organisasi, identifikasi dan
analisis kewenangan / urusan riil yang dapat dilaksanakan, pemetaan terhadap
perumpunan urusan, penetapan bentuk / besaran / nomenklatur perangkat
daerah, penetapan departementasi atau pembagian struktur organisasi,
penyusunan tupoksi dan uraian tugas jabatan, analisis beban tugas atau beban
kerja, analisis kebutuhan sumber daya (SDM, anggaran, dan peralatan), hingga
proses legislasi di daerah (penyusunan Perda OPD). Proses seperti ini jelas bukan
sesuatu yang sederhana dan dilakukan secara instan, tetapi membutuhkan
konsentrasi yang terfokus sejak tahap perencanaan hingga penetapan format /
desainkelembagaan daerahyang baru.
-8-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
19. PP No.41/2007 Pasal 20 mengenai Besaran Organisasi Perangkat Daerah
Provinsi, yaitu :
(1) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40
(empat puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 3(tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 12 (duabelas); dan
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 8(delapan).
(2) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai
dengan70(tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 3(tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 15 (limabelas); dan
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 10(sepuluh).
(3) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh
puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 4(empat) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 18 (delapanbelas); dan
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 12(duabelas).
PPNo. 41/2007 Pasal 21 mengenai Besaran Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota,yaitu :
(1) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40
(empat puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 3(tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 12 (duabelas);
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 8(delapan);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan.
(2) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai
dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 3(tiga) asisten;
-9-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
20. b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 15 (limabelas);
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 10(sepuluh);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan.
(3) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh
puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah,terdiri daripaling banyak 4(empat) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinaspaling banyak 18 (delapanbelas);
d. lembaga teknis daerahpaling banyak 12(duabelas);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan.
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1. JUMLAH PENDUDUK (jiwa)
Untuk Provinsi di luar Pulau
Jawa
= 1.500.000
1.500.001 – 3.000.000
3.000.001 – 4.500.000
4.500.001 – 6.000.000
> 6.000.000
8
16
24
32
40
2.
22. 2. LUAS WILAYAH (KM2) = 75 7
Untuk Kota di luar Pulau Jawa 76 150 14
–
dan Madura. 151 – 225 21
226 300 28
–
> 300 35
23. Bab III
KONSEP DASAR DESAIN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
A. ALASANMENDESAINORGANISASIPERANGKATDAERAH
Organisasi perangkat daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia dewasa ini, jelas keberadaannya sangatlah penting.
Meskipun dalam kurun waktu satu dekade terakhir keberadaan aparatur
pemerintah di Indonesia baik pusat maupun daerah dituntut mengurangi
jumlahnya, tetapi hal tersebut bukan berarti harus mengurangi tingkat
pentingnya fungsi aparatur pemerintahan itu sendiri. Hal demikian senada
dengan pernyataan Prof.AwaloedinDjamin(1998:53) berikut:
“Peran aparatur negara, khususnya peran aparatur pemerintah di
seluruh dunia, menunjukkan kecenderungan berkurang dan berubah.
Namun ini tidak berarti peran aparatur pemerintah akan kurang penting dan
menjadi mudah. Terutama di negara-negara yang melaksanakan
pembangunan nasional berencana, seperti Indonesia, fungsi aparatur
pemerintah akan bertambah kompleks mengingat perkembangan lingkungan
1
strategis, global,regionaldan nasional" .
Terkait dengan pernyataan di atas maka eksistensi dan peranan aparatur
pemerintah daerah ke depan justru akan semakin penting dan dibutuhkan. Hal ini
tentu relevan dengan era otonomi yang tengah digalakkan, dimana pergeseran
2
peranan pemerintah pusat berangsur-angsur telah terjadi . Kondisi demikian
memberi sinyal bahwa mau tidak mau pemerintah daerah harus siap mengelola
3
limpahanwewenang atau urusandaripemerintah pusat .
1 Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA. 1998. Peranan Administrasi Negara Dalam PJP II Dan Era Globalisasi:
Bunga Rampai Administrasi Negara Republik Indonesia. STIA-LAN Press: Jakarta.
2 Pelimpahan urusan -pada waktu lalu disebut kewenangan- adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan di
dalam horison otonomi daerah. Meskipun pelimpahan urusan tampaknya merupakan "something simple"
namun dalam prakteknya terasa tidak mudah untuk diimplementasikan. Tarik menarik kewenangan masih
ada saja hingga saat buku ini ditulis.
3 Dari hasil wawancara dengan beberapa pihak pemerintah daerah di Indonesia dapat diketahui bahwa cukup
banyak pihak pemerintah daerah yang merasa kesulitan untuk menjalankan tugas dan fungsi atas berbagai
urusan yang dilimpahkan. Campur tangan secara konstruktif dari pemerintah pusat masih dibutuhkan.
-13-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
24. Langkah rekonstruksi paling awal yang perlu diambil oleh pemerintah
daerah dalam pengelolaan limpahan urusan-urusan adalah dengan mendesain
ulang organisasi perangkat daerah yang ada pada saat ini. Hal demikian tidak lain
karena pembentukan organisasi perangkat daerah pada waktu lalu, salah satu
4
dasarnya adalah dengan mempertimbangkan pembagian urusan pemerintahan .
Dengan demikian besaran organisasi perangkat daerah juga dipengaruhi oleh
sedikit atau banyaknya urusan pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada
pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut maka keberadaan
organisasiperangkat daerahyang eksissaat initentu perlu ditinjaukembali.
Uraian berikut akan membahas alasan mendasar mengapa mendesain
ulang organisasi perangkat daerah menjadi sesuatu yang tidak bisa dielakkan dan
justru bahkan mutlak untuk dilakukan. Alasan-alasan tersebut akan dikaitkan
dengan efisiensi dan efektivitas organisasi perangkat daerah dalam pelaksanaan
tugas danfungsinya.
Keberadaan organisasi perangkat daerah disadari atau tidak adalah
perpanjangan tangan pemerintah pusat. Pemerintahan daerah dibentuk, tidak
lain karena alasan bahwa terdapat keterbatasan pemerintah pusat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya hingga pada level daerah. Dalam konteks
negara kesatuan Republik Indonesia maka pemerintah daerah adalah bagian
tidak terpisahkan dari pemerintah pusat. Sehubungan dengan hal itu pula,
akhirnya pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk membuat pedoman
5
tentang organisasiperangkat daerah .
Secara teoritik terdapat beberapa pertimbangan mengapa sebuah organisasi
perlu melakukan desain ulang (redesign). Pertimbangan-pertimbangan tersebut
6
diantaranya adalahsebagai berikut (Nadler, 2002) :
1. Pergeseranstrategik (strategicshift)
2. Perubahan budaya/politik (cultural/politicalchange)
3. Pertumbuhan/penciutan (growth/shrinkage)
4. Redefinisitugas (taskredefinition)
4 Lihat PP No. 84 Tahun 2000 Pasal sekian
5 Organisasi perangkat daerah dibentuk dan ditujukan untuk mampu mewujudkan cita-cita otonomi daerah
yang secara mendasar berkaitan dengan terciptanya ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan bagi warga
masyarakat daerah. Oleh karena itu pembentukan atau penyusunan organisasi perangkat daerah tidak bisa
dilakukan secara asal-asalan melainkan perlu pengkajian mendalam dan kehati-hatian.
