Dokumen tersebut membahas tentang aspek-aspek budidaya tiram mutiara, mulai dari persiapan, sarana dan prasarana, teknik pembenihan, pembiakan, insersi, pemeliharaan, panen, hingga permasalahan yang sering dihadapi. Budidaya tiram mutiara memerlukan persiapan yang matang dan dilakukan secara hati-hati agar hasil panennya optimal.
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
Pemanen adalah proses dimana udang telah mencapai batas budidaya dan bernilai ekonomi sesuai target yang diinginkan. Pada proses ini udang sudah tidak dapat lagi dilakukan budidaya karena beberapa alas an:
1. Sudah siap panen atau sesuai target budidaya
2. Ada kendala pada kolam sehingga mengharuskan diakhiri masa budidayanya (dipanen)
a. Bila terjadi banyak kematian yang bila budidaya tetap dilanjutkan akan berakhir pada kerugian
b. Bila penggunaan pakan telah melampaui target FCR yang ditetapkan
c. Bila kualitas air tidak dapat dikontrol
d. Bila ditemukan penyakit yang masuk kategori harus dimusnahkan dan diisolasi
Toko perikanan adalah tempat menjual berbagai bibit ikan budidaya, pakan dan peralatan - peralatan budidaya perikanan lainya dengan kualitas terbaik dengan harga relatif lebih murah
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
Pemanen adalah proses dimana udang telah mencapai batas budidaya dan bernilai ekonomi sesuai target yang diinginkan. Pada proses ini udang sudah tidak dapat lagi dilakukan budidaya karena beberapa alas an:
1. Sudah siap panen atau sesuai target budidaya
2. Ada kendala pada kolam sehingga mengharuskan diakhiri masa budidayanya (dipanen)
a. Bila terjadi banyak kematian yang bila budidaya tetap dilanjutkan akan berakhir pada kerugian
b. Bila penggunaan pakan telah melampaui target FCR yang ditetapkan
c. Bila kualitas air tidak dapat dikontrol
d. Bila ditemukan penyakit yang masuk kategori harus dimusnahkan dan diisolasi
Toko perikanan adalah tempat menjual berbagai bibit ikan budidaya, pakan dan peralatan - peralatan budidaya perikanan lainya dengan kualitas terbaik dengan harga relatif lebih murah
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
Ia merupakan contoh slide PPT untuk penyiaran PdP di dalam TV Pendidikan yang telah ditayangkan pada Januari 2021. Sesuai digunakan sebagai garis panduan penyediaan bahan tayangan subjek vokasional khususnya Akuakultur.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
3. PERSIAPAN BUDIDAYA TIRAM
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
MODAL BUDIDAYA
PEMILIHAN LOKASI
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
PEMILIHAN METODE BUDIDAYA YANG SESUI
4. SARANA DAN PRASARANA
❑ Bangunan
❑ Suplai air laut
❑ Ruang Aklimatisasi
❑ Wadah pemijhan dan pemeliharaan larva
❑ Spat kolektor
❑ Tempat kultur pakan hidup
❑ Peralatan lain seperti, Aerasi, Mikroskop,
Kamera dll.
5. Kerangjang jaring (pocket)
Spat Kolektor Dari Bahan PE
(PolyEthylene) ukuran 30 x 40 cm
Jangkar Tancap Dari Bahan Besi
Pelampung Bola Dari Bahan Plastik
6. ❑ Bangunan
▪ Terdapat ruang kultur alga, aklimatisasi,
pemijahan, pemeliharaan larva dan spat, dan
ruang staf.
▪ Jauh dari aktivitas sehari-hari
▪ Tempat relatif gelap/cahaya yang masuk bisa
diatur
▪ Suhu ruangan tetap konsisten
▪ Bangunan harus kuat dan tidak licin
▪ Pembuangan mengalir lancar
7. ❑ Suplai Air Laut
▪ Air laut terfilterasi, menggunakan saringan
pasir (sand filter) dan bak pengendapan.
▪ Dapat juga melalui saringan bertingkat dengan
ukuran 15 mm, 10 mm dan 5 mm.
