Pendidikan berbasis life skills bertujuan mencetak lulusan siap kerja dengan memberikan bekal kecakapan hidup. Pendidikan ini melatih keterampilan personal, sosial, akademik, dan vokasional melalui kurikulum, fasilitas, dan lingkungan yang merefleksikan kehidupan nyata. Guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong peserta didik mengembangkan potensi diri dan menghadapi tantangan masa depan.
Best Practice Guru Berprestasi SMK tahun 2014 Joko PrasetiyoJoko Prasetiyo
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI SISTEM HIDROLIK DENGAN MENGUNAKAN SOFTWARE FLUID SIM-H DAN ALAT PERAGA SEDERHANA
Diajukan untuk Mengikuti Seleksi Guru SMK Berprestasi
Tingkat Nasional
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...Joko Prasetiyo
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama.
Tujuan: Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain dalam melaksanakan six sigma.
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif Joko Prasetiyo
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif di SMK Negeri 1 Bintan.
Makalah Seminar, Diklat Talent Scouting (Diklat Calon Kepala Sekolah) di P4TK/VEDC Malang Tahun 2010.
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...Joko Prasetiyo
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. Makalah Seminar Nasional "Peningkatan Profesionalisme Pengawas Sekolah" yang diselenggarakan di MM UGM Tanggal 11 Januari 2012.
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...Joko Prasetiyo
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture, By: M.Y. Lam, Garry K.K. Poon and K.S. Chin.
Review by: Joko Prasetiyo, Master of Management, Gadjah Mada University
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
1. 1
PENDIDIKAN BERBASIS LIFE SKILLS,
MENCETAK LULUSAN SIAP KERJA
Oleh : Joko Prasetiyo, S.Pd., MBA
Penulis adalah Kepala SMKN 4 Bintan,
Alumnus Pasca Sarjana UGM.
Setiap tahunnya perguruan tinggi negeri dan swasta meluluskan sarjana dan diploma
yang jumlahnya ratusan ribu, belum lagi ditambah lulusan sekolah menengah umum dan
kejuruan, kalau dijumlahkan totalnya mencapai jutaan lulusan setiap tahunnya. Dari jumlah
tersebut berapa persen yang mampu terserap ke dunia kerja ?, mungkin jumlahnya tidak lebih
dari 50%, sementara sisanya sangat susah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar
belakang pendidikannya.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi ?, salah satu penyebabnya karena sistem pendidikan di
sekolah dan perguruan tinggi terkadang mengabaikan unsur pendidikan life skills (kecakapan
hidup), mulai dari kurikulum, sistem pendidikan, fasilitas hingga lingkungan di kampus atau
sekolah yang tidak memperhatikan pentingnya life skills. Lalu bagaimanakah pendidikan yang
berbasis life skills yang mampu menciptakan lulusannya siap kerja ?, berikut ini akan penulis
uraikan mengenai pengertian life skills, landasan dan prinsip umum life skills dan bagaimana
langkah-langkah membangun pendidikan berbasis life skills.
PENGERTIAN LIFE SKILLS
Life skills atau kecakapan hidup menurut Brolin (1980) adalah kontinum pengetahuan dan
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi independen dalam kehidupan.
Menurut Fajar (2002) life skills adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja selain
kecakapan dalam bidang akademik. Slamet PH (2012) mendefinisikan life skills sebagai
kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan
kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap dan
perilaku manusia sebagai bekal untuk menjalankan kehidupan.
Dari beberapa pendapat di atas, pendidikan life skills dapat diartikan sebagai pendidikan
yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik
tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan peserta didik.
2. 2
Dengan demikian, pendidikan life skills harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses
pengajaran agar peserta didik memperoleh kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap
untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
LANDASAN DAN PRINSIP UMUM LIFE SKILLS
Landasan yuridis pendidikan life skills mengacu pada Undang-undang no 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan-kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi pada akhirnya, tujuan pendidikan
adalah membantu peserta didik agar mampu meningkatkan dan mengembangkan dirinya sebagai
pribadi dan anggota masyarakat dalam kehidupan nyata.