6 David A. Nadler. 2002. New Jersey Human Resource Planning Group dalam <http://www>
-14-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
25. 5. Perubahan didalamanggota-anggota organisasi(changes inpeople)
6. Masalah-masalah yang disebabkan oleh organisasi (organization-cause
problems)
Terkait dengan organisasi perangkat daerah, pertimbangan-
pertimbangan tersebut secarakontekstual dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pergeseran stratejik (strategic shift)
Pergeseran-pergeseran yang bersifat stratejik bagi pemerintah pusat dan
daerah mulai dirasakan sejak dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Pemerintah mulai memetakan ulang (remapping)
berbagai kewenangan. Pemerintah pusat melimpahkan kewenangan dan
sebaliknya Pemerintah Daerah menerima kewenangan. Pemetaan ulang
kewenangan inilah yang merupakan pergeseran stratejik pemerintahan
Republik Indonesia di era reformasi. Menindaklanjuti UU No. 22 Tahun 1999,
muncullah Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah. Seluruh Pemerintah daerah di Indonesia mau
tidak mau harus melaksanakan amanah Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun
2000. Seluruh pemerintah daerah mendesain ulang organisasinya, melalui
perubahan struktur organisasi atau pada umumnya disebut dengan Struktur
Organisasi danTata Kerjaatau biasa disingkat dengan SOTK.
2. Perubahan budaya/politik (cultural/political change)
Semenjak lengsernya kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1998,
perubahan budaya politik di kalangan pemerintahan (legislatif, yudikatif, dan
eksekutif) mulai dirasakan. Berbagai tuntutan untuk mewujudkan clean
government mulai terdengar hingar bingar, hingga gonjang-ganjing
pemerintahan pun tidak bisa dihindari. Pengusutan atas tindakan KKN
beberapa mantan pejabat baik di Pusat maupun Daerah mulai digalakkan.
Lebih dari itu, kerangka sistem administrasi negara mulai dilakukan
perombakkan mulai dari amandemen UUD 1945 hingga sistem
pemerintahan. Sistem pemerintahan yang semula dinilai cenderung bersifat
sentralistik diubah haluannya menuju pemerintahan yang desentralistik,
yang memberikan kesempatam kepada pemerintah daerah untuk
-15-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
26. meningkatkan fungsinya. Kondisi demikian yang menjadi salah satu pemicu
mengapa organisasi perangkat daerah yang semula eksis harus dirancang
kembali. Perubahan budaya politik dan politik itu sendiri tampaknya
memang sederhana, tetapi di balik itu meninggalkan bekas penyelesaian
masalah yang sulit diprediksi ujungnya. Hal ini bisa dilihat, masalah besaran
organisasi perangkat daerah belum juga tuntas, apalagi menilai kinerja
organisasi perangkat daerah itu sendiri. Tampaknya masih membutuhkan
waktu panjang.
B. MEMAHAMIKONSEPDESAINORGANISASI
Desain organisasi dalam penyusunannya melibatkan berbagai pihak
penting, dan membutuhkan waktu serta keahlian. Selain itu desain organisasi
perlu dipahami oleh setiap individu yang merasa memiliki dan berkepentingan
terhadap kinerja organisasi dimana mereka hidup di dalamnya. Desain organisasi
tidak cukup hanya dipahami dan/atau disusun oleh sebuah Biro/Bagian
Organisasi saja atau oleh sebuah konsultan manajemen saja sebagaimana biasa
terjadidilembaga-lembaga pemerintah, baik pusat maupundaerah.
Desain organisasi secara konseptual penting untuk dipahami agar hasil
desain tersebut mampu memberikan dampak positif terhadap kinerja organisasi
yang bersangkutan. Tentu ada perbedaan antara mendesain organisasi privat
dengan mendesain organisasi perangkat daerah, meskipun dasar
penyusunannya terdapat kesamaan. Dibandingkan dengan mendesain
organisasi privat tentunya mendesain organisasi perangkat daerah akan lebih
rumit mengingat tujuan, tugas, dan fungsi yang diemban organisasi perangkat
daerahmenunjukkan tingkat kesulitan yang lebih kompleks.
Desain organisasi sama halnya dengan arsitektur organisasi dan dapat
dianalogkan sebagai sebuah rumah tangga dengan segala tata aturannya. Dengan
desain organisasi yang tepat, baik, dan benar organisasi perangkat daerah
diharapkan selain mampu meningkatkan kinerja pemerintah daerah juga mampu
mengangkat kinerja daerahsecarasignifikan.
-16-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
27. C. MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ORGANISASI DAN DIMENSI-DIMENSI
STRUKTURORGANISASI
1. Unsur-unsurOrganisasi
Menurut Mintzberg (1993), tugas-tugas organisasi dapat dibagi ke
dalam 5 unsur dasar, yaitu: (1) Strategic Apex; (2) Middle Line; (3)
Technostructure; (4) Supporting Staf; dan (5) Operating Core. Masing-masing
unsur menjalankan fungsi masing-masing dalam suatu hubungan kerja yang
sinergis dan sistematis sehingga tujuan yang diharapkan organisasi dapat
diwujudkan. Menurut Mintzberg (1993) sejumlah studi keorganisasian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara struktur dengan kinerja
organisasi yang bersangkutan. Unsur-unsur organisasi dapat dilihat dalam
gambar 3.1.
Strategic apex ini dilaksanakan oleh pimpinan/manajer tingkat puncak,
yang diberi tanggung jawab terhadap organisasi itu. The strategic apex is charged
with ensuring that the organization serve its mission in an effective way, and also that
is serve the needs of those who control or other wise have power over the organization.
Middle line merupakan fungsi koordinasi antara strategic apex dengan operating
core dan pada umumnya merupakan fungsi penghubung antara strategic apex
dengan operating core. Fungsi technostructure adalah merumuskan, membuat
standarisasi-standarisasi atau kebijakan-kebijakan tertentu yang harus
dilaksanakan oleh setiap unit organisasi sesuai dengan bidangnya. Sedangkan
supporting staff fungsinya bersifat memberikan dukungan kepada unit-unit
organisasi lainnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.Adapun fungsi
operating core adalah untuk melaksanakan secara langsung tugas pokok
organisasi. "The operating core of the organization encompasses those numbers - the
operators -who performthe basicwork related directlytothe productand services."
-17-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
28. Terkait dengan susunan organisasi perangkat daerah, maka unsur-unsur
tersebut dapat dideskripsikansebagai berikut:
a. The strategicapex
Yaitu unit-unit top manajemen sebagai penanggung jawab keberhasilan
organisasi dalam mencapai tugas pokoknya seperti, Gubernur di
Provinsi, Bupati di Kabupaten dan Walikota di Kota. Untuk lingkup yang lebih
mikro dari perangkat daerah, maka pimpinan unit merupakan strategic apex
di unitnya sendiri, seperti : Kepala Dinas dan Kepala Badan sebagai pelaksana
fungsi strategicapex diorganisasinyasendiri.
b. The middleline
Yaitu unit organisasi yang bertugas membantu menterjemahkan kebijakan-
kebijakan top manajemen (Gubernur, Bupati, Walikota) untuk selanjutnya
disampaikan kepada unit operating core (Unit Pelaksana) untuk ditindak
lanjuti. Di daerah middle line adalah Sekretariat Daerah yang dipimpin oleh
Sekretaris Daerah.
c. The technostructure
Yaitu unit-unit yang berfungsi menganalisis kebijakan-kebijakan pimpinan
dengan mengeluarkan berbagai pedoman-pedoman/standarisasi-standarisasi
Gambar 3.1
Lima Unsur Organisasi
-18-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
29. tertentu yang harus diperhatikan oleh seluruh perangkat daerah/pengguna
masing-masing.DiDaerah, technostructure adalahlembaga teknis daerah.
d. The support staff
Yaitu unit-unit yang pada dasarnya ikut memberi dukungan untuk tugas
perangkat daerah secara keseluruhan. Dalam lingkup makro perangkat
daerah, sekretariat daerah melaksanakan fungsi support staff, sedangkan
dalam lingkup mikro seperti di Dinas atau Badan, support staff dilaksanakan
olehBagian Tata Usaha.
e. The operating core
Yaitu unit-unit organisasi yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok
organisasi (Provinsi, Kabupaten/Kota) yang berkaitan dengan pelayanan
langsung kepadamasyarakat, seperti Dinas-Dinas.