▪ Sterilisasi ultra violet, dan saringan kapas
(cotton filter)
▪ Pengambilan air laut dibantu dengan pompa air
8. ❑ Ruang Aklimatisasi
▪ Kondisi lingkungan tenang, cahaya tidak
terlalu terang dan terdapat AC
▪ Wadah aklimatisasi menggunakan bak
fiberglass, polikarbonat, atau bak semen
volume 1 – 2 ton. Dinding bak sebaiknya
berwarna gelap (biru).
9. ❑ Wadah Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
▪ Bak pemeliharaan indukan
▪ Bak pemijahan
▪ Bak pemeliharaan larva dan spat
▪ Bak penjarangan dan
penempelan spat
▪ Rakit pemeliharaan induk
▪ Keranjang pemeliharaan induk
Rakit Apung pemeliharaan Induk
Keranjang pemeliharaan indukan
10. ❑ Spat Kolektor
▪ Terbuat dari tali PE
(Polyethylene) , senar plastik,
paranet, asbes gelombang,
genteng fiber, atau bilah pipa
paralon
▪ Keranjanag jaring dengan
kerangka besi/kawat ukuran
40 x 60 cm
Spat Kolektor, Lembaran plastik Dalam Poket
dan Tali PE bentuk Spiral
Kernjang jaring kerangka kawat
12. ❑ Persiapan Tempat Pembenihan
❑ Pemilihan Induk dan Pengelolaan
❑ Pemjahan
❑ Penetasan Telur
❑ Pemeliharan Larva
❑ Pemeliharaan Spat
❑ Penyediaan Pakan
❑ Panen dan Pasca Panen Spat
TEKNIK PEMBENIHAN
13. ❑ Persiapan Tempat Pembenihan
▪ Dapat dilakukan di laboratorium atau
air laut
▪ Kebanyakan dilakukan di air laut,
menghemat biaya dan tenaga.
▪ Induk yang dipelihara di alam
mendapatkan pakan yang lebih
bervariasi dengan nutrisi lebih
lengkap
14. ❑ Pemilihan Induk
▪ Induk berukuran antara 17 – 20 cm
▪ Cangkang berwarna terang dan tidak cacat
▪ Kondisi gonad pada Fase IV (Matang Penuh)
16. ❑ Penetasan Telur
▪ Pembelahan sel terjadi setelah 40
menit pembuahan
▪ Morula umur 2,5 jam
▪ Blastula umur 3,5 jam (Gerakan
aktif berputar)
▪ Gastrula umur 7 jam (bersifat
fotonegatif bergerak
menggunakan silia)
▪ Bermetamorfosis menjadi
trochofor (adanya flagella tunggal
pada anterior sebagai alat gerak) Perkembangan Embriogenesis
17. ❑ Pemeliharaan Larva
▪ Larva diawali dengan stadia D-Shape
bermetamorfosis menjadi larva Umbo
setelah 12-14 hari
▪ Tempat pemeliharaan larva
diusahakan tertutup dengan plastik
gelap. Sedangkan kepadatan larva
yang baik ± 200 ekor larva/ liter.
▪ Setelah larva mencapai ukuran benih
(spat), larva dipindah ke bak
pendederan spat dengan kepadatan
100 – 150 ekor/ liter. diberi pakan
alga jenis chaetocheros sp.
Tahapan Perkembangan Larva
18. ❑ Pemeliharaan Spat
▪ Pada umur 60 hari spat
sudah berukuran 3mm dan
siap untuk dipelihara pada
tempat pembesaran.
▪ Sirkulasi air harus tetap
terjaga
▪ spat dipelihara pada rakit
terapung hingga berumur 2
tahun.
Tangki pemeliharaan larva
19.
20. ❑ Penyediaan Pakan
Pakan larva tiram: Alga Isochrysis
galbana, Monochrysis lutherii.