Dengan demikian, mata pelajaran, mata kuliah atau mata diklat harus dipahami sebagai
alat bukan sebagai tujuan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Maksudnya sebagai alat untuk
mengembangkan potensi peserta didik, agar pada saatnya nanti peserta didik mampu
mengaktualisasikan diri dan siap menghadapi segala permasalahan kehidupan dan sanggup
menyelesaikannya. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran atau mata kuliah harus diarahkan
kepada pencapaian tujuan pendidikan dengan membekali peserta didik keterampilan dalam
memecahkan masalah. Dengan bekal life skills yang baik diharapkan para lulusan akan mampu
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan lapangan
kerja bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Life skills atau kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis utama yaitu: (1)
Kecakapan hidup yang bersifat generik, yang mencakup: kecakapan personal dan kecakapan
sosial. Kecakapan personal mencakup kecakapan kesadaran diri atau memahami diri dan
kecakapan berpikir, sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan komunikasi dan
kecakapan bekerja sama, (2) Kecakapan hidup spesifik yaitu kecakapan untuk menghadapi
pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup: kecakapan akademik dan kecakapan
vokasional atau kejuruan. Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih
memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan
antara satu dengan yang lainnya, kecakapan merumuskan hipotesis, kecakapan merancang dan
melaksanakan penelitian. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih
memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional
dasar dan vokasional khusus.
Adapun prinsip-prinsip umum pendidikan life skills, khususnya yang berkaitan dengan
kebijakan pendidikan di Indonesia antara lain: (1) Tidak mengubah sistem pendidikan yang
berlaku, (2) Tidak harus mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan
kurikulum untuk diorientasikan dan diintegrasikan pada pengembangan kecakapan hidup, (3)
Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to life together, (4) Pelaksanaan pendidikan life skills dengan menerapkan manajemen
berbasis sekolah, (5) Potensi wilayah sekitar sekolah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan
pendidikan, sesuai dengan prinsip pendidikan kontekstual dan pendidikan berbasis luas, (6)
Paradigma learning for life and school to work dapat dijadikan dasar kegiatan pendidikan,
sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan kehidupan nyata peserta didik, (7)
Penyelengaraan pendidikan harus selalu diarahkan agar peserta didik menuju hidup yang sehat
3. 3
dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas, serta memiliki akses untuk
mampu memenuhi hidupnya secara layak.
LANGKAH-LANGKAH MEMBANGUN PENDIDIKAN BERBASIS LIFE SKILLS
Untuk membangun pendidikan life skills di lembaga pendidikan, ada beberapa langkah
yang harus dilakukan, antara lain:
1. Target Setiap Mata Pelajaran atau Mata Kuliah
Setiap mata pelajaran, mata diklat atau mata kuliah baik itu kurikulum pemerintah
maupun kurikulum muatan lokal harus memenuhi target kompetensi dan skills yang jelas.
Kalau tidak ada target ini, maka upaya membangun life skills sulit terlaksana. Masing-
masing pelajaran mempunyai orientasi masa depan yang jelas, sehingga diperlukan target
kualitatif dan kuantitatif. Kalau setiap mata pelajaran, mata diklat atau mata kuliah
kosong dari orientasi masa depan, maka target kualitatif dan kuantitatif akan sulit
terwujud dan pendidikan life skills akan jauh dari kenyataan, dan hal ini tidak boleh
terjadi, ibarat orang berjalan harus tahu arah, tujuan, cara melangkah dan target yang
dicanangkan. Dalam pendidikan life skills, setiap mata pelajaran, mata diklat atau mata
kuliah harus mempunyai tujuan, target yang kongkret dan riil.
2. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pendidikan life skills membutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang
representatif untuk menggugah semangat peserta didik dalam menggali dan
mengembangkan potensinya. Diperlukan peralatan yang disesuaikan dengan spesifikasi
skills yang diharapkan. Misalnya, dibutuhkan komputer, mesin jahit yang memadai,
perpustakaan yang representatif, internet, pasar/toko, lapangan olah raga, alat-alat musik,
laboratorium bahasa, ruang praktik penelitian, dan peralatan lainnya.