2. Dimensi-DimensiStrukturOrganisasi
Sebuah organisasi terbagi-bagi ke dalam bagan organisasi atau yang lebih
dikenal dengan struktur organisasi. Struktur organisasi menurut Lubis & Huseini
(1987) merupakan bentuk organisasi yg dirancang dengan memperhatikan akibat
dari pengaruh keseluruhan faktor (lingkungan, ukuran organisasi, teknologi
organisasi, sasaran yang ingin dicapai organisasi) secara bersama. Lebih mikro,
Atmosudirdjo (1996) mengartikan struktur organisasi sebagai jumlah total cara-
cara (ways) melakukan pembagian kerja menjadi beraneka ragam tugas dan
mencapai koordinasi tugas-tugas tersebut diantara pola-pola interaksi yang
terdapat atau terjadi diantara para anggota organisasi melalui formalisasi
(penegasan secara formal). Dalam menentukan bentuk struktur organisasi yang
tepat untuk sebuah lembaga terdapat beberapa dimensi yang menentukan
bentuknya yaitu: dimensi kompleksitas, dimensi formalisasi dan dimensi
7
sentralisasi . Uraian dari masing-masing dimensi dapat dijabarkan sebagai
berikut:
7 Lihat juga dalam Haris Faozan. Bureaucratic Structure Perestroika: Memperbarui Lahan Bagi Pertumbuhan
Kinerja Kelembagaan Pemerintah. Jurnal Ilmu Administrasi,. Vol 2 (4) h.335-346. STIA-LAN Bandung.
-19-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
30. a. DimensiKompleksitas
Kompleksitas adalah tinggi atau banyaknya tingkat diferensiasi yang
dilakukan dalam pembagian kerja (division of labor). Pada umumnya organisasi
pemerintah dewasa ini memiliki kompleksitas yang tinggi karena beragamnya
tugas dan fungsi yang dijalankan. Kompleksitas merujuk pada tingkat
diferensiasi (pemisahan tugas-tugas) yang ada pada suatu organisasi.
Semakin kompleks organisasi, semakin dibutuhkan koordinasi, kontrol dan
komunikasi yang efektif bagi unit-unit yang ada sehingga para pimpinan bisa
memastikan bahwa setiap unit bekerja dengan baik. Diferensiasi (pemisahan
tugas-tugas) merujukpadatiga hal:
1). Diferensiasi(pemisahantugas-tugas) horizontal
Merupakan pemisahan tugas-tugas dalam struktur horizontal antar
unit-unit organisasi berdasarkan perbedaan orientasi unit organisasi,
tugas, fungsi, pendidikan, keahlian dan sebagainya. Pada organisasi
pemerintah, diferensiasihorizontaldipisahkandiantaranyaberdasarkan :
v
Bidang/UrusanPemerintahan yang dilaksanakan;
v
Kewenangan yang dimiliki;
v
Pengelompokkan bidang tugas organisasi;
v
VisidanMisiNegara atau Daerah
2). Diferensiasi(pemisahantugas-tugas) vertikal
Merujuk pada tingkat hierarkhi organisasi. Semakin tinggi tingkat
hierarkhi didalam struktur organisasi, maka kompleksitasnya akan
semakin tinggi dan potensi distorsi komunikasi dari top manajemen
sampai pegawai paling bawah akan semakin besar. Satu hal yang perlu
diperhatikan dari diferensiasi ini adalah rentang kendali, yaitu jumlah
pegawai yang dapat diatur secara efektif oleh seorang pimpinan. Semakin
kompleks pekerjaan semakin kecil rentang kendali yang diperlukan dalam
pengawasan. Dalam praktek penataan organisasi pemerintah, perlu
memperhatikan dimensi diferensiasi vertikal ini. Suatu organisasi
pemerintah tidak akan efektif dalam melakukan kegiatan apabila tingkat
hierarkhi didalamstruktur organisasiyang dibentuk terlalu tinggi.
3). Diferensiasi(pemisahantugas-tugas) spasial
Merujuk pada tingkat sejauhmana lokasi fasilitas dan pegawai
tersebar secara geografis. Semakin jauh dan semakin banyak fasilitas dan
-20-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
31. pegawai yang tersebar maka akan semakin kompleks organisasi tersebut.
Dalam kelembagaan pemerintahan di Indonesia, diferensiasi spasial ini
besar kemungkinan terjadi karena memang kondisi geografis di Indonesia
yang terdiri dari berbagai pulau. Oleh karena itu tidak mungkin
penyelenggaraan pemerintahan berada dibawah satu kendali (sentralize)
oleh Pemerintah Pusat saja, karena itu maka didalam pelaksanaan
kewenangan pemerintah di daerah didelegasikan kepada Pemerintah
Daerah. Otonomi daerah memang jawaban yang tepat bagi terbentuknya
organisasipemerintah didaerahakibat adanyadiferensiasispasialini.
b. DimensiFormalisasi
Formalisasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah formalisasi
penataan terhadap unit-unit fungsi atau unit-unit kerja yang pada umumnya
ditunjukkan melalui berbagai bentuk standarisasi dan prosedurisasi.
Formalisasi yang tinggi akan meningkatkan kompleksitas. Formalisasi yang
rendah (terdapatnya standarisasi dan prosedurisasi yang praktis serta on the
job training yang terus-menerus) akan memungkinkan organisasi dengan
tingkat kompleksitas yang tinggi dapat berjalan lancar. Formalisasi menurut
Pugh et al. sebagaimana dikutip Mintzberg (1985), merupakan suatu kondisi
di mana aturan-aturan, prosedur, instruksi dan komunikasi dibakukan, atau
dengan kata lain sampai sejauh mana pekerjaan dalam organisasi itu
distandarisasikan.
Formalisasi merupakan sesuatu yang penting bagi organisasi karena
dengan standarisasi akan dicapai produk yang konsisten dan seragam serta
mengurangi kesalahan-kesalahan yang tidak perlu terjadi. Selain itu
formalisasi akan mempermudah koordinasi antar bagian/unit organisasi
dalam menghasilkan suatu produk atau jasa. Formalisasi di dalam
restrukturisasi organisasi merupakan suatu proses penyeragaman melalui
aturan-aturan, prosedur, instruksi dankomunikasiyang telah dibakukan.
Formalisasi pembentukan organisasi Pemerintah Pusat dan
Daerah telah dilakukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Keputusan
Presiden No. 44 Tahun 1974 tentang pembentukan organisasi Departemen dan
Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kementerian Negara, dan
-21-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
32. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Formalisasi aturan pembentukan organisasi tersebut membatasi jumlah unit
organisasiyang akan dibentuk.
c. DimensiSentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana kewenangan (authority) dalam
pengambilan keputusan-keputusan organisasional berada pada manajemen
senior. Kebalikan sentralisasi adalah desentralisasi yaitu pelimpahan
wewenang pengambilan keputusan kepada pejabat/petugas/fungsionaris di
bawah Pusat atau dengan kata lain para pengambil keputusan berada pada
yang paling dekat dengan kejadian. Bagi organisasi besar, sentralisasi yang
berlebihan akan memperlambat gerak organisasi dan mengurangi daya saing
dengan organisasi lain. Makin kuat sentralisasi makin rendah tingkat
kompleksitas. Makin kuat desentralisasi, makin rendah sentralisasi, makin
tinggi tingkat kompleksitas karena desentralisasi menciptakan banyak
spesialisasi atau kekhususan. Sentralisasi didefinisikan sebagai tingkatan
pengkonsentrasian kekuasaan secara formal. Dengan kata lain sentralisasi
merupakan jenjang kepada siapa kekuasaan formal untuk membuat pilihan-
pilihan dikonsentrasikan pada seorang individu, unit, atau tingkatan, yang
dengan demikian mengijinkan pada para pegawai memberikan masukan yang
minimalke dalampekerjaanmereka.