Cara membiakkan jenis alga
1. Air laut 60 liter dapat dicampur bahan-
bahan
• Potassium nitrat 0.8 gram
• Potassium dihidrogen
orthofosfat 0.4 gram
• Sodium silikat 0.4 gram
• Sodium EDTA 0.4 gram
2. Menambahkan bibit alga, Setelah 5
hari alga siap dijadikan pakan larva.
Kultur Pakan Alami dalam Stoples
21. ❑ Panen dan Paska Panen Spat
▪ Larva akan muncul eye spot (Bintik
hitam) indicator siap menempel
▪ 1 minggu setelah menempel, benih
(spat) dapat dipanen,
▪ Pemanenan dilakukan dengan cara
mengangkat substrat dari bak
pemeliharaan dan siap untuk
didederkan di laut.
▪ Untuk penjualan perlu dilakuakn
grading ukuran setiap cm.
Kegiatan Panen Spat
22. ❑ Tempat pembesaran
▪ Metode rakit apung
▪ Metode palang cagak silang
▪ Metode long line
❑ Kegiatan pemeliharan
TEKNIK PEMBESARAN
23. ▪ Metode rakit apung
Bahan yang digunakan:
1. Rakit berbahan bambu/kayu
2. Pelampung, dari tong plastik,
drum minyak, fiberglass atau
Styrofoam.
3. Bandul, menggunakan Jangkar
diikat dengan tali
❑ Tempat pembesaran
24. ▪ Metode palang cagak silang
1. Metode paling sederhana,
terbuat dari bambu atau kayu
sebagai tiang.
2. Kedua silang terpasang
palang bambu, Panjang antara
2 m – 3 m, sebagai tempat
menggantungkan keranjang
tiram
25. ▪ Metode long line
1. Metode yang memiliki daerah
(areal) jangkauan paling luas.
2. Pelampung berbentuk bulat
diikat dengan tali Panjang
sebagai tali utama.
3. Ujung tali utama terikat
jangkar,
4. Pocketnet diikat/digantung
sesuai kedalaman perairan.
26. ❑ Kegiatan pemeliharaan
a. Tiram dibawa menuju rakit pemeliharaan
b. Digantung pada kedalaman 2-15 m, atau pada cagak silang
dengan kedalaman yang sama atau kurang dari 4 m.
c. Benih spat ukuran 5 cm lebih baik dipelihara pada
kedalaman 2-3 m. ukuran diatas 5 cm dapat dipelihara pada
kedalaman lebih dari 4 m.
d. Mengandalkan pakan alami
e. Tiram dibersihkan setiap 3-4 bulan
27. TEKNIK INSERSI
❑ Benih siap operasi
❑ Peralatan operasi
❑ Kegiatan pemasangan inti
a. Persiapan
b. Membuat potongan mantel
c. Pemasangan inti
d. Pemasangan inti blaster
28. ❑ Benih Siap Operasi
a. Telah berumur 2-3 Tahun (jika benih
tersebut diperoleh dari hasil usaha budidaya
b. Mempunyai ukuran diameter cangkang
diatas 15 cm
c. Tidak cacat
29. ❑ Peralatan operasi mutiara
a. Shell opener
b. Forceps (kai koki)
c. Tweezers
d. Gunting (shaibo hasami)
e. Graft cutter (Saibo mesu)
f. Spatula dengan kait (hook)
g. Spatula untuk menyingkap organ
h. Lancet(Incision knife)
i. Probe
j. Graft carrier (shaibo okuri)
k. Nucleus carrier (sonyuki)
l. Shell holder/Brass Clam (kai dae)
m. Graft Cutting Block Peralatan operasi mutiara
30. ❑ Kegiatan Pemasangan Inti
a. Persiapan
1. Tiram dibawa menuju ruang operasi
2. Cangkang akan membuka akibat
perbedaan tempratur dan tekanan.
3. Cangkang yang terbuka ditahan
menggunakan forcep
4. Tiram kemudian dibersihkan,
menggunakan parang kecil untuk
mengikis dan disikat denga sikat ijuk.
