Dokumen tersebut membahas tentang definisi, jenis, penyebab, akibat, dan upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Terdapat empat jenis kekerasan yaitu psikis, fisik, ekonomi, dan seksual. Stres sosial dan transmisi antar generasi disebutkan sebagai penyebab kekerasan. Korban akan mengalami gangguan psikologis dan trauma. Upaya penanganan meliputi pelaporan ke polisi, konsultasi hukum dan ps
2. Pengertian Kekerasan
Pasal 89 KUHP :
Melakukan kekerasan adalah mempergunakan
tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara
yang tidak sah misalnya memukul dengan tangan
atau dengan segala macam senjata, menepak,
menendang dsb.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan,
atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam
Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan
3. a. Kekerasan psikis.
Misalnya: mencemooh, mencerca, menghina, memaki,
mengancam, melarang berhubungan dengan keluarga
atau kawan dekat / masyarakat, intimidasi, isolasi,
melarang istri bekerja.
b. Kekerasan fisik.
Misalnya memukul, membakar, menendang, melempar
sesuatu, menarik rambut, mencekik, dll.
c. Kekerasan ekonomi.
Misalnya: Tidak memberi nafkah, memaksa pasangan
untuk prostitusi, memaksa anak untuk
mengemis,mengetatkan istri dalam keuangan rumah
tangga, dan lain-lain.
d. Kekerasan seksual.
Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak
atau melakukan penyerangan seksual, berhubungan
seksual dengan istri tetapi istri tidak menginginkannya.
4. Penyebab terjadinya Kekerasan
a. Perselisihan tentang ekonomi.
b. Cemburu pada pasangan.
c. Pasangan mempunyai selingkuhan.
d. Adanya problema seksual (misalnya: impotensi, frigid,
hiperseks).
e. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
f. Permasalahan dengan anak.
g. Kehilangan pekerjaan/PHK/menganggur/belum
mempunyai pekerjaan.
h. Istri ingin melanjutkan studi/ingin bekerja.
i. Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas.
5. a. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan.
1) Bila terjadi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan
merupakan cara cepat penyelesaian masalah.
2) Dengan melakukan perbuatan kekerasan, pria merasa hidup
lebih berarti karena dengan berkelahi
maka pria merasa menjadi lebih digdaya.
3) Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh
`kemenangan' dan mendapatkan apa yang dia harapkan, maka
korban akan menghindari pada konflik berikutnya karena untuk
menghindari rasa sakit.
b Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai
istri ‘kuat' maka dia berusaha untuk melemahkan wanita agar
merasa tergantung padanya atau membutuhkannya.
c. Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria dari keluarga yang
selalu mengandalkan kekerasan sebagai satu-satunya jalan
menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara lain maka
kekerasan merupakan jalan pertama dan utama baginya sebagai
cara yang jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang
dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.
6. Akibat Tindakan Kekerasan
a. Kurang bersemangat atau kurang percaya diri.
b. Gangguan psikologi sampai timbul gangguan
system dalam tubuh(psikosomatik), seperti:
cemas, tertekan, stress, anoreksia (kurang
nafsu makan), insomnia (susah tidur, sering
mimpi jelek, jantung terasa berdebar-debar,
keringat dingin, mual, gastritis, nyeri perut,
pusing, nyeri kepala.
c. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet,
memar, luka terkena benda tajam, patah tulang,
luka bakar.
d. Masalah seksual, ketakutan hubungan
seksual, nyeri saat hubungan seksual, tidak ada
hasrat seksual, frigid.
7. Kekerasan pada Anak
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak
atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia
kedokteran.
Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist
melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-
gejala klinik seperti patah tulang panjang yang
majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau
bayi disertai pendarahan subdural tanpa
mengetahui sebabnya (unrecognized trauma).
Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan
istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan
child abuse merupakan tindakan melukai berulang-
ulang secara fisik dan emosional terhadap anak
yang ketergantungan, melalui desakan hasrat,
hukuman badan yang tak terkendali, degradasi
8. 1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung
anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan
perhatian).
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung
anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian,
mengabaikan anak itu.
3.Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola
komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang
melecehkan anak.
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).
BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA ANAK
9. Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap
anak (child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor,
yaitu:
a. Pewarisan KekerasanAntar Generasi (intergenerational transmission
of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika
tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan
kepada anaknya.
b. Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan
risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi
perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar
dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru
(the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah,
dan kematian (the death) seorang anggota keluarga.
10. c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat
Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
cenderung terisolasi secara sosial.
d. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang
meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan
dan pengabaian kepada anak. Misalnya,
orangtua tunggal lebih memungkinkan
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
dibandingkan dengan orangtua utuh.
11. Efek Kekerasan Seksual
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria
psychological disorder yang disebut post-traumatic stress
disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang
intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah
peristiwa traumatis.
Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami
kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk
terbuka pada orang lain.
Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat
jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1) Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan
seksual.
2) Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan
yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak
12. 3) Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi
buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban
disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak
berdaya mengakibatkan individu merasa lemah.
4) Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah,
malu, memiliki gambaran diri yang buruk.
Korban sering merasa berbeda dengan orang
lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya
akibat penganiayaan yang dialami. Korban
lainnya menggunakan obat-obatan dan alkohol
untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan
inderanya, atau berusaha menghindari memori
kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam
13. a. Menceritakan kejadian kepada orang lain,
seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga
pelayanan/konsultasi
b. Melaporkan ke polisi
c. Mencari jalan keluar dengan konsultasi
psikologis maupun konsultasi hukum
d. Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang,
tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan
pribadi dan anak
e. Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang
dialami, dan meminta dokter membuat visum.
14. Pada perempuan korban kekerasan
(survivor), ada karakteristik khusus yang
biasa terjadi pada mereka, antara lain yaitu :
a. Merasa bersalah
b. Merasa tidak berdaya (Powerless)
c. Kemarahan yang mendalam
d. Malu
e. Cemas
f. Gangguan tidur
Perasaan-perasaan di atas seringkali muncul
berupa sikap “malas”, badan terasa capek
gelisah, tegang, atau bahkan tersenyum tetapi
tidak ‘lepas’, atau sikap menutup diri dari dunia
luar.
15. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23TAHUN 2004
TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
16. KONTRIBUSI TENAGA KESEHATAN DALAM
PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN
Untuk membantu perempuan korban kekerasan, seseorang
harus memahami prinsip-prinsip dasar berikut :
a. Perempuan korban kekerasan tidaklah dipersalahkan atas
kejadian yang menimpanya
b. Pelaku kekerasan adalah orang yang bertanggung jawab
atas tindakan kekerasannya
c. Masyarakat dan berbagai institusi di masyarakat adalah pihak
yang bertanggung jawab secara tidak langsung atas masalah
kekerasan terhadap perempuan
d. Solusi atas masalah kekerasan terletak pada kombinasi
antara aksi pribadi dan sosial, dan didukung oleh sistem
hukum yang memadai
e. Tujuan bekerja membantu perempuan korban kekerasan
adalah memberdayakan mereka untuk membuat keputusan
sendiri dan mandiri dalam hidupnya