Sentralisasi menurunkan tingkat kompleksitas dan
menyederhanakan struktur organisasi. Bagi organisasi kecil hal tersebut tidak
menjadi soal, bahkan lebih baik demikian. Semakin sederhana strukturnya
akan semakin gesit gerak dan perkembangannya. Sebaliknya bagi organisasi
sedang dan besar, sentralisasi yang berlebihan akan membuat organisasi
bergerak sangat lamban serta mengurangi daya saing dengan organisasi-
organisasilain.
Pada tabel 1 ditampilkan dimensi organisasi, sub dimensi, dan
indikator evaluasi untuk melihat seberapa jauh suatu organisasi perangkat
daerah memperhatikan struktur organisasi yang dibangun dengan sistem dan
proseduryang dikembangkan.
-22-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
33. Tabel 3.1.
Dimensi Organisasi, Sub Dimensi, dan Indikator Evaluasinya
3. DesainOrganisasi
Desain Organisasi pada umumnya hanya menjadi perhatian bagi
organisasi formal (formal organization). Desain organisasi merupakan sebuah
keputusan mengenai pengaturan-pengaturan organisasi formal, baik pada
struktur, proses, maupun sistem. Kesemuanya dilakukan agar setiap individu
mampu menjalankan tugasnya. Tujuan sebuah desain organisasi adalah untuk
berhasilnya pelaksanaan strategi organisasimelaluihal-hal mendasarberikut:
1. Spesialisasiuntuk memperolehbenefit ofscale
2. Koordinasiyang efektif dariberbagai upayayang berbeda
3. Motivasi dan pemberdayaan untuk terwujudnya perilaku yang
diharapkan
-23-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
34. Desain organisasi juga merupakan suatu proses untuk membantu memastikan
bahwa tim kepemimpinan (leadership team) memiliki pandangan bersama
mengenai pendekatan dan ketajaman desain. Proses tersebut bertujuan untuk
menyelaraskan sudut pandang dan pengalaman tim kepemimpinan dan
membangun komitmen dan tindakan bersama. Pengaturan-pengaturan atas
struktur, proses, dan sistem sebagaimana disebutkan di atas, meliputi
beberapa elemen spesifik sebuah desain (specific elements of design) organisasi,
yaitu (Nadler,2002):
1. Unit-unit utama organisasi dan keterkaitan diantara unit-unit tersebut
(primaryorganizationalunits and linkagesamongthem)
2. Struktur organisasi dan hubungan pelaporan (organizational structure and
reporting relationships)
3. Proses dan model pengaturan internal (internal governance model and
processes)
4. Prosespembuatan keputusan (decision-makingprocesses)
5. Prosesmanajemen(management processes)
6. Prosesdansistemkomunikasi(communicationsystems and processes)
7. Teknologi informasi dan manajemen pengetahuan (information technologies
and knowledge management)
8. Prosessumberdaya manusia(human resourceprocesses)
9. Manajemen kinerja dan sistem penghargaan (performance management and
reward systems)
10. Rancangan pekerjaan (jobdesign)
11. Peranan dantanggung jawab (roles and responsibilities)
12. Lingkungan kerja secarafisik(physicalwork environment)
D. FASE-FASEMENDESAINORGANISASI
Desain organisasi sebagai suatu proses tentunya melibatkan subyek-
subyek tertentu, obyek-obyek tertentu, dan juga cara-cara tertentu. Selain itu
juga sebuah desain organisasi disusun melalui beberapa fase atau tahap. Fase-
fase tersebut akhirnya bisa menjadi suatu siklus desain organisasi, karena
organisasisebagai suatu sistemterbuka juga mengenal siklus.
Dalam penyusunan desain organisasi perangkat daerah dan bahkan
organisasi pemerintah pusat pada umumnya fase-fase desain organisasi tidak
-24-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
35. dikenal sehingga akhirnya wajar apabila organisasi yang mereka desain
kurang mengindahkan dasar-dasar teoritik dan kaidah-kaidah ilmiah. Bab ini
dimaksudkan sebagai enrichment bagi pihak pemerintah daerah atau bahkan
bagi pihak-pihak yang tertarik dengan permasalahan organisasi. Sebagai
sebuah buku pegangan (handbook), Bab ini akan mencoba mengetengahkan
fase-fasedesainorganisasijalantengah (third way) yang lebih applicable.
Dilihat dari kerangka pemikiran (frame of thinking), proses desain
organisasi bisa dikatakan sama dengan perencanaan stratejik (strategic
planning). Prosesnya membutuhkan keterlibatan berbagai pihak penting
terkait, analisis data, penyusunan rancangan, dan implementasi. Fase-fase
desainorganisasidiilustrasikanpadaGambar 3.2.
Preliminary Analysis
Preliminary Analysis
Strategic Organization
Design
Strategic Organization
Design
Operational Design
Operational Design
Implementation
Implementation
• Collecting and analyzing data needed for design
decisions
• Done prior to actual design work
• Focus on strategy, task, and current conditions
• Basic decisions about the fundamental shape of the
organization
• Top two to four levels
• Driven by strategic level issues
• Decisions about the design of operational elements
Of the organization —work flow, jobs, processes, etc.
• Done in context of strategic design
• Focus on all levels, from the bottom up
• Driven by quality, cost, and time
• Completing the operational design
• Analysis of process issues
—power, anxiety, control
• Develop implementation strategy and plan
• Building implementation steps
• Executing and monitoring implementation
Secara detail fase-fase tersebut diuraikan sebagai berikut :
Fase 1 : Preliminary Analysis
Fase 2 : Strategic Organization Design Steps :
1. Generate design criteria
£
Requirements of the design - what the design should accomplish
£
The functions the organization design should perform
-25-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
36. £
"Statements" include an action verb - the design should: facilitate,
promote, provide for, etc.
£
Sources
§
Strategic (business design) issues
§
Work requirements
§
Preliminary analysis (diagnosis)
§
Business case for a combination
§
Other cultural or "aesthetic”
£
Uses
§
Clarifies success factors
§
Aligns design team thinking on desired state
§
Develops the "benchmark profile”
2. Generate grouping alternatives
£
Activity
§
Function
§
Knowledge/skill/discipline
£
Output
§
Product or service
§
Project or process
£
Customer
§
Market segment
§
Geography
£
Multi-focused
§
Combinations of activity/output/user
3. Evaluate grouping alternatives
£
Assess against design criteria
£
Critical issues :
§
Resource utilization
§
Specialization and economies of scale
§
Measurement and control
§
HR development and utilization
4. Identify coordination requirements
£
Between group information processing requirements, driven by :
-26-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
37. §
Strategy
§
Work
§
Other factors
£
Leftover design requirements not addressed by grouping decisions
5. Generate linking mechanisms
£
The basic issue is coordination
§
Assuring that the activities of different groups mesh together
§
Moving information between groups in support of the work
§
Control consistent with strategic needs
£
Linking decisions are built around grouping decisions
6. Assess grouping/linking alternatives
7. Conduct impact analysis
£
During the initial stages of the design - options were assessed primarily
£
against strategy and work issues
£
The impact analysis assesses "surviving" design options against other
elements of the organizational model
£
Impact analysis should :
§
Confirm design choices
§
Help to choose from among similarly rated designs
§
Identify issues going forward
8. Refine and eliminate designs;
9. Identify issues for operational design;
10. Identify issues for implementation
Grouping
Grouping
Linking
Linking
Operating
Mechanisms
Operating
Mechanisms
Design
Requirements
(Criteria)
Design
Requirements
(Criteria)
Scale
Benefits
Scale
Benefits
Information
Processing
Information
Processing
Behavior
Shaping
Behavior
Shaping
Design
Capacity
Design
Capacity
Fit
Fit
-27-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
38. ScaleBenefits
£
Value created by aggregating sets of individuals or groups who benefit by all
doingthe samething orusingthe sameresources
£
Benefits accrue from specialization, leveraging of resources, and shared
support
Information Processing
£
A critical requirement to perform work is information processing meeting
needsfor...