5. Salah satu bagian tepi cangkang
dipotong kecil
Pengambilan tiram dari tempat
pembesaran, dan persiapan insersi
31. ❑ Kegiatan Pemasangan Inti
b. Membuat Potongan Mantel
1. Potongan mantel diambil dari salah satu tiram yang dioperasi
2. Tiram diletakkan pada kai dae dengan posisi bagian anterior
menghadap pemasang inti.
3. Mantel diangkat dan digunting dengan shaibo hasami
4. Ukuran pemotongan mantel sepanjang 12 mm dan lebar 3 mm
5. Mantel dipotong-potong membentuk bujur sangkar dengan sisi
4 mm. menggunakan (shaibo mesu)
6. Satu tiram diperoleh 8-10 potong mantel.
33. Teknik insersi memili 2 cara dalam penempatan
inti pada tubuh tiram mutiara
➢Metode Saki Okuri, dimana penempelan inti
di dahului oleh penempelan mantel
➢Metode Ato okuri, penempelan potongan
mantel didahului oleh pemasukan inti lewat
lubang sayatan.
34. ❑ Kegiatan Pemasangan Inti
c. Pemasangan Inti
1. Tiram diletakkan pada kai dae dengan
letak anterior menghadap ke muka pemasang
inti/inserter.
2. Mantel dan insang yang menutupi
gonad dan kaki disisihkan dengan
spatula/hera
35. 3. Bagian kaki di tahan dengan hikake,
dimulai dari pangkal kaki menuju gonad
dibuat sayatan dengan menggunakan
mesu
4. Sesuai dengan arah sayatan, inti
dimasukkan dengan sonyuki kemudian
diikuti dengan pemasukan mantel
menggunakan sahibo okuri
5. Dalam satu ekor tiram pemasangan
inti dapat dilakukan lebih dari satu
buah, tergantung dari besar kecilnya
tiram.
6. Dimasukkan ke dalam keranjang
pemeliharaan dengan posisi anterior
menghadap ke atas
36. d. Pemasangan Inti Setengah Bulat (Blaster)
1. Berbentuk setengah bundar, diameter 1-2 cm
2. Inti mutiara blister yang telah diberi lem/perekat dengan
alat blister carrier, diletakkan minimal 3 mm diatas otot
adductor.
3. Tiram mutiara dibalik untuk pemasangan inti cangkang
yang satunya
4. Pemasangan inti tidak saling bersinggungan bila
cangkang menutup.
5. Satu ekor tiram dapat dipasangi 8-12 buah, atau setiap
belah cangkang dapat dipasangi 4-6 buah blaster.
37.
38. PERAWATAN
❑ Posisi tetap konsisten agara inti
tidak dimuntahkan.
❑ Pemeriksaan inti dengan sinar-X
setelah 2-3 bulan
❑ Pembersihan cangkang secara
berkala, maksimal 3-4 bulan
❑ Kondisi rakit/keranjang di
kontrol.
Pembersihan cangkang kerang mutiara
39. ❑ Perkiraan lama waktu seluruh proses
budidaya adalah 2-5 tahun.
❑ Setelah pemeliharaan mencapai umur
7-8 bulan, bibit kerang mencapai
ukuran 6-7 cm dan siap untuk dipanen
❑ Hasil akhir yang bisa dipanen dari
budidaya tiram mutiara adalah mutiara,
cangkang, dan daging
PANEN
40. ❑ Cara pemanenan
▪ Melepaskan ikatan pocket
net dari tali longline
▪ Pocket net dibuka, kerang
mutiara diambil satu
persatu dan dikumpulkan
dalam wadah
▪ Melakukan pengambilan
mutiara
Proses pemanenan mutiara
42. PERMASALAHAN BUDIDAYA TIRAM
❑ Hama bagi tiram mutiara yaitu ikan sidat
(Anguilla japonica), gurita (Oktopus vulgaris),
globe fish (Spaeroides sp), black porgy (Sparus
melecephalus) dan berbagai jenis kepiting dan
ranjungan memangsa tiram yang masih muda.
❑ Penyakit tiram mutiara umumnya disebabkan
oleh parasit, bakteri, dan virus