Studi banding ke dunia usaha dan dunia industri bisa dijadikan salah satu cara jika
peralatan masih sulit didapatkan atau belum memadai. Misalnya dalam pelajaran
jurnalistik, siswa bisa diajak langsung ke kantor media masa, melihat proses pemberitaan,
editing, pembuatan headlines, proses cetak dan lain sebagainya. Dalam pelajaran PPKn
(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) siswa dapat diajak berdiskusi langsung
dengan anggota DPR, DPRD, pemerintah, pengadilan, dan instansi pemerintah sesuai
dengan materi yang diajarkan. Dalam pelajaran bahasa inggris, siswa bisa diajak bertemu
langsung dengan native speaker, misalnya diajak ke tempat-tempat wisata yang sering
dikunjungi oleh wisatawan manca negara.
3. Peran Guru/Instruktur
Peran guru dalam melaksanakan pendidikan life skills ini sangat besar. Guru
berperan sebagai sosok fasilitator, motivator, dinamisator dan katalisator bagi
pengembangan bakat dan talenta anak didik. Sosok guru sangat menentukan dalam
membangkitkan semangat, menebarkan nilai idealisme, dan mengokohkan semangat
pantang menyerah dalam berproses sepanjang hayat masih dikandung badan.
Untuk menunjang harapan dan target besar pencapaian program life skills tentunya
dibutuhkan guru/instruktur yang profesional, karena guru/instruktur yang profesional
mampu membangkitkan semangat belajar, menanamkan kepercayaan diri dan
kemandirian, serta memberikan keyakinan kuat akan kesuksesan, menghilangkan
keputusasaan, mudah menyerah, minder dan takut gagal.
4. Memanfaatkan Kegiatan Ekstrakurikuler
4. 4
Melihat padatnya muatan kurikulum yang harus diselesaikan pada waktu
intrakurikuler, maka pendidikan life skills lebih bisa diintensifkan pada kegiatan ekstra
kurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler biasanya dilakukan pada waktu sore hari dengan
durasi waktu yang cukup panjang.
Pada waktu kegiatan ekstrakurikuler, siswa bisa fokus mengikuti pendidikan life
skills daripada waktu pagi hingga siang hari yang penuh dengan pelajaran yang
membutuhkan konsentrasi total. Kegiatan ekstra kurikuler bisa dimanfaatkan secara
produktif untuk memperdalam secara teori dan praktik materi pendidikan life skills,
khususnya vocational skills, seperti menjahit, kursus komputer, jurnalistik, musik,
drama/teater, dan lain sebagainya. Dengan demikian siswa dapat mengeksplorasi dan
melakukan improvisasi kemampuannya secara maksimal sehingga hasil yang dicapai
diharapkan memuaskan.
5. Menanamkan Mental Wirausaha
Pendidikan life skills lebih efektif kalau peserta didik diberi wawasan
kewirausahaan yang handal dan menyeluruh. Kewirausahaan ini bisa menjadi spirit batin
yang menggerakkan mental aktif dan dinamis dalam menjemput peluang, gigih dalam
berproses, dan inovatif dalam melakukan pengembangan secara terus-menerus di tengah
pusaran globalisasi yang berjalan dengan kecepatan tinggi.
Secara global ciri manusia wiraswasta adalah berkemauan keras, berkeyakinan kuat
atas kekuatan pribadi, jujur dan bertanggung jawab, ketahanan fisik dan mental yang
kuat, tekun dan ulet dalam bekerja keras, dan memiliki pemikiran yang konstruktif dan
kreatif.
Dalam konteks kewirausahaan ini, seseorang membutuhkan kecerdasan emosional
agar dalam berkomunikasi dan membangun tim kerja bisa berjalan sukses. Kalau hanya
mengandalkan kecerdasan intelektual, dikhawatirkan akan terserang egoisme,
individualisme dan menonjolkan diri sendiri yang berdampak negatif bagi perkembangan
mekanisme kewirausahaan yang dibangun.