£
Direction and task performance knowing what to do and having the
informationrequiredtoperformthe work
£
Coordination moving information from/to individuals and groups who need it
to coordinatetheir activities
£
Monitoring and control information for purposes of monitoring, control,
sensing, understanding customer requirements, producing the work, etc.
BehaviorShaping
£
Influencingthe behavior ofindividuals
£
Achievedthis by:
à
Focusing
à
Motivating
à
Enabling/empowering
à
Constraining
Grouping
£
Aggregating someroles/units together into "groups" thus separating others
£
Creating boundaries
£
Impactinginformationprocessing,scalebenefits, andbehavior
Linking
£
Mechanismsforconnectinggroups-spanningboundaries
£
Coordinatingthe activities ofdifferent groups Compensating for information
processing,scale,andbehavior trade-offsmadeingrouping
OperatingMechanisms
£
Formalsystems,processes,andmechanismsto coordinatework amongunits
£
Includesplanning, goal setting, controlsystems,informationsystems,etc.
£
Works in addition to basic grouping and linking decisions to provide design
capability
-28-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
39. Bab IV
PERSPEKTIF HISTORIS
KEBIJAKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
A. PP NO. 84TAHUN2000
Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah memiliki kandungan yang lebih bersifat akomodatif
dibandingkan aturan sebelumnya yang menekankan fungsi keseragaman. Pasal 2
PP No. 84 Tahun 2000 secara eksplisit menjelaskan bahwa organisasi perangkat
daerahditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut :
a. kewenangan yang dimilikiolehdaerah;
b. karakteristik, potensidankebutuhan daerah;
c. kemampuan,keuangan daerah;
d. ketersediaan sumberdayaaparatur;
e. pengembangan polakerjasamaantara daerahdan/atau denganpihak ketiga.
Dalam pembentukan maupun penataan ulang sebuah organisasi,
kewenangan merupakan dasar pertimbangan yang sangat penting. Tanpa
kewenangan, organisasi tidak mungkin dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
dalam upaya pencapaian tujuan. Hal tersebut dikarenakan tidak mendapat
dukungan olehunit-unit dilingkungan sekitarnya.
Karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah juga menjadi bahan
pertimbangan dalam mendesain struktur organisasi. Karakteristik, potensi dan
kebutuhan daerah berbeda-beda satu dengan yang lain. Karakteristik daerah di
pesisir laut akan membutuhkan organisasi yang menangani pengelolaan sumber
daya laut, berbeda dengan karakteristik daerah di pegunungan, tentunya akan
lebih tepat dibentuk organisasi yang menangani pengelolaan pertanian,
perkebunan atau tanaman pangan. Potensi daerah yang kaya akan sumber daya
pariwisata tentunya sangat membutuhkan organisasi yang menangani bidang
kepariwisataan. Berbeda dengan potensi daerah yang kaya akan sumber daya
-29-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
40. energi dan mineral, tentunya akan lebih membutuhkan organisasi yang
menangani pengelolaan sumberdaya energi danmineral.
Kemampuan keuangan juga sangat menentukan besar kecilnya
bentuk/desain organisasi. Semakin besar desain organisasi dibentuk, maka akan
semakin besar anggaran yang diperlukan untuk membiayai organisasi tersebut.
Oleh karena itu kemampuan keuangan dijadikan dasar pertimbangan dalam
penyusunan organisasi pemerintah. Berbagai aspek di dalam kemampuan
keuangan ini, pun bisa dijabarkan lebih jauh, dalam arti : potensi-potensi daerah
yang memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah sangat
potensial bila diwadahi dalam suatu organisasi. Misalnya di daerah yang
menghasilkan kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah dibidang
pariwisata, seperti di Bali, maka sangat potensial bila di Bali dibentuk organisasi
yang mengelolapariwisata danbudaya.
Ketersediaan sumber daya aparatur, juga merupakan pertimbangan
dalam mendesain suatu organisasi. Di dalam organisasi pemerintah ketersediaan
sumber daya aparatur menjadi dilema tersendiri, khususnya dalam kaitannya
dengan desain organisasi. Sumber daya aparatur pada organisasi pemerintah
memang besar namun cenderung inefisien. Terkait dengan hal tersebut, maka
desain organisasi pemerintah perlu memperhatikan teralokasinya ketersediaan
sumber daya aparatur tersebut dengan baik. Dari pengalaman tidak teralokasinya
dengan baik sumber daya aparatur kedalam desain organisasi akan menimbulkan
gejolak dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai
contoh dalam penataan organisasi pemerintah negara, pernah terjadi
pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dan pada saat itu
tidak diikuti oleh penataan sumber daya manusia yang ada sehingga
menimbulkan keresahan pegawai di instansi tersebut. Demikian halnya pada saat
penataan organisasi pemerintah daerah sebagai konsekuensi dilaksanakannya
UU mengenai Pemerintahan Daerah. Pada saat itu terjadi limpahan pegawai dari
instansi vertikal pusat yang berada di daerah (Kanwil-Kanwil) ke pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota. Untuk itu penataan organisasi pemerintah daerah
dengan memperhatikan ketersediaan sumberdaya manusia menjadi salah satu
pertimbangan yang harus disimak dengan memperhatikan berbagai ketentuan
atau syarat yang mengikutinya.
-30-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
41. Pertimbangan lain dalam mendesain organisasi pemerintah adalah
pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Pola
hubungan kerjasama ini penting dalam pengembangan pola kemitraan dan
pelaksanaan prinsip steering rather than rowing yang mengacu pada upaya lebih
kepadapemberdayaanmasyarakat daripadapemerintah melaksanakan sendiri.
Berkaitan dengan implementasi PP No. 84 Tahun 2000 Indonesia Rapid
Decentralization Appraisal (IRDA) telah melakukan penelitian. Berdasarkan
penelitian tersebut ditemukan bahwa : (1) pemerintah daerah telah menambah
jumlah dinas/badan/kantor; (2) meskipun dalam rangka efisiensi dan efektifitas
kemampuan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat,
beberapa organisasi baru yang dibentuk daerah hanya untuk menyerap surplus
pegawai pemerintah daerah. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan bahwa
sebagian besar dana yang diserap oleh pemerintah daerah lebih besar rasionya
yang dialokasikan untuk gaji pegawai beserta perangkat tunjangan jabatan yang
mengikutinya.
B. PP NO. 8 TAHUN2003
Setelah dikeluarkannya PP No. 84 Tahun 2000 kemudian disempurnakan
lagi dalam PP No. 8 Tahun 2003. Secara keseluruhan umur dari PP No. 84 Tahun
2000 memang masih terbilang pendek karena hanya dalam beberapa tahun
langsung diganti dengan PP No. 8 Tahun 2003. Kinerja dari PP No. 84 Tahun 2000
belum sepenuhnya dikaji dampak positif dan negatifnya mengingat jangka waktu
yang relatif pendek, namun oleh pemerintah pusat dianggap perlu
disempurnakan dalam PP No. 8 Tahun 2003. Nuansa efisiensi, efektifitas dan pola
rightsizing mewarnai PP No. 8 Tahun 2003 khususnya dengan dibakukannya
angka scoring guna mengukur besaran perlu dibentuknya dinas/ badan ataupun
kantor dan pembatasan jumlah dinas dan lembaga teknis daerah (kantor dan
badan). PP No. 8 Tahun 2003 tersebut kemudian dilanjutkan dengan SKB (Surat
Keputusan Bersama antara Departemen Dalam Negeri bersama dengan
Kementrian PAN-Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor
01/SKB/M.PAN/4/2003.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah, terdapat 5 (lima) pertimbangan khusus dalam
penataan organisasiperangkat daerah,yaitu :
-31-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
42. 1. kewenangan pemerintah yang dimilikiolehDaerah;
2. karakteristik, potensi,dankebutuhan Daerah;
3. kemampuankeuangan Daerah;
4. ketersediaan sumberdaya aparatur;
5. Pengembangan polakerjasamaantar Daerahdan/atau denganpihak ketiga.
Gambaran konkrit tentang perbedaan dan persamaan dari PP No. 84
Tahun 2000 dan PP No. 8 Tahun 2003 berikut ini terdapat beberapa hal yang perlu
mendapatperhatian. Hal-hal tersebut antara lain:
a). Pembatasan jumlahDinasDaerah
Dalam PPNo. 84 Tahun 2000 pembatasan jumlah dinas tidak disebutkan secara
eksplisit. Tetapi dalam PP No. 8 Tahun 2003 menyebutkan bahwa di
pemerintah provinsi sebanyak-banyaknya 10 dinas, sedangkan untuk
pemerintah kabupaten/kota sebanyak-banyaknya 14dinas.
b). Sistemskoring dalammenentukan besaran organisasi
Dalam lampiran PP No. 8 Tahun 2003 terdapat sistem skoring yang dibagi
dalam 19 bidang kemudian digunakan sebagai kriteria dalam menentukan
bentuk/tingkatan organisasi. Sebagai contoh jika kurang dari 500 tidak perlu
dibentuk, untuk skor antara 500 sampai 750 dapat dibentuk kantor, sedang jika
diatas750 dapat berbentuk dinasatau badan.
c). Lembaga TeknisDaerah.
Dalam PPNo. 8 Tahun 2003 lebih menjelaskan definisi maupun bidang-bidang
yang melingkupi lembaga teknis. Selain itu disebutkan bahwa fungsinya lebih
bersifat administratif dan koordinatif terhadap perangkat daerah lainnya
daripada secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat, kecuali
RumahSakit Daerah (RSD).
Susunan organisasi Perangkat Daerah menurut PP No. 8 Tahun 2003
dapat dilihat dalamtabel 4.1.
-32-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
43. Tabel 4.1.
SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DALAM PP NO. 8 TAHUN 2003
C. MUATANPENTING PERATURANPEMERINTAHNO.41 TAHUN2007
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat
Daerah ini, kriteria yang digunakan sebagai dasar penetapan besaran organisasi
adalah jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD. Kriteria yang
digunakan lebih sederhana dan lebih mudah dalam melakukan penghitungan
dibandingan dengan kriteria yang ditetapkan dalam PPNo. 8 Tahun 2003. Namun
demikian, meskipun kriteria yang dipakai tampak lebih mudah dan lebih
sederhana, tampaknya Pemerintah perlu kembali mencermati kondisi faktual di
lapangan secara menyeluruh. Hal demikian perlu direnungkan lebih jauh
-33-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
44. terutama terhadap keberadaan daerah-daerah yang terkena bencana alam sangat
serius,seperti NanggroeAcehDarussalamdanNias.
Klasifikasi perhitungan skoring antara Perangkat Daerah Provinsi
dengan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota adalah sama dalam Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat Daerah ini. Perhitungan
skoring dikelompokkan menjadi tiga, yaitu skor 35 (kurang atau sama dengan tiga
puluh lima), skor 36-70 (antara tiga puluh enam sampai tujuh puluh), dan skor 71
(lebih atau sama dengan 71). Hasil perhitungan skoring inilah yang akan
menetukan besaran organisasi perangkat daerah. Besaran organisasi perangkat
daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah sama dalam setiap kelompok
perhitungan skoringnya. Perhitungan scoring dan besaran organisasi tersebut
ditampilkan padatabel 4.2.
Tabel 4.2.
PERHITUNGAN SCORING DAN BESARAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA
-34-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
45. Susunan organisasi perangkat daerah provinsi, Kabupaten/Kota
sebagaimana tertuang di dalam Pasal 18 dan 19 PPditampilkan pada tabel 4.3. dan
Tabel 4.3.
SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI
-35-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
46. Tabel 4.4.
SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA
-36-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
47. Dari tabel 4.3. dan 4.4. di atas diketahui bahwa susunan organisasi
perangkat daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota mengalami
pengembangan susunan organisasi. Pengembangan susunan organisasi terjadi
pada intern Dinas dan Badan, baik pada Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain
itu kehadiran RSUD dan RSKD juga menambah susunan baru organisasi
perangkat daerah Provinsi dan Kabupaten /Kota. Penambahan eselon baru pada
perangkat daerah Provinsi dan Kabupaten. Kota diwujudkan dengan munculnya
jabatan Kepala, Wakil Kepala, Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Bidang pada
RSD. Susunan organisasi pada perangkat daerah Kabupaten/Kota juga
mengalami penambahan dengan adanya jabatan Kepala Sub Bagian pada
Sekretariat Kecamatan, Kepala Tata Usaha Sekolah Kejuruan, Kepala Tata Usaha
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Kepala Tata Usaha Sekolah Menengah, dan
Kepala Subbagian Tata UsahapadaUnit Pelaksana Teknis Dinas/Badan.
Melihat pengembangan susunan organisasi perangkat daerah yang
ditawarkan, tampaknya patut didiskusikan lebih lanjut. Kehadiran susunan
organisasi baru dengan hadirnya RSUD dan RSKD bisa dipahami sebagai
ketentuan baru dimana dalam PP No. 8 Tahun 2003 belum ditetapkan. Secara
otomatis di seluruh daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan mengalami
penambahan susunan organisasi. Penambahan susunan organisasi demikian
tentu memiliki banyak konsekuensi, diantaranya adalah yang berkaitan dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab jabatan. Sebuah jabatan dalam struktur
organisasi tentu memiliki tugas dan fungsi yang harus diemban dimana hal
tersebut harus diselaraskan pada visi, misi, tujuan dan sasaran daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perangkat daerah provinsi dan Kabupaten/Kota
perlu menyadari bahwa penambahan struktur organisasi harus dibarengi dengan
kinerja yang memadaisesuaidengan harapan masyarakat.
Pada tabel 4.5. dapat dilihat perbandingan eselon perangkat daerah
provinsi antara RPP dan PP No. 8 Tahun 2003 dan pada tabel 8 dapat dilihat
perbandingan eselon perangkat daerah kabupaten/kota antara RPP dan PP No. 8
Tahun 2003.