METODE PENERAPAN LIFE SKILLS:
Metode-metode yang dapat digunakan dalam menerapkan life skills dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah dan di kampus antara lain:
(1) Metode kerja kelompok dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
bersosialisasi dan berinteraksi antar sesama siswa, menghargai kelebihan dan
kekuranagan masing-masing anggota tim, kemampuan berkomunikasi dengan sesama
anggota tim, kemampuan mengatur kerja dalam tim, bekerja dalam tim, dan lain-lain.
(2) Metode eksperimen dapat digunakan untuk melatih kemampuan siswa dalam
menganalisis sesuatu, menghubungkan sebab akibat, mencari jalan keluar terhadap
permasalahan yang ada, berfikir berdasarkan fakta yang ada dan didukung dengan
landasan teori yang telah ditanamkan melalui ceramah dan tanya jawab. Siswa diberi
keluasan untuk melakukan percobaan yang berbeda antar satu degan lainnya, guru lebih
difokuskan sebagai pengarah dan fasilitator dalam meaksanakan eksperimen. Melalui
kegiatan ini diharapkan kecakapan akademik dan berfikir siswa terlatih dan berkembang
sesuai potensi siswa.
5. 5
(3) Pemberian tugas dalam bentuk laporan disertai dengan presentasi di depan kelas dapat
digunakan untuk mengasah kemampuan siswa dalam menuangkan pokok-pokok pikiran
atau ide-ide yang berbentuk tulisan sekaligus mengkomunikasikannya secara lisan. Dari
kegiatan ini siswa berlatih bagaimana berkomunikasi lisan maupun tulisan, mengeluarkan
ide-ide atau gagasan, mendengar dan menghargai perbedaan pendapat dari orang lain,
mengelola emosi , dan hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya dan orang lain.
Sedangkan hal-hal yang harus dilakukan, dalam melakukan reorientasi pembelajaran antara
lain merubah metoda mengajar, menggunakan metoda yang lebih bervariatif dan exploratif,
sehingga (1) mendorong siswa lebih aktif, (2) guru sebagai fasilitator, (3) materi pembelajaran
terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga bisa digunakan untuk memecahkan
permasalahan kehidupan, (4) belajar tidak terbelenggu dengan pembelajaran yang bersifat
klasikal, tapi dapat menggunakan alam sebagai sumber belajar atau potensi lain yang
memungkinkan, (5) guru dituntut kreatif dan inovatif membuat permasalahan dan tidak mengacu
pada satu jenis dan judul buku saja (harus banyak referensi), (6) Kegiatan Belajar mengajar
harus demokratis dan tidak kaku (penuh dialog dan diskusi), (7) menggeser “teaching” menjadi
“ learning”, untuk memberi peluang siswa terbiasa belajar mandiri dan mencari informasi dari
berbagai sumber.
Untuk mendukung implementasi life skills maka harus didukung juga dengan pengembangan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mencakup: (1) diarahkan kepada otonomi sekolah
dalam mengatur dirinya, (2) kemandirian dalam inovasi, (3) keterbukaan dalam pengelolaan
sumberdaya, (4) kerjasama dengan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri, (5) akuntabilitas
program dan penggunaan dana, (6) berkelanjutan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi program life skills antara lain: (1)
penerapan program life skills harus dipastikan tidak terjebak pada muatan materi yang sifatnya
missal dan seragam, (2) penerapan life skills harus didukung oleh SDM (guru/dosen) yang
kompeten, (3) program life skills jangan hanya terjerumus sekedar melayani kepentingan dunia
industri saja, karena life skills bukan hanya mengajarkan peserta didik untuk menjadi “tukang-
tukang” yang terampil bekerja, tetapi justru mengajarkan kepada mereka agar dapat mandiri,
kreatif dan inovatif menyiasati setiap persoalan kehidupan.
Demikian paparan penulis mengenai pendidikan berbasis life skills, semoga bermanfaat bagi
para pembaca dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan dunia pendidikan.
Amin.