-37-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
48. Tabel 4.5.
PERBANDINGAN ESELON PERANGKAT DAERAH PROVINSI
ANTARA RPP DAN PP NO. 8 TAHUN 2003
-38-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
49. Tabel 4.6.
PERBANDINGAN ESELON PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA
ANTARA RPP DAN PP NO. 8 TAHUN 2003
-39-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
50. Selanjutnya, salah satu pasal yang tidak jelas dan mungkin menimbulkan
multi interpretasi adalah pasal 20 yang berbunyi: "Dinas dan/atau badan yang
melaksanakan urusan yang merupakan gabungan dari beberapa bidang
pemerintahan, jumlah bidang dapat terdiri dari paling bayak 7 (tujuh) bidang".
Sementara itu penjelasan pasalnya berbunyi sebagai berikut: "untuk menentukan
jumlah susunan organisasi masing-masing perangkat daerah dilakukan
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja". Tampaknya hal ini
merupakan kesalahan penempatan penjelasan pasal. Mestinya penjelasan ini
merupakan penjelasan pasal 18 dan pasal 19 mengenai susunan organisasi
perangkat daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk menjelaskan
pasal 20 semestinya merujuk pada penjelasan umum pada halaman 22 paragraf 2,
3, dan 4. Atau apabila tidak memungkinkan untuk menjelaskan pasal 20 tersebut
dengan uraian yang terlalu banyak, maka lebih baik pasal 20 dihapus karena
berdasarkan pengalaman selama ini hampir tidak ada suatu organisasi perangkat
daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota membentuk sebuah Dinas atau Badan
dimana di dalamnya terdapat banyak bidang pemerintahan. Sebaliknya, justru
jika memungkinkan, pemerintah daerah akan membentuk sebuah Dinas atau
Badan dengan satu bidang pemerintahan karena orientasi sebagian besar
pemerintah daerah adalah menempatkan jabatan-jabatan semaksimal mungkin
berdasarkan kotak-kotak jabatan yang tersedia.
Terkait dengan eselonisasi perangkat daerah, salah satu yang menarik
adalah penurunan eselon Kepala Bidang pada Dinas dan Badan perangkat daerah
Kabupaten/Kota yang semula eselon III.a menjadi III.b. Disebutkan dalam
penjelasan umum bahwa penurunan eselon tersebut "dimaksudkan dalam
rangka penerapan pola pembinaan karir, efisiensi dan penerapan koordinasi
sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang kepegawaian, namun demikian
bagi pejabat yang sudah tahu sebelumnya memangku jabatan eselon IIIa ,
walaupun organisasinya menjadi eselon IIIb, kepada yang bersangkutan tetap
diberikan hak-hak keuangan dan kepegawaian sebagai eselon IIIa. Dan pejabat
yang baru memangku jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Argumentasi mengenai efisiensi dalam penjelasan tersebut
menunjukkan kesan redundant dan bertentangan dengan besaran dan susunan
organisasi, serta eselonisasi perangkat daerah yang dituangkan dalam RPP ini.
Secara keseluruhan besaran dan susunan, serta eselon dalam RPP ini
-40-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
51. membengkak, baik ditinjau dari diferensiasi vertikal, horisontal, maupun spasial
yang menjadi pemicu (trigger) inefisiensi kelembagaan baik pada tataran
pemerintah daerah maupun pusat. Hal demikian sangat jelas karena penambahan
jabatan-jabatan baru akan berdampak pada besarnya kebutuhan belanja pegawai
dan pengadaan fasilitas-fasilitas lain yang sudah semestinya (given). Pasal lain
yang patut disimakadalahpasal31, ayat (1) danayat (2) yang menyatakan:
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelaksanaan kebijakan
pemerintah dan kebijakan pemerintah daerah, berdasarkan peraturan
perundang-undangan, pemerintah daerah dapat membentuk lembaga lain
sebagai bagian dariperangkat daerah.
(2) Organisasi dan tata kerja serta eselonering lembaga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat
pertimbangan dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang
pendayagunaan aparatur negara.
Ayat-ayat pada Pasal tersebut perlu dijelaskan lebih lanjut agar organisasi
dan tata kerja yang akan dibangun didasarkan pada kebutuhan mendesak dan
prioritas serta analisis jabatan dan beban kerja yang tepat. Hal demikian perlu
ditekankan agar pembentukan organisasinya benar-benar didasarkan pada
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia terutama staf ahli. Sedangkan
mengenai sekretariat kerjasama semestinya sudah termasuk dalam fungsi salah
satu unit organisasiSekretariat Daerah.
Berdasarkan uraian di atas, secara umum dapat ditarik benang merah
bahwa besaran organisasi, susunan organisasi dan eselon perangkat daerah yang
mengalami pembengkakan, selain akan berakibat pada melebarnya span of control,
juga dapat menimbulkan inkoherensi institusional. Inkoherensi institusional
tersebut terjadi dan sesungguhnya merupakan masalah umum dimana fungsi
yang semestinya dapat ditangani dalam satu unit kerja dimekarkan menjadi
beberapa unit atau biasa disebut proliferasi. Dampak negative proliferasi
birokrasi adalah timbulnya tarik menarik kewenangan antar unit organisasi
sehingga mengakibatkan suasana tidak harmonis atau bahkan friksi antar unit.
Selain timbul inefisiensi kelembagaan, dampak proliferasi birokrasi pada
umumnya bermuara pada inefektivitas organisasi birokrasi. Kondisi inilah yang
harusdiperhatikan secarasungguh-sungguh olehPemerintah.
-41-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
52. Salah satu kelebihan dari PP ini adalah mengenai Jabatan Fungsional,
dimana disebutkan bahwa penetapan dan pengangkatan jabatan fungsional
diberlakukan masa impassing selama 3 (tiga) bulan setelah Perda tentang
Perangkat Daerah ditetapkan berdasarkan PP revisi ini. Mengingat jabatan
fungsional merupakan jabatan yang belum banyak diketahui oleh SDM aparatur
daerah, maka sosialisasi mengenai jabatan-jabatan fungsional yang dipandang
penting dan perlu bagi organisasi perangkat daerah harus dilakukan segera dan
intensif, serta dengan penjabaran yang menyeluruh, lengkap dan jelas, baik itu
sistem maupun prosedurnya. Dengan upaya seperti itu diharapkan bahwa
jabatan fungsional menjadi pilihan yang menjanjikan bagi SDM aparatur daerah
yang memiliki potensi dan idealisme membangun kinerja organisasi dan
daerahnya.
D. ORGANISASI PERANGKAT DAERAH MENURUT KEBIJAKAN
NEGARA
Di era otonomi daerah, organisasi perangkat daerah diharapkan menjadi
organisasi yang solid dan mampu berperan sebagai wadah bagi pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintah serta sebagai proses interaksi antara pemerintah
dengan institusi di daerah lainnya dan dengan masyarakat secara optimal. Dalam
kaitan tersebut, Pemerintah mencanangkan kebijakan penataan organisasi
perangkat daerah yang lebih diharapkan pada rightsizing, yaitu sebuah upaya
penyederhanaan birokrasi pemerintah daerah yang difokuskan untuk
mengembangkan organisasi yang lebih proporsional berdasarkan kebutuhan
nyata daerah, datar (flat), transparan, hierarkhi yang pendek dan terdesentralisasi
kewenangannya.
1. SusunanOrganisasiPerangkatDaerah
DidalamPasal120UUNo.32 Tahun 2004disebutkan bahwa :
(1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinasdaerah,danlembaga teknis daerah.
(2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan.
-42-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
53. m
Sekretariat Daerah, sebagaimana tertuang dalam Pasal 121 UU No. 32
Tahun 2004disebutkan bahwa :
(1) Sekretariat daerahdipimpinolehSekretaris Daerah.
(2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah.
(3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), sekretaris daerah bertanggung jawab kepada kepala
daerah.
(4) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas
sekretaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala
daerah.
m
SekretarisDaerah,sebagaimana tertuang dalamPasal122 UUNo.
32Tahun 2004 dinyatakan bahwa :
(1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan.
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Gubernur sesuaidenganperaturan perundang-undangan.
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul
Bupati/Walikota sesuaidengan peraturan perundang-undangan.
(4) Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai
negeri sipildidaerahnya.
m
Sekretariat DPRD, sebagaimana tertuang dalam Pasal 123 UU No. 32
Tahun 2004disebutkan bahwa :
(1) Sekretariat DPRD dipimpinolehSekretaris DPRD.
(2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan
DPRD.
-43-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
54. (3) Sekretaris DPRDmempunyai tugas :
a. menyelenggarakan administrasikesekretariatan DPRD;
b. menyelenggarakan administrasikeuangan DPRD;
c. mendukung pelaksanaan tugas danfungsi DPRD; dan
d. menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan
oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan
kemampuankeuangan daerah.
(4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan tenaga ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib meminta pertimbangan
pimpinanDPRD.
(5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis
operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada
kepala daerahmelaluiSekretaris Daerah.
(6) Susunan organisasi sekretariat DPRD ditetapkan dalam peraturan
daerahberpedomanpadaPeraturan Pemerintah.
m
DinasDaerah,sebagaimana tertuang dalamPasal124UUNo.32Tahun
2004dinyatakan bahwa :
(1) Dinasdaerahmerupakan unsurpelaksana otonomidaerah.
(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan
diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhisyarat atas usulSekretaris Daerah.
(3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah
melaluiSekretaris Daerah.
m
Lembaga Teknis Daerah, sebagaimana tertuang dalamPasal125UUNo.32
Tahun 2004dinyatakan bahwa :
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah.
(2) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala
-44-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
55. rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris
Daerah.
(3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala daerah
melaluiSekretaris Daerah.
m
Kecamatan, sebagaimana tertuang dalamPasal126 UUNo.32 Tahun 2004
dinyatakan bahwa :
(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda
berpedomanpadaPeraturan Pemerintah.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian
wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan
otonomidaerah.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga
menyelenggarakan tugas umumpemerintahan meliputi :
a. mengkoordinasikankegiatan pemberdayaanmasyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desaatau kelurahan.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari
pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
-45-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
56. pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris
Daerah kabupaten/kota.
(6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
bertanggung jawab kepada camat.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati atau
walikota dengan berpedomanpadaPeraturan Pemerintah.
m
Kelurahan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 127 UU No. 32 Tahun 2004
dinyatakan bahwa :
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman
padaPeraturan Pemerintah.
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari
Bupati/Walikota.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai
tugas:
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. pemberdayaanmasyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketenteraman danketertiban umum;dan
e. pemeliharaanprasaranadanfasilitaspelayanan umum.
(4) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan sesuaidenganperaturan perundang-undangan.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Lurahbertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melaluiCamat.
(6) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dibantu olehperangkat kelurahan.
-46-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
57. (7) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
bertanggung jawab kepada Lurah.
(8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan
kebutuhan yang ditetapkan denganPerda.
(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan
bupati atau walikota sesuaidengan peraturan perundang-undangan.
m
Selanjutnya pengaturan perangkat organisasi daerah sebagaimana
tertuang dalamPasal128 UUNo.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa :
(1) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
(2) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk provinsi dan oleh
Gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(3) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
2. Pedoman OrganisasiPerangkatDaerah
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 120 disebutkan
bahwa ayat (1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah, ayat (2) Perangkat
daerah kabupaten/ kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dan pasal 121 ayat (1)
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah; ayat (2) Sekretaris daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban
membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan
dinasdaerahdanlembaga teknis daerah.
-47-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
58. Sedangkan di dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 butir 5 (lima)
tentang Perangkat Daerah disebutkan sebagai berikut:
“Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu
oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur
staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi
dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik,
diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan
daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama
penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti
bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke
dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan;
kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang
harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan
kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang
bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana
penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat
daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Tata cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu
organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang
mengacupedomanyang ditetapkan Pemerintah."
E. KEBIJAKANPEMERINTAHYANGPERLUDIPERTIMBANGKAN
1. PembagianUrusanPemerintahan
Mengacu pada ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (2) dan (5)
UUD 1945 dan Perubahannya, istilah kewenangan telah diubah dengan "urusan
pemerintahan". Hal ini berarti keberadaan lembaga penyelenggaraan
pemerintahan, utamanya adalah untuk melaksanakan urusan pemerintahan,
yaitu urusan yang wajib dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Perubahan istilah tersebut tentunya mempunyai implikasi terhadap kelembagaan
pemerintahan negara yang harusditata secaratepat.
-48-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
59. Untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut maka
penataan kembali Perangkat Pemerintahan negara mau tidak mau harus segera
dilaksanakan agar urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan harmonis dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah dalam rangka otonomi daerah. Dalam pada itu implementasi kebijakan
desentralisasi mensyaratkan adanya pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut
didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat beberapa urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah. Urusan
pemerintahan dimaksud menyangkut dan terkait dengan terjaminnya
kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadikewenangan pemerintah mencakup:
q
Politik luar negeri, misalnya mengangkat pejabat diplomat dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional; menetapkan
kebijakan luar negeri; melakukan perjanjian dengan negara lain; menetapkan
kebijakan perdagangan luar negeri; dansebagainya.
q
Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata;
menyatakan damai dan perang; menyatakan negara atau sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya; membangun dan mengembangkan sistem
pertahanan negara dan persenjataan; menetapkan kebijakan untuk wajib
militer,bela negara bagi setiap warga negara; dansebagainya.
q
Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara;
menetapkan kebijakan keamanan nasional; menindak setiap orang yang
melanggar hukum negara; menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannyamengganggu keamanan negara; dansebagainya.
q
Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang;
menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang; dan
sebagainya.
q
Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan; mengangkat hakim dan
jaksa; mendirikan lembaga pemasyarakatan; menetapkan kebijakan
kehakiman dan keimigrasian; memberikan grasi, amnesti, abolisi; membentuk
undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, dan
peraturan lain yang berskala nasional;dansebagainya.
-49-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007
60. q
Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional; memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama;
menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan; dan
sebagainya.
q
Bagian tertentu urusanpemerintah lainnyayang berskala nasional.
Selain urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah, terdapat juga urusan pemerintah yang bersifat concurrent yaitu
urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pada
urusan pemerintah yang bersifat concurrent, selalu terdapat bagian urusan yang
diserahkan kepada Provinsi, dan juga terdapat bagian urusan yang diserahkan
kepadaKabupaten/Kota.
Guna mewujudkan pembagian kewenangan yang bersifat concurrent
secara proporsional antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten dan Pemerintah Kota, maka disusunlah beberapa kriteria, yaitu
kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan pertimbangan
keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat
pemerintahan. Urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan daerah yang wajib adalah suatu urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar,
kesehatan, pemenuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Urusan
pemerintahan daerah yang bersifat pilihan, terkait erat dengan potensi unggulan
dankekhasan daerah.
Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Jika dampak yang ditimbulkan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut adalah pada level
Kabupaten/Kota maka menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, jika regional
menjadi kewenangan Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan
Pemerintah.
Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang
menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih
-50-
PROSPEK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PASCA PP NOMOR 38 DAN 41 TAHUN 2007